Pembangunan dan Keterbelakangan_Kritik 5 Tahap Pembangunan Rostow

15
Kritik Teori 5 Tahap Pembangunan W.W Rostow I. Sekapur Sirih Tahap Linear Pembangunan Ekonomi Rostow Berbicara tentang pembangunan, tidak akan lepas korelasinya dengan apa yang dewasa ini disebut modernisasi. Terlebih lagi di dunia ketiga, dimana indikator pembangunan diukur berdasarkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita dan kemajuan teknologi. Beragam teori barat berusaha diaplikasikan oleh pemerintah. Salah satunya yang terkenal adalah Lima Tahap Pembangunan milik Rostow. Walt Whitman Rostow merupakan seorang ahli ekonomi yang teorinya begitu populer dan diadaptasi oleh hampir seluruh negara dunia ketiga dalam dua dekade terakhir. Berbeda dengan tokoh lainnya yang lebih menekankan pada pembangunan ekonomi, perhatiannya meluas sampai pada masalah sosiologis dalam proses pembangunan, meskipun titik berat analisisnya masih tetap pada masalah ekonomi 1 . Teori ini berawal dari artikel Rostow yang dimuat dalam Economics Journal pada Maret 1956 berjudul The Take-Off Into Self-Sustained Growth pada awalnya memuat ide sederhana bahwa transformasi ekonomi setiap negara dapat ditelisik dari aspek historis kesejarahannya. Walt Whitman Rostow kemudian mengembangkan ide tentang perspektif identifikasi dimensi ekonomi tersebut menjadi lima tahap kategori dalam bukunya The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto yang diterbitkan pada tahun 1960. Sehingga teori milik Rostow dapat dikelompokkan kedalam linier stages model. Rostow berusaha membendung spirit sosialisme dengan penciptaan teorinya ini pasca perang dingin yang terjadi di daratan Eropa. Rostow membuat klasifikasi serta membuat jarak antara sektor tradisional dan sektor kapitalis modern. Terminologi ‘less developed’ ia gunakan untuk menyebut kondisi suatu negara yang masih mengandalkan sektor tradisional, dan terminologi ’more developed’ untuk menyebut kondisi suatu negara yang sudah mencapai tahap industrialisasi dengan mengandalkan sektor kapitalis modern 2 . 1 Budiman, Arif, 2000, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama 2 http://protuslanx.wordpress.com/2010/10/23/teori-tahap-tahap-pertumbuhan-walt-whitman-rostow/

Transcript of Pembangunan dan Keterbelakangan_Kritik 5 Tahap Pembangunan Rostow

Kritik Teori 5 Tahap Pembangunan W.W Rostow

I. Sekapur Sirih Tahap Linear Pembangunan Ekonomi Rostow

Berbicara tentang pembangunan, tidak akan lepas korelasinya dengan apa yang dewasa ini

disebut modernisasi. Terlebih lagi di dunia ketiga, dimana indikator pembangunan diukur

berdasarkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita dan kemajuan teknologi.

Beragam teori barat berusaha diaplikasikan oleh pemerintah. Salah satunya yang terkenal adalah

Lima Tahap Pembangunan milik Rostow. Walt Whitman Rostow merupakan seorang ahli

ekonomi yang teorinya begitu populer dan diadaptasi oleh hampir seluruh negara dunia ketiga

dalam dua dekade terakhir. Berbeda dengan tokoh lainnya yang lebih menekankan pada

pembangunan ekonomi, perhatiannya meluas sampai pada masalah sosiologis dalam proses

pembangunan, meskipun titik berat analisisnya masih tetap pada masalah ekonomi1.

Teori ini berawal dari artikel Rostow yang dimuat dalam Economics Journal pada Maret

1956 berjudul The Take-Off Into Self-Sustained Growth pada awalnya memuat ide sederhana

bahwa transformasi ekonomi setiap negara dapat ditelisik dari aspek historis kesejarahannya.

Walt Whitman Rostow kemudian mengembangkan ide tentang perspektif identifikasi dimensi

ekonomi tersebut menjadi lima tahap kategori dalam bukunya The Stages of Economic Growth:

A Non-Communist Manifesto yang diterbitkan pada tahun 1960. Sehingga teori milik Rostow

dapat dikelompokkan kedalam linier stages model. Rostow berusaha membendung spirit

sosialisme dengan penciptaan teorinya ini pasca perang dingin yang terjadi di daratan Eropa.

Rostow membuat klasifikasi serta membuat jarak antara sektor tradisional dan sektor

kapitalis modern. Terminologi ‘less developed’ ia gunakan untuk menyebut kondisi suatu negara

yang masih mengandalkan sektor tradisional, dan terminologi ’more developed’ untuk menyebut

kondisi suatu negara yang sudah mencapai tahap industrialisasi dengan mengandalkan sektor

kapitalis modern2.

1 Budiman, Arif, 2000, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

2 http://protuslanx.wordpress.com/2010/10/23/teori-tahap-tahap-pertumbuhan-walt-whitman-rostow/

Menurut Rostow proses pembangunan ekonomi suatu Negara bisa dibedakan kedalam lima

tahap :

a. Masyarakat tradisional (the traditional society)

Pada masyarakat tradisional, sistem ekonomi yang mendominasi masyarakat tradisional

adalah pertanian, dengan cara-cara bertani yang tradisional. Produktivitas kerja manusia lebih

rendah bila dibandingkan dengan tahapan pertumbuhan berikutnya. Masyarakat ini dicirikan oleh

struktur hirarkis sehingga mobilitas sosial dan vertikal rendah. Menurut Budiman (1995) dalam

masyarakat tradisional ilmu pengetahuan belum begitu banyak dikuasai , karena masyarakat pada

saat itu, masih mempercayai kepercayaan-kepercayaan tentang kekuatan diluar kekuasaan

menusia atau hal gaib. Manusia yang percaya akan hal demikian, tunduk kepada alam dan belum

bias menguasai alam akibatnya produksi sangat terbatas masyarakat tradisional itu cenderung

bersifat statis (kemajuan berjalan sangat lamban) produksi dipakai untuk konsumsi sendiri, tidak

ada di investasi. Sementara dalam perspektif Rostow, pembangunan akan dicapai apabila

terdapat tabungan dan investasi.

b. Tahap Pra-kondisi tinggal landas (the preconditions for takeoff)

Dalam tahapan ini, terjadi perubahan dalam masyarakat yang dapat dikatakan dinamis.

Tingkat investasi menjadi lebih tinggi karena campur tangan pihak luar atau ‘eksternal’.

Masyarakat dalam kategori ini belum memiliki kesadaran kolektif dan terjerat dalam belenggu

konservatisme. Perubahan yang dinamis ini ditandai dengan masuknya teknologi dalam sebuah

negara yang merupakan produk dari lahirnya revolusi industri. Konsekuensi perubahan ini, yang

mencakup juga pada perkembangan pertanian, yaitu tekanan kerja pada sektor-sektor primer

berlebihan. Masyarakat juga mulai memikirkan investasi jangka panjang berupa pendidikan

karena hal ini dianggap sebagai investasi jangka panjang yang disarankan oleh pihak ‘eksternal’

tersebut.

Tahap prasyarat tinggal landas ini didefinisikan Rostow sebagai suatu masa transisi

dimana masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan atas kekuatan sendiri

(self-sustainable growth). Menurut Rostow, pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan

ekonomi akan terjadi secara otomatis3.

Fokus pertumbuhan ekonomi Rostow tidak hanya pada peningkatan tabungan dan

investasi. Lebih dari itu, iklim sosial, ekonomi dan politik merupakan elemen yang mendukung

pembangunan seutuhnya. Menurut pendapat tersebut tingkat tabungan yang tinggi akan

mengakibatkan tingkat investasi tinggi pula sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi yang

dicerminkan oleh kenaikan pendapatan nasional. Namun menurut Rostow pertumbuhan ekonomi

hanya akan tercapai jika diikuti oleh perubahan-perubahan lain dalam masyarakat.

Perubahan yang dimaksud Rostow misalnya kemampuan masyarakat untuk

menggunakan ilmu pengetahuan modern dan inovasi baru yang bisa menekan biaya produksi.

Disamping itu harus ada pula orang-orang yang secara kreatif menjadi wiraswasta untuk

menunjang perekonomian dengan membuka lapangan pekerjaan. Sehingga, singkatnya kenaikan

investasi akan menciptakan pembangunan ekonomi yang lebih cepat dari sebelumnya bukan

semata-mata tergantung pada kenaikkan tingkat tabungan, tetapi juga kepada perubahan radikal

dalam sikap masyarakat terhadap ilmu pengetahuan, perubahan teknik produksi, pengambilan

resiko dan sebagainya. Disinilah perubahan multidimensional diperlukan. Manusia-manusia

kontemporer dengan pemikiran yang open minded dibutuhkan. Maka pada tahap inilah, menurut

Rostow aspek sosiologis dalam pembangunan memiliki peranannya yang signifikan.

Dengan intensifikasi terhadap sektor perekonomian tradisonal (agrarian), diskursus

pembangunan ekonomi mulai ditindaklanjuti. Pertanian sebagai sektor potensial mengingat

sumberdaya alam yang ada dipergunakan secara optimal. Kemajuan di sektor pertanian,

pertambangan dan prasarana harus terjadi semata-mata dengan proses peningkatan investasi.

Menurut Rostow, kemajuan sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam masa peralihan

sebelum mencapai tahap tinggal landas.

Peranan sektor pertanian tersebut diantaranya, kemajuan pertanian menyediakan bahan

makanan bagi penduduk di pedesaan maupun diperkotaan. Hal ini menjamin penduduk agar

3 Fakih, Mansour, 2009, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Yogyakarta : Insist Press & Pustaka

Pelajar.

tidak kelaparan dan menghemat devisa kerena impor bahan makanan dapat dihindari. Kedua,

kenaikan produktivitas di sektor pertanian akan memperluas pasar dari berbagai kegiatan

industri. Kenaikan pendapatan petani akan memperluas pasar industri barang-barang konsumsi,

kenaikan produktivitas pertanian akan memperluas pasar industri-industri penghasil input

pertanian modern seperti mesin-mesin pertanian dan pupuk kimia, kenaikan pendapatan disektor

pertanian akan menciptakan tabungan yang bias digunakan sektor lain (terutama industri)

sehingga bias meningkatkan investasi di sektor-sektor lain tersebut.

c. Lepas Landas atau Tinggal Landas (take off)

Tahapan ini dicirikan dengan pertumbuhan ekonomi yang dinamis. Karakteristik utama

dari pertumbuhan ekonomi ini adalah pertumbuhan dari dalam yang berkelanjutan yang tidak

membutuhkan dorongan dari luar. Periode ini ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan

yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan merupakan sesuatu yang berjalan

wajar, tanpa adanya hambatan yang berarti seperti ketika pada periode pra kondisi untuk lepas

landas4.

Pada tahap tinggal landas, pertumbuhan ekonomi selalu terjadi. Pada awal tahap ini

terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat seperti seperti revolusi politik, terciptanya

kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau berupa terbukanya pasar baru. Sebagai akibat dari

perubahan-perubahan tersebut secara teratur akan tercipta inovasi-inovasi dan peningkatan

investasi. Investasi yang semakin tinggi ini akan mempercepat laju pertumbuhan pendapatan

nasional dan melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Dengan demikian tingkat pendapatan

perkapita semakin besar.

Untuk mengetahui apakah sesuatu negara sudah mencapai tahap tinggal landas atau

belum, Rostow mengemukakan tiga ciri dari masa tinggal landas yaitu:

1. Berlakunya kenaikan dalam penanaman modal yang produktif dari 5 persen atau kurang

menjadi 10 persen dari Produk Nasional Netto atau NNP.

4 Prayitno, Hadi, 1986, Pengantar Ekonomika Pembangunan Edisi I, Yogyakarta : BPFE.

2. Berlakunya perkembangan satu atau beberapa sektor industri dengan tingkat laju

perkembangan yang tinggi.

3. Adanya atau segera terciptanya suatu rangka dasar politik, sosial, dan kelembagaan yang bisa

menciptakan perkembangan sektor modern dan eksternalitas ekonomi yang bisa menyebabkan

pertumbuhan ekonomi terus terjadi.

d. Menuju Kedewasaan (the drive to maturity)

Menurut Budiman (Teori Pembangunan Dunia Ketiga, 1995 : 28) setelah lepas landas

akan terjadi proses kemajuan yang terus bergerak ke depan, meskipun kadang-kadang terjadi

pasang surut. Pendapatan asional selalu di investasikan kembali sebesar 10% sampai 20%, untuk

mengatasi persoalan pertambahan penduduk.

Kedewasaan pembangunan ditandai oleh investasi yang terus-menerus antara 40 hingga

60 persen. Dalam tahap ini mulai bermunculan industri dengan teknologi baru, misalnya industri

kimia atau industri listrik. Ini merupakan konsekuensi dari kemakmuran ekonomi dan sosial.

Pada umumnya, tahapan ini dimulai sekitar 60 tahun setelah tinggal landas. Di Eropa, tahapan ini

berlangsung sejak tahun 1900. Kedewasaan dimulai ketika perkembangan industri terjadi tidak

saja meliputi teknik-tiknik produksi, tetapi juga dalam aneka barang yang diproduksi. Yang

diproduksikan bukan saja terbatas pada barang konsumsi, tetapi juga barang modal.

e. Era Konsumsi Tingkat Tinggi (high mass consumption)

Ini merupakan tahapan terakhir dari lima tahap model pembangunan Rostow. Pada tahap

ini, sebagian besar masyarakat hidup makmur. Orang-orang yang hidup di masyarakat itu

mendapat kemakmuran dan keberagaman sekaligus. Masyarakat dalam tahapan ini dikatakan

sebagai masyarakat multikultur yang tidak lagi mempermasalahkan soal produksi, investasi,

melainkan berfokus pada persoalan social welfare.

Pada periode ini, investasi untuk meningkatkan produksi tidak lagi menjadi tujuan yang

paling utama. Sesudah taraf kedewasaan dicapai, surplus ekonomi akibat proses politik yang

terjadi dialokasikan untuk kesejahteraan sosial dan penambahan dana sosial. Pada titik ini,

pembangunan sudah merupakan sebuah proses yang berkesinambungan, yang bisa menopang

kemajuan secara terus menerus5.

Sehingga berdasarkan data deskriptif diatas dapat disimpulkan bahwa :

Karakteristik Masyarakat Berdasarkan 5 Tahap Pembangunan Rostow

No. Tahap Indikator

1. Tahap masyarakat tradisional (the

traditional society)

Pertanian padat tenaga kerja;

Belum mengenal ilmu pengetahuan dan teknologi (era Newton)

Ekonomi mata pencaharian;

Hasil-hasil tidak disimpan atau diperdagangkan; dan

Adanya sistem barter.

2. Tahap pembentukan prasyarat

tinggal landas (the preconditions

for takeoff)

Pendirian industri-industri pertambangan;

Peningkatan penggunaan modal dalam pertanian;

Perlunya pendanaan asing;

Tabungan dan investasi meningkat;

Terdapat lembaga dan organisasi tingkat nasional;

Adanya elit-elit baru

Perubahan seringkali dipicu oleh gangguan dari luar.

3. Tahap tinggal landas (the take-off) Industrialisasi meningkat;

Tabungan dan investasi semakin meningkat;

Peningkatan pertumbuhan regional;

Tenaga kerja di sektor pertanian menurun;

Stimulus ekonomi berupa revolusi politik,

Inovasi teknologi,

Perubahan ekonomi internasional,

Laju investasi dan tabungan meningkat 5 – 10 persen dari

Pendapatan nasional,

Sektor usaha pengolahan (manufaktur)

Pengaturan kelembagaan (misalnya sistem perbankan).

4. Tahap pergerakan menuju

kematangan ekonomi (the drive to

maturity)

Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan;

Diversifikasi industri;

Penggunaan teknologi secara meluas;

5 Abraham, M. Francis, 1991, Modernisasi Di Dunia Ketiga Yogyakarta : Tiara Wacana.

Pembangunan di sektor-sektor baru

Investasi dan tabungan meningkat 10 – 20 persen dari

pendapatan nasional.

5. Tahap era konsumsi-massal

tingkat tinggi (the age of high

mass-consumption)

Proporsi ketenagakerjaan yang tinggi di bidang jasa;

Meluasnya konsumsi atas barang-barang yang tahan lama dan

jasa

Peningkatan atas belanja jasa-jasa kemakmuran

Karakteristik masyarakat berdasarkan adaptasi dari

http://teacherweb.ftl.pinecrest.edu

II. Mengkritisi Teori Rostow

a. Dualisme Masyarakat Dunia Ketiga

Berbicara seputar pembangunan, tidak lepas kaitannya dengan dualisme yang selama ini

masih dialami oleh Indonesia. Indonesia belum dapat sepenuhnya terlepas dari sistem

masyarakat tradisional yang mengandalkan sektor agraris sementara di lain pihak, tidak

dipungkiri persaingan global memaksa Indonesia untuk melakukan modernisasi di berbagai lini.

Produksi pertanian tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia dengan

pertumbuhan penduduk yang bertambah secara signifikan. Sejalan dengan teori Malthus bahwa

produksi pertanian cenderung mengikuti deret hitung sementara populasi penduduk mengikuti

deret ukur6. Sehingga semakin banyaknya junmlah penduduk berbanding terbalik dengan

ketersediaan pangan yang dimiliki.

Di satu sisi, Indonesia merupakan late comers dalam pembangunan7. Indonesia memang

secara mantap mencanangkan pembangunan dalam kurun waktu 3 dekade terakhir. Namun

seharusnya hal ini (pembangunan-pen) dimulai saat Indonesia masih berada dalam posisi awal

pasca kemerdekaan. Terlepas dari persepsi diatas, pandangan modernisasi beranggapan bahwa

sektor pertanian tidak dapat menaikkan pendapatan, sebagaimana yang dicita citakan oleh

pembangunan. Pembangunan ekonomi hanya akan tercapai apabila terdapat surplus pendapatan

dan tabungan. Sebaliknya, sektor pertanian tidak dapat menghasilkan profit secara produktif.

Diperlukan suatu inovasi baru. Industrialisasi dan perdagangan global digadang-gadang sebagai

cara yang patut diupayakan. There is no other way, except capitalism. Demikian yang

diungkapkan oleh Margareth Teacher, Perdana Menteri Inggris yang sangat mendukung

kontestasi perdagangan era global.

Kembali pada upaya intensifikasi pertanian, nyatanya tidak dapat terealisasikan dengan baik.

Pada awalnya, petani di Indonesia terbiasa menanam padi gogo. Petani di Indonesia, sejalan

dengan pemikiran James Scott masih menganut paham safety first. Tidak masalah jika tidak

mendapat untung, asalkan cukup untuk balik modal dan proses tanam berikutnya. Namun dalam

6 http://www.blupete.com/Literature/Biographies/Philosophy/Malthus.htm

7 Sukirno, Sadono, 1981, Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan, Medan : Borta Gorat, hal

16

rangka intensifikasi pertanian, pemerintah memberikan bibit padi IR, pupuk berbahan dasar

kimia, kemudian traktor. Mekanisasi tradisional masyarakat diubah secara revolusioner. Panen

tahap awal berhasil, namun lama kelamaan padi IR susah untuk dipelihara. Dibutuhkan air yang

mengalir serta perawatan yang intensif, baik itu pestisida dan pupuk kimia. Petani tidak bisa

menggunakan pupuk organic seperti yang biasa dilakukan dan pada akhirnya petani tidak

mempunyai cukup biaya untuk melanjutkan proses penanamannya. Ditambah dengan SDM yang

belum sepenuhnya memahami teknologi. Disinilah letak involusi pertanian terjadi, pemerintah

akhirnya mengimpor kebutuhan beras. Petani lokal seperti dianak tirikan.

Hal ini tertuang dalam tahap tinggal landas Rostow yang secara tersirat mengagungkan

Industrialisasi dan menurunkan peran sektor pertanian. Pada awalnya, Rostow mengatakan

bahwa intensifikasi di bidang pertanian dapat mensejahterakan dan menstabilkan kondisi internal

(pra kondisi lepas landas—pen). Lalu kemudian pada tahap berikutnya, Ia justru

mengesampingkan peran pertanian dan memuja Industrialisasi (kondisi lepas landas hingga masa

konsumsi tingkat tinggi—pen). Argumentasi Rostow tentang pertanian sebagai ciri

keterbelakangan tidak beralasan. Disinilah titik mula ketidakcocokan antara teori Rostow dengan

kondisi masyarakat Indonesia. Di satu pihak, Indonesia digadang-gadangkan sebagai negara

lumbung padi Asia serta wacana swasembada beras pada kala itu. Namun disisi lain Indonesia

juga mengupayakan modernisasi yang tidak seimbang dengan kompetensi sumber daya

manusianya. Dapat dikatakan bahwa pemerintah sampai dengan saat ini masih kebingungan

dalam merencanakan plan map bagi Indonesia. Bodohnya lagi, Negara dengan secara terang-

terangan mengadopsi teori ini dan menganggap Teori Rostow sebagai sesuatu yang mutakhir.

Contoh Riil : Intensifikasi Pertanian Gagal

Kembali pada upaya intensifikasi pertanian, nyatanya tidak dapat terealisasikan dengan baik.

Pada awalnya, petani di Indonesia terbiasa menanam padi gogo. Petani di Indonesia, sejalan

dengan pemikiran James Scott masih menganut paham safety first. Tidak masalah jika tidak

mendapat untung, asalkan cukup untuk balik modal dan proses tanam berikutnya. Namun dalam

rangka intensifikasi pertanian, pemerintah memberikan bibit padi IR, pupuk berbahan dasar

kimia, kemudian traktor. Mekanisasi tradisional masyarakat diubah secara revolusioner. Panen

tahap awal berhasil, namun lama kelamaan padi IR susah untuk dipelihara. Dibutuhkan air yang

mengalir serta perawatan yang intensif, baik itu pestisida dan pupuk kimia. Petani tidak bisa

menggunakan pupuk organic seperti yang biasa dilakukan dan pada akhirnya petani tidak

mempunyai cukup biaya untuk melanjutkan proses penanamannya. Ditambah dengan SDM yang

belum sepenuhnya memahami teknologi. Disinilah letak involusi pertanian terjadi, pemerintah

akhirnya mengimpor kebutuhan beras. Petani lokal seperti dianak tirikan.

b. Teori Rostow Tidak Dapat Digeneralisir dan Berlaku Secara Universal

Berkaca terhadap teori yang dikembangkan Rostow, menurut analisis saya hal tersebut hanya

merupakan kajian referensi teori yang dapat melengkapi indikator saja dalam pembangunan.

Teori Rostow terlalu sederhana untuk diaplikasikan dalam struktur masyarakat Indonesia yang

kompleks. Mansour Fakih dalam bukunya Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi

(2002) menjelaskan prasyarat modernisasi di beberapa negara. Pertama adalah tahap prasyarat

lepas landas yang dialami oleh Negara Eropa, Asia, Timur tengah, dan Afrika, dimana tahap ini

dicapai dengan perombakann masyarakat tradisional yang sudah lama ada. Corak yang kedua

adalah tahap prasyarat tinggal landas yang dicapai oleh Negara-negara Born free (menurut

Rostow) seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, dimana Negara-negara tersebut mencapai

tahap tinggal landas tanpa harus merombak sistem masyarakat yang tradisional. Hal ini

disebabkan oleh sifat dari masyarakat Negara-negara tersebut terdiri dari imigran yang telah

mempunyai sifit-sifat yang dibutuhkan oleh suatu masyarakat untuk tahap prasyarat tinggal

landas.

Berdasarkan kutipan pernyataan diatas, secara tersirat Rostow mengungkapkan prasayarat

menuju modernisasi adalah perombakan sistem masyarakat. Masyarakat yang tradisional niscaya

harus mengalami sebuah tahap evolusioner guna melanggengkan proses industrialisasi dengan

melakukan homogenisasi di semua lini. Baik itu di Eropa, Asia, Timur Tengah dan Afrika. Pada

kenyataannya sejarah tidak akan berulang dengan cara yang sama. Dengan kata lain, bahwa

setiap pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia tidak selalu sama, tetapi justru punya

karakteristik masing-masing. Lima tahap yang dikemukakan Rostow menganggap bahwa setiap

negara akan mengalami fase serupa. Rostow sendiri mengesampingkan potensi kearifan lokal

dan karakteristik masyarakat yang tidak bisa secara serempak menerima pembaharuan.

Modernisasi memang berhasil di negara Eropa, namun nampaknya menjadi proses yang

terseok-seok dengan kultur masyarakat Asia khususnya Indonesia. Dalam pandangan saya,

Indonesia secara keseluruhan belum mampu memantapkan jati dirinya. Indonesia belum menjadi

negara yang madani sebagaimana yang dicita citakan oleh pendahulu bangsa. sementara

mengapa kenerhasilan modernisasi dapat berhasil di Eropa? Hal ini karena basis struktur civil

societies begitu kuat. Perubahan multidimensional yang diceritakan Rostow pada awalnya

merujuk pada demokrasi yang berjalan dengan lancar disana. Human rights bukan lagi menjadi

persoalan yang diperdebatkan, sistem sosial masyarakat telah berjalan dengan stabil. Cairncross

menjelaskan bahwa masyarakat Eropa memiliki tabungan yang memadai untuk dilaksanakannya

pembaharuan.. Sehingga apabila terjadi chaos dalam pemerintahan, mereka telah memiliki

cadangan riil.

Salah satu indikator sebuah negara telah mengalami pembangunan ekonomi menurut Rostow

adalah Perubahan cara masyarakat dalam menentukan kedudukan seseorang dalam masyarakat

dari ditentukan oleh kedudukan keluarga atau suku bangsanya menjadi ditentukan oleh

kesanggupan dalam melakukan pekerjannya (Prayitno, 1986). Sementara Indonesia berada dalam

sistem otriterian yang melanggengkan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Hal ini (rezim

otoriterian—pen) menumpulkan ke-kritisan masyarakat. Demokrasi yang dibangun juga

merupakan buatan para elite. Masyarakat kala itu belum memahami apa, mengapa dan seberapa

pentingnya modernisasi. Masyarakat dan Pemerintah tidak mempunyai cukup bekal untuk

melanggengkan modernisasi. Namun disisi lainnya, Indonesia dipaksa untuk bersaing ke ranah

global. Alhasil Indonesia hanyalah negara prematur yang terombang-ambing dalam sistem

global.

c. Kaki tangan kapitalis

Perubahan orientasi organisasi ekonomi, politik dan sosial yang semula mengarah kedalam

suatu daerah menjadi berorientasi keluar merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi

suatu negara8. Berdasarkan analisis Rostow, ia mengemukakan bahwa dibutuhkan kontak dengan

negara-negara lain untuk meningkatkan iklim investasi yang baik. Negara dapat dikatakan maju

apabila jumlah dana investasi asing yang besar di sektor pertambangan, perbankan dan lain

sebagainya. Negara yang menerapkan teori ini seringkali memperoleh sumberdaya modal dari

8 Abraham, M. Francis, 1991, Modernisasi Di Dunia Ketiga Yogyakarta : Tiara Wacana.

investasi langsung modal asing yang ditanamkan pada bidang pembangunan prasarana,

pembukaan tambang, dan struktur produktif yang lain. Investasi ini biasanya dalam bentuk

pinjaman, baik dari Negara, kreditor, maupun dari lembaga-lembaga internasional seperti Bank

Dunia, IMF atau dari MNC (Multi Natioanl Corporation). Pinjaman juga sering diberikan pada

pemerintah Negara berkembang untuk mendanai proyek-proyek pembangunan. Dari pola itu

terlihat terdapat ketidakseimbangan posisi karena Negara berkembang tersebut berposisi sebagai

debitor, sedangkan negara asing atau lembaga asing adalah kreditor. Negara berkembang

selanjutnya sering ditekan sehingga yang tampak, pemerintah Negara berkembang tersebut tidak

lebih hanyalah tangan kanan dari Negara asing atau lembaga asing yang ingin mensukseskan

agenda-agenda politik maupun ekonominya di Negara yang sedang berkembang. Negara

berkembang juga seringkali terjerat utang dan sulit untuk menyelesaikan persoalan utang

sehingga menjadikan mereka sulit menuju kemajuan yang diharapkan.

d. Rusaknya lingkungan

Kenaikan pendapatan nasional sejumlah 10% menjadi indikator utamanya berdasarkan teori

ini. Akhirnya negara harus melakukan mobilisasi seluruh kemampuan modal dan sumber daya

alamnya sehingga mencapai tingkat investasi produktif di semua sektor. Efek dari teori itu adalah

terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap sumber alam dan bahan-bahan mentah, tanpa

mempertimbangkan kelestarian alam dan pembangunan berkelanjutan di masa yang akan datang.

Kerusakan alam justru berakibat pada penurunan ekonomi masyarakat tradisional, penurunan

kesehatan, merebaknya penyakit, kerawanan sosial, dsb.

Selain itu, tahap tinggal landas merupakan tahap yang sangat kritis. Dalam teori yang

disampaikan oleh Rostow, ia tidak meberikan gambaran seputar efek samping yang terjadi.

Rostow tidak secara gamblang memberikan gambaran problematika yang kritis dalam tahap

tinggal landas. Rostow tidak memberikan pembahasan yang mendalam bagaimana cara

mengatasi efek negatif dari sebuah pertumbuhan ekonomi yang dipercepat, seperti misalnya efek

kesenjangan sosial, distabilitas sosial dan distabilitas politik yang seringkali justru berakibat pada

kehancuran yang mendalam seperti yang misalnya terjadi di Indonesia.

Pembukaan sektor pertambangan memang membawa keuntungan terhadap Indonesia.

Disamping menjadi kaki tangan kapitalistik karena Indonesia tidak memiliki cukup investasi

untuk mengolahnya. Pertambangan juga membawa resiko bagi kehidupan masyarakat

kedepannya. Kekayaan alam yang terus menerus dikeruk lama kelamaan akan habis.

Pembangunan menghasilkan produktivitas yang tinggi, namun dibarengi dengan dampak

terhadap lingkungan. Lingkungan menjadi semakin rusak, sementara keepatan bagi alam untuk

melakukan rehabilitasi lebih lambat daripada kerusakan sumber alam tersebut.

Industrialisasi juga menghasilkan limbah yang mengganggu ekosistem lingkungan.

Akibatnya ini akan berdampak pada kesehatan masyarakat yang berada di sekitar. Pembangunan

yang yang berhasil seharusnya memiliki daya pelestarian yang memadai, sehingga akhirnya

pembangunan tidak berkelanjutan (sustainable). SDM yang unggul juga merupakan modal

pembangunan sebuah negara. Namun apabila SDM nya sendiri terkena polutan limbah

berbahaya dan menurunkan kadar kesehatan, lantas bagaimana pembangunan dapat berlanjut?

e. Bukan Hanya Pertumbuhan Ekonomi

Sebagai indikator pembangunan, seharusnya Rostow juga mengikutsertakan aspek lainnya

selain pertumbuhan ekonomi. Perlunya infrastruktur lainnya seperti sumber daya manusia yang

unggul (pendidikan), jalan-jalan, jalur kereta api, jaringan-jaringan komunikasi serta iklim yang

sehat guna kelancaran pembangunan. Baik itu iklim sosial, iklim berpolitik dan stabilitas

keamanan masyarakat. Aspek humanistis juga harus diperhatikan disini supaya masyarakat tidak

hanya digunakan sebagai alat penyokong pembangunan. Karena SDM yang unggul berpengaruh

besar terhadap pembangunan, disinilah peran institusi-institusi sosial akan sangat signifikan

peranannya.

ANALISA DAN KRITIK TEORI MODERNISASI

“Kritik Terhadap 5 Tahap Pembangunan W.W Rostow”

Mata Kuliah : Pembangunan dan Keterbelakangan

Dosen Pengampu : Suharman M.Si, Fina Itriyati, MA

Dibuat Oleh : Hamada Adzani

NIM : 11/318160/SP/24904

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Arif, 2000, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Fakih, Mansour, 2009, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Yogyakarta : Insist Press & Pustaka

Pelajar.

Prayitno, Hadi, 1986, Pengantar Ekonomika Pembangunan Edisi I, Yogyakarta : BPFE.

Abraham, M. Francis, 1991, Modernisasi Di Dunia Ketiga Yogyakarta : Tiara Wacana.

http://www.blupete.com/Literature/Biographies/Philosophy/Malthus.htm diakses tanggal 20 Oktober 2012 Pukul

17.50

Sukirno, Sadono, 1981, Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan, Medan : Borta Gorat, hal

16

http://protuslanx.wordpress.com/2010/10/23/teori-tahap-tahap-pertumbuhan-walt-whitman-rostow/ diakses tanggal

20 Oktober 2012 Pukul 19.34

http://teacherweb.ftl.pinecrest.edu diakses tanggal 20 Oktober 2012 Pukul 22.00