I
KATA PENGANTAR
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No
650/989/IV/Bangda, tanggal 5 Juni 2000, tentang pedoman umum
Penyusunan Program Dasar Pembangunan Perkotaan (PDPP)
menyebutkan “pengertian pembangunan perkotaan adalah semua
pembangunan yang dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta
di wilayah kota dan perkotaan dalam rangka meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat serta meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi daerah”. Oleh karena itu hakekat
pembangunan perkotaan adalah upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pada umumnya dan warga kota khususnya yang didukung
oleh ketangguhan unsur kelembagaan pemerintah dan
kemasyarakatan dalam mewujudkan cita-cita warga kota. Di dalam
suatu pembangunan perkotaan juga adanya suatu rencana untuk
menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pengertian dari Ruang
Terbuka Hijau (RTH) menurut UU Nomor 26 tahun 2007 tentang
penataan Ruang adalah area memanjang atau jalur sebagai tempat
tumbuh tanaman, Baik yang tumbuh secara alamiah ataupun
sengaja ditanam.
Tulisan dalam makalah ini berusaha ingin membahas lebih
lanjut mengenai ketersedian ruang terbuka hijau di perkotaan
dan pembangunan yang ada dalam perkotaan terutama di kota
Bandung. Fokus dalam tulisan ini adalah bagaimana pemerintah,
swasta, dan masyarakat yang ada di kota Bandung saling
berkolaborasi untuk menyediakan, merawat, hingga menjaga
adanya ruang terbuka hijau dalam perkotaan. Penulis menyadari
II
bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan untuk itu
penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
sehingga dapat menunjang untuk perbaikan makalah ini dan
nantinya dapat bermanfaat bagi dunia ilmu administrasi publik
terutama dalam kebijakan pembangunan perkotaan.
Malang, 12 Januari
2015
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar I
Daftar Isi
II
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
1
1.2 Rumusan Masalah
2
1.3 Tujuan Penulisan
2
Bab II Tinjauan Pustaka
III
2.1 Konsep Pembangunan
3
2.2 Konsep Perkotaan (Kota)
4
2.3 Konsep Ruang Terbuka Hijau
6
Bab III Pembahasan
3.1 Gambaran Umum Kota Bandung
11
3.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2011-2031
13
3.3 Kondisi Terkini Ruang Terbuka Hijau Di Kota Bandung
16
3.4 Terobosan Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Kota Bandung
Dalam Menyediakan Ruang Terbuka Hijau
18
3.5 Analisis SWOT Dalam Penyedian Ruang Terbuka Hijau Di Kota
Bandung 23
Bab IV Penutup
4.1 Kesimpulan
25
4.2 Saran
25
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang berkembang dan merupakan
negara yang terpadat keempat setelah negara Cina, Amerika, dan
India. Banyaknya penduduk yang ada di negara Indonesia
tentunya akan menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks.
Seperti permasalahan pekerjaan, kesehatan, ekonomi, hingga
ketersedian lahan. Bicara mengenai ketersedian lahan terutama
yang ada di perkotaan tentu yang ada dalam pikiran seseorang
adalah berdirinya bangunan-bangunan beton yang menjulang atau
biasa disebut dengan gedung pencangkar langit yang digunakan
sebagai pusat aktivitas masyarakat terutama yang bergerak
dalam bidang ekonomi hingga pendidikan.
Bandung adalah sebuah kota besar ketiga di Indonesia
setelah Jakarta dan Surabaya. Bandung mempunyai sebutan
sebagai kota Paris Van Java hingga sebutan sebagai kota
kembang. Sebagai sebutan kota Paris Van Java maka juga akan
terkait dengan pesatnya pembangunan yang ada di kota Bandung.
Hal tersebut tidak lepas dari adanya fenomena urbanisasi yaitu
perpindahan masyarakat dari desa ke kota yang mempunyai tujuan
untuk bekerja atau mengembangkan karir hingga untuk
meningkatkan kesejahteraan bagi keluarga masing-masing
individu. Faktor lain pesatnya pembangunan yang ada di kota
Bandung adalah faktor pertumbuhan penduduk. Perlu diketahui
bahwa semakin pesatnya pembangunan yang ada dalam suatu
wilayah kota maka daya tarik masyarakat untuk melakukan
urbanisasi semakin besar pada nantinya, pertumbuhan penduduk
2
atau angka kelahiran di kota juga akan semakin meningkat.
Keterkaitan yang lain bila pertumbuhan penduduk meningkat maka
tingkat kebutuhan akan permintaan suatu barang dan jasa juga
akan semakin meningkat. Seperti halnya permintaan akan bahan
bakar minyak, bahan bakar gas, kebutuhan pangan, kebutuhan
gaya hidup hingga kebutuhan akan perumahan.
Berangkat dari fenomena yang sudah dijelaskan sebelumnya
bahwa tuntutan masyarakat di perkotaan akan ketersedian lahan
dan terkait juga akan pertumbuhan penduduk yang tinggi maka
semakin besar pula potensi adanya alih fungsi lahan pada lahan
yang belum digunakan atau lahan yang belum termanfaatkan. Alih
fungsi lahan yang terjadi pada perkotaan terutama di kota
Bandung lebih banyak ke arah ekonomi sehingga ketersedian
lahan untuk ruang terbuka hijau bila tidak dikendalikan secara
tepat maka akan mengancam keberlangsungan bagi masyarakat itu
sendiri.
Seperti yang sudah dijelaskan sedikit oleh penulis
mengeai pesatnya pembangunan yang ada di kota Bandung tentu
menuntut adanya ketersedian akan Ruang Terbuka Hijau bagi
masyarakat. Secara konsep menurut penulis fungsi secara
langsung dari adanya ruang terbuka hijau adalah sebagai
pengedali air pada saat hujan atau sebagai lahan resapan air,
sebagai filter atau penyaring adanya gas karbondioksida yang
dihasilkan oleh kendaraan atau aktivitas manusia yang lain,
hingga fungsi yang secara tidak langsung adalah sebagai tempat
umum atau pusat rekreasi bagi masyarakat yang ingin bersantai
untuk melihat dan menikmati udara yang segar. Berangkat dari
fenomena yang ada dan pentingnya dari ruang terbuka maka
3
penulis ingin membahas lebih lanjut mengenai apa saja tentang
ruang terbuka hijau hingga kebijakan pemerintah kota Bandung
dalam penyedian ruang terbuka hijau bagi masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi saat ini mengenai pembangunan yang ada
di kota Bandung ?
2. Bagaimana rencana tata ruang wilayah (RTRW) di kota
Bandung ?
3. Apa strategi dari pemerintah untuk menyikapi minimnya
ketersedian ruang terbuka hijau ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui gambaran umum dan kondisi yang ada saat
ini di kota Bandung
2. Untuk memberikan informasi mengenai apa dan bagaimana
rencana tata ruang wilayah (RTRW) di kota Bandung.
3. Untuk mengetahui dan memberikan informasi mengenai cara
mengatasi minimnya ketersedian ruang terbuka hijau di
kota besar terutama di kota Bandung.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pembangunan
Pengertian pembangunan mungkin menjadi hal yang paling
menarik untuk diperdebatkan. Mungkin saja tidak ada satu
disiplin ilmu yang paling tepat mengartikan kata
pembangunan. Sejauh ini serangkaian pemikiran tentang
pembangunan telah berkembang, mulai dari perspektif
sosiologi klasik (Durkheim, Weber, dan Marx), pandangan
Marxis, modernisasi oleh Rostow, strukturalisme bersama
modernisasi memperkaya ulasan pendahuluan pembangunan
sosial, hingga pembangunan berkelanjutan. Namun, ada tema-
tema pokok yang menjadi pesan di dalamnya. Dalam hal ini,
pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya
terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak
secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan
mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan
Rochmin Dahuri, 2004). Mengenai pengertian pembangunan, para
ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya
perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda
oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan
daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara
umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses
untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi
Bratakusumah, 2005).
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan
5
sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan
perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh
suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam
rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar
Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih
sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang
lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang
mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi,
infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi,
kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976)
mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi,
sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang
direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan
masyarakat.
Proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan
masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang
berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro
(commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah
adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan
diversifikasi. Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di
atas, pembangunan adalah semua proses perubahan yang
dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.
Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi
secara alami sebagai dampak dari adanya pembangunan (Riyadi
dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Dengan demikian berdasarkan pendapat dari beberapa ahli
tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya
6
pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam
arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya
pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat adanya
pembangunan. Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa
pengembangan/perluasan (expansion) atau peningkatan (improvement)
dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu komunitas masyarakat.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Parsudi Suparlan
dalam tulisannnya tentang Antropologi Pembangunan, yang mana
tulisan tersebut sebagai penghormatan kepada Koentjaraningrat
(1997), mendefinisikan Pembangunan sebagai serangkaian upaya
yang direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah, badan-
badan atau lembaga-lembaga internasional, nasional atau lokal
yang terwujud dalam bentuk-bentuk kebijaksanaan, program, atau
proyek, yang secara terencana mengubah cara-cara hidup atau
kebudayaan dari sesuatu masyarakat sehingga warga masyarakat
tersebut dapat hidup lebih baik atau lebih sejahtera daripada
sebelum adanya pembangunan tersebut.
2.2 Konsep Perkotaan (Kota)
- Menurut Bintarto
Dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim
jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk
yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen
dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai
bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non
alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar
dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan
materialistis dibandingkan dengan daerah dibelakangnya.
7
- Menurut Max Weber
Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi
sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.
- Menurut UU No 22/ 1999 tentang Otonomi Daerah
Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan
utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan social dan
kegiatan ekonomi.
- Menurut Peraturan Mendagri RI No. 4/ 1980
Kota adalah suatu wilayah yang memiliki batasan
administrasi wilayah seperti kotanadya dan kota administratif.
Kota juga berate suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang
mempunyai cirri non agraris, misalnya ibukota kabupaten,
ibukota kecamatan yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan.
- Peranan Kota
Kota yang telah berkembang maju mempunyai peranan yang
lebih luas lagi antara lain sebagai berikut :
1. Sebagai pusat pemukiman penduduk.
2. Sebagai pusat kegiatan ekonomi.
3. Sebagai pusat kegiatan social budaya.
4. Pusat kegiatan politik dan administrasi pemerintah serta
tempat kedudukan pimpinan pemerintah.
- Ciri-ciri Kota
Sebuah kota pun memiliki cirri-ciri fisik yang dapat
dilihat dan dirasakan. Adapun cirri-ciri fisiknya antara
lain :
a. Tersedianya tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan.
8
b. Tersedianya tempat-tempat untuk parkir.
c. Terdapatnya sarana rekreasi dan sarana olahraga.
Kota pun memiliki ciri kehidupan kota antara lain sebagai
berikut :
1. Adanya pelapisanosial ekonomi misalnya perbedaan tingkat
penghasilan, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.
2. Adanya jarak social dan kurangnya toleransi diantara
warganya.
3. Adanya penilaian yang berbeda-beda terhadap suatu masalah
dengan pertimbangan perbedaan kepentingan, situasi, dan
kondisi kehidupan.
4. Warga kota umumnya sangat menghargai waktu.
5. Cara berpikir dan bertindak warga kota tampak lebih
rasional dan berprinsip ekonomi.
6. Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan diri terhadap
perubahan sosial.
7. Pada umumnya masyarakat kota lebih bersifat individu
sedangkan sifat solidaritas dan gotong royong sudah mulai
tidak terasa lagi.
2.3 Konsep Ruang Terbuka Hijau
- Ruang Terbuka Hijau
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang dan Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008
tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau
di Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa pengertian Ruang Terbuka
Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
9
tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam. Dalam UU No. 26 Tahun 2007, secara khusus
mengamanatkan perlunya penyediaan dan pemanfaatan ruang
terbuka hijau, yang proporsi luasannya ditetapkan paling
sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.
- Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan adalah bagian dari ruang
terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan
tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya,
ekonomi, dan estetika.
- Tipologi Ruang Terbuka Hijau
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008
tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau
di Kawasan Perkotaan, mengklasifikasikan RTH yang ada sesuai
dengan tipologi berikut :
- Berdasarkan Fisik
1. RTH Alami, berupa habitat liar alami, kawasan lindung,
dan taman-taman nasional.
2. RTH Non Alami/Binaan, yang terdiri dari taman, lapangan
olahraga, makam, dan jalur-jalur hijau jalan.
- Berdasarkan Struktur Ruang
1. RTH dengan pola ekologis, merupakan RTH yang memiliki
10
pola mengelompok, memanjang, tersebar.
2. RTH dengan pola planologis, merupakan RTH yang memiliki
pola mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.
- Berdasarkan Segi kepemilikan
1. RTH Publik
2. RTH Privat
- Berdasarkan Fungsi
1. Fungsi Ekologis
2. Fungsi Sosial Budaya
3. Fungsi Arsitektural/Estetika
4. Fungsi Ekonomi
- Jenis Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan PERMENDAGRI NO. 1 TAHUN 2007
- Taman Kota
Taman kota merupakan ruang di dalam kota yang ditata
untuk menciptakan keindahan, kenyamanan, keamanan, dan
kesehatan bagi penggunanya. Selain itu, taman kota difungsikan
sebagai paru-paru kota, pengendali iklim mikro, konservasi
tanah dan air, dan habitat berbagai flora dan fauna. Apabila
terjadi suatu bencana, maka taman kota dapat difungsikan
sebagai tempat posko pengungsian. Pepohonan yang ada dalam
taman kota dapat memberikan manfaat keindahan, penangkal
angin, dan penyaring cahaya matahari. Taman kota berperan
sebagai sarana pengembangan budaya kota, pendidikan, dan pusat
kegiatan kemasyarakatan.
11
- Taman Wisata Alam
Kawasan taman wisata alam berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan pelestarian
alam yang dimanfaatkan terutama untuk kepentingan pariwisata
alam dan rekreasi.
- Taman Rekreasi
Taman rekreasi merupakan tempat rekreasi yang berada di
alam terbuka tanpa dibatasi oleh suatu bangunan, atau rekreasi
yang berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada
penggunaan sumberdaya alam seperti air, hujan, pemandangan
alam atau kehidupan di alam bebas.
- Taman Lingkungan Perumahan dan Permukiman
Taman lingkungan perumahan dan permukiman merupakan taman
dengan klasifikasi yang lebih kecil dan diperuntukkan untuk
kebutuhan rekreasi terbatas yang meliputi populasi
terbatas/masyarakat sekitar.
- Taman Lingkungan Perkantoran dan Gedung Komersial
Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial
merupakan taman dengan klasifikasi yang lebih kecil dan
diperuntukkan untuk kebutuhan terbatas yang meliputi populasi
terbatas/pengunjung.
- Taman Hutan Raya
Taman Hutan Raya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan
12
koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau bukan alami,
jenis asli dan/atau bukan jenis asli, yang tidak invasif dan
dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan
rekreasi.
- Hutan Kota
Dalam membangun sebuah hutan kota terdapat dua pendekatan
yang dapat dipakai. Pendekatan pertama, hutan kota dibangun
pada lokasi-lokasi tertentu saja. Pada bagian ini, hutan kota
merupakan bagian dari suatu kota. Pendekatan kedua, semua
areal yang ada di suatu kota pada dasarnya adalah areal untuk
hutan kota. Pada pendekatan ini, komponen yang ada di kota
seperti pemukiman, perkantoran, dan industri dipandang sebagai
suatu enklave (bagian) yang ada dalam suatu hutan kota.
- Kawasan dan Jalur Hijau
Kawasan adalah suatu area yang dimanfaatkan untuk
kegiatan tertentu di wilayah perkotaan dan memiliki fungsi
utama lindung atau budidaya. RTH kawasan berbentuk suatu areal
dan non-linear dan RTH jalur memiliki bentuk koridor dan
linear. Jenis RTH berbentuk areal yaitu hutan (hutan kota,
hutan lindung, dan hutan rekreasi), taman, lapangan olah raga,
kebun raya, kebun pembibitan, kawasan fungsional (perdagangan,
industri, permukiman, pertanian), kawasan khusus (hankam,
perlindungan tata air, dan plasma nutfah). Sedangkan RTH
berbentuk jalur yaitu koridor sungai, sempadan danau, sempadan
pantai, tepi jalur jalan, tepi jalur kereta, dan sabuk hijau.
-Fungsi dan Manfaat
13
RTH, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi
utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan
(ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi
ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini
dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan
keberlanjutan kota. RTH berfungsi ekologis, yang menjamin
keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan
satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti
dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan
sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun
jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya
(sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan
penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut,
sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan
dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan
pendukung arsitektur kota. Manfaat RTH berdasarkan fungsinya
dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan
bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk
dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar),
keinginan dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan
bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan
konservasi hayati atau keanekaragaman hayati.
- Elemen Pengisi RTH
RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau
vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi
serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang
berbeda (seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri,
14
sempadan badan-badan air, dll) akan memiliki permasalahan yang
juga berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan
rancangan RTH yang berbeda. Untuk keberhasilan rancangan,
penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta
kriteria (a) arsitektural dan (b) hortikultural tanaman dan
vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam
men-seleksi jenis-jenis yang akan ditanam.
Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah
perkotaan: (a) Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota,
(b) Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak
subur, udara dan air yang tercemar) (c) Tahan terhadap
gangguan fisik (vandalisme) (d) Perakaran dalam sehingga tidak
mudah tumbang (e) Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai
hias dan arsitektural (f) Dapat menghasilkan O2 dan
meningkatkan kualitas lingkungan kota (g) Bibit/benih mudah
didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat
(h) Prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal (i)
Keanekaragaman hayati Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman
lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial
budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota tersebut
menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang
selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan
keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional.
- Teknis Perencanaan
Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang
fungsional suatu wilayah perkotaan, ada 4 (empat) hal utama
yang harus diperhatikan yaitu
15
(a) Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah
perkotaan di-tentukan secara komposit oleh tiga komponen
berikut ini, yaitu: 1) Kapasitas atau daya dukung alami
wilayah 2) Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan
bentuk pela-yanan lainnya) 3) Arah dan tujuan pembangunan kota
RTH berluas minimum merupakan RTH berfungsi ekologis yang ber-
lokasi, berukuran, dan berbentuk pasti, yang melingkup RTH
publik dan RTH privat. Dalam suatu wilayah perkotaan maka RTH
publik harus berukuran sama atau lebih luas dari RTH luas
minimal, dan RTH privat merupakan RTH pendukung dan penambah
nilai rasio terutama dalam meningkatkan nilai dan kualitas
lingkungan dan kultural kota.
(b) Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH
(c) Sruktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk,
konfigurasi, dan distribusi)
(d) Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan
kota.
(Makalah Lokakarya PENGEMBANGAN SISTEM RTH DI PERKOTAAN Dalam rangkaian
acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang
Departemen Pekerjaan Umum / Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur
Lanskap Fakultas Pertanian – IPB)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Kota Bandung
16
Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di Jawa
Barat sekaligus menjadi ibu kota provinsi tersebut. Kota ini
terletak 140 km sebelah tenggara Jakarta, dan merupakan kota
terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya
menurut jumlah penduduk. Sedangkan wilayah Bandung Raya
(Wilayah Metropolitan Bandung) merupakan metropolitan terbesar
ketiga di Indonesia setelah Jabodetabek dan Gerbangkertosusila
(Grebangkertosusilo). Di kota ini tercatat berbagai sejarah
penting, di antaranya sebagai tempat berdirinya sebuah
perguruan tinggi teknik pertama di Indonesia (Technische
Hoogeschool te Bandoeng - TH Bandung, sekarang Institut Teknologi
Bandung - ITB), lokasi ajang pertempuran di masa kemerdekaan,
serta pernah menjadi tempat berlangsungnya Konferensi Asia-
Afrika 1955, suatu pertemuan yang menyuarakan semangat anti
kolonialisme, bahkan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru
dalam pidatonya mengatakan bahwa Bandung adalah ibu kotanya
Asia-Afrika.
Pada tahun 1990 kota Bandung terpilih sebagai salah satu
kota paling aman di dunia berdasarkan survei majalah Time. Kota
kembang merupakan sebutan lain untuk kota ini, karena pada
zaman dulu kota ini dinilai sangat cantik dengan banyaknya
pohon-pohon dan bunga-bunga yang tumbuh di sana. Selain itu
Bandung dahulunya disebut juga dengan Parijs van Java karena
keindahannya. Selain itu kota Bandung juga dikenal sebagai
kota belanja, dengan mall dan factory outlet yang banyak tersebar
di kota ini, dan saat ini berangsur-angsur kota Bandung juga
menjadi kota wisata kuliner. Dan pada tahun 2007, British
Council menjadikan kota Bandung sebagai pilot project kota
17
terkreatif se-Asia Timur. Saat ini kota Bandung merupakan
salah satu kota tujuan utama pariwisata dan pendidikan. Dua
aspek inilah yang sekarang menjadi konsentrasi pembangunan
yang diinisiasi oleh walikota Bandung, Ridwan Kamil. Dalam
beberapa tahun terakhir, Kota Bandung banyak membuka taman-
taman kota, festival kuliner, dan komunitas anak muda.
Perkembangan ini untuk memfasilitasi aktivitas masyarakat
Bandung di berbagai lapisan masyarakat.
Kota Bandung dikelilingi oleh pegunungan, sehingga bentuk
morfologi wilayahnya bagaikan sebuah mangkok raksasa, secara
geografis kota ini terletak di tengah-tengah provinsi Jawa
Barat, serta berada pada ketinggian ±768 m di atas permukaan
laut, dengan titik tertinggi di berada di sebelah utara dengan
ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut dan sebelah
selatan merupakan kawasan rendah dengan ketinggian 675 meter
di atas permukaan laut. Kota Bandung dialiri dua sungai utama,
yaitu Sungai Cikapundung dan Sungai Citarum beserta anak-anak
sungainya yang pada umumnya mengalir ke arah selatan dan
bertemu di Sungai Citarum. Dengan kondisi yang demikian,
Bandung selatan sangat rentan terhadap masalah banjir terutama
pada musim hujan.
Keadaan geologis dan tanah yang ada di kota Bandung dan
sekitarnya terbentuk pada zaman kwartier dan mempunyai lapisan
tanah alluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Parahu. Jenis
material di bagian utara umumnya merupakan jenis andosol
begitu juga pada kawasan dibagian tengah dan barat, sedangkan
kawasan dibagian selatan serta timur terdiri atas sebaran
18
jenis alluvial kelabu dengan bahan endapan tanah liat.
Sementara iklim kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan
yang lembab dan sejuk, dengan suhu rata-rata 23.5 °C, curah
hujan rata-rata 200.4 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 21.3
hari per bulan.
Kota ini memiliki beberapa kawasan yang menjadi taman
kota, selain berfungsi sebagai paru-paru kota juga menjadi tempat
rekreasi bagi masyarakat di kota ini. Kebun Binatang Bandung
merupakan salah satu kawasan wisata yang sangat diminati oleh
masyarakat terutama pada saat hari minggu maupun libur
sekolah, kebun binatang ini diresmikan pada tahun 1933 oleh
pemerintah kolonial Hindia-Belanda dan sekarang dikelola oleh
Yayasan Margasatwa Tamansari. Selain itu beberapa kawasan
wisata lain termasuk pusat perbelanjaan maupun factory outlet juga
tersebar di kota ini diantaranya, di kawasan Jalan Braga,
kawasan Cihampelas, Cibaduyut dengan pengrajin sepatunya dan
Cigondewah dengan pedagang tekstilnya. Puluhan pusat
perbelanjaan sudah tersebar di kota Bandung, beberapa di
antaranya Istana Plaza Bandung, Bandung Indah Plaza, Paris Van
Java Mall, Cihampelas Walk, Trans Studio Mall, Bandung Trade
Center, Plaza Parahyangan, Balubur Town Square, dan Metro
Trade Centre. Terdapat juga pusat rekreasi modern dengan
berbagai wahana seperti Trans Studio Resort Bandung, Trans
Studio Bandung, yang terletak pada lokasi yang sama dengan
Trans Studio Mall.
Sementara beberapa kawasan pasar tradisional yang cukup
terkenal di kota ini diantaranya Pasar Baru, Pasar Gedebage
19
dan Pasar Andir. Potensi kuliner khususnya tutug oncom,
serabi, pepes, dan colenak juga terus berkembang di kota ini.
Selain itu Cireng juga telah menjadi sajian makanan khas
Bandung, sementara Peuyeum sejenis tapai yang dibuat dari
singkong yang difermentasi, secara luas juga dikenal oleh
masyarakat di pulau Jawa.
Kota Bandung dikenal juga dengan kota yang penuh dengan
kenangan sejarah perjuangan rakyat Indonesia pada umumnya,
beberapa monumen telah didirikan dalam memperingati beberapa
peristiwa sejarah tersebut, diantaranya Monumen Perjuangan
Jawa Barat, Monumen Bandung Lautan Api, Monumen Penjara
Banceuy, Monumen Kereta Api dan Taman Makam Pahlawan Cikutra.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bandung)
3.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2011-2031
Rencana Penyediaan Ruang Terbuka
Tipologi Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung berdasarkan
kepemilikannya terbagi menjadi RTH publik dan RTH privat.
Penjabaran jenis RTH yang termasuk dalam masing-masing
tipologi tersebut adalah sebagai berikut:
1. RTH publik, yang terdiri atas:
- lindung (kecuali cagar budaya);
- pertanian;
- taman hijau; dan
- fasos/fasum hijau (kebun binatang, SOR, permakaman, taman
20
hijau).
2. RTH privat, yang terdiri atas:
- pertanian privat;
- fasos (taman hijau, SOR, permakaman keluarga); dan
- pekarangan (rumah, kantor).
Berdasarkan kategori ruang terbuka hijau Kota Bandung
yang tersebar di enam wilayah kota saat ini tidak merata
dengan luas RTH yang beragam di masing-masing wilayah.
Berdasarkan data tahun 2007, wilayah kota yang memiliki ruang
terbuka hijau terluas adalah SWP Ujungberung (351,76 ha).
Sementara SWP Karees merupakan wilayah dengan luasan RTH
terkecil (26,77 ha). Wilayah-wilayah lainnya memiliki proporsi
luas antara kedua wilayah tersebut adalah SWP Bojonegara
seluas 76,78 ha; SWP Cibeunying seluas 57,57 ha; SWP Tegalega
seluas 67,75 ha; dan SWP Gedebage seluas 28,29 ha.Ruang
terbuka hijau yang terdapat pada tiap wilayah tersebut
tersebar di 30 kecamatan dengan proporsi luas yang berbeda
berdasarkan kategorinya. Perbedaan tersebut disebabkan rencana
pengembangan kota di masing-masing kecamatan disesuaikandengan
karakteristik lokasi dari setiap kecamatan. Kecamatan RTH
terluas adalah Kecamatan Cicadas dengan luas 145,12 ha dan
yang terendah adalah Kecamatan Kiaracondong (0,18 ha),
sedangkan kecamatan lainnya berkisar antara 1,5 – 16 ha.
Rencana pola pengembangan kawasan lindung setempat yang
berfungsi pula sebagai ruang terbuka hijau ini adalah:
a. menambah jalur hijau jalan di sepanjang jaringan jalan yang
21
ada dan direncanakan termasuk jalur hijau Pasupati sehingga
diperkirakan seluas 2% dari total wilayah Kota Bandung;
b. intensifikasi dan ekstensifikasi RTH di sepanjang sempadan
sungai, jaringan jalan, saluran udara tegangan tinggi,
sempadan jalan, dan jalan bebas hambatan;
c. intensifikasi dan ekstensifikasi RTH di kawasan taman kota,
pemakaman umum, serta di sekitar danau buatan dan mata air;
dan
d. penyediaan taman-taman lingkungan yang berada di pusat-
pusat lingkungan perumahan dengan standar sebagai berikut:
- taman lingkungan RT atau untuk 250 penduduk dengan luas
250m2, atau standar 1 m2/jiwa;
- taman lingkungan RW atau untuk 2500 penduduk dengan luas
1.250m2, atau standar 0,5 m2/jiwa, yang dapat berdekatan
dengan fasilitas pendidikan SD;
- taman skala kelurahan atau untuk 25.000-30.000 penduduk
dengan dan taman-taman dengan luas 9.000 m2, atau standar 0,3
m2/jiwa;
- taman skala kecamatan atau untuk 120.000 penduduk dengan
luas 24.000 m2, atau standar 0,2 m2/jiwa; dan
- taman skala wilayah pengembangan atau untuk 480.000 penduduk
dengan luas12,4 ha atau 0,3 m2/jiwa.
Bentuk upaya intensifikasi ruang terbuka hijau dapat
dilakukan dengan pemilihan jenis tanaman, letak tanaman, ruang
antar permukiman, dan taman-taman rumah. Selain itu, juga
22
dilakukan penataan ulang makam dan taman kota yang dijadikan
SPBU. Ekstensifikasi RTH dilakukan dengan pembuatan RTH-RTH
baru. Untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau publik
sebesar 16% dan ruang terbuka hijau private sebesar 10% maka
rencana pengembangan ruang terbuka hijau di Kota Bandung
ditekankan pada peningkatan Jaringan RTH yang terbangun
diharapkan akan meningkatkan kuantitas dan kualitas
konektivitas RTH di Kota Bandung. Pada akhirnya peningkatan
struktur dan fungsi RTH ini dapat meningkatkan layanan ekologi
RTH yang mampu mendukung keberlanjutan lingkungan Kota Bandung
berkaitan kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau dan
peningkatan penghijauan kota. Dengan perkiraan penambahan
kebutuhan luas fasilitas taman hijau pada tahun 2030 seluas
26.767.440 m2, maka proyeksi luas RTH publik pada tahun 2030
adalah sekitar 16% dari luas total Kota Bandung. RTH sempadan
sungai, luasannya terbatas, namun keberadaannya mempunyai
fungsi cukup penting. Diperkirakan terdapat 18,31 Ha lahan RTH
sempadan sungai yang tersebar secara tidak merata di 6 wilayah
di Kota Bandung. RTH sempadan sungai yang terluas terdapat di
wilayah Gedebage, yaitu seluas ± 9,5 Ha. Untuk mempertahankan
fungsi RTH sempadan sungai, daerah yang terdapat di tepi
Sungai Cikapundung yang mengalir dari Utara Kota Bandung dan
melewati Wilayah cibeunying perlu dibebaskan dari bangunan
atau kegiatan yang dapat mengurangi fungsinya. Didaerah yang
memungkinkan untuk ditanami pohon, perlu dilakukan penghijauan
agar RTH sempadan sungai dapat menjalankan fungsinya sebagai
penahan erosi dan sedimentasi. Sedangkan RTH sempadan sungai
di Wilayah Gedebage perlu ditingkatkan fungsinya untuk menahan
23
masuknya sedimen yang membawa residu pestisida dan pupuk
organik dari lahan pertanian (khususnya persawahan) di wilayah
tersebut. Di wilayah ini perlu dilakukan penanaman pohon pada
bagian sempadan sungai yang memungkinkan untuk ditanami. Saat
ini RTH Sempadan sungai yang memiliki konektivitas tinggi.
RTH penyangga jalan tol. Salah satu tipe RTH yang
diperkirakan aman dari konversi adalah jalur penyangga jalan
tol Padaleunyi, yaitu segmen antara Gerbang Pasteur dan
Buahbatu. Diperkirakan tidak kurang dari 89,48 ha jalur
penyangga jalan tol yang masuk ke dalam wilayah Kota Bandung.
Pengembangan fungsi jalur penyangga jalan tol Padaleunyi lebih
diarahkan pada peningkatan kualitas secara fungsional daripada
penambahan luas. Hal ini disebabkan perluasan RTH Kota Bandung
melalui perluasan jalur penyangga jalan tol tidak mudah
dilakukan mengingat lahan di sepanjan jalan tol merupakan
lahan milik masyarakat yang berupa lahan permukiman dan
pertanian, dan lahan milik swasta berupa pertokoan dan
industri.Peluang untuk meningkatkan kualitas RTH jalur
penyangga jalan tol ini cukup besar, antara lain dapat
dilakukan dengan meningkatkan liputan vegetasi dengan cara
menambah jumlah pohon sehingga dapat meningkatkan kualitas
konektivitas pada skala lokal, kota dan regional.
3.3 Kondisi Terkini Ruang Terbuka Hijau Di Kota Bandung
Saat ini Kota Bandung baru memiliki sekitar 1700
hektare RTH. Sedangkan idealnya RTH untuk kota yang memiliki
luas 16.729,65 hektare ini adalah sekitar 6000 hektare. data
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup 2007, ruang terbuka
24
hijau di Kota Bandung kini tersisa 8,76 persen. Padahal
idealnya sebuah kota harus memiliki ruang terbuka hijau
seluas 30 persen dari total luas kota, sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Jika Kota Bandung tanpa RTH, sinar matahari yang
menyinari itu 90% akan menempel di aspal, genting rumah, dan
bangunan lainnya yang ada. sementara sisanya yang 10% akan
kembali ke angkasa. Hal itu memicu udara Kota Bandung
menjadi panas. Namun, jika bandung memiliki RTH sesuai
dengan angka ideal, maka sinar matahari itu 80% diserap oleh
pepohonan untuk fotosintesis, 10% kembali ke angkasa, dan
10% nya lagi yang menempel di bangunan, aspal dan lainnya.
Menurut data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup
Bandung 2006, akibat berkurangnya persentase ruang terbuka
hijau di Bandung, setiap tahun permukaan tanah di Kota
Kembang ini menyusut sekitar 42 sentimeter. Di Babakan
Siliwangi sendiri permukaan air tanah berada pada kedudukan
14,35 meter dari sebelumnya 22,99 meter. Menurut data yang
dilansir Greenlife Society setidaknya 90 pusat perbelanjaan
di Bandung itu masih berhutang 85 ribu meter persegi ruang
hijau.
Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit
listrik bertenaga batubara akan menghasilkan emisi karbon-
dioksida 5,6 juta ton/ tahun. Ilustrasi lain, sebuah
kendaraan bermotor yang memerlukan bahan bakar 1 liter per
13 km dan tiap hari mememerlukan BBM 10 liter maka akan
menghasilkan emisi karbon-dioksida sebanyak 30 kg/hari atau
25
9 ton/tahun. Bisa dibayangkan jika jumlah kendaraan bermotor
di Kota Bandung di jalanan yang sering macet kita asumsikan
500.000 kendaraan, maka dari sektor transportasi Kota
Bandung menyumbang emisi karbon-dioksida ke atmosfer
sebanyak 4,5 juta ton/ tahun.
Singkatnya, kondisi hutan Kota Bandung benar-benar
kritis, jauh dari angka ideal yang dibutuhkan warga kota yang
telah mencapai lebih dari 2,3 juta jiwa. Istilah lainnya,
wilayah RTH di Kota Bandung ini masih sedikit. Dan saat ini
jumlah pohon perlindung sebanyak 229.649 pohon. Padahal,
idealnya kata Kepala Dinas Pertamanan Kota Bandung, Drs.
Ernawan, jumlahnya 920.000 pohon pelindung atau 40% dari
jumlah penduduk. Jumlah tersebut dihitung dengan rumusan 2,3
juta jiwa dikali 0,5 kg oksigen dikali 1 pohon dibagi 1,2 kg,
sama dengan 2,3 juta kali 0,4 kg oksigen dikali 1 pohon,
menghasilkan 920.000 pohon.
(https://sites.google.com/site/tamanbandung/fun-facts/ada-apa-
dengan-rth-bandung)
Bandung merupakan kota yang dikenal dengan kesejukannya.
Namun hal ini semakin lama semakin terkikis. Salah satu
penyebabnya adalah pembangunan dan perkembangan yang tidak
memperhatikan aspek lingkungan. Bertumbuhnya kendaraan
bermotor dan berdirinya berbagai bangunan berpengaruh pada
lingkungan. Polusi dan meningkatnya suhu membuat Bandung
menjadi kurang nyaman ditinggali. Untuk mengimbangi
pembangunan, kota besar seharusnya memiliki ruang terbuka
hijau yang luas. Idealnya, kota seperti Bandung harus memiliki
26
ruang terbuka hijau mencapai 30% dari total luas wilayah.
Dengan luas wilayah mencapai 17.000 hektar maka ruang terbuka
hijau di kota Bandung harusnya sekitar 6000 hektar. Namun
kenyataannya kota Bandung hanya memiliki ruang terbuka hijau
seluas 1.700 hektar. Luas ini hanya mencapai angka 8,76% dari
total luas wilayah kota.
Kota Bandung paling tidak membutuhkan 4.000 hektar lahan
hijau. Lahan hijau ini berguna tidak hanya sebagai penghasil
oksigen, namun juga untuk daerah resapan air dan menyerap
karbon dioksida. Kebijakan untuk membuat ruang terbuka hijau di
1.500 Rukun Warga, yang digagas Pemerintah Kota merupakan
sebuah langkah kecil. Kebijakan ini bisa menambah sekitar 800
hektar lahan hijau. Karena itu, sedang digagas kebijakan agar
pelaku usaha yang membangun di kota Bandung menyediakan juga
ruang terbuka hijau. Lokasi gedung seperti apartemen, mall,
dan hotel diharapkan segera berkonstribusi dengan menyediakan
ruang terbuka hijau. Penyediaan pot yang diisi tanaman atau
taman di atas gudang kurang maksimal, karena tidak menunjang
fungsi daerah resapan air. Kurangnya daerah resapan air ini
bisa berdampak buruk, terlihat dari seringnya kota Bandung
dilanda banjir belakangan ini. (http://sebandung.com/2014/02/ruang-
terbuka-hijau/)
3.4 Terobosan Yang Dilakukan Oleh Pemerintah Kota Bandung Dalam
Menyediakan Ruang Terbuka Hijau
27
-Taman Kota Dibawah Kolong Jembatan
Taman kota Bandung yang merupakan ruang terbuka hijau,
saat ini sedang menjadi trend pembangunan kota. Hal itu jelas
terlihat dengan revitalisasi taman kota tua atau pembangunan
taman-taman baru. Pemerintah kota sendiri, memiliki rencana
yang sangat besar terhadap ruang terbuka hijau ini dengan
keinginan untuk mendirikan satu taman di tiap kelurahan.
Artinya, tiap kelurahan akan memiliki satu ruang terbuka hijau
yang bisa digunakan sebagai sarana rekreasi murah.
Rencana tersebut, tentu saja tak bisa dilakukan begitu
saja. bagaimana pun, ketersediaan lahan tetap menjadi masalah
utama dalam pembangunan taman sebagai ruang terbuka hijau.
Namun, keinginan tak seharusnya berakhir hanya karena
keterbatasan. Masih banyak cara yang bisa dilakukan dalam
pembangunan ruang terbuka hijau. Salah satunya adalah
memanfaatkan lahan-lahan tak terpakai semisal di bawah kolong
jembatan layang. Pembangunan taman di bawah jembatan layang
ini, jelas merupakan terobosan kreatif yang tak pernah
dilakukan oleh kota mana pun. Terlebih, taman kolong jembatan
ini merupakan taman tematik yang bisa dikunjungi sebagai
atraksi wisata masyarakat. mau tahu di mana saja taman tematik
kolong jembatan yang ada di kota Bandung?
Taman Pasopati, dikenal juga sebagai taman jomblo. Taman
Kota Bandung ini adalah taman kolong jembatan yang pertama kali
diresmikan. Sebutan jomblo sendiri mengacu pada tempat duduk
berbentuk kotak yang berdiri sendiri-sendiri dan hanya muat
untuk satu orang. Taman ini dilengkapi Wi-fi denga koneksi
28
yang sangat kuat. Taman Skate/skate park, berada di saming
taman jomblo. Taman tematik ini khusus dibuat untuk
memfasilitasi komunitas skater di kota kembang. Karenanya,
pemerintah kota menyerahkan seluruhnya pengelolaan tempat ini
pada komunitas skater yang memanfaatkan taman ini sebagai
tempat beraktivitasnya. Taman Film Bandung adalah taman yang
terakhir diresmikan. Taman ini menjadi taman tematik dengan
fasilitas megatron yang pertama di Indonesia. Dalam
peresmiannya, taman ini sengaja dibuat sebagai sarana warga
dalam mengapresiasi film. Karena berhubungan dengan film, maka
pemerintah kota Bandung menyerahkan sepenuhnya pengelolaan
taman Film pada komunitas Film Bandung. (http://www.bandung.go.id)
-SAYEMBARA DESAIN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) & ARSITEKTUR KOTA
BANDUNG
Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil bersama Kepala Dinas
Pemakaman dan Pertamanan (Diskamtam) Kota Bandung Arif
Prasetya, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Daerah Jawa Barat dan
Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) Daerah Jawa Barat,
Tokoh Budayawan, tokoh masyarakat kota Bandung serta Wahana
Lingkungan Hidup Kota Bandung mengumumkan pemenang Sayembara
Desain Ruang Terbuka Hijau (RTH) & Arsitektur Kota Bandung.
Sayembara tersebut untuk mewujudkan suasana Kota Bandung yang
lebih asri, liveable, dan memiliki sarana rekreatif, edukatif
yang ekologis dalam menghadirkan identitas tempat sebagai
identitas kota, sehingga diberikan kesempatan sebesar-besarnya
untuk semua lapisan masyarakat terutama warga Kota Bandung
menyajikan ide dan pemikirannya terkait objek sayembara.
29
Dikatakan Ridwan, “Sayembara ini dimaksudkan kami ingin
ruang ruang publik di Bandung ini menjadi ruang ekologis dan
ruang sosial, tidak hanya ekologis saja sosial manusianya
terlupakan seperti hutan babakan siliwangi, atau tegalega yang
tidak terintegrasi menjadi kesatuan fungsi sesuai perkembangan
situasi saat ini, sampai saat ini bandung tidak mempunyai
menara yang menunjukan sebuah citra kota dengan skala urban,”
terangnya sesaat sebelum melakukan penjurian lomba di Travel
Hotel Cipaganti Apartment, Jl. Cipaku Indah II Komplek
Setiabudi Terrace Blok A No 20-21 Bandung, Jumat (08/05/2014).
Ia berkeinginan menghadirkan taman yang futuristik dan
canggih di tegalega juga mempunyai menara yang menjadi
landmark kota secara vertikal yang bisa di lihat dari manapun
di kota bandung. Sebelumnya sayembara tesebut dimulai dari 12
maret lalu, terdiri dari 3 (tiga) kegiatan, yaitu Sayembara
Desain RTH Taman Hutan Kota Babakan Siliwangi, Sayembara
Desain RTH Taman Konservasi Tegallega dan Sayembara Desain
Menara di Taman Konservasi Tegallega Kota Bandung. Dikatakan
Ketua Ikatan Arsitek Indonesia Jawa Barat, Robby
Dwikojuliardi, tingginya animo masyarakat berpatisipasi dalam
lomba desain tersebut dapat terlihat jumlah pendaftar sebanyak
225 pendaftar baik perorangan maupun tim. “Sayembara ini
bersifat terbuka untuk umum diikuti profesional, masyarakat
umum, pelajar dan mahasiswa, dilangsungkan dalam dua Tahap,
pertama akan diilih sepuluh karya nominasi oleh dewan juri,
kemudian hari ini tahap kedua bersama walikota akan terpilih
tiga nominasi dari tiap kategori untuk melakukan presentasi,
yang akhirnya ditetapkan menjadi pemenang 1,2,3, “ terang
30
Robby.
Ridwan menilai karya karya anak-anak bangsa yang
dipresentasikan sangat berkualitas, “saya merasa senang,
bahkan juara satu lomba ini masih mahasiswa, ini membuktikan
gagasan itu tidak harus dari pengalaman dan ini gagasannya
datang dari anak yang masih junior, dari imajinasi dari anak
anak kecil kadang lebih hebat dari kita yang telah dewasa.”
Dari sayembara ini Ridwan ingin membuktikan babakan siliwangi
dan tegalega akan lebih bermartabat lagi dengan desain yang
partisipatif, “kami undang warga dengan pemiliran yang terbaik
dan hasil sayembara ini membuktikan kualitas itu,” pungkasnya.
(http://www.bandung.go.id)
- Optimasi Pemakaman Muslimin Sebagai RTH Potensial di Perkotaan
Menghadapi tekanan penduduk sebesar itu maka konversi
ruang terbuka hijau ( RTH ) menjadi lahan terbangun adalah
salah satu dampak yang banyak terjadi. Berkurangnya taman –
taman kota, hilangnya jalur hijau sungai, jalur hijau jalan
KA, jalur hijau SUTT yang berubah menjadi pemukiman dan
semakin menyempitnya halaman di perumahan adalah fenomena yang
saat ini terjadi di kota-kota di Indonesia. Hasil penelitian
Rani ( 2011 ), menyatakan bahwa rata-rata luas RTH privat
( halaman terbuka) di Kelurahan Garuda Kota Bandung adalah 1,6
% dari luas kavlingnya. Angka ini memberikan ilustrasi bahwa
setiap 100 m2 kavling pemukiman di Kelurahan Garuda, hanya
tersisa 1,6 m2 lahan tidak terbangun, atau building coverage (
BCR ) mencapai 98,4 %. Dengan BCR setinggi ini tidaklah
mengherankan jika hal semacam ini menjadi pemicu terjadinya
31
banjir dan rendahnya resapan air. Mengacu pada Permenpu no
5/PRT/M/2008 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) di Wilayah Perkotaan, pemakaman di
perkotaan merupakan salah satu ruang terbuka hijau kota.
Dilihat dari fungsi ruang terbuka hijau kota, maka sumbangan
pemakaman terhadap ekosistem kota adalah sebagai tempat tumbuh
tanaman, paru-paru kota dan daerah resapan air.
Gagasan ini masih perlu dikaji di diskusikan dengan
berbagai lapisan masyarakat, agar dalam pelaksanaannya tidak
meyebabkan reaksi sosial yang tidak di harapkan. Konsepsi
pengelolaan pemakaman semacam ini disebut “pemakaman
komunal”. “Pemakaman komunal” adalah blok-blok pemakaman yang
masing-masing memiliki luas tertentu, yang dapat digunakan
sebagai pemakaman non permanen yaitu makam yang tidak ditandai
dengan ciri khusus. Dengan pengaturan waktu tertentu, lokasi
pemakaman tersebut dapat diisi secara terus menerus. Lokasi
pemakaman berada pada area yang mudah dijangkau, dilengkapi
dengan shelter yang nyaman, agar peziarah dapat melakukan
ritualnya pada shelter-shelter yang telah disediakan disekitar
blok-blok pemakaman tersebut.
Proses pemakaman communal secara umum sama dengan pemakaman
muslim biasa, perbedaannya pada makam tersebut pada waktu
tertentu akan diratakan dan ditutup rumput sehingga pemakaman
yang ada hanya berupa hamparan rumput. Dengan demikian
keangkeran pemakaman tidak akan terasa karena yang nampak
hanya berupa hamparan rumput hijau. Hamparan rumput ini akan
diisi kembali dengan jenasah baru apabila blok pemakaman
32
lainnya telah penuh terisi. Cara ini akan terus berulang
secara periodik dalam kurun waktu tertentu secara bergiliran
di tiap blok. Untuk mengetahui siapa saja yang telah
dimakamkan pada tiap blok, maka nama nama orang yang
dimakamkan pada tiap blok di tulis pada prasasti yang berada
di tiap blok pemakaman. Secara tioritis menerapkan model
pemakaman ini tidak perlu menambah luasan pemakaman lagi di
masa yang akan datang. Mengingat pemakaman terkait aspek
sosial yang sangat sensitif, pemerintah kota harus tetap
menyediakan alternatif pemakaman individual dengan berbagai
ketentuan baru yang tidak kontra produktif dengan penerapan
“pemakaman communal”. Hal ini agar memungkinkan masyarakat
mempunyai hak untuk mendapatkan alternatif pilihan.
Dengan meningkatnya daya tampung pemakaman, serta adanya
perubahan tatac ara pemakaman maka memungkinkan hal-hal
sebagai berikut :
Kebutuhan lahan pemakaman tidak lagi mendesak seperti
sekarang ini, sehingga menjadi permasalahan dalam
pemenuhannya.
Memungkinkan penataan lahan pemakaman sehingga lebih
menyenangkan dan memberi kontribusi pada keindahan lingkungan.
Meningkatkan resapan air serta tersedia lahan untuk
meningkatan jumlah vegetasi
Menjadi sarana aktifitas sosial masyarakat ( jogging,
rekreasi pasif dan lain sebagainya)
Menambah luasan RTH publik di perkotaan serta
mengembalikan peranan pemakaman sebagai RTH sesuai arahan
33
undang-undang.
(http://www.ialijabar.org/optimasi-pemakaman-muslimin-sebagai-rth-potensial-di-
perkotaan/)
- Permasalahan Yang Muncul Dalam Pelaksanaan Penyedian Ruang Terbuka
Hijau Di Kota Bandung
Menurut pengamatan penulis dari berbagai sumber yang
sudah didapatkan melalui studi literatur atau studi
kepustakaan dimana penulis mengumpulkan informasi dari undang-
undang yang ada, peraturan-peraturan, buku-buku, jurnal,
makalah lokarkarya, hingga sumber dari internet serta
ditunjang dari pengamatan penulis yang merupakan asli orang
Bandung maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa masalah
utama yang dihadapi dalam pemeliharaan akan keberadaan ruang
terbuka hijau di kota Bandung adalah terkait pada SDM atau
sumber daya manusia khususnya petugas lapangan dimana
diketahui bahwa luasnya area di kota Bandung dan kompleksnya
permasalahan ruang terbuka hijau di kota Bandung. Selain itu
keterbatasan anggaran juga masih merupakan faktor penyebab
dimana dalam pemeliharaan ruang terbuka hijau menjadi sedikit
terhambat. Rata-rata anggaran yang dimiliki adalah 1,5 M
sedangkan tingkat kebutuhan untuk pemeliharaan saja mencapai
15 M sehingga menyebabkan dana tersebut hanya sebatas untuk
pemeliharaan saja tidak untuk mengembangkan ruang terbuka
hijau. (Ernady Syaodih et al, Prosiding Seminar Nasional
Penelitian dan PKM Sains, Teknologi, dan Kesehatan,
Universitas Islam Bandung)
34
Selain permasalahan yang sudah dijelaskan diatas faktor
lain yang menyebabkan terhambatnya penyedian ruang terbuka
hijau di kota Bandung adalah pesatnya pertumbuhan penduduk
baik itu urbanisasi atau pertumbuhan penduduk secara alami.
Dapat diambil sebuah kesimpulan sedikit bahwa bila, dikaitkan
dengan ruang terbuka hijau maka pertumbuhan penduduk yang
tinggi maka tingkat permintaan akan lahan tempat tinggal juga
akan semakin tinggi yang berbanding terbalik dengan
ketersedian lahan terutama untuk ruang terbuka hijau menjadi
semakin sempit. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan arus
urbanisasi yang tinggi menyebabkan tuntuan akan kebutuhan
ekonomi juga akan semakin tinggi. Hal tersebut menyebabkan
banyak para pengembang atau para investor mendirikan pusat
pertokoan di kota Bandung karena dipandang sebagai sebuah
potensi yang sangat menguntungkan. Faktor lain yaitu adanya
masyarakat dari luar kota untuk berwisata di kota Bandung yang
kurang memahami mengenai peraturan tersebut menyebabkan ruang
terbuka hijau yang sudah terpelihara dan rapi menjadi tidak
teratur atau bahkan rusak karena ada beberapa oknum yang
kurang bertanggung jawab dan mengabaikan peraturan yang sudah
ada tersebut.
-3.5 Analisis SWOT Dalam Penyedian Ruang Terbuka Hijau Di Kota Bandung
Kekuatan
Progam pemerintah kota Bandung mengenai penyedian taman
di bawah kolong jembatan dan sayembara desain arsitek ruang
35
terbuka hijau merupakan hal yang sangat tepat. Karena dengan
hal tersebut ruang yang tidak terpakai dapat termanfaatkan
seperti hal nya di bawah kolong jembatan. Selain hal itu
pemerintah dapat mengajak masyarakat untuk ikut berperan serta
dalam penyedian ruang terbuka hijau dengan desain taman yang
diserahkan kepada masyarakat. Hal ini merupakan sebuah
kekuatan dari pemerintah kota Bandung dalam menyikapi semakin
terbatasnya ruang terbuka hijau di kota Bandung dan
meningkatkan kembali jumlah ruang terbuka hijau sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah kota Bandung.
Kelemahan
Dalam poin ini kelemahan datang dari pihak pemerintah kota
Bandung sendiri. Dikatakan lemah apabila pemerintah kurang
mengadakan atau meninjau ulang mengenai pembangunan yang
menyalahi aturan atau berada di lahan ruang terbuka hijau.
Peraturan dan rencana tata ruang wilayah sudah dibuat secara
terstruktur hanya dalam pratek atau implementasinya kurang
tepat. Selain hal itu terkait dengan sumber daya aparatur yang
bisa saja sewaktu-waktu menyimpang dari prosedur atau
peraturan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
3. Peluang
Peluang yang ada dalam penyedian ruang terbuka hijau di
kota Bandung adalah dimana pemerintah dapat bekerja sama
dengan pihak swasta untuk penyedian ruang terbuka hijau.
Seperti hal nya bank BNI atau factoury outlet yang mewajibkan
untuk menyediakan ruang hijau beberapa meter saja atau bisa
36
dengan pemberian dana kepada pemerintah agar kendala yang
dihadapi pemerintah mengenai dana dalam penyedian ruang
terbuka hijau dapat teratasi sehingga untuk mewujudkan ruang
terbuka hijau di kota Bandung dapat tercapai sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah kota Bandung 2011-2031.
4. Ancaman
Ancaman yang paling serius dihadapi dalam penyedian ruang
terbuka hijau adalah pesatnya pertumbuhan penduduk baik karena
kelahiran secara murni maupun karena urbanisasi yang
menyebabkan tuntutan akan ketersedian lahan untuk tempat
tinggal juga akan semakin besar, pada nantinya banyak terjadi
alih fungsi lahan di kota Bandung. Selain hal tersebut ancaman
selanjutnya adalah meningkatnya kegaiatn ekonomi dimana
pertumbuhan penduduk yang tinggi maka hal tersebut sebagai
sebuah potensi bagi pihak swasta atau para pengembang untuk
melakukan kegiatan ekonomi yang terkadang banyak mengabaikan
peraruran yang ada dan pentingnya ruang terbuka hijau untuk
keberlangsungan di masa depan. Hal yang paling ekstrem adalah
orientasinya yang hanya mencari keuntungan ekonomi.
37
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Kota Bandung merupakan kota besar yang terpadat ketiga di
Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kepadatan penduduk
yang ada di kota Bandung merupakan sebuah permasalahan yang
saling berkait terutama dalam penyedian ruang terbuka hijau.
Suatu kota yang berpenduduk padat maka semakin tinggi juga
akan permintaan terhadap ketersedian lahan. Sebagai kota
kembang tentu untuk tetap mempertahankan sebutan tersebut
38
pemerintah menggalakan penyedian ruang terbuka hijau. Dalam
penyedian ruang terbuka hijau normalnya sebuah kota mempunyai
30 persen ruang terbuka hijau tetapi dalam kenyataannya kota
Bandung belum mencapai target yang diharapkan. Sesuai dengan
RTRW kota Bandung maka pemerintah kota Bandung untuk
mewujudkannya merevitaliasi dan menambah ruang terbuka hijau
di kota Bandung dengan pemanfaatan lahan yang tersisa dengan
saling bekerja sama pada pihak swasta dan masyarakat agar
dapat mencapai target 30 persen untuk ruang terbuka hijau di
perkotaan.
Selain hal tersebut berbagai terobosan yang dilakukan
oleh pemerintah kota Bandung dalam penyediaan ruang terbuka
hijau adalah dengan membuat taman kota dibawah kolong jembatan
dan mengadakan sayembara untuk desain arsitek ruang terbuka
hijau. Progam yang dilakukan pemerintah kota Bandung tersebut
merupakan hal yang tepat karena dapat memberikan kesempatan
untuk pihak manapun saling berkereasi untuk mewujudkan
penyedian ruang terbuka hijau di kota Bandung.
4.2 SARAN
Bagi pemerintah kota Bandung sudah seharusnya tetap
mempertahankan dan menggalakan progam mengenai penyediaan
ruang terbuka hijau dengan bekerja sama dengan pihak swasta
dan masyarakat serta ditunjang dengan peraturan yang ada dan
pengawasan dari berbagai pihak untuk mewujudkan ruang terbuka
hijau di kota Bandung. Bagi masyarakat sudah seharusnya
menumbuhkan kesadaran akan pentingnya ruang terbuka hijau dan
mengajari serta memberi contoh kepada masyarakat lain untuk
39
tetap mempertahankan dan meningkatkan keberadaan ruang terbuka
hijau dengan ikut berpatisipasi secara langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Khosim dan Kun Marlina Lubis. 2007. Geografi untuk SMA/MA
kelas XII. Jakarta: Grasindo.
SamaAndrew, Webster (1984). “Introduction to the Sociology of
Development”. Cambridge: Macmillan.
Frank, Andre Gunder. (1984). “Sosiologi Pembangunan dan
Keterbelakangan Sosiologi”. Jakarta: Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.
Galtung, Johan. (1980). “Why the Concern with Ways of Life”, GDIP
Project, Oslo: United Nation University.
di. 2007. Geografi: SMA Kelas XII. Bogor: Yudhistira.
Makalah Lokakarya PENGEMBANGAN SISTEM RTH DI PERKOTAAN Dalam
rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat
Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum / Lab.
Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas
Pertanian – IPB
UU Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan Ruang
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam
40
Seputar Bandung Barat. 2014. (Online),
(http://leumburkuring.wordpress.com/tata-ruang-2/animasi-3d/ru
ang-terbuka-hijau/, Diakses pada tanggal 02 Januari 2015).
http://pengembanganperkotaan.wordpress.com/2011/11/09/
definisi-kota-dan-kawasan-perkotaan/.(Online), Diakses pada
tangal 02 januari 2015.
https://bagusxplano.wordpress.com/2011/10/06/definisi-kota/.
(Online), Diakses pada tanggal 02 Januari 2015
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bandung.(Online), Diakses
pada tanggal 02 Januari 2015
« Prof. Dr. Hj. Syamsiah Badruddin, M.Si.html.(Online).
(http://google/Pengertian Pembangunan , Diakses pada tanggal
02 Januari 2015).
Ruang Terbuka Hijau.(Online).
(https://sites.google.com/site/tamanbandung/fun-facts/ada-apa-
dengan-rth-bandung, Diakses pada tanggal 04 Januari 2015).
Optimasi Pemakaman Muslimin Sebagai RTH Potensial di
Perkotaan.(Online). (http://www.ialijabar.org/optimasi-
pemakaman-muslimin-sebagai-rth-potensial-di-perkotaan/,
Diakses pada tanggal 04 Januari 2015).
Inilah Taman Kota Bandung Yang Berada di Kolong Jembatan
Pasopati.(Online). (http://sebandung.com/2014/12/taman-kota-
bandung/, Diakses pada tanggal 04 Januari 2015).
Perlunya Merawat Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung.(Online).
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN
RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)
UPAYA PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM PENYEDIAN RUANG TERBUKAHIJAU DENGAN MELIBATKAN PERAN SWASTA DAN MASYARAKAT
MAKALAH
Dibuat Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata KuliahKebijakan Pembangunan Perkotaan yang Dibina Oleh
Bapak Heru Ribawanto, Drs.,MS
Oleh : Bagus Aditya Nur Firmandani
NIM : 125030100111130
Kelas : D
ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA