Laporan Praktikum Mikrobiologi Pangan - pengaruh zat antimikroba

29
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PANGAN ACARA I PENGARUH ANTI MIKROBA TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA Disusun oleh : Tety Heryanti A1M013021 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

Transcript of Laporan Praktikum Mikrobiologi Pangan - pengaruh zat antimikroba

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI PANGAN

ACARA I

PENGARUH ANTI MIKROBA TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA

Disusun oleh :Tety Heryanti A1M013021

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS PERTANIAN

PURWOKERTO2014

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantara nya adalah faktor intrinsik, ekstrinsik,

pengolahan dan implisit.

Faktor intrinsik : sifat fisik, kimia dan struktur

makanan yang mempengaruhi pertumbuhan

mikroba. Meliputi : pH makanan, Aw,

potensial reduksi oksidasi (Eh),

kandungan nutrisi, senyawa antimikroba,

struktur biologi, dan tekstur.

Faktor ekstrinsik : kondisi lingkungan

penyimpanan, meliputi: Suhu, kelembaban

relatif (Rh), dan susunan gas.

Faktor implisit: parameter yang mempengaruhi jumlah

dan jenis mikroba, diantara nya terdapat

reaksi antagonisme sinergisme dan

sintrofisme serta interaksi antar

mikroba.

Faktor pengolahan : Panas, irradiasi, penggunaan

senyawa pensteril, pencucian, dan

penyimpanan.

Pengaruh pertumbuhan mikroba pada pangan selain

dipengaruhi oleh faktor – faktor tersebut, dipengaruhi

oleh adanya bahan pengawet yang terkandung di dalam

nya, yaitu senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroba.

Pada perkembangbiakannya mikroba dapat dihambat

dengan adanya zat antimikroba yang dapat menekan laju

pertumbuhan mikroba. Zat antimikroba mempunyai peranan

penting selain menekan laju pertumbuhan bakteri patogen

tetapi juga bakteri perusak yang sama – sama tidak

diinginkan.

Salah satu strategi untuk mengurangi jumlah kasus

food-borne illnesses dapat dilakukan dengan

mengaplikasikan antimikroba pada saat proses pengolahan

pangan untuk menginaktifkan ataupun untuk mencegah

pertumbuhan mikroba. Penggunaan rempah rempah dalam

makanan, tidak hanya memberi karakteristik rasa,

kepedasan, dan warna, melainkan juga memberikan

aktivitas antioksidan dan antimikroba, farmaseutikal,

dan nilai gizi (Thongson et. al., 2004).

Di USA, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh bakteri

patogen diperkirakan mencapai $ 35 milyar pada tahun

1997 (WHO, 2005). Kasus penyakit infeksi oleh bakteri

patogen dan kasus kerusakan pangan, keduanya

diakibatkan oleh pertumbuhan mikroba yang tidak

diinginkan dalam bahan pangan. Oleh karena itu, penting

dilakukan pengendalian terhadap pertumbuhan mikroba

dalam pangan.

B. Tujuan

- Mengetahui pengaruh antimikroba terhadap aktivitas

mikroba Gram positif dan negatif.

- Mengetahui pengaruh antagonisme dan sinergisme

antar mikroba terhadap bakteri Gram positif dan

negatif.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bahan pengawet atau disebut juga senyawa antimikroba

pada pangan dibedakan atas tiga golongan berdasarkan

sumbernya, yaitu:

- Senyawa antimikroba yang terdapat secara alami di

dalam bahan pangan misalnya asam pada buah – buahan

dan beberapa senyawa pada rempah – rempah.

- Bahan pengawet yang sengaja ditambahkan ke dalam

bahan pangan atau pangan olahan, misalnya: Nitrit untuk

menghambat bakteri pada kornet sapi dan sosis, Garam

natrium klorida untuk menghambat mikroba pada ikan asin.

Asam benzoat untuk menghambat kapang dan khamir pada

selai dan sari buah. Asam cuka (asam asetat) untuk

mengahambat mikroba pada asinan. Asam propinoat untuk

menghambat kapang pada roti dan keju. Sulfit untuk

menghambat kapang dan khamir pada buah – buahan

kering dan anggur.

- Senyawa antimikroba yang terbentuk oleh mikroba

selama proses fermentasi pangan. Asam laktat,

hidrogen peroksida (H2O2) dan bakteriosin adalah

senyawa yang dibentuk oleh bakteri asam laktat selama

pembuatan produk susu fermentasi seperti yoghurt,

yakult, susu asidofilus, dan lain – lain, serta

dalam pembuatan pikels dari sayur – sayuran seperti

sayur asin (Sudiarto).

Bakteri pembusuk/perusak pangan adalah bakteri yang

dapat memecah komponen-komponen yang ada dalam bahan

pangan menjadi senyawa yang lebih sederhana dan

menyebabkan perubahan citarasa, penampakan, rasa

ataupun aroma yang tidak dapat diterima oleh konsumen.

Bakteri patogen adalah bakteri yang dapat menyebabkan

penyakit pada manusia, baik secara infeksi ataupun

intoksikasi.

Penisilin adalah senyawa antimikroba/antibiotik yang

yang bekerja dengan mencegah sintesis peptidoglikan

pada sel yang sedang tumbuh. Oleh karena bagian yang

dipengaruhi adalah peptidoglikan, bakteri Gram positif

akan menjadi lebih sensitif terhadap penisilin daripada

bakteri Gram negatif karena kandungan peptidoglikannya

lebih banyak.

1. Bacillus cereus

Bacillus cereus merupakan bakteri Gram positif, bersifat

anaerobik fakultatif, dan bersifat motil karena

memiliki flagela peritrik. Secara mikroskopik, Bacillus

cereus berbentuk batang, mempunyai ukuran sel yang

besar, sekitar 1.0-1.2 μm dengan panjang 3.0-5.0 μm.

Sebagian besar strain Bacillus cereus bersifat mesofilik

dan mampu tumbuh pada pangan berasam rendah pada suhu

15 ⁰C hingga 55 ⁰C. Bacillus cereus bersifat patogen

meskipun sebagian besar golongan Bacillus bersifat non-

patogen. Bacillus cereus dapat membentuk spora yang tahan

terhadap pemanasan sehingga pemanasan tidak dapat

menghilangkan Bacillus cereus secara maksimum. Bacillus cereus

ditemukan pada susu pasteurisasi, daging beku, dan

sayur-sayuran. Selain itu, Bacillus cereus sering

menyebabkan masalah pada nasi dan nasi goreng dan

menyebabkan keracunan pangan. Keracunan pangan oleh

Bacillus cereus terjadi secara intoksikasi, yaitu masuknya

enterotoksin yang diproduksi oleh Bacillus cereus ke dalam

tubuh manusia. Gejala yang muncul adalah diare atau

muntah dalam jangka waktu 2 – 16 jam setelah makanan

dikonsumsi.

2. Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang

berbentuk batang, termasuk famili Enterobacteriaceae.

Enterobacteriaceae merupakan bagian dari flora usus

manusia dan Escherichia coli merupakan predominannya.

Panjang sel Escherichia coli adalah sekitar 2.0-6.0 μm dan

lebarnya 1.1-1.5 μm, bersifat motil atau non motil

dengan flagela peritrikat bersifat fakultatif anaerob.

Kisaran suhu untuk pertumbuhannya adalah 10- 40 ⁰C,

dengan suhu optimum pertumbuhannya adalah 37 ⁰C.

Keberadaan Escherichia coli dalam bahan pangan

mengindikasikan bahwa telah terjadi kontaminasi dari

feses/kotoran manusia atau hewan karena Escherichia coli

secara normal ditemukan sebagai bagian dari flora usus

manusia segera setelah manusia dilahirkan. Kontaminasi

bakteri Escherichia coli pada makanan biasanya berasal dari

kontaminasi air yang digunakan. Tidak semua Escherichia

coli mampu memproduksi toksin yang dapat menyebabkan

penyakit, hanya galur Enteropatogenik Escherichia coli

(EEC) saja yang dapat menyebabkan penyakit. Dosis yang

dapat menimbulkan gejala infeksi Escherichia coli

berkisar antara 108 – 109 sel. Berdasarkan

karakteristik penyakitnya, Escherichia coli dapat dibedakan

menjadi Enteropatogenik Escherichia coli, Enteroinvasive

Escherichia coli, Enterotoxigenic Escherichia coli, Vero

Cytotoxin-Producing (Shiga Toxin producing) Escherichia

coli (VTEC) (STEC), Enteroaggregative and Diffusely

Adherent Escherichia coli. Gejala yang terjadi umumnya

adalah diare yang kadang-kadang disertai muntah dalam

jangka waktu 24 – 72 jam setelah makanan dikonsumsi.

Kandungan senyawa metabolit sekunder pada tanaman

jahe-jahean terutama dari golongan flavonoid, fenol,

terpenoid dan minyak atsiri. Senyawa metabolit sekunder

yang dihasilkan tumbuhan Zingiberaceae ini umumnya

dapat menghambat pertumbuhan patogen yang merugikan

kehidupan manusia, diantaranya bakteri Escherichia coli,

Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, jamur Neurospora sp, Rhizopus

sp. dan Penicillium sp. (Nursal, 2006).

Ekstrak kencur dalam etanol mempunyai daya

antimikroba terhadap salah satu jamur kulit. Senyawa

yang terkandung dalam rimpang kencur antara lain etil

sinamat, etil p-metoksi sinamat, p-metoksi tiren,

kamfen, dan borneol. Dan etil p-metoksi sinamat

merupakan komponen utama yang mudah untuk diisolasi dan

dimurnikan (Gholib, D. 2009).

Rimpang tanaman kunyit dapat mempertahankan mutu

ikan layang karena mengandung senyawa-senyawa kurkumin

dan minyak atsiri yang mempunyai kemampuan menghambat

pertumbuhan bakteri. Hasil uji Total Volatil Base

menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi kunyit maka

nilai Total Volatil Base ikan layang semakin rendah.

Ini berarti bahwa daya penghambat kunyit terhadap

pertumbuhan bakteri semakin baik. (Pasaraeng, 2013).

Pengawet yang digunakan adalah asam benzoat atau

sodium benzoat. Senyawa ini dapat menghambat

pertumbuhan kapang, khamir dan bakteri. Efektivitas

fungsi senyawa benzoat dapat bertambah jika produk yang

dibuat mengandung garam dan gula pasir. Penggunaan

pengawet ini diperbolehkan digunakan dalam jumlah

tertentu. Pada produk makanan senyawa benzoat hanya

boleh digunakan dengan kisaran konsentrasi 400-1000

mg/kg bahan (Hambali, 2007).

Asam sitrat masih berdekatan dengan vitamin C dan

sama-sama merupakan pengawet alami yang baik. Kandungan

asam di dalamnya berfungsi mencegah pertumbuhan bakteri

dan jamur. Asam sitrat dinyatakan aman pada 99.9%

populasi. Ada sebagian kecil yang alergi dengan asam

sitrat, tetapi kondisi ini sangat jarang dan hampir

tidak ada sama sekali (Utomo,2010).

Asam asetat dan asam laktat adalah asam organik yang

aman digunakan sebagai preservatif makanan. Selain itu

berdasarkan penelitian, asam organik adalah substansi

antimikrobial yang digunakan dalam pangan dan oleh FDA

telah diakui aman digunakan sebagai preservatif bahan

makanan. Dengan penambahan preservatif diharapkan dapat

memperpanjang masa simpan dan mencegah kerusakan pada

bahan pangan (Andriani, 2007).

III. METODE

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan:

- Cawan petri steril

- Pipet mikro

- Kertas cakram

- Jangka sorong

- Medium NA

- Escherichia coli

- Bacillus cereus

Bahan yang digunakan:

- Kunyit

- Kencur

- Jahe

- Natrium benzoat 0,1%

- Asam asetat 0,1%

- Asam sitrat 0,1%

- Akuades (kontrol)

B. Prosedur Kerja

Diamati zona bening dan dilakukan pengukuran penghambat antimikroba terhadap bakteri. pengamatan

dilakukan 2 kali: setelah 24 jam dan 48 jam

Medium di inkubasi selama 48 jam pada suhu ruang dengan posisi cawan terbalik

Kertas cakram dimasukan kedalam cawan petri yang telah di isi medium

Cawan diputar-putar untuk meratakan medium

Medium dimasukan kedalam cawan petri steril dalam keadaan hangat 45⁰C sebanyak 15 ml ditunggu hingga

menjendal

Disiapkan 2 cawan petri steril, dimasukan masing-masing 1 ml starter mikroba

Dicelupkan kertas cakram kedalam larutan pengawet selama 10 menit lalu di kering anginkan

- Penggunaan double kertas cakram

Diamati zona bening dan dilakukan pengukuran penghambat antimikroba terhadap bakteri. pengamatan

dilakukan 2 kali: setelah 24 jam dan 48 jam

Medium di inkubasi selama 48 jam pada suhu ruang dengan posisi cawan terbalik

Kertas cakram dimasukan kedalam medium (kertas cakram B diletakkan diatas kertas cakram A) yang

sudah menjendal

Cawan diputar-putar untuk meratakan medium

Medium dimasukan kedalam cawan petri steril dalam keadaan hangat 45⁰C sebanyak 15 ml ditunggu hingga

menjendal

Disiapkan 2 cawan petri steril, dimasukan masing-masing 1 ml starter mikroba

Kertas cakram 2 dicelupkan kedalam larutan pengawet B selama 10 menit lalu di kering anginkan

Kertas cakram 1 dicelupkan di dalam larutan pengawet A selama 10 menit, lalu di kering anginkan

Diamati zona bening dan dilakukan pengukuran penghambat antimikroba terhadap bakteri. pengamatan

dilakukan 2 kali: setelah 24 jam dan 48 jam

Medium di inkubasi selama 48 jam pada suhu ruang dengan posisi cawan terbalik

Kertas cakram dimasukan kedalam medium (kertas cakram B diletakkan diatas kertas cakram A) yang

sudah menjendal

Cawan diputar-putar untuk meratakan medium

Medium dimasukan kedalam cawan petri steril dalam keadaan hangat 45⁰C sebanyak 15 ml ditunggu hingga

menjendal

Disiapkan 2 cawan petri steril, dimasukan masing-masing 1 ml starter mikroba

Kertas cakram 2 dicelupkan kedalam larutan pengawet B selama 10 menit lalu di kering anginkan

Kertas cakram 1 dicelupkan di dalam larutan pengawet A selama 10 menit, lalu di kering anginkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Tabel hasil pengamatan single kertas cakram

Waktu

Pengamat

an

Bakteri Antimikroba

Pengukuran zona bening

I

(cm)

II

(cm)

III

(cm)

Rata

-

rata

(cm)24 Jam

E. coli

Jahe 0,130,11

5

0,11

50,12

Asam sitrat 0,7 0,06 0,010,04

7Kontrol 0 0 0 0

Kunyit 0,10 0,11 0,160,12

3Natrium

benzoat0,04 0,03 0,01

0,02

6Kontrol 0 0 0 0

Kencur 0,03 0,07 0,02 0,04

Asam asetat 0,04 0,09 0,060,06

3Kontrol 0 0 0 0

Bacillus

cereus

Jahe 0,34 0,22 0,28 0,28Asam sitrat 0,17 0,13 0,12 0,12Kontrol 0 0 0 0

Kunyit 0,08 0,08 0,2 0,01

2Natrium

benzoat0,02 0 0

0,00

6Kontrol 0 0 0 0

Kencur 0,44 0,38 0,46 0,42Asam asetat 0,10 0,06 0,07 0,07Kontrol 0,06 0,06 0,06 0,06

Waktu

Pengamat

an

Bakteri Antimikroba

Pengukuran zona bening

I

(cm)

II

(cm)

III

(cm)

Rata

-

rata

(cm)48 Jam E. coli

Jahe 0,130,15

5

0,11

50,12

Asam sitrat 0,04 0,06 0,010,04

7Kontrol 0 0 0 0

Kunyit 0,14 0,14 0,05 0,11Natrium

benzoat0,14 0,11 0,02

0,10

6Kontrol 0,08 0,03 0,15 0,08

5 3

Kencur 0,08 0,04 0,03 0,05Asam asetat 0,1 0,05 0,03 0,06

Kontrol 0,1 0,04 0,020,05

3

Bacillus

cereus

Jahe 0,04 0,05 0,010,03

3

Asam sitrat 0,07 0,02 0,110,06

6Kontrol 0,13 0,04 0,1 0,09

Kunyit 0,11 0,03 0,1 0,08Natrium

benzoat0,03 0,04 0,07 0,04

Kontrol 0,11 0,15 0,14 0,13

Kencur 0,04 0,03 0,070,04

6Asam asetat 0,07 0,03 0,1 0,06

Kontrol 0,07 0,03 0,090,06

3

Tabel pengamatan double kertas cakram

Waktu

Pengamat

an

Bakteri Antimikroba

Pengukuran zona bening

I

(cm)

II

(cm)

III

(cm)

Rata

-

rata

(cm)

24 Jam

E. coli

Kunyit +

Natrium

benzoat

0,09 0,10 0,14 0,11

Jahe + Asam

sitrat0,14 0,16 0,1

0,13

3Kencur +

Asam asetat0,03 0,18 0,02

0,07

6

Bacillus

cereus

Kunyit +

Natrium

benzoat

0,02

90,16 0,02

0,21

6

Jahe + Asam

sitrat0 0 0 0

Kencur +

Asam asetat0,35 0,29 0,29 0,31

48 Jam E. coli Kunyit +

Natrium

benzoat

0,12 0,06 0,10,09

3

Jahe + Asam

sitrat

0,19 0,14 0,06 0,13

Kencur +

Asam asetat0,07 0,05 0,02

0,04

6

Bacillus

cereus

Kunyit +

Natrium

benzoat

0,09 0,05 0,33 0,15

Jahe + Asam

sitrat0,05 0,03 0,09

0,05

6Kencur +

Asam asetat0,07 0,08 0,07 0,73

B. Pembahasan

Pada hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa pada

inkubasi selama 24 jam penggunaan single kertas cakram

bahwa kunyit memiliki daya hambat yang tinggi pada

bakteri E. coli dengan pengukuran zona bening rata – rata

0,123 cm sedangkan pada kencur meiliki daya hambat yang

tinggi pada Bacillus cereus yaitu dengan pengukuran zona

bening rata – rata 0,42 cm. Nilai pengukuran rata –

rata zona bening yang rendah pada bakteri E. coli dan

Bacillus cereus adalah pada antimikroba natrium benzoat

yaitu 0,026 dan 0,006.

Pada inkubasi 48 jam menggunakan single kertas

cakram didapatkan hasil antimikroba natrium benzoat

memiliki daya hambat yang besar pada E. coli yaitu nilai

rata – rata pengukuran nya adalah 0,106 cm dan pada

antimikroba kunyit nilai rata – rata pengukuran zona

bening nya adalah 0,08 pada Bacillus cereus. Nilai terendah

pengukuran rata – rata zona bening E. coli pada

antimikroba kencur adalah 0,05 cm dan pada Bacillus cereus

adalah 0,033 cm dengan antimikroba jahe.

Sedangkan pada penggunaan double kertas cakram dengan

waktu inkubasi 24 jam di dapatkan hasil bahwa bakteri

E. Coli memiliki nilai rata – rata pengukuran zona bening

yang tertinggi pada antimikroba jahe dan asam sitrat

yaitu 0,133 cm dan juga pada Bacillus cereus pada

antimikroba kencur dan asam asetat 0,31 cm. Nilai

penggukuran rata – rata zona bening terendah pada

bakteri E. Coli adalah pada antimikroba kencur dan asam

asetat yaitu 0,076 cm dan pada Bacillus cereus adalah pada

antimikroba jahe dan asam sitrat dengan rata-rata zona

bening 0 cm.

Nilai pengukuran rata – rata zona bening pada

inkubasi 48 jam didapatkan E. coli memiliki nilai rata –

rata pengukuran zona bening yang tertinggi pada

antimikroba jahe dan asam sitrat yaitu 0,13 cm dan pada

Bacillus cereus pada antimikroba kunyit dan natrium benzoat

0,15 cm. Nilai pengukuran terendah pada waktu inkubasi

48 jam adalah pada E. Coli adalah pada antimikroba kencur

dan asam asetat yaitu 0,046 cm dan pada Bacillus cereus

adalah pada antimikroba jahe dan asam sitrat dengan

rata-rata zona bening 0,73 cm.

E. coli dan Bacilus cereus keduanya lebih resisten terhadap

natrium benzoat pada penggunaan single kertas cakram

ini dibuktikan dengan rendahnya nilai pengkuran rata –

rata zona bening pada waktu inkubasi 24 jam. Sedangkan

pada waktu inkubasi 48 jam E. coli dan Bacillus cereus lebih

resisten terhadap kencur dan jahe.

Sedangkan pada penggunaan double kertas cakram pada

waktu inkubasi 24 jam E. coli lebih resisten terhadap

kencur dan asam asetat sedangkan Bacillus cereus lebih

resisten terhadap jahe dan asam sitrat. Dibuktikan

dengan nilai pengukuran rata – rata zona bening yang

kecil pada antimikroba kencur dan asam asetat E. coli

lebih resisten dibandingkan dengan Bacillus cereus karena

komponen dari dinding E. coli itu sendiri yang merupakan

bakteri Gram negatif yang komponen peptidoglikan nya

lebih kompleks.

Berdasarkan literatur (Said, 2007) kunyit memberikan

efek antimikroba sehingga dapat dipakai untuk

mengawetkan makanan. Minyak atsiri dalam kunyit

terbukti dapat membunuh (bakterisidal) terhadap bakteri

golongan Bacillus cereus Bacillus subtilis dan Bacillus megaterium.

Sebagai senyawa fenolik mekanisme kerja kurkumin

pada kunyit sebagai antibakteri mirip dengan

persenyawaan fenol lainnya yaitu menghambat metabolisme

bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma dan

mendenaturasi protein sel yang menyebabkan kebocoran

nutrien dari sel sehingga sel bakteri mati atau

terhambat pertumbuhannya (Azima, 2011).

Mekanisme penghambatan antimikroba pada asam asetat

dan asam sitrat adalah terhadap nilai pKa nya yang

tinggi merupakan asam yang tidak terdisosiasi (golongan

asam lemah).

Berdasarkan literatur (Abdillah,2012) penghambatan

mikroba oleh asam lemah ini disebabkan (1) kerusakan

membran, (2) penghambatan reaksi metabolisme yang

esensial, (3) stess dari homeostatis pH internal sel,

(4) akumulasi anion sisa asam pada sitoplasma yang

bersifat toksik, (5) menggangu sistem sintesis protein

atau genetik (sintesis DNA/RNA), dan (6) kematian

mikroba karena kehabisan ATP disebabkan penggunaan ATP

untuk menjalankan pompa proton dengan tujuan

mengeluarkan H+ dari dalam sel demi menjaga

kesetimbangan homeostatis pH didalam sel.

Ekstrak segar rimpang jahe-jahean mampu menghambat

pertumbuhan mikroba uji dengan bervariasinya rata-rata

diameter daerah bebas mikroba yang terbentuk. Hal ini

disebabkan karena ekstrak segar rimpang jahe-jahean

mengandung senyawa anti-mikroba (Sari, 2013).

Aktivitas senyawa etil pmetoksi sinamat pada rimpang

kencur menunjukkan bahwa senyawa tersebut tidak

mempunyai aktivitas sebagai antijamur (Nugraha, 2012).

V. PENUTUPA. Kesimpulan

Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa:

- Pengaruh zat antimikroba pada pertumbuhan mikroba

dipengaruhi oleh jenis mikroba baik Gram positif

maupun Gram negatif. Bakteri Gram negatif sifatnya

lebih resisten karena komponen dari peptidoglikan

nya yang lebih komlpeks dibandingkan dengan Gram

positif. Efektivitas antimikroba dipengaruhi oleh

sifat antimikroba tersebut dan oleh bakteri yang

akan dihambat pertumbuhannya.

- Interaksi sinergis antimikroba terjadi karena saling

melengkapinya komponen antimikroba sehingga

penghambatan mikroba semakin baik.

B. Saran

Untuk praktikum kedepan ya disarankan agar praktikanlebih teliti dan hati – hati dalam mengukur zonabening dan dalam melalukan setiap acara praktikum yangada.

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Abu. 2012.

http://muslimbersahaja.wordpress.com/category/artikel-

pangan/

Andriani, Darmono, dan Widya Kurniawati. 2007. Pengaruh

asam asetat dan asam laktat sebagai antibakteri

terhadap bakteri Salmonella sp. yang di isolasi dari

karkas ayam. Seminar Nasional Teknologi

Peternakan dan Veteriner. Universitas Pancasila

Jakarta.

Arisman. 2008. Keracunan Makanan: buku ajar ilmu gizi.

Buku kedokteran EGC : Jakarta

Azima. 2011. Efektifitas Kunyit Sebagai Bahan Pengawet

Alami Terhadap Masa Simpan Nugget Jagung.

http://pasca.unand.ac.id/id/wpcontent/

uploads/2011/09/efektivitas-kunyit-sebagai-

pengawet-alami.pdf.

Direja., Eva H. 2007. Kajian aktivitas antimikroba

ekstrak jintan hitam (Nigella sativa L.) terhadap

bakteri patogen dan perusak pangan. [skripsi]

Institut Pertanian Bogor

Gholib, D. 2009. Daya hambat ekstrak kencur terhadap

Trychophyton mentgrophytes dan Cryptococcus neoformans

jamur penyebab penyakit kurap pada kulit dan

penyakit paru . Bull. Litro. Vol.20 No.1, 59-67.

Nugraha, Septian Alif, Kusoro Siadi, dan Sudarmin.

2012. Uji antimikroba etil p-Metoksi sinamat dari

rimpang kencur terhadap Bacillus substilis. Indonesian

journal of chemical science. Universitas Negeri

Semarang.

Nursal, W., Sri dan Wilda S. 2006. Bioaktifitas Ekstrak

Jahe (Zingiber officinale Roxb.) Dalam Menghambat

Pertumbuhan Koloni Bakteri Escherichia coli dan Bacillus

subtilis. Jurnal Biogenesis 2(2): 64-66.

Pasareng, Erling, Jemmy Abdijulu, dan Max. R. J.

Runtuwene. 2103. Pemanfaatan Rimpang Kunyit

(Curcuma domesticaVal) Dalam Upaya Mempertahankan

Mutu Ikan Layang (Decapterussp). Jurnal MIPA

UNSRAT Online. Universitas Sam Ratulangi Manado.

Said, Ahmad. 2007. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Sinar

Wadja Lestari

Sari, Kartika Indah Permata, Periadnadi dan Nasril

Nasir. 2013. Uji Antimikroba Ekstrak Segar Jahe-

Jahean (Zingiberaceae) Terhadap Staphylococcus

aureus, Escherichia coli dan Candida albicans. Jurnal

Biologi Universitas Andalas Padang (J. Bio. UA.)

2(1) – Maret 2013 : 20-24 (ISSN : 2303-2162)

Sudiarto, Fadil. Mikrobiologi Pangan. E-books Google.

http://books.google.co.id/books/about/Mikrobiolog

i_Pangan.html?hl=id&id=lmzKmC86v7wC diakses pada

1 Desember 2014

Thongson, C., P. M. Davidson, W. Mahakarnchanakul dan

J. Weiss. 2004. Antimicrobial activity of

ultrasound-assisted solvent-extracted spices.

Letters in Applied Microbiology. 39:401-406.

Utomo, Eka Prasetya. 2010.

https://ekoprasetya.wordpress.com/2010/05/

diakses pada 1 Desember 2014 WHO. 2005. Food safety and foodborne illness.

www.who.int.com.

http://ilmu-kefarmasian.blogspot.com/2012/11/natrium-

benzoat.html diakses pada 1 Desember 2014

LAMPIRAN