Laporan Praktikum Mikrobiologi Pangan "Pembekuan"

24
ACARA IV PENGARUH PEMBEKUAN TERHADAP MIKROBA Penanggung Jawab : Hilma Qurrota Aini A1M012031 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2014

Transcript of Laporan Praktikum Mikrobiologi Pangan "Pembekuan"

ACARA IV

PENGARUH PEMBEKUAN TERHADAP MIKROBA

Penanggung Jawab :

Hilma Qurrota Aini A1M012031

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2014

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia

tak terkecuali bagi mikroorganisme. Kalau bahan makanan

telah tercemar oleh mikroorganisme, mikroorganisme

tersebut dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, yakni

terjadinya perubahan fisik dan kimia dari bahan tersebut.

Hal ini menyebabkan mutu pangan menjadi turun. Selain itu

mikroba juga dapat menimbulkan penyakit  bagi manusia

yang mengkonsumsi bahan pangan yang telah tercemar oleh

mikroba.

Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan pada

prinsipnya bertujuan untuk membuat bahan makanan menjadi

tahan lama, atau dengan perkataan lain bertujuan untuk

pengawetan bahan makanan. Pengendalian mikroorganisme

berarti mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat

berarti membunuh atau menghambat pertumbuhan itu sendiri.

Biasanya tindakan ini dilakukan dengan perlakuan fisik

atau perlakuan kimia. Perlakuan fisik dapat dilakukan

dengan cara perlakuan termal, perlakuan pengeringan dan

perlakuan penyinaran (iradiasi). Perlakuan termal terdiri

dari suhu rendah, yaitu pendinginan dan pembekuan, dan

suhu tinggi/pemanasan yang dapat berupa pasteurisasi atau

sterilisasi.

Suhu merupakan faktor ekstrinsik yang penting yang

mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Dibandingkan

dengan mahluk tingkat tinggi, mikroorganisme memiliki

rentang pertumbuhan yang sangat lebar (kira-kira – 15 s/d

90 °C). Pada suhu rendah, pertumbuhannya akan berhenti,

sedangkan pada suhu tinggi organisme ini akan mati. Pada

kedua situasi di atas, terkait proses terjadinya

metabolisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan

makanan. Karena proses enzimatik juga bergantung pada

suhu, maka perlakuan dengan suhu ekstrim akan menyebabkan

pengawetan hampir seluruh bahan makanan.

Pembekuan merupakan  salah satu metode pengawetan

bahan pangan dengan menyimpan dan mempertahankan suhu

bahan pada titik bekunya. Dengan membekunya sebagian

kandungan air bahan atau dengan terbentuknya es

(ketersediaan air menurun), maka kegiatan enzim dan jasad

renik dapat dihambat atau dihentikan sehingga dapat

mempertahankan mutu bahan pangan. Pada umumnya

pendinginan akan menghambat pertumbuhan mikrobia, kecuali

beberapa mikrobia yang tergolong dalam kelompok

psikhrofilik. Meskipun pendinginan dapat menghambat

pertumbuhan mikrobia, tetapi aktivitas metaboliknya

tertap berlangsung dengan lambat yang ditandai dengan

menurunnya kecepatan pertumbuhan.

B. Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh suhu rendah pada berbagai

media terhadap penghambatan pertumbuhan mikroba

II.TINJAUAN PUSTAKA

Pembekuan merupakan salah satu metode pengawetan

pangan, dimana produk pangan diturunkan suhunya sehingga

berada dibawah suhu bekunya. Selama pembekuan terjadi

pelepasan energy (panas sensible dan panas laten).

Pembekuan menurunkan aktivitas air dan mengehntikan

aktivitas mikroba (bahkan bebeapa dirusak, reaksi

enzimatis, kimia dan biokimia. Dengan demikian produk

beku dapat memiliki daya awet yang lama. (Kusnandar,2010)

Selama pembekuan, suhu produk pangan menurun hingga

di bawah titik bekunya, dan sebagian dari air berubah

wujud dari fase cair ke fase padat dan membentuk kristal

es. Adanya kristalisasi air ini menyebabkan mobilitas air

terba- tas sehingga aktivitas air pun menurun. Penurunan

aktivitas air ini berpengaruh pada penghambatan

pertumbuhan mikroba, serta reaksi-reaksi kimia dan bioki-

mia yang mempengaruhi mutu dan keawetan produk pangan.

Dengan demikian, pengawetan oleh proses pembekuan

disebabkan oleh adanya kombinasi penurunan suhu dan

penurunan aktivitas air. (Kusnandar,2010)

Penurunan suhu dibawah suhu minimum yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan mikroba memperpanjang waktu yang

dibutuhkan mikroba untuk berkembanng biak sehingga dapat

mencegah perubahan akibat pertumbuhan mikroba.

Berdasarakan suhunya, mikroba dapat dikelompokkan menjadi

tiga:

a.       Termofilik, dengan kisaran suhu pertumbuhan 35-

550C

b.      Mesofilik, dengan kisaran suhu pertumbuhan 10-

400C

c.       Psikrofilik, dengan kisaran suhu pertumbuhan -5

– 150C

( Hudaya, 2008).

B.cereus merupakan bakteri yang bersifat aerobik,

berbentuk batang dan dapat membentuk spora. Sebagian

galur bersifat psikrotrofik (tumbuh pada 4-5oC) tetapi

tidak pada 30-35oC. Galur lain bersifat mesofilik dan

dapat tumbuh antara 15oC dan 50 atau 55oC, sedangkan suhu

optimum pertumbuhan berkisar 30–40oC (Anonim, 2010). E.coli

merupakan bakteri berbentuk batang, bersifat anaerobik

fakultatif, dan mempunyai flagella peritrikat. Suhu

pertumbuhannya adalah antara 80C-460C tetapi suhu

optimumnya adalah 370C sehingga E.coli bersifat mesofil

(Hudaya,2008).

Suhu yang digunakan untuk membekukan bahan pangan

umumnya dibawah -2o C. Pembekuan bahan pangan biasanya

digunakan untuk pengawetan bahan dan produk olahan yang

mudah rusak (biasanya memiliki kadar air atau aktivitas

air yang tinggi) seperti buah,sayur, ikan, daging dan

unggas. Pada suhu beku, sebagian besar air yang ada di

dalam bahan pangan (90%-95%) membeku. (Kusnandar,2010)

Pertumbuhan bakteri di bawah suhu 10°C akan semakin

lambat dengan semakin rendahnya suhu. Pada saat air dalam

bahan pangan membeku seluruhnya, maka tidak ada lagi

pembelahan sel bakteri. Pada sebagian bahan pangan air

tidak membeku sampai suhu –9,5°C atau di bawahnya karena

adanya gula, garam, asam dan senyawa terlarut lain yang

dapat menurunkan titik beku air.

Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah

ini menjadi dasar dari proses pendinginan dan pembekuan

dalam pengawetan pangan. Proses pendinginan dan pembekuan

tidak mampu membunuh semua mikroba, sehingga pada saat

dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang tahan

terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat

menimbulkan masalah kebusukan pada bahan pangan yang

bersangkutan ( Hudaya, 2008).

Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari

permukaan sampai pusat bahan. Pada permukaan

bahan,pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian

yang lebih dalam, proses pembekuan berlangsung lebih

lambat. Pada awal proses pembekuan terjadi fase

precooling dimana suhu bahan diturunkan dari awal ke suhu

titik beku. Pada tahap ini semua kandungan air bahan

berada dalam keadaan cair. Setelah tahap precooling

terjadi tahap perubahan fase, pada tahap ini terjadi

pemebentukan kristal es. (Heldman dan Singh,1981 dalam

Rohanah,2002)

King 1971, membagi laju pembekuan ke dalam 3

golongan yaitu ; 1) pembekuan lambat, jika waktu

pembekuan adalah 30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan

yang dibekukan; 2) Pembekuan sedang, jika waktu pembekuan

adalah 20-30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang

dibekukan; 3)Pembekuan cepat jika waktu pembekuan adalah

kurang dari 20 menit untuk 1 cm bahan yang dibekukan.

Prinsip dasar dari semua proses pembekuan cepat adalah

cepatnya pengambilan panas dari bahan pangan.

(Rohanah,2002)

Pendinginan cepat terhadap bakteri mesofilik dari

suhu normal pertumbuhannya ke suhu 00C dapat menyebabkan

kematian atau “injury” sebagian sel bakteri tersebut.

Bakteri gram negatif, termasuk Eschercia coli, Pseudomonas

aeruginose, P.fluorescens, Salmonella spp dan Enterobacter aerogenes

nampak lebih peka terhadap pendinginan bila dibandingkan

dengan bakteri gram positif, walaupun Bacillus subtilis dan

Clostridium perfringen telah diketahui dapat mengalami “cold

shock”.

Pertumbuhan mikroorganisme di bawah suhu optimal

untuk pertumbuhannya dapat menyebabkan perubahan

morfologi dan fisiologisnya. Perubahan morfologi yang

dialami oleh Eschercia coli adalah kenaikan ukuran sel dan

pembentukan filamen. Kerusakan mesosome dan pembentukan

dinding sel rangkap dapat terjadi pada Bacillus subtilis.

Produksi dekstran ekstra seluler oleh Leuconostoc dan

Pediococci distimulasi pada suhu dibawah suhu optimal

pertumbuhannya. Produksi lipase dan proteinase oleh

Pseudomonas dan beberapa genera tertentu akan mengalami

kenaikan pada suhu rendah. Beberapa proses regulasi

metabolisme sel, peka terhadap suhu dibawah suhu

optimalnya, sehingga terjadinya kontak dengan suhu rendah

dapat menyebabkan ketidakseimbangan metabolisme (Rohanah,

2002).

Pertumbuhan beberapa jenis mikroorganisme akan

berhenti pada suhu diatas suhu beku mediumnya. Sedangkan

beberapa jenis yang lain akan tetap tumbuh sampai medium

mengalami pembekuan. Organisme tingkat tinggi lebih peka

terhadap pembekuan bila dibanding dengan bakteria.

Sehingga proses pembekuan dan penyimpanan beku dapat

digunakan untuk merusak protozoa parasitik, cestoda dan

nematoda (Rohanah, 2002)

Ketahanan sel terhadap pembekuan dipengaruhi oleh

bebrapa faktor, baik faktor yang berasal dari sel

mikroorganisme, cara-cara pembekuan suhu beku yang

dicapai, lama pembekuan, kecepatan pencairan, ada

tidaknya “cryoprotectant” maupun kombinasi dari faktor-faktor

tersebut. Medium pembekuan mempengaruhi jumlah sel yang

mati selama pembekuan. Terdapatnya “cryoprotectant” akan

memperbesar jumlah sel yang hidup. Beberapa “cryoprotectant”

diantaranya gliserol, DMSO, skim milk, serum, polyfinil

pirolidon dan beberapa senyawa berberat molekul tinggi,

sering dipergunakan untuk pengawetan sel yeast dengan

cara pembekuan (Sardjono dan Djoko Wibowo, 1988).

Dalam percobaan tentang perhitungan jumlah mikroba

digunakan metode Total Plate Count (TPC). Metode ini

merupakan analisis untuk menguji cemaran mikroba dengan

menggunakan metode pengenceran dan metode cawan tuang.

Metode cawan tuang adalah metode per plate. Metode ini

dilakukan dengan mengencerkan sumber isolat yang telah

diketahui beratnya ke dalam 9 ml larutan garam

fisiologis, larutan yang digunakan sekitar 1 ml suspense

ke dalam cawan petri steril, dilanjutkan dengan

menuangkan media penyubur nutrient agar (NA) media

penyubur merupakan nutrisi untuk makanan mikroba

(Dwidjoseputro. 2005).

Pada metode cawan hitung dilakukan pengenceran yang

bertingkat yang mana ditujukan untuk membentuk

konsentrasi dari suatu suspensi bakteri. Sampel yang

telah di encerkan ini di hitung ke dalam cawan baru

kemudian di tuang ke mediumnya (metode tuang) (Gobel,

2008). Pengenceran sel dapat membantu untuk memperoleh

perhitungan jumlah mikroorganisme yang benar. Namun

pengenceran yang terlalu tinggi akan menghasilkan

lempengan agar dengan jumlah koloni yang umumnya relatif

rendah.

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

i. Alat:

- Tabung reaksi

- Petridish

- Pipet steril

- Erlenmeyer steril

- Freezer

ii. Bahan:

- Biakan murni E.Coli dan B.Substilis

- Medium NA

- Aquades

- NaCl 0,85%

- Gliserol 10%

- Larutan gula 10%

- Susu skim 10%

B. Prosedur Kerja

Disiapkan 4 buah tabung reaksi 100 ml steril

Dimasukan 1 ml suspense E. Coli dan B. Subtilisyang berumur 24 jam ke dalam tabung reaksi

Masing-masing tabung reaksi diisi 9 mlgliserol 10% : susu skim 10% (1:1), 9 mllarutan gula 10%, aquades 10%, dan 9 ml

Setelah 24 jam penyimpanan, segera dilakukanthawing dengan cepat, dengan cara tabungreaksi di celupkan secara bersamaan padapenangas air suhu 37° C selama 10 menit

Dilakukan pengenceran dengan perhitungan selyang hidup dengan metode cawan tuang sampai

pengenceran 10-4 dan 10-5

Tabung reaksi di simpan pada freezer dancatat suhu freezer

Cawan diinkubasi pada suhu ruang selama 24jam dengan posisi terbalik

Dilakukan pengamatan dan di buat tabeljumlah koloni yang hidup

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Hasil pengamatan Pengenceran 10-4

Mikroba Total Mikroba (TPC)

Gliserol

: susu

skim

(1:1)

Sukrosa

10%

NaCl

10 %

Aquades

E. coli 310 756 91 59

B.Cereus 376 984 1184 428

Tabel 2. Hasil pengamatan Pengenceran 10-5

Mikroba Total Mikroba (TPC)

Gliserol

: susu

skim

(1:1)

Sukrosa

10%

NaCl

10 %

Aquades

E. coli 1372 246 3080 23

B.Cereus 252 482 1052 364

B. Pembahasan

Pembekuan juga merupakan salah satu metode

pengawetan pangan yang efektif. Pembekuan lebih efektif

jika dibandingkan proses pendinginan pada produk pangan

tertentu. Selama proses pembekuan , air yang terdapat

dalam bahan pangan diturunkan suhunya sampai mencapai

suhu dibawah titik bekunya. Hal ini mengakibatkan

perubahan fase air menjadi es (padat) sehingga air tidak

lagi dapat digunakan oleh mikroba hidup. Selain itu,

perubahan fase air juga menyebabkan reaksi-reaksi kimia

dalam bahan pangan menjadi terhenti. Proses pembekuan

biasanya berlangsung pada suhu lebih rendah dari -10 0C.

Sel dapat mati kerena proses pembekuan dikarenakan

selama proses pembekuan, air sel akan keluar sehingga

air di dalam sel akan berkurang, dengan terbentuknya

kristal-kristal es selama proses pembekuan, akan terjadi

pemekatan “solute”, bertambah pekatnya komponen-komponen

tertentu dapat bersifat toksin bagi sel yang

bersangkutan, dan kerusakan membran akan menyebabkan

membran sel kehilangan fungsinya, sel akan kehilangan

sejumlah “intra cellular solute” yang mengakibatkan deorganisasi

sel itu sendiri.

Praktikum kali ini, dilaksanakan untuk mengetahui

bagaimana pengaruh suhu rendah (pembekuan) terhadap

pertumbuhan mikroorganisme. Pengujian pengaruh pembekuan

tersebut menggunakan berbagai medium untuk mengetahui

juga bagaimana pengaruh medium pembekuan terhadap

banyaknya jumlah mikroba yang masih bisa bertahan hidup.

Medium pembekuan yang digunakan pada praktikum ini adalah

gliserol 10% : susu skim 10% (perbandingan 1:1), larutan

sukrosa 10%, pepton water 10%, dan aquades. Penghitungan

jumlah mikrobia dilakukan dengan menggunakan metode Total

Plate Count (TPC).

Pada praktikum ini, menggunakan tabung reaksi 100 ml

yang diisi oleh masing-masing medium yang berbeda

kemudian ditambahkan 1 ml suspense E.coli dan B.subtilis yang

sudah berumur 24 jam. Tabung reaksi yang sudah diisi

tersebut kemudian dibekukan menggunakan freezer selama 24

jam.

Setelah 24 jam, lalu dithawing dengan suhu 37°C

selama 10 menit di penangas air, thawing ini bertujuan

untuk mencairkan kembali bahan yang sudah beku dan secara

cepat mikroba akan tumbuh kembali. Thawing yang dilakukan

adalah metode thawing cepat menggunakan penangas air

selama 10 menit pada suhu 37°C. Perlakuan thawing cepat

ini dilakukan agar mikrobia yang mengalami sublethal

injured (kerusakan sel) tidak memiliki waktu yang cukup

untuk segera memulihkan dirinya sehingga jumlah mikrobia

yang mati lebih banyak. Jika sel yang rusak atau luka

tersebut mendapat kesempatan menyembuhkan dirinya, maka

pertumbuhan yang cepat akan terjadi jika lingkungan

sekitarnya memungkinkan.

Setelah thawing, dilakukan pengenceran 10-4 dan 10-5

dan di inkubasi selama 24 jam. Pengenceran ini bertujuan

untuk memperoleh perhitungan jumlah mikroba yang benar,

tetapi bila pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi

maka jumlah koloni yang dihasilkan akan rendah. Karena

dilakukan inkubasi dengan medium NA, maka metode

perhitungan mikrobia yang digunakan adalah TPC atau

metode hitungan cawan.

Prinsip metode ini adalah jika sel jasad renik yang

masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel jasad

renik tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni

yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata

tanpa menggunakan mikroskop. Metode ini merupakan cara

yang paling sensitif untuk menentukan jumlah jasad renik

karena hanya sel yang masih hidup yang dihitung.

Berdasarkan literatur, jika nilai pengenceran

semakin besar, maka jumlah koloni mikroba yang tumbuh

dalam cawan akan semakin sedikit. Sebaliknya, jika nilai

pengenceran semakin kecil, besar kemungkinan jumlah

koloni mikrobianya semakin banyak pada medium yang sama.

Namun, dari hasil pengamatan yang dilakukan terdapat

beberapa yang tidak sesuai dengan literatur. Yakni, pada

pengenceran 10-4 total Bacillus subtilis yang ada adalah 678

sedangkan pada pengenceran 10-5 total Bacillus subtilis adalah

788. Hal tersebut tidak sesuai. Karena seharusnya total

pada pengenceran 10-4 lebih banyak dibandingkan pada

pengenceran 10-5 pada medium yang sama. Pada pengenceran

10-4 total mikroba Bacillus subtilis pun ada yang berjumlah

nol. Sedangkan pada pengenceran 10-5 total mikrobianya

ada 53. Ketidak sesuaian tersebut dapat terjadi salah

satunya karena metode perhitungan yang digunakan (TPC)

tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya karena

beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu

koloni .

Jumlah mikroba pada setiap tabung reaksi berbeda-

beda tergantung dari medianya. Pada praktikum ini

menggunakan 4 media yaitu larutan gliserol 10% : susu

skim 10% (1:1), larutan sukrosa 10%, larutan gliserol

10%, NaCl 0,85%, dan aquades. Masing-masing medium

pembekuan tersebut mengandung komponen yang berbeda-beda.

Pada medium larutan gliserol 10% : susu skim 10% (1:1).

Setiap media tersebut memiliki substrat yang cocok untuk

hidup mikroba.

Menurut data hasil pengamatan, jumlah bakteri yang

tumbuh adalah fluktuatif. Pada pengenceran 10-4 pada

setiap medium pertumbuhan bakteri E.Coli lebih sedikit

daripada bakteri B.Cereus. Pada Gliserol : susu skim

(1:1) pada pengenceran 10-4 E.Coli yang tumbuh berjumlah

310 sedangkan B.Cereus yang tumbuh berjumlah 376. Pada

medium Sukrosa 10% E.Coli yang tumbuh berjumlah 756

sedangkan pada B.Cereus berjumlah 984. Pada medium NaCl

10% .Coli yang tumbuh berjumlah 91 sedangkan pada

B.Cereus berjumlah 1184. Pada medium Aquades E.Coli yang

tumbuh berjumlah 59 sedangkan pada B.Cereus berjumlah

428. Hal ini cocok dengan literature karena ketahanan

bakteri gram positif seharusnya lebih tinggi dibandingkan

dengan bakteri gram negative.

Pada data pengamatan pengenceran 10-5 jumlah mikroba

yang tumbuh fluktuatif. Dan data yang dihasilkan jumlah

mikroba pada pengenceran 10-5 lebih banyak dari

pengenceran 10-4. Padahal seharusnya jumlah mikroba yang

tumbuh pada pengenceran 10-5 lebih sedikit dari

pengenceran 10-4. E. Pada Gliserol : susu skim (1:1) pada

pengenceran 10-4 E.Coli yang tumbuh berjumlah 1372

sedangkan B.Cereus yang tumbuh berjumlah 252. Pada medium

Sukrosa 10% E.Coli yang tumbuh berjumlah 246 sedangkan

pada B.Cereus berjumlah 482. Pada medium NaCl 10% .Coli

yang tumbuh berjumlah 3080 sedangkan pada B.Cereus

berjumlah 1052. Pada medium Aquades E.Coli yang tumbuh

berjumlah 23 sedangkan pada B.Cereus berjumlah 364. Hal

ini sesuai dengan literature karena ketahanan bakteri

gram positif biasanya lebih baik dibandingkan dengan

bakteri gram negative.

Perbedaan jumlah mikroba pada tiap medium

dikarenakan komposisi dari masing-masing yang medium yang

berbeda. Pada larutan gliserol, banyak mengandung protein

sehingga mikroba masih dapat tumbuh di dalamnya. Pada

larutan sukrosa juga merupakan makananyang dibutuhkan

untuk bakteri hidup. Namun pada NaCl ternyata jumlah

bakteri yang tumbuh sangat banyak. Padahal menurut

literature adanya NaCl dapat merusak isi sel. Pada

aquades, mikroba yang tumbuh tidak sebanyak pada cawan

yang terdapat mediumnya,kerena tidak ada substrat yang

menjadi makanan bagi mikroba.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Bacillus cereus yang termasuk bakteri gram positif lebih

tahan pembekuan dan penyimpanan dingin di bandingkan

E.coli yang termasuk bakteri gram negatif.

2. Penggunaan gliserol:susu skim (1:1), sukrosa 10%,

sebagai medium pembekuan memiliki jumlah bakteri

yang lebih banyak di bandingkan menggunakan medium

akuades. Karena gliserol, protein, gula, asam di

dalam mediumnya dapat melindungi bakteri dari suhu

rendah.

B. Saran

1. Sebaiknya praktikan lebih menjaga kesterilan dan

lebih teliti dalam melakukan perhitungan.

2. Sebaiknya ruangan juga bisa lebih dijaga

kesterilannya sehingga tidak tidak ada kontaminasi

dari mikroba luar

DAFTAR PUSTAKA

Daubert,C.R., and Foegeding,E.A. 2003. Rheological principlesfor food analysis.Ch. 30 in Food Analysis, 3rd ed. S.S. Nielsen (Ed.),Kluwer Academic, New York.

Dwidjoseputro, S. 2005. Mikrobiologi Pangan. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Gobel, Risco, B., dkk. 2008. Mikrobiologi Umum Dalam Praktek. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Hudaya, S. 2008. Pengawetan Dengan Menggunakan Suhu Rendah.Gramedia. Jakarta.

Kusnandar,Feri. 2010. Pembekuan. Artikel. USU digitallibrary.

Rohanah, Ainun. 2002. Pembekuan. Fakultas Pertanian.Universitas Sumatera Utara. USU digital library.

Sardjono, dan D.Wibowo. 1988. Mikrobiologi Pengolahan Pangan.PAU Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

LAMPIRAN