Sol

27
SOL (Space Occupying Lession) A. Definisi SOL ( Space Occupying Lesion ) merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial ( Long C : 130). Lesi desak ruang (space occupying lesion/SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses. Posisi tumor dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada tanda-tanda dan gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari cairan serebrospinal atau yang langsung menekan pada vena-vena besar, meyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial dengan cepat. Tumor otak adalah sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang menempati ruang di dalam tengkorak. (http://www.tumor_otak/2008.com). Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak (Lombardo, Mary caster 2005 : 1183). B. Etilogi

description

tugas

Transcript of Sol

Page 1: Sol

SOL (Space Occupying Lession)

A. Definisi

SOL ( Space Occupying Lesion ) merupakan generalisasi masalah tentang adanya

lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat

menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan

tumor intracranial ( Long C : 130).

Lesi desak ruang (space occupying lesion/SOL) merupakan lesi yang meluas atau

menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses.

Posisi tumor dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada tanda-

tanda dan gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari cairan

serebrospinal atau yang langsung menekan pada vena-vena besar, meyebabkan terjadinya

peningkatan tekanan intracranial dengan cepat.

Tumor otak adalah sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang menempati

ruang di dalam tengkorak. (http://www.tumor_otak/2008.com).

Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang

tumbuh di otak, meningen dan tengkorak (Lombardo, Mary caster 2005 : 1183).

B. Etilogi

1. Riwayat trauma kepala

Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma

selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat

belum diketahui gejala klinis.

2. Faktor genetik

Tumor susunan saraf pusat primer nerupakan komponen besar dari beberapa

gangguan yang diturunkan sebagi kondisi autosomal, dominant termasuk sklerasis

tuberose, neurofibromatosis.

3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik dan virus

Page 2: Sol

Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus

menyebabkan terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi

hubungannya dengan tumor pada manusia masih belum jelas

4. Defisiensi imunologi dan congenital

(ngatisyah, 2001)

Penyebab dari SOL ini dapat berupa :

1. Malignansi

a. Meliputi metastase, glioma, meningioma, adenoma pituitary, dan neuroma

akustik merupakan 95% dari seluruh tumor.

b. Pada dewasa 2/3 dari tumor primer terletak supratentorial, tetapi pada anak-

anak 2/3 tumor terletak infratentorial.

c. Tumor primer umumnya tidak melakukan metastasis dan sekitar 30% tumor

otak merupakan tumor metastasis dan 50% diantaranya adalah tumor

multipel.

SOL lain meliputi :

2. Hematoma , yang dapat disebabkan trauma.

3. Abses serebral.

4. Amubiasis serebral dan cystiserkosis.

5. Limfoma yang sering terjadi akibat infeksi HIV.

6. Granuloma dan tuberkuloma.

C. Faktor Resiko

Faktor resiko tumor otak dapat terjadi pada setiap kelompok, ras, insiden

meningkat seiring dengan pertambahan usia terutama pada dekade kelima, keenam

dan ketujuh . Faktor resiko akan meningkat pada orang yang terpajan zat kimia

tertentu (okrionitil, tinta, pelarut, minyak pelumas), namun hal tersebut belum bisa

dipastikan. Pengaruh genetik berperan serta dalam timbulnya tumor, penyakit

sklerosis TB dan penyakit neurofibomatosis.

D. Manifestasi Klinis

Page 3: Sol

1. Gejala klinik umum timbul karena peningkatan tekanan intracranial, meliputi :

a. Nyeri kepala

merupakan gejala awal pada 20% pasien tumor yang kemudian berkembang

menjadi 60% . Nyeri kepala berat juga diperberat dengan oleh perubahan posisi,

batuk, manuever valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri

kepala pada 50% pasien. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial

sebanyak 80% dan terutama pada bagian frontal. Tumor fossa posterior

memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher.

Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala

awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70%

kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan

berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur

pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi intrakranial.

Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena selama tidur PCO2

arteri serebral meningkat, sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral

blood flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranium. Juga

lonjakan tekanan intrakranium sejenak karena batuk, bersin, coitus dan mengejan

akan memperberat nyeri kepala.

Nyeri kepala juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila

duduk. Adanya nyeri kepala dengan psicomotor asthenia perlu dicurigai tumor

otak. Nyeri kepala pada tumor otak, terutama ditemukan pada orang dewasa dan

kurang sering pada anak-anak. Pada anak kurang dari 10-12 tahun, nyeri kepala

dapat hilang sementara dan biasanya nyeri kepala terasa di daerah bifrontal serta

jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada tumor di daerah fossa

posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan leher.Penyebab nyeri kepala

ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura,

pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari

tumor otak yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis.

b. Muntah tanpa diawali dengan mual, mengindikasikan tumor yang luas dengan

efek massa tumor tersebut juga mengidikasikan adanya pergeseran otak. Muntah

dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya disertai

dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa posterior.

Page 4: Sol

Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak disertai

dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk sementara waktu.

c. Perubahan status mental, penurunan kesadaran meliputi gangguan konsentrasi,

cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif

yang terletak pada lobus frontal atau temporal.

d. Ataksia dan gangguan keseimbangan.

e. Gagal nafas karena SOL menekan bagian batang otak dan pons varoli. Karena

pons varoli terdapat premotoksid yang mengatur gerakan pernafasan dan reflex.

f. Seizure (kejang) adalah gejala tumor yang berkembang lambat, paling sering

terjadi pada tumor di lobus frontal kemudian pada tumor lobus parietal dan

temporal. Gejala epilepsi yang muncul pertama kali pada usia pertengahan

mengindikasikan adanya suatu SOL. Bangkitan kejang dapat merupakan gejala

awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium

lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu

dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:

i. Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun

ii. Mengalami post iktal paralisis

iii. Mengalami status epilepsi

iv. Resisten terhadap obat-obat epilepsi

v. Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain

Frekwensi kejang akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor.

Pada tumor di fossa posterior kejang hanya terlihat pada stadium yang

lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968) mengemukakan bahwa gejala

kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri dan

jarang ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari

himisfer, batang otak dan difossa posterior. Bangkitan kejang

ditemukan pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien dengan

astrositoma, 40% pada pasien meningioma, dan 25% pada

glioblastoma.

g. Papil edem, dapat dinilai dengan ophthalmoskop. Pada keadaan awal tidak

menyebabkan hilangnya daya penglihatan, tetapi edem papil yang berkelanjutan

dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer

dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.

Page 5: Sol

2. Gejala lokal yang menyesatkan dan tanda lateralisasi

Gejala lokal yang menyesatkan ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi tumor

yang sebenarnya. Sering disebabkan karena penigkatan tekanan intrakranial,

pergeseran dari struktur-struktur intrakranial atau iskemi. Gejalagejala tersebut

meliputi parese nervus VI, sindrom horner, gejala-gejala serebelum belum

mengindikasikan lokasinya di serebelum.

Lesi pada salah satu kompartemen otak dapat menginduksi pergeseran dan

kompresi di bagian otak yang jauh dari lesi primer. Tumor otak yang menyebabkan

peningkatan tekanan intrakranial dapat menghasilkan false localizing signs atau gejala

lokal yang menyesatkan. Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifestasi

yang tidak sesuai dengan fungsi area yang ditempatinya. Tanda tersebut adalah:

a. Kelumpuhan saraf otak. Karena desakan tumor, saraf dapat tertarik atau tertekan.

Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak. Saraf yang sering terkena

tidak langsung adalah saraf III, IV, dan IV.

b. Refleks patologis yang positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada tumor yang

terdapat di dalam salah satu hemisferium saja.

c. Gangguan mental

d. Gangguan endokrin dapat juga timbul proses desak ruang di daerah hipofise.

3. Gejala klinik local

Manifestasi lokal terjadi pada tumor yang menyebabkan destruksi parenkim,

infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor ke daerah sekitar tumor

(contohnya : peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin), semuanya

dapat menyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.

a. Tumor Lobus Frontal

Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti

paralisis pos-iktal. Meningioma kompleks atau parasagital dan glioma frontal

khusus berkaitan dengan kejang. Tanda lokal tumor frontal antara lain disartri,

kelumpuhan kontralateral, dan afasia jika hemisfer dominant dipengaruhi.

Anosmia unilateral menunjukkan adanya tumor bulbus olfaktorius.

b. Tumor Lobus Temporalis

Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal

kontralateral, defisit lapangan pandang homonim, perubahan kepribadian,

Page 6: Sol

disfungsi memori dan kejang parsial kompleks. Tumor hemisfer dominan

menyebabkan afasia, gangguan sensoris dan berkurangnya konsentrasi yang

merupakan gejala utama tumor lobus parietal. Adapun gejala yang lain

diantaranya disfungsi traktus kortikospinal kontralateral, hemianopsia/

quadrianopsia inferior homonim kontralateral dan simple motor atau kejang

sensoris.

c. Lobus parietal :

Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori , kortikal hemianoksi homonim.

Bila terletak di area motorik dapat timbul timbul kejang kokal dan pada girus

angularis menimbulkan gejala sindrom GOSSTMANNS

d. Tumor Lobus Oksipital

Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang

kongruen. Kejang fokal lobus oksipital sering ditandai dengan persepsi

kontralateral episodic terhadap cahaya senter, warna atau pada bentuk geometri.

e. Tumor pada Ventrikel Tiga dan Regio Pineal

Tumor di dalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat ventrikel

atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus. Perubahan posisi dapat

meningkatkan tekanan ventrikel sehingga terjadi sakit kepala berat pada daerah

frontal dan verteks, muntah dan kadang-kadang pingsan. Hal ini juga

menyebabkan gangguan ingatan, diabetes insipidus, amenorea, galaktorea dan

gangguan pengecapan dan pengaturan suhu.

f. Tumor Batang Otak

Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang,

nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas. Kompresi pada ventrikel empat

menyebabkan hidrosepalus obstruktif dan menimbulkan gejala-gejala umum.

g. Tumor Serebellar

Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput merupakan gejala yang

sering ditemukan pada tumor serebellar. Pusing, vertigo dan nistagmus mungkin

menonjol.

h. Tumor di cerebellopontin angie

Gangguan fungsi pendengaran

i. Tumor hipotalamus

Gangguan perkembangan seksual pada anak-anak, gangguan cairan

cerebrospinalis.

Page 7: Sol

j. Tumor fosa posterior

Gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus.

E. Klasifikasi

Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi :

1. Jinak 

a. Acoustic neuroma

b. Meningioma

c. Pituitary adenoma

d. Astrocytoma ( grade I )

2. Malignant

a. Astrocytoma ( grade 2,3,4 )

b. Oligodendroglioma

c. Apendymoma

Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :

1. Tumor intradural :

a. Ekstramedular

b. Cleurofibroma

c. Meningioma intramedural

d. Apendimoma

e. Astrocytoma

f. Oligodendroglioma

2. Hemangioblastoma:

a. Tumor ekstradural : Merupakan metastase dari lesi primer. (smeltzer,

2002)

Stadium tumor berdasarkan sistem TNM ( stadium TNM ). Terdiri dari 3

kategori, yaitu: T ( tumor primer ), N ( nodul regional, metastase ke

kelenjar limfe regional ) dan M ( metastase jauh ).

b. Kategori T :

1. Tx = syarat minimal menentukan indeks T tidak terpenuhi.

2. Tis = Tumor in situ.

3. T0 = Tidak ditemukan adanya tumor primer.

Page 8: Sol

4. T1 = Tumor dengan f maksimal < 2 cm.

5. T2 = Tumor dengan f maksimal 2 – 5 cm.

6. T3 = Tumor dengan f maksimal > 5 cm.

7. T4 = Tumor invasi keluar organ.

8. Kategori N :

9. N0 = Nodul regional negative.

10. N1 = Nodul regional positif, mobile ( belum ada perletakan ).

11. N2 = Nodul regional positif, sudah ada perlekatan.

12. N3 = Nodul jukstregional atau bilateral.

13. Kategori M :

14. Mo = Tidak ada metastase organ jauh.

15. M1 = Ada metastase organ jauh.

16. M2 = Syarat minimal menentukan indeks M tidak terpenuhi.

F. Stadium

1. Grade 1

Jaringan tersebut jinak, terlihat seperti sel otak normal dan pertumbuhannya

lambat

2. Grade 2

Jaringan tersebut ganas, kurang terlihat seperti sel otak normal dibandingkan

dengan grade 1

3. Grade 3

Jaringan ganas memiliki sel-sel yang terlihat sangat berbeda dari sel normal,

sel-sel yang abnormal secara aktif tumbuh, sel-sel yang abnormal yang muncul

disebut anaplastik

4. Grade 4

Jaringan ganas memiliki sel yang terlihat paling abnormal dan cenderung

tumbuh sangat cepat.

(Vinay Kumar, 2003)

G. Komplikasi

a. Gangguan fungsi neurologist

b. Gangguan kognitif 

Page 9: Sol

c. Gangguan tidur dan mood

d. Disfungsi seksual

e. Herniasi Foramen magnum

f. Herniasi otak (sering fatal)

Herniasi otak merupakan pergeseran dari otak normal melalui atau antar

wilayah ke tempat lain karena efek massa, ini adalah komplikasi dari efek massa

baik dari tumor, trauma atau infeksi.

g. Herniasi unkal

h. Kerusakan neurologis permanen, progresif, dan amat besar

i. Kehilangan kemampuan untuk berinteraksi atau berfungsi

j. Efek samping medikasi, termasuk kemoterapi

k. Efek samping penatalaksanan radiasi

a. selama tindakan: peningkatan edema, reversible

b. setelah beberapa minggu/bulan: demielinasi

c. enam bulan-10 tahun: radionekrosis, irreversible (biasanya satu hingga dua

tahun)

l. Rekurensi pertumbuhan tumor.

(doengoes, 2000)

H. Pemeriksaan Diagnostik

1. CT Scan (Computerized Tomografi)

Page 10: Sol

Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor,

dan meluasnya edema serebralsekunder serta member informasi tentang sistem

vaskuler

Post-contrast axial CT scan Kepala  

Gambaran Abscess Cerebri

SOL digambarkan dengan hipodens

Smooth peripheral ring enhancement

(Garis Putih Linier)

Di sekelilingnya terdapat edem

Lokasi: Regio Fronto-parietal

2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang

otakdan daerah hiposisis, dimana tulang menggangudalam gambaran yang

menggunakan CT Scan

MRI pada Ganglia Basalis.Pasien Laki-laki24

tahun dengan HIV Infeksi. Menggambarkan

lesi hipointens pada Talamus. Disebabkan

Toxoplasmosis.

3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk

memberi dasar pengobatan seta informasi prognosisi

4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor

5. Elektroensefalografi ( EEG )

Elektroensefalogram (EEG) merekam aktivitas umum elektrik di otak, dengan

meletakkan elektroda pada area kulit kepala atau dengan menempatkan

mikroelektroda dalam jaringan otak. Pemeriksaan ini memberikan pengkajian

fisiologis aktivasi serebral.

6. Mendeteksi gelombang otak abnormal.

7. Ekoensefalogram

Page 11: Sol

Ekoensefalogram memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra

serebral.

8. Foto rontgen polos

Foto rontgen polos tengkorak dan medulla spinalis sering digunakan untuk

mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan abnormalitas tulang lainnya,

terutama dalam penatalaksanaan trauma akut. Selain itu, foto rontgen polos

mungkin menjadi diagnostik bila kelenjar pineal yang mengalami penyimpangan

letak terlihat pada hasil foto rontgen, yang merupakan petunjuk dini tentang

adanya SOL (space occupying lesion). (Arif Muttaqin, 2008).

9. Angiografi serebral

Angiografi serebral adalah proses pemeriksaan dengan menggunakan sinar-x

terhadap sirkulasi serebral setelah zat kontras disuntikkan ke dalam arteri yang

dipilih.

10. Radiogram

Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan

dan klasifikasi, posisi kelenjar pineal yang mengapur, dan posisi selatursika.

11. Sidik otak radioaktif

Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Space

Occupying Lesion (SOL) mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang

menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.

12. Biopsi stereotaktik bantuan-komputer (tiga dimensi)

Biopsi stereotaktik digunakan untuk mendiagnosis kedudukan lesi yang dalam

dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis. (Suzanne

C. Smeltzer, 2001).

I. Penalaksanaan

Penatalaksanaan tergantung pada penyebab lesi:

1. Untuk tumor primer, jika memungkinkan dilakukan eksisi sempurna, namun

umumnya sulit dilakukan sehingga pilihan pada radioterapi dan kemoterapi,

namun jika tumor metastase pengobatan paliatif yang dianjurkan.

2. Hematom membutuhkan evakuasi.

3. Lesi infeksi membuthkan evakuasi dan terapi antibiotik.

Page 12: Sol

Pengobatan lain yang diperlukan meliputi:

a. Deksametason yang dapat menurunkan edem serebral.

b. Manitol, untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial.

c. Antikonvulsan, sesuai gejala yang timbul.

(budi sudarwo, 2004)

4. Pembedahan

Beberapa tumor jinak harus diangkat melalui pembedahan karena mereka

terus tumbuh di dalam rongga sempit dan bisa menyebabkan kerusakan yang lebih

parah atau kematian. Meskipun pengangkatan tumor tidak dapat menyembuhkan

kanker, tetapi bisa mengurangi ukuran tumor, meringankan gejala dan membantu

menentukan jenis tumor serta pengobatan lainnya.

Pembedahan tumor primer seringkali diindikasikan untuk mencapai diagnosis

histologis dan jika mungkin, untuk meringankan gejala dengan mengurangi massa

tumor. Pemeriksaan histologis dari biopsi tumor dapat mengkonfirmasi apakah

lesi merupakan suatu glioma dan bukan neoplasma lainnya, misalnya limfoma,

atau bahkan kondisi nonneoplasia, misalnya abses.

Pemeriksaan ini juga memungkinkan dilakukannya penentuan tingkat derajat

diferensiasi tumor yang berhubungan dengan prognosis. Jadi, pasien glioma

derajat 1-2 memiliki angka harapan hidup yang tinggi. Akan tetapi, median angka

harapan hidup untuk tumor yang terdiferensiasi paling buruk (derajat 4) adalah 9

bulan.

Kadang-kadang pembedahan tidak disarankan, misalnya pada pasien dengan

kecurigaan glioma derajat rendah dengan gejala epilepsi. Pembedahan juga tidak

tepat dilakukan pada metastasis otak multipel, dimana diagnosisnya jelas,

walaupun beberapa metastasis soliter dapat ditangani dengan reaksi.

a. Craniotomi

Menurut Brown CV, Weng J, Craniotomy adalah Operasi untuk membuka

tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan

memperbaiki kerusakan otak. Menurut Hamilton MG, Frizzell JB, Tranmer BI,

Craniectomy adalah operasi pengangkatan sebagian tengkorak. Sedangkan

menurut Chesnut RM, Gautille T, Blunt BA, Craniotomi adalah prosedur

untuk menghapus luka di otak melalui lubang di tengkorak (kranium). Dari

ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Craniotomi

Page 13: Sol

adalah Operasi membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan

memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak.

Tujuan Craniotomi adalah jenis operasi otak. Ini adalah operasi yang

paling umum dilakukan untuk otak pengangkatan tumor. Operasi ini juga

dilakukan untuk menghilangkan bekuan darah (hematoma), untuk

mengendalikan perdarahan dari pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma

serebral), untuk memperbaiki malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal

dari pembuluh darah), untuk menguras abses otak, untuk mengurangi tekanan

di dalam tengkorak, untuk melakukan biopsi, atau untuk memeriksa otak.

5. Terapi

Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu

sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan

pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini

antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh

terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau

radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan

faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya

mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang

untuk menurunkan kejadian rekurensi.

6. Radiotherapi

Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah

mesin besar diarahkan pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang

radiasi diarahkan ke seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang.

Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-sel

tumor (sisa) yang mungkin tidak dapat diangkat melalui operasi. Radiasi juga

dapat dilakukan sebagai terapi pengganti operasi. Jadwal pengobatan tergantung

pada jenis dan ukuran tumor serta usia pasien. Setiap sesi radioterapi biasanya

hanya berlangsung beberapa menit.

Beberapa bentuk terapi radiasi:

a. Fraksinasi

Page 14: Sol

Radioterapi biasanya diberikan lima hari seminggu selama beberapa

minggu. Memberikan dosis total radiasi secara periodik membantu melindungi

jaringan sehat di daerah tumor.

b. Hyperfractionation

Pasien mendapat dosis kecil radiasi dua atau tiga kali sehari, bukan jumlah

yang lebih besar sekali sehari.

Efek samping dari radioterapi, dapat meliputi: perasaan lelah

berkepanjangan, mual, muntah, kerontokan rambut, perubahan warna kulit

(seperti terbakar) di lokasi radiasi, sakit kepala dan kejang (gejala nekrosis

radiasi).

7. Pendekatan stereotaktik

Pendekatan stereotaktik meliputi penggunaan kerangka 3 dimensi yang

mengikuti lokasi tumor yang sangat tepat, kerangka stereotaktik dan studi

pencitraan multipel (Sinar X, CT-Scan) yang lengkap digunakan untuk

menentukan lokasi tumor dan memeriksa posisinya. Laser atau radiasi dapat

dilepaskan dengan pendekatan stereotaktik. Radioisotop (131I) dapat juga

ditempatkan langsung ke dalam tumor (brankhiterapi) sambil meminimalkan

pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya.

Penggunaan pisau gamma dilakukan pada bedah-bedahradio sampai dalam,

untuk tumor yang tidak dapat dimasukkan obat, tindakan tersebut sering dilakukan

sendiri. Lokasi yang tepat dilakukan dengan menggunakan pendekatan

stereotaktik dan melalui laporan pengujian dan posisi pasien yang tepat. Dosis

yang sangat tinggi, radiasi akan dilepaskan pada luas bagian yang kecil.

Keuntungan metoda ini adalah tidak membutuhkan insisi pembedahan,

kerugiannya adalah waktu yang lambat diantara pengobatan dan hasil yang

diharapkan.

8. Transplantasi Sumsum Tulang Analog Intravena

Digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima kemoterapi atau terapi

radiasi, karena keadaan ini penting sekali untuk ”menolong” pasien terhadap

adanya keracunan pada sumsum tulang akibat dosis tinggi kemoterapi atau

radiasi. Sumsum tulang pasien diaspirasi edikit, biasanya dilakukan pada kepala

iliaka dan disimpan. Pasien yang menerima dosis kemoterapi dan terapi radiasi

yang banyak, akan menghancurkan sejumlah sel-sel keganasan (malignan).

Sumsum kemudian diinfus kembali setelah pengobatan lengkap.

Page 15: Sol

9. Kemoterapi

Kemoterapi adalah pengobatan penyakit yang disebabkan oleh agen kimia

yang biasanya digunakan untuk terapi kanker. Dasar pengobatan yaitu perbedaan

antara sel kanker dan sel normal terhadap reaksi pengobatan sitostatika yang

diberikan sendiri-sendiri atau secara kombinasi. Perbedaan tersebut adalah

perbedaan sifat biologis, biokimia, reaksi farmakokinetik dan sifat proliferatif.

Sebelum membahas mengenai cara kerja masing-masing golongan obat

antineoplasma, perlu diketahui dulu hubungan kerja obat antineoplasma dengan

siklus sel kanker. Sel tumor dapat berada dalam 3 keadaan yaitu :

a. Yang sedang membelah (siklus proliferatif).

b. Yang dalam keadaan istirahat (tidak membelah, G0).

c. Yang secara permanen tidak membelah

Sel tumor yang sedang membelah terdapat dalam beberapa fase yaitu :

a. fase mitosis (M)

b. fase pramitosis (G1)

c. fase sintesis DNA (S)

d. fase pascamitosis (G2) 1

Pada akhir fase G1 terjadi peningkatan RNA disusul dengan fase S yang

merupakan saat terjadinya replikasi DNA. Setelah fase S berakhir sel masuk

dalam fase pramitosis (G2) dengan ciri-ciri :

a. sel berbentuk tetraploid

b. mengandung DNA lebih banyak daripada sel fase lain

c. masih berlangsungnya sintesis RNA dan protein

Sewaktu mitosis berlangsung (fase M) sintesis protein dan RNA berkurang

secara tiba-tiba, dan terjadi pembelahan menjadi 2 sel. Setelah itu sel dapat

memasuki interfase untuk kembali memasuki fase G1, saat sel berproliferasi atau

memasuki fase istirahat (G0). Sel dalam fase G0 yang masih potensial untuk

berproliferasi disebut sel klonogenik atau sel induk (stem cell). Jadi yang

menambah jumlah sel kanker adalah sel dalam siklus proliferasi dan dalam fase

G0 1.

Ditinjau dari siklus sel, obat dapat digolongkan dalam 2 golongan yaitu :

a. Yang memperlihatkan toksisitas selektif terhadap fase – fase tertentu dari

siklus sel (cell cycle specific), misalnya vinkristin, vinblastin, merkaptopurin,

Page 16: Sol

metotreksat, asparaginase. Zat ini terbukti efektif terhadap kanker yang

berproliferasi tinggi misalnya kanker sel darah.

b. Zat cell cycle nonspecific, misalnya zat alkilator, antibiotik antikanker,

sisplatin.

J. Peran Perawat

1. Peran sebagai pemberi Asuhan Keperawatan

Perawat memberikan pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses

keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bias

direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat

kebutuhan dasar manusia,kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya.

2. Peran sebagai advokat klien

Perawat membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai

informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan persetujuan atas

tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien juga dapat berperan

mempertahankan hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-

baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk

menentukan nasib sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

3. Peran Edukator

Perawat membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan,

gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan

perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

4. Peran Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian

pelayanan kesehatan dapat terarah serta dengan kebutuhan klien.

5. Peran Kolaborator

Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan

yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan berupaya

mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau

tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

6. Peran Konsultan

Page 17: Sol

Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan

keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien

terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

7. Peran Pembaharu

Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama,

perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan

keperawatan.

K. ASPEK LEGAL ETIK

1. Autonomy

Perawat harus menjelaskan dengan jelas kepada keluarga tentang kondisi

yang dialami pasien tanpa ada sedikitpun yang ditutupi sehingga pasien

mendapatkan haknya.

2. Non- Maleficence

Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada

klien. Perawat melakukan prosedur keperawatan dengan benar sehingga klien

terhindar dari hal yang merugikan. Perawat melakukan kewaspadaan universal

untuk mencegah terjadinya infeksi yang lebih lanjut

3. Beneficence

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik.Perawat memberikan

intervensi sesuai dengan kebutuhan dan diagnosa klien.

4. Justice

a. Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang

lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini

direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi

yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar

untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

b. Perawat harus bertindak adil dalam melakukan tindakan keperawatan tanpa

membedakan status ekonomi, suku, agama, dll. Agar pasien dapat merasakan

kenyamanan.

5. Kejujuran (Veracity)

Page 18: Sol

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh

pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien

dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan

dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada

agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman

dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien

tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama

menjalani perawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long, alih bahasa R.Karnaen dkk, 2000, Perawatan Medikal Bedah. EGC,

Jakarta

Barbara L. Bullock 2000, Patofisiology, Adaptasi and alterations infeksius function,

Fourth edition, Lipincott, Philadelpia

Brunner & Sudarth, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3 , EGC,

jakarta

Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih, 2002, Diagnosa Keperawatan , ed

6, EGC, Jakarta

Marilyn E. Doenges, et al, 2003, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta

Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, 2004Patofisiologi, konsep klinik proses-

proses penyakit ed. 4, EGC, Jakarta