Isi Laporan Kasus SOL

55
BAB I PENDAHULUAN Neoplasma intrakranial adalah suatu massa abnormal di dalam tengkorak yang disebabkan oleh multiplikasi sel- sel yang berlebihan dan menyebabkan adanya proses desak ruang. Massa neoplasma intrakranial yang membesar dan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, penarikan, atau penggeseran jaringan peka nyeri di kepala, maupun blokade aliran cairan serebrospinal akan menimbulkan nyeri kepala hebat, terus menerus, serta progresif. Berdasarkan klasifikasi nyeri kepala dari International Classification Headache Society edisi dua tahun 2004, nyeri kepala yang berkaitan dengan neoplasma intrakranial merupakan nyeri kepala sekunder yang berkaitan dengan kelainan non-vaskuler, dengan kriteria diagnostik berupa adanya gejala dan atau tanda gangguan intrakranial, dapat dikonfirmasikan dengan investigasi yang sesuai, dan nyeri kepala yang baru muncul sebagai suatu gejala baru atau muncul dengan tipe nyeri kepala yang baru terjadi sementara berkaitan dengan gangguan intrakranial. 1 Nyeri kepala merupakan keluhan awal pada sekitar 30% kasus neoplasma intrakranial. Seiring dengan perjalanan penyakit, nyeri kepala menjadi kronis progresif. Nyeri ini umumnya bukan gejala tunggal, namun disertai gejala lain meski derajat beratnya tidak sama. 3 Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk menegakkan diagnosis neoplasma intrakranial adalah CT 1

description

mata

Transcript of Isi Laporan Kasus SOL

BAB I

PENDAHULUAN

Neoplasma intrakranial adalah suatu massa abnormal di dalam tengkorak yang

disebabkan oleh multiplikasi sel-sel yang berlebihan dan menyebabkan adanya proses

desak ruang. Massa neoplasma intrakranial yang membesar dan mengakibatkan

peningkatan tekanan intrakranial, penarikan, atau penggeseran jaringan peka nyeri di

kepala, maupun blokade aliran cairan serebrospinal akan menimbulkan nyeri kepala

hebat, terus menerus, serta progresif. Berdasarkan klasifikasi nyeri kepala dari

International Classification Headache Society edisi dua tahun 2004, nyeri kepala

yang berkaitan dengan neoplasma intrakranial merupakan nyeri kepala sekunder yang

berkaitan dengan kelainan non-vaskuler, dengan kriteria diagnostik berupa adanya

gejala dan atau tanda gangguan intrakranial, dapat dikonfirmasikan dengan investigasi

yang sesuai, dan nyeri kepala yang baru muncul sebagai suatu gejala baru atau

muncul dengan tipe nyeri kepala yang baru terjadi sementara berkaitan dengan

gangguan intrakranial.1

Nyeri kepala merupakan keluhan awal pada sekitar 30% kasus neoplasma

intrakranial. Seiring dengan perjalanan penyakit, nyeri kepala menjadi kronis

progresif. Nyeri ini umumnya bukan gejala tunggal, namun disertai gejala lain meski

derajat beratnya tidak sama.3

Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk menegakkan diagnosis

neoplasma intrakranial adalah CT scan karena dapat mendeteksi keberadaan

neoplasma intrakranial, mengungkaa perbedaan antar jenis neoplasma, pemeriksaan

relatif mudah, sederhana, non-invasif, tidak berbahaya, waktu pemeriksaan lebih

singkat, dan biaya lebih murah dibandingkan pemeriksaan MRI.2

1

BAB II

LAPORAN KASUS

II.1. IDENTITAS

Nama : Ny. E

Usia : 45 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Status Pernikahan : Menikah

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal Masuk : 20 Juli 2015

Dirawat yang ke : 3 (tiga)

Tanggal Pemeriksaan : 24 Juli 2015

II.2. ANAMNESA

Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan nyeri kepala sejak

10 hari yang lalu.

Nyeri kepala dirasakan sejak 10 hari yang lalu, timbul perlahan-lahan dan

semakin lama semakin hebat. Nyeri kepala terasa tumpul di bagian belakang kepala

hingga puncak kepala, berlangsung beberapa jam, semakin hebat terutama saat pagi

hari, saat posisi tidur terlalu datar, atau saat pasien batuk. Nyeri kepala belum sampai

megganggu tidur di malam hari. Pasien juga mengaku mengalami muntah tanpa

disertai rasa mual apabila dirangsang oleh batuk yang muncul bersamaan dengan

keluhan nyeri kepala. Muntah berisi makanan dan cairan yang diminum dengan

jumlah sedikit. Sejak satu minggu terakhir pasien sulit makan dan minum, merasa

lemas setiap saat.

Pasien memiliki riwayat penyakit kanker payudara 4 tahun lalu yang diawali

dengan temuan benjolan yang dapat digerakkan di payudara sebelah kanan, berbentuk

bulat, sangat nyeri jika disentuh. Benjolan kemudian menjalar ke bagian puting dan

membesar hingga membentuk massa di luar payudara. Pasien didiagnosa kanker

payudara stadium III di payudara kanan dan dilakukan mastektomi. Pasien kemudian

rutin meminum obat Zoldalex (asam zoledronik). 3 bulan lalu ditemukan jaringan

kanker di payudara sebelah kiri, pasien memulai pengobatan dengan kemoterapi dan 2

radiasi. 1 bulan yang lalu, payudara kiri pasien diangkat. Hingga saat ini pasien telah

menjalani radiasi sebanyak 22 kali dan kemoterapi sebanyak 3 kali.

Pasien menyangkal adanya riwayat trauma pada kepala, demam, pingsan, atau

kejang. Pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit darah tinggi, gula, penyakit

jantung, dan kanker di tempat lain yang diketahui.

Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Selama

perawatan di rumah sakit, pasien mengaku nyeri kepala sudah berkurang

dibandingkan dengan saat masuk rumah sakit sehingga pasien lebih mudah untuk

beristirahat.

Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi : Disangkal

Diabetes melitus : Disangkal

Sakit jantung : Disangkal

Trauma kepala : Disangkal

Sakit kepala sebelumnya : Disangkal

Kegemukan : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Adik dari ibu kandung pasien memiliki riwayat penyakit kanker yaitu pada serviks.

Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes, penyakit jantung, dan alergi yang terdapat

pada keluarga pasien.

II.3. PEMERIKSAAN

Status Internus

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Gizi : Berat badan normal (IMT = 50kg/2.25m2 = 22.2)

Tanda vital :

o Tekanan Darah : 120/80 mmHg

o Nadi : 80 kali/menit

o Respirasi : 20 kali/menit

o Suhu : 36.7oC

Limfonodi : Tidak terdapat pembesaran

3

Jantung : S1-S2 murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : Suara dasar vesikuler di seluruh lapang paru

Hepar : Tidak teraba hepatomegali

Lien : Tidak terdapat splenomegali

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik,

Edema + -

- -

Status Psikiatris

Tingkah laku : Baik

Perasaan hati : Baik

Orientasi : Baik

Jalan pikiran : Baik

Daya Ingat : Baik

Status Neurologis

Kesadaran : Compos mentis E4M6V5 GCS 15

Sikap tubuh : Normal

Cara berjalan : Normal

Gerakan abnormal : Tidak ada

Kepala

Bentuk : Mesosefal

Simetris : Simetris

Pulsasi : Kuat angkat, isi cukup

Nyeri tekan : Tidak ada

Leher

Sikap : Normal

Gerakan : Cukup

Vertebra : Normal

Nyeri tekan : Tidak ada

Gejala Rangsang Meningeal4

Kaku kuduk : -

Laseque : -/-

Kernig : -/-

Brudzinsky I : -/-

Brudzinsky II : -/-

Nervi Craniales

N. I (Olfactorius)

Daya penghidu : Baik

N.II (Optikus)

Ketajaman penglihatan : Baik

Pengenalan warna : Baik

Lapang pandang : Tidak ada penyempitan

Fundus : Normal

N.III (Occulomotorius)

Ptosis : Tidak ada

Strabismus : Tidak ada

Nistagmus : Ada

Exoptalmus : Tidak ada

Enoptalmus : Tidak ada

Gerakan bola mata

o Lateral : Baik

o Medial : Baik

o Atas lateral : Baik

o Atas medial : Baik

o Bawah lateral : Baik

o Bawah medial : Baik

o Atas : Baik

o Bawah : Baik

o Gaze : Baik

Pupil

5

o Ukuran pupil : 3 mm

o Bentuk pupil : Bulat

o Isokor/anisokor : Isokor

o Posisi : Di tengah

o Refleks cahaya langsung : +/+

o Refleks cahaya tidak langsung : +/+

o Refleks akomodasi : +

N.V (Trigeminus)

Menggigit : Baik

Membuka mulut : Baik

Sensibilitas atas : Baik

Sensibilitas tengah : Baik

Sensibilitas bawah : Baik

Refleks masseter : Baik

Refleks zigomatikus : Baik

Refleks kornea : Baik

Refleks bersin : Baik

N.VII (Fascialis)

Pasif

Kerutan kulit dahi : Simetris

Kedipan mata : Simetris

Lipatan nasolabial : Simetris

Sudut mulut : Simetris

Aktif

Mengerutkan dahi : Simetris

Mengerutkan alis : Simetris

Menutup mata : Lagoftalmus (-)

Meringis : Simetris

Menggembungkan pipi : Simetris

Gerakan bersiul : Simetris

Daya pengecapan lidah 2/3 depan : Baik

6

Hiperlakrimasi : Tidak ada

Lidah kering : Tidak ada

N.VIII (Acusticus)

Mendengar suara gesekan jari tangan : +

Mendengar detik arloji : Baik

Test Scwabach : Sama dengan pemeriksa

Test Rinne : Positif

Test Weber : Tidak ada lateralisasi

N.IX (Glossopharyngeus)

Arcus pharynx : Normal

Posisi uvula : Di tengah

Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Baik

Refleks muntah : Normal

N.X (Vagus)

Denyut nadi : Normal kanan dan kiri

Arcus pharynx : Normal kanan dan kiri

Bersuara : Normal

Menelan : Baik

N.XI (Accesorius)

Memalingkan kepala : Kanan dan kiri baik

Sikap bahu : Simetris

Mengangkat bahu : Simetris

N.XII (Hipoglosus)

Menjulurkan lidah : Deviasi tidak ada

Kekuatan lidah : Normal

Atrofi lidah : Tidak ada

Artikulasi : Jelas

Tremor lidah : Tidak ada

Motorik7

Gerakan : Cukup Cukup

Cukup Cukup

Kekuatan : 5555 5555

5555 5555

Tonus : Normotonus Normotonus

Normotonus Normotonus

Trofi : Eutrofi Eutrofi

Eutrofi Eutrofi

Refleks Fisiologis

Refleks Tendon

Refleks Biceps : +/+

Refleks Triceps : +/+

Refleks Patella : +/+

Refleks Achilles : +/+

Refleks Permukaan

Dinding perut : Negatif

Cremaster : Tidak dilakukan

Sphincter ani : Tidak dilakukan

Refleks Patologis

Hoffman Trommer : -/-

Babinski : -/-

Chaddock : -/-

Oppenheim : -/-

Gordon : -/-

Schuffer : -/-

Sensibilitas

Eksteroseptif

Nyeri : Baik8

Suhu : Baik

Taktil : Baik

Proprioseptif

Vibrasi : Baik

Posisi : Baik

Tekan dalam : Baik

Koordinasi dan Keseimbangan

Test Romberg : Normal

Test Tandem : Normal

Test Fukuda : Normal

Disdiadokokinesis : Tidak ada

Rebound fenomena : Tidak ada

Dismetri : Tidak ada

Tes telunjuk hidung : Normal

Tes telunjuk telunjuk : Normal

Test tumit lutut : Normal

Fungsi Otonom

Miksi

Inkontinensia : Tidak ada

Retensi : Tidak ada

Anuria : Tidak ada

Defekasi

Inkontinensia : Tidak ada

Retensi : Tidak ada

Fungsi Luhur

Fungsi bahasa : Baik

Fungsi orientasi : Baik

Fungsi memori : Baik

Fungsi emosi : Baik

Fungsi kognitif : Baik

9

II.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (20 Juli 2015)

Hb : 10,7 g/dl

Ht : 31 %

Leukosit : 5540 /l

Trombosit : 200.000 /l

Eritrosit : 3.3 juta/l

MCV : 94 fl

MCH : 33 pg

MCHC : 35 g/dl

Ureum : 22 mg/dl

Kreatinin : 0.7 mg/dl

GDS : 77 mg/dl

Natrium : 144 mmol/l

Kalium : 3.7 mmol/l

Klorida : 108 mmol/l ()

10

CT Scan Kepala (20 Juli 2015)

Lesi multipel di cerebelum kanan dan kiri, occipital kanan dan parietal kiri

disertai vasogenic edema terutama di cerebelum sugestif metastasis

II.5. RESUME

Pasien wanita, 48 tahun, datang dengan keluhan nyeri kepala sejak 10 hari

lalu. Nyeri kepala bertambah hebat di pagi hari atau dalam posisi berbaring, terasa di

bagian belakang kepala hingga puncak kepala. Saat batuk nyeri kepala terasa

bertambah parah. Pasien juga muntah jika batuk, berisi makanan cairan. Pasien

menyangkal adanya kejang atau muntah menyembur. Pasien memiliki riwayat kanker

payudara sejak 4 tahun yang lalu. Payudara kanan telah diangkat 4 tahun lalu, dan

payudara kiri diangkat 1 bulan lalu. Saat ini pasien telah menjalani radiasi sebanyak

22 kali dan kemoterapi 3 kali. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung,

penyakit darah tinggi, atau diabetes. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tanda-tanda

vital dalam batas normal, status internis dalam batas normal kecuali terdapat edema

pada ekstremitas kanan atas. Status psikiatris dalam batas normal, kesadaran compos

mentis, gejala rangsang meningeal tidak ditemukan, pemeriksaan nervus kranialis III

(occulomotorius) menunjukkan adanya nistagmus, lainnya dalam batas normal,

motorik dalam batas normal, refleks fisiologis positif, refleks patologis negatif,

sensibilitas dalam batas normal, keseimbangan dan koordinasi dalam batas normal,

fungsi otonom baik, fungsi luhur baik, gait tidak ada kelainan, dan tidak ditemukan

gerakan abnormal.

II.6. RESUME PEMERIKSAAN

Status internis : Edema ekstremitas superior dextra

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Gizi : Berat badan normal (IMT = 50kg/2.25m2 = 22.2)

Kesadaran : Compos mentis

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 80 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : 36.7oC

Status psikiatris : Tidak ditemukan kelainan

Status neurologis : Nistagmus (+)

11

II.7. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinik : Cephalgia

Diagnosis topik : Cerebelum dextra et sinistra

Diagnosis Etiologis : Space Occupying Lesion (SOL) sugestif metastastis Ca

Mammae

Diagnosis Banding : Tumor Primer (Glioma)

II.8. PENGOBATAN

Medikamentosa

IVFD Ringer Laktat 20 tpm

Dexamethason 10 mg IV (loading dose), dilanjutkan 4mg/6jam selama 5 hari

selanjutnya tappering off

Tramadol 3 x 50 mg IV prn

Clobazam 1 x 5 mg malam hari

Ranitidin 1 x 1 amp (50 mg) IV

Non Medikamentosa

Tirah baring

II.9. PEMERIKSAAN ANJURAN

1. Laboratorium tambahan :

a. Fungsi hepar

b. Profil lipid

c. Faktor koagulasi

d. Tumor marker (HER2, CA 15-3, CA 27.29, CEA)

2. Biopsi tumor untuk mengetahui jenis tumor dan prognosis penyakit

3. X-Foto Thorax

4. USG Payudara untuk memastikan masih ada atau tidak jaringan kanker yang

tertinggal

II.10. PROGNOSIS

1. Quo ad vitam : Dubia ad malam

2. Quo ad Functionam : Dubia ad malam

3. Quo ad Sanationam : Dubia ad malam

12

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1. ANATOMI OTAK

Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal menyerupai agar dan

terletak di dalam ruangan yang tertutup oleh tulang, yaitu cranium (tengkorak), yang

secara absolut tidak dapat bertambah volumenya, terutama pada orang dewasa. Berat

otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron

atau dapat diibaratkan sejumlah bintang di langit. Masing-masing neuron mempunyai

1000 sampai 10.000 korteks sinaps dengan sel saraf lainnya, sehingga mungkin

jumlah keseluruhan sinaps di dalam otak dapat mencapai 100 triliun. Gambar

penampang otak dapat dilihat pada gambar di bawah.5

Jaringan otak dillindungi oleh beberapa pelindung, mulai dari permukaan luar

adalah kulit kepala, tulang tengkorak, meningens (selaput otak), dan likuor

serebrospinal. Meningens terdiri dari tiga lapisan, yaitu : Duramater (meningens

Gambaran Penampang Otak

13

cranial terluar), arakhnoid (lapisan tengah antara duramater dan piamater), dan

piamater (lapisan selaput otak yang paling dalam). Di tempat-tempat tertentu

duramater membentuk sekat-sekat rongga cranium dan membaginya menjadi tiga

kompartemen. Tentorium merupakan sekat yang membagi rongga cranium menjadi

supratentorial dan infratentorial, memisahkan bagian posterior-inferior hemisfer

serebri dari serebelum.5

Korteks serebrum mempunyai pola individual (yang berbeda antara manusia

satu dan lainnya) yang ditandai dengan celah-celah yang disebut sulkus dan birai-birai

yang dikenal dengan nama girus. Dengan adanya sulkus di atas, serebrum dapat

dibagi menjadi beberapa lobus ; (1) Lobus frontalis di fosa anterior; pusat fungsi

perilaku, pengambilan keputusan, dan control emosi; (2) Lobus temporalis di fosa

media; pusat pendengaran, keseimbangan, dan emosi-memori; (3) Lobus oksipitalis di

belakang dan di atas tentorium; pusat penglihatan dan asosiasi; (4) Lobus parietalis di

antara ketiganya; pusat evaluasi sensorik umum dan rasa kecap.5

III.2. DEFINISI

Neoplasma merupakan setiap pertumbuhan sel-sel baru dan abnormal; secara

khusus dapat diartikan sebagai suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dan progresif.

Neoplasma ganas dibedakan dengan neoplasma jinak; neoplasma ganas menunjukkan

derajat anaplasia yang lebih besar dan mempunyai sifat invasi serta metastasis.4

Tumor otak atau glioma adalah sekelompok tumor yang timbul dalam sistem

saraf pusat dan dapat dijumpai beberapa derajat defisiensi glia. Apabila sel-sel tumor

berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila berasal dari

organ lain seperti; kanker paru, payudara, prostat, ginjal, dan organ lain, disebut

tumor otak metastase atau sekunder. Tumor otak atau tumor intrakranial merupakan

suatu proses desak ruang (space occupying lession) yang timbul di dalam rongga

tengkorak baik di dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial.7

III.3. EPIDEMIOLOGI

Tumor susunan saraf pusat ditemukan kurang lebih 10% neoplasma seluruh

tubuh, dengan frekuensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% ekstrakranial. Tumor

primer pada susunan saraf pusat dijumpai sebanyak 10% dari seluruh penyakit

neurologik yang ditemukan di rumah sakit umum. Pada umumnya penderita tumor

intrakranial, laki-laki lebih banyak ditemukan daripada wanita, kecuali meningioma,

14

dimana insidensinya adalah laki-laki sebesar 72.92 % dibandingkan dengan

perempuan sebanyak 27.08 % dengan kelompok usia terbanyak yaitu 51 sampai 60

tahun.8

Insiden tahunan intrakranial di Amerika Serikat adalah sekitar 16.5 per

100.000 populasi per tahun, dimana separuhnya adalah kasus tumor primer yang baru

dan separuh sisanya merupakan lesi-lesi metastasis. Di Indonesia frekuensi tumor

otak perimer bervariasi tergantung umur pendertia. Insidensi mulai meningkat pada

kelompok usia dekade pertama yaitu dari 2/100.000 populasi/ tahun pada kelompok

umur 10 tahun menjadi 8/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia 40 tahun,

kemudian meningkat tajam menjadi 20/100.000 populasi/tahun pada kelompok usia

70 tahun.6

Lokasi tumor terbanyak berada di cerebellum (28.83 %), sedangkan tumor-

tumor lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis,

brainstem, cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan patologi

anatomi, jenis tumor terbanyak yang dijumpai adalah meningioma dengan angka

kejadian sebesar 25 %.2

III.4. ETIOLOGI

Etiologi spesifik terjadinya tumor otak belum diketahui secara pasti. Faktor

etiologi yang diduga memegang peranan terjadinya tumor otak adalah bahan

karsinogen seperti nitrosamides dan nitrosoureas, virus seperti Epstein-Barr,

imunologi, keturunan, sisa-sisa embrionik, radiasi dan trauma kepala. Tumor yang

berhubungan dengan faktor keturunan adalah tubero sklerosis, von Hippel-Lindau

sindrom, dan von Reckling Hausen’s neurofibromatosis, sedang lainnya tidak

memunyai bukti kuat keturunan.8

Radiasi jenis ionizing radiation bisa menyebabkan tumor otak jenis tumor

neuroepithelial dan meningioma. Selain itu, paparan sinar X juga dapat meningkatkan

risiko tumor otak.6

III.5. KLASIFIKASI

Tumor intrakranial dibagi berdasarkan patologi dan letak tumor tersebut, tetapi

secara klinis pembagian menurut letak tumor merupakan hal terpenting karena akan

memberikan gejala fokal sesuai dengan letak tumor disamping gejala umum yang

tidak spesifik.

15

Klasifikasi yang berkaitan dengan gradasi keganasan dikembangkan oleh

Borders (1915) yang mengelompokkan tumor otak (yang struktur selulernya sejenis)

menjadi empat tingkat anaplasia seluler.1

Grade I : diferensiasi sel 75 – 100 %

Grade II : diferensiasi sel 50 – 75 %

Grade III : diferensiasi sel 25 – 50 %

Grade IV : diferensiasi sel 0 – 25 %

WHO membagi tumor otak berdasarkan jaringan asal tumor, yaitu :

1. Tumor Neuroepithelial

a. Tumor Glial

i. Astrositoma

1. Atrositoma Pilositik

2. Astrositoma Difus

3. Astrositoma Anaplastik

4. Glioblastoma

5. Xantoastroma Pleomorfik

6. Astrositoma Subependimal Giant Cell

ii. Tumor Oligodendrial

1. Oligodendroglioma

2. Oligodendroglioma Anaplastik

16

iii. Glioma Campuran

1. Oligoastrositoma

2. Oligoastrositoma Anaplastik

iv. Tumor Ependimal

1. Ependimoma Myxopapilari

2. Subependimoma

3. Ependimoma

4. Ependimoma Anaplastik

v. Tumor Neuroepithelial lainnya

1. Astroblastoma

2. Glioma Koroid dan Ventrikel III

3. Gliomatomosis Serebri

b. Tumor Neuronal dan campuran Neuronal-Glia

i. Ganglisitoma

ii. Gangliglioma

iii. Astrositoma Desoplastik Infantil

iv. Tumor Disembrioplastik Neuroepithelial

v. Neurositoma Operasi

vi. Liponeurositoma Serebelar

vii. Paraganglioma

c. Tumor Non-Glial

i. Tumor Embrional

1. Ependiblastoma

2. Meduloblastoma

3. Tumor Primitif Neuroektodermal Supratentorial

ii. Tumor Plexus Khoroideus

1. Papiloma Pleksus Khoroideus

2. Karsinoma Pleksus Khoroideus

iii. Tumor Parenkim Pineal

2. Tumor Meningeal

a. Meningioma

b. Hemangoperisitoma

c. Lesi Melanositik

3. Tumor Germ Cell

17

a. Germinoma

b. Karsinoma Embrional

c. Tumor Sinus Endodermal (Yolk Sac)

d. Khoriokarsinoma

e. Teratoma

f. Tumor germ cell campuran

4. Tumor Sella

a. Adenoma hipofisis

b. Karsinoma prostat

c. Kraningofaringoma

5. Tumor dengan Histogenesis yang Tidak Jelas

a. Hemangioblastoma Kapiler

6. Limfoma Sistem Saraf Pusat Primer

7. Tumor Nervus Perifer yang Mempengaruhi SSP

8. Tumor Metastasis

a. Metastasis single atau multiple

b. Karsinomatosis meningeal

Gambaran CT-Scan Low Grade Astrocytoma

Gambaran Histopatologi Low Grade Astrocytoma

18

III.6. PATOFISIOLOGI1

Tekanan oleh lesi desak ruang

Tekanan oleh massa neoplasma menyebabkan konsekuensi lesi desak ruang

atau space occupying lesion (SOL). Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi

tiga komponen yaitu otak, cairan serebrospinal (CSS) dan darah intravaskuler.

Kranium hanya mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum. Ia

juga memiliki tentorium yang kaku yang memisahkan hemisfer serebral dari

serebelum. Maka kompartemen yang berada di atas tentorium serebelli disebut

supratentorial, sedangkan yang berada di bawahnya disebut infratentorial.

Konsep vital terpenting untuk mengerti dinamika TIK yang disebut doktrin

Monroe-Kellie. Dinyatakan bahwa volume total isi intrakranial aalah tetap konstan.

Gambaran Penumpukan zat Kontras pada Tumor di Ventrikel Lateral – Ependimoma

Gambaran MRI T1 – Sagital. Postkontras. Tumor Plexus Khoroideus.

19

Ini beralasan karena kranium adalah rongga yang tidak ekspansil. Bila V adalah

volume, maka :

Votak + VCSS + Vdarah = konstan

Berdasarkan doktrin Monroe-Kellie tersebut dinyatakan bahwa setiap

penambahan volume atau perubahan ke salah satu dari konstituen otak harus

dikompensasi dengan penurunan volume konstituen lainnya (darah dan CSS) secara

seimbang. TIK akan meningkat hanya bila mekanisme kompensasi ini gagal.

Misalnya neoplasma fossa posterior atau infratentorial adalah merupakan lesi massa

sendiri, namun juga memblok aliran CSS dari ventrikel atau melalui foramen

magnum, sehingga volume CSS menumpuk dan kompensasi untuk massa tumornya

sendiri akan terbatas.

Oleh karena ukuran lesi massa intrakranial, seperti neoplasma intrakranial,

bertambah, kompensasinya adalah mengeluarkan CSS dari rongga kranium sehingga

tekanan intrakranial tetap normal. Saat mekanisme kompensasi tak lagi efektif, TIK

mulai naik secara nyata, bahkan dengan penambahan neoplasma intrakranial ukuran

kecil. Oleh karena itu, TIK yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan adanya

lesi massa.

Konsekuensi lesi desak ruang berupa :

1. Pergeseran CSS

Pergeseran CSS pada neoplasma intrakranial akan menimbulkan gambaran CT

Scan berupa ventrikel lateral kolaps pada sisi ipsilateral dari neoplasma

sedangkan ventrikel lateral sisi kolateralnya akan tampak distensi.

2. Pergeseran volume otak (herniasi serebri)

Pergeseran otak oleh lesi massa hanya dapat terjadi pada derajat yang sangat

terbatas. Neoplasma yang tumbuh lambat, seperti meningioma, pergeseran

otak juga lambat. Neoplasma yang pertumbuhannya cepat, seperti

glioblastoma, otak segera tergeser dari satu kompartemen intrakranial ke

kompartemen lainnya atau hanya melalui foramen magnum. Neoplasma yang

terus membesar, volume yang dapat digeser terpakai semua dan TIK mulai

meningkat. Peningkatan TIK yang persisten diatas 20 mmHg berhubungan

dengan peningkatan tahanan aliran CSS. Gambaran CT Scan menunjukkan

bagian yang tahanannya meningkat adalah tentorium, yaitu dengan obliterasi

sisterna perimesensefalik merupakan bukti penting bahwa TIK meningkat.

20

Tekanan oleh edema serebri

Perubahan blood-brain barrier dapat terjadi pada neoplasma intrakranial,

yaitu terjadi pergerakan molekul besar seperti protein dari darah ke otak. Hal ini dapat

menimbulkan edema otak. Kerusakan fisik BBB menyebabkan pergerakan cairan

yang berasal dari plasma melalui BBB. Kerusakan BBB ini dapat dilihat pada CT

scan yang diperkuat dengan injeksi media kontras yang mengandung iodin.

Edema otak adalah peningkatan volume otak akibat bertambahnya kandungan

air dan sodium pada jaringan otak. Menurut Klatzo ada beberapa jenis edema otak

yaitu edema vasogenik dan edema sitotoksik, sedangkan Fisman menambahkannya

dengan edema interstitial.

Edema sitotoksik dicetuskan oleh satu “cedera hipoksik” dimana efek dari

deprivasi oksigen menyebabkan kerusakan pompa sodium-ATP dependen dalam sel,

sehingga sodium terakumulasi di dalam sel diikuti oleh influksnya air ke dalam sel.

Edema interstitial dapat terjadi pada hidrosefalus obstruktif, dimana cairan

serebrospinal masuk ke jaringan perivaskuler dan mengisi ruang antar sel. Edema

vasogenik banyak dihubungkan dengan neoplasma intrakranial yang terjadi karena

adanya peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan tekanan dari vaskuler ke

kompartemen ekstraseluler.

Obstruksi aliran cairan serebrospinal

CSS merupakan cairan jernih yak berwarna yang melindungi otak terhadap

goncangan dan mampu meredam kekuatan yang terjadi pada gerak kepala normal.

CSS diproduksi terutama oleh pleksus khoroid ventrikel lateral III dan IV, dimana

ventrikel lateral meruapakan bagian terpenting. Ventrikel lateral memproduksi sekitar

70 % CSS dan 30 % sisanya berasal dari struktur ekstrakhoroideal seperti ependima

dan parenkim otak. CSS bersirkulasi pada sistem ventrikuler, dari ventrikel lateral

melalui foramen Monro ke ventrikel tiga, akuaduktus dan ventrikel empat. CSS

kemudian keluar melalui foramina di atap ventrikel keempat ke sisterna magna.

Selanjutnya sebagian CSS menuju rongga subarakhnoid spinal, namun sebagian

selanjutnya mengelilingi otak tengah untuk mencapai rongga subarakhnoid di atas

konveksitas hemisfer serebral. CSS kemudian diabsorpsi di sinus sagital. Obstruksi

pada setiap bagian perjalanan aliran CSS akan menyebabkan dilatasi sistem ventrikel.

21

Obstruksi sistem vena

Bagian paling labil pada peningkatan TIK dan mempunyai hubungan yang

besar dengan klinis adalah peningkatan volume darah serebral. Ini mungkin terjadi

akibat dilatasi areterial yang berhubungan dengan peningkatan aliran darah serebral,

atau karena obstruksi aliran vena dari rongga kranial sehubungan dengan pengurangan

aliran darah serebral.

Obstruksi absorbsi cairan serebrospinal

Gangguan pada absorbsi CSS ataupun produksi berlebihan dapat

menyebabkan peningkatan TIK, misalnya pada meningioma yang dapat mengganggu

proses aborbsi CSS.

Peningkatan TIK

Tahap awal ekspansi intrakranial terjadi peningkatan sedikit TIK dan pasien

tetap baik dengan sedikit gejala. Bila massa terus bertambah besar, mekanisme

kompensasi berkurang, maka TIK makin meningkat. Pasien mengeluh nyeri kepala

yang memburuk oleh faktor penambah TIK seperti batuk, manuver valsava, bungkuk,

atau berbaring terlentang, dan kemudian lebih mengantuk. Kompresi atau pergeseran

batang otak menyebabkan peninggian tekanan darah, sedangkan denyut nadi dan

respirasi menjadi lambat.

Adanya ekspansi dan peningkatan TIK selanjutnya, pasien menjadi tidak

responsif. Pupil tidak bereaksi dan terjadi dilatasi, serta tidak ada refleks batang otak.

Akhirnya fungsi batang otak berhenti. Tekanan darah semakin turun, nadi melambat,

respirasi menjadi lambat dan tak teratur hingga akhirnya berhenti. Terjadilah kejadian

iskemik otak yang menyebabkan kematian neuron otak, yang dapat berakibat

kematian.

III.7. GEJALA DAN TANDA TUMOR INTRAKRANIAL7

Tumor intrakranial dapat menimbulkan gejala umum dan gejala fokal. Gejala

umum disebabkan karena meningginya tekanan itrakranial yang berhubungan dengan

pertumbuhan tumor dan edema serebral, sedangkan gejala fokal disebabkan karena

penekanan langsung atau infiltrasi tumor pada otak yang ditempatinya.

Edema serebral akibat tumor disebabkan karena kerusakan/ kelainan sawar

darah otak. Edema di sekitar tumor otak ini akan menyebabkan tekanan tinggi

22

intrakranial dan akan mengakibatkan aliran darah otak setempat menurun, serta

penekanan mikrosirkulasi. Edema yang terjadi disini disebut edema vasogenik.

Beberapa tumor dapat menyebabkan tersumbatnya aliran cairan liquor pada ventrikel

sehingga menyebabkan hidrosefalus dan pelebaran ventrikel yang proksimal. Edema

disini disebut sebagai edema interstitial. Masa tumor dan edema serebral akan

menekan ke segala arah sehingga terjadi pergeseran jaringan otak, terutama ke daerah

tentorial notch dan foramen magnum yang akan mengakibatkan herniasi transtentorial

dan tonsilar.

Karakteristik dari gambaran klinis tumor intrakranial adalah adanya gejala-

gejala yang progresif. Gejala progresif ini dapat berupa perdarahan intrakranial, atau

bangkitan kejang akibat rangsangan kortikal, sampai kemunduran mental akibat

pertumbuhan yang lambat.

Manifestasi umum dapat berupa perubahan mental, nyeri kepala, bangkitan

kejang umum, mual dan muntah, perubahan vasomotor dan otonomik, tanda lokalisasi

yang menyesatkan. Manifestasi fokal dapat berupa bangkitan kejang, paresis, kelainan

sensorik, kelainan berbicara dan kelainan lapang pandang.

Perubahan Mental

Perubahan mental biasanya derajat ringan dan kejadiannya perlahan sehingga

anggota keluarga pun seringkali tidak mengetahui sampai terjadinya perubahan

tingkah laku. Perubahan mental karakteristik berupa retardari psikomotor, yang dapat

berupa tidak teguh dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, emosi labil, kaku

23

(inertial), salah pengertian dan pelupa, masa bodoh dengan keadaan sosial, inisiatif

berkurang, dan spontanitas berkurang. Penderita biasanya mengeluh lemah, capek dan

mau tidur terus-menerus. Bingung dan demensia umumnya ditemukan pada keadaan

lanjut.

Perubahan mental ini umumnya bukan berasal dari kelainan fokal otak, namun

karena kerusakan yang luas dari substansia alba lobus frontal, lobus temporal, dan

korpus kallosum, walaupun adanya depresi lebih sering diteukan pada lesi frontal

daripada lesi yang posterior.

Nyeri Kepala / Cephalgia

Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan di daerah kepala

dengan batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala. Berdasarkan kausanya

digolongkan nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer

adalah nyeri kepala yang tidak jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur

dan sejenisnya. Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas terdapat

kelainan anatomi atau struktur dan bersifat kronis progresif, antara lain meliputi

kelainan non vaskuler.

Berdasarkan klasifikasi nyeri kepala dari International Classification

Headache Society edisi II tahun 2004 (ICHD-II), nyeri kepala yang berkaitan dengan

tumor intrakranial merupakan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala merupakan gejala

awal dari sekitar 20 – 25 % penderita tumor intrakranial, dan didapatkan kurang lebih

90 % dari seluruh penderita tumor intrakranial dalam perjalanan penyakitnya.

Nyeri Kepala Primer Nyeri Kepala Sekunder

Migrain

Tension Type Headache

Cluster headache dan Sefalgia

Trigeminal-Otonomik lain

Nyeri kepala primer lain

Nyeri kepala yang berkaitan dengan

trauma kepala atau leher

Nyeri kepala yang berkaitan dengan

kelainan vaskuler kranial atau servikal

Nyeri kepala yang berkaitan dengan

kelainan non vaskuler intrakranial

Nyeri kepala yang berkaitan dengan

subtansi atau withdrawlnya

Nyeri kepala yang berkaitan dengan

24

infeksi

Nyeri kepala yan berkaitan dengan

kelainan homeostasis

Nyeri kepala yang berkitan dengan

kelainan kranium, leher, mata, teling,

hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur

fasian atau kranial lain

Nyeri kepala yang berkaitan dengan

kelainan psikiatrik

Neuralgia kranial dan sentral yang

menyebabkan nyeri wajah

Nyeri kepala lainnya

Struktur bangunan peka nyeri di kepala adalah :

1. Struktur intrakranial

a. Sinus kranialis dan vena aferen (sinus venosus dan vena-vena yang

mensuplai sinus-sinus tersebut).

b. Arteri dari duramater (arteri meningea media).

c. Arteri di basis kranii yang membentuk sirkulus Wilisi dan cabang-

cabang besarnya.

d. Sebagian duramater yang berdekatan dengan pembuluh darah terutama

yang terletak di basis fossa kranii anterior dan posterior serta

meningens.

2. Struktur ekstrakranial meliputi

a. Kulit, scalp, otot, tendon, dan fascia daerah kepala dan leher.

b. Mukosa sinus paranasalis dan cavum nasi.

c. Gigi geligi.

d. Telinga luar dan tengah.

e. Arteri ekstrakranial.

3. Saraf

a. Nervus trigeminus, nervus fasialis, nervus glossofaringeus, nervus

vagus.

b. Saraf spinal servikal 1, 2, 3.

25

Beberapa nyeri kepala tertentu menunjukkan kemungkinan besar terjadinya

pertumbuhan tumor intrakranial, yaitu meliputi nyeri kepala yang membangunkan

pasien saat tidur nyenyak (10-32%), nyeri kepala bertambah hebat saat bangun dan

beraktivitas (15-36%), nyeri kepala makin berat dengan perubahan posisi kepala,

batuk, manuver valsava, ataupun dengan kegiatan fisik (20-30%), nyeri kepala yang

berbeda dibandingkan dengan nyeri kepala yang biasanya dialami pasien, atau nyeri

kepala disertai nausea atau vomitus (30-40%). Hal ini membtuhkan evaluasi lebih

lanjut dengan Computed Tomography Scan (CT Scan) atau Magnetic Resonantie

Imaging (MRI).

Mekanisme nyeri kepala pada tumor intrakranial adalah :

1. Traksi atau pergeseran struktur bangunan peka nyeri karena suatu desakan,

misalnya massa neoplasma dan edema perifokal.

2. Inflamasi pada dan di sekitar bangunan peka nyeri. Terjadi pelepasan

substansi dari neuron di sekitar daerah lesi. Makrofag melepaskan sitokin

inflamasi (IL-1, IL-6, TNF-, NGF). Neuron yang rusak melepaskan ATP dan

proton. Sel mast melepaskan histamin, prostaglandin, serotonin, ekspresi

enzim siklooksigenase. Terjadi subtansi yang dapat merangsang nosiseptor

seperti neurokinin A, substansi P, calcitonin gene related peptide (CRGP), dan

reseptor vanilloid-1 yang kemudian menyebabkan sensitisasi sentral, lalu

timbullah persepsi nyeri kepala.

3. Edema serebri dan obstruksi aliran cairan serebrospinal yang menyebabkan

peningkatan tekanan intrakranial

4. Pergeseran garis tengah serebral.

Nyeri kepala ditentukan oleh topis dan volume tumor otak intrakranial. Besar

kecilnya volume tumor intrakranial yang dapat menimbulkan nyeri kepala belum

pernah dinyatakan dalam literatur.

Lokasi nyeri kepala dapat menunjukkan perkiraan letak atau topis tumor

intrakranial. Tidak semua neoplasma intrakranial dapat menunjukkan keluhan nyeri

kepala. Peneliatan Suwanwela dkk, menyebutkan bahwa nyeri kepala muncul pada 92

– 95 % pasien neoplasma intraventrikuler dan neoplasma di midline, 70 – 84 % pada

neoplasma infratentorial, 55 – 60 % pada neoplasma supratentorial. Sedangkan pada

letak lainnya, nyeri kepala tidak muncul.

Pasien dengan tumor supratentorial sebagian besar merasakan nyeri kepala

frontal. Hal ini disebabkan struktur supratentorial yang sensitif terhadap nyeri

26

mendapat suplai dari aferen-aferen saraf trigeminal sehingga nyeri sering dialihkan ke

lokasi frontal. Tumor infratentorial akan mengiritasi struktur sensitif nyeri yang

dipersarafi oleh cabang-cabang nervus glossofaringeus dan vagus dan saraf-saraf

servikal atas, sehingga nyeri dialihkan pada oksipital dan leher.

Intensitas nyeri kepala pada neoplasma intrakranial dapat diukur dengan

Numeric Pain Scale (NPS).

NPS dilengkapi dengan suatu skema berbentuk seperti penggaris untuk

mempermudah pasien menunjuk angka yang dimaksudnya. NPS ini efektif untuk

orang dewasa dengan berbagai derajat disfungsi kognitif, namun tidak dapat

diterapkan pada anak-anak. Skor 0 adalah tidak nyeri kepala, skor 1 – 3 adalah nyeri

ringan, skor 4 – 6 adalah nyeri sedang, skor 7 – 10 adalah nyeri berat.

Kejang Umum

Kejang umum pada penderita tumor intrakranial lebih sering berhubungan

dengan tumor jinak daripada tumor ganas, walaupun lokasi tumor dan infiltrasi atau

penekanan tumor lebih berperan dibanding histologis daripada tumor tersebut.

Neoplasma yang berada di daerah substansia alba dan infratentorial jarang

menyebabkan bangkitan kejang dibandingkan tumor yang terletak kortikal atau

subkortikal hemisfer serebri. Kebanyakan tumor terletak di daerah sentroparietal.

Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah neoplasma intrakranial bila :

1. Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun

2. Mengalami post iktal paralisis

3. Mengalami status epilepsi

4. Resisten terhadap obat-obat epilepsi

5. Bangkitan disertai dengan gejala peningkatan TIK lain

27

Papiledema

Bila ditemukan adanya papiledema pada seorang penderita, maka harus selalu

dipikrkan adanya TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial). Dari penelitian yang

dilakukan oleh Huber (1971) dikatakan bahwa dari 1166 penderita tumor otak, 59 %

ditemukan papiledema, sedangkan 41 % tidak ditemukan. Hampir seluruh penderita

bilateral papiledema, sedangkan unilateral papiledema karena penyakit intraorbita.

Beberapa periode terakhir angka kejadian papiledema menurun dikarenakan cepatnya

penegakan diagnosa sehingga cepat diberi kortikosteroid untuk mengontrol TTIK dan

juga pengobatan lainnya. Pada penderita papiledema umumnya mengeluh melihat

bayangan kelabu (graying out phenomenon) atau seperti melihat gerhana.

Muntah-muntah

Muntah yang disertai mual atau tidak, dapat akibat rangsangan langsung pada

pusat muntah di medulla oblongata. Keadaan ini seringkali berhubungan dengan

TTIK, dan lebih sering ditemukan karena penekanan batang otak akibat sekunder dari

herniasi, perdarahan ke dalam cairan liquor atau adanya tumor pada fosa posterior.

Muntah sering timbul pada pagi hari setelah bangun tidur disebabkan oleh tekanan

intrakranial yang meninggi selama tidur malam, dimana tekanan CO2 serebral

meningkat. Sifat muntah dari penderita dengan TTIK adalah khas, yaitu proyektil

tanpa didahului mual.

Perubahan Vasomotor dan Otonomik

Perubahan ini terjadi bila tekanan oleh tumor intrakranial cukup kuat untuk

menekan medulla oblongata. Perubahan ini dapat berupa bradikardi, hipertensi, dan

kelainan respirasi. Bila terjadi penekanan ke hipotalamus maka perubahan otonomik

dapat berupa hipotermi, hipertermi, hipopituitarism, dan pubertas prekoks.

Tanda Lokalisasi yang Menyesatkan ( False Localising Signs )

Suatu neoplasma intrakranial dapat menimbulkan manifestasi klinis yang tidak

sesuai dengan fungsi otak yang didudukinya. Manifestasi tersebut adalah :

1. Kelumpuhan saraf kranial

Akibat desakan neoplasma, saraf kranial dapat tertarik atau tertekan. Desakan

itu tidak harus langsung terhadap saraf kranial. Suatu neoplasma di insulae

kanan dapat mendesak batang otak ke kiri dan karenanya salah satu saraf

28

kranial sisi kiri dapat mengalami gangguan. Saraf kranial yang sering terkena

adalah sarah kranial ke III, IV, dan VI.

2. Refleks patologis yang positif pada kedua sisi

Hal ini dapat ditemukan pada pasien neoplasma intrakranial pada salah satu

hemisfer saja. Oleh karena adanya pergeseran mesensefalon ke sisi

kontralateral, pendunkulus serebri pada sisi kontralateral mengalami kompresi

dan refleks patologis pada sisi neoplasma menjadi postif. Refleks patologis

pada sisi kontralateral terhadap neoplasma menjadi positif karena kerusakan

jaras kortikospinalis di tempat yang diduduki.

3. Gangguan mental

Gangguan mental dapat timbul pada semua pasien neoplasma intrakranial

pada letak di manapun.

4. Gangguan endokrin

Gangguan endokrin dapat muncul karena proses desak ruang di daerah

hipofisis, tapi juga dapat terjadi akibat desakan tidak langsung dari neoplasma

di ruang supratentorial.

III.8. GEJALA BERDASARKAN LETAK TUMOR

1. Lobus frontal

a. Menimbulkan gejala perubahan kepribadian seperti depresi, antisosial,

kehilangan inisiatif, penurunan intelektual, dan penurunan kemampuan

inhibisi

b. Menimbulkan masalah psikiatri

c. Bila jaras motorik ditekan oleh tumor, maka hemiparese kontralateral

atau kejang fokal dapat timbul. Gejala kejang biasanya ditemukan pada

stadium lanjut.

d. Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinensia

e. Pada lobus dominan dapat menibulkan gejala afasia

2. Lobus temporal

a. Dapat menimbulkan gejala hemianopsia

b. Gejala neuropsikiatri seperti amnesia, hipergrafia, dan deja vu dapat

timbul

c. Lesi pada lobus yang dominan bisa menyebabkan afasia, terutama

afasia sensorik

29

3. Lobus parietal

a. Menimbulkan gangguan sensori dan motor yang kontralateral

b. Gejala hemianopsia homonim dapat timbul

c. Bila ada lesi pada lobus yang dominan dapat muncul gejala disfasia

d. Lesi yang tidak dominan dapat menimbulkan agnosia geografik dan

apraksia

4. Lobus oksipital

a. Menimbulkan hemianopsia yang kontralateral

b. Gangguan penglihatan yang berkembang menjadi agnosia yaitu

kebingunan dalam membedakan kanan dan kiri, jari-jari, akalkulia, dan

agrafia bila terjadi pada hemisfer yang dominan

5. Cerebellopontine angle

a. Tersering berasal dari N. VII yaitu neurinoma akustik

b. Dapat dibedakan karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi

pendengaran

6. Glioma batang otak

a. Biasanya menimbulkan neuropati kranial dengan gejala-gejala seperti

diplopia, abnormalitas pupil, kelemahan wajah, dan disartria

b. Penurunan kesadaran

c. Tremor, muntah, dan cegukan (medula)

7. Cerebellum

a. Gangguan berjalan dan gejala peningkatan tekanan intrakranial seperti

mual, muntah, dan nyeri kepala. Hal ini juga dapat disebabkan oleh

edema yang terbentuk

b. Dismetria, disartria, nistagmus

c. Nyeri kepala khas di daerah oksipital yang menjalar ke leher dan

spasme dari otot-otot servikal (Schiff, 2008).

III.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Computerized Tomography / CT Scan

CT Scan adalah alat diagnostik tumor intrakranial yang aman dan tidak

invasif. Masa tumor menyebabkan kelainan pada tulang tengkorak yang dapat

30

berupa erosi atau hiperostosis, sedang pada parenkim dapat mengubah

struktural normal ventrikel dan juga dapat menyebabkan serebral edema yang

akan terlihat berupa daerah hipodensiti.

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI dapat membuat diagnosa yang lebih dini dan akurat serta lebih

definitif. Gambaran otak tersebut dihasilkan ketika medan magnet berinteraksi

dengan jaringan otak pasien.

3. Arteriografi

Setelah ditemukan CT Scan pemakaian arteriografi banyak berkurang

untuk tumor intrakranial. Sekarang ini terutama digunakan untuk melihat

pembuluh darah tumor dan untuk membuat drainage pada saat operasi.

Dengan arteriografi sringkali juga terlihat adanya modul mural pada penderita

hemangioblastoma.

4. Foto Polos Kepala

Foto polos kepala yang rutin dikerjakan berguna sekali untuk melihat

daerah sella tursika, tulang tengkorak, dan sinus. Pada TTIK yang kronis dapat

terlihat adanya erosi dari dorsum selle, pelebaran sutura pad bayi dan anak-

anak, klasifikasi yang abnormal terutama pada kraniofarngioma yang tumbuh

lambat, pembesaran sella, dan gambaran pembuluh darah / vascular making.

5. Elektroensefalografi

EEG mungkin berguna untuk seleksi penderita tumor otak, walaupun EEG

tidak selalu sangat berguna. Adanya gambaran perlambatan fokal

kemungkinan menunjukkan adanya neoplasma yang tumbuh cepat, tetapi

sayangnya tidak dapat dibedakan dengan abses otak.

III.10. PENGOBATAN8

1. Definitif

a. Pembedahan

Pembedahan pada penderita tumor intrakranial bertujuan untuk

memastikan diagnosa, mengangkat jaringan tumor untuk mengurangi

efek masa dan edema, melindungi dan memperbaiki fungsi neurologis,

mengurangi kejang, menjaga aliran CSS, memperbaiki prognosis.

b. Radiasi

31

Terapi radiasi sangat berguna untuk tumor intrakranial yang

mengalami pembedahan subtotal. Pada mulanya radiasi hanya

diberikan pada tumor primer yang ganas, tetapi sekarang ini jga

diberikan untuk tumor lainnya dengan tingkatan yang ringan dan tumor

metastase. Pemberian umum dengan dosis 180-200 Gy/hari, diberikan

5 kali/minggu sampai tercapai dosis 6000 Gy, pada daerah yang luas

dari kepala, tetapi ada juga yang memberikan terbatas pada daerah

tumor saja dengan dosis 5000 – 5500 Gy.

c. Obat-obatan (Medical therapy)

Pengobatan dengan hormon kortikosteroid merupakan pilihan

pertama untuk penderita edema serebral karena tumor intrakranial.

Cara kerja kortikosteroid sistemik dalam mengurangi edema serebal

adalah dengan memperbaik permeabilitas pembuluh darah sekitarr

tumor. Dosis dexamethason yang dianjurkan adalah 16 – 32 mg/hari

dan dicoba diturunkan perlahan setelah gejalaterkontrol. Pada

penderita tumor intrakranial dengan herniasi diberikan manitol 1

gr/kgBB disertai dengan dexamethason 100 mg IV, bila herniasi

teratasi dosis steroid dapat diturunkan.

d. Chemotherapy

Tumor intrakranial yang lebih jinak, misalnya astrositoma tingkat I –

II, oligodendroglioma, ependimoma, biasanya dapat disembuhkan

dengan pembedahan dan pengobatan radiasi. Hanya kira-kira 50 % saja

yang angka kehidupannya sampai 37 minggu. Sedangkan untuk

medulloblastoma hanya kira-kira 40 % kemungkinan hidup hingga 5

tahun. Dengan kemoterapi diharapkan umur harapan hidup menjadi

lebih lama.

2. Suportif

Pengobatan suportif dapat berupa pemberian alangetik, anti kejang,

atau anti edema salah satunya glukokortikoid.

III.11. PROGNOSIS

Prognosa penderita tumor intrakranial ditentukan oleh jenis tumor, tingkat

keganasan, dan lokasi tumor. Didapati bahwa tanpa terapi radiasi, harapan hidup rata-

32

rata pasien dengan metastase otak adalah 1 bulan. Kebanyakan pasien dengan

metastase otak mati dari perkembangan keganasan utama mereka, bukan dari

kerusakan otak.8

BAB IV

PEMBAHASAN

33

Ny. E, usia 45 tahun didiagnosa klinis dengan sefalgia, diagnos topis pada

cerebelum dextra dan sinistra dengan diagnosis etiologis space occupying lesion

sugestif metastasis Ca Mammae.

Dalam anamnesa kasus, pasien datang dengan keluhan nyeri kepala sejak 10

hari yang lalu. Menurut definisinya, nyeri kepala merupakan rasa nyeri atau rasa yang

tidak mengenakkan di daerah kepala dengan batas bawah dari dagu hingga belakang

kepala. Penyebab nyeri kepala dapat bervariasi mulai dari nyeri kepala yang tidak

jelas ada kelainan anatomis atau struktural kepala, disebut nyeri kepala primer, atau

akibat kelainan anatomi kepala yang jelas ditemukan, disebut nyeri kepala sekunder.

Berdasarkan penelitian, ditemukan adanya perbedaan pada insidensi nyeri kepala

antar jenis kelamin dimana nyeri kepala lebih banyak dialami dan lebih cepat

dirasakan oleh perempuan. Keluhan utama dijabarkan ke dalam riwayat penyakit

sekarang.

Nyeri kepala dirasakan sejak 10 hari yang lalu, timbul perlahan-lahan dan

semakin lama semakin hebat. Nyeri kepala terasa tumpul di bagian belakang kepala

hingga puncak kepala, berlangsung beberapa jam, semakin hebat terutama saat pagi

hari, saat posisi tidur terlalu datar, atau saat pasien batuk. Gambaran nyeri kepala

tumpul dapat mengarahkan tipe nyeri kepala bukan bersifat vaskular (nyeri

berdenyut), sementara faktor yang memperngaruhi nyeri kepala adalah posisi. Posisi

kepala dapat mempengaruhi tekanan intrakranial sehingga perlu digali lagi adanya

tanda-tanda peningkatan intrakranial lain.

Pasien juga mengaku muntah tanpa disertai rasa mual apabila dirangsang oleh

batuk yang muncul bersamaan dengan keluhan nyeri kepala. Muntah berisi makanan

dan cairan yang diminum. Keluhan muntah yang tidak disertai dengan mual dapat

disebabkan oleh adanya rangsangan langsung pada pusat muntah di medula

oblongata. Keadaan ini seringkali berhubungan dengan peningkatan TIK.

Sejak satu minggu terakhir pasien sulit makan dan minum, merasa lemas

setiap saat. Neoplasma dapat menyebabkan penurunan napsu makan akibat

pengeluaran sitokin-sitokin inflamasi, salah satunya TNF- yang dapat menekan

napsu makan.

Pasien memiliki riwayat penyakit kanker payudara 4 tahun lalu yang diawali

dengan temuan benjolan yang dapat digerakkan di payudara sebelah kanan, berbentuk

bulat, sangat nyeri jika disentuh. Pasien didiagnosa kanker payudara stadium III di

payudara kanan dan dilakukan mastektomi pada tahun tersebut. 3 bulan lalu

34

ditemukan jaringan kanker di payudara sebelah kiri, pasien memulai pengobatan

dengan kemoterapi dan radiasi. 1 bulan yang lalu, payudara kiri pasien diangkat.

Hingga saat ini pasien telah menjalani radiasi sebanyak 22 kali dan kemoterapi

sebanyak 3 kali. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit darah tinggi, gula, penyakit

jantung, dan kanker di tempat lain yang diketahui. Berdasarkan temuan riwayat ini,

perlu dicurigai adanya metastasis dari tumor primer di payudara yang sampai hingga

ke otak. Tumor yang dapat metastasis ke otak dapat berasal dari organ paru, payudara,

prostat, ginjal, dan organ lain. Adanya tumor intrakranial dapat menyebabkan keluhan

nyeri kepala, dimana nyeri kepala merupakan gejala dini yang banyak terjadi pada 80

– 85 % pasien neoplasma infratentorial.

Pasien menyangkal adanya riwayat trauma pada kepala, demam, pingsan, atau

kejang. Hal ini perlu ditanyakan untuk mencari kemungkinan penyebab dari nyeri

kepala yang dialami pasien. Pasien belum pernah menderita keluhan seperti ini

sebelumnya.

Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa tanda-tanda vital pasien dalam batas

normal. Ini dapat memberikan gambaran bahwa kecurigaan adanya tumor metastasis

di otak pasien tidak menyebabkan gejala otonom. Perubahan otonomik terjadi bila

tekanan oleh tumor intrakranial cukup kuat untuk menekan medula oblongata. Pada

pemeriksaan status internis ditemukan kelainan berupa edema pada anggota gerak

kanan atas. Edema disebabkan akibat pengangkatan KGB aksila yang dekat dengan

tumor primer (payudara kanan) sehingga drainase cairan mengalami gangguan. Status

psikiatri pasien menunjukkan tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan status neurologis,

ditemukan kesadaran compos mentis dengan nilai GCS 15, gejala rangsang meningeal

negatif, terdapat nistagmus pada pemeriksaan nervus kranialis III. Adanya nistagmus

dalam kecurigaan tumor intrakranial dapat membantu mengarahkan lokasi tumor

yaitu di daerah serebelum. Pada pemeriksaan motorik, sensibilitas, refleks fisiologis,

refleks patologis, koordinasi dan keseimbangan, fungsi otonom, dan fungsi luhur

tidak ditemukan kelainan.

Pemeriksaan penunjang laboratorium hanya ditemukan peningkatan sedikit

pada klorida. CT Scan kepala menunjukkan lesi multipel di cerebellum kanan-kiri dan

parietal kiri disertai vasogenic edema terutama di cerebellum sugestif metastasis.

Pasien kemudian diberikan terapi medikamentosa berupa infus RL 20 tpm,

dexamethason 3 x 1 mg IV selama 5 hari yang berfungsi untuk mengurangi edema

serebral akibat tumor intrakranial dengan memperbaiki permeabilitas membran

35

pembuluh darah sekitar tumor. Tramadol diberikan dengan dosis 3 x 50 mg IV

sebagai analgetik pada sistem saraf pusat untuk mengurangi nyeri kepala. Clobazam

diberikan 1 x 5 mg sebagai anxiolotik. Ranitidin diberikan untuk mengurangi efek

samping dari pemberian deksametason pada saluran cerna. Pasien direncanakan

konsultasi kepada dokter bedah saraf dan bedah onkologi untuk dilakukan terapi

definitif, serta untuk pengambilan jaringan tumor pada biopsi. Hasil biopsi akan

menentukan jenis tumor yang diderita oleh pasien dan dapat membantu menentukan

prognosis penyakit.

BAB V

KESIMPULAN

Neoplasma merupakan setiap pertumbuhan sel-sel baru dan abnormal; secara

khusus dapat diartikan sebagai suatu pertumbuhan yang tidak terkontrol dan progresif.

Neoplasma ganas dibedakan dengan neoplasma jinak; neoplasma ganas menunjukkan

36

derajat anaplasia yang lebih besar dan mempunyai sifat invasi serta metastasis. Tumor

susunan saraf pusat ditemukan kurang lebih 10% neoplasma seluruh tubuh, dengan

frekuensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% ekstrakranial. Tumor primer pada

susunan saraf pusat dijumpai sebanyak 10% dari seluruh penyakit neurologik yang

ditemukan di rumah sakit umum. Pada umumnya penderita tumor intrakranial, laki-

laki lebih banyak ditemukan daripada wanita, kecuali meningioma, dimana

insidensinya adalah laki-laki sebesar 72.92 % dibandingkan dengan perempuan

sebanyak 27.08 % dengan kelompok usia terbanyak yaitu 51 sampai 60 tahun.

Tumor intrakranial dapat menimbulkan gejala umum dan gejala fokal. Gejala

umum disebabkan karena meningginya tekanan itrakranial yang berhubungan dengan

pertumbuhan tumor dan edema serebral, sedangkan gejala fokal disebabkan karena

penekanan langsung atau infiltrasi tumor pada otak yang ditempatinya. Karakteristik

dari gambaran klinis tumor intrakranial adalah adanya gejala-gejala yang progresif.

Gejala progresif ini dapat berupa perdarahan intrakranial, atau bangkitan kejang

akibat rangsangan kortikal, sampai kemunduran mental akibat pertumbuhan yang

lambat. Manifestasi umum dapat berupa perubahan mental, nyeri kepala, bangkitan

kejang umum, mual dan muntah, perubahan vasomotor dan otonomik, tanda lokalisasi

yang menyesatkan. Manifestasi fokal dapat berupa bangkitan kejang, paresis, kelainan

sensorik, kelainan berbicara dan kelainan lapang pandang.

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah CT Scan, MRI, arteriografi, foto polos

kepala, atau elektroensefalografi. Penatalaksanaan pada kasus tumor intrakranial

dapat berupa terapi definitif yaitu pembedahan, radiasi, obat-obatan, dan kemoterapi,

juga terapi suportif yaitu analgetika, antikonvulsan, dan anti-edema.

Prognosa penderita tumor intrakranial ditentukan oleh jenis tumor, tingkat

keganasan, dan lokasi tumor. Didapati bahwa tanpa terapi radiasi, harapan hidup rata-

rata pasien dengan metastase otak adalah 1 bulan. Kebanyakan pasien dengan

metastase otak mati dari perkembangan keganasan utama mereka, bukan dari

kerusakan otak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono, Mahar. Proses neoplasmatik di susunan saraf. Dalam: neurologi

klinis dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat; 2008. hal. 390 – 402.

2. Hakim A.A. Tindakan Bedah pada Tumor Cerebellopontine Angle, Majalah

Kedokteran Nusantara Vol. 38 No 3; 2005.

37

3. Tumor Otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I. Yogyakarta; Gajah

Mada University Press; 1999. hal: 201 – 7.

4. Black PB. Brain tumor, review article. The NEJM. 1991 (324):1471-2

5. Snell, Richard S. Neuroanatomi klinik. Jakarta: EGC; 2007.

6. MacDonal, Tobey. Pediatric Medulloblastoma (serial online) 2012 March 1st

(diakses 25 Juli 2015). Diunduh dari: URL :

http://emedicine.medscape.com/article/987886-overview.

7. Stephen, Huff. Brain neoplasms. Access on www.emedicine.com. (diakses 25

Juli 2015)

8. Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto. Pengenalan dan Penatalaksanaan

Kasus-Kasus Neurologi, Buku Kedua.

38