Isi laporan fix

95
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapang Kubis atau kol merupakan salah satu jenis sayuran daun yang berasal dari daerah subtropis yang telah lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia. Produksi kubis di Indonesia, selain untuk memenuhi keperluan dalam negeri, juga merupakan komoditas ekspor. Kubis termasuk kelompok enam besar sayur segar yang diekspor Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, yakni bersama-sama dengan kubis bunga, kentang, tomat, cabe dan bawang merah (Rukmana, 1994). Semua jenis kubis dapat tumbuh dan berkembang pada berbagai jenis tanah. Kubis akan tumbuh optimum bila ditanam pada tanah yang kaya akan bahan organik. Kubis memerlukan air yang cukup tetapi tidak boleh berlebihan. Artinya tanaman kubis akan mati bila kekurangan atau kelebihan air. Realita yang ada, tidak semua petani di sentra pertanaman kubis menanam kubis. Keengganan petani menanam kubis dipicu oleh alasan 1

Transcript of Isi laporan fix

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapang

Kubis atau kol merupakan salah satu jenis sayuran

daun yang berasal dari daerah subtropis yang telah lama

dikenal dan dibudidayakan di Indonesia. Produksi kubis

di Indonesia, selain untuk memenuhi keperluan dalam

negeri, juga merupakan komoditas ekspor. Kubis

termasuk kelompok enam besar sayur segar yang diekspor

Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, yakni

bersama-sama dengan kubis bunga, kentang, tomat, cabe

dan bawang merah (Rukmana, 1994).

Semua jenis kubis dapat tumbuh dan berkembang pada

berbagai jenis tanah. Kubis akan tumbuh optimum bila

ditanam pada tanah yang kaya akan bahan organik. Kubis

memerlukan air yang cukup tetapi tidak boleh

berlebihan. Artinya tanaman kubis akan mati bila

kekurangan atau kelebihan air. Realita yang ada, tidak

semua petani di sentra pertanaman kubis menanam kubis.

Keengganan petani menanam kubis dipicu oleh alasan

1

klasik yaitu takut terserang hama dan penyakit.

Tanaman kubis akan tumbuh baik pada kelembaban yang

cukup tinggi (60-69%) dan suhu cukup rendah. Keadaan

ini memang dapat memunculkan berbagai penyakit,

terutama bakteri dan cendawan. Kedua patogen inilah

yang merupakan patogen utama pada kubis (Pracaya,

2001).

Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh penyakit kubis

sangat besar nilainya. Terkadang serangannya sangat

hebat sehingga terjadi gagal panen. Oleh sebab itu,

pengetahuan mengenai penyakit-penyakit pada kubis,

gejala, dan cara pengendaliannya sangat penting.

Pengetahuan ini khususnya penting diketahui oleh petani

kubis atau petani yang tinggal di daerah yang cocok

untuk pertumbuhan kubis agar mereka tetap mau menanam

kubis dan paham cara pengendalian hama dan penyakitnya

(Pracaya, 2001).

Pengendalian OPT  dapat dilakukan dengan prinsip

Pengendalian Hama Penyakit Terpadu (PHT), yakni

pengendalian populasi atau tingkat serangan OPT dengan

2

menggunakan satu atau lebih dari beberapa teknik

pengendalian yang dikembangkan dalam satu kesatuan

untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan

kerusakan lingkungan hidup. PHT memadukan berbagai

metode pengelolaan tanaman budidaya dalam perpaduan

yang paling efektif dalam mencapai stabilitas produksi,

dengan seminimal mungkin bagi manusia dan lingkungan.

PHT dapat dilakukan dengan cara fisik, biologi, kultur

teknis, dengan cara kimiawi maupun dengan pengendalian

secara hayati (Anonim, 2007).

Pengendalian hama dan penyakit di Balitsa

menggunakan teknik pengendalian hama secara terpadu

yaitu teknik pengendalian dengan melihat terlebih

dahulu apakah ada serangan, jika terdapat serangan dan

sudah melebihi ambang kematian maka dilakukan

pengendalian dengan menyemprotkan pestisida pada

tanaman kubis. Pengantisipasian serangan penyakit

yaitu lebih diutamakan adalah kegiatan pencegahan

dengan perlakuan benih dan pemeliharaan bibit.

3

B. Tujuan Praktik Kerja Lapang

Tujuan praktik kerja lapang yang dilaksanakan di

Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang Bandung

antara lain:

1. Mengetahui budidaya tanaman kubis.

2. Mengetahui manajemen pengendalian hama dan penyakit

pada tanaman kubis.

3. Mengetahui analisis usaha tani dalam budidaya

tanaman kubis di Balai Penelitian Tanaman Sayuran,

Lembang Bandung.

C. Manfaat

Manfaat Praktik Kerja Lapang di Balai Penelitian

Tanaman Sayuran, Lembang Bandung antara lain:4

1. Menambah pengetahuan dan pengalaman tentang proses

budidaya tanaman kubis.

2. Mengetahui manajemen pengendalian hama dan penyakit

yang ada pada tanaman kubis.

3. Memperoleh pengalaman kerja di lapangan dan dapat

menerapkan teori yang telah diterima di bangku

kuliah dengan praktik yang sesungguhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

Manajemen hama dan penyakit, mencakup kegiatan-

kegiatan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman

(OPT) yang dapat menyebabkan penurunan produksi dan

mutu, dengan memperhatikan aspek keamanan produk dan5

kelestarian lingkungan serta sumber daya alam.

Pengendalian OPT  dilakukan dengan prinsip Pengendalian

Hama Penyakit Terpadu (PHT) (Anonim, 2007).

PHT memadukan berbagai metode pengelolaan tanaman

budidaya dalam perpaduan yang paling efektif dalam

mencapai stabilitas produksi, dengan seminimal mungkin

bagi manusia dan lingkungan. PHT dapat dilakukan

dengan cara:

1. Fisik, membunuh organisme pengganggu secara

manual

2. Biologi, memanfaatkan peranan agens hayati

seperti predator dan pathogen

3. Kultur teknis, dengan penanaman varietas toleran,

pengaturan jarak tanam,  pengaturan drainase,

pemupukan berimbang, penjarangan buah, dll.

4. Kimiawi, merupakan alternatif terakhir, dengan

mempertimbangkan ambang ekonomi (Anonim, 2007).

Pengendalian juga dapat menggunakan pertisida

hayati yang akrab lingkungan, disebut demikian karena

bahan kimia nabati ini dapat mudah terurai, dapat

6

dibuat oleh petani karena bahan baku tersedia disekitar

lokasi, dan harga pembuatan yang terjangkau. Kelemahan

pestisida nabati adalah:

1. Daya tahan yang singkat (sangat mudah

berubah/terurai), oleh karena itu volume aplikasi

harus direncanakan dengan cermat agar efisien,

2. Konsentrasi larutan yang dihasilkan masih tidak

konsisten karena sangat tergantung pada tingkat

kesegaran bahan baku.

3. Diperlukan standar pengolahan untuk tiap tanaman dan

standar aplikasi penggunaan bagi pengendalian OPT

(Anonim, 2007).

PHT meliputi empat prinsip dasar, yaitu:

1. Tanaman budidaya yang sehat

Sasaran pengelolaan agro-ekosistem adalah

produktivitas tanaman budidaya. Pemilihan varietas,

tanaman yang memperoleh cukup pemupukan, pengairan,

penyiangan gulma dan disertai pengolahan tanah yang

baik sebelum masa tanam adalah dasar bagi pencapaian

7

hasil produksi yang tinggi. Budidaya yang sehat dan

kuat bagian program PHT.

2. Melestarikan dan Mendayagunakan fungsi musuh alami

Kekuatan unsur-unsur alami sebenarnya mampu

mengendalikan lebih dari 99% hama kebanyakan lahan

agar tetap berada pada jumlah yang tidak merugikan.

Tanpa disadari, sebenarnya semua petani bergantung

pada kekuatan alami yang sudah tersedia di lahannya

masing-masing. PHT secara sengaja mendayagunakan

dan memperkuat peranan musuh alami yang menjadi

jaminan pengendalian, serta memperkecil pemakaian

pestisida berarti mendatangkan keuntungan ekonomis

kesehatan dan lingkungan tidak tercemar.

3. Pemantauan Lahan Secara Mingguan

Masalah hama tidak timbul begitu saja. Masalah ini

timbul karena kombinasi faktor-faktor lingkungan

yang mendukung pertumbuhan populasi hama. Kondisi

lingkungan atau ekosistem sangat penting artinya

8

dalam kaitannya dengan timbulnya masalah HAM. PHT

menganjurkan pemantauan lahan secara mingguan oleh

petani sendiri untuk mengkaji masalah hama yang

timbul dari keadaan ekosistem lahan yang cenderung

berubah dan terus berkembang. Pengendalian Hama

Terpadu membantu petani untuk mempelajari dan

mempraktekkan keterampilan teknologi pengendalian

hama.

4. Petani Menjadi Ahli PHT di Lahannya Sendiri

Pada dasarnya petani adalah penanggung jawab,

pengelola dan penentu keputusan di lahannya sendiri.

Petugas dan orang-orang lain merupakan nara sumber,

pemberi informasi dan pemandu petani apabila

diperlukan, untuk itu petani dilatih untuk ahli PHT

dilahannya sendiri. Petani secara mandiri dan

percaya diri mampu untuk melaksanakan dan menerapkan

prinsip teknologi PHT di lahannya sendiri dengan

keahliannya itu. Petani harus mampu menjadi

pengamat, penganalisis ekosistem, pengambil

keputusan pengendalian dan sebagai pelaksana

9

teknologi pengendalian sesuai dengan prinsip-prinsip

PHT karena petani bertindak sebagai ahli PHT

(Harahap, 2010).

B. Botani dan Ekologi Tanaman Kubis

Berdasarkan klasifikasinya, kol/kubis termasuk

dalam:

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Klas : Dicotyledonae

Famili : Cruciferae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica oleracea (Anonim, 2009).

Tanaman kubis yang dibudidayakan umumnya tumbuh

semusim (annual) ataupun dwi musim (biennua ) yang

berbentuk perdu. Sistem perakaran tanaman kubis relative

dangkal, yakni menembus pada kedalaman tanah antara 2010

– 30 cm. Batang tanaman kubis umumnya pendek dan

banyak mengandung air (Herbaceous), di sekeliling batang

hingga titik tumbuh, terdapat helai daun yang

bertangkai pendek. Daun – daun kubis bentuknya bulat

telur sampai lonjong dan lebar – lebar, berwarna hijau

(kubis putih) atau hijau – kemerahan (kubis merah).

Daun – daun atas pada fase generatif akan saling

menutupi satu sama lain membentuk krop. Bentuk krop

sangat bervariasi antara bulat – telur, gepeng dan

bentuk kerucut. Struktur bunga kubis terdiri atas 4

helai daun kelopak berwarna hijau, 4 helai daun mahkota

berwarna kuning muda, 4 helai benangsari bertangkai

panjang, 2 helai benangsari bertangkai pendek dan 1

buah putik yang beruang dua. Selama 1 – 2 bulan

tanaman kubis dapat berbunga terus dan jumlah bunga

yang dihasilkan mencapai lebih dari 500 kuntum.

Tanaman kubis termasuk mudah sekali kawin silang,

tetapi sukar untuk mengadakan penyerbukan sendiri.

Buah – buah kubis berbentuk polong, panjang dan ramping

berisi biji. Biji – bijinya bulat kecil

11

berwarna cokelat sampai kehitam – hitaman. Biji – biji

inilah yang digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman

kubis (Rukmana, 1994).

Varietas-varietas tanaman kol yang dibudidayakan,

antara lain:

1. Kubis putih (B.o. var. capitata L. f.alba DC.)

Kubis kepala bulat: krop bulat dan kompak, ukuran

daun kecil sampai sedang, mempunyai daun luar berwarna

hijau muda, memiliki teras atau hati kecil dan

mempunyai batang pendek. Beberapa varietas unggul

kubis putih kepala bulat:

a. Globe Master: umur panen 75 hari, produksi 2-2,5

kg/tanaman

b. Emerald Cross Hybrid: umur panen 45 hari, produksi 1,2

kg/tanaman

c. Copenhagen Market: umur panen 72 hari, produksi 1,8-

2 kg/tanaman

d. K-K Cros: umur panen 58 hari, produksi 1,6

kg/tanaman

12

e. Green Cup: umur panen 73 hari, produksi 1,5

kg/tanaman

f. Ecarliana: umur panen 60 hari, produksi 1

kg/tanaman.

2. Kubis merah (B.o. var. capitata L. f. rubra.)

Krop berbentuk bulat kompak berwarna merah keunguan

dan permukaan luar daun tertutup lapisan. Beberapa

varietas yang mempunyai nilai ekonomi:

a. Ruby perfection: warna krop merah cerah, umur panen

80 hari, produksi 1,6 kg/tanaman.

b. Mammoth Red Rock: warna krop merah tua keunguan dan

keras, umur panen 100 hari, produksi 3,4

kg/tanaman.

c. Rubby ball: warna krop merah tua, umur panen 65

hari, produksi 1,5 kg/tanaman.

d. Res Acre: warna krop merah tua, umur panen 76 hari,

produksi 1,8 kg/tanaman.

3. Kubis Savoy (B.o. var. sabauda L.)

Ciri-ciri memiliki daun keriting berbentuk

babad/perut daging sapi, berwarna hijau, krop berbentuk

13

bermacam-macam, bulat dan kerucut. Kubis ini biasa

disebut kubis keriting atau kubis babat. Contoh

beberapa varietas komersial:

Perfection Drumhead : umur panen 90 hari, produksi 2,7-3,2

kg/tanaman.

a. Vorbote: produksi 1-2 kg/tanaman.

b. Savoy King Hybrid: umur panen 80 hari, produksi 1,8

kg/tanaman.

c. Savoy Ace: umur panen 80 hari, produksi 1,6

kg/tanaman.

d. Langedijk Early Yellow: produksi 1,5-2 kg/tanaman.

e. Langedijk Storage Yellow: produksi 2-3 kg/tanaman

(Perdana, 2009).

Syarat Pertumbuhan:

1. Iklim

a. Pengaruh angin dirasakan pada evaporasi lahan dan

evapotranspirasi tanaman. Laju angin yang tinggi

dalam waktu lama (continue) mengakibatkan

keseimbangan kandungan air antara tanah dan udara

14

terganggu, tanah kering dan keras, penguraian

bahan-bahan organik terhambat, unsur hara

berkurang dan menimbulkan racun akibat tidak ada

oksidasi gas-gas beracun di dalam tanah.

b. Disebutkan jumlah curah hujan 80% dari jumlah

normal (30 cm) memberikan hasil rata-rata 12%

dibawah rata-rata normal.

c. Stadia pembibitan memerlukan intensitas cahaya

lemah sehingga memerlukan naungan untuk mencegah

cahaya matahari langsung yang membahayakan

pertumbuhan bibit. Sedangkan pada stadia

pertumbuhan diperlukan intensitas cahaya yang

kuat, sehingga tidak membutuhkan naungan.

d. Tanaman kubis dapat hidup pada suhu udara 10-240C

dengan suhu optimum 170C. Untuk waktu singkat,

kebanyakan varietas kubis tahan dingin (minus 6-

100C), tetapi untuk waktu lama, kubis akan rusak

kecuali kubis berdaun kecil

e. Kandungan air tanah yang baik adalah pada

kandungan air tersedia. Dengan demikian lahan

15

tanaman kol memerlukan pengairan yang cukup baik

(irigasi maupun drainase).

2. Ketinggian Tempat

Tanaman kubis dapat tumbuh optimal pada ketinggian

200-2000 m dpl. Untuk varietas dataran tinggi,

dapat tumbuh baik pada ketinggian 1000-2000 m dpl

(Perdana, 2009).

C. Manajemen Pengendalian Hama dan Penyakit

Manajemen adalah suatu rangkaian yang meliputi

kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,

pengawasan, evaluasi dan pengendalian dalam rangka

memberdayakan seluruh sumber daya organisasi, baik

sumber daya manusia, modal, material, maupun teknologi

secara optimal untuk mencapai tujuan organisasi.

Rangkaian kegiatan tersebut dikenal sebagai fungsi –

fungsi manajemen. Fungsi manajemen tersebut diterapkan

dalam segala bentuk manajemen bisnis baik skala besar

maupun skala kecil (Sa’id, 2001).

16

Manajemen pengendalian hama dan penyakit kubis

dapat dilakukan dengan:

1. Sebelum Tanam

a.Varietas

Pemilihan varietas untuk pertanaman merupakan

langkah awal dalam pelaksanaan budidaya tanaman

sehingga dalam pemilihan ini benar-benar

dilaksanakan dan dipikirkan apa yang akan ditanam.

b.Waktu Tanam

1) Setiap saat, tetapi untuk musim kemarau,

serangan hama akan lebih banyak.

2) Bibit sudah berumur kira-kira 3 minggu

c.Persiapan lahan

1) 2 hari sebelum tanam, tanah yang sudah diolah

mulai di bedeng-bedeng dengan ukuran bedengan 1

m. Bagian yang akan dibuat timbunan ini berguna

untuk menutup pupuk kandang yang ditaburkan

diatas bedengan.

17

2) Tanah di atas bedengan harus benar-benar gembur.

Untuk itu tanah olah harus dicangkul kembali

sehingga bongkahan menjadi lebih kecil.

3) Pupuk kandang ditabur di atas tanah, kemudian

tutup dengan lapisan tanah setebal 10 cm.

d.Persemaian

1) Mencampur pupuk kandang yang benar-benar matang

ke dalam petakan yang sudah ada.

2) Biarkan 3-4 hari supaya tanah terkena sinar

matahari langsung.

3) Memasang naungan supaya tanaman tidak terkena

sinar matahari atau hujan secara langsung.

4) Pemeliharaan persemaian yang terpenting adalah

penyiraman. Penyiraman persemaian dilakukan

setiap pagi dan sore dengan menggunakan gembor

yang halus. Jika terlihat ada serangan jamur,

yaitu busuk pangkal batang, segera buang tanaman

yang terserang.

2. Waktu Tanam

18

a. Menanam bibit kubis yang sudah siap dari

persemaian (setelah berumur 3-4 minggu) dengan

jarak tanam 60 x 70 cm,dengan cara memasukkan

benih kubis ke dalam lubang yang sudah dibuat,

kemudian tutup dengan tanah.

b. Memberi pupuk dasar 5 gram TSP/SP 36 dan 5 gram

KCl per tanaman dengan cara ditugal di sebelah

lubang tanam (Lubis, 2004).

3. Setelah Tanam

a. Awal Pertumbuhan (0 – 15 hari)

1) Menyiram tanaman setelah bibit ditaman di

lapang, yaitu setiap sore sampai tanaman benar-

benar hidup.

2) Menyulam tanaman yang mati

3) Pemupukan susulan pada saat tanaman berumur 15

hari, 1 gram Urea pertanaman, dengan cara

ditugal 5 cm dari tanaman.

4) Pengendalian hama secraa mekanis “pithesan”,

yaitu mengambil hama yang ada kemudian dipencet

dngan jari.

19

b. Fase Pembentukan daun (15 – 35 hari)

1) Penyiangan pada saat tanaman berumur 34 hari

2) Penambahan 5 g urea/tanaman saat umur 35 hari.

3) Pertumbuhan tanaman pada fase ini sangat penting

karena akan mempengaruhi pertumbuhan

selanjutnya.

4) Pengendalian hama dengan cara “pithesan”

c. Fase Pembentukan telur (35 – panen)

1) Peka terhadap serangan penyakit dan ulat jantung

kubis

2) Pengendalian hama dengan cara “pithesan” , yaitu

dengan mengambil hama yang ada kemudian dibunuh.

Jika telur kubis sudah keras dan masif, siap untuk

dipanen (Lubis, 2004).

20

III. METODE PKL

A. Tempat dan Waktu PKL

1. Tempat

PKL dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman

Sayuran ( Balitsa), Jalan Tangkuban Parahu, Lembang

Bandung.

2. Waktu

PKL dilaksanakan selama 2 bulan yaitu dari bulan

Februari – April. 21

B. Materi PKL

Materi yang dikaji dalam PKL adalah manajemen

pengendalian hama dan penyakit pada tanaman kubis,

serta analisis usaha pengendaliaanya.

C. Metode Pelaksanaan PKL

Metode yang digunakan dalam PKL adalah:

1. Metode Partisipasi Aktif

Metode partisipasi aktif digunakan untuk melakukan

praktik kerja secara langsung di lapangan, yaitu

sesuai dengan aktifitas yang ada di Instansi yang

bersangkutan dan mengamati secara langsung yang

terjadi di lapangan.

2. Pengambilan Data

a. Data Primer22

Data primer diperoleh dari pengamatan secara

langsung mengenai pengendalian hama dan penyakit

pada tanaman kubis dan wawancara dengan petugas di

lokasi setempat

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari catatan – catatan,

buku – buku serta pustaka lain yang berhubungan

dengan topik yang diamati.

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Balai Penelitian Tanaman Sayuran

(BALITSA)

1. Sejarah Singkat

Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang

pada awal terbentuknya yaitu tahun 1940 berada di bawah

naungan Balai Penelitian Teknologi Pertanian Bogor.

Sejak tahun 1962 berkembang menjadi Kebun Percobaan

Hortikultura yang merupakan cabang dari Lembaga

Penelitian Hortikultura Pasar Minggu. Pada tahun 1995

berubah menjadi Balai Penelitian Tanaman Sayuran

(Balitsa) yang letaknya di Lembang Bandung Jawa Barat.

Setelah semakin maju dan berkembang balai hortikultura

ini terbagi atas 4 balai diantaranya ada Balai

24

Penelitian Tanaman Sayuran ( BALITSA ), Balai

Penelitian Tanaman Buah ( BALITBU ), Balai Penelitian

Tanaman Hias ( BALITHI ), di beberapa daerah di

Indonesia.

Balitsa Lembang terletak pada wilayah sentra

produksi sayuran dan lahan yang subur dan juga

merupakan daerah agrowisata. Ketinggian daerah kurang

lebih 1200 m dpl, dengan curah hujan 0 - 1000 mm/

bulan, serta rata – rata kelembaban nisbi 70 - 100 %

(sesuai tabel data curah hujan Balitsa). Luas lahannya

sendiri sebesar 40 Ha. Tanah di Balitsa merupakan

jenis andosol yang mempunyai ciri cokelat kehitaman,

remah, memiliki pori – pori makro dan mikro dengan pH

5,5 – 7.

2. Susunan dan Struktur Organisasi

a. Susunan Organisasi

25

Susunan organisasi di Balitsa yaitu seksi jasa

penelitian yang mempunyai tugas melakukan bahan

penyiapan kerjasama, informasi dan dokumentasi serta

penyebarluasan dan pendayagunaan hasil penelitian

tanaman sayuran.

Kelompok pejabat fungsional sesuai SK Kepala Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian terdiri dari

beberapa kelompok peneliti ( kelti ) yang meliputi:

1) Kelti Hama dan Penyakit,

2) Kelti Pemuliaan dan Plasma Nutfah,

3) Kelti Ekotisiologi, dan

4) Kelti Fisiologi Hasil.

Kegiatan yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman

Sayuran (BALITSA) Lembang, berupa kegiatan penelitian

yang didukung oleh kelompok peneliti pemuliaan dan

plasma nutfah, hama dan penyakit, ekofisiologi dan

fisiologi hasil. Fasilitas penunjang utama yang

tersedia yaitu kebun percobaan seluas 40 Ha,

laboratorium (tanah, hama dan penyakit, kultur

jaringan, teknologi pasca panen) rumah kasa atau kaca,

26

gudang tempat penyimpanan benih dan ruang-ruang

lainnya. Jenis – jenis kegiatan yang dilakukan,

meliputi :

1) Kegiatan Peneliti Pemuliaan dan Plasma Nutfah

Kegiatan ini dilakukan oleh kelompok peneliti

pemuliaan dan plasma nutfah dengan kegiatan melakukan

perbaikan tanaman yang merupakan salah satu upaya

peningkatan produksi dan keberlanjutannya usahatani

daerah. Balitsa berusaha meminimalkan kendala biotik

dan abiotik yang berpengaruh terhadap kuantitas dan

kualitas hasil melalui pendekatan konvensional dan

bioteknologi.

2) Kegiatan Peneliti Hama dan Penyakit

Kelompok ini menekankan pada suatu teknik

pengendalian hama dan penyakit yang menerapkan suatu

kombinasi dari strategi yang bersandar pada faktor

penyebab kematian alami dan strategi penggunaan

pestisida.

3) Kegiatan Peneliti Ekofisiologi

27

Kelompok ini merancang suatu paket teknologi untuk

menanggulangi masalah yang ada dalam budidaya antara

lain budidaya sayuran di luar musim, budidaya kentang

dataran medium, budidaya di lahan marginal dan

pemupukan berimbang.

4) Kegiatan Peneliti Fisiologi Hasil

Penanganan pra dan pasca panen merupakan rantai

terakhir yang dapat memberikan intensif terhadap

peningkatan kuantitas hasil dan nilai tambah komoditas

sayuran. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain

penanganan tanaman segar serta mendapatkan hasil olahan

yang bermutu, teknik pengendalian berbagai komoditas

sayuran, penyimpanan kentang di ruang terang dan teknik

penyimpanan umbi bawang merah untuk memperlambat

pertunasan.

5) Desiminasi Hasil

Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) dalam

memperkenalkan produk dalam bentuk benih varietas yang

baru dengan mengadakan pekan kentang nasional yang akan

dilakukan setiap 4 tahun sekali dan mengadakan open

28

house kentang yang dilakukan setiap ada penelitian

tentang varietas baru. Tujuan dari pekan kentang

nasional dan open house adalah desiminasi agar hasil –

hasil yang di Balitsa dapat diketahui oleh masyarakat

luas.

b. Struktur Organisasi

29

KEPALA BALAI

Sub Bagian TataUsaha

Seksi JasaSeksi Pelayanan

Kelompok Jabatan

HamaPustakawFisiologiEkofisio

TeknisiLitkayasa

PranataKomputer

Pemuliaan

Keterangan : Seksi Jasa Penelitian mempunyai tugas melakukan bahan penyiapan kerjasama, info dandokumentasi serta penyebarluasan dan pendayagunaan hasil penelitian tanaman sayuran.

: Garis Wewenang: Garis Tanggung Jawab

Sumber : Balitsa , 2002

Gambar 1. Strukur Organisasi Balai Penelitian Tanaman

Sayuran (BALITSA)

3. Lokasi dan Karakteristik Lahan

Balitsa

Balai Penelitian Tanaman Sayuran beralamatkan di

Jl. Tangkuban Perahu No. 517, Kotak Pos 8413 Lembang -

Bandung 40391.

E-Mail : [email protected]

Telepon : 022-2786245

Fax : 022-2786416

Lokasi Balitsa berada di Desa Cikole, Kecamatan

Lembang, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat (± 20

km di sebelah utara kota Bandung). Berdasarkan teori

30

Schmidt-Ferguson, Balitsa memiliki tipe iklim B yaitu

Iklim basah dan temperatur harian 19-24 ºC, temperatur

tanah pada kedalaman 10 cm berkisar 22-23 ºC. Rata-

rata curah hujan tahunan 2.274,41 mm/tahun dengan

jumlah penguapan 43,10 mm pada tahun 2001.

Balitsa memiliki 2 kebun percobaan, yaitu kebun

percobaan Margahayu, Lembang dan kebun percobaan

Subang.

a. Kebun Percobaan Margahayu Lembang

Kebun percobaan Margahayu Lembang mempunyai luas 30

Ha dengan ketinggian 1250 m dpl. Kebun percobaan

Lembang digunakan untuk kegiatan penelitian dan

kegiatan terkait lainnya. Kegiatan penelitian sayuran

tidak seluruhnya dilakukan di lahan kebun tersebut,

tetapi ada pula yang dilakukan di lahan petani,

khususnya untuk kegiatan penelitian sayuran dataran

medium dan dataran rendah.

31

b. Kebun Percobaan Subang

Kebun percobaan Subang mempunyai luas 146,94 Ha.

Tanah yang berjenis Latosol ini sebagian besar ditanami

dengan aneka tanaman tropis plasma nutfah buah-buahan.

Seluas 6 Ha dari luas total kebun percobaan Subang

digunakan untuk kegiatan penelitian sayuran, khususnya

untuk sayuran dataran rendah dan kegiatan penelitian

perbenihan.

Balitsa terbagi menjadi 6 blok yaitu blok A, B, C,

D, E dan F. Masing – masing blok dipimpin oleh mandor

blok yang ditunjuk oleh balai.

Tabel 1. Luas masing – masing blok kebun di BalitsaLembang

No.BlokKebun

Luas Petakan Jumlah Luas

Produktif(Ha)

Efektif

(Ha)

Ha Persen

(%)

1. A 2,650 1,497 4,147 19,522. B 1,150 3,525 4,675 22,023. C 1,424 0,370 1,794 8,454. D 0,150 3,372 3,522 16,595. E 1,150 2,943 4,093 19,286. F 3,000 0 3,000 14,13Total Luas 9,524 11,707 21,231 100,00

32

Sumber Data : Kantor Ka. Sub. Sie. Sarana Lapang Balitsa

Tabel 2. Data total luas Balitsa Lembang

No. Jenis Penggunaan Lahan Jumlah LuasHa Persen (%)

1. Blok kebun (A, B, C, D, dan

F)

21,231

49,98

2. Gedung, laboratorium, dan

rumah kaca

16,914

39,81

3. Jalan kebun dan jalan utama 2,150

5,86

4. Teras dan batas petak 2,188

5,15

Total Luas 42,483

100,00

Sumber Data : Kantor Ka. Sub. Sie. Sarana Lapang Balitsa

Wilayah Balitsa dapat ditempuh dengan perjalanan

kurang lebih satu jam dari kota Bandung, sedangkan dari

kota Lembang sekitar 15 menit. Jenis alat

transportasi yang digunakan yaitu angkutan kota,

angkutan pedesaan, bis, dan ojeg. Transportasi menuju

Balitsa tergolong lancar karena dilalui jalan Kabupaten

antara Bandung dan Subang. Lokasi Balitsa merupakan

tempat yang strategis dimana disamping sebagai lembaga

penelitian tanaman sayuran juga dapat dijadikan sebagai

33

objek wisata bagi pengunjung Gunung Tangkuban Perahu

dan Ciater.

Batas – batas wilayah Balitsa sebagai berikut :

Utara : Perumahan penduduk

Selatan : Desa Cibogo

Timur : Jalan Raya Tangkuban Perahu

Barat : Desa Cibogo dan Gunung Puteri

4. Visi dan Misi

a. Visi :

“Menjadi/menuju lembaga penelitian tanaman sayuran

kelas dunia dalam menciptakan, menghasilkan dan

mengembangkan IPTEK tanaman sayuran yang berorientasi

kepada kebutuhan pengguna.”

b. Misi :

1) Menciptakan, menghasilkan dan mengembangkan IPTEK

Strategis Sayuran sesuai kebutuhan pengguna.

2) Mengembangkan kerjasama Nasional dan

Internasional melalui pola kemitraan menuju

kemandirian Penelitian Tanaman Sayuran.

34

3) Mengembangkan kapasitas dan publisitas serta

pelayanan prima dalam penelitian sayuran.

5. Tugas

Berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 74/Kpts/

OT.210/1/2002 tugas pokok dari Balitsa ini sendiri

adalah melaksanakan penelitian tanaman sayuran.

6. Fungsi

Fungsi Balai Penelitian Tanaman Sayuran antara

lain :

a. Pelaksanaan penelitian genetika,

pemuliaan, perbenihan dan pemanfaatan plasma nutfah

tanaman sayuran;

b. Pelaksanaan penelitian morfologi,

fisiologis, ekologi, entomologi dan fitopatologi

tanaman sayuran;

c. Pelaksanaan penelitian komponen

teknologi sistem dan usaha agribisnis tanaman

sayuran;

d. Pemberian pelayanan teknik kegiatan

penalitian tanaman sayuran;

35

e. Penyiapan kerjasama, informasi dan

dokumentasi serta penyebarluasan dan pendayagunaan

hasil penelitian tanaman sayuran; dan

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan

rumah tangga balai.

7. Kebijakan dan Program Litbang untuk

Pembangunan Agribisnis Sayuran

a. Berorientasi agribisnis;

b. Menjawab, mengantisipasi dan

menciptakan kebutuhan pengguna;

c. Mengutamakan pelaku agribisnis

dengan posisi tawar paling lemah (petani);

d. Memanfaatkan sumberdaya alam

termasuk sumberdaya hayati Indonesia secara optimal

e. Memanfaatkan peta informasi

global;

f. Mengkomoditaskan kekuatan dan

kelemahan internal dalam memanfaatkan peluang dan

menghadapi ancaman eksternal; dan

36

g. Mengoptimalkan manfaat

jaringan kerjasama nasional dan internasional.

8. Sasaran Program dari Balai

Penelitian Tanaman Sayuran

Sasaran program dari Balitsa adalah :

a. Tersedianya

varietas baru yang produktif, adaptif dan tahan

terhadap hama/penyakit sebagai upaya untuk

mengurangi ketergantungan terhadap varietas impor

serta membuka peluang ekspor;

b. Tersedianya

teknologi produksi dan pengelolaan benih bermutu,

konsep jaminan dan standarisasi mutu sebagai langkah

awal untuk membangun industri benih sayuran

nasional;

c. Tersedianya

teknologi budidaya yang ramah lingkungan dan efisien

dengan memanfaatkan sumberdaya lokal secara optimal

dan berkelanjutan;

37

d. Tersedianya

teknologi pengendalian hama / penyakit yang berbasis

pada penggunaan musuh alami dan penggunaan pestisida

sintesis seminimal mungkin;

e. Tersedianya

teknologi penanganan segar yang dapat mempertahankan

mutu dan mengembangkan diversifikasi produk untuk

meningkatkan nilai tambah sayuran; dan

f. Tersedianya

data base dan informasi mutakhir sistem dan usaha

sayuran sebagai dasar pengambilan kebijakan

penelitian, perumusan / pemecahan masalah,

penyediaan teknologi secara akurat sesuai kebutuhan

masyarakat.

9. Laboratorium Penguji Balitsa

Balitsa terdapat beberapa laboratorium terakreditas

dan rumah kaca / kasa yang ditetapkan pada tanggal 28

Februari 2004 dan tercatat pada SNI 19 – 17025 – 2000.

Laboratorium ini terbagi atas :

38

a. Ruang Lingkup :

1) Laboratorium Hama dan Penyakit

2) Laboratorium Virologi

3) Laboratorium Tanah

4) Laboratorium Fisiologi Hasil

b. Perluasan Ruang Lingkup :

1) Laboratorium Benih

2) Laboratorium Ekofisiologis

3) Laboratorium Hama dan Penyakit

4) Laboratorium Virologi

Selain itu sarana penelitian lain ada kebun

percobaan milik Balitsa yang berada di tiga tempat

yaitu Lembang yang memiliki luas 40,5 Ha berada di 1250

m dpl, Subang dengan luas 109,7 Ha berada di 100 m dpl,

dan di wilayah Tegal luas 0,5 Ha berada di 1 m dpl.

Sarana penunjang yang ada di Balitsa berupa rumah kasa,

rumah kaca serta perpustakaan dan jaringan informasi.

39

B. Kegiatan Utama Balitsa

Balitsa merupakan lembaga penelitian di bidang

pertanian yang berorientasi agribisnis, sehingga dalam

melakukan kegiatan budidaya tanaman sayuran Balitsa

mempertimbangkan komoditas sayuran yang memiliki

prospek yang baik.

Kegiatan utama di Balitsa adalah kegiatan

penelitian dan usahatani. Kegiatan penelitian ini

meliputi kegiatan penelitian yang didukung oleh

kelompok peneliti pemuliaan dan plasma nutfah, hama dan

penyakit, ekofisiologi dan fisiologi hasil.

Kegiatan penelitian dilakukan dengan tujuan utama

yaitu untuk perbaikan tanaman. Perbaikan tanaman ini

dapat meliputi kegiatan menemukan varietas – varietas

baru yang unggul , menemukan teknik pengendalian hama

dan penyakit yang efektif dan ramah lingkungan ,

menemukan suatu teknik budidaya baru serta penanganan

pra dan pasca panen.

40

Kegiatan usahatani yang dilakukan adalah usahatani

tanaman sayuran , antara lain kubis, tomat, kentang,

selada, cabai, paprika, dll. Teknik budidaya

diterapkan pada lahan penanaman sayuran di areal

Balitsa adalah budidaya konvensional dan budidaya ramah

lingkungan seperti LEISA (Low Eksternal Input and Sustainable

Agriculture) dan organik, ada juga teknologi budidaya

sayuran di rumah plastik khususnya untuk tanaman

sayuran paprika dan tomat. Hasil panen ini biasanya

dibeli dengan cara borongan.

C. Budidaya Tanaman Kubis

Budidaya tanaman kubis meliputi kegiatan-kegiatan

pokok : penyiapan bibit di pesemaian, pengolahan lahan,

penanaman, pemeliharaan serta kegiatan panen dan pasca

panen:

41

1. Penyiapan bibit di

persemaian

Benih yang digunakan di Balitsa adalah benih kubis

varietas Green Coronet. Benih tanaman kubis varietas ini

berbentuk granule dan berwarna merah kehitaman. Jenis

varietas ini mempunyai bentuk kepala atau krop bulat

dan kompak, teras atau hatinya kecil, daun berukuran

kecil sampai sedang, warna daun hijau muda, mempunyai

beberapa daun luar dan batangnya pendek, umur panen

antara 60 – 120 hari dengan berat antara 1,5 – 5 kg per

krop.

Sebelum disemai, benih kubis direndam dalam air

hangat ( ± 50 ºC ) selama 0,5 jam atau direndam dalam

larutan Previcur N (1 ml/l) selama kira-kira 3 jam.

Perendaman (seed threatment) bertujuan untuk mempercepat

perkecambahan benih dan membebaskan dari serangan

penyakit. Benih kubis di angin - anginkan setelah

direndam lalu disebar rata di tempat persemaian.

Tempat persemaian permanen dibuat dari semen dengan

naungan berupa fiber menghadap arah timur barat dan

42

penegak berupa besi supaya kuat. Ukuran untuk naungan

untuk sendiri sebesar 85 cm sampai 100 cm dan untuk

bedengannya adalah 1 m x 10 m. Media persemaian adalah

campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan

1:1.

Benih yang telah disiapkan disebar lalu ditutup

tipis dalam media persemaian selama kurang lebih 2 – 3

hari. Setelah berumur 7 - 8 hari atau benih telah

berkecambah dipindahkan ke bumbunan daun pisang dengan

media yang sama dan dipelihara di persemaian. Daun

yang digunakan di Balitsa untuk membumbun adalah daun

pisang dan daun kayu besi. Pembumbunan di Balitsa

umumnya menggunakan daun pisang karena harganya lebih

terjangkau dan lebih cepat membusuk. Daun kayu besi

lebih lama dalam pembusukan. Cara pembumbunan

dilakukan dengan memberi media pada cetakan daun pisang

yang dibentuk kecil-kecil, media yang digunakan sama

seperti pada proses persemaian. Bibit yang sudah cukup

umur (tingginya sekitar 4 cm sampai 6 cm) ditanam pada

bumbunan daun pisang atau daun kayu besi dan kemudian

43

ditutup dengan tanah. Media agak ditekan agar tanaman

tidak lepas tetapi juga jangan terlalu kuat karena

dapat merusak akar tanaman. Penyiraman pada persemaian

dilakukan setiap hari di pagi hari. Pembumbunan

bertujuan untuk menjaga agar bibit tidak stres atau

agar tahan terhadap cekaman lingkungan, mengetahui

apakah bibit tersebut terkena hama atau penyakit serta

memudahkan dalam penanaman.

Bibit siap ditanam atau dipindahkan ke lahan

setelah bibit berumur kira - kira 3-4 minggu atau sudah

memiliki 4-5 helai daun. Bibit kubis dipelihara secara

intensif selama di persemaian. Hal ini dilakukan

karena bibit yang sehat selama dipersemaian turut

menentukan keberhasilan pertanaman di lahan. Bibit

yang dibutuhkan dalam sekali tanam ± 25.000 - 35.000

tanaman/Ha.

Penanaman bibit kubis dapat dilakukan pada pagi

atau sore dengan persyaratan bibit tersebut telah

melalui proses pembumbunan dengan kondisi daerah yang

cukup lembab. Penanaman kubis di Balitsa biasanya

44

dilakukan pada pagi hari. Bibit kubis dapat ditanam

dengan jarak 50 x 40 cm atau 60 x 50 cm dan 70 x 50 cm,

namun jarak yang dianjurkan adalah 70 x 50 cm.

Penanaman dengan tumpang sari antara kubis dan tomat

sangat dianjurkan karena dapat mengusir hama Plutella

xylosella pada kubis namun di Balitsa, penanaman dengan

tumpang sari jarang dilakukan karena penanaman dengan

tumpang sari dianggap akan lebih banyak memerlukan

biaya perawatan, sehingga kebanyakan penanaman kubis

dilakukan secara monokultur.

2. Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan tanaman kubis di Balitsa

menggunakan 2 macam cara pengolahan lahan, yaitu :

a. Sistem Cangkul

(Maximum Tillage)

Yaitu dengan mengolah secara keseluruhan dengan cara

membalik posisi tanah, tanah di bagian bawah dibalik

menjadi di atas, sebaliknya tanah yang berada di

permukaan menjadi di bawah. Gulma – gulma yang ada

dicangkul dan dibuang sampai ke perakarannya.

45

Keuntungan sistem ini adalah gulma tidak akan cepat

tumbuh lagi dan tanahnya lebih gembur, sedangkan

kerugiannya yaitu lebih banyak memerlukan tenaga

kerja untuk mengolah tanah dan memerlukan waktu yang

lebih lama.

b. Sistem Garit

Laci (Minimum Tillage)

Yaitu tanah di cangkul dengan cara membalik posisi

tanah, tanah bagian atas di benamkan ke dalam tanah.

Hal ini bertujuan agar rumput-rumput yang berada di

permukaan ikut masuk kedalam tanah. Keuntungan

sistem ini adalah menghemat waktu dan tenaga kerja,

sedangkan kerugiannya adalah gulma dapat tumbuh

lebih cepat.

Sistem pengolahan yang lebih banyak dilakukan di

Balitsa adalah dengan menggunakan sistem garit laci

karena sistem ini lebih menghemat waktu dan jumlah

tenaga kerja.

Lahan yang telah diolah perlu diberikan pupuk dasar

baik dengan pupuk kandang maupun pupuk kimia. Pupuk

46

kandang yang diberikan yaitu pupuk kandang kuda dengan

dosis 30 - 40 ton/Ha. Pupuk kandang kuda diberikan

pada setiap lubang tanam dengan dosis 1 kg. Pupuk

kimia diberikan setelah pengaplikasian pupuk kandang.

Pupuk kimia yang dibutuhkan kubis adalah Urea sebanyak

100 kg/Ha, ZA 250 kg/Ha, SP-36 250 kg/Ha dan KCl 200

kg/Ha. Pemupukan dasar dengan pupuk kimia diberikan

dengan dosis 15 gr per tanaman. Lahan yang tercampur

dengan pupuk kandang dibiarkan kurang lebih satu minggu

agar pupuk kandang lebih matang. Kapur pertanian

dolomit diberikan jika kondisi pH tanah masam yaitu

dengan dosis 1,5 ton/Ha. Lahan dibiarkan selama 2

minggu sebelum penanaman.

Pemasangan mulsa dilakukan setelah pengolahan tanah

dan pemberian pupuk dasar selesai. Pemasangan mulsa

sebaiknya dilakukan pada siang hari karena lebih mudah

dalam merentangkan dan memasangnya. Pemasangan mulsa

hitam perak dilakukan supaya pertumbuhan gulma dapat

terhambat, mempermudahkan penyiraman dan menjaga

kelembaban tanah. Setelah pemasangan mulsa dilakukan

47

pelubangan mulsa dengan jarak tanam yang telah

ditentukan.

Pelubangan mulsa ini digunakan alat pelubang mulsa

yang terbuat dari besi berbentuk tabung dengan tuas

untuk memegang alat tersebut. Cara penggunaannya

adalah dengan menekan alat ke dalam mulsa, memutar

pegangan/tuas ke kiri lalu mengangkat tuas, dapat juga

dengan memanfaatkan kaleng susu bekas atau menggunakan

arang.

3. Penanaman

Bibit kubis yang telah berumur 3 – 4 minggu atau

sudah mempunyai 4 – 5 daun dan merupakan bibit yang

siap ditanam di lahan. Bibit ditanam pada tanah yang

sebelumnya telah dilubangi sesuai dengan jarak tanam

yang dikehendaki. Bibit agak ditekan lalu ditutup

dengan tanah. Bibit yang dibumbun dengan daun pisang

dapat langsung ditanam, namun bibit yang dibumbun

dengan daun kayu besi daunnya harus dilepas terlebih

48

dahulu karena daun kayu besi susah membusuk sehingga

kalau tidak dilepas akan menghambat proses pertumbuhan.

4. Pemeliharaan tanaman

kubis

Pemeliharaan tanaman yang paling penting adalah

penyulaman, penyiraman, pemupukan susulan, penyiangan

gulma dan pengendalian hama dan penyakit.

a. Penyulaman

Penyulaman dilakukan dengan cara mengganti bibit

kubis yang layu atau mati yang dilakukan sampai kubis

berumur 2 minggu. Kematian tanaman mungkin disebabkan

oleh :

1) Kekeringan hingga layu atau mati.

2) Terserang OPT, yaitu terpotongnya batang oleh ulat

tanah.

b. Penyiraman

Kegiatan penyiraman pada tanaman kubis sebaiknya

dilakukan setiap sore hari, akan tetapi apabila

temperatur udara tinggi dan matahari bersinar terik

maka penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi

49

dan sore hari. Hal ini disebabkan karena tanaman kubis

merupakan tanaman yang memerlukan tingkat kelembaban

tinggi. Penyiraman dilakukan dengan cara menyiram

tanaman kubis tersebut sampai benar-benar lembab atau

basah. Daun yang tertutup tanah segera disiram agar

tidak mengganggu proses fotosintesis. Penyiraman ini

berfungsi untuk memenuhi kebutuhan air tanaman kubis.

Penyiraman dilakukan tiap hari kira-kira sampai umur

dua minggu, sedangkan di musim kemarau penyiraman

diperjarang dan dihentikan setelah kubis tumbuh normal,

kira-kira berumur tiga minggu.

c. Pemupukan susulan

Kubis merupakan tanaman sayuran yang dianggap

sensitif terhadap kondisi kesuburan tanah dan pemberian

pupuk. Peranan unsur hara untuk tanaman menunjukan

manfaat yang sangat besar dalam meningkatkan

pertumbuhan, kualitas dan hasil tanaman kubis.

Pemupukan dilakukan melalui tanah dan diberikan

secara bertahap sebanyak 3 kali. Pemupukan pertama

dilakukan ketika tanaman kubis berumur 15 hari setelah

50

tanam. Tujuan pemupukan susulan pertama untuk memacu

pertumbuhan tanaman. Pemupukan kedua dilakukan setelah

kubis berumur 1,5 bulan setelah tanam. Tujuan

pemupukan susulan kedua adalah untuk merangsang

pertumbuhan daun. Pemupukan ketiga dilakukan pada saat

tanaman berumur 70 hari setelah tanam. Tujuan

pemupukan susulan ketiga adalah untuk pembentukan krop.

Pemupukan susulan dapat diberikan pupuk majemuk

atau pupuk tunggal. Pupuk majemuk lebih baik diberikan

pada lahan yang diberi mulsa atau dengan sistem cor, hal

ini karena pupuk majemuk lebih larut dalam air dan

unsur hara makro dan mikro lebih tersedia.

Misalnya untuk melakukan pemupukan susulan dengan

sistem cor dapat dilakukan dengan pemberian pupuk NPK

25 : 7 : 7 sebanyak 2 kg dan ditambahkan pupuk Urea

sebanyak 1 kg dan dihomogenkan dalam 60 liter air.

Pemberian pupuk cor dilakukan dengan satu gelas plastik

akua per tanaman. Setiap 60 liter pupuk dapat memupuk

sebanyak 650 – 700 tanaman kubis.

51

Pupuk majemuk yang digunakan bisasanya pupuk NPK,

Ponska. Sedangkan pupuk tunggal lebih keras atau lebih

lama larut dalam air. Pupuk tunggal yang diberikan

adalah pupuk urea, ZA, SP-36 dan KCl. Jenis pupuk yang

dipakai NPK Mutiara 25, 7, 7 dengan dosis yang

digunakan 20 gr per tanaman. Setiap pemupukan susulan

dosisnya sama, yaitu 20 gr per tanaman. Pupuk

dibenamkan diantara tanaman kubis, lalu tanaman segera

disiram.

d. Penyiangan

Penyiangan dilakukan untuk mengurangi pertumbuhan

gulma yang ada di sekitar tanaman kubis. Gulma yang

tumbuh disekitar kubis sangat merugikan bagi tanaman

tersebut bila tidak disiangi karena menjadi pesaing

tanaman pokok dalam memperoleh unsur hara yang

dibutuhkan tanaman, pesaing air, pesaing sinar

matahari, menjadi inang bagi hama dan penyakit.

Penyiangan dilakukan selama 2 minggu sekali dengan cara

mencabut langsung gulma yang ada dengan tangan.

e. Pengendalian hama dan penyakit

52

Pestisida terdiri dari insektisida dan fungisida

selain itu juga digunakan perekat yang berfungsi

sebagai perekat pestisida pada tanaman kubis.

Insektisida yang digunakan antara lain adalah Sherpa

dan Curracorn sedangkan fungisida yang digunakan adalah

Antracol. PPC ( Pupuk Pelengkap Cair ) yang digunakan

Supergrow sebagai pupuk daun. Interval penyemprotan 1-2

kali seminggu dan disesuaikan dengan kondisi tanaman

yang terserang hama dan penyakit, selain itu musim juga

mempengaruhi penyemprotan pestisida. Pada musim

kemarau penyemprotan pestisida dilakukan 1 kali dalam

seminggu, sedangkan pada musim hujan penyemprotan

pestisida dilakukan 2 minggu sekali.

5. Kegiatan Panen dan

Pasca Panen

Panen adalah suatu tindakan pengambilan hasil dari

tanaman dengan waktu tertentu dan setiap tanaman

berbeda-beda baik waktu maupun cara panennya. Kubis

dapat dipanen setelah kropnya besar, penuh dan padat.

Krop akan pecah dan kadang-kadang busuk apabila panen

53

terlambat. Panen kubis biasanya dilakukan 75-90 hari

atau sesuai varietas tanaman kubis. Berat dari kubis

juga berbeda-beda sesuai varietasnya. Panen terbaik

kubis untuk luas lahan sebesar 1 Ha dapat mencapai 40-

50 ton/Ha. Umumnya, di Balitsa menggunakan sistem

borongan untuk penjualan ke bandar atau pedagang

pengumpul karena sistem ini lebih mudah dan lebih

menguntungkan dari pada dengan menimbang hasil kubis

per kilogramnya.

Ciri-ciri kemasakan kubis adalah:

a. Krop kubis mengeras, diketahui dengan cara menekan

krop kubis.

b. Daun berwarna hijau mengkilap.

c. Daun paling luar sudah layu.

d. Krop kubis telah terlihat besar.

Pemetikan yang kurang baik akan menimbulkan

kerusakan mekanis yang menyebabkan krop kubis

terinfeksi patogen sehingga mudah pembusukan.

Langkah-langkah dalam panen kubis adalah :

54

a. Memotong batang kubis dengan menggunakan pisau

yang tajam dan bersih. Pemotongan dilakukan pada

bagian pangkal batang kubis dengan disertakan 4-5

lembar daun luar agar krop tidak mudah rusak.

b. Daun yang rusak dibuang sampai krop benar – benar

terlihat bagus.

c. Pemetikan dimulai dengan kubis yang sehat baru

kemudian dilakukan pemetikan pada kubis yang telah

terkena infeksi patogen.

Pasca panen adalah penanganan produk pertanian

dari setelah panen sampai ke konsumen, sehingga

kualitasnya tetap bermutu tinggi. Dua hal penting

dalam penanganan pasca panen, yaitu:

a. Sortasi (Pemilihan Mutu ) dan Gradding

(Penggolongan)

Sortasi bertujuan untuk memisahkan krop kubis yang

baik dan bermutu dari kubis yang kurang baik atau

rusak seperti retak, lecet dan kerusakan lainnya.

Sortasi di Balitsa dilakukan dengan cara

memisahkan kubis yang kualitasnya bagus dengan

55

kubis yang kurang bagus. Kubis yang

kualitasnya bagus di jual ke supermarket

sementara kubis yang kualitasnya kurang bagus

dijual ke pasar lokal.

Setelah dilakukan sortasi yaitu dilakukan gradding

(penggolongan). Gradding bertujuan untuk

menggolongkan kubis ke dalam mutu sesuai kelasnya

dan juga memudahkan dalam distribusi pemasaran.

Kubis kelas I yaitu kubis yang benar – benar

bagus, tidak lecet dan tidak terserang patogen serta

memiliki ukuran yang seragam. Kubis kelas ini akan

dipasarkan ke Supermarket dan dikirim ke luar

daerah.

Kubis kelas II yaitu kubis yang ukurannya tidak

seragam. Kubis kelas II ini dipasarkan ke pasar

tradisional.

b. Pengemasan

Pengemasan dilakukan dengan plastik Polyethylen dan

dalam pengangkutan, kemasan perlu dimasukkan dalam

kotak atau peti kayu dengan kapasitas 25-30 kg per

56

peti. Pengemasan bertujuan untuk memperkecil resiko

kerusakan akibat gesekan atau benturan selama

transportasi. Hal yang harus diperhatikan dalam

pengemasan adalah kapasitas kemasan dan kubis

disusun dalam kemasan dengan cara ditumpuk dengan

rapi.

Pemasaran kubis di Balitsa dapat melalui beberapa

tipe rantai pemasaran, yaitu:

1. Petani produsen – konsumen

2. Petani produsen – pengecer – konsumen.

3. Petani produsen – tengkulak – pengecer – konsumen.

4. Petani produsen – tengkulak – pedagang besar –

pengecer – konsumen.

Saluran rantai 1, 2 dan 3 merupakan saluran

pemasaran lokal, yaitu pemasaran di pasar-pasar lokal

yang ada di daerah pusat produksi atau untuk memenuhi

permintaan konsumen sekitar daerah produksi, sedangkan

saluran 4 merupakan saluran pemasaran untuk memenuhi

permintaan konsumen di luar daerah produksi. Kegiatan

57

masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam

pemasaran kubis di antaranya:

1. Tengkulak/pedagang desa

Lembaga pemasaran ini melakukan pembelian hasil

panen dari petani dan menjualnya kembali ke pedagang,

pengumpul atau pedagang pengecer, apabila jual beli

dengan sistem borongan atau timbangan maka kegiatan

panen menjadi tanggungan petani.

2. Pedagang besar

Pedagang besar melakukan pembelian kubis dalam

jumlah yang banyak dari tengkulak dan menjualnya

kembali ke pedagang pengecer dalam jumlah yang lebih

sedikit.

3. Pengecer

Pengecer melakukan pembelian kubis dari pedagang

besar dan menjualnya kembali kepada konsumen.

Penanganan pasca panen meningkatkan mutu dan harga

jual kubis di pasar. Untuk itu kegiatan pasca panen58

harus dilakukan dengan baik agar kualitas kubis tetap

segar sampai ke tangan konsumen.

D. Hama dan Penyakit Tanaman Kubis

1. Hama Tanaman Kubis

a. Hama – hama utama yang menyerang tanaman kubis

antara lain:

1) Ulat daun kubis ( Plutella xylostella L. )

Hama ulat daun kubis dilaporkan berasal dari

daerah Mediterranean di Eropa Selatan, yang merupakan

sumber berbagai jenis brasica. Hama ini tersebar luas

di areal yang ditanami brasica, mulai dari daerah

Amerika Utara dan Selatan, Afrika, China, India,

Jepang, Asia Tenggara termasuk Indonesia, Selandia

Baru, dan Australia. Telur Plutella kecil berukuran

kira-kira panjang 0,49 cm dan lebar 0,26 cm, warnanya

kuning atau putih kehijauan dan berbentuk oval. Di

lapangan, serangga betina meletakkan telur di

permukaan bawah daun tanaman inang secara tunggal

atau berkelompok. Tetapi, di laboratorium bila

59

ngengat (dewasa) betina dihadapkan pada tanaman muda

maka mereka bertelur pada bagian batang.

Stadium telur antara 3-6 hari. Larva atau ulat

mempunyai pertumbuhan maksimum dengan ukuran panjang

tubuh mencapai 10-12 mm. Prepupa berlangsung selama

lebih kurang 24 jam, setelah itu memasuki stadium

pupa. Panjang pupa bervariasi sekitar 4,5-7,0 mm dan

lama umur pupa 5-15 hari. Serangga dewasa atau

ngengat berbentuk ramping, berwarna coklat-kelabu.

Sayap depan bagian dorsal memiliki corak khas seperti

berlian, sehingga hama ini terkenal dengan nama

ngengat punggung berlian (diamondback moth). Nama

lain dari serangga tersebut adalah ngengat tritip dan

ngengat kubis (cabbage moth).

Ulat Plutella menyerang daun sehingga daun

berlubang-lubang dan terdapat bercak-bercak putih

seperti jendela yang menerawang dan tinggal urat-urat

daunnya saja, umumnya menyerang tanaman kubis yang

masih muda, tetapi kadang-kadang merusak tanaman yang

sedang membentuk krop.

60

Hama P. xylostella juga dapat menyerang tanaman kubis

yang sedang membentuk krop sampai panen. Keadaan ini

dapat terjadi jika :

a) Populasi musuh alaminya, yaitu parasitoid D.

semiclausum rendah.

b) Tidak ada hama pesaing yang penting, yaitu ulat

krop kubis (C. binotalis).

c) Hama P. xylostella telah resisten terhadap

insektisida yang digunakan.

d) Populasi larva P. xylostella sangat tinggi.

Pengendaliannya bisa dengan mekanik, kultur

teknik, pengendalian biologi dan pengendalian kimia.

Pengendalian yang sering dilakukan adalah

pengendalian dengan cara kimia. Pestisida yang

digunakan adalah Agrimec 18 EC dengan dosis 0,5-1

ml/liter air dan perekat seperti ABSH sebanyak 2

ml / liter air. Insektisida berperan sebagai

pemberantas ulat dan perekat sebagai perekat

pestisida dengan daun. Penyemprotan dilakukan

61

seminggu sekali apabila tanaman terserang hama sangat

berat dan tanaman sudah dewasa.

2) Ulat krop kubis ( Crocidolomia binotalis Zell. )

Ulat jantung (Crocidolomia binotalis) merupakan  hama 

yang  penting  pada  tanaman  kubis. Hama ini

merupakan ancaman yang serius bagi petani.

Serangan C. binotalis pada tanaman kubis sampai

sekarang belum dapat diatasi secara memuaskan,

meskipun pengendalian kimia telah dilakukan secara

intensif. Salah  satu  agen pengendali  hayati 

yang  mempunyai potensi tinggi untuk mengendalikan

hama ulat jantung kubis  adalah  nematoda 

entomopatogen  Steinernema carpocapsae.

Ulat krop / jantung (Crocidolomia binotalis) sering

menyerang titik tumbuh sehingga disebut sebagai ulat

jantung kubis. Ulatnya kecil, berwarna hijau, lebih

besar dari ulat trip, jika sudah besar ada garis –

garis coklat, jika diganggu agak malas untuk

bergerak. Berbeda dengan ulat trip yang telurnya

diletakkan secara menyebar, ulat jantung kubis

62

meletakkan telurnya dalam satu kelompok. Kerusakan

ringan yang disebabkan ulat krop akan berakibat

menurunkan kualitas tanaman kubis, sedangkan

kerusakan berat dapat menggagalkan panen sehingga

kubis tidak laku terjual.

Pengendaliannya dengan menggunakan Sherpa yang

berbahan aktif Sipermetrin 50g/l dengan dosis 1,5-

2 cc/liter air dan bisa juga menggunakan Curracron

yang berbahan aktif Propenofos dengan konsentrasi 1,5-

2 cc/liter air.

b. Hama – hama sekunder tanaman kubis , meliputi :

1) Ulat grayak ( Spodoptera litura F. )

Ulat grayak muncul pada malam hari dan memakan

daun-daun muda. Hal ini menyebabkan daun menjadi

berlubang dan rusak. Pada siang hari ulat ini

bersembunyi di dalam tanah yang dangkal untuk

menghindari kekeringan. Ulat grayak dapat

dikendalikan dengan menggunakan Curracron yang

berbahan aktif Propenofos dengan konsentrasi 1,5-2

cc/liter air.

63

2) Ulat tanah (Agrotis ipsilon Hufn)

Ulat tanah membuat lubang kecil dengan jalan

memakan jaringan daun. Pada siang hari bersembunyi

dipermukaan tanah. Pada senja dan malam hari ulat

tanah muncul ke permukaan tanah dan memotong pangkal

batang dan titik tumbuh sehingga tanaman muda rebah

dan pada siang hari tampak layu. Daur hidup A. ipsilon

dari telur sampai dewasa sekitar 36-42 hari. Lamanya

daur hidup A. ipsilon tergantung pada tinggi rendahnya

suhu udara, semakin rendah suhu udara semakin lama

daur hidupnya dan sebaliknya. Pengendalian :

menyemprotkan insektisida Regent 1-1,5 ml/liter air.

3) Kutu daun (Aphis brassicae)

Kutu daun hidup berkelompok dibawah daun berwarna

hijau diliputi semacam tepung berlilin. Kutu daun

menyerang tanaman dengan menghisap cairan selnya,

sehingga menyebabkan daun menguning dan berbintik-

bintik tampak kotor. Menyerang hebat dimusim

kemarau. Pengendalian: menyemprotkan insektisida

Orthene 75 SP atau Hostathion 40 EC 1-2 cc/liter air.

64

4) Bangsa siput

Bangsa siput banyak jenisnya, yang menjadi hama

tanaman kubis yaitu:

a) Achatina fulica Fer. yaitu siput yang mempunyai

cangkang atau rumah, dikenal dengan bekicot.

b) Vaginula bleekeri Keferst. yaitu siput yang tidak

bercangkang, warna tubuhnya kecoklatan.

c) Parmarion pupillarist Humb. yaitu siput yang tidak

bercangkang akan tetapi dicirikan adanya chitine

yang mendatar pada bagian punggungnya. Tubuh

mempunyai warna coklat kekuningan.

Hama siput banyak merusak tanaman kubis di

persemaian dan dilahan penanaman, terutama terhadap

tanaman baru yang dipindah tanam. Hama siput

menyerang bagian daun. Pengendalian hama siput yaitu

dengan menyemprotkan helisida atau aplikasi siputox

dan secara mekanis dengan cara mengambil dan

dikumpulkan untuk dimusnahkan atau untuk pakan

ternak.

65

2. Penyakit Tanaman Kubis

Penyakit yang menyerang tanaman kubis, antara lain :

a. Penyakit akar bengkak ( Plasmodiophora brassicae Wor. )

Penyakit akar bengkak ( akar gada atau dalam

bahasa Inggris clubroot ) untuk pertama kali diketahui di

Indonesia pada tahun 1975. Penyakit bengkak akar

disebabkan infeksi dari cendawan Plasmodiophora brassicae.

Penyakit didukung oleh tanah yang masam, temperatur

tinggi dan tanah yang selalu basah dapat mempercepat

berkembangnya spora. Pembengkakan timbul pada akar

tanaman kubis menyerupai bisul-bisul dan dapat

menyebabkan akar membusuk. Pertumbuhan menjadi

terhambat karena akar tidak dapat menyerap unsur hara

secara sempurna dan akhirnya tanaman tumbuh kerdil,

ukuran krop kecil, tanaman cepat layu dan menyebabkan

tanaman menjadi mati.

Penyebab penyakit ini dapat tersebar setempat oleh

air drainase, alat-alat pertanian, tanah yang tertiup

angin, hewan, dan bibit-bibit. Menurut Suryaningsih

(1981), pupuk kandang dapat menyebarkan penyakit ini,

66

karena sisa-sisa kubis biasanya dipakai petani untuk

makanan ternak. Jamur ini dapat bertahan hidup dalam

saluran pencernaan ternak, sehingga pupuk kandang

terinfeksi. Pupuk Urea, SP-36, dan KCl yang diberikan

bersama-sama akan menekan penyakit, sebaliknya

pemberian Boron akan meningkatkan serangan penyakit

ini. Penanaman kubis secara terus menerus pada lahan

yang sama juga akan meningkatkan populasi Plasmodiophora

sp.

Pengendalian penyakit ini yaitu pemberian kapur

dolomit sebanyak 1,5 ton/Ha dan juga dapat diatasi

dengan pemberian pupuk kandang dengan dosis yang lebih

banyak. Tanaman segera dicabut dan dimusnahkan apabila

terdapat serangan bengkak akar yang parah pada tanaman

muda,

b. Busuk hitam (Xantomonas campestris)

Penyakit busuk hitam disebabkan oleh bakteri

Xantomonas campestris. Penyakit busuk hitam berjangkit

pada tanaman kubis dengan kondisi lingkungan hangat dan

kelembaban udara tinggi. Gejala khas pada kubis dewasa

67

yang terserang X.campestris adalah adanya bercak kuning

yang menyerupai huruf V di sepanjang pinggir daun

mengarah ke tulang daun. Penyaluran air yang melewati

bagian yang bergejala terhambat, sehingga tulang daun

busuk dan berwarna hitam. Penyakit ini dapat

menyebabkan busuk kering, yang dalam keadaan lembab

karena serangan jasad sekunder, dapat berubah menjadi

busuk basah yang mengeluarkan bau tidak enak.

Penanggulangan penyakit busuk hitam dimulai dari

benih. Perawatan benih dapat dilakukan dengan cara

merendam biji dalam air hangat selama 3 jam.

c. Busuk basah/busuk lunak

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora

pv. tanaman kubis yang terserang E. carotovora

memperlihatkan gejala busuk berwarna hitam pada daun-

daun pembungkus krop. Pembusukan juga terjadi pada

pangkal krop, sehingga krop mudah dilepas dari batang

kubis. Bagian yang terinfeksi mula-mula terjadi bercak

kebasahan. bercak membesar dan mengendap (melekuk),

bentuknya tidak teratur, berwarna coklat tua kehitaman.

68

Kelembaban yang tinggi menyebabkan jaringan yang sakit

tampak kebasahan, berwarna krem atau kecoklatan dan

tampak agar berbutir-butir halus dan di sekitar bagian

yang sakit terjadi pembentukan pigmen coklat tua atau

hitam.

Cara penanggulangan yang efektif adalah mencegah

terjadinya pelukaan dan mencegah serangan hama. Krop

yang terserang, daun – daun yang terinfeksi dibuang dan

dimusnahkan serta batang bekas potongan diolesi Kloroks.

Tempat penyimpanan yang bersuhu rendah sangat baik

untuk mencegah terjadinya perkembangan penyakit.

Kegiatan pemeliharaan tanaman kubis di Balitsa

dilakukan sangat intensif. Penyulaman, penyiraman,

penyiangan, pemupukan susulan dan pengendalian hama dan

penyakit dilakukan dengan rutin sesuai dengan

literatur. Kegiatan pemupukan susulan diberikan dengan

jenis pupuk yang berbeda tiap petani. Perbedaan ini

karena petani mempunyai pupuk andalan masing-masing dan

juga faktor ekonomi juga mempengaruhi pemakaian jenis

pupuk. Dosis pupuk yang diberikan pun kadang berbeda,

69

namun perbedaan tersebut tidak terlalu jauh dan masih

dalam lingkup yang wajar, maksudnya aplikasi pemupukan

tidak berbeda jauh dengan literatur.

Pengantisipasian resiko gagal panen di Balitsa

dilakukan dengan teknik pengendalian hama secara

terpadu yaitu teknik pengendalian dengan melihat

terlebih dahulu apakah ada serangan, jika terdapat

serangan dan sudah melebihi ambang kematian maka

dilakukan pengendalian dengan menyemprotkan pestisida

pada tanaman kubis. Pengantisipasian serangan penyakit

yaitu lebih diutamakan adalah kegiatan pencegahan

dengan perlakuan benih dan pemeliharaan bibit.

E. Manajemen Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman

Kubis

Pengendalian hama dan penyakit tanaman erat

kaitannya dengan penggunaan pestisida. Manajemen

pengendalian hama dan penyakit yang dijalankan di Balai

Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Bandung meliputi:

1. Perencanaan70

Perencanaan yaitu tindakan menentukan sasaran dan

arah tindakan yang akan dilaksanakan. Pada lahan

percobaan dan usaha budidaya di Balai Penelitian

Tanaman Sayuran Lembang, perencanaan dalam manajemen

pengendalian hama dan penyakit kubis meliputi

kegiatan :

a. Pemilihan Varietas

Pemilihan varietas merupakan kegiatan perencanaan

yang penting. Kesalahan dalam pemilihan varietas

sangat berakibat fatal. Komoditas sayuran yang dipilih

untuk diusahakan adalah sayuran dengan varietas unggul

yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.

Kubis yang dibudidayakan di Balitsa adalah kubis

varietas Green coronet karena jenis kubis ini yang paling

cocok ditanam di dataran tinggi serta lebih tahan

terhadap serangan hama dan penyakit.

b. Pengadaan Benih

Benih yang digunakan di Balitsa yaitu benih impor

dari Taiwan karena Indonesia belum dapat menghasilkan

benih yang unggul. Iklim di Indonesia kurang cocok

71

untuk pengadaan benih. Iklim yang cocok untuk

pengadaan benih kubis yaitu negara dengan iklim Sub-

Tropis dengan pemanasan yang tidak terus –

menerus.

c. Pemilihan Lokasi dan Waktu Tanam

Pemilihan lokasi untuk usaha budidaya kubis

terutama didasarkan pada lingkungan yang cocok

(agroklimat). Varietas dataran tinggi dapat tumbuh

baik pada ketinggian 1000-2000 m dpl, suhu udara 10-

240C dengan suhu optimum 170C, kelembaban 80%.

Berdasarkan data iklim di Balai Penelitian Tanaman

Sayuran Lembang, suhu dan ketinggian Balitsa menunjang

bagi pertumbuhan tanaman kubis dan sayuran lainnya.

Ketinggian daerah Balitsa kurang lebih 1200 m dpl,

dengan curah hujan 0 - 1000 mm/ bulan, serta rata –

rata kelembaban nisbi 70 - 100 %.

Waktu tanam kubis sangat berpengaruh terhadap

intensitas serangan hama dan penyakit. Tanaman kubis

lebih baik ditanam pada saat musim hujan karena pada

72

musim hujan intensitas serangan hama dan penyakit

cenderung menurun karena terhambat oleh air hujan.

2. Pengorganisasian

Pembagian kerja adalah hal yang paling mutlak dalam

suatu organisasi. Balai Penelitian Tanaman Sayuran

memiliki struktur organisasi kebun percobaan yang

dipimpin oleh kepala kebun atau kepala mandor yang

dibantu oleh beberapa seksi yang ada dibawahnya.

Kepala kebun atau kepala mandor membawahi tujuh blok

kebun percobaan, yang masing – masing blok dipimpin

oleh mandor.

Tiap bagian atau seksi yang ada di kebun percobaan

Balitsa harus dikoordinasikan dengan kepala kebun.

Koordinasi dilakukan agar tiap bagian tidak berjalan

sendiri. Berjalannya organisasi di Balai Penelitian

Tanaman Sayuran tidak dapat tercapai jika tidak ada

pengorganisasian dan pengawasan yang baik.

73

Gambar 2. Struktur organisasi kebun percobaan Balitsa

3. Pelaksanaan

Pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit kubis

dimulai dari awal tanam sampai setelah tanam yaitu

mulai dari penyiapan bibit dan lahan, penanaman,

pemeliharaan dan kegiatan panen dan pasca panen.

Bibit yang akan digunakan terlebih dahulu direndam

dengan larutan Previcur N. untuk mencegah serangan

penyakit. Media pesemaian juga harus steril dan tidak

masam karena kondisi media yang masam dapat memicu

74

timbulnya penyakit bengkak akar. Penyemprotan

insektisida segera dilakukan apabila terlihat gejala

serangan hama agar serangan hama tidak meluas dan

apabila terlihat gejala serangan penyakit maka tanaman

yang terserang penyakit segera dicabut dan dimusnahkan.

Hal ini dikarenakan cendawan penyebab penyakit dapat

bertahan lebih lama dalam tanaman meskipun gejala

serangannya sudah tidak terlihat, sehingga kalau tidak

dicabut dan dimusnahkan maka dapat terbawa ke lapang.

Pengolahan lahan dilakukan dengan membuang rumput

dan tanaman sebelumnya sampai bersih karena rumput –

rumput dan tanaman tua merupakan sarang hama. Pemberian

kapur pada tanah yang masam untuk mencegah penyakit

bengkak akar.

Kegiatan penanaman kubis dilakukan saat kubis telah

mencapai umur tanam yang pas, yaitu berumur 3 – 4

minggu. Hal ini dilakukan agar tanaman cukup kuat

dalam menghadapi kondisi lingkungan yang kurang baik

dan terutama dalam menahan serangan hama dan penyakit

yang menyerang.

75

Pemberian pupuk susulan dalam penanaman kubis juga

dapat menghambat serangan hama dan penyakit. Pupuk

susulan ini diberikan sebanyak 3 kali yaitu pada saat

tanaman berumur 15 hari setelah tanam, 1,5 bulan

setelah tanam dan 70 hari setelah tanam.

Panen dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi

luka pada kubis yang dapat memicu penyakit busuk lunak.

Pasca panen dilakukan dengan mengemas kubis dengan rapi

agar tidak terjadi benturan dan pelukaan.

4. Pengawasan

Pengawasan yang dilakukan di Balai Peneitian

Tanaman Sayuran Lembang Bandung yaitu pangawasan yang

dilakukan di lapang. Pelaksanaan pengawasan di lapang

dilakukan dengan cara mengamati secara berkala kondisi

pertanaman kubis. Apabila terlihat ada serangan hama

dan penyakit serta sudah melewati batas amabang, maka

segera dilakukan tindakan pengendalian. Pengawasan ini

dilakukan oleh mandor dan pekerja – pekerja yang ada di

Balitsa. Mandor mengawasi setiap kegiatan petani di

76

kebun yang ada di bawah binaan Balai Penelitian Tanaman

Sayuran.

5. Evaluasi

Kegiatan evaluasi yang dilakukan di Balitsa yaitu

dengan membandingkan kualitas dan kuantitas hasil yang

diperoleh dari hasil usahatani musim sekarang dengan

hasil usahatani musim sebelumnya. Apabila terdapat

penurunan kualitas dan kuantitas hasil, maka dilakukan

pengevaluasian terhadap kegiatan usahatani yang sudah

dilakukan dengan cara mengevaluasi penyimpangan-

penyimpangan yang tejadi yang menyebabkan penurunan

kualitas dan kuantitas hasil untuk perbaikan usahatani

di musim selanjutnya.

Mandor berkoordinasi dengan pekerja lapang dan

kepala Litbang untuk mendata penyimpangan – penyimpang

yang terjadi agar penyimpangan tersebut tidak terjadi

di masa mendatang.

1. Manajemen Pengendalian Hama Kubis

Petani pada umumnya mengatasi gangguan ulat kubis

dengan menggunakan insektisida kimia sintetik.

77

Ditinjau dari segi penekanan populasi hama,

pengendalian secara kimiawi dengan insektisida memang

cepat dirasakan hasilnya, terutama pada areal yang

luas. Tetapi, selain memberikan keuntungan ternyata

penggunaan insektisida yang serampangan atau tidak

bijaksana dapat menimbulkan dampak yang tidak

diinginkan. Hasil survai pada petani sayuran

menyebutkan bahwa petani mengeluarkan 50% biaya

produksi untuk pengendalian secara kimiawi dengan

mencampur berbagai macam pestisida, karena belum

diketahui bagaimana penggunaan pestisida yang tepat.

a. Hama Pluttela xylostella sp.

Pengendalian ulat kubis dapat dilakukan dengan cara

mekanis, kimiawi dengan insektisida kimia sintetik

selektif maupun insektisida nabati, pola bercocok tanam

(tumpangsari, rotasi, irigasi, penanaman yang bersih),

penggunaan tanaman tahan, pengendalian hayati

menggunakan predator, parasitoid (misalnya dengan

Diadegma semiclausum Helen, Cotesia plutellae Kurdj., dll.),

78

patogen (misalnya pemakaian bakteri B. thuringiensis, jamur

Beauveria bassiana, dsb.) serta aplikasi program PHT.

Manajemen pengendalian yang dapat dilakukan antara

lain:

1) Saat awal tanam

a) Perencanaan musim tanam.

Lebih baik untuk menanam kubis dan brasica lain

pada musim hujan, karena populasi hama tersebut

dapat dihambat oleh curah hujan.

Apabila tersedia, dapat digunakan irigasi untuk

mengurangi populasi ulat daun kubis, apabila

pengairan dilaksanakan pada petang hari, dapat

membatasi aktivitas ngengat.

b) Pesemaian.

Tempat pembibitan harus jauh dari areal tanaman

yang sudah tumbuh besar. Sebaiknya pesemaian

atau bibit harus bebas dari hama ini sebelum

79

dipindah ke lapangan. Serangan ulat daun kubis

di lapangan diawali dari pesemaian yang

terinfestasi dengan hama tersebut.

2) Saat tanam

a) Penanaman

Sebaiknya tidak melakukan penanaman berkali-kali

pada areal sama, karena tanaman yang lebih tua

dapat menjadi sarang hama bagi tanaman baru.

c) Tanaman perangkap.

Tanaman brasica tertentu seperti caisin lebih

peka dapat ditanam sebagai border untuk dijadikan

tanaman perangkap, dengan maksud agar hama ulat

daun kubis terfokus pada tanaman perangkap.

d) Tumpang sari.

Penanaman kubis secara tumpang sari bersamaan

dengan tanaman yang tidak disukai hama ulat daun

kubis dapat mengurangi serangannya. Misalnya

80

tumpang sari kubis kubis dengan tanaman tomat

atau bawang daun.

3) Setelah tanam

a) Monitoring

Selama menanam kubis petani perlu melakukan

pemantauan atau monitoring hama dengan melakukan

pengamatan mingguan. Apabila hama mencapai 5

larva per 10 tanaman (Ambang Ekonomi = AE) atau

lebih, maka dapat dilakukan dengan menyemprot

tanaman menggunakan insektisida kimia atau

bioinsektisida, untuk menekan agar hama kembali

berada di bawah AE yang tidak merugikan secara

ekonomi.

b) Penggunaan agen hayati dan pengendalian secara

mekanis

Hama tersebut memiliki musuh alami berupa

predator (Paederus sp., Harpalus sp.), parasitoid

(Diadegma semiclausum, Cotesia plutellae), dan patogen

(Bacillus thuringiensis, Beauveria bassiana) yang bila

diaplikasikan dapat menekan populasi dan

81

serangannya. Pengendalain secara mekanis dapat

dilakukan dengan mengumpulkan hama yang

bersangkutan, memasukkan ke dalam kantung

plastik, dan memusnahkannya. Namun untuk areal

luas perlu pertimbangan tenaga kerja dan waktu.

c) Penggunaan insektisida

Aplikasi ini dilaksanakan setelah hama tersebut

mencapai atau melewati ambang ekonomi, dengan

memilih insektisida kimia selektif yang efektif

tetapi mudah terurai, atau penggunaan

insektisida biologi seperti pengguanaan lengkuas

dan sereh wangi.

b. Hama Croccidolomia binotalis

Pengendalian dapat dilakukan dengan :

1) Awal tanam

a) Melakukan perencanaan penanaman. Menanam kubis

pada saat musim hujan, karena pada musim hujan

populasi hama dapat terhambat.

b) Membuat draenase atau saluran air.

82

2) Saat tanam

a) Menanam kubis yang telah cukup umur

b) Tumpang sari caisin dan kubis, sawi dan kubis

atau kubis dengan tomat.

3) Setelah tanam

a) Pengamatan mingguan (Monitoring).

b) Melakukan pemupukan susulan.

c) Pemanfaatan dan pelestarian musuh alami, yaitu

nematoda  entomopatogen  Steinernema carpocapsae.

d) Pengendalian dengan menggunakan pestisida

nabati dengan pemanfaatan sumber daya alam di

sekitar.

e) Aplikasi insektisida sintetik yang diizinkan,

bila dijumpai populasi kelompok telur 3

kelompok telur / 10 tanaman.

2. Manajemen Pengendalian Penyakit Kubis

a. Pengendalian Plasmodiophora brassicae meliputi :

1) Awal tanam

a) Menanam varietas unggul

83

b) Perendaman benih dengan air hangat selama 3 jam

dan dengan Previcur N. selama 0,5 jam.

c) Sterilisasi media tanam.

d) Tanah persemaian harus bebas pathogen penyebab

penyakit akar bengkak. Hal ini dapat dilakukan

dengan menggunakan tanah lapisan bawah (minimal

40 cm).

2) Saat tanam

1) Menanan kubis yang telah cukup umur.

2) Pemberian pupuk.

3) Setelah tanam

1) Pengamatan rutin

2) Pemanfaatan Agens Hayati Trichoderma sp. dan

Gliocladium sp. pada persemaian dan pertanaman.

3) Penyiraman tanaman di persemaian dengan

menggunakan air bebas pathogen misalnya air air

sumur, atau air hujan yang belum jatuh ke tanah

pertanian

4) Pemberian pupuk susulan.

84

5) Pengapuran tanah dengan kapur pertanian atau

Dolomit di lahan kubis sebanyak 1,5 ton/ha.

2. Pengendalian Penyakit Busuk Hitam (Xantomonas

campestris)

Taktik manajemen utama yang bisa digunakan untuk

mengendalikan penyakit busuk hitam ada 2 macam,

yaitu :

a. Memperlakukan bibit dengan air panas sehingga anda

memiliki bibit bebas penyakit

Perlakuan dengan air panas adalah teknik yang

dirancang untuk menghasilkan benih yang bebas dari

penyakit sebelum ditanam. Perlakuan ini efektif

karena penyakit penyakit busuk hitam lebih

sensitif terhadap air panas dibandingkan dengan

benihnya, karena itu mati sedangkan benih tetap

produktif.

b. Tanam bibit yang bebas penyakit melalui isolasi

dari tanaman yang terinfeksi.

Pengendalian tanaman kubis dari penyakit busuk

hitam ini, dapat dilakukan dengan :

85

a. Awal tanam

1) Menanam varietas unggul

2) Perendaman benih dengan air hangat selama 3 jam

dan dengan Previcur N. selama 0,5 jam.

3) Menanam tanaman pada tempat-tempat yang

tanahnya bebas dari genangan.

b. Saat tanam

1) Menanam kubis yang telah cukup umur

2) Rotasi atau selang-seling dengan tanaman yang

bukan brassica selama mungkin.

c. Setelah tanam

1) Pengamatan mingguan

2) Menyirami tanaman dengan secukupnya saja, tidak

perlu terlalu banyak.

3) Menghindari bekerja di lahan pada saat tanaman

basah agar kerusakan yang membantu infeksi

penyakit busuk hitam tidak terjadi.

4) Melakukan manajemen pengendalian hama serangga

terpadu untuk pengendalian serangga yang baik

untuk mengurangi penyebaran penyakit busuk

86

hitam. Serangga menghasilkan luka yang

memungkinkan bakteri menyerang tanaman.

F. Analisis Usahatani Kubis

Analisis ekonomi dihitung untuk mengetahui

kedudukan usaha yang dijalankan. Analisis usaha dapat

digunakan untuk perhitungan dan penentuan tindakan

untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan yang

maksimal dan meminimalkan tingkat kerugian yang

dihadapi.

Usaha agribisnis dikatakan layak apabila secara

ekonomis menguntungkan. Penilaian kelayakan usaha

biasanya dilakukan dengan analisis agribisnis. Ada dua

tujuan analisis agribisnis yaitu untuk mengetahui

tingkat efisiensi penegelolaaan agribisnis dan untuk

dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan

agribisnis. Analisis rendabilitas agribisnis terdiri

dari analisis input, analisis output dan analisis

income.

87

Hasil analisis usahatani kubis di Balai Penelitian

Tanaman Sayuran Lembang, Bandung untuk luasan 1000 m2

per musim tanam yaitu :

1. Penerimaan = Rp5.040.000,00

2. Pendapatan = Rp2.454.369,00

3. Produksi per 1000 m2 = 4200 kg

4. BEP

a. BEP volume produksi = 381 unit

b. BEP harga produksi = Rp616,00 per Unit

c. BEP penerimaan = Rp 453.622,00

5. R/C Ratio = 1,94

6. ROI = %

Usahatani di Balai Penelitian Tanaman Sayuran

Lembang, Bandung layak untuk diteruskan karena :

1. Ratio penerimaan dengan biaya (R/C Ratio) > 1

2. Produksi (unit) > BEP produksi (unit)

3. Penerimaan (Rp) > BEP penerimaan (Rp)

4. Harga (Rp/unit) > BEP harga (Rp/unit)

5. ROI > bunga bank yang berlaku

88

Kurva BEP

TR/TC

5.040.000 TR

2.454.369 TC

DL 2.340.675

TVC BEP

453.622

244.956 DR TFC

Q (unit)

0 381 4.200

89

Gambar 3. Kurva BEP

KeteranganTFC = Total Fixed Cost (Total Biaya Tetap)TVC = Total Variable Cost (Total Biaya Variabel)TC = Total Cost (Total Biaya)TR = Total Revenue (Total Penerimaan ) BEP = Break Event Point (titik impas)DR = Daerah RugiDL = Daerah Laba

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Budidaya tanaman kubis meliputi kegiatan-kegiatan

pokok : penyiapan bibit dan lahan, penanaman,

pemeliharaan dan kegiatan panen dan pasca panen

2. Manajemen pengendalian hama dan penyakit kubis

meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan dari

90

awal tanam, saat tanam sampai setelah tanam.

Sedangkan pengendalian hama dan penyakit kubis

dapat dilakukan dengan cara fisik, biologi,

kultur teknis dan kimiawi.

3. Hasil analisis Usahatani kubis 1000 m2 per musim

tanam:

a. Penerimaan = Rp5.040.000,00

b. Pendapatan = Rp2.454.369,00

c. Produksi per 1000 m2 = 4.200 kg

d. BEP produksi untuk budidaya kubis yaitu 381

unit, harga per unitnya Rp616,00 dan

penerimaannya Rp 453.622,00

d. R/C Ratio = 1,94

e. ROI = ???

B. Saran

91

1. Balitsa lebih banyak lagi bekerja sama dengan

produsen benih (kemitraan) agar dapat mensukseskan

penyediaan benih bermutu untuk petani.

2. Lebih banyak lagi melakukan penelitian –

penelitian tentang hama dan penyakit kubis,

sehingga dapat menemukan alternatif – alternatif

untuk mengendalikan hama dan penyakit tersebut.

3. Pensosialisasian kepada petani mengenai hasil

penelitian yang ada ke petani sekitar lebih di

intensifkan lagi.

92

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Manajemen Hama dan Penyakit. (On Line).http://www.organicindonesia.org/02produsen-artikel.php?id=104. Akses 17 Januari 2011.

Anonim. 2009. Kol atau Kubis. (On Line).http://gerbangpertanian.com. Akses 9 Maret 2010

Anonim. 2010. Mengenal Pestisida. (On Line).http://www.pupukcair.co.cc. Akses 15 Februari 2011.

Anonim. 2010. Pengenalan Pestisida. (On Line).www.a3roses.com. Akses 9 Maret 2011.

Departement of Agriculture and Food. 2010. Penyakit BusukHitam pada Keluarga Kubis. (On Line).http://www.indopetani.com. Akses 9 Maret 2011.

Harahap, Lenny H., 2010. Peranan Karantina Pertanian dalamPengendalian Hama dan Penyakit Terpadu pada Tanaman Kubis. (OnLine). http://www.bbkpbelawan.deptan.go.id. Akses 17Januari 2011.

Herminanto. 2010. Hama Ulat Daun Kubis Pluttela xylostella danUpaya Pengendaliannya. (On Line).http://gerbangpertanian.com. Akses 9 Maret 2010.

93

Lubis H. 2004. Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Kubis(Brassica oleracea) dan Kentang (Solanum tuberasum). ProgramStudi Hama dan Penyakit Tanmaan Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara.

Lubis, Lahmuddin 2004. Pengendalian Hama Terpadu PadaTanaman Kubis (Brassica Oleracca) Dan Kentang (SolanumTuberosum. Program Studi Hama dan Penyakit TanamanFakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. (On-Line). http://hpt-lahmuddin.com. Akses 17 Januari2011.

Perdana Dimas A. 2009. Budidaya Kol / Kubis. (On Line).http://dimasadityaperdana.blogspot.com/2009/06/budidaya-kol-kubis.html. Akses 19 Oktober 2010.

Permadi, Anggodo. 1993. Kubis. Balai PenelitianHortikultura Lembang. Bandung. 154 hal.

Pracaya. 2001. Kol Alias Kubis. Panebar Swadaya. Jakarta. 96hal.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BadanPengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2007. SistemPengendalian Manajemen. (On Line).http://www.pusdiklatwabpkp.com. Akses 17 Januari2011.

Rukmana, Rahmat. 1994. Bertanam Kubis. Kanisius.Yogyakarta. 68 hal.

Sa’id, E.G. 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalila Indonesia.Jakarta. 150 hal.

Suhartono, 2009. Kelayakan Usaha Agribisnis. FakultasPertanian Universitan Jenderal Sodirman. Purwokerto.

Supriyono, R. A. 1993. Perencanaan dan Pengendalian BiayaSerta Pembuatan Keputusan. BPFE UGM. Yogyakarta.

94

95