DSP 9 Makalah Case 4
Transcript of DSP 9 Makalah Case 4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tinjauan Kasus
Bagian 1
Tania adalah seorang remaja berumur 19 tahun yang
ceria dan baik hati. Sejak 2 tahun yang lalu orang
tuanya merasa Tania mudah marah dan tersinggung.
Bahkan foto wajahnya pun tak boleh dilihat oleh
orang tuanya. Akhir-akhir ini Tania sering mengeluh
sakit pada sendi rahang sebelah kiri.
Bagian 2
Berdasarkan serial foto yang dilakukan pasien pada
umur 3, 5, 9, 12, dan 15 tahun sudah terlihat adanya
asimetri wajah. Pemeriksaan klinis intra oral
memperlihatkan adanya cross bite gigi-gigi mulai dari
22 sampai posterior.
Riwayat medis : tak ada kelainan.
1
1.2 Anamnesis
Anamnesis adalah proses tanya jawab antara dokter
dengan pasien atau seseorang yang mewakili pasien
dan mengetahui segala sesuatu tentang pasien
tersebut. Tanya jawab tersebut meliputi pertumbuhan,
perkembangan, kebiasaan-kebiasaan, dan hal-hal lain
yang berhubungan dengan kelainan di dalam mulut dan
wajah pasien. Anamnesis biasanya terdiri dari :
1. Identitas Pasien
2. Kesehatan umum
2
(1) Riwayat Penyakit
(2) Perawatan Rumah Sakit
(3) Operasi
(4) Kelainan kongenital
(5) Penggunaan obat
(6) Trauma Dental
3. Kebiasaan buruk
(1) Menghisap ibu jari
(2) Mendorong lidah
(3) Bernapas dengan mulut
(4) Menghisap bibir
4. Keluhan utama
Keluhan utama pasien bisa berupa estetik wajah
kurang baik, masalah fungsi oral (kesulitan
menggerakan rahang, gangguan sendi rahang,
gangguan pengunyahan, gangguan penelanan, gangguan
bicara, gangguan pendengaran, dan lainnya).
Pada kasus didapat hasil anamnesa sebagai berikut :
1. Tania, Perempuan, 19 tahun.
3
2. Sejak 2 tahun lalu, orang tua Tania merasa anaknya
mudah marah dan tersinggung
3. Foto wajah tania tak boleh dilihat siapapun,
termasuk orang tuanya karena ia merasa kuran
percaya diri
4. Sakit pada sendi rahang sebelah kiri
5. Berdasarkan serial foto yang dilakukan pasien pada
umur 3, 5, 9, 12, dan 15 tahun sudah terlihat
adanya asimetri wajah.
6. Tak ada kelainan riwayat medis
1.3 Pemeriksaan Klinis
1.3.1 Pemeriksaan Ekstra Oral
1) Tipe muka :
(1) Sempit
(2) Lebar
(3) Normal
(4) Simetris / Asimetris
4
2) Profil muka
3) Bibir
(1) Tonus bibir
Dengan cara inspeksi, apabila hipertonus
maka biasanya bibir terlihat tegang, apabila
hipotonus maka bibir akan terlihat kendur.
5
(2) Relasi bibir
4) Sendi Temporomandibular
(1) Penemuan klinis dapat berupa:
1. Sakit saat ditekan
2. Kliking pada sendi, dengan tahapan
sebagai berikut :
1) Inisial
2) Intermedia
3) Terminal
4) Resiprokal (hilang timbul)
3. Krepitasi
4. Pergerakan kondilus yang tidak sama
(2) Pemeriksaan Sendi Temporomandibular
1. Inspeksi merupakan pemeriksaan secara
visual.
6
2. Palpasi merupakan pemeriksaan dilakukan
dengan cara meraba daerah sekitar sendi
rahang pasien, apabila terdapat sesuatu
yang abnormal seperti benjolan atau
fluktuasi, maka kemungkinan terdapat
kelainan pada sendi rahangnya.
oSendi Temporomandibular lateral :
Gunakan tekanan pada prosesus
condyliodeus dengan jari telunjuk.
palpasi kedua sisi secara bersamaan.
Catat jika terdapat rasa sakit saat
sendi temporomandibular dipalpasi dan
jika terdapat perbedaan pergerakan
kondilus selama gerakan membuka dan
menutup mulut.
oSendi Temporomandibular posterior :
Posisikan jari kelingking di meatus
audtorius externa dan palpasi permukaan
posterior kondilus selama pergerakan
7
membuka dan menutup mandibula. Palpasi
harus dilakukan hati-hati karena
kondilus akan memindahkan posisi jari
kelingking saat menutup dengan oklusi
penuh.
oOtot Pterigoid Lateral
oOtot Temporal
oOtot Masseter
3. Auskultasi merupakan pemeriksaan dengan
suatu alat bantu, yaitu stetoskop.
Dilakukan dengan cara meletakkan ujung
stetoskop pada daerah tragus, kemudian
mendengarkan dengan seksama apakah
terdapat bunyi (berupa klik atau yang
lainnya) yang abnormal atau tidak Apabila
terdapat bunyi abnormal tersebut, maka
kemungkinan terdapat kelainan pada sendi
temporomandibular.
8
Pada kasus Tania, terlihat asimetri wajah,
dimana mandibula deviasi ke sebelah kiri.
Pemeriksaan profil wajah dari bagian lateral
dengan glabela-ujung anterior bibir atas-
pogonion sebagai patokan menunjukan profil wajah
cembung. Terdapat nyeri pada sendi rahang
sebelah kiri.
1.3.2 Pemeriksaan Intra Oral
Pemeriksaan intra oral merupakan pemeriksaan
yang dilakukan terhadap gigi, gusi, lidah,
palatum, dasar mulut, uvula, tonsil, dan
jaringan di dalam mulut lainnya, Pemeriksaan
dalam mulut dilakukan dengan bantuan alat dasar
seperti sonde, kaca mulut, pinset, ekskavator,
dan probe; untuk memperjelas pandangan dapat
digunakan kamera intra oral yang dihubungkan
oleh monitor.
1. Gigi
1) Keadaan gigi
9
2) Malposisi
(1) Mesioversi : posisi gigi condong ke
mesial
(2) Distoversi : posisi gigi condong ke
distal
(3) Linguoversi : posisi gigi yang condong
ke lingual
(4) Labioversi : posisi gigi yang condong
ke labial
(5) Infraversi/ infraklusi/ intrusi : posisi
gigi yang tidak mencapai bidang oklusi
(6) Supraversi/ Supraklusi/ Ekstrusi :
posisi gigi yang melewati bidang oklusi
(7) Torsiversi/ Rotasi : posisi gigi yang
terputar melalui sumbu panjang gigi
(8) Transversi: posisi gigi yang bertukar
tempat (misalnya kaninus dengan Premolar
1)
10
2. Gingiva
1)Tipe atau jenis dari mukosa gusi
2)Inflamasi yang terjadi
3)Lesi mukogingiva
3. Frenulum labii
Dilihat apakah normal atau rendah. Cara
pemeriksaannya dengan blanch test yaitu bibir atas
atau bawah ditarik ke luar dan ke atas,
perhatikan regio yang menjadi pucat.
4. Lidah
1)Keadaan lidah dilihat apakah normal atau
besar (makroglosia). Pasien yang mempunyai
lidah besar ditandai oleh:
(1) Ukuran lidah tampak besar dibandingkan
ukuran lengkung giginya
(2) Dalam keadaan relax membuka mulut, lidah
tampak luber menutupi permukaan oklusal
gigi-gigi bawah.
11
(3) Pada tepi lidah tampak bercak-bercak
akibat tekanan permukaan lingual mahkota
gigi (tongue of identation)
(4) Gigi-gigi tampak renggang-renggang
(general diastema).
2) Bentuk, warna,dan konfigurasi dilihat saat
pemeriksaan klinis. Lidah dapat kecil,
panjang, atau luas.
5. Palatum
Dilihat apakah normal, tinggi, atau rendah
serta normal, lebar, atau sempit. Pasien dengan
pertumbuhan rahang rahang atas ke lateral
kurang (kontraksi) biasanya palatumnya tinggi
sempit, sedangkan yang pertumbuhan berlebihan
(distraksi) biasanya mempunyai palatum rendah
lebar. Jika ada kelainan lainnya seperti adanya
peradangan, tumor, torus, palatoschisis,dan
lainnya juga dicatat.
6. Tonsil
12
Diperiksa apakah ada normal atau besar. Cara
pemeriksaan: dilakukan pemeriksaan dengan
menekan lidah pasien dengan kaca mulut, jika
dicurigai adanya kelaianan yang serius pasien
dikonsulkan ke dokter ahli THT sebelum
dipasangi alat ortodontik.
7. Garis median
8. Overbite
Jarak vertikal antara ujung incisal I atas
dengan ujung incisal I bawah dalam keadaan
oklusi sentrik. Nilai normal gigi insisif
rahang atas menutupi 1/3 incisal gigi insisif
rahang bawah.
9. Overjet
Jarak antara tepi insisal bagian lingual gigi
insisivus sentralis maksila ke tepi insisal
bagian labial gigi insisivus sentralis
mandibula. Dalam keadaan normal, gigi insisif
rahan atas dan bawah saling berkontak, dengan
13
jarak antar insisifnya hanya setebal bidang
insisal (2-3 mm).
10. Diastem
11. Kurva Spee
1) Kurva Spee adalah kurva yang dibetuk oleh
garis oklusi bila dilihat dari lateral. Kurva
spee normal adalah 1,5 mm (Thomas Rakosi).
2) Kurva spee dibagi tiga macam, yaitu:
(1) Kurva spee dalam : biasanya disertai
crowding
(2) Kurva spee datar : oklusi baik
(3) Kurva spee terbalik : biasanya terdapat
deep bite insisif
(4) Vertical plane – posisi insisif normal :
pada hubungan vertical yang benar, incisal
edge menyentuh dataran oklusal.
3) Pengukuran kurva spee
Kedalaman kurva spee berdasarkan jarak dari
puncak lengkung ke sisi penggaris plastik
14
yang diletakkan di atas lengkung rahang.
Penggaris menyentuh tepi incisal anterior dan
posterior bagian distal cusp molar.
Pengukuran harus dilakukan pada masing-masing
sisi rahang
12. Penutupan Mandibula
Gerak pembukaan dan penutupan mandibula yaitu
protrusif, retrusif, dan lateral ekskursi.
Ukuran dan arah dari gerakan dapat diperiksa
dengan pemeriksaan klinis. Kecepatan deviasi
hanya dapat diperiksa menggunakan alat
elektronik.
1)Normal
2)Deviasi : kiri atau kanan.
Dari hasil pemeriksaan intraoral terdapat cross bite
gigi-gigi mulai dari 22 sampai posterior.
15
1.4 Analisis Radiografis (Cephalometry)
Pada analisis Steiner, pengukuran yang dilakukan
pertama kali adalah sudut dari SNA yang digunakan
untuk mengevaluasi posisi anteroposterior maksila
terhadap basis kranium. Ukuran normal dari sudut SNA
adalah 82±20. Apabila SNA pasien lebih besar daripada
840, maka dapat diinterpretasikan sebagai protrusi
maksila. Apabila SNA pasien lebih kecil daripada 800,
maka dapat diinterpretasikan retrusi dari maksila.
SNB digunakan untuk mengevaluasi anteroposterior
dari rahang bawah pasien. Nilai normal dari SNB
adalah 78±20. Selisih dari sudut SNA dan SNB, yang
disebut dengan sudut ANB, mengindikasikan besarnya
diskrepansi dari skeletal. Apabila besar sudut ANB
2±20, maka hubungan skeletal antara rahang atas dan
rahang bawah adalah normal (kelas I skeletal).
Apabila sudut ANB lebih besar daripada 40, maka
hubungan skeletal antara rahang atas dan rahang
bawah adalah retrognathic (kelas II). Apabila sudut
16
ANB lebih kecil daripada 00, hubungan skeletal antara
rahang atas dan rahang bawah adalah prognathic
(kelas III).
Dalam kasus ini, besar sudut ANB adalah 00. Hasil ini
menunjukkan bahwa pasien mengalami kelas I skeletal.
Dari hasil pengukuran cephalometric, sudut SNA=790 dan
sudut SNB=790. Pengukuran ini menunjukkan bahwa sudut17
SNA tidak normal dan sudut SNB normal. Hal ini
menunjukkan bahwa ada kelainan pada rahang atas pasien
dimana rahang atas pasien mengalami retrusi dari
maksila.
18
BAB II
ISI
2.1 Maloklusi dan Kelainan Dentoskeletal
2.1.1 Maloklusi
Menurut Moyers (1988), maloklusi adalah keadaan gigi yang
menyimpang dari hubungan gigi yang normal terhadap gigi
lainnya dala lengkung yang sama dan terhadap gigi dari
lengkung yang berlawanan dengan disertai fungsi yang
abnormal.
Maloklusi bukan merupakan suatu penyakit atau proses
patologis tetapi merupakan kelainan atau penyimpangan dari
proses pertumbuhan dan perkembangan yang normal, sehingga
mengakibatkan kombinasi kurang harmonis antar gigi, rahang
serta wajah secara keseluruhan (Proffit, 1986).
Menurut Mc Coy yang termasuk keadaan maloklusi adalah :
1) Gigi-gigi berada pada keadaan malposisi
2) Perkembangan bentuk lengkung gigi yang abnormal
19
3) Relasi lengkung gigi yang tidak harmonis
4) Perkembangan rahang atas dan rahang bawah yang abnormal
5) Kombinasi kelainan ras, termasuk kelainan yang disebabkan
karena faktor kongenital seperti celah bibir dan celah
langit-langit
2.1.2. Etiologi Maloklusi (Salzmann, 1974)
1) Prenatal
(1) Genetik: diteruskan melalui gen, dapat atau tidak
dapat terlihat pada waktu lahir
(2) Diferensiasi: terjadi pada tubuh sebelum fungsi
embrio pada tingkat perkembangan
Umum atau konstitusional: berakibat pada seluruh
tubuh termasuk daerah dentofasial.
Lokal atau dentofasial: hanya berakibat pada wajah,
rahang dan gigi saja
(3) Kongenital: dapat herediter atau dapatan, tetapi
telah ada sejak lahir
20
2)Postnatal
(1) Perkembangan umum
(2) Abnormalitas atau pertumbuhan yang relatif pada
daerah dentofasial
(3) Hipo- atau hipertonisistas dari otot yang
berpengaruh pada perkembangan dentofasial dan fungsi
(4) Penyakit pada masa anak-anak, penyakit gangguan
nutrisi, penyakit karena gangguan endokrin dan
gangguan metabolik lainnya yang berefek pada
pertumbuhan dentofasial.
(5) Radiasi dan radioterapi dari ibu atau fetus yang
dikandungnya dapat menyebabkan celah orofasial dan
abnormalitas cephalic serta abnormalitas gigi pada
keturunannya
2.1.3 Jenis Maloklusi
Maloklusi dapat digolongkan menjadi tiga jenis:
1) Dental dysplasia, memiliki ciri-ciri:
21
1) Maloklusi bersifat dental, satu gigi atau lebih dalam
satu atau dua rahang dalam hubungan abnormal satu
dengan lain.
2) Hubungan rahang atas dan rahang bawah normal
3) Keseimbangan muka dan fungsi normal
4) Perkembangan muka dan pola skeletal baik
Contohnya, kurang tempatnya gigi dalam lengkung oleh karena
prematur loss, tambalan kurang baik, ukuran gigi lebih
besar, sehingga dapat terjadi keadaan linguiversi,
labioversi dan sebagainya.
2) Skeletal displasia
Dalam kelainan skeletal displasia terdapat hubungan yang
tidak normal pada :
1) Hubungan anteroposterior rahang atas dan rahang bawah
terhadap basis kranium.
2) Hubungan rahang atas dan rahang bawah
3) Posisi gigi dalam lengkung gigi normal
3) Skeleto-Dental dysplasia
22
Tidak hanya giginya yang abnormal, tetapi dapat terjadi
keadaan yang tidak normal pada hubungan rahang atas
terhadap rahang bawah, hubungan rahang terhadap kranium,
fungsi otot dapat normal atau tidak tergantung macam
kelainan dan derajat keparahan kelainan tersebut.
2.1.4 Kelainan Dentoskeletal
Kelainan dentoskeletal dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu
:
1) Kelainan fasial yang cukup dirawat dengan perawatan
orthodonti saja
2) Kelainan dentofasial dengan diskrepansi skeletal ringan
atau sedang yang masih dapat dirawat dengan kompensasi
dental dan memandu pertumbuhan
3) Kelainan dengan maloklusi dan diskrepansi skeletal sedang
sampai berat yang harus dirawat dengan kombinasi perawatan
orthodonti dan bedah orthognati
23
Bila kategori 3 dirawat hanya dengan perawatan orthodonti
berupa kompensasi dental seringkali menimbulkan masalah lain
termasuk relaps oklusal dan fasial, kesulitan untuk
memperbaiki maloklusi secara optimal, fasial imbalance kelainan
periodontal, airway space tidak adekuat dan ketidakpuasan
pasien. Sebaliknya, perawatan kategori 2 dengan perawatan
kombinasi juga merupakan kesalahan, kecuali jika pasien
menginginkan perubahan wajah yang tidak akan tercapai dengan
kompensasi dental, atau kompensasi dental akan menyebabkan
perubahan wajah yang tidak diinginkan olehpasien. Pada hal-
hal tersebut di atas, semua pilihan harus diperlihatkan dan
diterangkan kepada pasien.
Kelainan dentoskeletal atau sering disebut juga kelainan
dentofasial bisa ditinjau dalam dua aspek, maksila dan
mandibular.
1) Deformitas maksila dapat diklasifikasikan antara lain :
24
(1) Maksila protrusif – pertumbuhan yang berlebih
dalam arah horisontal dalam molar, kadang-kadang dengan
protrusi mandibula (protrusi bimax)
(2) Defisiensi anteroposterior (AP) Maksila.
Pertumbuhan maksila yang tidak adekuat dalam arah
anterior – kelas III
(3) Kelebihan Maksila Vertikal. Pertumbuhan berlebih
alveolus maksila dalam arah inferior – penampakan gigi
dan gingival yang berlebihan, ketidakmampuan bibir
menutup tanpa ketegangan pada otot mentalis
(4) Defisiensi Maksila Vertikal. Penampakan edentulous
yang menunjukkan tidak ada gigi, gigitan dalam pada
mandibula dengan ujung dagu yang menonjol, wajah bagian
bawah yang pendek
(5) Defisiensi Maksila Transversal. Etiologi :
Kongenital, pertumbuhan, traumatik, dan iatrogenik,
misalnya etiologi pertumbuhan – kebiasaan menghisap ibu
jari, dan iatrogenik – pertumbuhan yang terbatas yang
disebabkan oleh pembentukan jaringan parut palatal;
25
(6) Celah Alveolar, konstriksi maksila dalam dimensi
transversal AP
Adapun ciri klinis prognatism maksila adalah hubungan
molar bisa berupa hubungan Kelas II, pasien memiliki profil
yang cembung, overbite yang meningkat serta kurva Spee yang
berlebihan, pasien mungkin memiliki bibir atas hipotonis
yang pendek yang mengakibatkan penutupan bibir yang buruk,
kebanyakan pasien memiliki aktivitas otot yang abnormal.
Misalnya aktivitas otot buccinator yang abnormal yang
mengakibatkan lengkungan rahang atas yang konstriksi dan
sempit yang menimbulkan gigitan terbalik posterior dan otot
mentalis hiperaktif.
Gigitan terbuka anterior skeletal memiliki tinggi wajah
bagian bawah meningkat. Bibir atas yang pendek dengan
penampakan dari gigi insisivus RA yang berlebihan dan sudut
mandibular plane yang curam. Pasien sering memiliki wajah
yang panjang dan sempit. Pemeriksaan sefalometrik
menunjukkan: mandibula yang berotasi ke bawah dan ke depan;
pada beberapa pasien, dapat terlihat tipping ke depan dari26
basis skeletal rahang atas. Ciri-ciri umum yang lain adalah
peningkatan vertikal maksila.
Defesiensi maksila transversal. Gigitan saling posterior
unilateral atau bilateral. Gigi-gigi yang berjejal, rotasi,
dan bergeser ke bukal atau palatal. Bentuk lengkungan
maksila yang sempit dan lonjong-lengkung berbentuk jam pasir
yang tinggi, berlapis datar. Deformitas ini merupakan
deformitas skeletal yang paling sering berkaitan dengan
hipoplasia vertikal dan anteroposterior maksila.
2) Deformitas mandibula meliputi:
(1) Kelebihan AP mandibula (hyperplasia)
(2) Defisiensi AP mandibula (hypoplasia)
(3) Asimetri AP mandibula (pergeseran garis tengah
mandibula secara klinis).
Prognatism Mandibula sendiri memiliki ciri klinis yaitu
hubungan molar mungkin hubungan kelas III, pasien biasanya
memiliki profil yang konkaf, gigitan terbalik posterior
akibat lengkungan rahang atas yang sempit dan pendek tapi27
dengan lengkungan rahang bawah yang lebar, dan pasien dengan
peningkatan tinggi intermaksilla dapat mengalami gigitan
terbuka anterior. Tapi beberapa pasien juga dapat
menunjukkan terjadinya gigitan dalam (deep bite).
Gigitan dalam skeletal biasanya berasal dari genetik.
Rotasi mandibula ke depan dan ke atas dengan atau tampa
inklinasi maksilla ke bawah dan ke depan mengakibatkan
terjadinya gigitan dalam skeletal ini. Gigitan dalam
skeletal juga mengalami penurunan tinggi wajah interior,
pola pertumbuhan wajah horizontal dan celah interoklusal
yang kurang (free way space). Pemeriksaan sefalometrik
menunjukkan bahwa sebagian besar dari permukaan-permukaan
sefalometrik horizontal misalnya mandibular plane, FH plane,
SN plane, dan seterusnya saling paralel satu sama lain.
3) Gabungan deformitas maksila – mandibula, meliputi :
(1) Sindrom Wajah Pendek. Brachyfacial – defisiensi
pertumbuhan wajah bagian bawah dalam hal dimensi
vertikal, kelas II oklusal plane mandibula yang rendah
28
dengan defisiensi AP mandibula, kadang-kadang dengan
defisiensi maksila vertical
(2) Sindrom Wajah Panjang. Dolicofacial – tinggi wajah
bagian bawah berlebih, sudut oklusal dan mandibular
plane meningkat, sering kombinasi dengan kelebihan
maksila vertikal dengan hipoplasia mandibular
(3) Apertognatia. Sering dengan sindrom wajah Panjang
– Asimetri wajah bagian bawah. Sedangkan deformitas
dagu, terdiri dari Makrogenia dan Mikrogenia.
Penelitian terhadap stabilitas hasil, pergerakan
temporomandibular joint, aspek psikologis dan pergerakan
lidah telah menyebabkan perbedaan dari 5 deformitas
dentofasial yang ditetapkan dari masing-masing deformitas:
1) Prognati mandibular
2) Prognati mandibula dengan open bite
3) Defisiensi mandibula dengan sudut plane mandibula yang
normal atau rendah
29
4) Defisiensi mandibula relatif dengan sudut plane mandibula
yang tinggi
5) Defisiensi mandibula absolut dengan sudut plane mandibula
yang tinggi
Disgnati adalah salah satu keadaan deformitas dento-
fasial atau dentoskeletal yang merupakan ketidakseimbangan
ukuran, bentuk dan fungsi gigi dan rahang atas maupun bawah;
menyebabkan kelainan fungsi sistem stomatognati; menyebabkan
kelainan estetik wajah, dan dapat disertai dengan kelainan
psikologis. Secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1) Disgnati Kelas I
Secara klinis relasi molar, kaninus, dan skeletal adalah
neutrooklusi, sehingga pasien kelas ini tidak memerlukan
perawatan bedah ortognati. Keluhan yang terjadi pada
kasus disgnati kelas I antara lain open bite, deep bite,
dan protrusi gigi insisivus maksila. Namun secara
skeletal tidak terdapat masalah relasi maupun fungsi.30
2) Disgnati Kelas II
Keadaan skeletal kelas II dimana posisi maksila lebih
anterior dibanding mandibula.
(1) Keadaan Gigi:
1) Gigi anterior RA terlalu ekstrusi, lebih
panjang dari mahkota atau ekspos lebih dari 3
mm waktu relaks. Disertai dengan ekspos gigi
lebih dari 3 mm waktu relaks.
2) Gigi anterior RB sebagian besar/seluruhnya
tertutupi gigi atas (deep bite)
(2) Keadaan Fasial:
1) Profil wajah cembung
2) Tulang pipi terlihat besar
3) Ekspos gigi anterior RA lebih dari 3 mm
(3) Skeletal:
1) Protrusi maksila dengan/dengan tulang
alveolar dan gigi
2) Protrusi bimaksiler
31
3) Retrusi mandibula
3) Disgnati Kelas III
Keadaan skeletal kelas III dimana posisi mandibula lebih
anterior dibanding mandibular
(1) Keadaan Gigi:
1) Gigi depan RA tidak terlihat saat keadaan
relaks
2) Gigi depan RB terlalu ke anterior
3) Cross bite anterior
4) Bisa disertai open bite/asimetri atau tidak
(2) Keadaan Fasial:
1) Profil wajah cekung
2) Wajah panjang
3) Bisa disertai asimetri fasial
4) Tulang pipi terlihat datar
(3) Skeletal
1) Daerah pipi cekung karena hipoplasia maksila32
2) Sepertiga bawah wajah panjang
3) Slanting bidang oklusi
4) Deviasi/asimetri dagu
2.2 Temporomandibular Disorder
2.2.1 Definisi
Temporomandibular disorder atau kelainan pada
temporomandibular terjadi sebagai akibat dari adanya masalah
pada rahang, sendi rahang, dan otot fasial disekitar rahang
yang mengontrol proses pengunyahan dan pergerakan rahang.
2.2.2 Etiologi
Etiologi disfungsi sendi temporomandibula sampai saat ini
masih banyak diperdebatkan dan multifaktorial. Menurut para
ahli, stress emosional merupakan penyebab utama disfungsi
sendi temporomandibula. Faktor-faktor etiologi disfungsi
sendi dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu predisposisi,
inisiasi, dan perpetuasi.
1) Faktor predisposisi merupakan faktor yang meningkatkan
resiko terjadinya disfungsi sendi, terdiri dari keadaan33
sistemik, struktural, dan psikologis. Penyakit sistemik
yang sering menimbulkan gangguan sendi temporomandibula
adalah rematik. Keadaan struktural yang mempengaruhi
disfungsi sendi temporomandibula adalah oklusi dan
anatomi sendi. keadaan yang dapat menyebabkan
terganggunya fungsi oklusi adalah: hilangnya gigi-gigi
posterior openbite anterior, overbite yang lebih dari 6-7
mm, penyimpangan oklusal pada saat kontak retrusi yang
lebih dari 2 mm dan crossbite unilateral pada maksila.
Berdasarkan studi melalui Electromyography keadaan
psikologis yang terganggu dapat meningkatkan aktivitas
otot yang bersifat patologis.
2) Faktor Inisiasi (Presipitasi) merupakan faktor yang
memicu terjadinya gejala gejala disfungsi sendi
temporomandibula, misalnya kebiasaan parafungsi oral dan
trauma yang diterima sendi temporomandibula. Trauma pada
dagu dapat menimbulkan traumatik artritis sendi
temporomandibula. Beberapa tipe parafungsi oral seperti
grinding, clenching, kebiasaan menggigit pipi, bibir, dan
34
kuku dapat menimbulkan kelelahan otot, nyeri wajah,
keausan gigi-gigi. Kebiasaan menerima telepon dengan
gagang telepon disimpan antara telinga dan bahu, posisi
duduk atau berdiri/berjalan dengan kepala lebih ke depan
(postur tubuh), dapat mengakibatkan kelainan fungsi
fascia otot, karena seluruh fascia di dalam tubuh saling
memiliki keterkaitan maka adanya kelainan pada salah satu
organ tubuh mengakibatkan kelainan pada organ yang
lainnya.
3) Faktor Perpetuasi merupakan faktor etiologi dalam
gangguan sendi temporomandibula yang menyebabkan
terhambatnya proses penyembuhan sehingga gangguan ini
bersifat menetap, meliputi tingkah laku sosial, kondisi
emosional, dan pengaruh lingkungan sekitar.
Untuk menegakkan diagnosa maka diperlukan anamnesa yang
teliti, pemeriksaan ekstra oral dan intra oral, rontgen foto
TMJ transkranial juga panoramik seluruh rahang, kemudian
melakukan diagnosa banding.
35
2.2.3 Gejala
Gejala yang sering ditimbulkan dari TMD ini pada umumnya
adalah adanya rasa nyeri pada otot pengunyahan atau pada
sendi rahang. Gejala-gejala lain yang timbul adalah sebagai
berikut:
1) Nyeri pada wajah, rahang, atau leher
2) Kaku pada otot rahang
3) Gerak yang terbatas atau locking pada rahang
4) Kliking yang nyeri, popping atau grating pada sendi rahang
ketika membuka dan menutup mulut
5) Perubahan saat gigi atas dan bawah berkontak
2.2.4 Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien yang
mengeluhkan nyeri temporomandibular adalah anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan radiografi yang fokus pada gambaran
TMJ.
1) Anamnesis36
Pengambilan riwayat penyakit diawali dengan keluhan utama
pasien, diiringi dengan lokasi, kualitas dan keparahan,
besarnya nyeri, waktu terjadinya nyeri, keadaan yang
memicu nyeri, dan manifestasi lainnya. Dapat pula
ditanyakan keadaan lain yang berhubungan dengan keluhan,
seperti adanya sakit kepala, keterbatasan membuka mulut,
dan maloklusi, yang dapat menunjukkan penyebab dari TMD.
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terdiri atas pemeriksaan ekstraoral dan
intraoral. Pemeriksaan TMD termasuk ke dalam pemeriksaan
ekstraoral, dan hal yang ditinjau adalah adanya
pembengkakan, lokasi pembengkakan, dan tes auskultasi
untuk meninjau bunyi saat pergerakan sendi seperti
kliking atau krepitasi. Perhatikan pula ukuran normal
pembukaan mandibular, yaitu sekitar 45 mm ke arah
vertikal dan 10 mm protrusif dan lateral. Pembukaan
tersebut juga normalnya memiliki pola gerakan yang lurus
dan simetris.
3) Radiografi
37
Teknik radiografi yang dapat dilakukan adalah panoramik,
tomografi, CT scan, dan MRI. Radiografi panoramik dinilai
memiliki kualitas yang cukup karena dapat membandingkan
penampilan kedua sisi TMJ dalam satu gambar, namun teknik
tomogram dapat digunakan apabila membutuhkan gambaran TMJ
yang lebih detil.
2.2.5 Hubungan Maloklusi dengan TMD
Orang dewasa dengan maloklusi parah hampir seluruhnya
mengeluhkan kesulitan mengunyah, dan setelah perawatan
orthodonti, pasien biasanya mengatakan bahwa masalah
pengunyahan mereka terperbaiki secara signifikan. Hal ini
disebabkan karena adanya hubungan antara efisiensi
pengunyahan dengan fungsi rahang, dan salah satu yang
berperan dalam menjalankan fungsi pergerakan rahang adalah
temporomandibular joint.
Hubungan antara maloklusi dan TMD dimanifestasikan
dengan nyeri pada dan sekitar TMJ. Nyeri biasanya
disebabkan karena perubahan patologis di sekitar TMJ, tapi
38
lebih sering disebabkan karena kelelahan dan ketegangan
otot. Nyeri otot selalu dikaitkan dengan riwayat keluhan
clenching atau grinding pada gigi sebagai respon terhadap
situasi stress, atau karena posturing mandibular ke posisi
anterior atau lateral secara konstan.
Beberapa dokter gigi telah mengusulkan bahwa
penyimpangan oklusi, meskipun sedikit, dapat menjadi pemicu
clenching dan grinding. Oleh karena itu, dibutuhkan perbaikan dan
penyempurnaan oklusi pada semua orang, untuk menghindari
kemungkinan berkembangnya nyeri otot fasial. Salah satu tipe
maloklusi yang berhubungan erat dengan TMD adalah crossbite
posterior. Namun demikian, TMD tidak hanya dipengaruhi oleh
maloklusi saja, melainkan oleh faktor-faktor lainnya seperti
stress yang dapat menyebabkan masalah nyeri otot pengunyahan
semakin parah. Oleh karena itu, maloklusi yang menyebabkan
nyeri otot perlu diperbaiki dengan terapi orthodonti, namun
perlu pula dilihat bahwa nyeri tersebut disebabkan oleh
maloklusi saja atau juga karena adanya proses patologis pada
TMJ.
39
2.2.6 TMD Sebagai Alasan Perawatan Orthodonti
Nyeri temporomandibular lebih banyak dijadikan faktor
motivasi bagi pasien dewasa yang menginginkan terapi
orthodonti dibandingkan anak-anak. Terapi orthodonti dapat
membantu pasien dengan TMD, namun tidak dapat diandalkan
sepenuhnya karena TMD dapat disebabkan karena adanya faktor
lain seperti kondisi patologis internal seperti displacement.
Oleh karena itu, perawatan TMD tetap harus dilakukan sesuai
dengan penyebabnya. Perawatan orthodonti sendiri tetap dapat
membantu dalam mengurangi gejala nyeri pada pasien TMD yang
disertai maloklusi.
2.2.7 Perawatan
Perawatan nyeri dan disfungsi temporomandibular dapat
dilakukan dengan teknik bedah dan juga teknik nonbedah,
berdasarkan pada klasifikasi dan etiologi TMD. Perawatan
bedah kebanyakan dilakukan pada kasus TMD yang disebabkan
40
oleh faktor anatomi atau kondisi patologis internal. Metode
yang dilakukan di antara:
1) Reposisisi diskus
2) Perbaikan atau penggantian diskus
3) Condylotomi
4) Arthocentesis
5) Arthroscopy
6) Joint replacement
Pada kasus ini, TMD disebabkan karena maloklusi, dan
oleh karena itu hanya dibutuhkan terapi inisial yang
bersifat noninvasif untuk mengurangi nyeri dan
ketidaknyamanan, di samping juga dengan memperbaiki penyebab
TMD yaitu keadaan maloklusi. Terapi inisial bertujuan untuk
mengurangi inflamasi pada otot dan sendi, dan memperbaiki
fungsi rahang.
1) Edukasi Pasien
Pasien terlebih dahulu diberikan informasi mengenai
keadaan yang diderita, beserta prognosis dari nyeri dan
disfungsi. Klinisi menjelaskan bahwa nyeri dapat timbul
41
dalam kondisi tertentu, namun kondisi tertentu tersebut
juga dapat dicegah oleh pasien, seperti dengan cara
menghindari stress, menghentikan kebiasaan buruk seperti
menggigit jari atau bibir, dan modifikasi makanan
terutama makanan keras.
2) Medikasi
Medikasi yang diberikan dipilih berdasarkan fungsi dan
manfaat obat yang dibutuhkan. Obat-obat yang dapat
diberikan di antaranya adalah obat NSAID sebagai
antiinflamasi (ibuprofen, aspirin, naproxen), analgesik
(acetaminophen), muscle relaxant (Diazepam,
carisoprodol), bahkan juga antidepresan (amitriptyline)
untuk mengurangi stress dan mengurangi bruxism serta
nyeri otot.
3) Terapi fisik
Terapi fisik yang dapat diberikan pada pasien TMD di
antaranya adalah latihan pergerakan, latihan relaksasi,
latihan bicara, latihan peregangan, dan pijat. Latihan
pembukaan mulut dibutuhkan untuk memperbesar kemampuan
42
pergerakan karena keterbatasan pergerakan mandibular
dapat menyebabkan masalah TMJ dan otot pengunyahan.
4) Terapi splint
Terapi splint biasanya diberikan pada pasien yang
mengalami derangement posisi condylus dan diskus.
Secara umum, bagi semua pasien orthodonti, baik
melibatkan bedah orthognati atau TMJ, restoratif akhir dan
prostetik adalah tahap akhir dari tahapan perawatan. Terapi
TMD inisial dapat dilaksanakan terlebih dahulu supaya
memberikan pasien kenyamanan selama fase bedah dan
orthodonti. Tahap akhir rehabilitasi oklusal dapat dilakukan
setelah tercapai relasi dentoskeletal akhir yang diinginkan
melalui bedah orthodonti.
2.3 Crossbite
Crossbite adalah ketika gigi atas dan gigi bawah
tersusun berlawanan dari susunan normal yang tepat. Jika
lengkungan atas dari gigi terlalu sesak, maka gigi pada
rahang atas menjadi tidak sesuai lagi dengan gigi pada
43
rahang bawah. Hal ini dapat menyebabkan masalah ketika makan
dan mengunyah karena gigi geligi tidak seharusnya tersusun
seperti itu. Hal ini hampir selalu dihubungkan dengan
buruknya bentuk dan barisan lengkungan gigi. Lengkungan atas
seringnya sempit dan tajam sedangkan lengkungan bawah
seringnya lebar dan berlebih. Lengkungan yang ideal
ditunjukkan dengan seluruh permukaan oklusal gigi atas hanya
bertemu dengan permukaan oklusal gigi bawah antagonisnya.
Pada lengkungan yang sempit satu sisi bisa bergeser manjadi
crossbite yang sekarang bersesuaian dengan bagian dalam gigi
bawah. Hal ini bisa terjadi pada satu bagian (unilateral)
atau bilateral dimana crossbite terjadi dikedua sisi. Akibat
dari hal ini terutama adalah menonjolkan kepadatan gigi yang
ada. Crossbite dapat mempengaruhi posisi mandibula kedalam
atau keluar dari jalur pengunyahan. Selama masa pertumbuhan
hal ini dapat berjalan tidak simetris.
Crossbite hampir selalu dihubungkan dengan alergi
hidung yang menyebabkan bagian dalam hidung tumbuh
berlebihan / membesar. Pasien merubah pernafasan hidung
44
normal menjadi pernafasan mulut. Menjaga mulut terbuka
setiap saat untuk bernafas menyebabkan sejumlah masalah gigi
termasuk pertumbuhan vertikal berlebihan (long face
syndrome), mulut kering dan beberapa jenis maloklusi.
Crossbite pada umumnya dapat terjadi pada gigi belakang
maupun gigi depan. Hal ini juga dapat mengenai satu gigi
maupun seluruh gigi.
2.3.1 Definisi
Crossbite adalah maloklusi gigi dimana gigi
mandibulanya berada pada versi bukal, secara unilateral,
bilateral / hanya melibatkan sepasang gigi yang berhadapan,
sehingga permukaan oklusal yang berhadapan tidak berada
dalam kontak oklusi yang wajar.
2.3.2 Sinonim
Jaw deformity
2.3.3 Etiologi
45
1) Genetik
2) Pertumbuhan abnormal letak gigi dan rahang
Sebagian orang mempertahankan gigi susunya terlalu lama
sehingga gigi permanen mereka tumbuh dibelakang gigi
susunya, menjadi seperti lengkung kedua gigi. Jika hal ini
terjadi pada gigi permanen rahang atas depan dapat terputar
kedudukannya dibelakang gigi depan bawah ketika mengunyah.
Hal ini dapat terjadi pada satu sisi (unilateral) atau kedua
sisi (bilateral).
Faktor kebiasaan ketika masih kecil. Pernafasan mulut
pada anak-anak dapat juga memacu perkembangan crossbite.
Normalnya, anak-anak bernafas melalui hidung mereka; mulut
tertutup dan lidah terletak di palatum. Posisi lidah ini
sangat penting karena dapat menyebabkan rahang atas tumbuh
keluar ke arah lateral, atau menyamping daripada yang
seharusnya. Anak-anak yang memiliki adenoid dan tonsil besar
cenderung bernafas hampir secara khusus melalui mulut
mereka, khususnya ketika tidur. Mendengkur adalah gejala
yang lain.46
Ketika anak-anak dipaksa untuk bernafas melalui mulut
mereka setiap saat, lidah mereka akan jatuh dari palatum.
Dan pertumbuhan bagian samping dari rahang atas menjadi
tidak sesuai. Crossbite juga bisa disebabkan oleh kebiasaan
menghisap jari / ibu jari atau menghisap dot.
2.3.4 Klasifikasi
1) Anterior Crossbite
Istilah ini digunakan ketika gigi depan pasien menutup
dengan cara yang salah dengan incisivus atas berada
dibelakang incisivus bawah dimana seharusnya berada didepan.
Keadaan ini kadang-kadang terlihat seperti scissors bite.
Gigi atas seharusnya berada bersesuaian (atau didepan) gigi
bawah. Ketika terjadi sebaliknya, maka akan muncul masalah.
Anterior crossbite melibatkan satu atau lebih gigi bagian
depan. Pada pasien dengan anterior crossbite seringkali
menggeser rahang bawahnya pada posisi yang tidak biasanya
namun lebih nyaman ketika mereka menutup giginya secara
bersamaan. Inilah yang disebut dengan pergerseran47
mandibular. Anterior crossbite dapat dikoreksi dengan
peralatan yang difiksasi ataupun yang removable. Crossbite
juga dapat dikoreksi dengan braces (kawat gigi). Biasanya
waktu terbaik untuk mengkoreksi crossbite ini adalah secepat
yang memungkinkan.
2) Posterior Crossbite
Jika lengkungan atas dari gigi terlalu sesak, seperti
kita ketahui menjadi huruf “V” yang sempit dibandingkan
huruf “U” yang lebih lebar, maka gigi pada rahang atas
menjadi tidak sesuai lagi dengan gigi pada rahang bawah.
Jika gigi bagian belakang yang bersilangan hal ini disebut
posterior crossbite. Pada lengkungan yang sempit satu sisi
bisa bergeser manjadi crossbite yang sekarang bersesuaian
dengan bagian dalam gigi bawah. Hal ini bisa terjadi pada48
satu bagian
(unilateral) atau
bilateral dimana
crossbite terjadi
dikedua sisi.
2.3.5 Perawatan
Perawatan ortodontik untuk mengkoreksi crossbite pada
anak-anak harus dimulai sedini mungkin. Jika pembesaran
49
tonsil dan kelenjar adenoid adalah akar permasalahannya,
maka tonsil dan kelenjar adenoid harus diangkat terlebih
dahulu sebelum perawatan dimulai.
Crossbite hampir selalu tidak bisa dikoreksi dengan
sendirinya selama masa pertumbuhan. Hal ini dapat mengenai
gigi susu maupun gigi permanen. Jika seluruh bagian dari
pertumbuhan gigi susu mengalami crossbite, ada kemungkianan
bagi gigi permanen yang mulai erupsi pada usia 6 tahun untuk
mengalami crossbite juga. Bilateral crossbite biasanya cukup
parah. Tindakan untuk memperbaikinya sangat dianjurkan.
Terapi dapat dilakukan pada semua usia mulai dari anak yang
belum sekolah hingga usia dewasa.
Terapi yang dilakukan biasanya terdiri dari melakukan
pemanjangan lengkungan gigi bagian atas kembali ke bentuk
“U” beserta penyesuaian gigi sebagaimana mestinya mengikuti
ruangan yang menjadi lebih besar untuk mengurangi
kepadatannya. Pemanjangan seperti ini merupakan bagian dari
perawatan ortodonti yang luas. Ada tersedia berbagai alat
ortodonti yang bisa digunakan untuk memperbaiki posterior
50
crossbite dan hanya diperlukan beberapa bulan perawatan
saja. Walaupun crossbite sudah dapat terkoreksi pasien
biasanya harus tetap membiarkan alat ortodonti tersebut
selama beberapa bulan lagi supaya tidak kembali seperti
sebelum diperbaiki.
Pemakaian alat yang difiksasi dianggap hal yang aneh
dimana pasien atau orangtuanya harus menggunakan kunci untuk
menggeser sekrup yang ada sedikit demi sedikit setiap
harinya. Quad Helix mungkin menjadi pilihan karena merupakan
jenis alat yang dilengkapi suatu per / pegas sehingga pasien
atau orangtuanya tidak perlu melakukan apapun. Alat mana
yang dipakai itu tergantung atau sesuai dengan kasusnya
masing-masing. Tersedia juga alat yang dapat dilepas dengan
mudah seperti Retainers. Namun kepatuhan pasien menjadi
unsur terpenting yang diperlukan.
2.4 Perawatan Bedah Ortognatik
Perawatan maloklusi secara ortodonti tidak selalu
berdiri sendiri melainkan dapat berkoordinasi dengan51
perawatan pembedahan. Keadaan ini terjadi apabila perawatan
ortodonti gagal atau adanya keparahan dari hubungan
dentofasial yang anomali. Pembedahan ortognatik adalah
tindakan untuk mengoreksi anomali skeletal atau malformasi
terhadap maksila dan atau mandibula. Bedah ortognatik
dilakukan bersamaan dengan perawatan ortodonti agar gigi
akan berada dalam posisi yang tepat dan stabil setelah
operasi.
2.4.1 Tujuan Bedah Ortognatik
Tujuan bedah ortognatik adalah mengkoreksi berbagai
penyimpangan wajah dan rahang yang kecil dan besar, dan
manfaatnya termasuk meningkatkan kemampuan mengunyah,
berbicara dan bernapas. Dalam kebanyakan kasus perawatan
bedah ini menghasilkan keharmonian wajah yang sempurna.
2.4.2 Indikasi
Adapun indikasi bedah ortognatik antara lain:
1) Diskrepansi skeletal kelas II atau III yang parah
52
2) Gigitan yang dalam pada pasien yang tidak sedang
bertumbuh
3) Gigitan terbuka anterior yang parah
4) Masalah dentoalveolar yang parah (terlalu parah untuk
dikoreksi dengan koreksi ortodontik)
5) Situasi periodontal yang sangat lemah atau terganggu
6) Asimetri skeletal.
7) Kelainan sendi temporomandibular
Kelainan sendi rahang (TM-Joint): sakit pada sendi rahang
(TM-joint pain), menyebabkan sakit kepala oleh karena
problem sendi dan tidak tepatnyya posisi gigitan rahang
atas dan bawah (oklusi).
8) Disoklusi
9) Kelainan Pengucapan
10) Pre Prostetik
11) Hambatan Psikologis
2.4.3 Kontraindikasi
1) Pada saat masa pertumbuhan belum selesai
53
2) Penyakit yang melibatkan neuromuskuler wajah, misalnya
hemifacial microsomia
3) Penyakit yang melibatkan status mental
Pada kondisi kesehatan umum, semua intervensi bedah
dikontraindikasikan. Ketika keseimbangan keuntungan dan
kerugian tidak langsung mengarah pada keputusan untuk
merawat pasien dengan bedah orthodonsi, seseorang dapat
memutuskan untuk menunda perawatan.
Jika keluhan ringan, atau ketika pasien belum melihat
perlunya untuk perawatan, maka model plaster bisa diambil,
memungkinkan penilaian perubahan di kemudian hari. Pada
pasien muda, dianjurkan untuk memungkinkan pertumbuhan yang
lengkap sebelum dilakukan intervensi bedah. Pengecualian
untuk ini adalah perlakuan dari defisiensi mandibula dengan
bidang miring, mandibula rendah (morfologi konvergen), yang
dapat ditangani dengan osteotomi sagital split atau
osteogenesis distraksi sebelum pertumbuhan selesai. Alasan
keuangan juga dapat menjadi keputusan untuk tidak melakukan
bedah ortodontik pada saat itu.
54
2.4.4 Vertical Ramus Osteotomy
Osteotomy dapat diartikan sebagai insisi atau transeksi
tulang secara bedah. Osteotomi ramus vertikal merupakan
osteotomy yang meluas dari sigmoid notch yang terletak secara
vertikal di belakang foramen IAN ( inferior alveolar nerve) hingga
batas inferior atau sudut mandibula.
Gambar 2. Perbedaan panjang osteotomy pada vertical subcondylar osteotomies
(VSOs). (sumber: Peterson. 2004. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd ed.
BC Decker.)
Osteotomi ini pada mulanya dilakukan secara ekstraoral,
namun dengan perkembangan pisau bedah, dengan tangkai yang
panjang, dan retraksi yang adekuat, maka osteotomi secara
intraoral dapat dilakukan.
55
1) Indikasi
Kegunaan VRO terbatas pada deformitas yang
membutuhkan penyesuaian kelebihan horizontal mandibula,
atau rotasi untuk mandibula yang asimetris. Robinson
dan Lytle menyatakan bahwa osteotomi ini dapat
digunakan untuk kemajuan mandibular (mandibular
advancement), namun secara umum rekomendasi ini tidak
dapat diterima karena stabilitasnya dipertanyakan. Hall
dan McKenna kemudian menghidupkan kembali indikasi ini
untuk kemajuan minor (minor advancement) sebesar 2 – 3
mm.
2) Teknik
Sebelum dilakukan pembedahan, terlebih dahulu
dilakukan analisis foto panoramic dan foto kepala dari
arah lateral untuk mengetahui posisi foramen alveolar
inferior terhadap tepi inferior mandibula.
Insisi dibuat pada mukosa dari tepi anterior ramus
hingga daerah molar pertama. retraktor kemudian56
diletakan di sekitar batas posterior, pada waktu yang
bersamaan, jaringan diretraksi secara lateral untuk
memperoleh akses sehingga oscillating saw dapat digunakan.
Pertama-tama dibuat osteotomy line pada korteks
lateral. Garis ini kemudian diperiksa, dimana posisinya
relative terhadap sigmoid notch, batas posterior, dan
sudut. Pemotongan dibuat tidak lebih dari 5-7mm.
kemudian dilanjutkan melalui korteks medial, dimulai
dari bagian tengah ramus. Ini kemudian dibawa ke arah
superior menuju sigmoid notch dan berakhir pada batas
inferior.
Gambar. Osteotomi vertikal subkondilar secara intraoral. (A) Eksposur tulang.
(B) Vertical Ramus Osteotomy. (C) Peletakkan fragmen proksimal tampak lateral.
57
(sumber: Peterson. 2004. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd ed. BC
Decker.)
Fiksasi tulang dengan menggunakan kawat atau plat
tidak diperlukan, namun demikian beberapa ahli bedah
merekomendasikannya. Setelah posisi yang diharapkan
diperoleh, dilanjutkan dengan irigasi. Mukosa kemudian
dijahit dengan menggunakan benang yang dapat diserap
tubuh (absorbable suture). Pasien di fiksasi selama 6
sampai 8 minggu. Radiografi pasca bedah dilakukan
sesegera mungkin untuk memastikan kondilus tidak dalam
posisi yang salah. Pergeseran tipis kondilus ke bawah
dan ke depan umum terjadi dan akan teratasi selama
fiksasi.
2.4.5 Sagittal split osteotomy
Sagital split osteotomy digunakan untuk mereposisi
mandibular dalam arah anterior atau posterior. Prosedur
bedah ortognati ini dilakukan melalui insisi di intraoral
58
dan diberikan screws atau plates secara internal untuk
memantapkannya. Kekurangan dari prosedur ini adalah
tingginya kemungkinan insidensi kehilangan fungsi sensori
utama pada bibir bawah sebagai akibat dari rusaknya nervus
alveolar inferior saat prosedur pembedahan.
Gambar 1 Sagital split osteotomy.
Pergeseran mandibula ke posterior akan menyebabkan
mandibula rotasi searah jarum jam.
2.4.6 Genioplasty
Genioplasty disebut juga chinplasty atau corticotomy.
Genioplasti tidak memberikan pengaruh terhadap oklusi gigi,
59
tetapi pembedahan ini dilakukan untuk mengkoreksi wajah
dengan mengurangi atau merapihkan kedalaman dan tonjolan
dagu. Pembedahan ini bisa dilakukan untuk mendapatkan
kesimetrisan dagu. Genioplasti dilakukan dengan insisi pada
lower labial sulcus. Pada pembedahan ini dapat digeser ke
anterior dan dikurangi tingginya dalam arah vertikal
kecuali ke posterior.
Gambar 2 Genioplasty/Chinplasty/Corticotomy
2.5 Perawatan Ortodontik Cekat
60
Perawatan ortodontik cekat atau fixed orthodontic adalah
alat orthodonti yang dicekatkan langsung pada gig dan
biasanya terdiri dari bracket, band, archwire, elastics, o
ring dan power chain.
2.5.1 Indikasi
1) Untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi hambatan
sosial yang disebabkan oleh penampilan wajah atau dental
yang tidak dapat diterima.
2) Meningkatkan estetika penampilan wajah dan dental yang
sudah diterima, tapi dia menginginkan agar penampilannya
tampak lebih cantik
3) Mempertahankan proses perkembangan normal sebisa mungkin
4) Memperbaiki fungsi rahang dan mengkoreksi masalah yang
berhubungan dengan gangguan fungsional
5) Mengurangi pengaruh trauma oklusi
6) Memudahkan perawatan dental yang lain, misalnya dalam
perawatan orthodonti
2.5.2 Kontraindikasi61
1) OH buruk
2) Kelainan atau ada masalah periodontal
3) Pasien-pasien yang kurang kooperatif
2.5.3 Komponen Pasif
Komponen pasif adalah komponen alat ortodonti cekat
yang tidak mampu menggerakkan gigi tetapi menyediakan
perlekatan komponen lain pada gigi atau
mempertahankan/menahan komponen aktif pada alat ortodonti.
Komponen pasif terdiri dari:
1) Bands
Band adalah alat perlekatan yang terbuat dari logam
yang disemenkan pada gigi secara satuan dan menyediakan
tempat untuk perlekatan komponen lain seperti buccal
tubes, lingual buttons, dll. Komponen-komponen lain ini
dapat dilas atau dipatrikan pada bands. Bands dapat
dibuat custom/dipesan secara individual untuk gigi atau
62
dipilih dari ukuran yang beragam yang tersedia di pasaran
untuk berbagai jenis gigi.
Pelekatan bands lebih ditujukan pada gigi yang akan
menerima gaya yang berlebih, seperi molar rahang bawah,
premolar rahang bawah, molar kedua rahang atas atau gigi
anterior pada oklusi cross-bite.
Perlekatan band dapat juga dilakukan pada gigi yang
memilki restorasi logam yang besar (secara struktural63
lemah) atau memilki protesa logam/mahkota logam (sulit
dilakuakn bonding).
2) Brackets
Bracket didefinisikan sebagai alat yang dirancang
secara horizontal untuk memberikan support komponen lain
dan terbuka pada satu sisi (biasanya pada sisi vertikal
atau horizontal). Brackets ada bermacam tipe bergantung
pada teknik yang digunakan. Brackets dapat dilas pada
bands yang disemenkan secara individual pada gigi atau
bracket dapat juga dibonding.
Bonding brackets memiliki kelebihan dan kekurangan
dibanding menggunakan band.
64
3) Buccal tubes
Buccal tubes adalah tube horizontal yang berlubang,
berbentuk bulat, persegi, atau oval. Komponen ini
biasanya digunakan pada molar dan membantu menyediakan
kontrol tiga dimensi yang lebih baik pada gigi molar
tersebut. Komponen ini dapat diklasifikasikan menjadi:
(1) Klasifikasi berdasarkan cara perlekatan
65
Buccal tubes dilas : buccal tubes yang dilas pada
bands.
Buccal tubes dibonding : buccal tubes yang
dibonding secara langsung pada gigi.
(2) Klasifikasi berdasarkan bentuk lumen
Bulat
Oval
66
Persegi
(3) Klasifikasi berdasarkan jumlah tube
Satu tube/single
Dua tube/ Double, dugunakan untuk alat headgear
atau kawat.
67
Tiga tube/ triple, 2 persegi, dan satu bulat
besar untuk alat headgear atau lip bumper.
(4) Klasifikasi berdasarkan teknik
Begg tube, tube dengan bentuk bulat atau oval.
Edgewise tube
68
Preadjusted edgewise
4) Lingual attachment
Komponen ini merupakan perlekatan aksesoris selain
bracket dan tube yang ditempatkan pada aspek lingual gigi
dengan cara diberikan bonding atau pada band dengan cara
dilas.
(1) Lingual buttons
Lingual buttons adalah button/kancing dengan bermacam
bentuk untuk perlekatan elastik atau elastomerik. Base
69
yang rata untuk bagian tengah molar, dasar melengkung
untuk penempatan mesial atau distal pada molar, dan
dasar yang sangat melengkung untuk gigi premolar.
(2) Lingual seating lugs
Alat ini membantu kedudukan/seat dari bands. Berbentuk
flat untuk gigi anterior dan molar serta berbentuk
melengkung cuspids dan bicuspids.
70
(3) Lingual eyelets
Lingual eyelets digunakan untuk mengikatkan benang
elastik atau ligature wires. Alat ini berlubang di
tengah dan dilas pada kedua sisi.
(4) Lingual cleats
Alat ini digunakan pula untukperlekatan elastik atau
elastomerik.
(5) Lingual sheaths
(6) Lingual elastilugs
71
(7) Lingual ball hooks
Ball hooks dibangun di atas braket (panah biru)
memberikan stabilitas. Tipe lain yaitu T pins dan
K(Kobayashi) hooks (panah putih atau metode lain untuk
memberikan perlekatan secara langsung di atas bracket.
5) Lock pins
Lock pins digunakan untuk menghubungkan atau
mengikutsertakan archwire ke dalam vertical slot pada
Begg bracket.
72
6) Ligature wires
Ligature wires adalah kawat stainles steel soft
dengan diameter 0.008 sampai 0.01 inchi. Kawat ini
digunakan untuk ligasi/mengikat arch-wire di bracket atau
mengikat segmen-segmen gigi bersama-sama.
2.5.4 Komponen Aktif
1) Separator
73
Separator berfungsi untuk menciptakan ruangan antara 2
gigi yang berdekatan, nantinya disana akan dipasang band.
Ada beberapa jenis separator, yaitu
(1) Brass wires
(2) Kesslying separator
(3) Ring separator
74
(4) Dumb-bell separator
2) Arch wire
Arch wire adalah kawat busur yang berupa lengkung kawat
yang dipasang pada slot bracket dan dimasukan pada tube
bukal.
3) Elastic dan Elastomeric
Elastic dan elastomeric digunakan untuk memperbaiki open
bites, cross bites dan inter-arch relationship. Terdiri dari simple
elastics, elastic change, elastic thread dan elastic modules.
4) Spring
Spring berfungsi untuk menghasilkan gaya untuk
pergerakan gigi. Spring bisa digunakan untuk membuka ruang
ataupun untuk menutup ruang. Jenis-jenis spring, yaitu
(1) Uprighting spring : menggerakan akar ke arah mesial
atau distal.
75
(2) Torquing spring : menggerakan akar ke arah lingual atau
labial.
(3) Open coil spring : menggerakan gigi agar tercipta
ruangan.
(4) Closed coil spring : menggerakan gigi akan ruangan
tertutup.
5) Magnet
Magnet digunakan dalam perawatan ortodontik cekat,
berfungsi untuk menyempurnakan penutupan semua ruang. Magnet
yang digunakan adalah magnet samarium cobalt dan magnet
neodymium iron boron.
2.6 Batasan Kelainan Dentoskeletal Yang Masih Dapat Ditangani
Dengan Perawatan Ortodontik
Batasan penggunaan perawatan ortodonti disesuaikan
dengan tujuan, indikasi dan kontraindikasinya.
1) Tujuan :
(1) Menghilangkan susunan gigi berjejal
76
(2) Mengoreksi penyimpangan rotasional dan apical dari
gigi geligi
(3) Mengoreksi hubungan antar insisal
(4) Menciptakan hubungan antar tonjol bukal yang baik
(5) Penampilan wajah yang menyenangkan
(6) Hasil akhir stabil
2) Indikasi :
(1) Jika posisi gigi sedemikian rupa sehingga
terbentuk mekanisme refleks yang merugikan selama
fungsi oklusal dari mandibula
(2) Jika gigi-gigi menyebabkan kerusakan jaringan
lunak
(3) Jika gigi berjejal dan tidak teratur menyebabkan
faktor predisposisi dari penyakit periodontal/penyakit
gigi
(4) Jika penampilan pribadi kurang baik akibat posisi
gigi
(5) Jika posisi gigi menghalangi proses bicara yang
normal
77
3) Kontraindikasi :
(1) Jika prognosa dari hasil perawatan tersebut jelek
sebab pasien kurang/tidak kooperatif
(2) Jika perawatan hanya untuk memperpanjang waktu
saja (jika perawatan ditunda sampai gigi
bercampur/gigi permanen) hasilnya sama saja
(3) Jika perawatan akan mengakibatkan perubahan bentuk
gigi
(4) Jika perawatan akan mengganggu proses erupsi gigi
permanen
4) Kelainan skeletal yang memiliki prognosa baik dengan
perawatan ortodonti :
(1) Ukuran wajah pendek sampai sedang
(2) Diskrepansi rahang dalam arah anteroposterior
ringan
(3) Crowding <4-6 mm
(4) Jaringan lunak normal
(5) Tidak ada kelainan skeletal dalam arah transversal
78
5) Kelainan skeletal yang memiliki prognosa buruk dengan
perawatan ortodonti :
(1) Ukuran wajah panjang dalam arah vertikal
(2) Diskrepansi rahang dalam arah anteroposterior
sedang-berat
(3) Crowding >4-6 mm
(4) Kelainan pada jaringan lunak
(5) Kelainan skeletal dalam arah transversal
79
BAB III
RENCANA PERAWATAN
Kelainan tumbuh kembang pasien menyebabkan pasien
mengalami maloklusi kelas 3 tipe 3. Maloklusi yang dialami
pasien adalah maloklusi dentoskeletal. Kelainan ini dapat
diperbaiki dengan bedah ortognatik. Bedah ortognatik adalah
tindakan bedah yang dilakukan dengan tujuan untuk meluruskan
atau membentuk rahang sehingga diperoleh bentuk rahang yang
selaras atau normal.
Melalui tindakan bedah ortognatik akan dapat diperoleh
pergerakan tulang skeletal yang tidak mungkin dilakukan
melalui perawatan ortodontik. Tulang rahang beserta gigi-
gigi akan dapat diubah posisinya sehingga dapat diperoleh
posisi rahang sesuai dengan letak yang dikehendaki. Oleh
karena rahang dapat terletak baik sesuai dengan norma ukuran
normal, gig-gigi juga akan dapat terletak normal. Gigi-gigi
yang sudah terletak benar akan terletak stabil, fungsi
81
gigitan optimal dan diperoleh letak rahang atas dan bawah
yang seimbang terhadap tulang tengkorak sehingga akan dapat
diperoleh bentuk wajah yang indah. Beberapa pasien
mengemukakan bahwa tampilan wajahnya menjadi lebih baik,
fungsi bicara dan fungsi kunyah juga dirasakan sangat
berubah menjadi baik. Melalui tindakan bedah ortognatik
dapat diperoleh suatu perubahan tampilan wajah secara
dramatisdan dapat berpengaruh positif pada banyak sisi
kehidupan seseoang.
1. Persiapan Bedah Ortognatik
Pasien yang akan menjalani pembedahan ortognatik
memerlukan beberapa persiapan atau tahapan perawatan
penting:
1) Perawatan bedah ortognatik selalu dilakukan dengan
kolaborasi antara seorang ortodontis dan seorang
spesialis bedah mulut dan maksilofasial. Ortodontis
akan melakukan perawatan pra dan pasca ortodontik,
yaitu melakukan koreksi pada gigi-gigi agar terletak
baik pada lengkung rahang, sedangkan Spesialis Bedah
82
Mulut dan Maksilofasial akan melakukan koreksi pada
tulang rahangnya.Diperlukan perawatan ortodontik
prabedah, dengan maksud untuk meratakan gigi sehingga
terletak baik di lengkung gigi. Jadi, seorang
Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial akan
melakukan perawatan bedah untuk memperbaiki bentuk
rahang, tidak meratakan letak gigi-gigi di atas
rahang.
2) Diperlukan pengambilan gigi-gigi geraham ke-3 yang
tertanam, oleh karena pada daerah gigi tertanam
tersebut merupakan daerah yang akan dilalui untuk
melakukan pemotongan rahang, baik di rahang atas
maupun bawah. Tindakan operasi pengambilan gigi
geraham ini sebaiknya dilakukan antara 4-6 bulan
sebelum operasi bedah ortognatik agar tulang bekas
operasi gigi tertanam telah megalami penulangan
sempurna.
2. Teknik Pembedahan Ortognatik
1) Osteotomi Mandibular
83
Osteotomi dapat saja dilakukan pada bagian tertentu
di mandibula tergantung pada diagnosis dan lokasi
kelainan dentofasial. Lokasi yang biasa dilakukan
osteotomi adalah ramus, body, dentoalveolar, dan
dagu. Osteotomi pada ramus atau body biasanya
dilakukan secara bilateral. Pada deformitas yang
parah, osteotomi ramus mungkin dikombinasikan dengan
osteotomi pada dagu atau alveolar.
2) Osteotomi Maksilari
(1)Le fort 1 osteotomy
(2)Osteotomi dentoalveolar
(3)High level maxillary osteotomy
3. Tahapan Perawatan Bedah Orthognati
1) Perawatan dental dan periodontal. Pencabutan Molar 3
sebaiknya dilakukan 6-12 bulan sebelum pembedahan.
2) Perawatan ortodonti pra bedah 6 bulan sampai 2 tahun
(tergantung kasus).
3) Persiapan bedah ortognati
(1) Pemeriksaan oleh tim bedah ortognati.
84
(2) Dokumentasi: model terakhir, foto wajah, gigi
dan rahang, serta radiografi terbaru.
(3) 7-10 hari sebelum pembedahan dilakukan
pemeriksaan penunjang laboratorium dan rontgen pra
bedah.
(4) Pemeriksaan kesehatan umum untuk persiapan
bius umum dan bedah.
(5) Perencanaan biaya.
(6) Pemeriksaan akhir dan penerangan mengenai
jenis pembedahan yang akan dilakukan terhadap
pasien.
Jika rahang sudah benar maka gigi pasien diperbaiki
dengan ortho fixed. ). TMD pasien dapat hilang atau sembuh
jika kelainan crossbite pasien sudah ditangani.
BAB IV
KESIMPULAN
85
Tania mengalami kelainan tumbuh kembang pada rahang
atas. Hal ini terlihat dari ketidaksimetrisan wajah pasien
dan rahang atas. Lengkung rahang atas kiri pasien lebih
sempit jika dibandingkan dengan sisi kanan. Sempitnya
ruangan rahang atas kiri tidak cukup untuk gigi sehingga
terjadi crossbite 22 sampai posterior. Keadaan ini membuat
pasien merasa tidak nyaman dan nyeri pada bagian sendi
temporomandibularnya. Hal ini dikarenakan pada sendi
temporomandibular kiri pasien menerima beban yang lebih
besar dibandingkan sisi kanan. Ketidakseimbangan ini
menyebabkan pasien merasakan temporo mandibular disease
(TMD). TMD pasien dapat hilang atau sembuh jika kelainan
crossbite pasien sudah ditangani.
Kelainan tumbuh kembang pasien menyebabkan pasien
mengalami maloklusi kelas 3 tipe 3. Maloklusi yang dialami
pasien adalah maloklusi dentoskeletal. Kelainan ini dapat
diperbaiki dengan bedah ortho. Jika rahang sudah benar maka
gigi pasien diperbaiki dengan ortho fixed. Ortho fixed
menjadi pilihan perawatan untuk pasien ini karena jika
86
menggunakan alat ortho lepasan akan memakan waktu sangat
lama. Hal ini dikarenakan gaya yang diberikan tidak cukup
untuk mengembalikan gigi ke posisi normal. Pada penggunaan
ortho fixed pasien akan dipasangkan elastik intermaksiler.
Hal ini dimaksudkan agar rahang atas dan bawah mencapai
oklusi normal.
Masalah lain dari pasien yang harus diperbaiki adalah
emosi Tania. Hal ini ada dikarenakan berkurangnya
kepercayaan diri Tania akan penampilannya. Emosi Tania dapat
ditangani dengan cara memahami masalah yang dihadapi pasien
dan cara pasien untuk menyelesaikannya. Terdapat tiga aspek
yang perlu dipahami, yaitu motivasi, kapasitas, dan
pengendalian. Motivasi adalah kebutuhan psikologi yang telah
memiliki corak atau arah yang ada dalam diri individu yang
harus dipenuhi agar kehidupan kejiwaannya terpelihara yaitu
senantiasa dalam keadaan seimbang. Pada awalnya kebutuhan
itu hanya berupa kekuatan dasar saja. Kapasits adalah
karakteristik individu yang adjustic, termasuk dalam hal
adalah kapasitas intelektual untuk mencapai tujuannya
87
sendiri dan untuk tuntutan yang dikehendaki lingkungan.
Pengendalian adalah proses yang dilakuakan individu saat
menggunakan kapasitasnya dan mengekang motivasi impulsive ke
dalam saluran yang berguna bagi penyesuian dirinya, yang
secara social diterima. .
88
DAFTAR PUSTAKA
Kumar. 2008. Orthodontics, Elsevier India
Peterson. 2012. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery.
PMPH-USA.
Proffit WR, Fields Jr HW, Sarver D.2007. Contemporary
Orthodontic. 3th ed. USA Mosby yearbook inc.
Singh, Gurkeerat. 2007. Textbook of Orthodontic. 2nded. New Delhi
JPBMP.
Subhashchandra Phulari, Basavaraj. 2011. Orthodontics: Principles
and Practice. JP Medical Ltd.
http://www.nidcr.nih.gov/oralhealth/topics/tmj/
tmjdisorders.htm
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/09/
perawatan_disfungsi_sendi.pdf
http://www.webmd.com/oral-health/guide/temporomandibular-
disorders
89