Translate Jurnal Acs Anestesi

76
Pedoman AHA 2010 untuk CPR dan ECC dalam mengevaluasi dan mengelola sindrom koroner akut (ACS) yang bertujuan untuk menentukan ruang lingkup pelatihan untuk penyedia layanan kesehatan yang merawat pasien dengan dugaan ACS atau ACS yang sudah pasti dalam jam pertama setelah timbulnya gejala. Pedoman ini meringkas pengeluaran rumah sakit, departemen emergensi (ED), dan topik-topik awal perawatan relevan yang terkait dengan diagnosis dan stabilisasi awal dan tidak dimaksudkan untuk memandu pengobatan diluar departemen emergensi. Penyedia keadaan emergensi harus menggunakan ini dalam melengkapi rekomendasi lainnya dari ACC/AHA, yang digunakan di seluruh Amerika Serikat dan Canada. 1-3 Beberapa pedoman, merekomendasikan secara umum bahwa hal ini harus dipertimbangkan dalam konteks sumber daya lokal dan aplikasi mereka kepada pasien oleh penyedia layanan kesehatan yang berpengetahuan. Para penyedia layanan kesehatan mengelola pasien yang paling cocok untuk menentukan strategi pengobatan yang paling tepat. Tujuan utama terapi pada pasien dengan ACS adalah untuk: Mengurangi jumlah nekrosis miokard yang terjadi pada pasien dengan Infark Miokard Akut (AMI), sehingga melestarikan fungsi ventrikel kiri (LV), mencegah kegagalan jantung, dan membatasi komplikasi kardiovaskular lainnya.

description

zz

Transcript of Translate Jurnal Acs Anestesi

Pedoman AHA 2010 untuk CPR dan ECC dalam mengevaluasi dan mengelola sindrom koroner akut (ACS) yang bertujuan untuk menentukan ruang lingkup pelatihan untuk penyedia layanan kesehatan yang merawat pasien dengan dugaan ACS atau ACS yang sudah pasti dalam jam pertama setelah timbulnya gejala. Pedoman ini meringkas pengeluaran rumah sakit, departemen emergensi (ED), dan topik-topik awal perawatan relevan yang terkait dengan diagnosis dan stabilisasi awal dan tidak dimaksudkan untuk memandu pengobatan diluar departemen emergensi. Penyedia keadaan emergensi harus menggunakan ini dalam melengkapi rekomendasi lainnya dari ACC/AHA, yang digunakan di seluruh Amerika Serikat dan Canada.1-3 Beberapa pedoman, merekomendasikan secara umum bahwa hal ini harus dipertimbangkan dalam konteks sumber daya lokal dan aplikasi mereka kepada pasien oleh penyedia layanan kesehatan yang berpengetahuan. Para penyedia layanan kesehatan mengelola pasien yang paling cocok untuk menentukan strategi pengobatan yang paling tepat.Tujuan utama terapi pada pasien dengan ACS adalah untuk: Mengurangi jumlah nekrosis miokard yang terjadi pada pasien dengan Infark Miokard Akut (AMI), sehingga melestarikan fungsi ventrikel kiri (LV), mencegah kegagalan jantung, dan membatasi komplikasi kardiovaskular lainnya. Mencegah peristiwa besar yang merugikan jantung: kematian, nonfatal Infark Miokard, dan kebutuhan mendesak untuk revaskularisasi. Terapi akut, komplikasi yang mengancam jiwa dari ACS, seperti Ventrikel Fibrilasi (VF), Ventrikel Takikardia (VT), takikardia tidak stabil, simptomatik bradikardia, edema paru, syok kardiogenik dan komplikasi mekanik komplikasi dari AMI. Perawatan yang direkomendasikan untuk pasien ACS adalah diilustrasikan pada (Gambar 1), Algoritma sindrom koroner akut. Dalam hal ini, singkatan "AMI" mengacu pada miokard infark akut, apakah terkait dengan ST-elevasi miokard infark (STEMI) atau non-ST-elevasi miokard infark (NSTEMI). Diagnosis dan pengobatan AMI. Namun, seringkali berbeda pada pasien dengan STEMI dibandingkan NSTEMI.

Manajemen Pra-Rumah Sakit

Pasien dan Penyedia Kesehatan ACS (Gambar 1)Diagnosis dan pengobatan memberikan manfaat besar bagi penyelamatan infark miokard pada jam-jam pertama STEMI. Manajemen awal berfokus pada angina tidak stabil dan NSTEMI untuk mengurangi efek samping dan meningkatkan perbaikan.4 Dengan demikian, sangat penting bahwa penyedia layanan kesehatan mengenali pasien dengan potensi ACS dalam rangka untuk memulai evaluasi, triase yang tepat, dan manajemen secepat mungkin dalam kasus STEMI. Pengakuan ini juga memungkinkan untuk pemberitahuan cepat dari rumah sakit penerima dan persiapan untuk terapi reperfusi. Penundaan terapi terjadi dalam 3 interval: dari timbulnya gejala sampai pengakuan pasien, selama transportasi pra-rumah sakit, dan selama evaluasi gawat darurat. Penundaan pasien dengan ACS dan aktivasi sistem pelayanan medis emergensi (EMS) sering merupakan periode terpanjang untuk menunda terapi.5 Sehubungan dengan pengakuan pra-rumah sakit dari ACS, banyak masalah telah diidentifikasi sebagai faktor utama dalam penundaan perawatan pra-rumah sakit, termasuk usia yang lebih tua,6 minoritas ras dan etnis,7,8 jenis kelamin perempuan, status sosial ekonomi rendah 9, 10,11 dan pengaturan hidup soliter.7,12 Penundaan berbasis rumah sakit pada pasien ACS non-klasik dan masalah diagnostik lainnya dalam mencegah kesalahan penafsiran data pasien dan tidak efisiennya sistem perawatan dari rumah sakit.9,13-16 Gejala ACS dapat digunakan dalam kombinasi informasi penting lainnya (biomarker, faktor risiko, EKG, dan tes diagnostik lainnya) dalam membuat triase dan beberapa keputusan pengobatan dalam pengeluaran rumah sakit dan pengaturan gawat darurat. Gejala AMI mungkin lebih intens dari angina dan paling sering bertahan selama waktu yang cukup lama (misalnya, lebih dari 15-20 menit). Gejala klasik yang terkait dengan ACS adalah nyeri dada, tetapi gejala juga dapat mencakup rasa tidak nyaman di area lain tubuh bagian atas, sesak napas, berkeringat, mual, muntah, dan pusing. Paling sering pasien akan mengeluhkan nyeri dada atau rasa tidak nyaman di tubuh bagian atas dan dyspnea sebagai gejala dominan disertai dengan diaforesis, mual, muntah, dan pusing.17-19 Diaphoresis terisolasi, mual, muntah, atau pusing yang dominan biasanya tidak memberikan gejala.20 Gejala atipikal lebih sering terjadi pada wanita, orang tua, dan pasien diabetes.21-23 Pemeriksaan fisik pasien dengan ACS seringkali normal.Edukasi publik meningkatkan kesadaran pasien dan pengetahuan tentang gejala ACS, namun hanya memberikan efek sementara pada saat presentasi.24,25 Untuk pasien yang berisiko ACS (dari keluarga pasien), dokter perawatan primer dan penyedia layanan kesehatan lainnya harus mempertimbangkan untuk membahas penggunaan aspirin yang tepat dan aktivasi sistem Pelayanan Medis Emergensi. Selanjutnya, lokasi rumah sakit terdekat yang menawarkan perawatan kardiovaskular darurat selama 24 jam dapat dimasukkan dalam diskusi ini. Pedoman sebelumnya telah merekomendasikan bahwa pasien, anggota keluarga, atau pendamping mengaktifkan sistem Pelayanan Medis Emergensi bukan memanggil mereka dokter atau pergi ke rumah sakit saat terjadi nyeri dada atau memburuk 5 menit setelah minum nitrogliserin 1 tablet.2

Perawatan Awal Sistem Pelayanan Medis Emergensi (Gambar 1, Box 2)Setengah pasien yang meninggal dari ACS melakukannya sebelum mencapai rumah sakit. VF atau VT adalah serangan jantung pencetus irama di sebagian besar kematian ini, 26,27 dan kemungkinan besar berkembang pada fase awal ACS.28 Komunitas harus mengembangkan program-program untuk merespon keadaan darurat pada jantung yang meliputi pengakuan yang cepat dari gejala ACS oleh pasien dan pendamping serta dengan pelayanan kesehatan dan penyedia keamanan publik dan aktivasi awal sistem Pelayanan Medis Emergensi. Fitur tambahan dari program tersebut termasuk CPR untuk pasien dengan serangan jantung dan akses cepat penggunaan Defibrilator Eksternal Otomatis (AED) melalui Komunitas Program Darurat.29 Personil rujukan dari pusat harus dididik dalam penyediaan instruksi CPR untuk pertolongan pertama sebelum kedatangan sistem Pelayanan Medis Emergensi. Penyedia sistem Pelayanan Medis Emergensi harus dilatih untuk merespon keadaan darurat kardiovaskular, termasuk ACS dan akut komplikasi.Personil pusat rujukan emergensi dapat memberikan instruksi kepada pasien atau penelepon sebelum kedatangan sistem Pelayanan Medis Emergensi. Karena aspirin harus diberikan sesegera mungkin setelah onset gejala untuk pasien yang diduga ACS, hal tersebut wajar bagi sistem Pelayanan Medis Emergensi untuk menginstruksikan pasien tanpa riwayat alergi aspirin dan tanpa adanya tanda-tanda perdarahan gastrointestinal aktif baru-baru ini untuk mengunyah aspirin (160-325 mg) sambil menunggu kedatangan sistem penyedia Pelayanan Medis Emergensi (Kelas IIa, LOE C).30-35 Penyedia Pelayanan Medis Emergensi harus akrab dengan penyajian ACS dan dilatih untuk menentukan waktu onset gejala. Penyedia Pelayanan Medis Emergensi harus memantau tanda-tanda vital dan irama jantung dan bersiaplah untuk memberikan CPR dan defibrilasi jika diperlukan.Penyedia Pelayanan Medis Emergensi mengelola oksigen selama penilaian awal dari pasien yang diduga ACS. Namun, ada bukti yang cukup untuk mendukung penggunaan rutin dalam ACS. Jika pasien sesak napas, hipoksemia, atau memiliki tanda-tanda gagal jantung, penyedia harus memberikan terapi titrasi, berdasarkan pemantauan saturasi oksihemoglobin, untuk 94% (Kelas I, LOE C).36Penyedia Pelayanan Medis Emergensi harus mengelola aspirin nonenterik (160 [Kelas I, LOE B] 325 mg [Kelas I, LOE C]). Pasien harus mengunyah tablet aspirin untuk mempercepat penyerapan.30,37-39 Penyedia Pelayanan Medis Emergensi harus mengelola hingga 3 dosis nitrogliserin (tablet atau semprot) dengan interval 3-5 menit. Nitrat merupakan kontraindikasi pada pasien dengan tekanan sistolik awal < 90 mmHg atau 30 mmHg dan pada pasien dengan infark ventrikel kanan.40-42 Disarankan pada pasien STEMI, harus dilakukan pemeriksaan EKG untuk mengevaluasi infark ventrikel kanan. Pemberian nitrat harus sangat hati-hati pada pasien STEMI inferior dan diduga adanya keterlibatan ventrikel kanan (RV) karena pasien ini membutuhkan preload yang memadai. Nitrat juga kontraindikasi pada pasien dengan phosphodiesterase-5 (PDE-5) inhibitor dalam waktu 24 jam.43 Morfin diindikasikan pada STEMI apabila nyeri dada tidak responsif terhadap nitrat (Kelas I, LOE C); morfin harus digunakan dengan hati-hati pada angina tidak stabil (UA)/NSTEMI karena asosiasi dengan meningkatnya mortalitas (Kelas IIa, LOE C) .44 Efikasi analgesik lain tidak diketahui.

EKG Pra-Rumah Sakit (Gambar 1) 12-lead EKG pra-rumah sakit dapat mempercepat diagnosis, mempersingkat waktu untuk reperfusi (fibrinolitik45-52 atau Intervensi Primer Percutaneous Koroner [PPCI]53-60). Personil Pelayanan Medis Emergensi harus secara rutin melakukan pemeriksaan EKG sesegera mungkin bagi semua pasien yang menunjukkan tanda-tanda dan gejala ACS. EKG dapat menjadi interpretasi jarak jauh oleh dokter atau paramedis terlatih untuk STEMI dengan atau tanpa bantuan interpretasi komputer. Pemberitahuan terlebih dahulu harus diberikan kepada penerima rumah sakit untuk pasien STEMI (Kelas I, LOE B).Pelaksanaan program diagnostik 12-lead EKG bersamaan dengan pemeriksaan medis sangat dianjurkan (Kelas I, LOE B). Personil pra-rumah sakit dapat secara akurat mengidentifikasi elevasi segmen ST dari 12-lead EKG.47,50,61-74 Jika penyedia tidak dilatih untuk interpretasi 12-lead EKG, dapat di transmisi EKG atau laporan komputer untuk dapat diterima di rumah sakit yang dianjurkan (Kelas I, LOE B).

Fibrinolitik Pra Rumah SakitUji klinis telah menunjukkan manfaat fibrinolisis sesegera mungkin setelah onset iskemik tipe nyeri dada pada pasien STEMI atau dengan Left Bundle Branch Blok (LBBB).75,76 Beberapa peneliti77-79 telah mendokumentasikan untuk mengurangi waktu administrasi fibrinolitik dan tingkat kematian menurun ketika terapi fibrinolitik diberikan pada pasien STEMI. Dokter di Grampian Region Awal Anistreplase Trial (GREAT) memberikan terapi fibrinolitik untuk pasien di rumah yaitu 130 menit lebih awal dari pada pasien di rumah sakit dengan kedua pengurangan 50% kematian di rumah sakit dan lebih besar 1 tahun dan 5 tahun kelangsungan hidup pada mereka.79-81 Meta-analisis telah menunjukkan berkurangnya mortalitas dan hasil yang lebih baik dengan fibrinolisis pra-rumah sakit terlepas dari pelatihan dan pengalaman.75,77 Fibrinolisis pra-rumah sakit merupakan strategi reperfusi yang memilih agen fibrinolitik dan harus dimulai sesegera mungkin, sebaiknya dilakukan dalam waktu 30 menit pertama (Kelas I, LOE A). Sangat disarankan bahwa sistem yang mengelola fibrinolitik dalam pengaturan pra-rumah sakit termasuk beberapa fitur: daftar fibrinolitik, 12-lead EKG akuisisi dan interpretasi, pengalaman dalam mendukung kehidupan canggih, komunikasi dengan penerima institusi, direktur medis dengan pelatihan dan pengalaman dalam manajemen STEMI, dan peningkatan mutu berkelanjutan (Kelas I, LOE C).

Triase dan Transfer

Triase Pra-Rumah Sakit dan Pelayanan Medis Emergensi Rumah SakitPada sekitar 40% pasien dengan infark miokard, penyedia Pelayanan Medis Emergensi menetapkan kontak medis pertama.82,83 Pada pasien ini, kemampuan untuk mengidentifikasi STEMI pada pengaturan pra-rumah sakit memungkinkan untuk pertimbangan tertentu pada tujuan rumah sakit. Triase langsung dari tempat kejadian ke rumah sakit PCI dapat mengurangi waktu untuk terapi definitif dan akan meningkatkan hasil. Dalam sejarah besar uji klinis yang terkontrol, angka kematian berkurang secara signifikan (8,9% vs 1,9%) ketika waktu transportasi kurang dari 30 menit.84 Peningkatan pengeluaran rumah sakit dengan Pelayanan Medis Emergensi dimulai dari pengalihan ke rumah sakit yang mampu melakukan PCI dapat memberikan hasil yang buruk bagi rumah sakit. Jika PCI merupakan metode yang dipilih untuk reperfusi pra-rumah sakit pasien STEMI, dan wajar untuk membawa pasien langsung ke fasilitas PCI terdekat, melewati Departemen Emergensi (DE) yang lebih dekat, dalam sistem di mana interval waktu antara kontak medis pertama < 90 menit dan transportasi relatif singkat (yaitu < 30 menit) (Kelas IIa, LOE B).Pada pasien dalam waktu 2 jam dari onset gejala atau ketika tertundanya PCI maka harus diantisipasi, terapi fibrinolitik dapat direkomendasikan. Dalam keadaan ini terapi fibrinolitik memiliki hasil yang setara atau lebih baik dibandingkan dengan PCI, terutama ketika manfaat risiko perdarahan yang menguntungkan (misalnya, usia muda, miokard infark lokasi anterior) (Kelas 1, LOE B).85,86

Transfer diantara FasilitasRumah Sakit dan Departemen Emergensi harus jelas mengidentifikasi kriteria untuk transfer pasien ke fasilitas PCI dengan cepat. Hal ini termasuk pasien untuk terapi fibrinolitik atau pada keadaan syok kardiogenik (Kelas I, LOE C).1 Keberangkatan dalam waktu < 30 menit direkomendasikan oleh ACC/AHA.2 Pasien berisiko tinggi yang telah menerima reperfusi primer dengan terapi fibrinolitik adalah wajar (Kelas IIa, LOE B) .87,88

Sistem PerawatanPendekatan terorganisir dengan baik untuk perawatan STEMI membutuhkan integrasi masyarakat, Pelayanan Medis Emergensi, dokter, dan sumber daya rumah sakit. Sistem perawatan STEMI yang paling tepat dimulai "pada telepon" dengan aktivasi Pelayanan Medis Emergensi. Masalah berbasis rumah sakit termasuk Protokol Departemen Emergensi, aktivasi laboratorium kateterisasi jantung, dan masuk ke unit perawatan intensif koroner. Di rumah sakit PCI "STEMI" mampu direncanakan aktivasi yang sangat penting. Termasuk komponen pra-rumah sakit yaitu EKG dan pemberitahuan dari penerima fasilitas,45-60 dan aktivasi tim katerisasi jantung untuk mempersingkat waktu reperfusi54,59,82,89-92 dan petugas rumah sakit lainnya yang penting untuk pengobatan dan alokasi sumber daya. Perbaikan kualitas yang melibatkan Pelayanan Medis Emergensi dan penyedia perawatan pra-rumah sakit penting untuk mencapai waktu reperfusi optimal selanjutnya. Jaminan kualitas, waktu umpan balik, dan pendidikan penyedia layanan kesehatan juga dapat mengurangi waktu untuk terapi pada STEMI.89,93-97 Keterlibatan kepemimpinan rumah sakit dalam proses dan komitmen untuk mendukung akses cepat terhadap terapi reperfusi STEMI merupakan faktor penting yang terkait dalam kesuksesan program ini.Jika dokter Departemen Emergensi mengaktifkan protokol reperfusi STEMI, termasuk tim kateterisasi jantung, terlihat pada penurunan yang signifikan dalam waktu reperfusi, dan tingkat "positif palsu" aktivasi yang jarang terjadi, mulai dari 0% sampai 14% .89,93,95,96,98-107

Evaluasi Departemen Emergensi dan Risiko Stratifikasi (Gambar 1, Kotak 3 dan 4)

Penilaian Terfokus dan Risiko Stratifikasi EKGPenyedia Departemen Emergensi (DE) harus cepat menilai pasien dengan kemungkinan adanya ACS. Idealnya dalam waktu 10 menit dari kedatangan penyedia DE, monitor harus sudah melekat pada pasien dan hasil 12-lead EKG sudah ada (jika tidak selesai paada pra-rumah sakit).108 Evaluasi harus fokus pada nyeri dada, kombinasi tanda dan gejala, riwayat penyakit jantung, faktor risiko ACS, dan sejarah mungkin menghalangi penggunaan fibrinolitik atau terapi lainnya. Sekarang ini evaluasi harus efisien karena jika pasien memiliki STEMI, tujuan reperfusi adalah untuk mengelola fibrinolitik dalam waktu 30 menit dari awal kedatangan (selang 30 menit dari rumah sampai mendapat pengobatan) atau untuk memberikan PCI dalam waktu 90 menit dari kedatangan (selang 90 menit) (Kelas I, LOE A).Penundaan selama periode evaluasi di rumah sakit mungkin dapat dilakukan dari data EKG dan dari keputusan untuk mendapat obat (atau PCI). Empat poin terapi utama di rumah sakit sering disebut sebagai "4 D's. "109 Semua penyedia harus fokus dalam meminimalkan penundaan masing-masing poin. Waktu transportasi pra-rumah sakit hanya 5% dari penundaan waktu pengobatan; Evaluasi DE merupakan 25% sampai 33% dari penundaan.3,109-111Pemeriksaan fisik dilakukan untuk membantu diagnosis, menyingkirkan penyebab lain dari gejala-gejala pasien dan mengevaluasi komplikasi yang berhubungan dengan ACS. Meskipun adanya tanda-tanda dan gejala dapat meningkatkan kecurigaan klinis ACS, kombinasi tanda dan gejala klinis saja tidak mendukung untuk mengkonfirmasi diagnosis.17-19,112Bila pasien datang dengan gejala dan tanda-tanda ACS, dokter akan menggunakan hasil EKG (Gambar 1, Kotak 4) untuk mengklasifikasikan pasien ke 1 dari 3 kelompok:1. Segmen ST elevasi atau diduga LBBB (Kotak 5) ditandai Artikel Baru segmen ST elevasi di lead 2 atau lebih yang berdekatan dan diklasifikasikan sebagai segmen ST elevasi MI (STEMI). Nilai ambang batas untuk segmen ST elevasi konsisten dengan STEMI adalah J-titik elevasi 0,2 mV (2 mm) di lead V2 dan V3 dan 0,1 mV (1 mm) di semua timbel (laki-laki 40 tahun); J-titik elevasi 0,25 mV (2,5 mm) di lead V2 dan V3 dan 0,1 mV (1 mm) di semua timbel (tua laki-laki 0,5 mm (0,05 mV) atau Dinamis Gelombang T-inverted rasa nyeri atau ketidaknyamanan (Kotak 9) diklasifikasikan sebagai UA/NSTEMI. Segmen ST elevasi yang tidak menetap atau sementara yaitu 0,5 mm untuk < 20 menit juga termasuk dalam kategori ini. Ambang nilai untuk segmen ST depresi konsisten dengan iskemia Adalah Titik-J depresi 0,05 mV (-.5 mm) di lead V2 Dan V3 Dan -0.1 mV (-1 mm) di semua timbel (laki-laki dan perempuan).1133. EKG nondiagnostik yang normal atau mendekati normal (yaitu, segmen ST nonspesifik atau adanya perubahan gelombang T, Kotak 13). EKG nondiagnostik ini meyakinkan adanya iskemia, membutuhkan stratifikasi risiko lebih lanjut. Klasifikasi ini mencakup pasien dengan EKG normal dan dengan segmen ST deviasi < 0,5 mm (0,05 mV) atau gelombang T-inverted dari 0,2 mV. Kategori EKG ini disebut dengan istilah nondiagnostik.

Interpretasi dari 12-lead EKG merupakan kunci dalam hal menetukan diagnosis ini, tidak hanya untuk klasifikasi penyakit ini tetapi juga untuk pemilihan manajemen diagnostik dan strategi yang paling tepat. Tidak semua penyedia terampil dalam menginterpretasikan EKG; sebagai konsekuensi, penggunaan EKG dibantu dengan interpretasi komputer yang telah dipelajari. Sementara ahli intepretasi EKG sangat ideal, interpretasi EKG dibantu dengan komputer mungkin dapat bermanfaat, khususnya dalam membantu dokter yang berpengalaman untuk menentukan diagnosis (Kelas IIa, LOE B).

Biomarker JantungPemeriksaan biomarker jantung secara serial sering diperoleh selama mengevaluasi pasien yang diduga ACS. Troponin jantung adalah biomarker yang disukai dan lebih sensitif dibandingkan creatine kinase isoenzim (CK-MB). Troponin jantung berguna dalam diagnosis, stratifikasi risiko dan penentuan prognosis. Kadar troponin yang meningkat berkorelasi dengan peningkatan risiko kematian, dan peningkatan yang lebih besar akan memberikan prognosis yang lebih besar pula.114 Pada pasien dengan terapi reperfusi STEMI seharusnya tidak ditunda hanya untuk menunggu hasil biomarker. Keterbatasan pada pemeriksaan biomarker jantung yaitu tidak sensitif selama 4 sampai 6 jam pertama kecuali apabila nyeri persisten yang terus menerus sudah ada selama 6 sampai 8 jam. Oleh karena itu, biomarker jantung tidak berguna pada keadaan pra-rumah sakit.115-120 Dokter harus memperhitungkan waktu gejala onset dan sensitivitas, presisi, dan hasil normal dari tiap rumah sakit, serta kinetika pelepasan dan pembersihan dari biomarker yang diperiksa. Jika biomarker yang awalnya negatif dalam waktu 6 jam dari onset gejala, disarankan agar biomarker harus diperiksa kembali antara 6 sampai 12 jam setelah onset gejala (Kelas I, LOE A).Diagnosis infark miokard bisa ditegakkan berdasarkan gejala klinis atau ditemukan abnormal EKG yaitu tanda iskemik dan biomarker jantung yang meningkat diatas persentil 99 dari batas tertinngi menggunakan test dengan ketelitian CV 10%.Fakta ini tidak cukup mendukung untuk menggunakan troponin point-of-care testing (POCT) baik di dalam atau luar rumah sakit. Bukti ini juga tidak cukup untuk penggunaan myoglobin, natriuretic peptide (BNP), NT-proBNP, D-dimer, C-reactive protein, ischemia-modified albumin pregnancy-associated plasma protein A (PAPP-A) or interleukin-6 in isolation.

Simptom mengarah kepada iskemia atau infarkPenilaian data tatalaksana EMS dan persiapan rumah sakit:Monitor, lakukan ABC. Siapkanbdiri untuk melakukan RJP dan defibrilasiBerikan aspirin dan jika diperlukan berikan oksigen, nitrogliserin, dan morfinJika ada, pasang EKG 12-sandapan, jika ada ST elevasiInformasikan rumah sakit, catat waktu onset dan kontak pertama dengan tim medisRumah sakit yang dituju harus memobilisasi sumber daya untuk perawatan STEMIJika akan dilakukan fibrinolisis pre-hospital, periksa ceklis fibrinolitikPenilaian ED segera ( 180 mmHg, TD diastolik > 110 mmHg Riwayat Stroke Iskemik >3 bulan Trauma atau RJP lama (>10 menit) atau operasi besar 75 prosedur PCI per tahun ) dalam center yang lebih besar ( laboratorium melakukan lebih dari 200 PCI prosedurper tahun, yang setidaknya 36 adalah PCI untuk STEMI ). Pasien STEMI berisiko tinggi , " Late onset " ( yaitu ,3 jam sejak timbulnya gejala STEMI ), dan individu dengan kontraindikasi fibrinolisis, harus dilakukan PCI juga. Dan, tentu saja, jika diagnosis STEMI diragukan, sebaiknya dilakukan angiografi koroner diikuti oleh PCI Strategi diagnostik dan terapeutik adalah yang paling sesuai.Meskipun PCI mungkin menawarkan hasil meningkat setelah fibrinolisis, teknik berbasis kateter harus diterapkan awal tanpa penundaan yang berkepanjangan . Jika diterapkan tanpa penundaan oleh penyedia berpengalaman, PCI memberikan peningkatan hasil pada pasien STEMI . Seperti yang tercantum dalam DANAMI - 2 studi , 239 PCI dimulai dalam waktu 3 jam dari sampai dirumah sakit unggul untuk fibrinolisis . Untuk pasien yang dirawat di rumah sakit tanpa PCI, mungkin ada beberapa manfaat yang terkait dengan mentransfer pasien untuk PPCI dibandingkan di tempat fibrinolitik mencegah reinfarction, stroke dan menurunkan risiko kematian. PPCI Untuk pasien dengan syok kardiogenik, revaskularisasi dini dikaitkan dengan ketahanan hidup pada enam bulan, terutama pada pasien yang lebih muda dari 75 tahun. Transfer untuk PCI bukannya lebih cepat fibrinolisis telah menunjukkan tingkat gabungan kematian, nonfatal MI, dan stroke akan berkurang sebesar 42 % jika transfer berarti untuk Waktu PCI bisa kurang dari 80-122 menit .

AMI dengan KomplikasiSyok Kardiogenik, Gagal Ventrikel Kiri, and Gagal Jantung KongestifInfark miokard pada ventrikel kiri sebesar 40% dapat menyebabkan syok kardiogenik dan angka mortalitas yang tinggi. Diantara penyebab shock tersebut, 244 pasien dengan elevasi segmen-ST menyebabkan shock yang lebih awal dibandingkan pasien tanpa elevasi segmen-ST. Syok kardiogenik dan gagal jantung kongestif bukan suatu indikasi untuk tindakan fibrinolisis, tapi PCI lebih diminati apabila pasien sedang berada pada fasilitas dengan kemampuan PCI. Berdasarkan hasil penelitian ACC SHOCK/ AHA dikatakan bahwa syok dalam waktu 36 jam dari onset gejala adalah hal yang wajar dan yang tepat untuk dilakukan revaskularisasi adalah dalam waktu 18 jam dari timbulnya syok.3 Meskipun manfaat percobaan SHOCK hanya pada pasien berusia 75 tahun, setidaknya bermanfaat untuk pasien usia lanjut. Pedoman ini juga mendukung penggunaan alat bantu Intra-Aortic Balloon Counterpulsation (IABP) dalam hal ini merupakan perawatan medis yang cepat. IABP bekerja secara sinergis dengan agen fibrinolitik, dan setelah diamati manfaat dari strategi revaskularisasi penelitian SHOCK juga ada pada IABP. Penggunaan PCI pada pasien dengan syok kardiogenik telah meningkat dari waktu ke waktu dan memberikan kontribusi untuk penurunan angka mortalitas di rumah sakit.245,246 Sebagian besar pasien ngalami syok kardiogenik mempunyai kualitas hidup yang baik, dan manfaat revaskularisasi terhadap kematian yang cepat hampir selalu dapat diatasi.247-249 Pada rumah sakit yang tidak mempunyai fasilitas PCI, tindakan fibrinolitik harus dipertimbangkan dengan sesegera mungkin mengtransfer pasien ke fasilitas perawatan tersier di mana PCI tambahan dapat dilakukan jika terjadi syok kardiogenik atau iskemia.250 Pedoman ACC/ AHA STEMI merekomendasikan dalam 30 menit harus dilakukan transfer pasien ke senter PCI.3

Infark Ventrikel KananInfark ventrikel kanan atau iskemia terjadi lebih dari 50% pada pasien dengan infark dinding miokard inferior. Dokter harus mencurigai infark ventrikel pada pasien dengan infark dinding inferior, hipotensi, dan paru dalam batas normal. Pada pasien dengan infark dinding inferior, didapatkan gambaran EKG pada lead sisi kanan. Elevasi segmen ST (1 mm) pada lead V4R sering ditemukan (sensitivitas 88%, spesifisitas 78%, akurasi diagnostik 83%) untuk infark ventrikel kanan merupakan alat untuk memprediksikan pealitas di rumah sakit.251 Angka kematian pasien di rumah sakit dengan disfungsi ventrikel kanan adalah 25%-30%, dan pasien harus dipertimbangkan untuk terapi reperfusi secara rutin. Tindakan fibrinolitik dapat mengurangi insidensi disfungsi ventrikel kanan.252 Dengan demikkian PCI merupakan alternatif bagi pasien dengan infark ventrikel kanan dan lebih dipilih pada pasien syok. Pasien syok yang disebabkan ventrikel kiri tingkat mortalitasnya sama dengan pasien syok karena gagal ventrikel kanan. Pasien disfungsi ventrikel kanan dan infark akut tergantung pada tekanan pengisian ventrikel kanan (RV end-diastolik pressure) untuk mempertahankan output.253 Hingga kini nitrat, diuretik, dan vasodilator (ACE Inhibitor) dihindari pemberiannya karena dapat menyebabkan hipotensi berat. Hipotensi awalnya diobati dengan pemberian cairan secara intravena.

Terapi tambahan funtuk ACS dan AMIThienopyridinesClopidogrel Clopidogrel adalah Thienopyridine oral yang menghambat reseptor adenosin difosfat pada platelet secara irreversibel, sehingga menyebabkan penurunan agregasi platelet melalui mekanisme yang berbeda dengan aspirin. Sejak publikasi pedoman AHA 2005, beberapa studi mengenai clopidogrel telah didokumentasikan bahwa clopidogrel cocok pada pasien NSTEMI maupun STEMIAda pengurangan kombinasi beberapa gangguan (mortalitas kardiovaskular, infark nonfatal, dan stroke nonfatal) dan/ atau kematian; dengan peningkatan resiko pendarahan yang tidak bermakna ketika clopidogrel diberikan di IGD atau di rumah sakit untuk pasien dengan ACS NSTEMI.254-256 Pasien dengan ACS dan peningkatan biomarker jantung atau perubahan EKG yang konsisten dengan iskemia telah mengurangi kejadian stroke dan peristiwa kardiak yang merugikan jika clopidogrel kombinasikan dengan aspirin dan heparin dalam waktu 4 jam masuk rumah sakit.257 Clopidogrel diberikan 6 jam atau lebih sebelum PCI dilakukan pada pasien dengan ACS tanpa elevasi segmen ST dapat mengurangi angka kejadian iskemik pada hari ke 28.258Pemberian Clopidogrel pada unstable angina dapat mencegah terjadinya Recurrent ischemic Events (CURE) yaitu suatu percobaan yang telah didokumentasikan mengenai tingkat perdarahan (tetapi bukan perdarahan intrakranial) pada tahun 2072 mendatang untuk pasien yang menjalani CABG dalam waktu 5 sampai 7 hari.259 Meskipun analisis posthoc dari penelitian ini dilaporkan adanya 257 pasien memiliki kecenderungan terjadinya perdarahan yang mengancam jiwa dan pada sebuah studi prospektif ditemukan bahwa sebanyak 1366 pasien yang menjalani CABG mengalami tingkat perdarahan yang tinggi, analisa rasio risiko pada 260 pasien dihasilkan bahwa risiko perdarahan akibat clopidogrel pada pasien yang menjalani CABG adalah jarang terjadi. Penggunaan clopidogrel pada pasien ACS dengan kemungkinan tinggi membutuhkan CABG perlu dipertimbangkan risiko perdarahan jika diberikan terhadap pasien ACS perioperatif. Pedoman ACC/ AHA saat ini merekomendasikan penghentian pemberian clopidogrel selama 5 sampai 7 hari pada pasien untuk persiapan dilakukan CABG.Bagi pasien yang berusia lebih dari 75 tahun dengan STEMI dan fibrinolisis, suatu peningkatan yang konsisten (mortalitas kardiovaskular, infark nonfatal, dan stroke nonfatal) dan/ atau kematian, didapatkan adanya peningkatan yang tidak bermakna untuk terjadinya perdarahan, hal ini dibuktikan dengan pemberian clopidogrel 300 mg dosis muatan., selain itu juga diberikan aspirin dan heparin (Low Molecular Weight Heparin [LMWH] or Unfractionated heparin [UFH]), pada tatalaksana awal (diberikan 75 mg dosis harian sampai 8 hari di rumah sakit) .260 -265Pada pasien dengan STEMI yang telah ditatalaksana dengan PPCI, ter jadi penurunan tingkat beberapa peristiwa seperti (mortalitas kardiovaskular, infark nonfatal, dan stroke nonfatal) dan / atau kematian dengan peningkatan angka pendarahan besar ketika clopidogrel diberikan di IGD, rumah sakit, atau pra-rumah sakit.261,264 -267Berdasarkan suatu penelitian, perawat/ dokter juga harus memberikan clopidogrel loading dose sebagai perawatan standar (aspirin, antikoagulan, dan reperfusi) untuk pasien yang telah disingkirkan kemungkinan untuk memiliki resiko ringan hingga sedang terhadap ACS dan STEMI non-ST-segmen elevasi berisiko sedang sampai tinggi (Kelas I, LOE A).257 Pasien yang berusia 75 tahun yang tidak menderita STE-ACS dan STEMI pemberian loading dose clopidogrel 300 - 600 mg sangat dianjurkan. Pemberian clopidogrel peroral 300 mg untuk pasien di IGD dengan suspek ACS (tanpa perubahan EKG dan penanda jantung) adalah hal yang layak, dimana pasien tidak boleh mengkonsumsi aspirin dikarenakan reaksi hipersensitivitas atau intoleransi gastrointestinal berat (Kelas IIa, LOE B). Dokter dapat memberikan dosis oral 300 mg clopidogrel untuk pasien di IGD yang berusia diatas 75 tahun dengan STEMI yang mengkonsumsi aspirin, heparin, dan fibrinolisis (Kelas I, LOE B). Ada sedikit bukti pada penggunaan loading dose clopidogrel pada pasien berusia 75 tahun dengan NSTEMI dan STEMI dengan tatalaksana PPCI, dan pasien yang berusia 75 tahun telah diekskludkan pada penelitian mengenai fibrinolisisi pada STEMI, dosis ideal clopidogrel pada pasien berusia diatas 75 tahun masih belum dijelaskan. Pilihan antiplatelet awal di IGD (sama seperti protokol untuk STEMI dan NSTEMI) memerlukan pedoman, klinis dan rekomendasi dengan percobaan khusus.

Prasugrel Prasugrel adalah sama dengan thienopyridine oral yang secara ireversibel mengikat reseptor ADP untuk menghambat agregasi platelet. Prasugrel dapat menyebabkan penurunan tingkat kejadian (mortalitas kardiovaskular, infark nonfatal, dan stroke nonfatal) yang tidak menyebabkan kematian dibandingkan dengan clopidogrel tetapi dapat menyebabkan peningkatan perdarahan secara keseluruhan (dibandingkan dengan clopidogrel) apabila obat ini diberikan setelah angiografi pada pasien dengan NSTEMI yang telah menjalani PCI.268-272 Faktor risiko yang dapat menyebabkan tingginya angka perdarahan dengan penggunaan prasurgel adalah usia 75 tahun, riwayat stroke atau TIA dan berat badan < 60 kg.Perbaikan yang minimal pada kejadian gabungan (mortalitas kardiovaskular, infark nonfatal, dan stroke nonfatal) dan/ atau kematian yang telah diteliti dengan penggunaan prasurgel (dibandingkan dengan clopidogrel) diberikan sebelum atau setelah angiografi untuk pasien dengan NSTEMI dan STEMI setelah dilakukan PCI.268-271,273,274Prasugrel (loading dose 60 mg peroral) dapat digantikan dengan clopidogrel setelah tindakan angiografi bagi pasien yang telah disingkirkan kemungkinan elevasi segmen ST, ACS atau STEMI yang lebih dari 12 jam setelah onset gejala sebelum direncanakan PCI (Kelas IIa, LOE B). Tidak ada data langsung mengenai penggunaan prasugrel di IGD atau pemberian pra-rumah sakit. Pada pasien yang beresiko rendah untuk mengalami perdarahan pemberian prasugrel (loading dose 60 mg peroral) sebelum angiografi pada pasien dengan STEMI 12 jam setelah onset bisa diganti dengan pemberian clopidogrel (Kelas IIa, LOE B ). Prasugrel tidak dianjurkan pasien STEMI yang ditatalaksana dengan fibrinolisis atau NSTEMI pasien sebelum dilakukan angiografi.

Inhibitors Glycoprotein IIb/IIIa Penggunaan inhibitor reseptor glikoprotein IIb / IIIa sangat bermanfaat untuk pengobatan pasien dengan UA/ NSTEMI.274-279 Penelitian ini dilakukan sebagai strategi sementara untuk konservatif dan invasif, pertanyaan yang sedang berlangsung telah diteliti mengenai waktu pemberiannya (misalnya, inisiasi) dan pemberiannya dikombinasikan dengan agen kontemporer lainnya (misalnya, clopidogrel).Dua penelitian terbaru tidak mendukung penggunaan rutin inhibitor glikoprotein IIb / IIIa secara rutin. 280,281 penelitian lainnya telah mendokumentasikan manfaat obat ini terutama pada pasien dengan peningkatan troponin jantung dan perencanaan strategi invasif atau penyakit tertentu seperti pasien dengan diabetes atau depresi segaen ST yang signifikan pada EKG.282-286 Baru-baru ini ada suatu peneltian yang mendukung strategi selektif bagi penggunaan inhibitor GP IIb/ IIIa yang digunakan bersama obat-obatan inhibitor platelet dengan strategi invasif juga dipertimbangkan risiko ACS dan perdarahan berat pada pasien. Saat ini tidak ada penelitian yang mendukung penggunaan inhibitor glikoprotein IIb/ IIIa secara rutin sebelum tindakan angiografi pada pasien STEMI dan tidak jelas penggunaannya. Penggunaan inhibitor glikoprotein IIb/ IIIa harus dipandu oleh review percobaan klinis, pedoman, dan rekomendasi.

Adrenergic Receptor BlockersTerdapat kontroversi seputar pemberian blocker reseptor adrenergik pada tatalaksan ACS. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa obat-obatan tersebut dapat mengurangi angka kematian sebanyak 287.288 dan mengecilkan ukuran infark.289-291dengan pemberian cepat IV blocker. Pemberian blocker awal dapat membantu mencegah aritmia berbahaya 288,290,292,293 dan mengurangi infark yang berulang, tetapi ada peningkatan insiden syok kardiogenik.Penelitian terbaru menunjukkan tidak ada manfaat khusus pada pemberian IV blocker terhadap mortalitas baik ukuran infark, pencegahan aritmia, atau infark berulang 294-301 Mungkin didapatkan beberapa manfaat, namun manfaat jangka pendek yang signifikan mencegah kematian 6 minggu ketika IV blocker diberikan kepada pasien berisiko rendah (yaitu, Killip Kelas I).296 Pemerian blocker intravena juga bermanfaat untuk NSTEMI. Sebuah penelitian dengan 302 orang sampel menunjukkan bahwa semakin cepat dilakukan pemberian IV blocker yang diberikan, semakin besar efek terlihat pada ukuran infark dan tingkat mortalitas. Perlu dicatat, tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa blocker menyebabkan kerugian yang ireversibel jika diberikan pada pasien dengan suspek ACS. Untuk menyeimbangkan bukti penelitian yang ada pada pasien ACS dengan non-elevasi segmen ST, pedoman ACC/ AHA terbaru merekomendasikan inisiasi blocker peroral dalam 24 jam pertama setelah hospitalisasi.3Kontraindikasi blocker sedang sampai parah adalah gagal ventrikel paru, edema paru, bradikardia (60 bpm), hipotensi (tekanan darah sistolik 100 mmHg), tanda-tanda perfusi perifer yang buruk, Blok jantung tindkat 2 dan 3, atau penyakit saluran napas reaktif. Penelitian blocker bervariasi menurut waktu pemberian obat, tidak ada hasil penelitian berkualitas tinggi yang mempelajari tetntang pemberian blocker pra rumah sakit atau di IGD (yaitu, dalam satu jam pertama dari dicurigai ACS).Pada pasien dengan ACS, tidak ada penelitian yang mendukung pemberian blocker secara rutin untuk tatalaksana pra-rumah sakit atau selama penilaian awal di UGD. Tatalaskana awal dengan blocker dapat dianjurkan dalam situasi tertentu seperti hipertensi berat atau takiaritmia pada pasien tanpa kontraindikasi (Kelas IIa, LOE B). Tanpa kontraindikasi, blocker peroral harus diberikan dalam 24 jam pertama untuk pasien yang diduga ACS (Kelas 1, LOE A). Pasien dengan kontraindikasi awal harus dievaluasi secara berkala. Pada kasus ini pemberian blocker peroral dengan dosis rendah setelah pasien distabilkan adalah hal yang dianjurkan (Kelas IIa, LOE B).HeparinHeparin merupakan inhibitor langsung trombin yang telah banyak digunakan dalam ACS sebagai terapi tambahan untuk fibrinolisis dan dalam kombinasi dengan aspirin dan inhibitor platelet lainnya untuk pengobatan elevasi non-ST-segmen ACS. UFH memiliki beberapa kelemahan, termasuk (1) kebutuhan untuk Pemberian IV; (2) kebutuhan untuk sering pemantauan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (aPTT); (3) respon antikoagulan tak terduga dalam individu pasien; dan (4) heparin juga dapat merangsang aktivasi platelet,menyebabkan trombositopenia. Karena keterbatasanheparin, persiapan yang lebih baru dari LMWH telah dikembangkan.

Heparin Tak terpecah Versus Heparin Rendah-molekul-berat di UA / NSTEMIEnoxaparin Sebelas di rumah sakit acak uji klinis, 303-313 dan tambahan Studi (termasuk 7 meta-analisis) 314-320 dokumen hasil komposit yang sama atau lebih baik (kematian, MI, dan / atau angina berulang atau iskemia berulang atau revaskularisasi) ketika enoxaparin diberikan bukan UFH untuk pasien dengan elevasi non-ST-segmen ACS dengan peningkatan proporsi pasien dengan perdarahan ringan komplikasi.

FondaparinuxAda similar321-323 atau improved324,325 hasil gabungan titik akhir (kematian, MI, revaskularisasi mendesak) tanpa peningkatan perdarahan saat fondaparinux diberikan di rumah sakit daripada UFH pada pasien dengan non-ST-segmen elevasi ACS. Fondaparinux dikaitkan dengan peningkatan risiko trombosis kateter di PCI.324

BivalirudinTidak ada manfaat dalam hasil gabungan diamati ketika bivalirudin diberikan di rumah sakit dibandingkan dengan UFH di pasien dengan elevasi non-ST-segmen ACS,namunkurang perdarahan diamati dengan bivalirudin dan tidak ada dosis ginjalrequired.326-329

Rekomendasi pengobatan untuk UA/NSTEMIUntuk di rumah sakit pasien dengan NSTEMI dikelola dengan pendekatan konservatif awal direncanakan, baik fondaparinux (Kelas IIa, LOE B) atau enoxaparin (Kelas IIa, LOE A) adalah alternatif yang masuk akal untuk UFH atau plasebo. Untuk di rumah sakit pasien dengan NSTEMI dikelola dengan invasif yang direncanakan pendekatan, baik enoxaparin tau UFH adalah pilihan yang masuk akal (Kelas IIa, LOE A). Fondaparinux dapat digunakan dalam pengaturan PCI, tetapi membutuhkan co-administrasi UFH dan tidak muncul untuk menawarkan keuntungan lebih UFH saja (Kelas IIb, LOE A). Untuk pasien di rumah sakit dengan NSTEMI dan insufisiensi ginjal, bivalirudin atau UFH dapat dianggap (Kelas IIb, LOE A). Untuk di rumah sakit pasien dengan NSTEMI dan meningkat risiko perdarahan, di mana terapi antikoagulan tidak kontraindikasi, fondaparinux (Kelas IIa, LOE B) atau ivalirudin (Kelas IIa, LOE A) wajar dan UFH dapat dianggap (Kelas IIb, LOE C) Tidak ada bukti khusus untuk atau terhadap penggunaan antikoagulan dalam NSTEMI di pra-rumah sakit tersebut pengaturan.Heparin Tak terpecah Versus Heparin Rendah-molekul-berat Dengan Fibrinolisis pada STEMI

Sembilan rekomendasi klinis320,331-338 dan tambahan penelitian secara acak (termasuk satu meta-analisis)339 dokumen yang sama atau meningkatkan hasil gabungan (kematian, MI, dan /atau berulang angina atau iskemia berulang atau revaskularisasi) saat enoxaparin diberikan bukan UFH untuk pasien dengan STEMI menjalani fibrinolisis. Ini harus seimbang terhadap peningkatan perdarahan intrakranial pada pasien >75 tahun yang menerima enoxaparin didokumentasikan dalam salah satu acak trials.338Satu rekomendasi klinis340 acak menunjukkan superioritas dalam hasil klinis saat fondaparinux dibandingkan dengan UFH pada pasien yang diobati dengan fibrinolisis.Ada bukti yang cukup untuk memberikan rekomendasi pada bivalirudin, nadroparin, reviparin, atau parnaparin untuk gunakan pada pasien STEMI menjalani fibrinolisis.EnoxaparinUntuk pasien dengan STEMI dikelola dengan fibrinolisis di rumah sakit, adalah wajar untuk mengelola enoxaparin bukan dari UFH (Kelas IIa, LOE A). Selain itu, untuk pra-rumah sakit pasien dengan STEMI dikelola dengan fibrinolisis, ajuvan enoxaparin bukan UFH dapat dipertimbangkan (Kelas IIb, LOE A). Pasien awalnya diobati dengan enoxaparin tidak boleh beralih ke UFH dan sebaliknya karena peningkatan risiko perdarahan (Kelas III, LOE C)341 Dalam pasien yang lebih muda