PEMICU-3

32
LAPORAN PEMICU 3 MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH Kelompok Diskusi 5 Agung Priasmoyo I11112003 Ridha Rahmatania I11112027 Elsa Restiana I11112057 Sujono I11112061 Angga Dominius I11112063 Yehuda Lutfi W. I11112066 Anatria Amyrra I. I11112078 Tia Aditya Rini I11112082 Ullis Mawardhani I11111046 Rosa Linda I11109093 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

description

PEMICU-3 KV

Transcript of PEMICU-3

LAPORAN PEMICU 3MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH

Kelompok Diskusi 5Agung PriasmoyoI11112003Ridha RahmataniaI11112027Elsa RestianaI11112057SujonoI11112061Angga Dominius I11112063Yehuda Lutfi W.I11112066Anatria Amyrra I.I11112078Tia Aditya RiniI11112082Ullis MawardhaniI11111046Rosa LindaI11109093

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TANJUNGPURAPONTIANAK2014

PEMICU 3

Nn. Yuli berusia 21 tahun mengeluh wajah terutama kedua kelopak mata dan tungkainya terlihat bengkak sejak 2 hari yang lalu. Dua minggu yang lalu Nn. Yuli batuk pilek tapi kemudia air kencingnya berwarna kemerahan. 10 tahun yang lalu memiliki keluhan yang sama (bengkak, sembab). Ia segera berobat karena merasa khawatir jika penyakit ini tidak bisa disembuhkan dan harus selalu menjalani cuci darah seperti saudaranya. Ia kemudia periksa ke dokter, hasil sementara menunjukkan tekanan darahnya 160/95 mmHg dan produksi urin berkurang. Dokter menganjurkannya menjalani beberapa pemeriksaan laboratorium serta biopsi ginjal.

A. Klasifikasi dan Definisi

Hemodialisis (cuci darah) : pencucian darah dengan maksud mengeluarkan bahan tertentu dari darah dengan menggunakan alat yang dinamakan ginjal buatan.

B. Kata Kunci

Bengkak (edema) Hematuria TD 160/95 mmHg (hipertensi) Oliguria

C. Rumusan Masalah

Nn. Yuli 21 tahun, keluhan utama 2 hari yang lalu kedua kelopak mata dan tungkainya bengkak, keluhan lain 2 minggu lalu batuk pilek disertai hematuria, 10 tahun yang lalu juga seperti ini. Pemeriksaan tanda vital TD 160/95 mmHg, oliguria. Dianjurkan biopsi ginjal.

D. Analisis Masalah

Nn. Yuli 21 tahun

10 tahun yang laluEdem daerah wajah dan tungkai

2 minggu yang laluBatuk pilek, kencing merah

Kelainan Ginjal

2 hari yang laluEdem daerah wajah dan tungkai

TD 160/95 mmHg urin berkurang

Sekarang

DDx

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis

Terapi

Prognosis

E. Hipotesis

Nn. Yuli 21 tahun diduga menderita glomerulonefritis serta diperlukan pemeriksaan penunjang.

F. Pertanyaan Diskusi

1. Jelaskan mengenai klasifikasi glomerulonefritis ?2. Apa indikasi dari hemodialisis ?3. Jelaskan mengenai glomerulonefritis ?4. Jelaskan patofisiologi glomerulonefritis ?5. Jelaskan gejala klinis glomerulonefritis ?6. Jelaskan etiologi glomerulonefritis ?7. Jelaskan diagnosis banding yang mengarah ke pemicu ?8. Bengkak kedua kelopak mata dan tungkai pasien bengkak ?9. Prognosis glomerulonefritis ?10. Komplikasi glomerulonefritis ?11. Diagnosis glomerulonefritis ?12. Faktor resiko glomerulonefritis ?13. Patofisiologi hematuria ?14. Gambaran histopatologi glomerulonefritis ?15. Mengapa dalam kasus ini produksi urin berkurang ?16. Bagaimana tatalaksana glomerulonefritis ?17. Hubungan hipertensi dengan glomerulonefritis ?18. Ciri khas pembeda glomerulonefritis dengan lainnya ?19. Jika dilihat dari TD termasuk dalam tingkat berapa hipertensi pasien ?

PEMBAHASAN

1. Klasifikasi GlomerulonefritisGlomerulonefritis (GN) adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus akibat suatu proses imunologis.Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, GN dibedakan menjadi GN primer dan GN sekunder. GN primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal itu sendiri, sedangkan GN sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus, lupus eritematosus sistemik (LES), myeloma multiple, atau amiloidosis.

2. Indikasi dari hemodialisisHemodialisis diindikasikan pada klien dalam keadaan akut yang memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau klien dengan penyakit ginjal tahap akhir yang membutuhkan terapi jangka panjang/permanen. Secara umum indikasi dilakukan hemodialisis pada gagal ginjal kronis adalah :1) LFG kurang dari 15 ml/menit; 2) Hiperkalemia;3) Asidosis;4) Kegagalan terapi konservatif;5) Kadar ureum lebih dari 200 mg/dl dan kreatinin lebih dari 6 mEq/L;6) Kelebihan cairan;7) Anuria berkepanjangan lebih dari 5 hari.

3. GlomerulonefritisGlomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan adanya inflamasi pada glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel sel glomerulus akibat proses imunologi. Glomerulonefritis terbagi atas akut dan kronis. Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronis dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar bersifat imunologis.Glomerulonefritis paska streptokokus dapat didahului oleh infeksi streptokokus hemolitikus grup A. Glomerulonefritis paska streptokokus dapat terjadi setelah radang tenggorokan dan jarang dilaporkan bersamaan dengan demam rematik akut.Hal ini disebabkan terjadinya pembentukan komplek imun yang bersirkulasi dan terjadi pembentukan komplek imun in situ ini telah ditetapkan sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis paska streptokokus.

4. Patofisiologi GlomerulonefritisSebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Didugater dapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membrane basalis. Selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membrane basalis glomerulus (IGBM).Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-selepitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar kedalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop electron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN. Pada glomerulonefritis akut, ginjal membesar, bengkak, dan kongesti. Seluruh jaringan renal glomerulus, tubulus dan pembuluh darah dipengaruhi dalam berbagai tingkat tanpa memperhatikan tipe glomerulonefritis akut yang ada. Pada glomerulonephritis kronik awitannya mungkin seperti glomerulonefitis akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibodi yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal, dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas.

Menurut smeltzer patofisiologi dari glomeulonefritis akut sebagai berikut:a. Proliferasi SelulerPeningkatan sel endotelia yang melapisi glomerulus, Infiltrasi leukosit ke glomerulus, dan penebalan membran filtrasi glomerulus atau membran basal menghasilkan jaringan parut dan kehilangan permukaan penyaring. Pada glomerulonefritis akut, ginjal membesar, bengkak, dan kongesti. Seluruh jaringan renal-glomerulus, tubulus dan pembuluh darah-dipengaruhi dalam berbagai tingkat tanpa memperhatikan tipe glomerulonefritis akut yang ada. Pada banyak pasien, antigen diluar tubuh (misalnya medikasi, serum asing) mengawali proses, menyebabkan pengendapan kompleks di glomerulus. Pada pasien yang lain, jaringan ginjal sendiri berlaku sebagai antigen penyerang. Elektron-mikroskopis dan analisis imunogluoresen mekanisme imun membantu identifikasi asal lesi. Biopsi ginjal diperlukan untuk membedakan berbagai jenis glomerulonefritis akut.b. Proliferasi LeukositAdanya neutrofil dan monosit dalam lumen kapiler dan seringmenyertai proliferasi seluler.c. Penebalan membran basal glomelurusMuncul sebagai penebalan dinding kapiler baik disisi endotel atau epitel membran dasar.d. Hialinisasi atau sklerosisMenunjukkan cedera irreversible.

Glomerulonefritis kronik awitannya mungkin seperti glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibody yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks mengecil menjasi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks, menyebabkan permukaan ginjalkasar dan irreguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, dan cabang-cabang arteri renal menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir

5. Gejala Klinis GlomerulonefritisGejala yang sering ditemukan berupa hematuria, kadang dijumpai edema pada daerah sekitar mata atau seluruh tubuh. Gambaran GNAPS yang paling sering ditemukan adalah: hematuria, oligouria, edema dan hipertensi. Gejala gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit seperti rasa lelah, anoreksia, demam, mual, muntah dan sakit kepala.Hipertensi dijumpai 60 70 % GNA pada hari pertama, dijumpai juga gejala gastrointestinal berupa muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare.

6. Etiologi GlomerulonefritisGlomerulonefritis akut paska streptokokus menyerang anak umur 5 15 tahun, anak laki laki berpeluang menderita 2 kali lebih sering dibanding anak perempuan, timbul setelah 9 11 hari awitan infeksi streptokokus.Timbulnya GNA didahului oleh infeksi bakteri streptokokus ekstra renal, terutama infeksi di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh bakteri streptokokus golongan A tipe 4, 12, 25. Hubungan antara GNA dengan infeksi streptokokus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein tahun 1907 dengan alasan;a. Timbul GNA setelah infeksi skarlatinab. Diisolasinya bakteri streptokokus hemolitikusc. Faktor iklim, keadan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA, setelah terjadi infeksi kuman streptokokus.d. Meningkatnya titer streptolisin pada serum darah

7. Diagnosis Banding yang mengarah ke pemicuDiagnosis banding terdekat sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah penyebab lain dari sindrom nefritik akut yaitu penyakit-penyakit parenkim ginjal baik primer maupun sekunder, seperti glomerulonefritis akut non streptokokus, nefropati Ig A, sistemik lupus eritematosus, purpura Henoch-Schoenlein, sindroma Good-Pasture, dan granulomatosis Wegener. Pada Tabel 1 berikut diuraikan secara singkat gambaran histologis serta patogenesis masing-masing diagnosa banding dari SNA pasca infeksi streptokokus.

Tabel 1. Klasifikasi dan perbedaan beberapa etiologi glomerulonefritis

8. Penyebab kedua mata dan tungkai pasien bengkakIstilah edema menandakan meningkatnya cairan dalam ruangan jaringan interstisial. Edema dapat bersifat umum dinamakan anasarka, yang menimbulkan pembengkakan berat jaringan bawah kulit, dan juga edema yng terjadi pada rongga serosa tubuh diberi nama sesuai dengan tempat yang bersangkutan misalnya hidrotoraks, hidroperikardium,dan hidroperitoneum (asites). Secara umum, efek berlawanan antara tekanan hidrostatik vaskular dan tekanan osmotik koloid plasma merupakan faktor utama yang mengatur pergerakan cairan antara ruang vaskular dan interstisial. Keluarnya cairan ke dalam interstisial dari ujung arteriol mikrosirkulasi akan diimbangi oleh aliran masuk pada ujung venula, jika terjadi kelebihan cairan interstisial dalam jumlah kecil akan dialirkan melalui saluran limfe. Meningkatnya tekanan kapiler atau berkurangnya tekanan osmotik koloid dapat meningkatkan cairan interstisial.Cairan edema yang terjadi pada kekacauan hidrodinamik secara khas merupakan suatu transudat yang miskin protein dengan berat jenis > 1,020.

Penyebab terjadinya edema :Secara umum edema non radang akan terjadi pada keadaan : Peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan tekanan osmotik plasma, dan obstruksi saluran limfe. Edema radang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler.Edema juga dapat terjadi akibat gangguan pertukaran natrium atau keseimbangan elektrolit.

Edema pada Glomerulonefritis Akut dan Gagal Ginjal Kronis:Edema yang timbulpada fase akut glomerulonefritis secara khas ditandai dengan hematuria, proteinuria, dan hipertensi. Walaupun beberapa bukti memperkuat pendapat bahwa retensi cairan disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler, namun pada sebagian besar kasus edema berasal dari retensi primer garam dan air oleh ginjal sebagai konsekuensi dari insufisiensi ginjal. Keadaan ini berbeda dengan gagal jantung kongestif yang ditandai dengan curah jantung normal (bahkan kadangkala meningkat) dan perbedaan oksigen arterial-mixed venous yang normal. Hasil rontgen dada pasien dengan edema akibat gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya kongesti paru-paru sebelum pembesaran jantung terjadi secara signifikan. Namun biasanya tidak terdapat ortopnea. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal kronis juga dapat mengalami edema akibat retensi primer garam dan air.

9. Prognosis GlomerulonefritisSebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.

10. Komplikasi GlomerulonefritisOliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari, terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, dan hiperfosfatemia. Walau oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan. Hipertensi ensefalopati, didapatkan gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.Glomerulonefritis akut dapat menyebabkan beberapa komplikasi, antara lain :a. Gagal ginjal akutb. Ensefalopati hipertensifc. Gagal jantungd. Udem parue. Retinopati hipertensif

11. Diagnosis GlomerulonefritisGlomerulonefritis ditandai dengan proteinuria, hematuri, penurunan fungsi ginjal, dan perubahan eksreksi garam dengan akibat edema, kongesti aliran darah, dan hipertensi. Manifestasi klinik glomerulonefritis merupakan kumpulan gejala atau sindrom klinikyang terdiri dari kelainan urin asimptomatik, sindrom nefrotik, glomerulonefritis progresif cepat, sindrom nefritik, dan glomerulonefritis kronik. Pada sindrom kelainan urin asimtomatik ditemukan proteinuria subnefrotik dan atau hematuri mikroskopik tanpa edema, hipertensi dan gangguan fungsi ginjal. Pada sindrom nefritik ditemukan hematuri dan proteinuria, gangguan fungsi ginjal, retensi air dan garam, serta hipertensi. Glomerulonefritis progresif cepat ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang terjadi dalam beberapa hari atau minggu, gambaran nefritik, dan pada biopsy ginjal menunjukan gambaran spesifik. Sindrom nefrotik ditandai proteinuria massif (>3,5 g/ 1,73 m2 / hari), edema anasarka, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia. GN kronik ditandai dengan proteinuria persisten dengan atau tanpa hematuria disertai penurunan fungsi ginjal progresfi lambat.

12. Faktor Resiko GlomerulonefritisSebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :a. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatinab. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan Ac. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.Mungkin factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:a. Bakteri : streptokokusgrup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dllb. Virus:hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dllc. Parasit : malaria dan toksoplasma

13. Patofisiologi HematuriaBerdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma, dibedakan glomerulus dan ekstra glomerulus untuk memisahkan bidang nefrologi dan urologi. Darah yang berasal dari nefron disebut hematuria glomerulus. Pada keadaan normal, sel darah merah jarang ditemukan pada urin. Adanya eritrosit pada urin dapat terjadi pada kelainan herediter atau perubahan struktur glomerulus dan integritas kapiler yang abnormal. Eritrosit bila berikatan dengan protein Taam-Horsfall akan membentuk silinder eritrosit. Ini merupakan petunjuk penyakit/kelainan glomerulus yang merupakan penanda penyakit ginjal kronik. Pada penyakit nefron/glomerulus biasanya hanya ditemukan sel darah merah saja tanpa silinder. Proteinuria merupakan tanda lesi nefrologi/glomerulus.Evaluasi pemeriksaan mikroskopis bila ditemukan hematuria, yaitu ditemukan eritrosit dalam urin 3 per lapang pandang besar. Hematuria mikroskopik : bila ditemukan eritrosit 3 atau lebih/lapang pandang besar. Bila hematuria disertai proteinuria positif 1 dengan menggunakan dipstick dilanjutkan dengan pemeriksaan kuantitatif ekskresi protein/24 jam. Pada ekskresi protein lebih dari 500 mg/24 jam yang makin meningkat atau persisten diperkirakan suatu kelainan parenakim ginjal. Perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh urin : pada perempuan harus disingkirkan penyebab hematuria lain misalnya menstruasi, adanya laserasi pada organ genitalia, sedangkan pada laki-laki apakah disirkumsisi atau tidak.Bila pada urinalisis ditemukan eritrosit, leukosit, dan silinder eritrosit merupakan tanda sugestif penyakit ginjal akut atau penyakit ginjal kronik, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Diagnosis banding hematuria persisten antara lain glomerulonefritis, nefritis tubulointertisial atau kelainan urologi. Adanya silinder leukosit, leukosituria menandakan nefiritis tubulointerstisial. Bila disertai hematuria juga merupakan variasi dari glomerulonefritis. Pada kelompok faktor risiko penyakit ginjal kronik harus dilakukan evaluasi pemeriksaan sedimen urin untuk deteksi dini. Pemeriksaan sitologi urin dilakukan pada risiko tinggi untuk menndeteksi karsinoma sel transisional, kemudian dilanjutkan pemeriksaan sistoskopi. Kelainan urologi yang lain seperti karsinoma sel transisional pada ginjal, sistem pelviokaliks, ureter dapat dideteksi dengan pemeriksaan ultrasonografi, IVU, CT scan atau MRI.Namun, beberapa faktor dapat menyebabkan false-negative atau false-positive. False-negative dapat disebabkan karena konsumsi vitamin C, pH urin yang kurang dari 5,1, atau dipstick yang telah terpapar udara dalam waktu yang lama sebelum tes dilakukan. False-positive dapat disebabkan karena kontaminasi urin oleh darah menstruasi, mioglobulinuria, dan peroksida bakteri. Sampel harus dikirim dalam waktu kurang dari satu jam karena casts akan mulai tidak terintegrasi dan RBCnya dapat lisis.

14. Gambaran Histopatologi GlomerulonefritisKlasifikasi GN primer secara histopatologis sangat bervariasi tetapi secara umum dapat dibagi menjadi GN proliferative dan non-proliferatif. Termasuk GN non-proliferatif adalah GN lesi minimal, glomerulosklerosis fokal dan segmental, serta GN membranosa.1) Glomerulonefritis lesi minimalPemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan IF menunjukkan gambaran glomerulus yang normal. Pada pemeriksaan mikroskop elektron menunjukkan hilangnyafoot processes sel epitel viseral glomerulus.2) Glomerulosklerosis fokal dan segmentalPemeriksaan mikroskop cahaya menunjukkan sklerosis glomerulus yang mengenai bagian atau segmen tertentu. Olbitrasi kapiler glomerulus terjadi pada segmen glomerulus dan dinding kapiler mengalami kolaps. Kelainan ini disebut hialinosis yang terdiri dari IgM dan komponen C3. Glomerulus yang lain dapat normal atau membesar dan pada sebagian kasus ditemukan penambahan sel.3) Glomerulonefritis membranosaPemeriksaan mikroskop cahaya tidak menunjukkan kelainan berarti sedangkan pada pemeriksaan mikroskop IF ditemukan deposit IgG dan komplemen C3 berbentuk granular pada dinding kapiler glomerulus. Dengan pewarnaan khusus tampak konfigurasi spike-like pada MBG. Gambaran histopatologi pada mikroskop cahay, IF dan mikroskop electron sangat tergantung pada stadium penyakitnya.4) Glomerulonefritis proliferativeTergantung lokasi keterlibatan dan gambaran histopatologi dapat dibedakan menjadi GN membranoproliferatif (GNMP), GN mesangioproliferatif (GNMsP) dan GN kresentik. Pemeriksaan mikroskop cahaya GNMP memperlihatkan proliferasi sel mesangial dan infiltrasi leukosit serta akumulasi pada glomerulus dan terjadi penebalan MBG serta double contour. Pada mikroskop IF ditemukan endapan IgG, IgM dan C3 pada dinding kapiler yang berbentuk granular.

15. Produksi Urin BerkurangProduksi urin yang berkurang dikarenakan gangguan pada persarafan yang mempersarafi saluran kemih. Hal ini diakibatkan oleh kadar kreatinin dan ureum yang tinggi dalam darah. Bila kreatinin dan ureum bersirkulasi dalam otak dan konsentrasi tinggi di otak, maka akan menyebabkan gangguan persinyalan neurotransmitter di nervus simpatis yang menghambat pengeluaran urin.

16. Tatalaksana GlomerulonefritisPemberian obat yang menekan sistem kekebalan dan kortikosteroid tidak efektif, kortikosteroid bahkan bisa memperburuk keadaan. Jika pada saat ditemukan glomerulonefritis akut infeksi bakteri masih berlangsung, maka segera diberikan antibiotik. Penderita sebaiknya menjalani diet rendah protein dan garam sampai fungsi ginjal kembali membaik. Bisa diberikan diuretik untuk membantu ginjal dalam membuang kelebihan cairan.a. SuportifTidak ada pengobatan spesifik untuk GNAPS, pengobatan hanya merupakan simptomatik. Pada kasus ringan, dapat dilakukan tirah baring, mengatasi sembab kalau perlu dengan diuretik, atau mengatasi hipertensi yang timbul dengan vasodilator atau obat-obat anti hipertensi yang sesuai. Pada gagal ginjal akut harus dilakukan restriksi cairan, pengaturan nutrisi dengan pemberian diet yang mengandung kalori yang adekuat, rendah protein, rendah natrium, serta restriksi kalium dan fosfat. Kontrol tekanan darah dengan hidralazin, calcium channel blocker, beta blocker, atau diuretik. Pada keadaan sembab paru atau gagal jantung kongestif akibat overload cairan perlu dilakukan restriksi cairan, diuretik, kalau perlu dilakukan dialisis akut atau terapi pengganti ginjal. Pembatasan aktivitas dilakukan selama fase awal, terutama bila ada hipertensi. Tirah baring dapat menurunkan derajat dan durasi hematuria gross, tetapi tidak mempengaruhi perjalanan penyakit atau prognosis jangka panjang.b. Edukasi penderitaPenderita dan keluarganya perlu dijelaskan mengenai perjalanan dan prognosis penyakitnya. Keluarga perlu memahami bahwa meskipun kesembuhan yang sempurna diharapkan (95%), masih ada kemungkinan kecil terjadinya kelainan yang menetap dan bahkan memburuk (5%). Perlu dielaskan rencana pemantauan selanjutnya, pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan urine untuk protein dan hematuria dilakukan dengan interval 4-6 minggu untuk 6 bulan pertama, kemudian tiap 3-6 bulan sampai hematuria dan proteinuria menghilang dan tekanan darah normal untuk selama 1 tahun. Kadar C3 yang telah kembali normal setelah 8-10 minggu menggambarkan prognosis yang baik.

17. Hubungan hipertensi dengan glomerulonefritisHipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan struktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia karena penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak. Terjadilah gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik sendiri sering menimbulkan hipertensi.Sekitar 90% hipertensibergantung pada volume dan berkaitan dengan retensi air dan natrium, sementara< 10%bergantung pada renin. Tekanan darah adalah hasil perkalian dari curah jantung dengan tahanan perifer. Pada gagal ginjal, volum cairan tubuh meningkat sehingga meningkatkan curah jantung. Keadaan ini meningkatkan tekanan darah. Selain itu, kerusakan nefron akan memacu sekresi renin yang akan mempengaruhi tahanan perifer sehingga semakin meningkat

18. Ciri khas pembeda glomerulonefritis dengan lainnyaManifestasi klinis yang paling sering dari GNAPS berupa sindrom nefritik akut, manifestasi klinis lainnya dapat berupa sindrom nefrotik, atau glomerulonefritis progresif cepat. Sindrom nefritis akut merupakan kumpulan gejala klinis akibat penurunan secara tiba-tiba dari laju filtrasi glomerulus dengan disertai retensi air dan garam, pada analisis urin ditemukan eritrosit, cast eritrosit dan albumin. Meskipun penyebab umum (80%) dari sindrom nefris akut adalah GNAPS, tetapi karena penyebabnya beragam, maka perlu difikirkan diagnosa diferensial yang lain. Pada penderita sindrom nefritik akut yang mempunyai gambaran klinis klasik GNAPS harus dibedakan dengan penderita yang mempunyai gambaran klinis unusual GNAPS3 Gambaran klinis unusual tersebut adalah: riwayat keluarga dengan glomerulonefritis, umur < 4 tahun dan > 15 tahun, mempunyai riwayat gejala yang sama sebelumnya, ditemukan penyakit ekstrarenal (seperti arthritis, rash, kelainan hematologi), ditemukan bukti bukan infeksi kuman streptokokus dan adanya gejala klinis yang mengarah ke penyakit ginjal kronis/CKD (anemia, perawakan pendek, osteodistrofi, ginjal yang mengecil, atau hipertrofi ventrikel kiri).

19. Tingkatan HipertensiHipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.Untuk mengetahui tingkatan hipertensi dipergunakan klasifikasi sebagai berikut :

Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa

Tabel 3. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO berdasarkan tekanan diastolik

Tabel 4. Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa Berusia 18 tahun keatas

KESIMPULAN

Nn. Yuli 21 tahun menderita glomerulonefritis akut dengan hipertensi tingkat 2.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Davis ID, Avner ED. Glomerulonephritis associated with infections. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. edisi ke-18. Philadelphia: Elsevier; 2007. h. 2173-5.

Farida A. Pengalaman Klien Hemodialisis Terhadap Kualitas Hidup Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Di RSUP Fatmawati Jakarta. [Thesis]. Jakarta : UI. 2010.

Glomerulonefritis akut. www.medicastore.com diakses tanggal 20 Februari 2008.

Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta

Lattanzio MR, Kopyt NP. Acute kidney injury: new concepts in definition, diagnosis, pathophysiology, and treatment. J Am Osteopath Assoc. 2009;109(1):13-9.

Madaio MP, Harrington JT. The diagnosis of glomerular diseases: acute glomerulonephritis and the nephrotic syndrome. Arch Intern Med. 2001;161(1):25-34

Messina LM, Pak LK, Tierney LM. Glomerulonephropathies. In: Tierney LM, McPhee SJ, Papadakis MA, editors. Lange current medical diagnosis & treatment. 43rd ed. Philadelphia: Lange Medical Books/McGraw Hill; 2004.p.882-90.

Mitchell RN, Cotran RS. Gangguan Hemodinamik, Trombosis, dan Syok. Dalam: Kumar V, Cotran RS, Robbins SL, editor. Buku Ajar Patologi.Edisi 7.Volume 2.Jakarta : Penerbit Buku Kedoktera EGC. 2007. Hal. 87-88.

Nishi S. [Treatment guidelines concerning rapidly progressive glomerulonephritis syndrome]. Nippon Naika Gakkai Zasshi. 2007;96(7):1498-501.Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Balai Penerbitan Dep. IPP. FKUI. Jakarta

Price, Sylvia A, 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.

Reksudiputro AH, Madjid A, Rachman AM, Tambunan AS, Rani AA, Nurman A et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam, dalam Glomerulonefritis, Prodjosudjadi W editor. Ed. 5. Jilid II. Interna Publishing. 2010. Pp, 972.

Rodriguez B, Mezzano S. Acute postinfectious glomerulonephritis. Dalam: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, Yashikawa N, penyunting. Pediatric nephrology. edisi ke-6. Berlin: Springer; 2009. h. 743-55.

Simckes AM, Spitzer A. Poststreptococcal acute glomerulonephritis. Pediatr Rev. 1995;16(7):278-9.

Smeltzer SC, Bare BG, Hinkle JL & Cheever KH. Textbook of medical surgical nursing. 12th edition. Philadephia : Lippincott William & Wilkins.2008.

Smith JM, Faizan MK, Eddy AA. The child with acute nephritis syndrome. Dalam: Webb N, Postlethwaite R, penyunting. Clinical paediatric nephrology. edisi ke-3. New York: Oxford; 2003. h. 367-80.

Vinen CS, Oliveira DBG. Acute glomerulonephritis. Postgraduated Medical Journal 2003;79:206-13.

Wiguno Prodjosudjadi. Glomerulonefritis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. 2010.