KETAHANAN NASIONAL DI BIDANG PANGAN, EKONOMI PERBANKAN DAN INDUSTRI
Transcript of KETAHANAN NASIONAL DI BIDANG PANGAN, EKONOMI PERBANKAN DAN INDUSTRI
KETAHANAN NASIONAL DI BIDANG PANGAN,
EKONOMI PERBANKAN DAN INDUSTRI
Dosen Pengampu : Natal Kristiono,S.Pd.,M.H.
Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Oleh
1. Dian Dwi Susilowati 7101413059
2. Siti Eva Mutoharoh 7101413060
3. Afida Ulfah 7101413100
4. Efi Lestari 7101413107
5. Della Arny Novera 7101413113
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014ABSTRAK
Bangsa Indonesia yang sedang giat-giatnya
melaksanakan pembangunan dewasa ini dalam rangka
mencapai dan mewujudkan cita-cita nasionalnya, yaitu
masyarakat adil makmur, aman dan sejahtera di dalam
Negara kesatuan Republik Indonesia, yang merdeka,
bersatu berdaulat, berdasarkan Pancasila dan Undang
Undang Dasar tahun 1945.
Salah satu upaya dalam mewujudkan cita-cita
tersebut adalah dengan mengkokohkan sistem ketahanan
nasional. Pertahanan nasional di bidang ekonomi di
Indonesia tergolong masih lemah. Perbaikan dalam bidang
pangan, ekonomi perbankan dan industri diperlukan untuk
menunjang tumbuh kembangnya ketahanan nasional
tersebut. Apalagi di era reformasi dan globalisasi saat
ini, membuat Indonesia semakin dilanda masalah yang tak
berujung oleh penanganan yang segera dilaksanakan. Oleh
karena itu diperlukan cara penanganan yang sistematis,
komprehensif-integral serta terencana diikuti dengan
semangat reformasi harus diimplemantasikan dalam
menyikapi dan merespon persoalan-persoalan ketahanan
nasional yang muncul. Selain itu penyusunan berbagai
strategi harus dilakukan dan di implementasikan secara
nyata.
Beberapa strategi tersebut yaitu strategi
peningkatan kemandirian dan strategi peningkatan daya
saing. Strategi kemandirian tersebut lebih berorientasi
pada resource dan knowledge based, karena walaupun
bagaimana strategi pembangunan nasional tetap pada
endowment factor yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Selanjutnya strategi peningkatan daya saing lebih
diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas
dari faktor-faktor internal tersebut agar mampu
menghasilkan output yang mampu berkompetisi global.
Kedua strategi ini akan berhasil jika sebelumnya
dibangun kembali semangat nasionalisme dan membangun
rasa saling percaya antar stakeholder pembangunan.
PENDAHULUAN
Globalisasi telah menempatkan bangsa dan negara
Indonesia pada posisi yang dilematis. Di satu sisi
proses globalisasi tersebut telah memberikan kesempatan
dan tantangan bagi Bangsa dan Negara Indonesia untuk
dapat hidup bergaul dengan masyarakat internasional
lebih baik lagi. Dalam hal ini proses tersebut telah
merangsang upaya peningkatan daya saing dan kompetisi
bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di berbagai
aktivitas kehidupan. Di sisi lain, proses globalisasi
tersebut telah memberikan tekanan dan beban yang sangat
berat bagi bangsa dan Negara Indonesia untuk dapat
menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan masyarakat
internasional baru seperti dalam masalah Ketahanan
Nasional dibidang Pangan, Ekonomi Perbankan dan
Industri.
Keseluruhan persoalan tersebut harus dihadapi dan
diselesaikan oleh bangsa Indonesia. Setiap kelalaian
dan kegagalan dalam merespon dan menangani persoalan
dapat menimbulkan resiko yang serius bagi eksistensi
dan keutuhan bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Mengingat dimensi dari persoalan-persoalan tersebut
sangat kompleks dan beragam, maka diperlukan cara
penanganan yang sistematis, komprehensif-integral serta
terencana. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
merespon perubahan dan mengatasi persoalan-persoalan
tersebut adalah dengan melakukan pengkajian terhadap
masalah-masalah ketahanan nasional beserta hal-hal yang
terkait dengannya secara lebih objektif dan ilmiah.
Perubahan tersebut dalam banyak hal cukup
signifikan, dan bahkan dalam hal tertentu cukup
drastis, sehingga menimbulkan persoalan-persoalan baru
yang sangat serius dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Maraknya berbagai konflik, baik yang
bersifat vertikal, maupun yang bersifat horizontal,
akhir-akhir ini merupakan bukti dari adanya persoalan
yang muncul akibat perubahan-perubahan tersebut. Muncul
dan berkembangnya gerakan separatis diberbagai daerah,
tindak-tindakan kekerasan di pelosok tanah air dan
berbagai aksi demo yang menentang pemerintah merupakan
contoh konkrit dari persoalan-persoalan tersebut dan
sangat rentan terhadap disintegrasi bangsa.
Dengan demikian, adanya cara penanganan yang
sistematis, komprehensif-integral serta terencana
diikuti dengan semangat reformasi harus
diimplemantasikan dalam menyikapi dan merespon
persoalan-persoalan ketahanan nasional yang muncul di
era reformasi dan globalisasi dewasa ini.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Ketahanan Nasional
Ketahanan nasional Indonesia adalah kondisi
dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek
kehidupan nasional yang terintegrasi , berisi keuletan
dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional, dalam menggapai dan mengatasi segala
tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan baik yang
dating dari luar dan dari dalam untuk menjamin
identitas, integrasi, kelangsungan hidup bangsa dan
Negara serta perjuangan mencapai tujuan nasional.
Konsepsi ketahanan nasional adalah konsepsi
pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan
penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang
seimbang, serasi dan selaras dalam seluruh aspek
kehidupan secara utuh dan terpadu berlandaskan UUD 1945
dan wawasan nusantara dengan kata lain konsepsi
ketahanan nasional merupakan pedoman untuk meningkatkan
keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung
kemampuan mengembangan kekuatan nasional dengan
pendekatan kesejahteraan dan keamanan.
Kesejahteraan dapat digambarkan sebagai kemampuan
bangsa dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai
nasionalnya demi sebesar-besarnya kemakmuran yang adil
dam merata, rohaniah, dan jasmaniah. Sedangkan keamanan
adalah kemampuan bangsa melindungi nilai-nilai nasional
terhadap ancaman dari luar maupun dari dalam.
Landasan Ketahanan Nasional
Landasan ketahanan nasional dapat di bagi menjadi 3
bagian, yaitu adalah :
a) Pancasila Landasan Idiil
b) UUD 1945 Landasan Konstitusional
c) Wawasan Nusantara Landasan Konseptual
Asas-asas Ketahanan nasional
Asas ketahanan nasional adalah tata laku yang disadari
nilai-nilai yang tersusun berlandaskan Pancasila, UUD
1945 dan Wawasan Nusantara. Asas-asas tersebut adalah
sebagai berikut :
a) Asas kesejahteraan dan keamanan
Asas ini merupakan kebutuhan yang sangat mendasar
dan wajib dipenuhi bagi individu maupun masyarakat
atau kelompok. Didalam kehidupan nasional
berbangsa dan bernegara, unsur kesejahteraan dan
keamanan ini biasanya menjadi tolak ukur bagi
mantap/tidaknya ketahanan nasional.
b) Asas komprehensif/menyeluruh terpadu
Artinya, ketahanan nasioanal mencakup seluruh
aspek kehidupan. Aspek-aspek tersebut berkaitan
dalam bentuk persatuan dan perpaduan secara
selaras, serasi, dan seimbang.
c) Asas kekeluargaan
Asas ini bersikap keadilan, kebersamaan, kesamaan,
gotong royong, tenggang rasa dan tanggung jawab
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Dalam hal ini hidup dengan asas
kekeluargaan ini diakui adanya perbedaan, dan
kenyataan real ini dikembangkan secara serasi
dalam kehidupan kemitraan dan dijaga dari konflik
yang bersifat merusak/destruktif.
Sifat Ketahanan Nasional
a) Mandiri
Percaya kepada kemampuan dan kekuatan diri
sendiri, keuletan dan ketangguhan yang mengandung
prinsip tidak mudah menyerah serta bertumpu pada
identitas, integritas dan kepribadian bangsa.
Kemandirian merupakan syarat untuk menjalin kerja
sama yang saling menguntungkan dalam perkembangan
global.
b) Dinamis
Ketahanan nasional dapat meningkat atau menurun
tergantung pada situasi dan kondisi bangsa dan
negara serta lingkungan strateginya. Hal ini
sesuai dengan hakekat dan pengertian bahwa yang
ada di dunia ini selalu berubah dan perubahan itu
sendiri senantiasa berubah pula. Upaya peningkatan
ketahanan nasional harus senantiasa diorientasikan
kemasa depan dan dinamikanya diarahkan untuk
pencapaian kondisi kehidupan nasional yang baik.
c) Wibawa
Keberhasilan pembinaan nasional secara berlanjut
dan berkesinambungan akan meningkatkan kemampuan
dan kekuatan bangsa. Makin tinggi tingkat
ketahanan nasional Indonesia berarti makin tinggi
daya tangkap yang dimiliki bangsa dan Negara
Indonesia.
d) Konsultasi dan kerjasama
Konsultasi dan kerjasama berarti tidak
mengutamakan sifat konfrontatif dan antagonis,
tidak mengandalkan kekuasaan dan kekuatan fisik
semata, tetapi lebih bersikap konsultatif dan
kerjasama serta saling menghargai.
2. Pangan
Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang
bersumber dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun yang tidak diolah. Pengertian
pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang
tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain
yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan atau pembuatan makanan atau minuman. 1
Jenis-jenis pangan dibedakan atas pangan segar
dan pangan olahan. Pengertian pangan segar adalah
pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat
dikonsumsi langsung atau dijadikan bahan baku
pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung atau
dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya
beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar,
dan sebagainya. Sedangkan, pengertian pangan
olahan adalah pangan atau minuman hasil proses1 Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 Tentang Keamanan,Mutu dan Gizi Pangan
dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa
bahan tambahan. 2
3. Ekonomi Perbankan
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.3
Sedangkan menurut Hasibuan (2005:2), pengertian
bank adalah: “Bank adalah badan usaha yang
kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan
(financial assets) serta bermotif profit juga
sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja”.
Selain itu Kasmir (2008:2) berpendapat bahwa “Bank
merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat,
serta memberikan jasa-jasa bank lainnya”.
Berdasarkan ketiga pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa bank adalah usaha yang berbentuk
lembaga keuangan yang menghimpun dana dari
masyarakat yang memiliki kelebihan dana (surplus of
fund) dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat
2Anonim.”Pengertian Pangan dan Jenis-Jenis Pangan” dalam
http://www.pengertianahli.com/2013/11/pengertian-pangan-dan-jenis-
jenis -pangan diakses pada 9 mei 2014 pukul 2:32 a.m WIB.3 Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang
yang kekurangan dana (lack of fund), serta
memberikan jasa-jasa bank lainnya untuk motif
profit juga sosial demi meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.
4. Industri
Industri adalah kegiatan memproses atau
mengolah barang dengan menggunakan sarana dan
peralatan.4 Perindustrian, Industri adalah kegiatan
ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku,
barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi
barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan
perekayasaan industri.5 Enam konsep yang berkaitan
dengan industri adalah sebagai berikut :
1. Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari
sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari
usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut,
misalnya kapas untuk inddustri tekstil, batu kapur
untuk industri semen, biji besi untuk industri
besi dan baja.
2. Bahan baku industri adalah bahan mentah yang
diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan
sebagai sarana produksi dalam industri, misalnya
lembaran besi atau baja untuk industri pipa,
kawat, konstruksi jembatan, seng, tiang telpon,
4 Menurut KBBI( Kamus Besar Bahasa Indonesia)5 Menurut UU No. 5 Tahun 1984
benang adalah kapas yang telah dipintal untuk
industri garmen (tekstil), minyak kelapa, bahan
baku industri margarine.
3. Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau
bahan baku yang telah mengalami satu atau beberapa
tahap proses industri yang dapat diproses lebih
lanjut menjadi barang jadi, misalnya kain dibuat
untuk industri pakaian, kayu olahan untuk industri
mebel dan kertas untuk barang-barang cetakan.
4. Barang jadi adalah barang hasil industri yang
sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap
pakai sebagai alat produksi, misalnya industri
pakaian, mebel, semen, dan bahan bakar.
5. Rancang bangun industri adalah kegiatan industri
yang berhubungan dengan perencanaan pendirian
industri/pabrik secara keseluruhan atau bagian-
bagiannya.
6. Perekayasaan industri adalah kegiatan industri
yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan
mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri
lainnya.6
6Anonim.”Pengertian Industri dan Perindustrian” dalamhttp://ghozaliq.com/2013/09/13/pengertian-industri-dan-perindustrian diakses pada 9 mei 2014 pukul 1:50 a.m WIB.
METODE PENULISAN
1. Jenis Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan karya
tulis ini adalah metode penulisan deskriptif
(descriptive research) dengan pendekatan kualitatif, yaitu
prosedur penelitian yang menghasilkan data desriptif
berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan
perilaku yang diamati, didukung dengan studi
literatur atau studi kepustakaan berdasarkan
pendalaman kajian pustaka berupa data dan angka,
sehingga realitas dapat dipahami dengan baik
(Moloeng, 1990:5).
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis
menjabarkan tentang bagaimana cara penanganan
masalah ketahanan pangan di bidang pangan, ekonomi
perbankan dan industri yang sistematis,
komprehensif-integral serta terencana. Dengan
rumusan masalah yang telah tersusun, maka penulis
menggunakan pendekatan penulisan secara kualitatif
untuk mendapatkan jenis data yang bersifat
deskriptif. Lalu, penulis berusaha melakukan
eksplorasi data guna menjawab pembahasan masalah
yang aplikatif.
2. Teknik dan Prosedur Penulisan
Teknik penulisan dilakukan dengan memahami atau
mengeksplorasi beberapa data sehingga mampu
memberikan deskripsi tentang masalah yang
dianalisis. Sesuai dengan jenis penulisannya, maka
teknik penulisan yang berkarakter kualitatif dengan
menguraikan, menjabarkan dan merangkai variabel-
variabel yang diteliti menjadi sebuah tulisan dalam
setiap bagian pembahasan. Prosedur penulisan karya
tulis ilmiah ini adalah:
1. Identifikasi masalah yang ada.
2. Pencarian data dan/atau informasi dari sumber
terpercaya.
3. Penyusunan penulisan dirancang secara
sistematis dan runtut.
4. Pencarian kajian pustaka atau hasil kajian
pustaka yang didukung oleh hasil pengamatan.
5. Karya tulis di analisis-sintesis, kesimpulan
dan rekomendasi.
3. Jenis Data dan Analisis Data
Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam
penyusunan karya tulis ini adalah jenis data
sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh
dari orang kedua yaitu melalui situs-situs internet,
jurnal-jurnal maupuan buku-buku yang membahas
tentang keadaan ketahanan pangan di bidang pangan,
ekonomi perbankan dan industry.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
studi literatur dilakukan dengan cara mempelajari
dan menganalisis beberapa literatur yang berkaitan
dengan pokok permasalahan. Data-data tersebut
diperoleh dari beberapa media, baik media cetak
maupun media elektronik.Data-data yang telah
didapatkan kemudian dipelajari dan didiskusikan
dengan orang yang berkompeten pada permasalahan
terkait, sehingga memperoleh penguatan argumen dan
pemahaman.
Setelah data terkumpul, selanjutnya diikuti
dengan kegiatan pengolahan data (data processing). Data
yang relevan akan digunakan sebagai rujukan dalam
pembahasan. Setelah proses pengolahan data,
berikutnya adalah menganalisis data dan
menginterpretasikannya. Data hasil analisis tersebut
diinterpretasikan atau disimpulkan untuk menjawab
keseluruhan masalah yang diteliti. Agar hasil
analisis ini memperoleh kebenaran yang ilmiah, maka
analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan
memperhatikan beberapa tahapan yaitu tahap penyajian
bukti atau fakta (skeptik), memperhatikan permasalahan
yang relevan (analitik), dan tahap menimbang secara
obyektif untuk berpikir logis (kritik). (Narbuko,
Achmad, 2004:6).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejak tahun 2004 sampai 2007, kondisi ekonomi
nasional membaik. Produk Domestik Bruto berdasarkan
harga konstan, yang berdasar tahun 2004 sebesar Rp.
1.656.516,8 milyar pada tahun 2007 meningkat menjadi
Rp. 1.846.654,9 milyar. Pertumbuhan ekonomi juga
mengalami peningkatan, dari 5,05 (2004) menjadi 6,3
(2007), meski peningkatan ini belum sesuai target
rencana pembangunan jangka menengah tahun 2007.
Semantara tingkat inflasi relatif terkendali pula,
6,40% (2004), 17,11% (tertinggi pada 2005), 6,60%
(2006) dan menurun kembali ke 6,59% (2007). Namun,
kondisi diatas belum mampu memecahkan masalah
ekonomi yang ada. Beberapa masalah utama yang timbul
yaitu lemahnya pertahan nasional di bidang ekonomi
salah satunya yaitu tingkat pengangguran dan
kemiskinan yang mulai meningkat7.
Tahun 2005 pengangguran mencapai 10,85 juta,
10,55 juta (2006) dan 10,01 juta (2007), sementara
kemiskinan 36,20 juta (2005), 39,29 (2006) dan 37,16
(2007).8 Tahun 2008 diperkirakan akan terjadi
peningkatan pengangguran dan jumlah penduduk miskin.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi juga akan meuncul
akibat krisis energi dan pangan dunia.
Lemahnya ketahanan nasional juga dipengaruhi
oleh rapuhnya struktur ekonomi. Ekonomi Indonesia
ternyata masih sangat tergantung dengan kondisi
ekonomi luar negeri atau struktur ekonomi footlose.
Indikatornya adalah bahan baku, bahan penolong dan
7 Sumber: BPS ( Badan pusat Statistik)8 Ibid.
teknologi industri domestik adalah impor. Juga
hutang luar negeri yang digunakan untuk
mengakselerasi kegiatan-kegiatan ekonomi yang
relatif tinggi. Dampaknya adalah nilai US$ terhadap
Rupiah baik yang disebabkan oleh depresiasi atau
devaluasi selalu diikuti oleh inflasi ongkos (cash
push inflation). Hal tersebut yang mengakibatkan krisis
moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997
mampu menimbulkan stagflasi yang kemudian memicu
krisis multidimensi.
Indonesia dikategorikan sebagai negara high cost
recovery yang di sebabkan oleh kualitas sumberdaya
manusia, struktur ekonomi, pemerintahan dan
birokrasi yang tidak memadai, juga didukung adanya
budaya konsumtif dan korupsi oleh masyarakatnya.
Pada tahun 2000, 40% dari kelompok penduduk
berpendapatan terendah menikmati 20,92%, sedangkan
pada 2006 kelompok tersebut hanya menikmati 19,2%
dari pertumbuhan ekonomi nasional. Sebaliknya, 20%
dari kelompok penduduk terkaya pada tahun 2000
menikmati 41,19% dari pertumbuhan ekonomi nasional
dan pada 2006 menikmati 45,72% dari tingkat
pertumbuhan nasional.9
Hal tersebut juga konsisten jika dihitung
berdasarkan Gini Ratio yang menunjukkan peningkatan
dari 0,29 menjadi 0,35. Semakin tingginya
9 Indonesia.com/penelitian Mudrajad Kuncoro
kesenjangan pendapatan antar kelompok masyarakat
membawa implikasi pada semakin tingginya kesenjangan
kemakmuran antar kelompok masyarakat tersebut.
Kondisi ini menurunkan kohesi sosial yang bahkan
menimbulkan potensi konflik antar kelompok
masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut, diperlukan
perwujudan ketahanan nasional ekonomi di bidang
pangan, ekonomi perbankan dan industri dengan
beberapa strategi pembangunan ketahanan nasional.
Strategi pertama adalah peningkatan kemandirian,
kedua adalah strategi peningkatan daya saing.
Strategi peningkatan kemandirian hendaknya dilakukan
dengan memberikan prioritas utama pada penguatan
faktor-faktor internal yang kita miliki. Atau dengan
kata lain strategi yang lebih berorientasi pada
resource dan knowledge based, karena walaupun bagaimana
strategi pembangunan nasional tetap pada endowment
factor yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sedangkan
strategi peningkatan daya saing lebih diarahkan
untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas dari
faktor-faktor internal tersebut agar mampu
menghasilkan output yang mampu berkompetisi global.
Kedua strategi ini akan berhasil jika sebelumnya
dibangun kembali semangat nasionalisme dan membangun
rasa saling percaya antar stakeholder pembangunan.
Pembangunan ekonomi diarahkan kepada mantapnya
ketahanan ekonomi melalui terciptanya iklim usaha
yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi, tersedianya barang dan jasa,
terpeliharanya fungsi lingkungan hidup serta
meningkatkan daya saing dalam lingkup persaingan
global
Ketahanan Nasional Di Bidang Pangan
Konsep ketahanan pangan yang diterapkan
Indonesia dapat dilihat dari Undang-Undang (UU)
No.7 Tahun 1996 tentang pangan, Pasal 1 Ayat 17
yang menyebutkan bahwa "Ketahanan pangan adalah
kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan
terjangkau". UU ini sejalan dengan definisi
ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan
Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) tahun 1992, yakni akses setiap RT atau
individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap
waktu untuk keperluan hidup yang sehat. Sementara
pada World Food Summittahun 1996, ketahanan pangan
disebut sebagai akses setiap RT atau individu untuk
dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk
keperluan hidup yang sehat dengan persyaratan
penerimaan pangan sesuai dengan nilai atau budaya
setempat (Pambudy, 2002a).
Hingga awal tahun 2000-an, sebelum pemanasan
global menjadi suatu isu penting, dunia selalu
optimis mengenai ketersediaan pangan. Bahkan waktu
itu, FAO memprediksi bahwa untuk 30 tahun ke depan,
peningkatan produksi pangan akan lebih besar
daripada pertumbuhan penduduk dunia. Peningkatan
produksi pangan yang tinggi itu akan terjadi di
negara-negara maju. Selain kecukupan pangan,
kualitas makanan juga akan membaik. Prediksi ini
didasarkan pada data historis selama dekade 80-an
hingga 90-an yang menunjukkan peningkatan produksi
pangan di dunia rata-rata per tahun mencapai 2,1%,
sedangkan laju pertumbuhan penduduk dunia hanya
1,6% per tahun. Memang, untuk periode 2000-2015
laju peningkatan produksi pangan diperkirakan akan
menurun menjadi rata-rata 1,6% per tahun, namun ini
masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan laju
pertumbuhan penduduk dunia yang diprediksi 1,2% per
tahun. Untuk periode 2015-2030 laju pertumbuhan
produksi pangan diprediksikan akan lebih rendah
lagi yakni 1,3% per tahun tetapi juga masih lebih
tinggi daripada pertumbuhan penduduk dunia sebesar
0,8% per tahun. Juga FAO memprediksi waktu itu
bahwa produksi biji-bijian dunia akan meningkat
sebesar 1 miliar ton selama 30 tahun ke depan, dari
1,84 miliar ton di tahun 2000 menjadi 2,84 miliar
ton di tahun 2030 (Husodo, 2002).
Memang setidaknya sejak tahun 2000 hingga
tahun 2007 dunia sudah mengalami defisit stok
pangan 5 kali, yaitu tahun 2000, 2002, 2003, 2006,
dan 2007. Namun, menurut Sunday Herald (12/3/2008),
krisis pangan kali ini menjadi krisis global
terbesar abad ke-21, yang menimpa 36 negara di
dunia, termasuk Indonesia. Santosa (2008a,b)
mencatat bahwa akibat stok akhir yang semakin
terbatas, harga dari berbagai komoditas pangan
(tidak hanya beras tetapi juga pangan lainnya
seperti gandum, kedelai, jagung, gula/tebu, dan
minyak sawit) tahun 2008 ini akan menembus level
yang sangat mengkhawatirkan. Harga seluruh pangan
diperkirakan tahun 2008 akan meningkat sampai 75%
dibandingkan tahun 2000; beberapa komoditas bahkan
harganya diperkirakan akan mengalami kenaikan
sampai 200%. Harga jagung akan mencapai rekor
tertinggi dalam 11 tahun terakhir, kedelai dalam 35
tahun terakhir, dan gandum sepanjang sejarah.
Sejak Januari 2008 kenaikan harga beras sudah
mencapai 141%, bahkan harga beras putih Thailand
100% kualitas B tercatat telah mengalami kenaikan
dari 203 dollar AS/ton pada 3 Januari 2004 ke 375
dollar AS/ton pada 3 Januari 2008 dan mencapai 1000
dollar AS/ton pada 24 April 2008.
Sedangkan menurut laporan Bank Dunia per
Agustus 2007, harga beras kualitas medium (Thai 25%
patah) telah menembus 307 dollar AS per ton, atau
Thai patahan 15% di Bangkok dari 178 dollar AS pada
tahun 2002 menjadi 324 dollar AS pada bulan
November (minggu pertama) 2007. Krisis pangan juga
bisa terjadi (atau bahkan sudah melanda) Indonesia.
Data dari Deptan menunjukkan bahwa selama
periode 2005-2007, harga dari sejumlah komoditas
pangan penting mengalami kenaikan lebih dari 50%.
Bahkan harga kedelai naik sekitar 114%. Namun
demikian, menurut sejumlah ahli, memang harga
pangan cenderung meningkat terus, tetapi krisis
pangan di dalam negeri bukan karena stok terbatas
melainkan karena akses ke pangan yang terbatas.
Misalnya, Bayu Krisnamukti, Deputi Menteri
Koordinator Perekonomian Bidang Pertanian dan
Kehutanan (dikutip oleh Prabowo, 2008e) menjelaskan
sebagai berikut: pada dasarnya ketersediaan pangan
di dalam negeri relatif cukup. Per april 2008
suplai karbohidrat baik dalam bentuk beras,
singkong, jagung, maupun mbi-umbian 0,5 kilogram
per kapitaper hari. Apabila separuh dari suplai
karbohidrat itu untuk keperluan industri atau pakan
ternak, setidaknya masih tersisa 600 gram per
kapita per hari. Padahal, kebutuhan karbohidrat
untuk hidup sehat hanya 300 gram per kapita per
hari. Namun, suplai yang cukup itu tidak akan
berarti apa-apa manakala daya beli masyarakat
melemah akibat kenaikan harga pangan yang terus
meningkat.
Ada juga yang berpendapat krisis pangan global
sekarang ini adalah hasil dari kesalahan kebijakan
dari lembaga-lembaga dunia seperti Bank Dunia dan
IMF dan juga kesalahan kebijakan dari banyak negara
di dunia, termasuk negara-negara yang secara
potensi adalah negara besar penghasil beras seperti
Indonesia, India dan China dalam dua dekade
terakhir. Schutter, misalnya, ketua FAO mengatakan
bahwa Bank Dunia dan IMF menyepelekan pentingnya
investasi di sektor pertanian dengan mempromosikan
kebijakan produksi berorientasi ekspor (Khudori,
2008).
Kedua lembaga ini mendesak agar NSB yang masuk
di dalam program bantuan financial mereka
menjalankan kebijakan tersebut, yakni menghasilkan
komoditas berorientasi ekspor, khususnya
manufaktur, selain melaksanakan program penyesuaian
structural sebagai syarat utama untuk mendapatkan
bantuan keuangan. Kebijakan ini mengabaikan
ketahanan pangan.10
Indonesia juga mengalami ketergantungan impor.
Pada prinsipnya, impor suatu produk terjadi karena10 Kompas, “Krisis Pangan Global. Buah Kesalahan 20 Tahun
Terakhir”, Minggu, 4 Mei 2008: 5.
tiga alasan. Pertama, produksi dalam negeri
terbatas, sedangkan permintaan domestik tinggi
(kelebihan permintaan di pasar domestik). Jadi
impor hanya sebagai pelengkap. Hipotesisnya:
peningkatan produksi dalam negeri akan mengurangi
impor. Keterbatasan produksi dalam negeri tersebut
bisa karena dua hal, yakni (a) kapasitas produksi
memang terbatas (titik optimum dalam skala ekonomis
sudah tercapai), misalnya untuk kasus pertanian,
lahan yang tersedia terbatas karena negaranya
memang kecil; atau (b) pemakaian kapasitas
terpasang masih dibawah 100% karenaberbagai
penyebab, bisa karena keterbatasan dana atau
kurangnya tenaga kerja. Kedua, impor lebih murah
dibandingkan dengan harga dari produk sendiri, yang
dikarenakan berbagai factor, seperti ekonomi biaya
tinggi atau tingkat efisiensi yang rendah dalam
produksi dalam negeri, atau kualitas produk impor
lebih baik dengan harga yang relatif sama.
Hipotesisnya: peningkatan impor akan mengurangi
produksi dalam negeri. Ketiga, dilihat dari sisi
neraca perdagangan (atau neraca pembayaran), impor
lebih menguntungkan karena produksi dalam negeri
bisa untuk ekspor dengan asumís harga ekspor
dipasar luar negeri lebih tinggi daripada harga
impor yang harus dibayar. Ini berlaku bagi produk
diferensiasi seperti dalam kasus persaingan
monopolistik.
Ketergantungan Indonesia pada impor beras
selama ini rasanya lebih dikarenakan produksi dalam
negeri yang terbatas, atau yang jelas bukan karena
motivasi keuntungan dalam perdagangan luar negeri.
Memang, bukan hanya Indonesia, tetapi banyak NSB
lainnya yang juga sangat tergantung pada impor
untuk kebutuhan pangan mereka, dan ketergantungan
tersebut semakin besar jika dibandingkan 10 atau 20
tahun yang lalu.
Menurut data FAO, impor pangan NSB tahun 1995
sekitar 170 juta ton, dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 270 juta ton tahun 2030.
Sebaliknya, ekspor produk-produk pangan dari NM
seperti AS, Kanada, Australia dan UE akan semakin
besar,yang oleh FAO diperkirakan akannaik dari 142
juta ton tahun 1995 menjadi 280 juta ton tahun
2030. Dalam hal beras, walaupun masalah impor beras
di dalam negeri rame dibicarakan baru sejak
terjadinya krisis ekonomi 1997/98, namun sebenarnya
ketergantungan Indonesia terhadap impor beras sudah
sejak era Orde Baru; bahkan jauh sebelum era
tersebut. Berdasarkan analisanya terhadap data FAO
(FAOSTAT), Dawe (2008) menunjukkan bahwa memang
Indonesia sudah menjadi negara pengimpor beras
paling tidak dalam 100 tahun terakhir, dengan
pangsa impor beras dalam konsumsi domestik rata-
rata 5% dalam seabad yang lalu dan 4% dalam 15
tahun terakhir. Hanya pada tahun-tahun tertentu,
Indonesia tidak mengimpor beras. Karena Indonesia
adalah sebuah negara kepulauan, dan banyak pulau
yang masih relatif terisolasi karena buruknya
infrastruktur, maka perlu juga dilihat tingkat
ketergantungan impor atau produksi atau kecukupan
beras per wilayah (propinsi atau pulau).
Dengan kondisi geografi dan infrastruktur
seperti itu, tidak mustahil (bahkan sering terjadi)
bahwa, di satu sisi, pada tingkat nasional
Indonesia swasembada beras atau tidak ada masalah
dengan kecukupan beras, namun, di sisi lain, tidak
semua propinsi/pulau di dalam negeri mengalami
kecukupan beras. Dengan memakai data produksi
padidari BPS untuk periode 1995-1999, hasil studi
dari Natawidjaya (2001) menunjukkan hal tersebut,
yakni adanya perbedaan yang cukup signifikan antar
propinsi dalam jumlah produksi ekuivalen beras yang
tersedia untuk dikonsumsikan.
Pulau Jawa memiliki banyak ketersediaan beras
sebagai hasil dari tingginya volume produksi padidi
pulau tersebut, sedangkan propinsi-propinsi di luar
Jawa yang juga memiliki banyak persediaan beras
adalah Sumatera Utara dan Sulawesi yang
ketersediaan ekuivalen beras sekitar 6% hingga 8%
dari ketersediaannasional dari hasil produksi dalam
negeri. Akan tetapi, data BPS yang dia gunakan itu
tidak memberi jawaban pada pertanyaan apakah
propinsi-propinsi yang ketersediaan berasnya banyak
mengalami kecukupan atau surplus. Untuk mengetahui
ini, Natawidjaya juga melihat tingkat kebutuhan
konsumsi beras per propinsi yang dihitung dengan
memakai data tingkat konsumsi beras per kapita per
tahun dikalikan jumlah penduduk per propinsi.
Hasilnya menunjukkan bahwa propinsi-propinsi yang
mengalami defisit beras lebih banyak terdapat
dikawasan timur Indonesia, sedangkan propinsi-
propinsi yang mengalami kelebihan beras lebih
banyak dari kawasan barat Indonesia, terutama di
Jawa Barat.11
Memang sangat ironis melihat kenyataan bahwa
Indonesia sebagai sebuah negara agraris besar
mengalami masalah ketahanan pangan. Menurut Suyadi
(2008), Indonesia saat ini mengalami 2 bentuk
krisis pangan, yakni krisis pangan secara berkala
dan kronis. Krisis pangan berkala terjadi karena,
misalnya, adanya bencana alam, konflik sosial,
fluktuasi harga, dll.
Sedangkan jenis krisis pangan kedua tersebut
adalah krisis yang terjadi secara berulang-ulang
dan terus-menerus. Krisis ini ditengarai adanya
akses terbatas terhadap persediaan pangan disertai
11 Kompas “Pangan. Stok Bulog Belum Terpenuhi, Indramayu danCirebon Surplus Beras”, Rabu, 18 Juni 2008: 22.
harga pangan yang melambung tinggi.12 Menurut
informasi dari WFP, daerah-daerah di Indonesia yang
mengalami krisis pangan kronis adalah Sumatera
Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Timur dan
sebagian Kalimantan Tengah, Kepulauan Nusa
Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Papua Barat, serta Maluku.13 Menurut
Suyadi, pada tingkat nasional, Indonesia tidak
punya masalah dengan pangan, namun, secara mikro,
krisis pangan telah terjadi di tingkat keluarga,
terutama di daerah-daerah terpencil, terutama di
kelompok masyarakat yang sepenuhnya mengandalkan
pertanian untuk hidup.
Untuk memahami kenapa krisis pangan juga
melanda sebuah negara agraris besar seperti
Indonesia (paling tidak pada tingkat mikro), perlu
diketahui terlebih dahulu apa saja faktor-faktor
determinan utama ketahanan pangan. Menurut Yustika
(2008), dalam kaitan dengan ketahanan pangan,
pembicaraan harus dikaitkan dengan masalah
12 Menurut laporan hasil pengkajian dari World Food Programme(WFP) (Februari 2007) yang dikutip oleh Suyadi (2008)menunjukkan bahwa daerah-daerah bekas bencana seperti pantaibarat Nanggroe Aceh Darussalam, pulau Simeulue, Nias,Yogyakarta, dan sebagian Jawa Tengah mengalami krisis panganyang akut. Meski demikian, daerah-daerah ini semakin membaiksituasinya.
13 Seperti yang terjadi di banyak NSB lainnya, seperti Haiti,Bangladesh, Filipina, Meksiko, Nigeria, Kamerun, Somalia,Mauritania, Burkina Faso, Argentina, dan Etiopia (George KombeNgolwe, www.omiusajpic.org).2035Www.wfp.org)
pembangunan pedesaan dan sektor pertanian. Pada
titik inilah dijumpai realitas bahwa kelembagaan di
pedesaan setidaknya dipangku oleh tiga pilar, yaitu
kelembagaan penguasaan tanah, kelembagaan hubungan
kerja, dan kelembagaan perkreditan. Tanah/lahan
masih merupakan aset terpenting bagi penduduk
pedesaan untuk menggerakkan kegiatan produksi.
Sedangkan relasi kerja akan menentukan proporsi
nisbah ekonomi yang akan dibagi kepada para pelaku
ekonomi di pedesaan. Terakhir, aspek
perkreditan/pembiayaan berperan amat penting
sebagai pemicu kegiatan ekonomi di pedesaan.
Menurutnya, ketiga pilar/kelembagaan tersebut (atau
perubahannya) akan amat menentukan keputusan petani
sehingga turut mempengaruhi derajat ketahanan
pangan. Pandangan di atas tidak salah, namun bisa
dikembangkan, yakni bahwa ketahanan pangan sangat
ditentukan tidak hanya oleh tiga pilar
tersebutnamun oleh sejumlah faktor berikut: (a)
lahan (atau penguasaan tanah menurut Yustika di
atas), (b) infrastruktur, (c) teknologi, keahlian
dan wawasan, (d) energi, (e) dana (aspek
perkreditan menurut Yustika), (f) lingkungan
fisik/iklim, (g) relasi kerja (seperti Yustika),
dan (h) ketersediaan input lainnya
Merujuk pada UU No 7 tahun 1996 pasal 46,
tugas pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan
adalah menyelenggarakan, membina, dan
mengakomodasikan segala upaya atau kegiatan untuk
mewujudkan cadangan pangan nasional. Bukan hanya
itu, pemerintah juga diamanatkan untuk
menyediakan, mengadakan dan meyalurkan pangan
sehingga terjadi distribusi pangan secara
merata.14
Kurangnya pemahaman, penghayatan dan
pengamalan ideologi Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari menyebabkan mudah terjadinya kerawanan
sosial. Kuatnya pengaruh paham-paham dari luar
melalui perkembangan IT yang mudah diakses
menyebabkan terjadinya pengaruh negatif yang dapat
merusak nilai-nilai kehidupan bangsa dan sendi-
sendi kemasyarakatan sehingga dengan kurangnya rasa
nasionalisme dan kurangnya pemahaman akan agama
yang dianut memudahkan masuknya paham-paham
radikal. Hal ini dapat menimbulkan berbagai macam
kerawanan sosial, tidak terkecuali kerawanan yang
menyangkut masalah kebutuhan dasar pangan, yang
akan berpengaruh terhadap ketahanan pangan
nasional.15
Berdasarkan hasil penelitian Food
Agriculture Organization (FAO), jumlah penduduk14 Zacky Nouval F, Petaka Politik Pangan di Indonesia:
Konfigurasi Kebijakan Pangan yang Tak Memihak Rakyet,( Malang: Intrans Publishing, 2010), hal. 33-34
15 Bioko Setiadi, Berpihak pada Tradisi, (Yogyakarta: TICIPublications, 2012), hal. 6
dunia yang menderita kelaparan pada tahun 2010
mencapai 925 juta orang. Situasi ini diperparah
dengan semakin berkurangnya investasi di sektor
pertanian yang sudah berlangsung selama 20 tahun
terakhir. Sementara sektor pertanian menyumbang 70%
dari lapangan kerja baik secara langsung maupun
tidak langsung (Bustanul Arifin, 7 Juni 2011).
Pangan merupakan permasalahan bangsa yang
mendesak untuk ditindaklanjuti dan memerlukan
langkah-langkah penanganan dengan pendekatan yang
sistematik, terpadu dan menyeluruh. Upaya-upaya
tersebut, harus ditujukan untuk mengurangi beban
masyarakat dan memenuhi hak-hak dasar setiap warga
negara secara layak, sehingga dapat menjalani dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Mengingat
pentingnya pangan untuk keberlanjutan berbangsa dan
bernegara, maka seluruh pemangku kepentingan harus
mampu menyatukan langkah dan pemikiran serta
menempatkan upaya produktivitas pertanian sebagai
prioritas utama.
Dalam upaya meningkatkan produktivitas
pertanian, Indonesia masih menghadapi berbagai
permasalahan. Permasalahan tersebut dapat
dikelompokkan menjadi permasalahan paradigma,
produksi, distribusi, konsumsi, koordinasi dan
keuangan.
Pemenuhan kebutuhan Pangan bagi setiap warga
negara merupakan hak sekaligus kebutuhan dasar yang
harus dipenuhi oleh Negara. Jika tidak terpenuhi,
akan berpengaruh terhadap ketahanan nasional dan
berdampak terhadap keutuhan NKRI. Sehubungan dengan
hal tersebut di atas, perlu dilanjutkan langkah-
langkah penanganan peningkatan produktivitas
pertanian guna mewujudkan ketahanan pangan dalam
rangka ketahanan nasional dengan pendekatan yang
sistematik, terpadu dan menyeluruh.16
Kebijakan (pemantapan) ketahanan pangan menjadi
isu sentral dalam pembangunan serta merupakan fokus
utama dalam pembangunan pertanian. Permasalahan utama
dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia saat ini
terkait dengan adanya fakta bahwa pertumbuhan
permintaan pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan
penyediaannya. Permintaan yang meningkat cepat tersebut
merupakan resultante dan peningkatan jumlah penduduk,
pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat,
dan perubahan selera. Sementara itu kapasitas produksi
pangan nasional pertumbuhannya lambat bahkan stagnan
disebabkan olehadanya kompetisi dalam pemanfaatan
sumberdaya lahan dan air serta stagnannya pertumbuhan
produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian.
16 Anonim. 2013. Meningkatkan Produktivitas Pertanian GunaMewujudkan Ketahan Pangan dalam Rangka Ketahanan Nasional.Direktorat Pengkajian Bidang Ekonomi.Jurnal Kajian LEMHANNAS RI. Edisi15. Mei 2013.
Ketidakseimbangan pertumbuhan permintaan dan
pertumbuhan kapasitas produksi nasional tersebut
mengakibatkan adanya kecenderungan meningkatnya
penyediaan pangan nasional yang berasal dari impor.
Ketergantungan terhadap pangan impor ini terkait dengan
upaya mewujudkan stabilitas penyediaan pangan
nasional.17
Ketahanan Nasional Di Bidang Ekonomi Perbankan
Berdasarkan hasil pengawasan, pada akhir tahun
2012 hampir seluruh (98%) bank umum konvensional
memperoleh predikat Sehat dan Cukup Sehat atau membaik
dibandingkan tahun 2011 (27%). Perkembangan positif
juga terjadi pasa bank syariah, jumlahbank yang
berperingkat Baik meningkat dari 55% (2011) menjadi 73%
(2012). Sementara hasil pengawasan BPR pada tahun 2012
menunjukan komposisi BPR dengan predikat sehat yang
tidak mengalami perubahan (84%) dibandingkan dengan
tahun sebelumnya.18
Arah kebijakan perbankan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia pada tahun 2012 diarahkan untuk menjaga
keseimbangan antara peningkatan daya saing dan
memperkuat ketahanan perbankan, dengan tetap mendorong17 Akhmad Suryana, Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional,
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Anjak 2005_1V
15.pctf, diakses tgl 8 April 2012, pukul 16.00 WIB.18 Hafidz, Januar dkk. Laporan Pengawasan Perbankan(LPP).Departemen
Penelitian Dan Pengaturan Perbankan.Jakarta:Bank Indonesia
intermediasi bank termasuk memperluas akses masyarakat
ke layanan jasa perbankan berbiaya rendah.
Pada Bank Umum Konvensional, selama tahun 2012
Bank Indonesia telah menetapkan arah kebijakan yang
dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu (1) Kebijakan untuk
meningkatkan daya saing perbankan dan stabilitas sistem
keuangan. (2) Kebijakan untuk memperkuat ketahanan
perbankan. Kebijakan penguatan ketahanan perbankan
dilakukan melalui permodalan dalam rangka mendukung
pertumbuhan ekonomi kedepan dan antisipasi perubahan
siklus bisnis. (3) Kebijakan untuk mendorong peran
intermediasi perbankan
Ketahanan Nasional Di Bidang Industri
Secara makro industri kecil Indonesia, dihadapkan
pada persaingan yang semakin ketat khususnya dengan
meningkatnya jumlah industri besar yang memproduksi
barang dan jasa yang sejenis, apalagi didukung oleh
Penanaman modal asing (PMA). Jumlah perusahaan PMA
tahun 2008 diperkirakan sebesar 19,54 persen atau
separuh dari penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Berdasar lokasinya terkonsentrasi di Pulau Jawa
(76.16%), khususnya Jawa Barat yang mencapai 38, 5 %.
(BPS 2010). Secara mikro permasalahan usaha kecil dan
menegah (UKM) dihadapkan pada permasalahan internal
berupa rendahnya sumberdaya manusia (kurang trampil,
kewirausahaan yang rendah, penguasan teknologi yang
kurang, dan kurangnya manajemen dan penguasaan pasar).
Permasalahan ini berdampak pada rendahnya produktivitas
dan kualitas organisasi bisnis. (Mudrajat, 1996).
Permasalahan utama dibidang organisasi industri
adalah bagaimana perusahaan dan pasar akan diorganisir
untuk menghasilkan kinerja ekonomi optimal. (optimal
economic performance) (Nor Ghani Md. Nor, Zulkifly
Osman, Ahmad Zainuddin Abdullah, Chin Yit Jun,
2000)19. Semua aktivitas entitas bisnis berupaya untuk
selalu menjaga dan meningkatkan kinerjanya
(performance) oleh sebab itu kondisi pesaing harus
senantiasa dipantau. Persaingan di pasar yang berbeda
akan memerlukan prilaku yang berbeda, karena kondisi
tersebut akan berpengaruh terhadap performance
(profitability, efficiency dan progressiveness).
(Stepen Martin, 1998)20 Semakin tinggi tingkat
persaingan maka semakin kecil profit yang diperoleh,
bahkan mungkin akan tidak ada keuntungan jika firms
tidak efisien. Dengan mengusahakan agar sumberdaya
industri lebih produktif khususnya dalam proses
produksi, biaya transport dan kualitas bahan baku yang
lebih baik.
19 Nor Ghani Md. Nor, Zulkifly Osman, Ahmad Zainuddin Abdullah,Chin Yit Jun, 2000. Trends in the Malaysian Industrial MarketStructures, Jurnal Ekonomi Malaysia, 34 (2000), 3-20
20 Stephen Martin, 1993, Industrial Economics; EconomicAnalisysis & Publik Policy 2Nd ed.Printece Hall
Kemudian, untuk kekuatan matra udara, pesawat
terbang dari berbagai jenis yang jumlahnya 259 unit,
hanya siap 48,65 persen, dan peralatan radar sebanyak
16 unit, hanya siap 50 persen. Dengan wilayah yang
sangat luas baik wilayah daratan, laut, maupun udara,
kuantitas, kualitas, serta kesiapan operasional
alutsista sebesar itu sangat muskil untuk menjaga
integritas dan keutuhan wilayah yurisdiksi secara
optimal, terlebih lagi bila timbul permasalahan lain
yang tidak terduga, seperti bencana alam tsunami dan
krisis Ambalat.
Perwujudan kemandirian industri pertahanan dalam
negeri merupakan salah satu cita-cita besar Indonesia
yang masih belum terwujud. Setiap negara membutuhkan
persediaan alat-alat persenjataan sebagai pertahanan
negara, baik dalam hal wilayah, kedaulatan, keamanan,
dan sebagainya. Hal ini diatur dalam UU No.16 /2012
mengenai Industri Pertahanan. Begitu pentingnya alat
persenjataan bagi Indonesia, tetapi selama ini
diketahui bahwa sebagian besar kebutuhan persenjataan
dipenuhi dengan cara impor dari luar negeri.
Untuk mewujudkan kemandirian industri pertahanan
dalam negeri, harus diciptakan kerjasama dan
kesinergisan antara kalangan akademisi sebagai pusat
riset teknologi, industri sebagai produsen, pemasok
dan perbekalan pendukung, dan TNI sebagai pemakai
hasil teknologi tersebut. Kemandirian industri
pertahanan nasional ini akan mewujudkan kemampuan
menjamin ketersediaan ALUTSISTA sehingga kemandirian
pertahanan negara dan keutuhan kedaulatan NKRI akan
terjaga. Terdapat tiga hal yang harus dicapai ketika
Indonesia sudah "mandiri industri", yakni kemampuan
dalam membuat/mengintegrasikan alutsista , kebebasan
dalam memilih sumber material/ sistem/teknologi dan
ketidak-tergantungan terhadap berbagai ikatan.
KESIMPULAN
Bagi ketahanan nasional, aspek ekonomi juga
merupakan hal yang sangat penting karena dengan ekonomi
yang stabil akan perpengaruh positif terhadap ketahanan
nasional suatu Negara. Perekonomian merupakan salah
satu aspek kehidupan nasional yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat, meliputi produksi,
distribusi, serta konsumsi barang dan jasa. Usaha-usaha
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara
individu maupun kelompok serta cara-cara yang dilakukan
dalam kehidupan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan.
Oleh karena itulah aspek ekonomi sangat
berpengaruh karena terlibat langsung dengan masyarakat.
Sebagai contoh adalah ketahanan nasional dalam bidang
pangan. Dengan ekonomi yang baik tentu saja suatu
Negara tidak akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
pangan warga negaranya. Kelaparan tidak akan terjadi
dan kemiskinan perlahan dapat berkurang.
Selain itu suatu Negara akan sangat mudah
menerapkan suatu teknologi baru terhadap sistem
pertanian mereka jika Negara tersebut sehat
perekonomiannya. Dukungan akan industri dan ekonomi
perbankan juga menyumbang penuh adanya proses penguatan
ketahanan nasional. Bahwa Indonesia akan bertahan
menjadi negara yang berdiri dengan kokoh dengan cara
menguatkan dan mengkokohkan sistem pertahanan nasinal
diberbagai bidang dan dengan cara penanganan yang
sistematis, komprehensif-integral serta terencana
diikuti dengan semangat reformasi harus
diimplemantasikan dalam menyikapi dan merespon
persoalan-persoalan ketahanan nasional yang muncul.
Sehingga Indonesia dapat memiliki pertahanan nasional
yang diharapkan dapat mensejahterakan bangsa dan Negara
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Adebakin M.A, Raimi L. National Security Challengesand
Sustainable Economic.
Development: Evidence from Nigeria ournal of Studies
in Social Sciences.ISSN 2201-4624.Volume 1 (2012),
Number 1, 1-30
Hikmat hayder, Utz Mueller and Andrew
bartholomaeus.2011.Review of
intolerance reactions to Food and Food Additives.
International Food Risk Analysis Journal. Vol.1, No.
2, 23-32.
Cahyo Saparinto & Diana Hidayati. 2006. Bahan Tambahan
Pangan. Yogyakarta:
Kanisius.
Susanto, Heboh.2012.Aktualisasi kepemimpinan nasional yang
Visioner diBidang
Pangan dapat mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Lembaga
Ketahanan nasional RI.
Sutopo, Indi.2011. Produktivitas dan Ketahanan Bisnis
Industry Kecil.Studi
Empiris Industri Batik Tulis Trusmi Industrial Plered Regency Cirebon
Distrint. Dinamika Keuangan dan Perbankan. November
2011, Hal: 102-112. ISSN : 1979-4878. Universitas
Jendral Soedirman.
_____. 2013. Meningkatkan Produktivitas Pertanian Guna
Mewujudkan Ketahan
Pangan dalam Rangka Ketahanan Nasional. Direktorat
Pengkajian Bidang
Ekonomi.Jurnal Kajian LEMHANNAS RI. Edisi 15. Mei
2013.
Tambunan, Tulus.2008. Ketahan Pangan di Indonesia
(Mengidentifikasi
Beberapa Penyebab). Pusat Studi industry dan UKM.
Universitas Trisakti. Agustus 2008.
Jokolelono, Eko.2011. Pangan dan Ketersediaan Pangan.Media
Litbang Sulteng
IV(2):88-96, Desember 2011.ISSN : 1979-5971
Setiawan, Budi I.2012. Optimalisasi Diversifikasi
Pangan guna mewujudkan
Ketahanan Pangan Nsional yang Berkelanjutan. Majalah
TANNAS Edisi 94-2012
Handewi P.S, Sri H.S dan Gatoet S.H. Prospek Ketahanan
pangan Nasional
(Analisis dari Aspek Kemandirian Pangan). Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian.Bogor
Sujono.Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Kawasan
Industri dan Perumahan
dengan Pendekatan Ketahanan Nasional : Studi Kasus
di Kotamadya dati II Semarang. Tesis.Perpustakaan
Universitas Indonesia. Deskripsi Dokumen:
http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/
detail.jsp?id=80277&lokasi=lokal
Anonim.”Pengertian Konsumen dan Perlindungan Konsumen”
dalam
http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/37565/4/Chapter%20II.pdf diakses pada 9
mei 2014 pukul 1:32 a.m WIB.
Anonim. Dalam
http://www.pasca.ugm.ac.id/v3.0/prodi/id/10
diakses pada 9 mei 2014 pukul 1:39 a.m WIB.
Anonim.”Pengertian dan Fungsi Perbankan” dalam
http://www.kajianpustaka.com/2013/01/pengertian-dan-
fungsi perbankan.html#sthash.29nsCcDQ.dpuf diakses
pada 9 mei 2014 pukul 2:32 a.m WIB.
Anonim. Dalam http://www.itb.ac.id/news/4276.xhtml
diakses pada 9 mei 2014 pukul 3:32 a.m WIB.
Anonim.”Pengertian Pangan dan Jenis-Jenis Pangan” dalam
http://www.pengertianahli.com/2013/11/pengertian-pangan-
dan-jenis-jenis -pangan diakses pada 9 mei 2014 pukul
2:32 a.m WIB.
Anonim.”Pengertian Industri dan Perindustrian” dalamhttp://ghozaliq.com/2013/09/13/pengertian-industri-dan-
perindustrian diakses pada 9 mei 2014 pukul 1:50 a.m
WIB.