Ketahanan Maritim Sebagai Garda Terdepan Bangsa Indonesia

31
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Proses Pembentukan Kepribadian “Ketahanan Maritim Sebagai Garda Terdepan Bangsa Indonesia” Praniti Putri Mirza 2014-050-197

Transcript of Ketahanan Maritim Sebagai Garda Terdepan Bangsa Indonesia

Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai ProsesPembentukan Kepribadian

“KetahananMaritim

Sebagai GardaTerdepan Bangsa

Indonesia”Praniti Putri

Mirza2014-050-197

TugasKewarganegaraanSUSANTO , , M.Si.

Seksi F

DAFTAR ISI

BAB I PEMBUKA

Sekapur Sirih

BAB II ISI

Kemaritimanku Dulu, Kini dan Masa Mendatang

Zamrud Khatulistiwa Yang Belum Terjamah

Kedaulatan Maritim Indonesia Sudah Kronis

Bangun Dari Tidur Panjang

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Saran

Daftar Pustaka

Sekapur Sirih

Istilah “Kemaritiman” belakangan ini sedang menjadi

sorotan dan buah bibir di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

Bapak Presiden Joko Widodo adalah salah satu pemicu yang

menggelorakan kembali istilah “Kemaritiman” di telinga kita.

Visi dan misi yang di usung oleh Bapak Joko Widodo selaku

Presiden resmi yang sedang menjabat di Indonesia adalah

“Menjadikan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia”. Sejauh ini

kalimat tersebut di pandang masih hanya sebatas jargon saja,

lantaran belum ada langkah kongkrit yang terlihat jelas untuk

merealisasikannya.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan

presentase wilayah 70% perairan dan 30% daratan. Indonesia

memiliki potensi yang sangat mumpuni untuk mewujudkan

“Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia”. Menilik kembali

sejarah peradaban Indonesia, Indonesia pernah mengalami masa

kejayaannya yang salah satu tonggak pendukung nya adalah Laut.

Dengan kekuatan Laut, kerajaan Nusantara seperti kerajaan

Sriwijaya dan kerajaan Majapahit pernah mengalami era

keemasannya dan menjadi kerajaan adidaya di zamannya. “ Nenek

moyangku seorang pelaut, gemar mengarung luas samudera.

Menerjang ombak tiada takut, menembus badai sudah biasa..”

Kutipan lagu tersebut adalah manifestasi dari sejarah yang

telah membuktikan bahwa nenek moyang kita adalah pelaut

tangguh yang mampu mengarungi samudera seperti lagu tersebut.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa jiwa bahari kita telah

tumbuh dan mengakar di tiap-tiap raga anak Indonesia.

Kemaritiman pernah sedekat nadi dengan kehidupan Bangsa

Indonesia, namun sekarang keeratan itu telah berubah menjadi

sejauh mentari. Dulu kita pernah di takuti di lautan layak nya

singa yang meraung lantang, namun sekarang Kemaritiman

Indonesia lebih terlihat seperti macan ompong yang tidak

berdaya. Kemana semangat kebaharian Indonesia, bukankah bahari

pernah mengalir di bumi ibu pertiwi dan menjadi nafas

kehidupan Bangsa Indonesia ?

Kemaritimanku Dulu, Kini dan Masa Mendatang

Dalam catatan sejarah terekam bukti-bukti bahwa nenek moyang

bangsa lndonesia menguasai lautan Nusantara, bahkan mampu

mengarungi samudera luas hingga ke pesisir Madagaskar Afrika

Selatan. Hal tersebut membuktikan bahwa nenek moyang bangsa

lndonesia telah memiliki jiwa bahari dalam membangun hubungan

dengan bangsa lain di dunia. Di samping itu nenek moyang

bangsa lndonesia telah memahami dan menghayati arti dan

kegunaan laut sebagai sarana untuk menjamin berbagai

kepentingan antar bangsa, seperti perdagangan dan komunikasi.

Oleh karena itu dapat dipahami bahwa penggunaan laut secara

tradisional adalah sebagai media perhubungan atau transportasi

dan sebagian besar perdagangan di dunia melewati laut yang

volume muatannya terus meningkat hingga sekarang.

Kita sudah sering mendengar bahwa secara geografis

lndonesia terdiri dari beribu-ribu pulau, dilintasi garis

khatulistiwa, terletak di antara benua Asia dan Australia

serta di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, luas

perairannya yang terdiri dari laut territorial, perairan

kepulauan dan perairan pedalaman seluas lebih kurang 2,7 juta

kilometer persegi atau sekitar 7O % dari luas wilayah NKRI,

sedangkan daratan seluas kurang lebih 1,9 juta kilometer

persegi. Di samping itu Zona Ekonomi Eksklusif lndonesia

(ZEEI) seluas 3,1 kilometer persegi menambah luas wilayah laut

yurisdiksi nasional lndonesia menjadi 5,8 juta kilometer

persegi.

Oleh karena itu merupakan suatu keniscayaan bahwa

lndonesia adalah negara berciri maritim. Mencermati konstelasi

geografi lndonesia sedemikian rupa, bangsa lndonesia menyadari

bahwa laut merupakan media pemersatu dan sebagai media

penghubung antar pulau dan bahkan penghubung antar negara

negara di dunia. Dengan telah diratifikasinya UNCLOS '82 oleh

negara negara di dunia, secara tidak langsung mengukuhkan

lndonesia sebagai negara kepulauan, sehigga sudah sepatutnya

seluruh aspek kehidupan dan penyelenggaraan negara perlu

mempertimbangkan geostrategik, geopolitik, geoekonomi serta

geososial budaya sebagai negara kepulauan. Pola pikir, pola

sikap dan pola tindak bangsa harus didasari oleh kesadaran

ruang maritim tempat kita berada, sehingga sejatinya visi

maritim menjadituntutan dan kebutuhan bagi bangsa lndonesia.

Sebagai konsekuensi dari posisi lndonesia yang sangat

strategis tersebut adalah perairan lndonesia menjadi sangat

penting bagi masyarakat dunia pengguna laut, hal tersebut

memberi arti bahwa manakala bangsa lndonesia mampu

memanfaatkan peluang dan tantangan maka akan dapat

meningkatkan kesejahteraan bangsa lndonesia namun demikian

perlu diwaspadai pula manakala bangsa lndonesia tidak mampu

mengantisipasi dan mengelola kendala dan kerawanan yang timbul

maka akan berdampak terhadap keamanan dan bahkan kedaulatan.

Sebagaimana telah disinggung diatas bahwa perairan

Indonesia pada posisi silang dunia dan sejak dulu telah

digunakan sebagai jalur pelayaran dan perdaganggan

internasional. Frekuensi kapal asing yang melintasi wilayah

laut yurisdiksi nasional lndonesia juga semakin meningkat

seiring bergesernya pusat kegiatan ekonomi dunia dari Atlantik

ke Pasifik. Sekitar 70% angkutan barang dari Eropa, Timur

Tengah dan Asia Selatan ke wilayah Pasifik dan sebaliknya

melalui perairan lndonesia. Oleh karena itu secara geografis

sesungguhnya Tuhan telah menganugerahkan kepada Bangsa

lndonesia suatu posisi yang sangat strategis sebagai poros

atau sumbu jalur pelayaran dan perdagangan dunia. Namun

demikian posisi strategis tersebut meskipun telah dimanfaatkan

oleh pengguna laut, tidak serta merta lndonesia dapat

memperoleh manfaat sebesar-besarnya untuk kesejahteraan

rakyat, apabila tidak didukung oleh kemampuan memanfaatkan

peluang yang ada. Mengalir dari uraian di atas, pertanyaannya

adalah apakah bangsa lndonesia akan memanfaatkannya atau

menyia-nyiakannya? 1

Zamrud Khatulistiwa Yang Belum Terjamah

Indonesia memiliki potensi sektor kelautan yang cukup

besar mencapai USD 1,2 triliun per tahun. Sayangnya, hingga

saat ini potensi ekonomi dari sektor kelautan tersebut belum

dimanfaatkan secara produktif dan optimal.

“Jumlah itu bisa menyediakan lapangan kerja untuk 40 juta

orang, tetapi potensi yang luar biasa besar. Ibarat 'raksasa

yang tertidur', itu belum dimanfaatkan secara maksimal,” kata

Ketua Umum Gerakan Nelayan dan Tani Indonesia (GANTI), Prof. 1 http://supplychainindonesia.com/new/wp-content/files/Kedaulatan_Maritim_Indonesia.pdf

Dr.Ir. Rokhmin Dahuri, M.S., dalam Kuliah Umum

“Industrialisasi Perikanan Berbasis Sumberdaya Maritim”,

Jum’at (5/9) di Fakultas Pertanian UGM.

Potensi ekonomi sektor kelautan tersebut meliputi 11

sektor yaitu perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri

pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan,

dan pertambangan dan energi. Berikutnya sektor pariwisata

bahari, hutan mangrove, perhubungan laut, sumber daya wilayah

pulau-pulau kecil, serta sumber daya alam non konvensional.

Rokhmin menuturkan sejak masa penjajahan sampai sebelum

berdiri Kementrian Kelautan dan Perikanan, sektor kelautan

masih dipandang sebelah mata. Hal tersebut terlihat dari

rendahnya dukungan infrastruktur, permodalan, sumber daya

manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kelembagaan

terhadap sektor kelautan.

“Saat ini kontribusi seluruh sektor kelautan terhadap PDB

hanya sekitar 20 persen,” jelas Guru Besar Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan IPB ini.

Sementara negara-negara dengan potensi kekayaan laut yang

lebih kecil daripada Indonesia dapat menyumbangkan kontribusi

di bidang kelautan lebih besar. Seperti Islandia, Norwegia,

Spanyol, Jepang, RRC, Korea Selatan, Selandia Baru, serta

Thailand memberikan kontribusi rata-rata lebih dari 30 persen.

Rokhmin menilai ekonomi kelautan Indonesia kedepan akan

semakin strategis seiring dengan pergeseran pusat ekonomi

dunia dari poros Atlantik ke Asia-Pasifik. Hampir 70 persen

total perdagangan dunia berlangsung di antara negara-negara di

Asia-Pasifik. Lebih dari 75 persen barang dan komoditas yang

diperdagangkan ditransportasikan melalui laut dan 45 persennya

setara USD 1.500 triliun pertahun barang dan komoditas

diperdagangkan melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).

“Mestinya Indonesia yang mendapat keuntungan paling besar

dari posisi kelautan global tersebut,” terangnya.

Namun, dikatakan Rokhmin dengan kondisi konektivitas

kelautan, ekonomi-perdagangan dan pertahanan keamanan maritim

yang lemah saat ini justru banyak merugikan Indonesia. Setiap

tahunnya Indonesia kehilangan sekitar Rp. 300 triliun dari

kegiatan ekonomi ilegal. Tak hanya itu, biaya logistik di

Indonesia menjadi termahal di dunia sebesar 26 persen PDB

akibat mahalnya transportasi laut Indonesia. Sementara

negara-negara maju lainnya biaya logistik tidak lebih dari 15

persen dari PDB.

“Lebih dari 75 persen barang yang kita ekspor harus

melalui pelabuhan Singapura karena hampir semua pelabuhan

Indonesia belum jadi hubport yang memenuhi persyaratan

internasional,” imbuhnya.

Rokhmin menegaskan perlu segera dilakukan perbaikan dalam

pembangunan sektor kelautan untuk menjadikan Indonesia yang

berdaya saing. Cita-cita mewujudkan Indonesia menjadi poros

maritim dunia pun dapat terwujud dengan membangun kelautan

berbasis inovasi yang inklusif dan ramah lingkungan, sinergi

pendekatan kesejahteraan dan pendekatan hankam, serta

mengembangkan kerjasama regional dan internasional yang saling

menguntungkan. (Humas UGM/Ika)2

Kedaulatan Maritim Indonesia Sudah Kronis

Bentuk kejahatan yang terjadi di perairan NKRI, antara lain:

2 http://ugm.ac.id/en/berita/9256-potensi.kelautan.indonesia.12.triliun.belum.digarap.dengan.maksimal

1. Piracy. Kejahatan ini sangat menakutkan dunia pelayaran,

karena bukan saja merampas materi berharga tetapi para

perompak tak segan pula melukai / membunuh awak dan penumpang

kapal. Mereka berpengalaman, memiliki sarana yang canggih

untuk segera menghilang dari kejaran aparat keamnanan laut

(Kamla). Ketika aparat Kamla siaga mereka menghilang, tetapi

ketika aparat Kamla lengah / tidak ada, mereka bertindak. Ada

kecenderungan aktivitas piracy ini meningkat beberapa tahun

terakhir ini khususnya di Selat Malaka, sehingga sangat

meresahkan pelaku pelayaran.

2. Terrorism at Sea. Sebagai negara yang memiliki beberapa

choke points internasional dan berbatasan langsung dengan

beberapa negara tetangga, Indonesia sangat rawan akan serangan

terorisme maritim, karena setiap hari ratusan kapal berbagai

jenis dari berbagai negara melintasi perairan NKRI. Hal ini

dikarenakan ketatnya dunia penerbangan, sehingga laut menjadi

alternatif medan aktivitas teroris.

3. Smugling, meliputi : barang konsumsi (seperti : beras, gula

pasir, BBM, dan lain-lain), barang produk industri (seperti :

barang elektronik, TV, radio, HP, komputer, kendaraan

bermotor), narkoba, senjata ringan (jatri: senapan dan

pistol), penyeludupan manusia (human trafficking). Khusus

penyelundupan jatri, narkoba dan manusia sudah masuk dalam

kategori kejahatan antar bangsa (transnational crime). Sebagai

negara maritim dengan panjang garis pantai terpanjang di

dunia, Indonesia sangat rawan dengan kejahatan penyelundupan

ini karena kegiatan tersebut dapat dilakukan di banyak titik

pendaratan di sepanjang pantai.

4. Illegal fishing and Logging. Indonesia kehilangan tidak

kurang sebesar Rp 40 trilyun per tahun akibat illegal fishing,

dan juga puluhan trilyun kerugian negara akibat pembalakan

liar.

5. Illegal Crossing. Pada tanggal 26 Juni 2006, pesawat tempur

F-16 TNI-AU yang sedang patroli di atas perairan Kepulauan

Alor mendeteksi sebuah kapal asing pada koordinat 08o50' LS

dan 124o23' BT. Kapal tersebut diperkirakan berbobot 1.000 ton

dan membawa sejumlah jatri AK-47. KRI Sangkuriang dan KRI

Sutanto terus mendeteksi kapal "Siluman" tersebut, namun tak

berhasil menemukannya. Kemungkinan besar telah melarikan diri

ke perairan Timor Leste. Ini hanya sebagai salah satu contoh.

Masih banyak lagi berbagai kegiatan yang dilakukan oleh

negara-negara kuat dimana kita masih belum mampu untuk

mengidentifikasi akibat keterbatasan kemampuan alutsista TNI

kita. Ada indikasi kasus semacam ini diperkirakan sering

terjadi terutama di perairan daerah konflik seperti Aceh,

Papua, Maluku dan Sulawesi.

6. Claim of Area. Pada 16 Februari 2005, perusahaan minyak

Malaysia, Petronas, melakukan kontrak kerja dengan perusahaan

Shell Corporation, perusahaan eksplorasi dan eksploitasi

minyak bumi Inggris dengan memberi konsesi di wilayah perairan

Ambalat di sebelah timur perairan Kaltim. Kontan saja isu

kontrak kerja Petronas menyulut reaksi keras semua komponen

bangsa yang seolah-olah terbangunkan kembali akan ingatan masa

lalu atas kehilangan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan yang

sekarang sudah menjadi milik Malaysia atas dasar keputusan

Mahkamah Internasional.

7. Kejahatan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia sendiri.

Tanggal 6 maret 2009 KRI Untung Suropati – 872 menangkap kapal

pembom dan pembius ikan di Kep. Sabalana, dimana kepulauan ini

merupakan cagar budaya. Kegiatan ini masih banyak dilakukan

oleh sebagian nelayan tradisional di beberapa wilayah

Indonesia. Disamping merusak ikan yang ada, kegiatan tersebut

juga merusak terumbu karang.

Penyebab Pelanggaran

1. Lemahnya Perhatian dan Pemberdayaan Laut. Sebagai bukti

lemahnya perhatian dan pemberdayaan laut antara lain sebagian

besar 60 persen dari pulau-pulau yang sudah diketahui belum

memiliki nama, termasuk pulau-pulau di zona perbatasan. Kita

lalai dalam menegaskan perbatasan, demikian juga dengan

nelayan kita, pada umumnya mereka beroperasi tidak begitu jauh

dari pantai (radius belasan mil laut). Hanya nelayan kuatlah

yang berani beroperasi di laut lepas/perairan dalam yang

jumlahnya sangat terbatas.

2. Lemahnya Kekuatan TNI-AL. TNI-AL sebagai ujung tombak

keamanan maritim masih sangat lemah, baik secara kuantitas

maupun kualitas. Kemampuan armada laut kita bila dihadapkan

pada luasnya wilayah tanggung jawab sangatlah tidak memadai.

Dari segi kecanggihan peralatan / alutsista, sebagian besar

"tidak layak tempur" karena sudah berumur rata-rata 40

tahunan. Dari segi sumberdaya manusia (SDM) prajurit,

jumlahnya kurang dari 25% prajurit TNI-AD, padahal luas laut

tiga kali lipat luas daratan. Jumlah kapal TNI-AL sekitar 140

yang terdiri dari berbagai tipe dan rentang pembuatan yang

berbeda, sangat tidak memadai untuk mengamankan wilayah

perairan yang begitu luas. Dalam beberapa hal kekuatan

alutsista TNI-AL kalah dari angkatan laut Malaysia dan

Singapura. Sebagai contoh: pemilikan kapal selam, kita yang

memiliki wilayah perairan yang begitu luas hanya memiliki dua

kapal selam tua, sedangkan Malaysia segera akan memiliki empat

kapal selam. Padahal, luas lautnya kurang dari 10% laut

Indonesia. Bahkan Singapura sebagai negara pulau kecil sudah

memiliki empat kapal selam yang lebih canggih

Faktor negatif lainnya:

1. Langkanya negosiator yang menguasai hukum sehingga tidak

bisa bertindak proaktif (bereaksi cepat) atas berbagai bentuk

pelanggaran kedaulatan wilayah laut dan kejahatan lainnya di

perairan.

2. PSI (Proliferation Security Initiative). Adanya kesepakatan

12 negara di bawah koordinasi AS untuk mencegah dan

memberangus terorisme yang menggunakan tenaga nuklir, bahan

kimia dan biologi (nubika) sebagai alat melalui rekayasa

teknologi sejak dini. Termasuk di dalamnya mencegah pasokan

bahan nuklir ke Korea Utara melalui perairan Asia Tenggara.

Dalam hal ini perairan Nusantara sangat diwaspadai karena

dianggap sebagai salah satu perairan paling tidak aman di

dunia. Oleh karena itu, kapal-kapal PSI dapat saja secara

sepihak melintas keluar-masuk perairan wilayah kedaulatan RI

(di luar ALKI) dengan alaasn untuk melakukan pencegatan dan

pemeriksaan kapal-kapal yang dicurigai membawa bahan Nubika

ilegal. Bilamana hal ini terjadi, mungkinkah aparat Kamla/TNI-

AL berani mengusirnya? (Ingat: Indonesia termasuk salah satu

negara yang menolak ajakan kerjasama PSI sekalipun memiliki

komitmen yang sama atas pemberantasan terorisme

internasional). Sekalipun peringatan dilakukan, kapal-kapal

PSI/US Navy tidak akan menggubrisnya karena USA tidak

meratifikasi hukum laut Internasional (UNCLOS 1982) sehingga

mereka tidak merasa melakukan pelanggaran atas wilayah

kedaulatan NKRI. Selain itu, dalam hukum laut internasional,

ada suatu pasal yang mewajibkan negara kepulauan mengakomodasi

kepentingan masyarakat internasional yang beroperasi di

perairan negara tersebut.

3. Rendahnya Kesadaran Geografi. Indonesia termasuk salah satu

bangsa yang kurang memiliki kesadaran geografi (wilayah).

Indikasinya adalah rendahnya pengetahuan dan perhatian

penduduk (terutama generasi muda) atas kondisi geografi NKRI,

rendahnya apresiasi terhadap pentingnya peta, pelajaran

geografi di sekolah-sekolah juga semakin sedikit porsinya pada

kurikulum pendidikan nasional. Rendahnya kesadaran geografi

ini berpengaruh negatif terhadap kepedulian warga negara atas

permasalahan teritorial yang berdampak pada rendahnya rasa

cinta/bangga tanah air dan kesadaran bela negara.

4. Indikasi politik "deteritorialisasi". Indonesia menghadapi

persoalan geopolitik yang meningkat sejak satu dekade terakhir

ini. Klaim pulau/perairan tertentu di zona perbatasan,

penambangan pasir laut secara ilegal oleh negara tetangga

(Singapura), pencurian plasmanutfah, penyelundupan fauna

langka, pergeseran batas wilayah dan lain-lain merupakan

indikasi politik deteritorialisasi oleh pihak asing. Sementara

itu, ada upaya terselubung penguasaan pulau-pulau perbatasan

melalui kooptasi kegiatan ekonomi dan kebudayaan penduduknya.

Sebagai contoh: penduduk wilayah tapal batas Kalimantan, Kep.

Sangihe-Talaud dan P. Miangas dalam kehidupannya sehari-hari

sangat bergantung pada negara tetangga. Mereka menggunakan

uang asing, mendengarkan siaran radio, melihat saluran TV dan

berbicara dengan bahasa negara tetangga serta bergaul dengan

komunitas / penduduk negara tetangga yang lebih mampu. Hal-hal

tersebut terjadi karena lemahnya pembinaan pemerintah terhadap

masyarakat perbatasan. Kondisi demikian tidak dapat dibiarkan

karena dapat menyebabkan lepasnya pulau-pulau terluar kepada

pihak asing. Dalam hal ini, lepasnya P. Sipadan dan P. Ligitan

hendaknya menjadi cermin dan pelajaran yang berharga.

Politik deteritorialisasi dapat berlangsung melalui berbagai

cara dan pendekatan: kurtural, ekonomi, diplomatik dan

militer. Semua itu dapat dilaksanakan sendiri-sendiri atau

integratif. Cultural Deterritorialization dilaksanakan dalam

strategi pendekatan kebudayaan seperti pengkondisian pemakaian

bahasa, lifestyle, seni, dan lain-lain. Economic

Deterritorialization diwujudkan melalui pendekatan pemenuhan

kebutuhan ekonomi penduduk perbatasan kita. Pemberian

fasilitas, modal dan penampungan kayu illegal logging oleh

pihak Malaysia kepada penduduk perbatasan Kalimantan adalah

salah satu contohnya. Diplomatic Deterritorialization adalah

eksploitasi kelemahan otoritas diplomatik kita. Contoh:

bagaimana Malaysia memanipulasi bukti-bukti dokumen historis,

membuat peta wilayah perbatasan secara sepihak dan

mengintensifkan kehadirannya di daerah sasaran ketika

mengklaim P. Sipadan dan P. Ligitan sampai akhirnya -dengan

cara-cara itu- berhasil menguasai kedua pulau itu melalui

keputusan Mahkamah Internasional. Jadi dalam politik

deteritorialisasi, lawan dapat mengeksploitasi semua kelemahan

atas penguasaan wilayah / teritorial yang dia incar.3

Bangun Dari Tidur Panjang

Strategi Penguatan Penegakan Kedaulatan di Wilayah Perairan

Terdapat banyak faktor penyebab lemahnya perhatian dan

pemberdayaan sektor maritim yang menyebabkan begitu maraknya

kriminalitas dan pelanggaran kedaulatan wilayah perairan NKRI.

Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Ada beberapa segmen batas laut yang masih menjadi sengketa.

b. Kekosongan aktivitas di sepanjang zona batas laut NKRI.

c. Lemahnya pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta

pelanggaran wilayah kedaulatan maritim.

3 http://www.tandef.net/nusantara-laut-kita-kedaulatan-bangsa

d. Rendahnya kesadaran geografi (maritim) Indonesia.

e. Tidak adanya konsep pertahanan keamanan berbasis maritim.

f. Belum jelasnya identitas pulau-pulau terluar sebagai milik

Indonesia.

Strategi Penyelesaian Sengketa Batas Laut

Untuk menghadapi kemungkinan lebih jauh dari strategi

yang diterapkan negara-negara tetangga khususnya Malaysia,

Singapura dan Filipina, maka pemerintah harus menciptakan

counter strategy dengan cara sebagai berikut :

1. Terus mengupayakan negosiasi penyelesaian atas perbedaan

paham dengan mengedepankan argumen yang berlandaskan Klausul

Hukum Laut Internasional (HLI) dan jabarannya. Serta memetakan

batas wilayah laut berpedoman pada ketentuan UNCLOS dan segera

mendepositkannya di PBB.

2. Memperluas dan mengintensifkan kajian HLI dan jabarannya

atas fakta kondisi perairan perbatasan NKRI melalui forum

nasional (di perguruan tinggi, Deplu, Depdagri, DKP, dll.)

serta forum internasional (dengan sesama negara kepulauan

seperti : Jepang, Filipina, negara pantai dan komunitas

maritim Internasional).

Penguatan Aktivitas di Zona Batas Laut

Dapat dilakukan melalui strategi :

1. Pemberdayaan nelayan dengan cara meningkatkan kemampuan

(SDM, kapal dan sarana penunjang) untuk menjadi nelayan modern

yang dapat bersaing dengan nelayan asing dan dapat beroperasi

di laut lepas (perairan perbatasan dan ZEE) dalam jangka waktu

lama.

2. Meningkatkan patroli di zona perairan perbatasan, baik

patroli laut maupun patroli udara (dengan pesawat udara TNI-AL

dan TNI-AU).

3. Melakukan proyek penelitian sumberdaya laut dan atau

ekspedisi maritim di kawasan/zona perairan perbatasan negara.

Hal ini dapat dilakukan atas kerjasama institusi terkait :

DKP, KNRT, LIPI, TNI-AL, dll.

4. Transmigrasi nelayan ke pulau-pulau terpencil di perairan.

Transmigrasi nelayan di perairan akan dapat meningkatkan

aktivitas di perairan perbatasan. Namun hal itu hanya mungkin

terjadi bilamana para migran nelayan ini disiapkan dan

dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan, dimodernisasi

serta dibina sedemikian rupa. Segala kebutuhannya disediakan

dan hasil tangkapan mereka ditampung/dibeli dengan harga yang

wajar. Konsep pemberdayaan mereka adalah pola PNI (Perikanan

Inti Nelayan) jadi harus ada perusahaan perikanan besar

sebagai inti yang dapat mensuplai segala kebutuhan dan

menampung hasil tangkapan para nelayan sebagai plasma.

Strategi Memperkuat Pencegahan dan Penanggulangan Kejahatan

dan Pelanggaran Kedaulatan Wilayah Maritim

Strategi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa upaya

sebagai berikut :

1. Memperkuat kinerja aparat keamanan di laut (Kamla),

dengan cara mensinergikan aparat Kamla yang berasal dari

beberapa departemen dan institusi terkait seperti : TNI-

AL, Pol Air, DKP, Depkum dan HAM (Ditjen Imigrasi), dll.,

melalui pemanfaatan sarana dan teknologi komunikasi

informasi canggih. Salah satunya adalah pemanfaatan jasa

dan produk teknologi penginderaan jauh (remote sensing)

yang memungkinkan gerakan setiap benda yang ada di

perairan dapat dideteksi dan diidentifikasi dari jarak

jauh untuk kemudian diklarifikasi dan tentunya diakhiri

dengan tindakan. Bilamana hasil klarifikasi menunjukkan

adanya tindak kejahatan/pelanggaran wilayah kedaulatan

laut NKRI.

Sekarang ini aparat Kamla berada dalam koordinasi

Bakorkamla (Badan Koordinasi Keamanan Laut), yang dalam

operasionalnya belum menunjukkan suatu kesatuan

penindakan yang solid. Masing-masing aparat lebih

mengutamakan kepentingan misi institusinya daripada

kepentingan strategis nasional. Hal ini dikarenakan dana

operasional juga masih didukung oleh sektor masing-

masing.

2. Meningkatkan aktivitas patroli perairan terkoordinasi.

Mengingat amat luasnya perairan NKRI, seyogyanya

pengawasan dan pengamanan laut dilaksanakan dengan

melibatkan banyak pihak berkepentingan seperti tersebut

diatas. Ada baiknya patroli dilakukan secara

terkoordinasi (bukan secara bersama-sama). Masing-masing

pihak dapat melaksanakan tugas patroli sesuai dengan

lingkup tugas, kewenangan dan kemampuannya.

Patroli terkoordinasi di zona perairan (perbatasan dengan

Malaysia dan Singapura / Selat Malaka) sudah sering dilakukan

terutama pada perairan yang rawan perompakan bersenjata

(piracy) dan daerah sengketa. Hasilnya, dapat menekan jumlah

kasus piracy walau hanya bersifat sementara.

Strategi Penguatan Kesadaran Geografi Maritim

Sangat jarang penduduk Indonesia / WNI yang memiliki kesadaran

atas Geografi Indonesia sebagai sesuatu yang patut

dibanggakan. Terlebih-lebih Geografi Maritim (Geomar), yaitu

pengetahuan tentang kondisi perairan / laut kita yang amat

luas dengan jumlah pulau lebih dari 17.500, dengan kandungan

kekayaan sumberdaya yang melimpah seperti: bermacam-macam

jenis ikan (ikan konsumsi dan ikan hias), kerang-kerangan,

mineral tambang (40% sumber minyak ada di laut), taman laut

(termasuk yang terindah di dunia) bahkan diperkirakan harta

karun yang terpendam di laut kita nilainya terbesar di dunia.

Kelemahan kesadaran Geomar tersebut berpangkal pada

kurikulum pengajaran Geografi yang sangat minim, dimana hanya

merupakan bagian kecil dari rumpun pelajaran ilmu pengetahuan

sosial (IPS). Oleh karena itu, guna meningkatkan kesadaran

Geomar juga harus berangkat dari penguatan ilmu pengetahuan

dan teknologi (Iptek) kelautan Indonesia, sehingga sejak tamat

SD penduduk sudah memiliki Iptek dan wawasan bahari yang

memadai. Selanjutnya, di tingkat sekolah menengah semakin

diperbanyak SMK Kelautan, demikian pula di perguruan tinggi

harus semakin diperbanyak kajian dan litbang kelautan.

Strategi Membangun Konsep Pertahanan Keamanan Berbasis Maritim

Sebagai negara kepulauan, NKRI berbatasan dengan negara

tetangga, dimana 60 persennya adalah adalah batas laut. Batas

darat hanya dijumpai di Papua, Timor dan Kalimantan

(terpanjang 2.004 km). Atas dasar hal tersebut, musuh negara

kemungkinan besar akan datang via laut, sehingga sangat wajar

bilamana kita memiliki sistem pertahanan berbasis maritim dan

memiliki TNI-AL yang besar dan kuat. Kenyataannya, jumlah

prajurit TNI-AD 281.132 orang (tahun 2005), jauh lebih banyak

daripada TNI-AL yang hanya 58.640 orang prajurit. Dengan

kekuatan TNI-AL yang kecil tidak memungkinkan dapat mewujudkan

kehadiran di laut (naval presence) secara memadai.

Karena itulah dalam "Sistem Pertahanan Berbasis Maritim"

sudah pasti tumpuan kekuatan berada pada TNI-AL dan TNI AU

dengan tanpa mengabaikan kekuatan TNI-AD sebagai kekuatan

penunjang. Untuk itu, kekuatan dan kemampuan TNI-AL, baik

secara kualitas maupun kuantitas perlu ditingkatkan terus,

sedikitnya mencapai kebutuhan esensial minimal (minimum

essential requirement). Mungkinkah itu dapat dicapai dalam

waktu cepat? Melihat kondisi kemampuan bangsa kita yang masih

rendah, belum memungkinkan hal itu dapat dicapai dalam waktu

dekat, solusinya bagaimana? Caranya bagaimana ?.

Bangun "gerakan maritimisasi", ipoleksosbud yang

berorientasi dan berbasis laut. Ini adalah bahasa sederhana

dari sebuah gerakan mendayagunakan potensi laut dalam segala

aspek kehidupan. Hal ini penting untuk dikaji dan

dipertimbangkan lebih jauh. Ingat, bangsa-bangsa besar dalam

sejarah adalah bangsa yang menguasai samudera. Inggris,

Belanda, Portugal, dll, dulu datang menguasai Timur Jauh,

semuanya melalui laut, bahkan Amerika pun dengan kekuatan laut

yang besar mampu menjadi super power dunia. Dalam sejarah

kita, Majapahit, sebuah kerajaan Nusantara pernah menguasai

Samudera Hindia hingga ke Madagaskar.4

Kesimpulan

"Bahwa kita harus dapat menguasai lautan kita, kalau kita

hendak mendjamin keamanan negara kita seluruhnja. Selama

keadaan ini belum tertjapai, maka keselamatan negara kita

selalu dapat terantjam, karena dengan demikian maka djustru

lawanlah jang akan mempergunakan kemanfaatan2 keadaan fisik

daripada Nusantara kita."5

Untaian Zamrud Katulistiwa yang terdiri atas belasan ribu

pulau ini dicerai-beraikan oleh perairan yang amat luas,

seluas 5,8 juta km2. Luas lautnya 3 kali luas daratannya.

Membentang di utara dan selatan garis lintang 0 derajat,

Indonesia dikenal sebagai negara maritim terbesar di dunia.

4 Ibid.5 (Pidato Letnan Jenderal Abdul Haris Nasution di depan Sidang Pleno Dewan Perancang Nasional (sekarang Bappenas), di Bandung, 13 Januari 1960 tentangPembangunan Angkatan Perang)

Namun demikian sebutan "Negara Maritim" tersebut tidak

tercermin dari aktivitas penduduknya, yang amat sedikit

berorientasi ke laut.

Letaknya yang ditengah-tengah Khatulistiwa memungkinkan

hidupnya berbagai jenis ikan dan biota laut yang berkembang

biak dengan cepat. Hal ini mengundang nelayan-nelayan asing

untuk berburu sumberdaya alam laut (SDL) secara liar (illegal

fishing), dikarenakan otoritas, pengamanan dan pemberdayaan

SDL kita sangat lemah.

Sebutan "Negara Maritim Terbesar" seyogyanya dapat

menggugah seluruh komponen bangsa untuk menjadikan predikat

tersebut sebagai sebuah kebanggaan, yakni dengan dua komitmen,

pertama: memberdayakan perairan agar dapat memberikan lapangan

hidup, kedua: membangun kekuatan laut yang besar, kuat dan

disegani pihak asing. Ingat: negara-negara Eropa bisa

menguasai/ menjajah negara Timur Jauh, Afrika, dan sebagainya

karena kekuatan lautnya.

Sumberdaya alam di darat yang semakin terbatas hendaknya

dapat mengubah orientasi mata pencaharian dari darat ke laut.

Illegal fishing dan illegal logging (karena laut lah yang

menjadi media transportasi utama untuk kedua-duanya) harus

dijadikan pembangkit kesadaran dan pemacu upaya membangun

Angkatan Laut yang besar dan tangguh.

Saran

Indonesia adalah negara perairan yang di taburi pulau-

pulau dan bercirikan nusantara. Laut bukan lah pemisah antar

pulau di Indonesia namun sebaliknya. Justru laut adalah jalan

penghubung yang dapat menjadi pemersatu Indonesia. “Jalasveva

Jayamahe” slogan Angkatan Laut kita tersebut sangat benar ada

nya, di laut kita jaya. Dengan begitu beragam kearifan lokal

yang kita miliki dan sangat melimpah. Sudah seyogya nya kita

bahu membahu untuk merubah paradigma kita dari darat ke laut.

Kita sebagai rakyat Indonesia harus memiliki rasa haus akan

pengetahuan kemaritiman Indonesia, jangan sampai kita menjadi

generasi yang minim pengetahuan maritim. Mari kita turut serta

membangun peradaban maritim Indonesia yang baru dengan

menggelorakan jiwa bahari menambah prestasi dan pengetahuan

kemaritiman. Turut serta membantu program dan kebijakan

pemerintah untuk mewujudkan Indonesia.

Daftar Pustaka

Anon, (2014). [online] Available at: http://supplychainindonesia.com/new/wp-content/files/Kedaulatan_Maritim_Indonesia.pdf [Accessed 30 Nov. 2014].

Tandef.net, (2014). Nusantara, Laut Kita & Kedaulatan Bangsa | TANDEF. [online] Available at: http://www.tandef.net/nusantara-laut-kita-kedaulatan-bangsa [Accessed 30 Nov. 2014].

Ugm.ac.id, (2014). Universitas Gadjah Mada:Potensi Kelautan Indonesia 1,2 Triliun Belum Digarap Maksimal. [online] Available at: http://ugm.ac.id/en/berita/9256-potensi.kelautan.indonesia.12.triliun.belum.digarap.dengan.maksimal [Accessed 30 Nov. 2014].