Referat ACS

download Referat ACS

of 25

description

ACS, Artery Coronary Syndrome

Transcript of Referat ACS

BAB I PENDAHULUANSindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infact myocard acute (IMA) yang disertai elevasi segmen St dan penderita dengan infark miokardium tanpa elevasi ST. SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri koroner.Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi utama proses aterosklerosis. Yaitu suatu fase akut dari Angina Pektoris Tak Stabil (APTS) yang disertai IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil (Vulnerable). Sindrom ini menggambarkan suatu penyakit yang berat, dengan mortalitas tinggi. Mortalitas tidak tergantung pada besarnya prosentase stenosis (plak) koroner, namun lebih sering ditemukan pada penderita dengan plak kurang dari 50 70% yang tidak stabil, yakni fibrous cap dinding (punggung) plak yang tipis dan mudah erosi atau ruptur. Terminologi sindrom koroner akut berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan secara luas. Hal ini berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui berhubungan dengan kebanyakan kasus angina tidak stabil dan infark miokard: baik Angina tidak stabil, infark miokard tanpa gelombang Q, dan infark miokard gelombang Q mempunyai substrat patogenik umum berupa lesi aterosklerosis pada arteri koroner.Terminologi yang akan sering dipakai pada penderita Angina Pectoris adalah perasaan berat, sesak, ditekan, didorong atau diremas. Angina Pectoris yang khas biasanya akan terasa di tengah dada/belakang sternum (retrosternal) dan akan menjalar ke dagu dan/atau ke lengan. Angina bisa rasanya dari nyeri ringan sampai ke paling nyeri dan timbul keringatan dingin dan perasaan cemas. Kadang kala akan berserta dengan sesak nafas. Angina sering dipicu dengan aktivitas fisik terutama setelah makan dan pada cuaca yang dingin, dan kebanyakan dicetus oleh perasaan marah atau gembira. Nyeri akan hilang cepat (biasanya berapa menit) dengan istirahat. Kadang kala perasaan itu akan hilang sendiri dengan teruskan aktivitas. Istilah ACS banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian yang gawat pada pembuluh darah koroner. ACS merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu, unstable angina, Acute Myocardial Infarction dengan segmen ST elevasi (STEMI) dan Acute Myocardial Infarction tanpa segmen ST elevasi (NSTEMI), maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Alasan rasional menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah karena mekanisme patofisiologi yang sama. Semua disebabkan oleh terlepasnya plak yang merangsang terjadinya agregasi trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stenosis atau oklusi pada arteri koroner dengan atau tanpa emboli. Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan elevasi ST adalah dari jenis thrombus yang menyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-elevasi ST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi ST adalah trombus komplet/oklusif.

BAB IIPEMBAHASAN

I. Anatomi Arteri Koroner JantungJantung manusia normal memiliki dua arteri koroner mayor yang keluar dari aorta yaituright coronary arterydanleft main coronary artery, dinamakan koroner karena bersama dengan cabangnya ia melingkari jantung seperticrown(mahkota,corona). Arteri koroner meninggalkan aorta lebih kurang inci di atas katup semilunar aorta(3,7).

Left main coronary arterybercabang menjadi dua, yaituleft anterior descendensyang memberikan perdarahan pada area anterior luas ventrikel kiri, septum ventrikel dan muskulus papillaris anterior, sementaraleft circumflexmemberikan perdarahan pada area lateral ventrikel kiri dan arearight coronary arterydominan kiri.Right coronary arterymemberikan perdarahan pada SA node, AV node, atrium kanan, ventrikel kanan, ventrikel kiri inferior, ventrikel kiri posterior dan muskulus papillaris posterior(3,7,8).

II.1 Histologi Pembuluh DarahII.1.1 Arteri dan Vena Dinding arteri terdiri dari tiga tunika: tunika luar, atau tunika adventisia, tunika tengah, atau tunika media dan tunika dalam, atau tunika intima. Arteri dibedakan menjadi arteri kecil, sedang dan besar karena perbedaan histofisiologisnya. (Eroschenko,2010) Dinding pembuluh darah mengandung jaringan elastik agar dapat mengembang dan mengerut. Sebuah arteri dan vena muskular terpotong melintang dan sediaan dibuat dengan pulasan plastik untuk memperlihatkan distribusi serat elastik di dindingnya. Serat elastik berwarna hitam dan serat kolagen berwarna kuning muda. (Eroschenko, 2010)

Gambar 1 Arteri. Dikutip dari: Price, 2006Dinding arteri jauh lebih tebal dan mengandung lebih banyak serat otot polos daripada dinding vena. Lapisan terdalam, tunika intima arteri, terpulas gelap karena lamina elastika interna yang tebal. Lapisan tengah arteri muskular yang tebal, tunika media, mengandung beberapa lapisan serat otot polos, tersusun dengan pola sirkular, dan berkas tipis serat elastik yang gelap. Di bagian perifer dari tunika media terdapat lamina elastika eksterna yang tidak begitu jelas. Di sekitar arteri terdapat jaringan ikat tunika adventisia, yang mengandung serat kolagen terpulas terang dan serat elastik terpulas gelap. (Eroschenko, 2010)Sebuah arteri kecil dengan struktur dindingnya tampak di sudut kiri bawah gambar. Berbeda dengan vena, arteri memiliki dinding relatif tebal dan lumen kecil. Pada potongan melintang, dinding sebuah arteri kecil memiliki lapisan sebagai berikut:a. Tunika intima adalah lapisan terdalam. Lapisan ini terdiri atas endotel, stratum subendotheliale, dan lamina (membran) elastika interna yang memisahkan tunika intima dari lapisan berikutnya, tunika media.b. Tunika media terutama terdiri atas serat otot polos sirkular. Anyaman longgar serat elastik halus terdapat di antara sel-sel otot polos.c. Tunika adventisia adalah lapisan jaringan ikat yang mengelilingi pembuluh. Lapisan ini mengandung saraf kecil dan pembuluh darah. Pembuluh darah di dalam tunika adventisia secara kolektif disebut vasa vasorum, atau vas sanguineum vasis sanguinei (pembuluh darah yang mendarahi pembuluh darah). Bila sebuah arteri memiliki 25 atau lebih lapisan otot polos di dalam tunika media, arteri ini disebut arteri muskular (arteria myotypica) atau arteri distribusi. Serat elastik menjadi lebih banyak di tunika media namun masih berupa serat dan anyaman halus. (Eroschenko, 2010)

II.I. Penyakit Pembuluh Darah Arteria. AterosklerotikSecara sederhana, aliran darah berarti jumlah darah yang mengalir melalui suatu titik tertentu di sirkulasi dalam periode waktu tertentu. Biasanya aliran darah dinyatakan dalam mililiterper menit atau liter per menit, tetapi dapat juga dinyatakan dalam mililiter per detik atau setiap satuan aliran lainnya. (Guyton, 2005)Aterosklerosis adalah penyakit yang paling sering menyerang susunan pembuluh darah arteri. Aterosklerosis mula-mula ditandai oleh deposit lemak pada tunika intima arteri. Selanjutnya, dapat terjadi kalsifikasi, fibrosis, trombosis dan perdarahan, semuanya itu membantu terbentuknya suatu plak aterosklerosis yang kompleks, atau ateroma. Akhirnya, tunika media mulai mengalami degenerasi. Nekrosis pada sel otot polos yang terisi lemak juga terjadi. Proses patologi ini secara progresif menyumbat lumen pembuluh darah dan melemahkan dinding arteri. (Price,2006)

Gambar 5. Aterosklerosis. Dikutip dari: Medicatherapy, 2013

Manifestasi klinis aterosklerosis timbul akibat oklusi vaskular atau stenosis, disebabkan deposit pada intima atau embolisasi, atau dari pembentukan aneurisma akibat degenerasi tunika media. Penyebab tersering penyakit aterosklerosis pada pembuluh darah perifer adalah oklusi pembuluh darah, dan aorta lebih sering menjadi tempat terjadinya aneurisma. (Price,2006)Setelah membahas proses alamiah aterosklerosis difus dan progresif, harus juga diingat bahwa penyakit pembuluh darah perifer ini sering dikaitkan dengan penyakit koroner dan otak. Penatalaksanaan penyakit pembuluh darah perifer atau aorta tanpa mempertimbangkan potensi-potensi yang mungkin terjadi akibat gangguan pembuluh darah koroner atau otak dapat menimbulkan kesalahan fatal. (Price,2006)b. Penyebab NonaterosklerotikPenyebab primer nonaterosklerotik penyakit arteri adalah nekrosis media kistik, peradangan arteri atau arteritis, gangguan vasospastik, dan displasia fibromuskular. Penyebab lain mencakup infeksi, trauma, dan anomali kongenital. (Price,2006)III. Definisi CADCoronary Artery Disease(CAD) atau dikenal juga denganCoronary Heart Disease(CHD)/Penyakit Jantung Koroner (PJK) didefinisikan sebagai penyakit jantung dan pembuluh darah yang disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Penyempitan tersebut dapat disebabkan antara lain aterosklerosis, berbagai jenis arteritis, emboli koronaria, dan spasme. Oleh karena aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak (99%), maka pembahasan tentang PJK pada umumnya terbatas pada penyebab tersebut(1,2,4,10,11).

Arterosklerosis pada dasarnya merupakan suatu kelainan yang terdiri atas pembentukan fibrolipid dalam bentuk plak-plak yang menonjol atau penebalan yang disebut ateroma yang terdapat di dalam tunika intima dan pada bagian dalam tunika media. Proses ini dapat terjadi pada seluruh arteri, tetapi yang paling sering adalah pada left anterior descendent arteri coronaria, proximal arteri renalis dan bifurcatio carotis(11).

IV. Epidemiologi

Saat ini penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 1999 sedikitnya 55,9 juta atau setara dengan 30,3% kematian di seluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), 60% dari seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung koroner (PJK)(4). Di Amerika Serikat diperkirakan 13,7 juta penduduk mengalami PJK, termasuk di dalamnya 7,2 juta penduduk mengalami infark miokard. Pada kelompok usia lebih dari 30 tahun, 213 dari 100.000 individu mengalami PJK.The Centers of Disease Control and Preventionmemperkirakan harapan hidup orang Amerika akan meningkat 7 tahun jika PJK dan komplikasinya dieradikasi(12).

Di Indonesia, penyakit jantung juga cenderung meningkat sebagai penyebab kematian. Data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1996 menunjukkan bahwa proporsi penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun sebagai penyebab kematian yaitu urutan ke-11 (1972), menjadi urutan ke-3 (1986) dan menjadi penyebab kematian utama pada tahun 1992, 1995 dan 2001. Tahun 1975 kematian akibat penyakit jantung hanya 5,9%, tahun 1981 meningkat sampai dengan 9,1%, tahun 1986 melonjak menjadi 16% dan tahun 1995 meningkat menjadi 19%. Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner adalah sebesar 26,4%(4,13).

Literatur lain menyebutkan, juga berdasarkan survei kesehatan rumah tangga, angka kematian karena penyakit kardiovaskular semakin meningkat di Indonesia. Pada tahun 1980 menduduki urutan ketiga (9,9%), tahun 1986 urutan kedua (9,7%) dan tahun 1992 telah menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian bagi penduduk usia lebih dari 45 tahun yaitu sebanyak 16,4%. Pada SKRT tahun 1995, proporsi penyakit sistem sirkulasi ini meningkat cukup pesat dan pada tahun 2009 akan tetap menduduki urutan pertama sebagai sebab kematian di Indonesia(5).V. Faktor RisikoFaktor risiko untuk penyakit jantung koroner tidak dipublikasikan secara formal sampai dilakukannya penelitian pendahuluan olehFramingham Heart Studydi awal tahun 1960(14).Framingham Heart Studyberpendapat bahwa PJK bukanlah penyakit manusia lanjut usia (manula) atau nasib buruk yang tidak dapat dihindari. Dalam hubungan ini dikenal adanya Faktor Risiko PJK, yaitu kondisi yang berkaitan dengan meningkatnya risiko timbulnya PJK. Faktor risiko tersebut diantaranya adalah tekanan darah, merokok, lipid, diabetes mellitus, obesitas, dan riwayat keluarga dengan penyakit jantung(4).

Referensi lain meyebutkan bahwa faktor risiko terjadinya PJK dibagi menjadi faktor risiko konvensional, faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko non-tradisional. Faktor risiko konvensional terdiri atas: usia >45 tahun pada pria dan >55 tahun pada wanita, riwayat sakit jantung dini pada keluarga dimana ayah atau saudara laki-laki didiagnosis mengalami sakit jantung sebelum usia 55 tahun dan ibu atau saudara perempuan didiagnosis mengalami sakit jantung sebelum usia 65 tahun dan perbedaan ras. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi terdiri atas: kadar kolesterol darah tinggi, hipertensi, merokok, Diabetes Mellitus, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, sindroma metabolik, stress dan depresi. Sedang faktor risiko non-traditional terdiri atas: peningkatan kadar CRP di darah, peningkatan lipoprotein a, peningkatan homosistein, aktivator plasminogen jaringan, fibrinogen, dan berbagai faktor lain sepertiend-stage renal disease (ESRD), penyakit inflamasi kronik yang mempengaruhi jaringan ikat seperti lupus, rheumatoid arthritis, infeksihuman immunodeficiency virus(HIV) (acquired immunodeficiency syndrome [AIDS] danhighly active antiretroviral therapy[HAART]. Sebagian faktor risiko konvensional dan modifikasi disebut juga faktor risiko mayor(14).Gambar berikut merupakan perbandingan biomarker faktor risiko tradisional dan non-tradisional untuk PJK. Pada gambar tampak daftar biomarker nontradisional berkembang lebih banyak daripada faktor risiko tradisional (standar) untuk memprediksi kejadian kardiovaskular di masa depan, namun tidak lebih berat jika dibandingkan faktor risiko tradisional dan hanya ditambahkan pada pasien dengan faktor risiko moderat sampai standar(14).

VI. Patogenesis plak aterosklerosisStruktur arteri koroner jantung yang sehat terdiri atas 3 lapisan, yaitu intima, media dan adventitia. Intima merupakan lapisan monolayer sel-sel endotel yang menyelimuti lumen arteri bagian dalam. Sel-sel endotel menutupi seluruh bagian dalam sistem vaskular hampir seluas 700 m2dan dengan berat 1,5 kg. Sel endotel memiliki berbagai fungsi, diantaranya menyediakan lapisan nontrombogenik dengan menutupi permukaannya dengan sulfat heparan dan melalui produksi derivat prostaglandin seperti prostasiklin yang merupakan suatu vasodilator poten dan penghambat agregasi platelet(15). Rusaknya lapisan endotel akan memicu terjadinya aterosklerosis sebagaimana yang akan dijelaskan kemudian.

Ada beberapa hipotesis yang menerangkan tentang proses terbentuknya aterosklerosis, sepertimonoclonal hypothesis, lipogenic hypothesisdanresponse to injure hypothesis. Namun yang banyak diperbincangkan adalah mengenairesponse to injure hypothesissebagai berikut(11,17):a. Stage A:Endothelial injureEndotelial yang intak dan licin berfungsi sebagaibarrieryang menjamin aliran darah koroner lancar. Faktor risiko yang dimiliki pasien akan memudahkan masuknya lipoprotein densitas rendah yang teroksidasi maupun makrofag ke dalam dinding arteri. Interaksi antaraendotelial injuredengan platelet, monosit dan jaringan ikat (collagen), menyebabkan terjadinya penempelan platelet (platelet adherence) dan agregasi trombosit (trombosit agregation) di tunika intima arteri besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons infl amatorik, dan pembentukan kapsul fi brosis.2,6,8 Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis, antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok. Adanya infeksi dan stres oksidatif juga menyebabkan kerusakan endotel.6,8 Faktorfaktor risiko ini dapat menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam terjadinya proses aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan proses infl amasi, migrasi dan proliferasi sel, kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan pertumbuhan plak.2,6 Endotel yang mengalami disfungsi ditandai hal-hal sebagai berikut2 : a. Berkurangnya bioavailabilitas nitrit oksida dan produksi endothelin-1 yang berlebihan, yang mengganggu fungsi hemostasis vaskuler b. Peningkatan ekspresi molekul adhesif (misalnya P-selektin, molekul adhesif antarsel, dan molekul adhesif sel pembuluh darah, seperti Vascular Cell Adhesion Molecules-1 [VCAM-1])2,8 c. Peningkatan trombogenisitas darah melalui sekresi beberapa substansi aktif lokal.Komponen primer pembentukan plak aterosklerosis karena disfungsi endotel6,8 Peningkatan adhesivitas endotel Peningkatan permeabilitas endotel (memudahkan migrasi LDL dan monosit ke tunika intima pembuluh darah) Migrasi dan proliferasi sel otot polos dan makrofag Pelepasan enzim hidrolitik, sitokin, dan faktor pertumbuhan Nekrosis fokal dinding pembuluh darah Perbaikan jaringan dengan fi brosisb. Stage B:Fatty Streak Formation (Perkembangan proses aterosklerosis: peran proses infl amasi)Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami diff erensiasi menjadi makrofag.2 Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang juga berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor , IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen, membentuk kapsul fi brosis yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh darah.8 Makrofag juga menghasilkan matriks metaloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya disrupsi plak 2,8Pembentukanfatty streakmerupakan pengendapan kolesterol-kolesterol yang telah dioksidasi dan makrofag di bawah endothelium arteri.Low Density Lipoprotein(LDL) dalam darah akan menyerang endotel dan dioksidasi oleh radikal-radikal bebas pada permukaan endotel. Lesi ini mulai tumbuh pada masa kanak-kanak, makroskopik berbentuk bercak berwarna kekuningan, yang terdiri dari sel-sel yang disebutfoam cells. Sel-sel ini ialah sel-sel otot polos dan makrofag yang mengandung lipid, terutama dalam bentuk ester cholesterol.c. Stage C:Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami ruptur Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan kecenderungan untuk mengalami ruptur.2 LDL yang termodifi kasi meningkatkan respons infl amasi oleh makrofag. Respons infl amasi ini memberikan umpan balik, menyebabkan lebih banyak migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami modifi kasi lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimulasi akan memproduksi matriks metaloproteinase yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain, sel otot pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul fi brosis, merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul fi brosis menipis, ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan paparan aliran darah terhadap zat-zat trombogenik pada plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinfl amatorik ini menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses antiinfl amatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF- bekerja mengurangi proses infl amasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen pembuluh darah dan menjadi rentan mengalami ruptur8 (Gambar 5).d. Disrupsi plak, trombosis, dan SKA Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis lumen mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang tetap stabil belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fi brosa yang tipis, dan infl amasi dalam plak merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptur.2,6 Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus.2,3,6,8 Trombosit berperan dalam proses hemostasis primer. Selain trombosit, pembentukan trombus juga melibatkan sistem koagulasi plasma. Sistem koagulasi plasma merupakan jalur hemostasis sekunder. Kaskade koagulasi ini diaktifkan bersamaan dengan sistem hemostasis primer yang dimediasi trombosit.6 Proses hemostasis primer maupun sekunder bisa dilihat pada gambar 6. Ada 2 macam trombus yang dapat terbentuk2 : a. Trombus putih: merupakan bekuan yang kaya trombosit. Hanya menyebabkan oklusi sebagian. b. Trombus merah: merupakan bekuan yang kaya fi brin. Terbentuk karena aktivasi kaskade koagulasi dan penurunan perfusi pada arteri. Bekuan ini bersuperimposisi dengan trombus putih, menyebabkan terjadinya oklusi total.

Proses terjadinya thrombus dimulai dengan gangguan pada salah satu dari Trias Virchow; kelainan pada pembuluh darah, gangguan endotel, serta aliran darah terganggu. Selanjutnya proses aterosklerosis mulai berlaku, inflamasi, dan formasi plak di pembuluh darah. Pada suatu saat, terjadi rupture/fissure pada plak dan akhirnya menimbulkan thrombus yang akan menghambat pembuluh darah. Apabila pembuluh darah tersumbat 100% maka terjadi STEMI. Namun bila sumbatan tidak total, tidak terjadi infark, hanya UA atau NSTEMI.VII. Klasifikasi CADPada patogenesis aterosklerosis telah dijelaskan bahwa di akhir pembentukannya dalam lumen arteri, dapat bersifat sebagai plak yang stabilatau plakvulnerable(tak stabil). Oleh karena itu penyakit jantung koroner memberikan dua manifestasi klinis penting yaitu Angina Pektoris Stabil dan Sindrom Koroner Akut(11).

Angina Pektoris StabilAngina Pektoris adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium(18). Iskemia miokardium merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen miokard(18). Iskemia miokard dapat disebabkan oleh stenosis arteri koroner, spasme arteri koroner dan berkurangnya kapasitas oksigen di darah(20).

Sindroma Koroner AkutSindroma Koroner Akut merupakan sekumpulan gejala klinis umum sebagai hasil akhir dari iskemia miokardial akut. Iskemia akut biasanya disebabkan oleh rupturnya plak aterosklerosis atau ditambah dengan trombosis intrakoroner. Sindroma koroner akut meliputi Infark Miokard (disertai ST elevasi atau Non-ST elevasi) dan Angina Pektoris Tak Stabil(12).

Angina Pektoris Tak StabilIstilah angina tidak stabil pertama kali digunakan 3 dekade yang lalu dan dimaksudkan untuk menandakan keadaan antara infark miokard dan kondisi lebih kronis angina stabil. Angina tidak stabil merupakan bagian dari sindrom koroner akut dimana tidak ada pelepasan enzim dan biomarker nekrosis miokard(21). Angina dari sindrom koroner akut cenderung merasa lebih parah dari angina stabil, dan biasanya tidak berkurang dengan istirahat beberapa menit atau bahkan dengan tablet nitrogliserin sublingual. SKA menyebabkan iskemia yang mengancam kelangsungan hidup dari otot jantung. Kadang-kadang, obstruksi menyebabkan SKA hanya berlangsung selama waktu yang singkat dan tidak ada nekrosis jantung yang terjadi(1). Non STEMINon STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner. Non STEMI memiliki gambaran klinis dan patofisiologi yang mirip dengan Angina Tidak Stabil, sehingga penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis Angina Tidak Stabil menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung(22). STEMIInfark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular.

VIII. Pendekatan Diagnostik CADBerikut ini merupakan pendekatan diagnostik CAD yang penulis sajikan dalam bentuk tabel yang bersumber dari beberapa literatur dengan harapan bisa mempermudah penulis dan pembaca membandingkan klasifikasi dari CAD baik ditinjau dari segi anamnesa, pemeriksaan fisik sampai pada pemeriksaan penunjang.

IX. Penatalaksanaan CAD(11)IMPLIKASI PADA TERAPI SKA Patogenesis SKA melibatkan peranan endotel, sel infl amatorik, dan trombogenisitas darah.2 Dengan memahami patofi siologinya, terapi SKA mudah dipahami. Pada angina tidak stabil dan NSTEMI, hanya didapatkan trombus putih. Sedangkan pada STEMI, selain trombus putih, juga didapatkan trombus merah. Pada angina tak-stabil maupun NSTEMI, tujuan terapi antitrombotik adalah untuk mencegah terjadinya trombosis lebih lanjut. Revaskularisasi sering digunakan untuk meningkatkan perfusi dan mencegah reoklusi atau iskemia rekuren. Pada STEMI diperlukan reperfusi farmakologi atau dengan kateter secepatnya, supaya dapat mempertahankan perfusi koroner.2 Terapi fi brinolisis hanya dilakukan pada STEMI dan merupakan kontraindikasi pada angina tidak stabil maupun NSTEMI.6 Terapi aterosklerosis juga berkembang berdasarkan korelasi epidemiologi, meliputi statin untuk hiperlipidemia, kontrol gula darah pada pasien diabetes melitus, kontrol berat badan, diet, dan olahraga. Penelitian membuktikan bahwa terapi tersebut dapat memodifi kasi proses aterotrombotik dengan mengurangi proses infl amasi. Pada subjek sehat yang menjalani progam latihan selama 6 bulan, didapatkan penurunan sitokin aterogenik (IL-1, TNF) sebanyak 58% dan kenaikan sitokin ateroprotektif (IL-4, TGF-) sebanyak 35%. Obesitas juga dianggap bersifat proinfl amatorik. Penurunan berat badan rata-rata 14 kg dalam 14 bulan menurunkan kadar CRP sebanyak 32%. Diet rendah lemak nampaknya meningkatkan fungsi endotel dan mengurangi molekul adhesif, seperti Pselektin.8 Infl amasi memegang peranan sentral dalam patofi siologi SKA. Setelah mengetahui peranan proses infl amasi dalam patofi siologi SKA, terbuka peluang strategi diagnostik maupun terapi baru. Dengan begitu, semakin terbuka peluang untuk menjadikan penanda infl amasi dalam praktik diagnostik SKA. Pasien dengan kadar CRP tinggi mempunyai risiko tinggi mengalami SKA dan memerlukan terapi antiinfl amasi. Makin terbuka peluang pendekatan diagnostik infl amasi dan iskemia seluler, bukan hanya nekrosis seperti sekarang, makin dini intervensi dapat diberikan. Suatu saat, modalitas terapi mungkin akan ditargetkan pada proses infl amasi yang terjadi, dengan mengintervensi molekul adhesif, sitokin, sel T, makrofag, dan mediator infl amasi lain yang turut berperan.8 Selain itu, dengan memahami peran proses hemostasis dalam patofi siologi SKA, kita bisa memahami dengan baik pula obat-obatan yang dapat menghambat proses tersebut pada tingkat yang berbeda. Aspirin masih merupakan terapi paling efektif sebagai upaya pencegahan primer maupun sekunder penyakit jantung koroner. Aspirin mempunyai daya antiplatelet sedang, dan yang juga penting, mempunyai efek antiinfl amasi.8 Angina Pektoris Stabil (Kronis Koroner Sindrom)Tujuan utama pengobatan adalah mencegah kematian dan terjadinya serangan jantung (infark). Sedangkan yang lainnya adalah mengontrol serangan angina sehingga memperbaiki kualitas hidup. Pengobatan terdiri dari farmakologis dan non-farmakologis untuk mengontrol angina dan memperbaiki kualitas hidup. Tindakan lain adalah terapi reperfusi miokardium dengan cara intervensi koroner dengan balon dan pemakaianstentsampai operasi CABG (bypass).Berikut 5 elemen penting untuk penatalaksanaan angina stabil:A. Aspirin dan anti anginaB. Beta bloker dan pengontrol tekanan darahC. Cholesterol kontrol dan berhenti merokokD. Diet dan atasi diabetesE. Edukasi dan olah ragaSindrom Koroner Akut Diagnosis; 2 dari 3 dibawah iniA. Angina (Sensitifitas 70%, Spesifitas 20%)B. Perubahan EKG (Sensitifitas 50%, Spesifitas 100%)C. Peningkatan Enzim Jantung (Sensitifitas dan Spesifitas mendekati 100%)

Berdasarkan triase dari pasien dengan kemungkinan SKA, langkah yang diambil pada prinsipnya sebagai berikut :a. Jika riwayat dan anamnesa curiga adanya SKA Berikan asetil salisilat (ASA) 300 mg dikunyah, berikan nitrat sublingual Rekam EKG 12 sadapan atau kirim ke fasilitas yang memungkinkan Jika mungkin periksa petanda biokimiab. Jika EKG dan petanda biokimia curiga adanya SKA: Kirim pasien ke fasilitas kesehatan terdekat dimana terapi definitif dapat diberikanc. Jika EKG dan petanda biokimia tidak pasti akan SKA Pasien risiko rendah ; dapat dirujuk ke fasilitas rawat jalan Pasien risiko tinggi : pasien harus dirawatPenanganan di Instalasi Gawat DaruratPasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu dengan waktu dan bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akan lebih baik. Tujuannya adalah mencegah terjadinya infark miokard ataupun membatasi luasnya infark dan mempertahankan fungsi jantung.Manajemen yang dilakukan adalah sebagai berikut :a. Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah:1) Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,2) Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT,3) Berikan segera: O2, infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%,4) Pasang monitoring EKG secara kontiniu,5) Pemberian obat: Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg, bradikardia (< 50 kpm) Aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif diganti dengan dipiridamol, tiklopidin atau klopidogrel, dan Mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.b. Hasil penilaian EKG, bila:1) Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan atau > 0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan atau blok berkas (BBB) dan anamnesis dicurigai adanya IMA maka sikap yang diambil adalah dilakukan reperfusi dengan: Terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun dan tidak ada kontraindikasi. Streptokinase: BP > 90 mmHg tPA: BP < 70mmHg Kontraindikasi: Riwayat stroke hemoragik,active internal bleeding, diseksi aorta. Jika bukan kandidate reperfusi maka perlakukan sama dengan NSTEMI/UAP. Angioplasti koroner (PTCA) primer bila fasilitas alat dan tenaga memungkinkan. PTCA primer sebagai terapi alternatif trombolitik atau bila syok kardiogenik atau bila ada kontraindikasi terapi trombolitik2) Bila sangat mencurigai ada iskemia (depresi segmen ST, inversi T), diberi terapi anti-iskemia, maka segera dirawat di ICCU3) EKG normal atau nondiagnostik, maka pemantauan dilanjutkan di UGD. Perhatikan monitoring EKG dan ulang secara serial dalam pemantauan 12 jam pemeriksaan enzim jantung dari mulai nyeri dada dan bila pada evaluasi selama 12 jam, bila: EKG normal dan enzim jantung normal, pasien berobat jalan untuk evaluasistress testatau rawat inap di ruangan (bukan di ICCU), dan EKG ada perubahan bermakna atau enzim jantung meningkat, pasien di rawat di ICCU.X. Komplikasi(10)Komplikasi akut infark adalah aritmia, aritmia yang sering memberikan komplikasi adalah ventrikel vibrilasi. Ventrikel vibrilasi 95% meninggal sebelum sampai rumah sakit. Komplikasi lain meliputi disfungsi ventrikel kiri/gagal jantung dan hipotensi/syok kardiogenik.

X. Prognosis(10)Prognosis pada penyakit jantung koroner tergantung dari beberapa hal yaitu:

Wilayah yang terkena oklusi Sirkulasi kolateral Durasi atau waktu oklusi Oklusi total atau parsial Kebutuhan oksigen miokardBerikut prognosis pada penyakit jantung koroner: 25% meninggal sebelum sampai ke rumah sakit Total mortalitas 15-30% Mortalitas pada usia < 50 tahun 10-20% Mortalitas usia > 50 tahun sekitar 20%

KEPUSTAKAAN

1. Katz MJ. 2010. Coronary artery disease. Atrain Education [serial online] 2010 [cited 2011 Nov 09]; Available from: URL:http://www.atrainceu.com/pdf/41_Coronary_Artery_Disease_CAD.pdf

2. Bryg RJ. 2009. Coronary artery disease. WebMD [serial online] 2009 [cited 2011 Nov 10]; Available from: URL:http://www.webmd.com/heart-disease/guide/heart-disease-coronary-artery-disease?page=3

3. Deckelbaum L. Heart attacks and Coronary artery disease. Chapter 11. [cited 2011 Nov 10]; Available from: URL:http://www.med.yale.edu/library/heartbk/11.pdf. p.133.

4. Supriyono M. 2008. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung koroner pada kelompok usia < 45 tahun (studi kasus di RSUP dr. Kariadi dan RS Telogorejo Semarang). Semarang: Undip.

5. Makmun LH, Alwi I & Ranitya R. 2009. Panduan tatalaksana sindrom koroner akut dengan elevasi segmen ST. Jakarta: Interna Publishing.

6. Latif Ch. 2011. Buku panduan pendidikan klinik dokter muda laboratorium ilmu penyakit dalam. Samarinda: Lab. Penyakit Dalam FK UNMUL.

7. Cabin HS. The heart and circulation. Chapter 1. [cited 2011 Nov 12]; Available from: URL:http://www.med.yale.edu/library/heartbk/1.pdf. p.5.

8. DeLuna B. 2006. The heart walls and coronary circulation. Chapter 1. [cited 2011 Nov 12]; Available from: URL:http://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/Content_store/Sample_chapter/9781405157865/Bayes9781405157865_4_001.pdf

9. http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/18/Coronary_arteries.svg/512px-Coronary_arteries.svg.png

10. Homoud MK. 2008. Coronary artery disease. New England Medical Center.

11. Darmawan A. 2010. Penyakit jantung koroner. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah.

12. Kim MC, Kini AS & Fuster V. 2011. Definitions of acute coronary syndromes. In Hursts The Heart. Vol. 2. 13th ed. New York: McGraw-Hill. p.1287.

13. Asri WS, Vivi S & Primasari. 2006. Profil penyakit jantung koroner (pjk) dan faktor risiko pjk pada penduduk miskin perkotaan di jakarta. Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Badan Litbang Kesehatan.

14. Boudi FB. Risk factors for coronary artery disease. Medscape [serial online] 2011 [cited 2011 Nov 16]; Available from: URL:http://emedicine.medscape.com/article/164163-overview

15. McPherson JA. Coronary Artery Atherosclerosis. Medscape [serial online] 2011 [cited 2011 Nov 17]; Available from: URL:

16. http://www.acbd.monash.org/atherosclerosis-presentation.pdf

17. Pratanu S. Regresi aterosklerosis.CDK 102 1995 (15):p.14.

18. Rahman Muin. 2006. Angina pektoris stabil. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam: Jakarta. p:1611.

19. Depre C, Vatner SF, Gross GJ. 2011. Coronary blood flow and miocardial ischemia in Hursts The Heart. Vol. 2. 13th ed. New York: McGraw Hill. p.1242.

20. Alaeddini J. Angina pectoris. Medscape [serial online] Oct 2011 [cited 2011 Nov 17]; Available from: URL:http://emedicine.medscape.com/article/150215-overview#showall

21. Tan WA. Unstabe angina. Medscape [serial online] May 2011 [cited 2011 Nov 17]; Available from: URL:http://emedicine.medscape.com/article/159383-overview#showall

22. Harun S, Alwi I. 2006. Infak miokard akut tanpa elevasi ST. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. p:1626.

Thaler MS. 2009. Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan. Editor edisi bahasa indonesia Teuku Istia Muda Perdan, Aryandhito Widhi Nugroho. Ed 5. Jakarta: EGC.