Refrat Ari Acs

23
BAB I PENDAHULUAN Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi. Banyak kemajuan yang telah dicapai melalui penelitian dan oleh karenanya diperlukan pedoman tatalaksana sebagai rangkuman penelitian yang ada. 14 Penyakit kardiovaskular saat ini menempati urutan pertama penyebab kematian di negara-negara maju dan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian utama di negara berkembang pada tahun 2020. Salah satu manifestasi yang paling sering dari penyakit kardiovaskular adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas tinggi. 1 Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, penyakit kardiovaskuler memiliki prevalensi 7,2% dan PJK menjadi penyebab kematian terbanyak setelah stroke dan hipertensi. 2 Gambaran klinis PJK termasuk iskemia tanpa gejala, angina pektoris stabil, angina tidak stabil, infark miokard, gagal jantung, dan kematian mendadak (sudden death). Kejadian-kejadian yang bersifat akut dan memiliki risiko kematian tinggi telah dikategorikan ke dalam Sindroma Koroner Akut (SKA). Sindroma Koroner Akut (SKA) dapat dibedakan menjadi ST-segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI), Non ST-segment Elevation

description

REFRAT ACS

Transcript of Refrat Ari Acs

BAB I PENDAHULUANSindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi. Banyak kemajuan yang telah dicapai melalui penelitian dan oleh karenanya diperlukan pedoman tatalaksana sebagai rangkuman penelitian yang ada.14Penyakit kardiovaskular saat ini menempati urutan pertama penyebab kematian di negara-negara maju dan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian utama di negara berkembang pada tahun 2020. Salah satu manifestasi yang paling sering dari penyakit kardiovaskular adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas tinggi.1 Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, penyakit kardiovaskuler memiliki prevalensi 7,2% dan PJK menjadi penyebab kematian terbanyak setelah stroke dan hipertensi.2Gambaran klinis PJK termasuk iskemia tanpa gejala, angina pektoris stabil, angina tidak stabil, infark miokard, gagal jantung, dan kematian mendadak (sudden death). Kejadian-kejadian yang bersifat akut dan memiliki risiko kematian tinggi telah dikategorikan ke dalam Sindroma Koroner Akut (SKA). Sindroma Koroner Akut (SKA) dapat dibedakan menjadi ST-segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI), Non ST-segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), serta Unstable Angina Pectoris (UAP).1 Keluhan utama pada SKA adalah nyeri dada dan dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) digolongkan berdasarkan ada atau tidaknya elevasi segmen ST. Sindroma Koroner Akut (SKA) tanpa elevasi segmen ST dibagi lagi berdasarkan hasil pemeriksan enzim jantung. Jika terjadi peningkatan enzim didiagnosis dengan NSTEMI dan jika tidak terjadi penningkatan enzim didiagnosis dengan UAP.3 Non ST-segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) dan UAP dianggap sebagai kondisi yang memiliki hubungan yang erat, dimana patogenesa dan presentasi klinisnya sama namun berbeda dalam derajat berat ringannya. Pada NSTEMI iskemia yang terjadi cukup berat untuk mengakibatkan kerusakan miokard dan petanda kerusakan miokard tersebut dapat diperiksa secara kuantitatif. Sedangkan pada UAP iskemia tidak mengakibatkan kerusakan miokard.4 Dengan meluasnya iskemia miokard, UAP/NSTEMI dapat berubah menjadi STEMI.5Menurut Data Statistik American Heart Association (AHA) 2008, pada tahun 2005 jumlah penderita yang menjalani perawatan medis di Amerika Serikat akibat SKA hampir mencapai 1,5 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,1 juta orang (80%) menunjukkan kasus NSTEMI, sedangkan 20% kasus tercatat menderita STEMI.6 Dalam 20 tahun terakhir, angka mortalitas pasien STEMI berkurang dengan adanya strategi diagnostik dan terapi yang baru. Namun, untuk kasus NSTEMI angka mortalitasnya masih belum berubah.4 Kasus NTSEMI lebih sering menyebabkan kematian dibanding STEMI karena kadang-kadang tidak terdiagnosis pada saat pasien masuk rumah sakit.5

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DEFINISI Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome (ACS) adalah sindroma klinik yang mempunyai dasar fisiologi yang sama, yaitu adanya erosi, fisura, ataupun robeknya plak atheroma sehingga menyebabkan trombosis intravaskular yang menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard. Yang termasuk kedalam SKA adalah ST-segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI), Non ST-segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), serta Unstable Angina Pectoris (UAP).7

2.2 EPIDEMIOLOGISindrom koroner akut (SKA) merupakan masalah kesehatan publik yang bermakna di negara industri, dan mulai menjadi bermakna di negara-negara sedang berkembang. Di Amerika Serikat, sebanyak 1,36 juta penyebab rawat inap adalah kasus SKA.8 Menurut The American Heart Association, lebih dari 6 juta penduduk Amerika menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokard setiap tahun. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun dan tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.1 Angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler juga cukup tinggi. Menurut data statistik WHO tahun 2008, penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama kematian di dunia (12,8%), disusul oleh stroke dan penyakit serebrovaskuler lainnya. Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, penyakit kardiovaskuler yang dalam hal ini Penyakit Jantung Koroner (PJK), menjadi penyebab kematian terbanyak setelah stroke dan hipertensi.2,6

2.3 PATOFISIOLOGIProses terjadinya plak aterosklerotik dipahami bukan proses sederhana karena penumpukan kolesterol, tetapi disfungsi endotel dan proses inflamasi juga berperan penting. Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis.8Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi makrofag. Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang juga berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks.7 Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor , IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen, membentuk kapsul fibrosis yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh darah. Makrofag juga menghasilkan matriks metalloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya disrupsi plak.7,8Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan kecenderungan untuk mengalami ruptur. LDL yang termodifikasi meningkatkan respons inflamasi oleh makrofag. Respons inflamasi ini memberikan umpan balik, menyebabkan lebih banyak migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami modifikasi lagi, dan seterusnya.9 Makrofag yang terstimulasi akan memproduksi matriks metalloproteinase yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain, sel otot pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul fibrosis, merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul fibrosis menipis, ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan paparan aliran darah terhadap zat-zat trombogenik pada plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinflamatorik ini menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses anti inflamatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF- bekerja mengurangi proses inflamasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen pembuluh darah dan menjadi rentan mengalami ruptur.8Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis lumen mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus.8,9

Gambar 2.1 Patofisiologi SKA

2.4 FAKTOR RISIKOFaktor risiko SKA dapat dikategorikan atas:51. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasiMerupakan faktor resiko yang tidak bisa dirubah atau dikendalikan, yaitu diantaranya: usia, jenis kelamin (laki-laki 45 tahun; perempuan 55 tahun), riwayat keluarga (MI pada ayah atau saudara laki-laki sebelum berusia 55 tahun atau pada ibu atau saudara perempuan berusia 65 tahun).2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasiMerupakan faktor resiko yang bisa dikendalikan sehingga dengan intervensi tertentu maka bisa dihilangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya: merokok, peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, diabetes mellitus, gaya hidup yang tidak aktif, obesitas, dan peningkatan kadar homosistein.

2.5 DIAGNOSIS 1. AnamnesisNyeri dada merupakan keluhan utama sebagian besar pasien dengan ACS. Nyeri dada biasanya berlokasi retrosternal, sentral, atau di dada kiri, menjalar ke rahang atau lengan atas.4 Gejalanya dapat bervariasi, dapat berupa gejala khas angina, yaitu nyeri dada tipikal yang berlangsung selama 20 menit atau lebih yang terasa seperti ditusuk-tusuk, ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, rasa diperas dan terpelintir. Keluhan dapat pula berupa nyeri atipikal seperti nyeri epigastrium, nyeri dada tajam, atau sesak nafas memberat.1Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala yang timbul seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, dan rasa tidak nyaman di epigastrium. Mual muntah dapat terjadi terutama pada wanita, penderita diabetes mellitus, atau pasien usia lanjut. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko kardiovaskular multiple agar tidak terjadi kesalahan diagnosis.42. Pemeriksaan FisikTemuan pada pemeriksaan fisik biasanya normal. Tujuan penting pemeriksaan fisik adalah menyingkirkan penyebab nyeri dada non kardiak dan kelainan jantung non iskemik.1 Pemeriksaan fisik juga penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari ACS.43. ElektrokardiografiPemeriksaan EKG 12 lead saat istirahat merupakan perangkat diagnostik utama dalam penilaian pasien dengan dugaan ACS. Pada gambaran EKG normal, gelombang T biasanya positif pada sadapan I, II, dan V3 sampai dengan V6, terbalik pada sadapan aVR, bervariasi pada sadapan III, aVF, aVL, dan V1, jarang didapatkan terbalik pada V2. Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik).3Gambaran EKG secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien. Jumlah sadapan yang menunjukkan depresi segmen ST berkorelasi dengan beratnya iskemia. Depresi segmen ST 0,5 mm (0,05 mV) pada dua atau lebih sadapan berurutan dalam konteks klinis yang sesuai sangat sugestif untuk UAP/NSTEMI, sedangkan untuk STEMI akan tampak adanya gambaran elevasi pada segment ST. Akan tetapi, gambaran EKG normal juga tidak menyingkirkan kemungkinan UAP/NSTEMI.1

Gambar 2.2 Perubahan EKG pada STEMI

Gambar 2.3 Depresi segmen ST

4. BiomarkerSejak tahun 1960 pemeriksaan Creatine Kinase isoenzime MB (CK-MB) telah diterima secara luas sebagai standard emas untuk penetapan diagnosis infark miokard. Sampai saat ini CK-MB masih direkomendasikan sebagai protein petanda infark miokard. CK-MB terlepas dalam sirkulasi setelah infark, paling cepat terdeteksi 3-4 jam setelah onset gejala dan tetap meningkat kira-kira 65 jam pasca infark.10Cardiac Troponin T atau I (cTnT atau cTnI) merupakan petanda biokimia yang lebih disukai untuk mendeteksi jejas miokard, karena hampir spesifik absolut jaringan miokard dan mempunyai sensitivitas yang tinggi, bahkan dapat menunjukkan adanya nekrosis miokard kecil yang tidak terdeteksi pada EKG maupun oleh CK-MB.10 Pada pasien dengan infark miokard akut, peningkatan awal troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu. Pada NSTEMI peningkatan troponin minor biasanya membaik dalam 48-72 jam.1 Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase (LDH), myoglobin, carbonic anhydrase III (CA III), dan myosin light chain (MLC). Pada UAP tidak terjadi peningkatan enzim jantung.10

Gambar 2.3 Beberapa Biomarker Jantung

Secara ringkas alur diagnosis ACS dapat digambarkan pada bagan berikut ini:1

Gambar 2.4 Alur Diagnosis ACS

2.6 PENATALAKSANAANBerikut merupakan penanganan chest pain dengan ACS di Unit Gawat daraurat:11. Segera berikan oksigen 4L/mnt kanul nasal, pertahankan saturasi O2 > 90%2. Berikan aspirin 160-325 mg3. Nitrogliserin sublingual atau IV4. Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang5. Monitoring tanda vital dan evaluasi saturasi oksigen6. Pasang jalur IV7. Kaji EKG 12 sadapan8. Lakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik9. Lakukan ceklis terapi fibrinolisis dan lihat kontraindikasi10. Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan evaluasi system pembekuan darah11. Foto toraks12. Target evaluasi harus difokuskan pada nyeri dada, tanda dan gejala gagal jantung, riwayat sakit jantung, fator risiko SKA dan gambaran riwayat untuk pemberian trombolisis13. Untuk pasien SKA STEMI, tujuan reperfusi adalah pemberian terapi fibrinolisis dalam 30 menit setelah 30 menit sampai IGD atau PCI dalam 90 menit setelah sampai.1

Tabel: Strategi terapi reperfusi (fibrinolisis atau invasif)Terapi FibrinolisisTerapi Invasif (PCI)

Onset < 3 jam Tidak tersedia pilihan invasif terapi Kontak doctor-baloon atau door-baloon > 90 menit (door-baloon) minus (door-needle) lebih dari 1 jam. Tidak terdapat kontraindikasi fibrinolisis

Onset > 3 jam Tersedia ahli PCI Kontak doctor-baloon atau door baloon < 90 menit. (Doorbaloon) minus (door-needle) < 1 jam Kontraindikasi fibrinolisis, termasuk resiko perdarahan dan perdarahan intraserebral. STEMI resiko tinggi (CHF, Killip 3) Diagnosis STEMI diragukan.

Pengobatan lebih awal fibrinolisis (door-drug < 30 menit) dapat membatasi luasnya infark, fungsi ventrikel normal, dan mengurangi angka kematian. Ada beberapa jenis obat fibrinolitik, misalnya Alteplase recombinant (Activase), Reteplase, Tenecplase, dan Streptokinase (Streptase). Di Indonesia umumnya tersedia Streptokinase, dengan dosis pemberian sebesar 1,5 juta U, dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% diberikan secara infus selama 1 jam.1

1. Obat-obatan anti-iskemik Isosorbid mononitrat, diberikan sekali sehari dalam bentuk sediaan lepas lambat untuk mencegah toleransi terhadap nitrat. Jika diperlukan, diberikan bersama dengan gliseril trinitrat semprot.11Calcium Channel Blocker (CCB, misalnya amlodipin, diltiazem). Diltiazem dapat diresepkan untuk pasien yang tidak tahan betablocker karena efek sampingnya pada konduksi elektrik kardiak. Obat kerja pendek (misalnya nifedipin) tidak digunakan karena efek sampingnya refleks takikardia yang umum terjadi pada awal penggunaan dan dapat memperburuk gejala angina.1Nicorandil dapat ditambahkan sebagai kombinasi dengan antiangina lainnya. Pada semua antiangina, efek pusing/sakit kepala yang sangat merupakan masalah yang sering dialami pasien. Jika hal ini berkaitan dengan dosis, maka dosis harus disesuaikan sambil tetap menjaga tekanan darah.112. Obat-obatan antiplateletSemua pasien UAP/NSTEMI mendapat terapi aspirin 75 mg/hari dan clopidogrel 75 mg/hari, dengan loading dose 300 mg yang diberikan saat gejala muncul atau pertama dirawat. Manfaat penambahan clopidogrel pada terapi aspirin standard, yaitu menurunkan 20% resiko kematian, infark miokard nonfatal dan stroke.11Antagonis reseptor glikoprotein IIb/IIIa, misalnya tirofiban atau eptifibatide merupakan inhibitor kuat agregasi platelet. Obatobat tersebut menghambat pembentukan fibrinogen pada platelet. Walaupun antagonis reseptor glikoprotein IIb/IIIa menghambat pembentukan thrombus, uji klinik menunjukkan bahwa mereka hanya efektif untuk pasien UAP/NSTEMI resiko tinggi, atau untuk pasien yang potensial mendapat PCI yang ditunda, jika digunakan bersama dengan aspirin dan heparin/LMWH.43. AntikoagulanLMWH lebih banyak digunakan daripada unfractionated heparin karena untuk membatasi perluasan thrombosis koroner pada UAP/NSTEMI. Enoxaparin 1mg/kg 2 kali/hari lebih baik daripada unfractinated heparin. Biaya enoxaparin lebih tinggi, tetapi mempunyai aktivitas antifaktor Xa lebih besar, tidak memerlukan monitor terus menerus, dan dapat diberikan dengan mudah 2 kali/hari sehingga menjadi pilihan terapi yang cukup popular. Enoxaparin diberikan terus sampai pasien bebas dari angina atau paling sedikit selama 24 jam. Durasi terapi yang dianjurkan adalah 28 hari. Jika pasien memiliki gangguan fungsi ginjal, enoxaparin diberikan 1 mg/kg sekali sehari.1

2.7 PROGNOSISPrognosis ACS (STEMI, Non-STEMI/UAP) dapat diperkirakan dengan melakukan penilaian risiko kuantitatif. Penilaian ini bertujuan untuk penentuan keputusan klinis dan memprediksi risiko kejadian iskemik jangka pendek dan menengah. Skor risiko yang paling banyak dipakai diantranya adalah Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) risk score.12

Gambar 2.5 TIMI RISK SCORE untuk UAP/NSTEMI

Selain menggunakan skor TIMI, stratifikasi risiko pada UAP/NSTEMI dapat dinilai dengan menggunakan Global Registry of Acute Coronary Events (GRACE) score. Skor ini menyajikan stratifikasi risiko baik saat masuk, selama perawatan, maupun saat keluar dengan lebih akurat.12

Gambar 2.6 GRACE SCORE

Sementara itu, untuk scoring TIMI pada kasus STEMI, criteria sedikit berbeda, yaitu: (sebelumnya pertimbangkan tanda dan gejala berikut : nyeri dada lebih dari 30 menit, ST elevasi, onset kurang dari 6 jam).

Gambar 2.7. TIMI RISK score untuk STEMI

1. DM, riwayat hipertensi atau riwayat angina (1 point).2. Tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg (3point).3. Denyut nadi > 100 BPM (2 point).4. Kelas Killip II-IV (2 point).5. Berat badan kurang dari 67 kg (1 point).6. ST elevasi pada lead anterior atau terdapat LBBB (1 point).7. Waktu onset hingga penataksanaan lebih dari 4 jam (1 point).Ditambah dengan criteria usia:1. Usia lebih dari atau sama dengan 75 tahun (3 point).2. 65-74 tahun (2 point).3. Kurang dari 65 tahun (0 point).

Skor ini memberikan informasi prediksi kematian dalam 30 hari sesudah terjadi infark miokard sebagai berikut. 0 point: 0,8%. 1 point: 1,6%. 2 point: 2,2%. 3 point: 4,4%. 4 point: 7,3%. 5 point: 12%. 6 point: 16%. 7 point: 23%. 8 point: 27%. 9-14 point: 36%.

KILLIP Score :KILLIP 1 : Pasien tanpa gejala klinis gagal jantung.KILLIP 2 : Pasien dengan rales atau crackles di paru, bunyi S3(+), dan Tekanan Vena Jugularmeningkat.KILLIP 3 : Pasien dengan edema pulmonary akut.KILLIP 4 : Pasien dengan shok kardiogenik atau hipotensi ( tekanan darah sistol