KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN

30
KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Politik dan Kebijakan Pertanian Dosen Pengampu : Sulaeni, SP.,MSi Disusun Oleh Nama Kelompok : 1. Ayang Dena Suryani (4441111051 2. Bea Jayanti Nadi R. (4441110783) 3. Ruli Destyaningsih (4441110853) Kelas : VI A Reguler

Transcript of KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN

KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Politik dan

Kebijakan Pertanian

Dosen Pengampu : Sulaeni, SP.,MSi

Disusun Oleh

Nama Kelompok :

1. Ayang Dena Suryani (4441111051

2. Bea Jayanti Nadi R. (4441110783)

3. Ruli Destyaningsih (4441110853)

Kelas : VI A Reguler

JURUSAN AGRIBISNISFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASASERANG – BANTEN

2014

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang

Maha Esa karena berkat hidayah dan rahmat-Nya penyusun

dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Kebijakan

Ketahanan Pangan”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata

kuliah Politik dan Kebijakan Pertanian yang diharapkan

berguna untuk menambah wawasan tentang kebijakan

ketahanan pangan. Dengan terselesaikannya makalah ini

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Sulaeni, SP.,MSi selaku dosen mata kuliah

Politik dan Kebijakan Pertanian yang telah

memberikan tugas ini sekaligus dorongan moril

kepada kami untuk melaksanakan tugas ini.

2. Teman-teman yang telah membantu baik secara

langsung maupun tidak langsung dalam

penyelesaian makalah ini tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini jauh

dari kesempurnaan, masih banyak kesalahan dan

kekurangan baik dalam penulisan maupun dalam segi

bahasa, baik secara visual maupun materi. Oleh karena

itu, penulis dengan senang hati menerima kritik maupun

saran yang bersifat membangun untuk lebih

menyempurnakan makalah ini dan sebagai pembelanjaran

penulis.

i

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini

bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.

Serang, Juni 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………… i

DAFTAR ISI ……………………………………………………… ii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……………………………………… 1

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………… 2

1.3 Tujuan ……………………………………………… 3

1.4 Manfaat …………………..………………………………… 3

II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ketahanan Pangan …………………………….…

4

ii

2.2 Tujuan Pembangunan Ketahanan Pangan ……..……………

6

2.3 Strategi dalam Upaya Pembangunan Ketahanan

Pangan ..… 6

2.4 Sub Sistem Ketahanan Pangan ………………………………

7

2.5 Aspek-aspek tentang permasalahan dan

tantangan yang

dihadapi oleh pemerintah dalam mencapai ketahanan

pangan ………………………………..………………......… 8

2.6 Program dalam Upaya Ketahanan Pangan …………….……

12

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan ……………………………………………… 15

3.2 Saran ………………………………....…………………… 16

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 17

iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan komoditas penting dan strategis

bagi bangsa Indonesia mengingat pangan adalah kebutuhan

dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan

masyarakat secara bersama-sama seperti diamanatkan

oleh  Undang Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan.

Dalam UU tersebut disebutkan Pemerintah

menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian

dan pengawasan, sementara masyarakat menyelenggarakan

proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi

serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh

pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi,

beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli mereka.

Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang

Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7

tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan

konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, 

upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan

sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya,

kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi

sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi

pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi

pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan

produktif. Di PP tersebut juga disebutkan dalam rangka

1

pemerataan ketersediaan pangan ke seluruh wilayah

dilakukan distribusi pangan melalui upaya pengembangan

sistem distribusi pangan secara efisien, dapat

mempertahankan keamanan, mutu dan gizi pangan serta

menjamin keamanan distribusi pangan.

Disamping itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan

dilakukan diversifikasi pangan dengan memperhatikan

sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui

peningkatan teknologi pengolahan dan produk pangan dan

peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi

anekaragam pangan dengan gizi seimbang. PP Ketahanan

Pangan juga menggarisbawahi untuk mewujudkan ketahanan

pangan dilakukan pengembangan sumber daya manusia yang

meliputi pendidikan dan pelatihan di bidang pangan,

penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang

pangan dan penyuluhan di bidang pangan. Di samping itu,

kerjasama internasional  juga dilakukan dalam bidang

produksi, perdagangan dan distribusi pangan, cadangan

pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan

serta riset dan teknologi pangan.

Dari uraian di atas  terlihat ketahanan pangan

berdimensi sangat luas dan melibatkan banyak sektor

pembangunan. Keberhasilan pembangunan ketahanan pangan

sangat ditentukan tidak hanya oleh performa salah satu

sektor saja tetapi juga oleh sektor lainnya. Dengan

demikian sinergi  antar sektor, sinergi  pemerintah dan

2

masyarakat (termasuk dunia usaha) merupakan kunci

keberhasilan pembangunan ketahanan pangan.

Menyadari hal tersebut di atas, Pemerintah pada

tahun 2001 telah membentuk Dewan Ketahanan Pangan

( DKP) diketuai oleh Presiden RI dan Menteri Pertanian

sebagai Ketua Harian DKP. DKP terdiri dari 13 Menteri

termasuk Menteri Riset dan Teknologi dan 2 Kepala

LPND.  Dalam pelaksanaan sehari-hari,  DKP dibantu oleh

Badan Bimas Ketahanan Pangan Deptan, Tim Ahli Eselon I

Menteri Terkait (termasuk Staf Ahli Bidang Pangan KRT),

Tim Teknis dan Pokja.

Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang

ketahanan pangan pasal 9 menyebutkan: (1)

penganekaragaman pangan diselenggarakan untuk

meningkatkan ketahanan pangan dengan memperhatikan

sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, (2)

penganekaragaman pangan sebagaimana dimaksudkan dalam

ayat1 dilakukan dengan a. Meningkatkan keragaman

pangan, b. Mengembangkan teknologi pengolahan dan

produk pertanian dan c. Meningkatkan kesadaran

masyarakat untuk mengkonsumsi anekaragam pangan dengan

prrinsip gizi berimbang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat

diajukan beberapa rumusan masalah, antara lain :

1. Apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan?

3

2. Bagaimana tujuan dari pembangunan ketahanan

pangan?

3. Bagaimana strategi dalam upaya pembangunan

ketahanan pangan?

4. Apa saja sub sistem ketahanan pangan?

5. Aspek-aspek apa saja yang berkaitan dengan

permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh

pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan?

6. Bagaimana program dalam upaya ketahanan pangan?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang diperoleh dari rumusan masalah

tersebut adalah :

1. Untuk mengetahui pengertian dari ketahanan

pangan

2. Untuk mengetahui tujuan dari pembangunan

ketahanan pangan

3. Untuk mengetahui strategi dalam upaya

pembangunan ketahanan pangan

4. Untuk mengetahui sub sistem ketahanan pangan

5. Untuk mengetahui aspek-aspek yang berkaitan

dengan permasalahan dan tantangan yang dihadapi

oleh pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan

6. Untuk mengetahui program dalam upaya ketahanan

pangan.

1.4 Manfaat

4

Manfaat yang dapat kita petik dari makalah ini

adalah kita dapat mengetahui tentang ketahanan pangan

yang ada di Indonesia sehingga dengan adanya ketahanan

pangan ini, masyarakat dapat lebih memahami hal-hal apa

yang perlu di perhatikan dalam ketahanan pangan mereka.

5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ketahanan Pangan

Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus

mengalami perkembangan sejak adanya Conference of Food

and Agriculture tahum 1943 yang mencanangkan konsep

secure, adequate and suitable supply of food for

everyone”. Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi,

namun umumnya mengacu definisi dari Bank Dunia (1986)

dan Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni “akses semua

orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup

sehat (secure access at all times to sufficient food

for a healthy life). Studi pustaka yang dilakukan oleh

IFPRI (1999) diperkirakan terdapat 200 definisi dan 450

indikator tentang ketahanan pangan (Weingärtner, 2000).

Berikut disajikan beberapa definisi ketahanan yang

sering diacu:

1. Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996: kondisi

terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga

yang tercermin dari tersedianya pangan secara

cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman,

merata dan terjangkau.

2. USAID (1992: kondisi ketika semua orang pada

setiap saat mempunyai akses secara fisik dan

ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya

untuk hidup sehat dan produktif.

6

3. FAO (1997) : situasi dimana semua rumah tangga

mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk

memperoleh pangan bagi seluruh anggota

keluarganya, dimana rumah tangga tidak beresiko

mengalami kehilangan kedua akses tersebut.

4. FIVIMS 2005: kondisi ketika semua orang pada

segala waktu secara fisik, social dan ekonomi

memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan

bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan

sesuai dengan seleranya (food preferences) demi

kehidupan yang aktif dan sehat.

5. Mercy Corps (2007) : keadaan ketika semua orang

pada setiap saat mempunyai akses fisik, sosial,

dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan,

aman dan bergizi untuk kebutuhan gizi sesuai

dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat.

Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang

harus dipenuhi :

a. Berorientasi pada rumah tangga dan individu.

b. Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat

diakses.

c. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan

individu, baik fisik, ekonomi dan social.

7

d. Berorientasi pada pemenuhan gizi.

e. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif.

Di Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 7

Tahun 1996, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi

terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin

dari: (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam

jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; dan (4)

terjangkau. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan

ketahanan pangan dapat lebih dipahami sebagai berikut :

1) Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan

yang cukup, diartikan ketersediaan pangan dalam

arti luas, mencakup pangan yang berasal dari

tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan

atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan

mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi

pertumbuhan kesehatan manusia.

2) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman,

diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia, dan

benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan

membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari

kaidah agama.

3) Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata,

diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat

dan merata di seluruh tanah air.

8

4) Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau,

diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga

dengan harga yang terjangkau.

2.2 Tujuan Pembangunan Ketahanan Pangan

Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah

mencapai ketahanan dalam bidang pangan dalam kondisi

terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga dari

produksi pangan nasional yang tercermin dari

tersedianya pangan yang cukup, jumlah dan mutu, aman,

merata dan terjangkau seperti diamanatkan dalam  UU

pangan.

2.3 Strategi dalam Upaya Pembangunan Ketahanan Pangan

Strategi yang dikembangkan dalam upaya pembangunan

ketahanan pangan adalah sebagai berikut :

a. Peningkatan kapasitas produksi pangan nasional

secara berkelanjutan (minimum setara dengan laju

pertumbuhan penduduk) melalui intensifikasi,

ekstensifikasi dan diversifikasi.

b. Revitalisasi industri hulu produksi pangan (benih,

pupuk, pestisida dan alat dan mesin pertanian).

c. Revitalisasi Industri Pasca Panen dan Pengolahan

Pangan.

d. Revitalisasi dan restrukturisasi kelembagaan

pangan yang ada ; koperasi, UKM dan lumbung desa.

e. Pengembangan kebijakan yang kondusif untuk

terciptanya kemandirian pangan yang melindungi

9

pelaku bisnis pangan dari hulu hingga hilir

meliput penerapan technical barrier for Trade

(TBT) pada produk pangan, insentif, alokasi kredit

, dan harmonisasi tarif bea masuk, pajak resmi dan

tak resmi.

Ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil kerja

sistem ekonomi pangan yang terdiri dari subsistem

ketersediaan meliput produksi , pasca panen dan

pengolahan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi

yang saling berinteraksi secara berkesinambungan.

Ketiga subsistem tersebut merupakan satu kesatuan yang

didukung oleh adanya berbagai input sumberdaya alam,

kelembagaan, budaya, dan teknologi. Proses ini akan

hanya akan berjalan dengan efisien  oleh adanya

partisipasi masyarakat dan fasilitasi pemerintah.

Partisipasi masyarakat ( petani, nelayan dll)

dimulai dari proses produksi, pengolahan, distribusi

dan pemasaran serta jasa pelayanan di bidang pangan.

Fasilitasi pemerintah diimplementasikan dalam bentuk

kebijakan ekonomi makro dan mikro di bidang

perdagangan, pelayanan dan pengaturan serta intervensi

untuk mendorong terciptanya kemandirian pangan. Output

dari pengembangan kemandirian pangan adalah

terpenuhinya pangan, SDM berkualitas, ketahanan pangan,

ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.

10

2.4 Sub Sistem Ketahanan Pangan

Sub sistem ketahanan pangan terdiri dari tiga sub

sistem utama yaitu ketersediaan, akses, dan penyerapan

pangan, sedangkan status gizi merupakan outcome dari

ketahanan pangan. Ketersediaan, akses, dan penyerapan

pangan merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara

utuh. Salah satu subsistem tersebut tidak dipenuhi maka

suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan

pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di

tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses

individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak

merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh.

1. Sub sistem ketersediaan (food availability)

Yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang

cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam

suatu negara baik yang berasal dari produksi

sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan

pangan. Ketersediaan pangan ini harus mampu

mencukupi pangan yang didefinisikan sebagai jumlah

kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif

dan sehat.

2. Akses pangan (food access)

Yaitu kemampuan semua rumah tangga dan

individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk

memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan

gizinya yang dapat diperoleh dari produksi

pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui

11

bantuan pangan. Akses rumah tangga dan individu

terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial.

Akses ekonomi tergantung pada pendapatan,

kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut

tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana

distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut

tentang preferensi pangan.

3. Penyerapan pangan (food utilization)

Yaitu penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup

sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air

dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari

penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan

rumahtangga/individu, sanitasi dan ketersediaan

air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta

penyuluhan gisi dan pemeliharaan balita. (Riely

et.al , 1999).

Sistem ketahanan pangan di Indonesia secara

komprehensif meliputi empat sub-sistem, yaitu: (i)

ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup

untuk seluruh penduduk, (ii) distribusi pangan yang

lancar dan merata, (iii) konsumsi pangan setiap

individu yang memenuhi kecukupan gizi seimbang, yang

berdampak pada (iv) status gizi masyarakat. Dengan

demikian, sistem ketahanan pangan dan gizi tidak hanya

menyangkut soal produksi, distribusi, dan penyediaan

pangan ditingkat makro (nasional dan regional), tetapi

12

juga menyangkut aspek mikro, yaitu akses pangan di

tingkat rumah tangga dan individu serta status gizi

anggota rumah tangga, terutama anak dan ibu hamil dari

rumah tangga miskin. Meskipun secara konseptual

pengertian ketahanan pangan meliputi aspek mikro, namun

dalam pelaksanaan sehari-hari masih sering ditekankan

pada aspek makro yaitu ketersediaan pangan. Agar aspek

mikro tidak terabaikan, maka dalam dokumen ini

digunakan istilah ketahanan pangan dan gizi.

2.5 Aspek-aspek tentang permasalahan dan tantangan

yang dihadapi oleh pemerintah dalam mencapai

ketahanan pangan

a. Aspek Ketersediaan Pangan

Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah

pokok adalah semakin terbatas dan menurunnya

kapasitas produksi dan daya saing pangan

nasional. Hal ini disebabkan oleh faktor faktor

teknis dan sosial - ekonomi; 

1) Teknis

Berkurangnya areal lahan pertanian karena

derasnya alih lahan pertanian ke non

pertanian seperti industri dan perumahan

(laju 1%/tahun).

Produktifitas pertanian yang relatif

rendah dan tidak meningkat.

13

Teknologi produksi yang belum efektif dan

efisien.

Infrastruktur pertanian (irigasi) yang

tidak bertambah selama krisis dan

kemampuannya semakin menurun.

Masih tingginya proporsi kehilangan hasil

pada penanganan pasca panen (10-15%).

Kegagalan produksi karena faktor iklim

seperti El-Nino yang berdampak pada musim

kering yang panjang di wilayah Indonesia

dan banjir .

2) Sosial- ekonomi

Penyediaan sarana produksi yang belum

sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.

Sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang

tinggi dalam produksi pangan karena

besarnya jumlah petani (21 juta rumah

tangga petani) dengan lahan produksi yang

semakin sempit dan terfragmentasi (laju

0,5%/tahun).

Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga

produk pangan yang wajar dari pemerintah

kecuali beras.

Tata niaga produk pangan yang belum pro

petani termasuk kebijakan tarif impor yang

melindungi kepentingan petani.

14

Terbatasnya devisa untuk impor pangan

sebagai alternatif terakhir bagi

penyediaan pangan.

b. Aspek Distribusi Pangan

1) Teknis

Belum memadainya infrastruktur, prasarana

distribusi darat dan antar pulau yang

dapat menjangkau seluruh wilayah konsumen.

Belum merata dan memadainya infrastruktur

pengumpulan, penyimpanan dan distribusi

pangan , kecuali beras.

Sistem distribusi pangan yang belum

efisien.

Bervariasinya kemampuan produksi pangan

antar wilayah dan antar musim menuntut

kecermatan dalam mengelola sistem

distribusi pangan agar pangan tersedia

sepanjang waktu diseluruh wilayah

konsumen.

2) Sosial-ekonomi

Belum berperannya kelembagaan pemasaran

hasil pangan secara baik dalam menyangga

kestabilan distribusi dan harga pangan.

Masalah keamanan jalur distribusi dan

pungutan resmi pemerintah pusat dan daerah

serta berbagai pungutan lainnya sepanjang

15

jalur distribusi dan pemasaran telah

menghasilkan biaya distribusi yang mahal

dan meningkatkan harga produk pangan.

c. Aspek Konsumsi Pangan

1) Teknis

Belum berkembangnya teknologi dan

industri  pangan berbasis sumber daya 

pangan local.

Belum berkembangnya produk pangan

alternatif berbasis sumber daya pangan

lokal.

2) Sosial-ekonomi

Tingginya konsumsi beras per kapita per

tahun (tertinggi di dunia > 100 kg,

Thailand 60 kg, Jepang 50 kg).

Kendala budaya dan kebiasaan makan pada

sebagian daerah dan etnis sehingga tidak

mendukung terciptanya pola konsumsi pangan

dan gizi seimbang serta pemerataan

konsumsi pangan yang bergizi bagi anggota

rumah tangga.

Rendahnya kesadaran masyarakat, konsumen

maupun produsen atas perlunya pangan yang

sehat dan aman.

Ketidakmampuan bagi penduduk miskin untuk

mencukupi pangan dalam jumlah yang memadai

16

sehingga aspek gizi dan keamanan pangan

belum menjadi perhatian utama.

d. Aspek Pemberdayaan Masyarakat

1) Keterbatasan prasarana dan belum adanya

mekanisme kerja yang efektif di masyarakat

dalam merespon adanya kerawanan pangan,

terutama dalam penyaluran pangan kepada

masyarakat yang membutuhkan.

2) Keterbatasan keterampilan dan akses

masyarakat  miskin terhadap sumber daya usaha

seperti permodalan, teknologi, informasi

pasar dan sarana pemasaran meyebabkan mereka

kesulitan untuk memasuki lapangan kerja dan

menumbuhkan usaha.

3) Kurang efektifnya program pemberdayaan

masyarkat yang selama ini bersifat top-down

karena tidak memperhatikan aspirasi,

kebutuhan dan kemampuan masyarakat yang

bersangkutan.

4) Belum berkembangnya sistem pemantauan

kewaspadaan pangan dan gizi secara dini dan

akurat dalam mendeteksi kerawanan panagan dan

gizi pada tingkat masyarakat.

e. Aspek Manajemen

Keberhasilan pembangunan ketahanan dan

kemandirian pangan dipengaruhi oleh efektifitas

17

penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen

pembangunan yang meliputi aspek perencanan,

pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta

koordinasi berbagai kebijakan dan program.

Masalah yang dihadapi dalam aspek manajemen

adalah:

1) Terbatasnya  ketersediaan data yang akurat,

konsisten , dipercaya dan mudah diakses yang

diperlukan untuk perencanaan pengembangan

kemandirian dan ketahanan pangan.

2) Belum adanya jaminan perlindungan bagi pelaku

usaha dan konsumen kecil di bidang pangan.

3) Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim

egosentris dalam lingkup instansi dan antar

instansi, subsektor, sektor, lembaga

pemerintah dan non pemerintah, pusat dan

daerah dan antar daerah.

2.6 Program dalam Upaya Ketahanan Pangan

Dengan memperhatikan pedoman dan ketentuan hukum,

serta tujuan dan strategi untuk mewujudkan ketahanan

pangan,  maka kebijakan dan program yang akan ditempuh

dikelompokkan dalam:

a. Program jangka pendek (sampai dengan 5 tahun) 

Program jangka pendek ditujukan untuk peningkatan

kapasitas produksi pangan nasional dengan menggunakan

18

sumberdaya yang telah ada dan teknologi yang telah

teruji. Komponen utama program ini adalah:

1) Ekstensifikasi atau perluasan lahan pertanian

(140.000 Ha/tahun)

Ekstensifikasi lahan pertanian ditujukan

untuk memperluas lahan produksi pertanian,

sehingga produksi pangan secara nasional yang

sekarang dapat ditingkatkan. Ekstensifikasi

dilakukan terutama untuk kedelai, gula dan garam

karena rasio impor terhadap produksi besar (30-

70%). Lahan yang diperluas diperuntukkan bagi

petani miskin dan tunakisma (< 0.1 Ha), tetapi

memiliki keahlian/pengalaman bertani. Lahan kering

yang potensial seluas 31 juta Ha dapat

dimanfaatkan menjadi lahan usahatani.

2) Intensifikasi

Program ini diarahkan untuk peningkatan

produksi melalui peningkatan produktifitas

pertanian. Intensifikasi ditujukan pada lahan-

lahan pertanian subur dan produktif yang sudah

merupakan daerah lumbung pangan seperti Kerawang,

Subang dan daerah pantura lainya di Jawa Barat,

Jawa Timur, Jawa Tengah, dan propinsi lainnya.

3) Diversifikasi

Kegiatan diversifikasi ditujukan untuk

meningkatkan produksi pangan pokok alternatif

selain beras, penurunan konsumsi beras dan

19

peningkatan konsumsi pangan pokok alternatif yang

berimbang dan bergizi serta berbasis pada pangan

lokal. Diversifikasi dilakukan dengan mempercepat

implementasi teknologi pasca panen dan pengolahan

pangan lokal yang telah diteliti ke dalam

industri.

4) Revitalisasi  Industri Pasca Panen dan Pengolahan

Pangan

Revitalisasi/restrukturisasi industri pasca

panen dan pengolahan pangan diarahkan pada (a)

penekanan kehilangan hasil dan penurunan mutu

karena teknologi penanganan pasca panen yang

kurang baik, (b) pencegahan bahan baku dari

kerusakan dan (c) pengolahan bahan baku menjadi

bahan setengah jadi dan produk pangan.

5) Revitalisasi dan Restrukturisasi Kelembagaan

Pangan

Keberadaan, peran dan fungsi lembaga pangan

seperti kelompok tani, UKM, Koperasi perlu

direvitalisasi dan restrukturisasi untuk mendukung

pembangunan kemandirian pangan.  Kemitraan antara

lembaga perlu didorong untuk tumbuhnya usaha dalam

bidang pangan.  Koordinator kegiatan ini adalah

Meneg Koperasi dan UKM dan Deptan dibantu oleh

Depperindag.  Alokasi dana untuk kegiatan ini

berupa koordinasi antar departemen dan instansi

untuk melahirkan kebijakan baru untuk kelembagaan

20

pangan. Kebutuhan dana dibebankan pada anggaran

masing-masing departemen.

6) Kebijakan Makro

Kebijakan dalam bidang pangan perlu ditelaah

dan dikaji kembali khususnya yang mendorong

tercapainya ketahanan pangan dalam waktu 1-5

tahun.  Beberapa hal yang perlu dikaji seperti

pajak produk pangan, retribusi, tarif bea masuk,

iklim investasi, dan penggunaan produksi dalam

negeri serta kredit usaha.

b. Program jangka menengah  (5-10 tahun)

Program jangka menengah ditujukan pada pemantapan

pembangunan ketahanan pangan yang lebih efisien dan

efektip dan berdaya saing tinggi.  Beberapa program

yang relevan untuk dilakukan adalah :

1) Perbaikan undang-undang tanah pertanian termasuk

didalamnya pengaturan luasan lahan pertanian yang

dimiliki petani, pemilikan lahan pertanian oleh

21

bukan petani.  Sistem bawon atau pembagian

keuntungan pemilik dan penggarap, dsb.

2) Modernisasi pertanian dengan lebih mendekatkan

pada pada peningkatan efisiensi dan produktivitas

lahan pertanian, penggunaan bibit unggul, alat dan

mesin pertanian dan pengendalian hama terpadu dan

pasca panen dan pengolahan pangan.

3) Pengembangan jaringan dan sistem informasi antar

instansi, lembaga yang terkait dalam bidang pangan

serta pola kemitraan bisnis pangan yang

berkeadilan.

4) Pengembangan prasarana dan sarana jalan di

pertanian agar aktivitas kegiatan pertanian lebih

dinamis.

c. Program jangka panjang (> 10 tahun)

1) Konsolidasi lahan agar lahan pertanian dapat

dikelola lebih efisien dan efektip, karena

masuknya peralatan dan mesin dan menggiatkan

aktivitas ekonomi dan pedesaan.

2) Perluasan pemilikan lahan pertanian oleh petani.

22

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Istilah ketahanan pangan dalam kebijaksanaan

dunia, pertama kali digunakan pada tahun 1971 oleh PBB,

tetapi Inodonesia secara formal baru mengadopsi

ketahanan pangan dalam kebijakan dan program pada tahun

1992, yang kemudian definisi ketahanan pangan pada

undang-undang pangan no:7 ada pada tahun 1996.

Ketahanan pangan merupakan basis utama

dalam mewujudkan ketahanan ekonomi, ketahanan nasional

yang berkelanjutan.  Ketahanan pangan merupakan sinergi

dan interaksi utama dari subsistem ketersediaan,

distribusi dan konsumsi, dimana dalam mencapai

ketahanan pangan dapat dilakukan alternatif pilihan

apakah swasembada atau kecukupan.  Dalam pencapaian

swasembada perlu difokuskan pada terwujudnya ketahanan

pangan.

Dalam pengembangannya, teknologi pangan diharapkan

mampu memfasilitasi program pasca panen dan pengolahan

hasil pertanian, serta dapat secara efektif mendukung

kebijakan strategi ketahanan pangan.

Mengacu pada permasalahan dan program pengolahan

dan pemasaran hasil pertanian serta kebijakan strategi

ketahanan pangan (ketersediaan, distribusi dan

konsumsi), dan keberhasilan swasta (kasus Garudafood)

23

dan daerah (kasus Pemerintah Daerah Gorontalo) dalam

pengembangan agribisnis jagung dapat dirumuskan

kebijakan strategis pengembangan teknologi pangan.

Kebijakan strategis tersebut mencakup aspek

pengembangan kualifikasi teknologi; keterpaduan

pengolahan dan pemasaran; relevansi dan efektivitas

teknologi; pemberian otonomi luas kepada daerah;

pelibatan swasta/pemilihan komoditas prospektif

berbasis pemberdayaan/dan pengembangan jaringan kerja

secara luas; pengembangan program kemitraan

berawal/berbasis pemasaran; dan pengembangan program

Primatani berbasis industri pengolahan.

3.2 Saran

Adapun saran yang bisa di berikan adalah sebaiknya

pemerintah lebih memperhatikan masalah ketahanan pangan

yang ada di Indonesia. Karena masih banyak masyarakat

yang belum memahami bagaimana cara atau strategi yang

baik guna menjaga ketahanan pangan mereka.

24

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Suryana. 2001. Kebijakan Nasional Pemantapan

Ketahanan Pangan. Makalah pada Seminar Nasional

Teknologi Pangan, Semarang , 9-10 Oktober 2001

Anonim, 1996. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 1996 tentang  Pangan. Kantor Menteri Negara

Pangan RI.

Anonim. 2000. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2000 tentang  Program Pembangunan Nasional.

Dewan Ketahanan Pangan. 2006. Kebijakan Umum Ketahanan

Pangan 2006-2009. Departemen Pertanian, Jakarta.

Nainggolan. 2006. Kebijakan Ketahanan Pangan. Badan Ketahanan

Pangan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Siswono, Yudo Husodo. 2001. Kemandirian di Bidang Pangan,

Kebutuhan Negara Kita.  Makalah Kunci pada Seminar

Nasional Teknologi Pangan, Semarang , 9-10 Oktober 2001

25