BAB II ACS

download BAB II ACS

of 22

Transcript of BAB II ACS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Patofisiologi ACSACS (Acute Coronary Syndromes) merupakan sekelompok sindrom yang berkaitan erat yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah. Tiga sindrom akut yaitu : angina tak-stabil, Infark miokard akut, dan bebarapa kasus kematian jantung mendadak (Kumar, Cortan, & Robins; 2007). Sebelum membahas mengenai ACS akan lebih baik jika membahas aterosklerosis koroner karena diduga aterosklorosis koronerlah yang paling besar menyebabkan ACS. 2.1.1 Aterosklerosis Koroner Aterosklerosis koroner merupakan penyebab penyakit arteri koroner yang paling sering ditemukan. Kondisi patologis dari arteri koroner ini adalah penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang menyebabkan perubahan struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah kejantung. Penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arterikoronaria ini secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah, sehingga resistensi terhadp aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempiatan lumen akan diikuti perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh darah untuk melebar. Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi komplikata 1. Endapan Lemak : terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis, dicirikan dengan penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak pada daerah fokal tunika intima (lapisan terdalam arteri). 2. Plak fibrosa : daerah penebalan tunika intima yang meninggi dan dapat diraba yang mencerminkan lesi paling khas aterosklerosis lanjut. Biasanya, plak fibrosa berbentuk kubah dengan permukaan opakdan mengilat yang menyembul kea rah lumen sehingga menyebabkan obstruksi Plak fibrosa biasanya terjaadi di tempat percabangan, lekukan atau penyempitan arteri. 3. Lesi lanjut atau komplikata : terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengalami gangguan akibat klasifikasi, nekrosis sel, perdarahan, thrombosis atau ulserasi dan dapat menyebabkan infark miokardium.

Patogenesis : Terdapat berbagai teori mengenai bagaimana lesi aterosklerosis terbentuk, salah satunya adalah hipotesis cedera aterosklerosis, yaitu sebagai berikut : Struktur arteri normal : 1. Intima : lapisan terdalam, dibatasi oleh endotel; lesi aterosklerotik terbentuk dalam lapisan intima 2. Media : lapisan tengah; terdiri atas sel-sel otot polos 3. Adventisia : lapisan terluar arteri yang kaya kolagen, termasuk vasa vasorum.

Terpajan berbagai iritan

Cedera dan disfungsi endotel meningkat perlekatan trombosit dan leukosit peninngkatan permeabilitas, peningkatan koagulabilitas, inflamasi, migrasi monosit ke dalam arteri. LDL-C teroksidasi dapat memasuki lapisan intima melaluii jalur yang tidak bergantung pada reseptor.

Pembentukan bercak lemak : bercak lemak terdiri atas makrofag mengandung lipid (sel busa) dan limfosit T. Kemudian lepasnya factor pembuluh dari makrofak teraktivasi dan trombosit menyebakan migrasi otot polos dari media ke dalam intima dan poliferasi matriks; proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur.

Pembentukan lesi aterosklerosis komplikata lanjut : bercak lemak berkembang menjadi intermediet dan lesi lanjut dan cenderung membentuk lapisan fibrosa yang membatasi lesi dari lumen pembuluh darah; lapisan ini merupakan campuran leukosit, debris, sel busa, dan lipid bebas yang dapat membentuk suatu inti nekrotik. Penimbunan kalsium ke dalam plak fibrosa dapat menyebabkan pergeseran.

Komplikasi plak ateromatosa : Trombosis dapat terjadi dari perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar; ulserasi dan rupture mendadak lapisan fibrosa dapat terjadi setelah oklusi arteri; perdarahan yang terjadi dalam ateroma vasa vasorum atau dari endotel dapat menyebabkan oklusi arteri. (Price & Wilson, 2005; 587)

2.1.2 ACS (Acute Coronary Syndromes) Pada ACS, dipercaya bahwa plak atherosclerosis dalam rupture arteri koroner, mengakibatkan agregasi platelet (sel-sel yang berkelompok dan melekat dengan yang lain), pembentukan thrombus (penggumpalan), dan vasokontriksi. Jumlah gangguan dari plak atherosclerosis menentukan derajat obstruksi dari ateri kroner dan proses spesfik penyakit. Kira-kira 10% hingga 30% klien dengan unstable angina memilki infark miokard dalam waktu satu tahun, dan 29% kematian dalam lima tahun (AHA,2003 dalam Ignatavius dan Workman.2006:840). Tiga sindrom akut yaitu : angina tak-stabil, Infark miokard akut, dan bebarapa kasus kematian jantung mendadak (Kumar, Cortan, & Robins; 2003).

ACS

ANGINA PEKTORIS TIDAK STABILA. Angina Pektoris

INFARK MIOKARD

Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan episode atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan di daerah dada karena berkurangnya aliran oksigen kejantung. Beberapa faktor yang menimbulkan nyeri dada: a. Latihan fisik yang dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan kebutuhan oksigen ke jantung b. Pajanan terhadap dingin karena menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah dan peningkatan TD

c. Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah mesentrik untuk pencernaan d. Stress atau emosi yang meningkat Ada beberapa tipe Angina: 1. Angina Pektoris tipikal atau stabil Disebut juga angina klasik, terjadi sewaktu arteri koroner yang aterosklesotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan aliran darah saat terjadi peningkatan kebutuhan oksigen. Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktivitas fisk seperti berolah raga atau naik tangga. Derajatnya bervariasi, seperti tertekan, panas, serta rasa takut berasa seperti akan menemui ajalnya. Sakit akan menjalar ke leher, bahu dan tangan kiri, dagu serta aspek ekstremitas atas. Angina dapat dikurangi dengan beristirahat atau menggunakan nitrogliserin dan biasanya diberikan obat penghambat channel kalsium dan penghambat beta. 2. Angina Prinzmetal atau varian Mengacu pad angina yang terjadi saat istiraha atau , pada beberapa kasus, membangunkan pasien dari tidurnya. Pada angina Prinzmetal, suatu arteri koroner mengalami spasme yang menyebabkan iskemia jantung di bagian hilir. Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan aterosklerosis, namun pada lain waktu, arteri tidak tampak mengalami sklerosis 3. Angina pectoris tak stabil (Angina Kresendo) Merupaka kombinasi angina stabil dan angina perinzmetal, dan dijumpai pada individu dengan penyakit arteri koroner yang memburuk. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat aterosklerosis koroner, yang ditandai perkembangan thrombus yang mudah mengalami spasme. Terjadi spasme sebagai respon terhadap peptide vasoaktif yang dikeluarkan trombosit yang tertarik ke area yang mengalami kerusakan. Sering dengan pertumbuhan thrombus, frekuensi dan keparahan serangan angina tidak stabil meningkat dan individu berisiko mengalami kerusakan jantung irreversible.

B. Infrak Miokard Infark miokard merupakan salah satu ACS yang paling akut dan serius, biasa disebut dengan serangan jantung. Tidak terdiagnosa atau tidak sembuhnya angina

dapat membawa penyakit yang serius. Infark miokard terjadi ketika jaringan tibatiba kekurangan oksigen. Istilah infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat iskemi local. Iskemi dapat

mengakibatkan kematian (infark) jaringan miokard jika perdarahan tidak dikembalikan. Biasanya infark miokar diawali dengan infark atau kematian jaringan di lapisan subendocardial pada otot kardiak. Lapisan ini memiliki myofibril pada jantung. Zona infark pada jantung biasanya pada: 1) zona jejas, jaringan terkena jejas tapi tidak mati, dan 2) zona jejas iskemi, jaringan yang mengalami kekurangan oksigen Klasifikasi infark miokard berdasarkan lokasi: 1. Obstruksi pada anterior kiri karena perfusi anterior berkurang. Padahal area ini 25 % dari jantug, jika perfusi tidak baik maka akan mengakibatkan kematian. 2. Aliran darah sirkumfleksi arteri pada dinding lateral ventrikel kiri. Klien dengan kerusakan pada area ini mengalami riwayat infark miokard dan sinus disrithmia 3. Klien dnegan obstruksi arteri koroner juga memiliki infark miokard di dinding inferior, biasanya berhubungan dengan oklusi arteri koroner karena kerusakan yang signifikan pada ventrikel kiri (Litton, 2002 dalam Ignatavius & Workman. 2006:842)

Patofisiologi Infark merupakan kenjutan dari iskemia, merupakan keadaan dimana secara tiba-tiba terjadi pembatasan aliran darah kejantung sehingga otot jantung mati karena kekurangan oksigen. Penurunan oksigen karena terjadinya penyempitan kritis arteri koroner (vasodilatasi) karena aterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh emboli atau thrombus. Terjadi asidosis pada sel yang mengakibatkan penekanan fungsi konduksi dan kontraktil. Automisitas dan ektopi meningkat. Katekolamin dikeluarkan sebagai respon hipoksia dan sakit meningkatkan heart rate dan kontraktilitas serta afterload. Faktor ini mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen di jaringan yang sudah mengalami kekurangan oksigen. Area infark dapat mencapai zona jejas dan iskemia yang didasrkan pada tiga faktor:

sirkulasi kolateral, aneorobic metabolism, dan permintaan yang besar pada miokardium. Infark dapat melibatkan subendokardium atau menyebar ke epikardium atau ke tiga lapisan otot kardiak. Ketika semua lapisan sudah terlibat, infark miokard diistilahkan transmural. Subendokardiak infark miokard memiliki efek yang kecil pada gerakan dindind dan keluaran jantung yang melakukan infark transmural. Ternyata pada 6 jam pertama infark tidak terjadi perubahan fisik pada manusia, ketika area yang terkena infark muncul biru dan bengkak. Setelah 48 jam, infark membentuk abu-abu kekuning-kuningan sebagai adanya serangan dari neutropil pada jaringan dan memulai perpindahan sel nekrotik. 8-10 hari setelah infark, jaringan granulasi terbentung pada pinggirjaringan nekrotik. Lebih dari 2-3 bulan, area jaringan nekrotik berkembang menjadi berkerut, encer, parut. Jaringan parut secara permanen berubah bentuk dan membentuk jaringan bentrikel. Remodeling ini mengakibatkan penurunan dunsi ventrikel, mengakibatkan gagal jantung, dan meningkatkan kematian.

2.2 Manifestasi Klinis2.2.1 Manifestasi Klinis ACS -Angina Stabil Tanda dan gejala ACS pada prinsipnya sama. Secara umum pasien menyeluh: a. Nyeri dengan atau tanpa penjalaran pada lengan, leher, punggung, atau daerah epigastrium, b. Sesak napas, diaforesis, mual, sakit kepala ringan, takikardi, tachypnea, hipotensi atau hipertensi, penurunan saturasi oksigen arterial (SaO2) dan kelainan irama jantung, c. Terjadi pada saat istirahat atau dengan aktivitas; intoleransi. Nyeri angina stabil hanya terjadi ada saat olahraga dan menghilang dengan cepat pada saat istirahat. 2.2.2 Unstable Angina a. Nyeri dengan atau tanpa radiasi untuk lengan, leher, punggung, atau daerah epigastrium, b. Sesak napas, diaforesis, mual, sakit kepala ringan, takikardi, tachypnea, hipotensi atau hipertensi, penurunan saturasi oksigen arterial (SaO2) dan kelainan irama,

c. Terjadi pada saat istirahat atau dengan aktivitas; intoleransi aktivitas, d. Panjang dalam durasi dan lebih parah daripada angina tidak stabil. Angina Pectoris (AP) dibagi menjadi 3: Angina Pectoris Stabil (APS), Angina Pectoris Unstable (APU), Variant Angina (Prinzmentals Angina). AP adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium yang memiliki karakteristik: 1. lokasi di dada, substernal atau sedikit di kirinya dengan penjalaran ke

leher, rahang, bahu kiri, lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung atau pundak kiri, 2. kualitas nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/berat didada, rasa

desakan yang kuat dari diafragma, seperti diremas dan mau pecah, keadaan yang berat disertai keringat dingin dan sesak napas dan berlangsung 20 menit dan berat harus dipertimbangkan APU dan masuk ke sindrom koroner akut (Rahman, 2007). APS timbul saat beraktivitas fisik karena plak ateroma yang berada di a. coronaria dalam keadaan stabil dan nyeri hilang saat istirahat, serangan tidak lebih dari 20 menit, tidak disertai keluhan sistemik (mual dan keringat dingin) (Rahman, 2007; Karim, 2000). APU terjadi apabila plak ateroma pada a. koronaria tidak stabil, karena perdarahan, ruptur atau fissura, sehingga terbentuk trombus di daerah plak yang menghambat aliran darah kororer dan terjadi serangan angina. Serangan angina datangnya tidak tentu, saat istirahat atau beraktivitas fisik dan gejalanya tergantung dari keadaan trombus. Beberapa kriteria untuk mendiagnosis APS adalah: 1. Angina progresif kresendo yaitu terjadi peningkatan dalam intensitas,

frekuensi, dan lama episode AP, 2. 3. Angina at rest/nocturnal yang baru, Angina pasca Infark Miokard. Variant Angina (Prinzmentals Angina)

yang disebabkan karena spasme a. coronaria walaupun tanpa adanya lesi aterosklerotik atau peningkatan beban jantung, bisa timbul waktu istirahat,pada EKG tampak elevasi segmen ST.(Karim, 2000). Secara fisiologi sel endotel darah melepas endothelial derived relaxing factor (EDRF) yang menyebabkan relaksasi vascular, dan endothelial derived constriction factor (EDCF) yang menyebabkan kontraksi vascular. EDRF diatur oleh asetilkolin melalui perangsangan reseptor muskarinik, serta ADP, serotonin, trombin,

adrenalin, vasopresin, histamin dan noradrenalin juga ikut berperan selain memiliki efek tersendiri pada pembuluh darah. Pada keadaan patologis (misal lesi aterosklerotik), maka asetilkolin, ADP, dan serotonin justru merangsang pelepasan EDCF. Hipoksia akibat aterosklerotik juga merangsang pelepasan EDCF. Sebagian besar penderita AP menderita aterosklerotik di a. coronaria, maka produksi ADRF berkurang, sebaliknya produksi ADCF meningkat sehingga terjadi peningkatan tonus a. coronaria. Walaupun demikian, jantung memiliki coronary reserve yang besar; maka pada keadaan biasa penderita yang mengalami aterosklerotik a. koronaria mungkin tidak ada gejala. Namun saat beraktivitas, beban jantung meningkat atau karena peningkatan saraf simpatis, aliran darah koroner tidak cukup untuk menyuplai oksigen ke miokard sehingga terjadi hipoksia miokard. Hipoksia ini mampu merangsang pelepasan berbagai substansi vasoaktif seperti katekolamin dari ujung-ujung saraf simpatis jantung; ditambah dengan meningkatnya produksi EDCF, maka terjadilah vasokontriksi a. koronaria yang lebih lanjut terjadi iskemik jantung. Hipoksia dan iskemik akan merubah proses glikolisis dari aerobik dan anaerobik, sehingga terjadi penurunan sintesis ATP dan penimbunan asam laktat. Selain itu, penurunan oksidasi metabolik mengakibatkan terlepasnya banyak adenin nukleotida yang menghasilkan adenosin. Adenosin sebenarnya memiliki efek kardioprotektif karena substansi ini menghambat pelepasan enzim proteolitik, menghambat interaksi neutrofil dan endotel, menghambat agregasi platelet dan menghambat pelepasan tromboksan, walaupun begitu, adenosin ikut menyebabkan terjadinya nyeri dada angina. Nyeri dada AP disalurkan melalui aferen saraf simpatis jantung. Saraf ini bergabung dengan saraf somatic cervico-thoracalis pada jalur ascending dari dalam medulla spinalis, sehingga keluhan AP yang khas adalah neri dada bagian kiri atau substernal yang menjalar ke bahu kiri terus ke kelingking kiri (Karim, 2000). Pada AMI, dikenal istilah TRIAS AMI (Nyeri, Pemeriksaan Laboratorium, dan Perubahan EKG). Nyeri pada AMI terjadi mendadak dan terus menerus tidak mereda (walaupun dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin), rasanya seperti tertusuk-tusuk yang menjalar ke bahu dan menuju ke lengan kiri. Nyeri sering disertai sesak napas, pucat, dingin, diaphoresis berat, kepala tersa melayang dan mual muntah.

Sebagian besar penderita AP juga menderita aterosklerotik di pembuluh darah koroner. Resiko utama terjadinya aterosklerotik meningkat dengan pertambahan usia (pada wanita meningkat setelah menopause), umur lebih dari 40 tahun, riwayat keluarga, hipertensi, merokok, hiperkolesterolemia, dan diabetes, pengaruh faktor resiko yang kecil meliputi obesitas, aktivitas fisik yang kurang, stes, defisiensi estrogen pascamenopause (Schoen, 2009). Pemeriksaan EKG dan laboratorium kimia darah (kolesterol, trigliserida, HDL, LDL, dan asam urat). Pada EKG, tujuannya untuk mengetahui perubahan patologis pada fungsi jantung (misal APU terdapat depresi segmen ST). Jika pada AMI terdapat fase awal gelombang T tinggi dan simetris, elevasi segmen ST, dan berlanjut adanya gelombang Q/QS yang menunjukkan nekrosis. Laboratorium kimia darah berhubungan dengan factor resiko, seperti aterosklerosis. Kadar LDL yang tinggi dalam darah meningkatkan resiko aterosklerosis yang berhubungan dengan penyakit jantung. Aterosklerosis berkaitan dengan proses inflamasi kronik pada dinding arteri terhadap bentuk tertentu jejas sel endotel. Penyebab jejas sel endotel meliputi hiperlipidemia, gangguan hemodinamik, merokok, hipertensi, toksin dan agen penyebab infeksi. Selanjutnya, jejas endotel menyebabkan peningkatan permeabillitas endotel, adhesi leukosit serta trombosit dan aktivasi koagulasi. Kejadian ini akan menimbulkan pelepasan dan aktivasi mediator kimia (growth factor serta mediator inflamasi) yang kemudian diikuti oleh rekrutmen dan proliferasi sel otot polos dalam tunika intima untuk menghasilkan ateroma. (schoen, 2009). Asam urat merupakan produk uraian purin bagian dari makanan. Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat atau asam inti dari sel dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein. Purin sendiri disintesis lewat jalur De Novo (intermediet amfibolik), fosforibosilasi purin, fosforilasi nukleosida purin. Kadar normal asam urat darah pria dewasa 30 menit), namun tidak semua IMA mengalami nyeri tersebut Pengobatan pada kedua penyakit ini salah satunya yaitu dengan aspirin ( jika terjadi alergi dan resistensi dapat diganti dengan clopidogrel). Adapun jenis obat lain yaitu nitrat organikberfungsiuntuk mengatasi rasa nyeri yang muncul. Mekanisme kerja dari nitrat organik yaitu merupakan prodrug yang akan aktif setelah metabolisme dan

mengeluarkan nitrogen monoksida. Biotrasformasinya bersifat intrasel, yang dapat menimbulkan vasodilatasi. Kemudian terdapat pula mekanisme yang kedua yang bersifat endothelium dependent, yang berarti dengan pemberian obat ini akan melepaskan prostasiklin( PGI2) dari endotelium yang bersifat vasodilator sehingga pada keadaan endotelium yang mengalami kerusakan akan menghilangkan efek agregasi trombosit yang ada. Sehingga obat ini mampu menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung melalui vasodilatasi, menurunnya volume ventrikel dan curah jantung. Obat ini diberikan melalui kulit, mukosa sublingual dan oral. Adapun efek samping dari penggunaan obat ini yaitu sakit kepala( pada awal terapi), pada klien stenosis aorta atau kardiomiopati hipertrofik dapat menyebabkan penurunan curah jantung secara hebat dan hipotensi refrakter. Kontraindikasi dari terapi obat jenis ini yaitu pada klien yang mendapat slidenafil.