Jurnal Acs

21
SINDROM KORONER AKUT Acute Coronary Syndromes (ACS) atau Sindrom Koroner Akut merupakan kondisi yang mematikan yang dapat menyerang pasien yang mengidap penyakit koroner arteri pada bila-bila masa. Sindrom ini dapat berlaku secara berterusan bermula dari angina pektoris yang tidak stabil hingga terjadinya infark miokard akut, suatu kondisi terjadinya nekrosis otot jantung yang ireversibel (Gambar 7.1). Semua ACS mempunyai mekanisme patofisiologi awal yang sama yang akan dibahaskan dalam bab ini. Frekuensi ACS sangat mengejutkan: lebih dari 1,4 juta orang masuk ke rumah sakit di Amerika Serikat setiap tahun dengan kondisi ini. Sekitar 38% yang mengalami ACS ini akan mati. Namun, kematian yang berkaitan dengan ACS telah menurun secara mendadak dengan adanya kemajuan dalam penanganan dan pencegahan untuk ACS. Bab ini akan mengaitkan peristiwa hingga terjadinya ACS, perubahan patologik dan fungsional, dan penanganan yang disebabkan kelainan patofisiologi tersebut. PATOGENESIS SINDROM KORONER AKUT Lebih dari 90% kasus ACS terjadi disebabkan oleh terganggunya plak ateroskelerosis hingga munculnya agregasi platlet dan terbentuknya thrombus intrakoroner. Trombus akan merubah suatu kawasan penyempitan plak menjadi oklusi total atau oklusi berat, dimana laluan

description

cardiology

Transcript of Jurnal Acs

Page 1: Jurnal Acs

SINDROM KORONER AKUT

Acute Coronary Syndromes (ACS) atau Sindrom Koroner Akut merupakan kondisi yang mematikan yang dapat menyerang pasien yang mengidap penyakit koroner arteri pada bila-bila masa. Sindrom ini dapat berlaku secara berterusan bermula dari angina pektoris yang tidak stabil hingga terjadinya infark miokard akut, suatu kondisi terjadinya nekrosis otot jantung yang ireversibel (Gambar 7.1). Semua ACS mempunyai mekanisme patofisiologi awal yang sama yang akan dibahaskan dalam bab ini.

Frekuensi ACS sangat mengejutkan: lebih dari 1,4 juta orang masuk ke rumah sakit di Amerika Serikat setiap tahun dengan kondisi ini. Sekitar 38% yang mengalami ACS ini akan mati. Namun, kematian yang berkaitan dengan ACS telah menurun secara mendadak dengan adanya kemajuan dalam penanganan dan pencegahan untuk ACS. Bab ini akan mengaitkan peristiwa hingga terjadinya ACS, perubahan patologik dan fungsional, dan penanganan yang disebabkan kelainan patofisiologi tersebut.

PATOGENESIS SINDROM KORONER AKUT

Lebih dari 90% kasus ACS terjadi disebabkan oleh terganggunya plak ateroskelerosis hingga munculnya agregasi platlet dan terbentuknya thrombus intrakoroner. Trombus akan merubah suatu kawasan penyempitan plak menjadi oklusi total atau oklusi berat, dimana laluan darah yang berkurang menyebabkan ketidakstabilan antara bekalan dan keperluan oksigen pada otot jantung. Bentuk ACS yang terjadi tergantung kepada derajat obstruksi koroner dan iskemik yang berkaitan. Oklusi thrombus yang partial (sebagian) merupakan penyebab tipikal Unstable Angina (UA) dan non-ST elevation myocardial infarction (NSTEMI, yang dulu dikenal sebagai non-Q-wave MI), dengan NSTEMI dibedakan dengan adanya nekrosis jaringan miokard. Jika trombus pada arteri koroner terjadi secara komplit, maka hasilnya merupakan iskemik berat dengan jaringan nekrosis yang lebih luas, yang dikenal sebagai ST-elevation myocardial infarction (STEMI, yang dulu dikenal sebagai Q-wave MI).

Trombus yang bertanggungjawab pada ACS dihasilkan dengan adanya interaksi antara plak aterosklerosis, endotelium koroner, platlet yang bersikulasi, dan

Page 2: Jurnal Acs

dinamika vasomotor pada dinding saluran darah, yang meliputi mekanisme natural antitrombotik yang akan diterangkan pada bab seterusnya.

Hemostasis Normal

Bila saluran darah yang normal terluka, permukaan endotel terganggu dan jaringan konektif trombogenik mula terpapar. Hemostasis primer menjadi barisan pertama pertahanan melawan perdarahan. Proses ini bermula saat terjadinya luka pada saluran darah dan ditolong oleh platelet yang bersirkulasi yang akan melengket pada kolagen didalam vaskuler subendotel dan kemudian beragregasi untuk membentuk “sumbatan platelet.” Sementara sumbatan homeostatik primer sedang membentuk, terpaparnya jaringan subendotel memicu kaskade koagulasi plasma, yang memulai hemostasis sekunder. Protein koagulasi plasma pada hemostasis sekunder kemudian diaktivasi pada kawasan yang terluka dan membentuk bekuan fibrin dengan adanya trombin yang beraksi. Bekuan yang terbentuk menstabil dan memperkuat sumbatan platelet tersebut.

Sistem hemostatik normal mengurangkan kehilangan darah akibat saluran darah yang luka, namun tidak banyak perbedaan antara respon fisiologi ini dengan proses patologik pada trombosis koroner yang dipicu oleh gangguan pada plak aterosklerosis.

Mekanisme Endogenous Antitrombotik

Saluran darah normal, termasuk arteri koroner, dilengkapi dengan pertahan yang mencegah trombosis dan oklusi spontan, beberapa contoh ditunjuk pada gambar 7.2.

Inaktivasi pada Faktor Bekuan

Beberapa inhibitor natural secara ketat mengatur proses koagulasi untuk menghalang tebentuknya bekuan dan mempertahankan pengaliran darah. Yang paling penting adalah antitrombin, protein C da S, dan tissue factor pathway inhibitor (TFPI).

Antitrombin perupakan plasma protein yang mengikat secara ireversibel pada trombin dan faktor bekuan lain yang menginaktivasi mereka dan menolong membersihkan mereka dari sirkulasi (lihat Gambar 7.2). Efektivitas antitrombin meningkat 1000 kali lipat dengan perlengketannya dengan heparan sulfat, molekul mirip heparin yang terdapat di permukaan luminal pada sel endotel.

Protein C/protein S/trombomodulin membentuk sistem antikoagulan natural yang menginaktivasi faktor yang “mempercepat” pada jalur koagulasi (cth: faktor Va dan VIIIa). Protein C disintesis didalam hati dan bersirkulasi dalam bentuk inaktif. Trombomodulin merupakan thrombin-binding receptor yang secara normal ada pada sel endotel. Trombin yang cenderung pada trombomodulin tidak bisa merubah fibrinogen menjadi fibrin (reaksi terakhir pada pembentukan bekuan). Tetapi, satuan trombin-trombomodulin mengaktivasi protein C. Protein C yang

Page 3: Jurnal Acs

teraktivasi mendegradasi faktor Va dan VIIIa (rujuk mekanisme 2 pada Rajah 7.2), justeru menghalang koagulasi.

TFPI adalah serin plasma protease inhibitor yang diaktifkan oleh faktor koagulasi Xa. Faktor gabungan Xa-TFPI mengikat dan menginaktivasi kompleks faktor jaringan dengan faktor VIIa yang biasanya memicu jalur koagulasi ekstrinsik (lihat mekanisme 3 pada Gambar. 7.2). Dengan demikian, TFPI berfungsi sebagai inhibitor umpan balik negatif yang mengganggu koagulasi.

Lisis Gumpalan Fibrin

Tissue plasminogen activator (tPA) adalah protein yang disekresikan oleh sel endotel dalam menanggapi banyak pemicu dalam pembentukan bekuan. Ia memotong protein plasminogen untuk membentuk plasmin aktif, yang pada gilirannya mendegradasi gumpalan fibrin secara enzimatis (lihat mekanisme 4 pada Gambar 7.2). Ketika tPA mengikat fibrin dalam membentuk gumpalan, kemampuannya mengkonversi plasminogen menjadi plasmin semakin meningkat.

Page 4: Jurnal Acs

Penghambatan Platelet Endogen dan Vasodilatasi

Prostasiklin disintesis dan disekresi oleh sel endotel (lihat mekanisme 5 pada Gambar 7.2), seperti yang dijelaskan dalam Bab 6. Prostasiklin meningkatkan tingkat platelet pada siklus AMP dan dengan demikian sangat menghambat aktivasi dan agregasi platelet. Ia juga secara tidak langsung menghambat terjadinya koagulasi melalui sifat vasodilatasi kuatnya. Vasodilatasi membantu menjaga terhadap trombosis dengan meningkatkan aliran darah (yang meminimalkan kontak antara faktor-faktor prokoagulan) dan dengan mengurangi tegangan geser (suatu inducer aktivasi platelet).

Patogenesis Trombosis Koroner

Biasanya, mekanisme yang ditunjukkan pada Gambar 7.2 berfungsi untuk mencegah pembentukan spontan thrombus intravaskular. Namun, kelainan berhubungan dengan lesi aterosklerotik mungkin membanjiri pertahanan ini dan mengakibatkan trombosis koroner dan oklusi pembuluh darah (Gambar 7.3). Aterosklerosis memberikan kontribusi untuk pembentukan trombus dengan (1) ruptur plak, yang mengekspos elemen darah yang beredar serta zat trombogenik, dan (2) disfungsi endotel dengan hilangnya pelindung antitrombotik normal dan sifat-sifat vasodilator.

Page 5: Jurnal Acs

Ruptur plak aterosklerosis dianggap sebagai pemicu utama trombosis koroner. Penyebab-penyebab terjadinya gangguan plak adalah (1) faktor kimia yang mengguncang lesi aterosklerotik dan (2) tekanan fisik pada lesi yang berkaitan. Seperti dijelaskan dalam Bab 5, plak aterosklerotik terdiri dari inti sarat lemak dikelilingi oleh bungkusan serat eksternal. Zat yang dilepaskan dari peradangan sel dalam plak bisa mengkompromi integritas bungkusan serat tersebut. Sebagai contoh, Limfosit T mengelaborasi γ-interferon yang menghambat sintesis kolagen oleh sel otot polos dan dengan demikian mengganggu kekuatan bungkusan tersebut. Tambahan pula, sel-sel didalam lesi aterosklerotik menghasilkan enzim (cth: metaloproteinase) yang mendegradasi matriks interstitial, secara lanjut mengkompromi stabilitas plak. Suatu plak yang melemah atau dibungkus dengan tipis akan mudah untuk pecah, terutama di bagian "bahu" plak tersebut (di perbatasan dinding arteri yang normal yang mengalami stres sirkumferens tinggi) baik spontan atau dengan kekuatan fisik, seperti tekanan darah intraluminal dan torsi dari pukulan miokard.

ACS kadang terjadi dalam pengaturan pemicu tertentu, seperti aktivitas fisik yang berat atau gangguan emosional. Aktivasi sistem saraf simpatik dalam situasi ini meningkatkan tekanan darah, denyut jantung, dan kekuatan kontraksi ventrikel -tindakan yang mungkin menekankan lesi aterosklerotik, sehingga menyebabkan plak untuk menjadi fisura atau pecah. Selain itu, MI paling mungkin terjadi pada awal jam pagi. Pengamatan ini mungkin berhubungan dengan kecenderungan pada kunci stres fisiologis (seperti tekanan darah sistolik, kekentalan darah, dan tingkat plasma epinefrin) yang paling meningkat pada waktu itu, dan faktor-faktor ini membuatkan plak tersebut untuk pecah.

Setelah pecahnya plak, pembentukan trombus diprovokasi melalui mekanisme yang ditunjukkan pada Gambar 7.3. Pemaparan faktor jaringan dari inti ateromatosa memicu jalur koagulasi, sedangkan paparan kolagen subendotel mengaktifkan platelet. Platelet yang teraktivasi melepaskan isi granul mereka, yang termasuk fasilitator agregasi platelet (cth: adenosin difosfat [ADP] dan fibrinogen), aktivator dari kaskade koagulasi (cth: Faktor Va), dan vasokonstriktor (cth: tromboksan dan serotonin). Perkembangan thrombus intrakoroner, perdarahan intraplak, dan vasokonstriksi semuanya berkontribusi terhadap penyempitan lumen pembuluh darah, menciptakan turbulen aliran darah yang memberikan kontribusi untuk stres geser dan selanjutnya aktivasi platelet.

Endotelium disfungsional, yang jelas bahkan dalam penyakit aterosklerotik koroner ringan, juga meningkatkan kemungkinan pembentuka trombus. Dalam pengaturan disfungsi endotel, jumlah vasodilator yang sedikit (cth: NO dan prostasiklin) dilepaskan dan penghambatan agregasi platelet oleh faktor-faktor ini terganggu, mengakibatkan hilangnya kunci pertahanan terhadap trombosis.

Page 6: Jurnal Acs

Tidak hanya endotelium disfungsional kurang dilengkapi untuk mencegah agregasi platelet, tetapi ia juga kurang mampu menangkal produk vasokonstriksi oleh platelet. Selama pembentukan trombus, vasokonstriksi dipromosikan baik oleh produk platelet (tromboksan dan serotonin) dan oleh trombin dalam gumpalan yang berkembang. Respon normal vaskular platelet yang berkaitan adalah vasodilatasi, karena produk platelet merangsang endotel NO dan perlepasan prostasiklin, suatu pengaruh yang mendahului vasokonstriktor terkait platelet (lihat Gambar 6.4). Namun, kekurangan sekresi vasodilator endotel pada aterosklerosis memungkinkan vasokonstriksi untuk terus berlanjut. Demikian juga, trombin dalam pembentukan gumpalan adalah konstriktor ampuh vaskular otot polos dalam terjadinya endotelium disfungsional. Vasokonstriksi menyebabkan tekanan torsional yang dapat berkontribusi untuk rupture plak atau dapat menutup saluran yang stenosis melalui peningkatan kekuatan arteri. Penurunan aliran darah koroner disebabkan oleh vasokonstriksi juga mengurangi kehilangan protein koagulasi, dengan demikian meningkatkan trombogenisiti.

Signifikan Trombosis Koroner

Pembentukan trombus intrakoroner adalah hasil dalam salah satu dari beberapa hasil potensial (Gambar 7.4). Misalnya, ruptur plak adalah kadang-kadang dangkal, kecil, dan terbatas, sehingga hanya sebagian kecil, trombus nonoklusif terbentuk. Dalam hal ini, trombus ini termasuk ke dalam lesi ateromatosa melalui

Page 7: Jurnal Acs

organisasi fibrosis, atau ia mungkin dilisi dengan mekanisme fibrinolitik alami. Ruptur plak tanpa gejala jenis ini yang berulang dapat menyebabkan permbesaran progresif pada stenosis koroner.

Namun, ruptur plak lebih dalam dapat mengakibatkan eksposur kolagen subendotel yang lebih besar dan faktor jaringan, dengan pembentukan thrombus yang lebih besar yang menyumbat yang lumen saluran darah dengan lebih substansial. Obstruksi tersebut dapat menyebabkan iskemia parah berkepanjangan dan menjadi ACS. Jika trombus intraluminal di lokasi gangguan plak benar-benar menutupi pembuluh darah, aliran darah di luar obstruksi akan berhenti, iskemia berkepanjangan akan terjadi, dan MI (biasanya ST-elevasi MI) akan terjadi. Sebaliknya, jika trombus menyumbat sebagian pembuluh darah (atau jika ia benar-benar menyumbat pembuluh darah tetapi hanya sementara karena rekanalisasi spontan atau dengan bantuan dari vasospasme superimpose), tingkat keparahan dan durasi iskemia akan kurang, dan berkemungkinan menghasilkan NSTEMI kecil atau UA. Perbedaan antara NSTEMI dan UA adalah berdasarkan pada tingkat iskemia dan apakah ia sudah cukup parah untuk menyebabkan nekrosis, diindikasikan dengan adanya biomarker serum tertentu (lihat Gambar. 7.4). Meskipun demikian, NSTEMI dan UA cukup mirip, dan pengelolaan entitas ini adalah sama.

Kadang-kadang, infark non-ST-elevasi mungkin terjadi akibat dari oklusi koroner total. Dalam kasus ini, ada kemungkinan bahwa suplai darah kolateral substansial (lihat Bab 1) membatasi nekrosis, sehingga ST-elevasi MI lebih besar dapat dicegah.

Penyebab Nonaterosklerotik pada Sindrom Koroner Akut

Jarang sekali mekanisme selain pembentukan thrombus akut dapat menyebabkan ACS (Tabel 7.1). Ini harus dicurigai saat ACS terjadi pada pasien muda atau orang tanpa faktor risiko koroner. Sebagai contoh, emboli koroner dari mekanik atau infeksi katup jantung dapat terendap dalam sirkulasi koroner, peradangan dari vaskulitis akut dapat memulai oklusi koroner, atau pasien dengan gangguan jaringan ikat, atau wanita peripartum, jarang mengalami diseksi arteri koroner spontan (robekan pada dinding pembuluh darah, dijelaskan dalam Bab 15). Kadang juga, spasme intens transien koroner dapat mengurangi suplai darah miokard untuk mengakibatkan UA atau infark.

Penyebab lain dari ACS adalah penyalahgunaan kokain. Kokain meningkatkan nada simpatik dengan menghalangi reuptake norepinefrin presinaptik dan dengan meningkatkan pelepasan katekolamin adrenal, yang dapat menyebabkan vasospasme, dan oleh karena itu menurukan suplai oksigen ke miokard. ACS mungkin terjadi karena meningkatnya kebutuhan oksigen miokard akibat stimulasi kokain-induced simpatik miokard (peningkatan denyut jantung dan tekanan darah) dalam menghadapi penurunan suplai oksigen.

Page 8: Jurnal Acs

PATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

MI (STEMI baik atau NSTEMI) terjadi ketika iskemia miokard cukup parah yang menyebabkan nekrosis miosit. Meskipun menurut definisi UA tidak mengakibatkan nekrosis, MI mungkin selanjutnya terjadi jika patofisiologi yang mendasari pola yang tidak stabil pada angina tidak segera diperbaiki.

Selain klasifikasi klinis mereka, infark dapat digambarkan secara patologis oleh tingkat nekrosis yang mereka hasilkan dalam dinding miokard. Infark transmural merangkumi seluruh ketebalan miokardium dan merupakan hasil dari oklusi total berkepanjangan dari arteri koroner epikardial. Sebaliknya, infark subendokard eksklusif melibatkan lapisan paling dalam dari miokardium. Subendokardium ini rentan terhadap iskemia karena ia merupakan zona yang dikenakan tekanan tertinggi dari ruang ventrikel, memiliki beberapa koneksi sampingan yang memberi suplai, dan diperfusi oleh pembuluh darah yang harus melewati banyak lapisan miokardium yang berkontraksi.

Infark merupakan puncak dari kaskade peristiwa, yang diinisiasi oleh iskemia, yang berlangsung dari fase berpotensi reversible kepada kematian sel ireversibel. Miokardium yang disuplai secara langsung oleh pembuluh darah yang tersumbat bisa mati dengan cepat. Namun, jaringan yang berdekatan mungkin tidak nekrosis dengan segera karena mungkin cukup diperfusi oleh pembuluh darah paten yang terdekat. Namun, sel-sel tetangga bisa menjadi semakin iskemik dari waktu ke waktu, karena permintaan untuk oksigen terus berlaku dengan menghadapi penurunan suplai oksigen. Dengan demikian, daerah infark mungkin selanjutnya melebar kearah luar. Jumlah jaringan yang pada akhirnya mati akibat infark berkaitan dengan (1) massa miokardium yang diperfusi oleh pembuluh darah yang tersumbat, (2) besarnya dan durasi aliran darah koroner yang terganggu, (3) permintaan oksigen pada daerah yang terkena dampak, (4) kecukupan dari pembuluh

Page 9: Jurnal Acs

darah kolateral yang menyediakan aliran darah dari arteri koroner nonoklusi berdekatan, dan (5) tingkat respon jaringan yang mengubah proses iskemik.

Perubahan patofisiologis yang terjadi selama MI terbagi pada dua tahap: perubahan awal pada saat infark akut dan perubahan akhir selama penyembuhan miokard dan renovasi.

Perubahan Awal Pada Infark

Perubahan awal termasuk evolusi histologis dari infark dan dampak fungsional kekurangan oksigen pada kontraktilitas miokard. Perubahan ini berujung pada nekrosis coagulatif dari miokardium dalam waktu 2 hingga 4 hari.

Perubahan Seluler

Oleh karena kadar oksigen menurun pada miokardium yang disuplai oleh pembuluh koroner yang tersumbat, terjadinya perubahan cepat dari metabolisme aerobik ke anaerob (Gambar 7.5). Karena mitokondria tidak lagi bisa mengoksidasi lemak atau produk glikolisis, produksi energi tinggi fosfat menurun secara dramatis dan glikolisis anaerobik menyebabkan akumulasi asam laktat. Hal ini menyebabkan menjadi pH rendah.

Selanjutnya, kurangnya energi tinggi fosfat seperti adenosin trifosfat (ATP) mengganggu transmembran Na+ - K+ ATPase, dengan elevasi konsentrasi intraseluler Na+ dan ekstraseluler K+. Meningkatnya intraseluler Na+ memberikan kontribusi kepada edema seluler. Kebocoran membran dan meningkatnya konsentrasi

Page 10: Jurnal Acs

ekstraselular K+ mengkontribusi pada perubahan potensial listrik transmembran, menjadi predisposisi miokardium terkena aritmia. Kalsium intraseluler terakumulasi dalam miosit yang rusak diperkirakan berkontribusi ke jalur umum penghancuran sel melalui aktivasi degradatif lipase dan protease.

Secara kolektif, perubahan metabolic ini menurunkan fungsi miokard sedini 2 menit berikutan terjadinya trombosis oklusif. Tanpa intervensi, cedera sel ireversibel terjadi 20 menit kemudian dan ditandai dengan pembentukan membrane defek. Enzim proteolitik yang bocor dapat melintasi membran miosit yang telah berubah, merusak miokardium yang berdekatan, dan rilisnya makromolekul tertentu ke dalam sirkulasi berfungsi sebagai penanda klinis infark akut.

Edema miokardium berkembang dalam tempoh 4 hingga 12 jam, oleh karena permeabilitas pembuluh darah meningkat dan tekanan onkotik interstitial meningkat (karena dari kebocoran protein intraseluler). Perubahan awal histologis pada cedera ireversibel adalah wavy myofibers, yang muncul sebagai edema interseluler yang memisahkan sel-sel miokard yang ditarik oleh miokard disekitarnya (Gambar 7.6). Jalur kontraksi bisa sering terlihat berdekatan perbatasan infark: sarkomer berkontraksi dan berkonsolidasi dan muncul sebagai sabuk eosinofilik terang.

Respon inflamasi akut, dengan infiltrasi neutrofil, bermula setelah sekitar 4 jam dan terus membuat kerusakan jaringan lebih lanjut. Dalam tempoh 18 hingga 24 jam, nekrosis koagulasi menjadi jelas dengan nuclei pyknotic dan sitoplasma eosinophilic, dapat dilihat dengan mikroskop cahaya. Perubahan awal ini ditunjukkan pada Gambar 7.6 dan dirangkum dalam Tabel 7.2.

Perubahan Gross

Perubahan morfologi gross tidak muncul sehingga 18 hingga 24 jam setelah oklusi koroner, meskipun teknik pewarnaan tertentu (cth: tetrazolium) mengizinkan ahli patologi untuk mengidentifikasi daerah infark sebelumnya. Paling sering, iskemia dan infark dimulai pada subendokardium dan kemudian menjalar secara lateral dan ke luar menuju epikardium tersebut.

Perubahan Akhir Pada Infark

Perubahan patologis akhir dalam perjalanan akut MI (lihat Tabel 7.2) meliputi (1) kehilangan miokardium nekrotik dan (2) pengendapan kolagen untuk membentuk jaringan parut.

Miosit yang luka secara irreversibel tidak beregenerasi; bahkan, sel-selnya akan dihapus dan digantikan oleh jaringan fibrosa. Makrofag menyerang miokardium yang meradang tidak lama setelah neutrofil menginfiltrasi dan mengangkat jaringan nekrotik. Periode resorpsi jaringan ini disebut yellow softening karena unsur-unsur jaringan ikat dihancurkan dan dihapus bersamaan dengan sel

Page 11: Jurnal Acs

miokard yang mati. Penghapusan oleh fagositosis, dikombinasikan dengan penipisan dan dilatasi zona infark, menghasilkan kelemahan pada struktur dinding ventrikel dan kemungkinan miokard dinding pecah pada tahap ini. Fibrosis kemudian terjadi, dan jaringan parut selesai terbentu 7 minggu setelah infark (lihat Gambar 7.6).

Page 12: Jurnal Acs

Perubahan Fungsional

Gangguan Kontraktilitas dan Kepatuhan

Penghancuran sel miokard fungsional pada infark secara cepat mengarah kepada gangguan kontraksi ventrikel (disfungsi sistolik). Output jantung secara lanjut dikompromikan karena sinkron kontraksi miosit telah hilang. Istilah spesifik digunakan untuk menggambarkan jenis kelainan gerakan dinding yang dapat terjadi. Daerah yang kurang berkontraksi disebut hypokinetik, segmen yang tidak berkontraksi sama sekali disebut akinetik, dan daerah diskinesia adalah salah satu yang menonjol keluar selama kontraksi dari sisa bagian fungsional dari ventrikel.

Selama ACS, ventrikel kiri juga dikompromikan oleh disfungsi diastolik. Iskemia dan/atau infark merusak relaksasi diastolik (suatu proses yang tergantung energi; lihat Bab 1), yang mengurangi kepatuhan ventrikel dan memberikan kontribusi kepada peningkatan tekanan pengisian ventrikel.

Stunned Myocardium

Iskemia miokard transien kadang bisa menghasilkan periode disfungsi kontraktil yang sangat lama, namun secara bertahap reversible. Misalnya, seperti yang dijelaskan dalam Bab 6, stunned myocardium adalah jaringan yang menunjukkan disfungsi sistolik berpanjangan setelah episode iskemia diskrit yang berat, meskipun restorasi aliran darah sudah memadai, dan secara bertahap mendapatkan kembali kekuatan kontraktil dari beberapa hari hingga beberapa minggu kemudian. Stunning mungkin memainkan peran penting pada pasien dengan UA atau miokardium berdekatan dengan daerah suatu infark akut. Dalam kedua kasus, disfungsi kontraktil

Page 13: Jurnal Acs

ventrikel berpanjangan pada segmen yang terkena mungkin jelas setelah kejadian, mensimulasi jaringan infark. Namun, jika jaringan hanya tertegun dan bukan nekrotik, yang fungsinya akan pulih dari waktu ke waktu.

Preconditioning Iskemik

Iskemik yang singkat ke suatu daerah miokardium dapat membuat jaringan daerah tersebut lebih tahan terhadap episode berikutnya, suatu fenomena yang disebut ischemic preconditioning. Relevansi klinis adalah bahwa pasien yang mengalami MI dalam konteks pengalaman angina baru yang sebelumnya mempunyai morbiditas dan mortalitas yang lebih rendah daripada mereka yang sebelumnya tidak pernah mengalami episode iskemik. Mekanisme fenomena ini tidak diketahui tetapi sepertinya melibatkan beberapa jalur sinyal. Zat yang dilepaskan selama iskemia, termasuk adenosin dan bradikinin, diyakini pemicu utama jalur tersebut.

Ventricular Remodeling

Setelah terjadinya MI, perubahan geometri otot ventrikel berlaku pada kedua daerah infark dan tidak infark. Perubahan tersebut di ruang ukuran dan ketebalan dinding mempengaruhi jangka panjang fungsi jantung dan prognosis.

Pada awal periode pasca-MI, perluasan infark dapat terjadi, dimana segmen ventrikel yang terkena membesar tanpa tambahan miosit yang nekrosis. Perluasan infark merupakan penipisan dan dilatasi zona nekrotik jaringan, kemungkinan besar karena "selip" antara serat otot, sehingga volume miosit menurun pada daerah tersebut. Perluasan infark merugikan karena ia meningkatkan ukuran ventrikel, yang (1) menambah stres dinding, (2) merusak fungsi kontraktil sistolik, dan (3) meningkatkan kemungkinan pembentukan aneurisma.

Selain perluasan awal infark pada daerah berkenaan, remodeling ventrikel juga melibatkan dilatasi segmen yang yang tidak infark yang harus berkerja lebih, yang turut meningkatkan stres dinding. Dilatasi ini dimulai pada awal periode postinfark dan berterusan selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Awalnya, ruang dilatasi berperan sebagai kompensasi karena ia meningkatkan curah jantung melalui Frank-Starling Mekanisme (lihat Bab 9), namun pembesaran progresif akhirnya dapat menyebabkan gagal jantung dan predisposisi untuk ventrikel aritmia.

Kesan sampingan remodelling ventrikel dapat dimodifikasi oleh intervensi tertentu. Pada saat berlakunya infark, misalnya, terapi reperfusi dapat membatasi luas infark dan karena itu mengurangi kemungkinan perluasan infark. Selain itu, obat yang mengganggu sistem renin-angiotensin telah terbukti mengurangkan remodeling progresif dan untuk mengurangi angka kematian jangka pendek dan jangka panjang setelah infark (seperti yang dibahas kemudian dalam bab ini).