Translate Herpangina Dkk
-
Upload
theofilus-ardy -
Category
Documents
-
view
163 -
download
4
Transcript of Translate Herpangina Dkk
Herpangina
Herpangina, suatu penyakit anak yang tersebar luas, disebabkan oleh berbagai tipe
coxsackie virus (yang paling sering A8, A10 dan A16), echovirus dan enterovirus 71. Pada
wabah yang besar di Taiwan, 10% kasus yang berat mengalami herpangina. Dimulai
dengan demam onset akut, nyeri kepala, serak, disfagia, anoreksia dan terkadang kaku
leher. Temuan yang paling signifikan, yang muncul pada setiap kasus, adalah ditemukan-
nya satu atau lebih vesikel pada tenggorokan berwarna putih kekuningan, berukuran sekitar
2 mm, biasanya dikelilingi areola yang cukup padat. Lesi ditemukan paling sering di
anterior pilar faucial, tonsil, uvula dan palatum mole. Hanya satu atau dua lesi yang
mungkin muncul selama perjalanan penyakit atau keseluruhan faring yang terlihat dipenuhi
oleh lesi-lesi. Lesi sering muncul dalam kelompok-kelompok kecil dan kemudian menyatu.
Biasanya, vesikel individual atau vesikel yang berkumpul memiliki ulkus, meninggalkan
suatu kawah yang dangkal, menonjol keluar, berwarna kuning keabu-abuan dengan
diameter 2-4 mm. Lesi menghilang dalam 5-10 hari. Pengobatannya bersifat suportif, yang
terdiri atas anestesi topikal.
Herpangina dibedakan dari aphtosis dan gingivostomatitis herpetik primer dari lokasi
lesinya pada posterior orofaring dan dari isolasi enterovirus. Coxsackievirus A10
menyebabkan limfonodular faringitis akut, suatu varian herpangina, yang ditandai dengan
diskret papul putih kekuningan dalam distribusi yang sama denga herpangina.
Penyakit Kaki, Tangan dan Mulut
Penyakit kaki, tangan dan mulut (HFMD) biasanya adalah suatu penyakit ringan. Utamanya
menyerang anak berusia 2 hingga 10 tahun, namun juga bisa mengenai dewasa. Infeksi
dimulai dengan demam dan mulut nyeri. Pada 90% kasus muncul lesi oral; yang terdiri dari
vesikel kecil (4-8 mm), cepat berulkus, dan dikelilingi dengan areola merah pada mukosa
bukal, lidah, palatum mole dan gingiva. Lesi pada tangan dan kaki adalah papula merah
simptomatik yang dengan cepat mengecil, berwarna abu-abu, vesikel berukuran 3-7 mm
yang dikelilingi dengan halo merah. Papul-papul tersebut seringnya berbentuk oval, linear
atau kresentrik, dan berjalan paralel pada garis kulit pada jari tangan dan jari kaki. Papul-
papul terdistribusi jarang pada bagian dorsa dari jari tangan dan jari kaki, dan lebih sering
pada telapak tangan dan telapak kaki. Terutama pada anak-anak yang menggunakan
popok/pampers, vesikel dan eritematous, papula edema sering dijumpai di pantat.
Infeksinya biasanya ringan dan terkadang bertahan hingga lebih dari satu minggu.
Pengobatannya bersifat suportif dengan menggunakan anestesi oral atau topikal.
Onychomadesis dapat mengikuti infeksi enterovirus dan HFMD, sekitar 1 bulan setelah
sindrom viral akut.
HFMD lebih sering disebabkan oleh coxsackie virus A16 dan jarang disebabkan oleh
coxsackie virus lainnya (A5, A7, A9, A10, B1, B3 dan B5), sebagaimana juga enterovirus
71. Pada wabah eneterovirus 71 Taiwan, 80% kasus dengan penyakit CNS disertai HFMD.
Tidak ada kasus HFMD yang berhubungan dengan penyakit CNS yang disebabkan karena
coxsackie A16, jadi pengenalan cepat tipe virus menjadi sangat vital pada wabah HFMD.
Virus dapat ditemukan pada vesikel kulit. Temuan histopatologis menunjukkan bentuk
intraepidermal yang melepuh oleh degenerasi vakuolar dan retikular dari keratinosit mirip
dengan bentuk lepuh karena virus lainnya. Benda inklusi dan sel raksasa multinukleus tidak
ditemukan. HFMD dibedakan dari herpangina dari distribusi lesi oral dan keberadaan lesi
kulit. Penyakit ini dibedakan dari eritema multiforme minor dari lesi kulit, yang oval dan
berwarna abu-abu, dibandingkan dengan bentuk targetoid pada eritema multiforme. HFMD
biasanya tidak memerlukan pengobatan. Walaupun coxsackie virus tidak memiliki
thymidine kinase, acyclovir secara aneh dilaporkan mempercepat resolusi dari erupsi pada
dua laporan.
Penyakit Boston eksantem
Penyakit yang dikenal dengan Boston eksantem muncul sebagai penyakit epidemik di
Boston dan disebabkan oleh echovirus 16, suatu penyebab yang tidak umum dari
eksantema viral. Erupsinya terdiri papula dan makula jarang menyebar dan berwarna merah
pucat. Pada kasus yang berat, lesinya berbentuk morbiliform dan bahkan vesikuler.
Erupsinya terutama pada wajah, dada dan punggung, dan beberapa kasus pada ekstremitas.
Pada palatum mole dan tonsil, didapatkan ulkus kecil seperti pada herpangina. Didapatkan
adenopati yang kecil atau bahkan tidak ada. Masa inkubasinya 3-8 hari.
Pseudoangiomatosis Eruptif
Pseudoangiomatosis Eruptif ditemukan dua klaster – daerah Mediteranian dan Korea
Selatan. Penyakit ini lebih sering muncul pada musim panas pada kedua daerah. Kelainan
ini ditandai dengan kemunculan tiba-tiba papula merah pucat yang mirip angioma. Pada
anak-anak, biasanya dihubungkan dengan sindrom viral, tapi sebagian besar orang dewasa
yang terserang tidak menunjukkan gejala-gejala viral. Pada dewasa, perbandingan wanita
dan pria 2:1. Papula merah pucat dan sering dikeliling halo berukuran 1-2 mm berwarna
pucat. Lesinya sering berjumlah 10, namun terkadang muncul lebih banyak. Sebagian besar
lesi muncul pada permukaan yang terekspos dari wajah dan ekstremitas, namun terkadang
badan juga bisa terkena. Pada anak-anak, lesinya bersifat sementara/jangka pendek,
biasanya sembuh dalam 10 hari. Lesi ditemukan lebih lama pada dewasa. Kekambuhan
tahunan dapat juga terjadi. Epidemik telah dijelaskan pada dewasa, dan bahkan pada
petugas medis yang merawat pasien dengan pseudoangiomatosis eruptif dapat terkena.
Secara histologis, pembuluh darah bagian atas dermis berdilatasi namun tidak ditemukan
penambahan jumlah pembuluh darah, dengan sel endotel yang menonjol yang dapat
diamati. Echovirus 25 dan 32 dikaitkan dengan laporan awal. Kejadian pada anak-anak
yang masih kecil dan adanya wabah miniepidemik meng-indikasikan adanya suatu pencetus
yang infeksius. Penyakit ini sangat mirip “erythema punctatum Higuchi”, yang sangat
umum di Jepang dan diketahui disebabkan oleh gigitan Culex pipiens pallen. Muncul
pendapat bahwa gigitan nyamuk, infeksi virus atau reaksi gigitan serangga yang meningkat
adalah penyebab patogen yang mungkin menjadi penyebab pseudoangiomatosis eruptif.
Grup Paramyxovirus
Paramyxovirus adalah virus-virus RNA yang berukuran antara 100 hingga 300 nm. Pada
grup ini, penyakit virus pada kulit yang menarik adalah campak (rubeola) dan campak
Jerman (rubella). Virus lain dalam adalah virus gondong, virus parainfluenza, virus
penyakit Newcastle dan virus respiratorik sinsitial.
Campak
Campak sangatlah infeksius dan adalah infeksi virus yang potensial menjadi fatal. Dua
dosis vaksin yang sangat efektif tersedia dan saat suatu negara mencapai angka vaksinasi
95%, eliminasi campak dapat tercapai. Namun, campak masih masalah kesehatan yang
besar pada banyak negara, termasuk negara-negara maju yang menyediakan imunisasi bagi
rakyatnya. Lebih dari 12.000 kasus campak terjadi di Eropa pada 2 tahun periode 2006-
2007. Epidemi ini masih terus berkembang memicu program eliminasi. Banyak jumlah
pasien rawat inap bahkan kematian karena campak juga masih terjadi pada negara-negara
maju tersebut. Mayoritas kasus terjadi pada orang-orang yang belum divaksin, yang
menguatkan konsep bahwa vaksinasi (terutama dua dosis) bersifat protektif dan bahwa
epidemi campak dan kematian dapat dicegah. Level vaksinasi yang rendah pada negara-
negara tersebut terjadi karena berbagai alasan, beberapa filosofis dan beberapa
sosioekonomis. Sejak anak-anak yang termasuk dalam kelompok belum divaksinasi
berinteraksi di sekolah, berkemah dan hubungan sosial, mereka adalah ladang utama
berkembangnya epidemi. Beberapa negara maju di Eropa dan Asian (terutama Jepang,
dengan 200.000 kasus setiap tahunnya) tidak bisa mencapai level imunisasi yang tinggi,
yang menandakan bahwa populasi di sana masih beresiko. Kurangnya imunitas
massal/serempak pada negara-negara tersebut meninggalkan resiko terutama pada bayi dan
anak-anak rentan yang tidak bisa diimunisasi karena kondisi medis lainnya. Selain itu, satu
kasus campak dapat menimbulkan suatu wabah karena banyaknya anak-anak yang tak
terlindung dapat memudahkan penyebaran virus. Walaupun kasus-kasus campak berlanjut
masuk ke AS, tingginya tingkat imunisasi mencegah wabah tersebut. Negara-negara dengan
tingkat imunisasi yang rendah juga berperan sebagai sumber kasus-kasus nonendemik pada
negara-negara dengan tingkat imunisasi tinggi. Di Afrika dan Asia Tenggara, faktor
sosioekonomik yang beragam menjadi penyebab kurangnya imunisasi. Dokter kulit dan
dokter anak di Amerika harus memberikan perhatian khusus pada kasus-kasus campak saat
melihat orang-orang pada negara-negara tersebut atau orang-orang yang belum divaksin
dari Amerika yang bepergian ke negara-negara yang diketahui memiliki wabah campak.
Juga dikenal dengan sebutan rubeola dan morbili, campak adalah suatu penyakit yang
tersebar luas di belahan dunia dan sebagian besar menyerang anak-anak di bawah 15 bulan.
Pada daerah epidemik, anak-anak yang lebih besar dan terkadang dewasa juga dapat
terserang. Campak menular melalui droplet pernapasan dan memiliki masa inkubasi 9-12
hari.
Masa prodromal terdiri atas gejala demam, malaise, konjungtivitis dan simptom saluran
napas atas yang menonjol (hidung tersumbat, bersin-bersin, coryza dan batuk). Setelah 1-7
hari, eksanthem akan muncul, biasanya sebagai lesi makular atau morbiliform pada anterior
garis kulit kepala dan belakang telinga. Lesi mulai dengan paplua eritematous diskret yang
secara bertahap akan menyatu. Kemerahan (rash) menyebar dengan cepat meliputi seluruh
wajah, lalu pada hari kedua atau ketiga (tidak seperti rubella yang penyebarannya lebih
cepat) meluas turun ke badan dan ke ekstremitas. Pada hari ketiga, seluruh bagian tubuh
sudah terkena. Lesi lebih menonjol pada area yang pertama kali terkena dan lebih diskret
pada ekstremitas. Purpura dapat juga ada, terutama pada ekstremitas dan tidak perlu rancu
dengan “black measles/campak hitam”, suatu komplikasi dari campak yang menyerupai
DIC (disseminated intravascular coagulation). Bercak Koplik, suatu tanda patognomonis,
muncul saat masa prodromal. Bercak tersebut muncul pertama pada mukosa bukal dekat
dengan molar bawah sebagai papula putih berukuran 1 mm2 dengan dasar eritematous.
Bercak tersebut dapat menyebar ke area lain pada mukosa bukal dan faring. Setelah 6-7
hari, eksanthem menghilang bersamaan dengan meredanya demam.
Komplikasinnya antara lain otitis media, pneumonia, ensefalitis dan trombositopenia
purpura. Ensefalitis, walaupun jarang terjadi (kurang dari 1% kasus), dapat berakibat fatal.
Infeksi pada ibu hamil dihubungkan dengan kematian fetus. Komplikasi dan akibat-akibat
fatal sering terjadi pada anak-anak dengan malnutrisi atau memiliki defisiensi sel T. Pada
anak yang terinfeksi HIV, eksanthemnya kurang menonjol.
Modifikasi campak terjadi pada imun host yang terganggu sebagai akibat dari infeksi
sebelumnya, antibodi maternal persisten atau imunisasi, manifestasinya lebih ringan. Pasien
mungkin hanya mengalami demam, atau demam dengan ruam. Lamanya penyakit lebih
pendek, eksanthemnya kurang konfluen/padat dan bercak Koplik mungkin tidak ditemukan.
Pada kasus ini sulit untuk membedakan dengan infeksi virus lainnya.
Diagnosis campak ditegakkan dengan adanya demam tinggi, bercak Koplik, karakteristik
konjungtivitis, gejala saluran pernapasan atas dan eksanthem yang tipikal. Limfopenia juga
sering terjadi, dengan penurunan jumlah sel darah putih. Biopsi dari lesi kulit menunjukkan
adanya sel raksasa keratinosit sinsitial, yang mirip pada sekresi pernapasan. Konfirmasi
laborat dapat dilakukan dengan tes serologis pada saat akut dan saat sembuh. Identifikasi
IgM spesifik virus (5 hari setelah ruam muncul) sangat sugestif terhadap infeksi pada
orang-orang yang belum diimunisasi. Uji IgM serum yang terlalu dini dapat menimbulkan
positif palsu dan uji harus diulang. Isolasi virus juga memungkinkan, namun sangat mahal
dan prosedurnya cukup rumit. Kombinasi tes serologis IgM dan isolasi virus adalah gold
standar yang dipakai sekarang. Teknik imunofluoresen dapat mengidentifikasi virus dari
material klinis. Teknologi baru berdasar PCR dapat dengan cepat mendeteksi gen virus
campak dalam urin, sekret orofaring dan darah, dan sangat berguna pada pasien modifikasi
dan telah diimunisasi sebelumnya. Rubella, demam Scarlet, sifilis sekunder, infeksi
enterovirus and erupsi obat adalah differential diagnosisnya. Pemberian vitamin A dosis
tinggi akan mengurangi morbiditas dan mortalitas pada pasien anak yang dirawat inap
dengancampak. Dua dosis retinil palmitat, 200.000 IU terbagi dalam 24 jam , direkomen-
dasikan untuk anak berusia 6-24 tahun, anak dengan imunodefisiensi, anak dengan
malnutrisi atau defisiensi vitamin A dan baru datang dari daerah dengan angka mortalitas
campak yang tinggi. Selain itu, penatalaksanaan tambahan adalah obat simptomatik,
dengan tirah baring, analgesik dan antipiretik.
Vaksinasi dengan virus hidup direkomendasikan untuk anak 12 bulan, dengan booster
sebelumnya saat memasuki sekolah 4-5 tahun. Eksanthema makulopapular yang lemah
dapat muncul pada 7-10 hari setelah imunisasi. Profilaksi seharusnya diberikan pada
individu yang rentan terhadap pajanan. Profilaksi diberikan pada beberapa hari pertama
setelah pajanan, jadi identifikasi individu yang rentan sangatlah penting. Vaksinasi efektif
apabila diberikan selama 3 hari pajanan dan globulin imun normal pada dosis 0.25 mL/kg
hingga 6 hari setelah kontak. Pada wabah di Australia, strategi ini mencegah 80%
kemungkinan kasus sekunder
Rubella
Rubella, biasa dikenal dengan campak Jerman, disebabkan oleh togavirus dan kemungkinan
disebarkan melalui sekret pernapasan. Masa inkubasinya 12-23 hari (biasanya 15-21).
Vaksinasi virus hidup sangatlah efektif, memberikan imunitas seumur hidup.
Masa prodromal selama 1-5 hari dengan gejala seperti demam, malaise, serak, nyeri mata,
nyeri kepala, hidung meler dan adenopati. Nyeri pada gerakan lateral dan ke atas adalah
suatu karakteristik. Eksanthem mulai pada wajah dan berlangsung caudad, menutupi
seluruh tubuh dalam 24 jam dan sembuh dalam 3 hari. Lesinya berciri pink pucat, makula
morbiliform, lebih kecil daripada rubeola. Erupsinya menyerupai roseola atau eritema
infeksiosum. Eksanthem dari makula merah berukuran peniti atau petekia pada palatum
mole dan uvula (Forchheimer’s sign) dapat ditemukan. Limfadenitis cervicalis posterior,
suboksipital dan postaurikula muncul pada lebih dari setengah kasus. Rubella secara umum
adalah penyakit yang lebih ringan daripada rubeola. Artritis dan artralgia adalah komplikasi
yang sering terjadi, terutama pada wanita dewasa. Hal ini berlangsung selama sebulan atau
lebih. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan IgM spesifik rubella pada cairan mulut
dan serum. IgM ini berkembang dengan cepat, namun 50% serum yang diperiksa pada hari
pertama ruam menunjukkan hasil negatif. Virus ini segera bersih dari darah, menghilang
setelah hari kedua ruam. Namun, virus ditemukan pada sekresi mulut selama 5-7 hari
setelah ruam muncul. Teknik berbasis PCR untuk mengidentifikasi virus pada sekresi mulut
dapat mendeteksi infeksi lebih efektif pada sampel yang lebih awal. Kombinasi dari deteksi
virus berbasis PCR dan identifikasi IgM spesifik virus rubella akan tampak pada konfirmasi
segera pada sebagian besar kasus rubella dalam beberapa hari pertama kemunculan gejala-
gejala dari penyakit.
Sindroma Rubella Kongenital
Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi rubella saat trimester pertama kehamilan dapat
menderita katarak kongenital, defek jantung dan ketulian. Manifestasi lainnya seperti
glaukoma, mikrosefal dan berbagai abnormalitas viseral dapat juga muncul. Ekspresi
kutaneus antara lain trombositopenia purpura; hiperpigmentasi pusar, dahi dan pipi; lesi
merah kebiruan, infiltratif, berukuran 2-8 mm (tipe “blueberry muffin”), yang merepre-
sentasikan eritropoiesis dermal, urtikaria kronik dan eritema retikulatum pada wajah dan
ekstremitas.
Eksanthem Perifleksural Asimetris pada Anak/Asymmtric Periflexural Exanthem of
Childhood (APEC)
Sindrom klinis ini, juga dikenal sebagai eksanthem laterothoracic unilateral, terjadi
utamanya akhir musim dingin dan awal musim semi, sangat umum terjadi di Eropa.
Penyakit ini menyerang lebih banyak menyerang wanita daripada laki-laki (1.2-2:1). Biasa
terjadi pada anak usia 8 bulan hingga 10 tahun, namun sebagian besar kasus terjadi pada
anak berusia 2-3 tahun. Beberapa kasus dilaporkan tejadi pada orang dewasa di Eropa dan
China. Penyebabnya tidak diketahui, namun diduga disebabkan oleh virus, karena penyakit
ini terjadi pada anak-anak yang lebih kecil dan musiman, dan kasus sekunder pada keluarga
telah dilaporkan. Tidak ada etiologi virus lain yang terlibat, namun setidaknya ada tiga
kasus dikaitkan dengan parvovirus B19 telah dilaporkan. Secara klinis, dua pertiga hingga
tiga perempat dari anak yang teinfeksi mengalami gejala infeksi saluran pernapasan atas
yang ringan atau infeksi gastrointestinal, biasanya mendahului erupsi. Lesinya biasa papula
eritematous yang menyatu dengan plak morbiliform yang berbatas tidak tegas. Pruritus
biasanya muncul namun hanya ringan. Lesi dimulai unilateral pada area fleksural, biasanya
ketiak (75% kasus). Penyebarannya sentrifugal, dengan lesi baru yang muncul pada daerah
badan yang bersebelahan dan ekstemitas proksimal. Kulit normal dapat ikut terkena
diantara lesi. Sisi kontralateral terlibat pada 70% kasus setelah 5-15 hari, namun sifat
asimetris dipertahankan selama penyakit berlangsung. Limfadenopati pada sisi yang
pertama kali terkena terjadi pada 70% kasus. Gejala-gejala menetap selama 2-6 minggu,
namun juga bisa bertahan hingga 2 bulan dan akan mereda secara spontan. Steroid topikal
dan antibiotik oral tidak memberikan keuntungan, namun antihistamin oral dapat berguna
terhadap pruritus yang terkait. Secara histologis, infiltrat limfositik ringan hingga moderat
(sel T CD8+) mengelilingi dan melibatkan duktus ekrin namun tidak dengan sel sekretorik.
Mungkin terjadi interaksi dermatitis duktus ekrin bagian atas dan epidermis yang
berbatasan.
Grup Parvovirus
Parvovirus B19 adalah agen yang paling umum pada genus eritrovirus yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Infeksinya tersebar luas di seluruh dunia, terjadi pada 50% orang
pada usia 15 tahun. Sejumlah besar mayoritas dari orang tua adalah seropositif. Infeksi
biasa terjadi pada musim semi pada iklim yang hangat. Epidemi pada suatu komunitas
terjadi sekitar 6 tahun. Virus tersebar melalui rute respirasi dan tingkat infeksinya sangat
tinggi pada rumah tangga. Sebagian besar infeksi bersifat asimptomatik. Kecenderungan
parvovirus B19 menyerang sumsum tulang tercermin dari adanya trombositopenia atau
leukopenia selama infeksi akut. Parvovirus B19 adalah prototipe untuk konsep, “satu virus,
banyak eksanthem”. Eritema infeksiosum dan sindrom gloves and socks papular purpura
sangat berkaitan dengan infeksi parvovirus B19. Parvovirus B19 juga memegang peranan
dalam kasus sindrom Gianotti-Crosti dan APEC. Komplikasi lain yang diketahui dari
infeksi virus ini diantaranya arthropati (terutama pada wanita paruh baya), krisis aplastik
pada sferositosis herediter dan penyakit sel sabit, dan anemia kronik pada pasien
imunosupresan. Infeksi pada wanita hamil menyebabkan infeksi transplasental pada 30%
kasus dan tingkat kematian fetal 5-9%. Myokarditis viral akut dan perikarditis sering
menjadi infeksi sekunder dari infeksi parvovirus B19.
Eritema Infeksiosum (Penyakit Kelima)
Eritema infeksiosum adalah eksanthem infeksius yang jinak dan tersebar luas di seluruh
dunia yang muncul pada daerah epidemik pada akhir musim dingin dan awal musim semi.
Pada host normal (tidak imuno-kompromise atau pasien anemia sel sabit), pelepasan virus
berhenti saat eksanthem muncul, yang membuat isolasi tidak diperlukan. Masa inkubasinya
antara 4-14 hari (rata-rata 7 hari). Jarang ditemui, gejala prodromal ringan seperti nyeri
kepala, hidung meler dan demam derajat rendah mendahului munculnya ruam dalam 1 atau
2 hari.
Eritema infeksiosum memiliki tiga fase. Dimulai secara mendadak dengan munculnya
eritema asimptomatik pada pipi, yang menyerupai pipi yang ditampar. Eritema biasanya
difus dan makular, namun papula kecil yang transparan dapat juga muncul. Paling sering
muncul di bawah mata dan dapat meluas ke pipi membentuk pola sayap kupu-kupu. Area
perioral, kelopak dan dagu biasanya tidak terkena. Setelah 1-4 hari fase kedua dimulai,
terdiri dari munculnya makula eritematous diskret dan papula pada proksimal ekstremitas
dan terakhir pada badan. Kemudian akan berkembang menjadi pola retikulatus atau
berenda. Kedua fase ini umumnya bertahan 5-9 hari. Karakteristik dari fase ketiga adalah
tahap perulangan. Erupsi menjadi tak terlihat atau berkurang secara nyata, hanya kemudian
muncul kembali saat pasien tepapar panas (terutama saat mandi) atau cahaya matahari, atau
pada respon menangis atau berolahraga. Sekitar 7% dari anak-anak dengan eritema
infeksiosum mengalami artralgia, dimana 80% orang dewasa mengalami keterlibatan sendi.
Necrotizing limfadenitis juga terjadi pada kelenjar limfe cervical, epitroklear,
supraklavikular dan intraabdominal. Anak dengan krisis aplastik karena parvovirus B19
biasanya tidak mengalami ruam. Namun, bahkan pada anak yang sehat dapat berkembang
komplikasi sumsum tulang, meskipun hanya sementara dan dapat sembuh sendiri/self-
limited.
Sindroma Gloves and Socks Papular Purpuric
Sindrom ini, yang kurang umum dibandingkan eritema infeksiosum, terjadi utamanya pada
remaja dan dewasa muda. Pruritus, edema dan eritema pada tangan dan kaki muncul
beserta dengan demam. Lesinya secara tegas berhenti pada pergelangan tangan dan
pergelangan kaki. Selama beberapa hari daerah tersebut menjadi purpura. Terdapat eritema
ringan pada pipi, lutut, siku, dan lipatan paha. Lesi pada lipat paha juga menjadi purpura.
Erosi oral, ulkus dangkal, ulkus aphtous pada mukosa labial, eritema pada faring, bercak
Koplik atau lesi petekial dapat terlihat pada mukosa bukal atau labial. Bibir terkadang
menjadi merah dan membengkak. Edema dan eritema vulva yang menyertai disuria juga
dapat diamati. Varian yang jarang terjadi adalah petekia unilateral dan erupsi eritematous
pada ketiak. Eritema akral jarang bergerak menuju ke arah proksimal sepanjang limfatik,
yang menstimulasi limfangitis. Limfositopenia sementara, penurunan jumlah platelet dan
meningkatnya tes fungsi hepar dapat ditemukan. Gejala-gejala ini mereda dalam 2 minggu.
Bukti dari serokonversi dari parvovirus B19 telah ditemukan pada sebagian besar pasien
yang telah dilaporkan. Secara histologis, terdapat infiltrat dermal limofit T CD30+ yang
mengelilingi pembuluh darah kulit bagian atas. Terdapat komponen yang saling
berinteraksi dan ekstravasasi eritrosit yang menonjol pada lesi petekial. Antigen parvovirus
ditemukan dalam sel endotelial, kelenjar keringat dan duktusnya, dan epidermis pada tiga
pasien. Pada pasien terinfeksi HIV dapat terserang PPGSS, erupsinya lebih persisten
(bertahan selama 3-4 bulan) dan tidak berhubungan anemia.
Tidak semua kasus PPGSS disebabkan oleh parvovirus B19. Pada dewasa, sering
dihubungkan dengan infeksi HBV. Pada anak-anak, sindrom terjadi pada usia rata-rata 23
bulan. Erupsi bertahan sekitar 5 minggu. Pada anak, CMV dan EBV adalah kasus yang
paling banyak ditemukan di Taiwan, dimana sindrom ini menjadi sangat populer pada sisa
seperempat tahun ini.
Temuan Kulit Lain yang Berkaitan dengan Parvovirus B19
Pada beberapa kasus eksanthem karena parvovirus B19 mengenai utamanya pada area
fleksural, terutama pada lipat paha. Beberapa hal ini dapat timbul pada APEC (lihat di
bawah), petekia pada lipat paha atau eritema yang penuh dengan pustul pada lipat paha dan
pada derajat yang lebih rendah di ketiak, menyerupai sindrom babon. Erupsi petekia dari
PPGSS dapat melibakan area perioral dan dinamai “sindrom akropetekial”. Pada wabah di
Kerala, India, terdapat 50 anak-anak yang sebagian besar berusia di bawah 2 tahun, dengan
demam tinggi dan erupsi kulit yang difus, sangat eritrematous. Anak-anak tersebut sangat
iritatif dan menangis bila disentuh. Kulitnya membengkak dengan jelas. Terdapat edema
pada seluruh tubuh. Eksanthem akut diikuti oleh deskuamasi difus. Tidak didapatkan kasus
sekunder. IgM parvovirus B19 dideteksi pada 15 dari 24 kasus yang diuji. Hal ini dinamai
“red baby syndrome” oleh penelitinya. Infeksi parvovirus B19 dapat memicu sindrom
hematofagositik (atau aktivasi makrofag). Disertai juga dengan sitopenia progresif,
disfungsi hepar, koagulopati, kadar feritin tinggi dan hematofagositosis. Banyak kasus
erupsi nonspesifik disertai dengan sindrom hemofagositik, termasuk nodul, ulkus, purpura
dan panikulitis. Diagnosis sel hemofagositik dapat diketahui dari biopsi kulit. Infeksi
parvovirus B19 dapat memicu nekrosis kulit pada seseorang dengan stadium hiperkoagulasi
seperti pada paroksismal nokturnal hemoglobinuria.