PBL Blok 14
-
Upload
jason-yoseph -
Category
Documents
-
view
224 -
download
7
description
Transcript of PBL Blok 14
Fraktur pada Regio Antebrachii dengan Kompartemen SindromDisusun oleh:
Jason
102013102
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
Telephone :(021) 5694-2061 Ext. 2217,2204,2205 Fax: (021) 563-1731
Pendahuluan
Fraktur tulang memiliki pengertian sehubungan dengan hilangnya kontinuitas tulang,
tulang rawan, dan tulang sendi. Fraktur memiliki berbagai macam jenis yang dapat dilihat
dari terbuka atau tertutupnya, kedudukan fraktur, adanya luka,segi konfigurasinya, adanya
kompresi atau impresi, komplit/inkomplit. Fraktur juga bisa disertai pergeseran sendi yang
disebut fraktur dislokasi (jika terjadi pada 1 tulang yang sama), berbeda dengan fraktur dan
dislokasi yang terjadi pada berlainan tulang. Fraktur terbuka adalah fraktur yang berhubungan
dengan lingkungan eksternal. Pada fraktur terbuka ujung tulang yang patah menembus kulit
hingga keluar dari bagian tubuh. Sebaliknya, fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak
berhubungan dengan lingkungan eksternal. Pada fraktur tertutup tulang yang patah tidak
menembus kulit dan tetap berada dalam bagian tubuh. Pada kehidupan sehari-hari ada banyak
hal yang dapat menyebabkan fraktur, mulai dari kecelakaan lalu lintas, terjatuh, penyakit, dan
sebagainya. Lokasi fraktur pun beragam, mulai dari fraktur pada femur, regio antebrachii, dan
tempat-tempat lainnya.
Makalah ini diharapkan dapan membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai
fraktur di regio antebrachii satu per tiga medial dextra dalam hal anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, working diagnosis, differential diagnosis,
etiologi, faktor risiko, epidemiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, penatalaksanaan,
komplikasi, pencegahan, dan prognosis. Dengan demikian, penanganan dalam kasus fraktur
tersebut dapat dilakukan dengan baik.
1
Pembahasan
Anamnesis
Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang
bersangkutan. Dari kasus ini, anamnesis yang dapat digunakan adalah jenis aloanamnesis di
mana di sini seorang dokter bisa mendapatkan informasi tentang pasien bersangkutan dari
keluarganya atau orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien. Informasi yang
dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu
tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter-pasien yang profesional
dan optimal.1
A. Identitas pasien
Didapatkan identitas pasien berdasarkan anamnesis yaitu :
Usia pasien 30 tahun
B. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien
pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Keluhan utama pada kasus adalah nyeri
pada lengan kanannya setelah terjatuh dari sepeda motor satu hari yang lalu.
C. Keluhan lain
Keluhan yang didapat dari pasien yang menyertai dari keluhan utama. Keluhan lain
pada kasus adalah jari-jari tangan kanan masih dapat digerakan akan tetapi terasa
sangat nyeri jika ekstensi.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada riwayat penyakit dahulu dapat ditanyakan mengenai penyakit yang pernah
diderita oleh pasien sebelumnya. Untuk mengetahuinya bisa dilakukan dengan
menanyakan beberapa pertanyaan seperti :
1. Pernahkah pasien merasakan nyeri di tempat yang sama?
2. Pernahkah pasien mengalami trauma yang sama?
3. Adakah faktor patologis?
4. Pernahkah pasien menjalani operasi seperti penggatian sendi?
2
E. Riwayat Pengobatan
Riwayat pengobatan digunakan untuk mengetahui pengobatan yang telah dilakukan
pasien dalam rangka untuk mengurangi dampak dari penyakit sebelumnya. Pada
kasus ini, pasien menyebutkan bahwa pernah mencoba mengobati fraktur tersebut
dengan cara diurut oleh dukun patah tulang.
Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital (nadi,
tekanan darah, suhu, dan pernapasan) dan pemeriksaan muskuloskeletal (inspeksi-look,
palpasi-feel, gerakan-moving). Inspeksi (look) ditujukan untuk melihat adanya deformitas
atau kelainan bentuk seperti bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi, dan fragmen tulang
(pada fraktur terbuka). Pada palpasi (feel) akan dilihat jika ada nyeri tekan, krepitasi, status
neurologis dan status vaskuler. Adanyanya keterbatasan gerak pada daerah faktur menjadi
salah satu peninjauan dari pemeriksaan gerakan (moving).2
1. Inspeksi (Look), bertujuan untuk mencari apakah terdapat:
- Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnomal (misalnya pada fraktur kondilus
lateralis humérus), angulasi, rotasi, dan pemendekan
- Functio laesa, misalnya pada fraktur kruris tidak dapat berjalan.
- Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan.
2. Palpasi (Feel), bertujuan untuk mencari apakah terdapat nyeri tekan.
3. Gerakan (Move), bertujuan untuk mencari:
- Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan.
- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.
- Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu
dilakukan, range of motion (derajat dari ruang lingkup gerakan sendi), dan
kekuatan.1
Dari hasil pemeriksaan didapatkan :
a. Tanda – tanda vital normal
b. Inspeksi : edema (+), hyperemis (+), deformitas
c. Palpasi : nyeri tekan (+), krepitasi (+), pulsasi a.Radialis melemah
d. Gerakan : Jari-jari tangan masih dapat digerakan, tetapi terasa sangat nyeri
3
Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan rontgen
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mempelajari gambaran normal
tulang dan sendi, untuk konfirmasi adanya fraktur, untuk melihat sejauh mana
pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya, untuk menentukan teknik
pengobatan, untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak, untuk menentukan
apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler, untuk melihat adanya keadaan
patologis lain pada tulang, dan untuk melihat adanya benda asing (misalnya peluru).
Ada beberapa peraturan dalam pemeriksaan rontgen, yaitu :
- 2 posisi anteroposterior dan lateral
- 2 sendi pada sendi atas dan bawah pada tulang yang patah
- 2 ekstremitas kanan dan kiri
- 2 kali (untuk memastikan fraktur tidak berubah dalam 1 minggu).3
Pada pemeriksaan radiologis perlu diperhatikan adanya luksasi sendi radioulnar
proksimal atau distal yang lebih dicurigai apabila ditemukan fraktur hanya pada salah
satu tulang disertai dislokasi.
Pada kasus, pemeriksaan rontgen yang diminta yaitu foto rontgen AP/Lateral regio
antebrachii dextra.
2. Pemeriksaan CT Scan
Prosedur pemeriksaan ini dapat menunjukan rincian bidang tertentu dari tulang yang
sakit dan dapat memperlihatkan cedera ligamen atau tendon dan tumor jaringan lunak.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasikan lokasi dan panjangnya patah
tulang di daerah yang sulit dievaluasi.2
3. MRI
MRI memberikan kontras yang baik antara rangkaian perisian tubuh yang berbeda,
yang membuatnya sangat berguna dalam pengimejan otak, otot, jantung, dan kanser
berbanding dengan yang lain teknik pengimejan perubatan seperti computed
tomography (CT) atau sinar-X. Tidak seperti CT scan atau tradisional X-ray, MRI
tidak menggunakan.4
4
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pada fraktur, pemeriksaan laboratorium yang perlu diketahui adalah Hb dan
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan fraktur, kadar kalsium
serum dan fosfor akan meningkat di dalam darah. Kadar normal kalsium serum adalah
4,5 - 5,5 mg/l atau 8,0 – 20,5 mg/dl, sedangkan kadar normal fosfor adalah 2,5 – 4,0
mg/dl dalam serum.2
Pada masa penyembuhan, tulang membutuhkan banyak kalsium dan fosfor. Namun
keadaan tersebut juga dipengaruhi oleh faktor tertentu yang kemudian akan
menentukan proses cepat atau lambatnya penyembuhan tulang tersebut. Dengan
pertanda tulang maka kita akan mengetahui hal tersebut.
Pertanda Tulang :
a. Procollagen type 1 amino-terminal propeptide (P1NP)
Lebih dari 90 % matriks organik tulang berisi type 1 collagen yang dibentuk
menjadi tulang. P1NP dilepas selama pembentukan type 1 collagen dan akan
masuk aliran darah. Serta merupakan indikator spesifik dan alat prediktor menilai
pembentukan tulang.5
b. β Cross Lap
Merupakan hasil pemecahan protein collagen type 1 yang spesifik tulang.
Perombakan tulang oleh osteoklas akan menghancurkan kolagen type 1 dan
terbentuk type α dan β (disebut β Cross Lap). Dapat diukur dengan darah dan
urine. Dan juga merupakan parameter proses resorpsi tulang untuk mengetahui
fungsi osteoclast. Lebih sensitif dalam menilai perbaikan metabolisme tulang
dibanding BMD.5
Working DiagnosisWorking diagnosis yang di dapat setelah melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang
yaitu fraktur transversa antebrachii dextra 1/3 medial dengan sindroma kompartemen.
Diagnosis ini dapat diambil atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang serta adanya gejala klinis yang sesuai. Dari hasil anamnesis diperoleh informasi
bahwa adanya riwayat trauma. Pada pemeriksaan fisik ditemukan gejala-gejala klinis seperti
nyeri, pembengkakan atau edema, adanya krepitasi, dan pulsasi arteri radialis yang melemah.
5
Tanda-tanda tersebut menunjukan adanya fraktur yang disertai dengan sindroma
kompartemen. Selain itu detemukan juga gejala lain seperti rasa nyeri saat menggerakan jari-
jari tangan. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya fraktur di regio antebrachii
dekstra ⅓ tengah yang sangat menunjang diagnosis kerja.
Differential Diagnosis1. Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi adalah fraktur ulna sepertiga-tengah atau proksimal dengan
disertai dislokasi caput radii. Fraktur ini dapat terjadi saat pasien jatuh dengan tangan
terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi
waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi. Biasanya pada anak-anak
muda laki-laki, jatuh dengan tangan terbuka menahan badan dan terjadi pula rotasi.
Hal ini menyebabkan patah pada radius 1/3 distal dan fragmen distal-proksimal
mengadakan angulasi ke anterior.6
Gambaran klinis yang dapat ditemui adalah tangan bagian distal dalam posisi
angulasi ke dorsal. Selain itu, pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung
distal ulna. Terapi dapat dilakukan dengan reposisi tertutup. Bila hasilnya baik,
dilakukan immobilisasi dengan gips sirkular di atas siku, dipertahankan 4-6 minggu.
Biasanya hasil reposisi tertutup hasilnya kurang baikm, karena fraktur tidak stabil.
Dalam hal ini diperlukan tindakan operasi reposisi terbuka dengan internal fiksasi.
Tulang radius, dipasang plate-screw atau untramedullary nail. Kalau radius sudah
tereposisi dengan sendirinya dislokasi sendi radius ulna distal akan tereposisi.6
2. Fraktur Monteggia
Merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius
ulna proksimal. Fraktur tipe ini dibagi menjadi empat jenis. Jenis pertama merupakan
fraktur ⅓ tengah atau proksima ulna dengan angulasi anterior disertai dislokasi
anterior kaput radius. Jenis kedua, fraktur ⅓ tengah atau proksimal ulna dengan
angulasi posterior disertai dislokasi posterior kaput radii dan fraktur kaput radii. Jenis
ketiga fraktur ulna distal processes coracoideus dengan dislokasi lateral kaput radio.
Terakhir , fraktur ulna ⅓ tengah atau proksimal ulna dengan dislokasi anterior kaput
radii dan fraktur ⅓ proksimal radii di bawah tuberositas bicipitalis.6
6
Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan reposisi tertutup. Asisten
memegang lengan atas, penolong melakukan tarikan lengan bawah ke distal,
kemudian diputar ke arah supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba
ditekan ke tempat semula. Imobiliasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan
posisi siku fleksi 90 dejarat dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal,
dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw).6
3. Fraktur Smith
Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu
sering disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda.
Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar
fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal,
kadang-kadang intraartikular. Dapat ditemukan penonjolan dorsal fragmen proksimal,
fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi tangan ke radial (garden spade
deformity). Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi
dorsofleksi ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles).
Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4-6 minggu.7
4. Fraktur Colles
Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok (dinner fork deformity).
Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan
berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar
keluar (eksorotasi/supinasi). Fraktur Metafisis distal radius dengan jarak ±2,5 cm dari
permukaan sendi distal radius. Kemudian terdapat adanya dislokasi fragmen distalnya
ke arah posterior/dorsal dengan terdapat subluksasi sendi radioulnar distal. Adanya
avulsi prossesus stiloideus ulna.7
Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan
pemasangan gips psirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi
diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi
kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial)
dan diputar ke arah pronasio (untuk mengoreksi supinasi). Imobilisasi ini dilakukan
selama 4-6 minggu.7
7
AnatomiAnatomi antebrachii terdiri atas os.Radius dan os.Ulna.
1. Os.Radius
Adalah tulang lengan bawah yang menyambung dengan humerus dan membentuk
sendi siku. Radius merupakan os longum yang terdiri atas epiphysis proximalis,
diaphysis, dan epiphysis distalis. Epiphysis proximalis terdapat caput radii berbentuk
konkaf dan bagian superiornya terdapat fovea articularis bertemu dengan capitulum
humeri membentuk articulatio humeroradialis. Pada caput radii terdapat
circumferentia articularis (radii) bertemu dengan incisura radialis (ulna) membentuk
artic radioulnaris proximalis. Caput radii ke distal membentuk collum radii dan corpus
radii. Bagian proximal corpus bagian anterior terdapat tuberositas radii untuk insertio
m. biceps brachii. Bagian distal sisi ulnar terdapat margo interossea. Epiphysis distalis
lebar dan tebal. Bagian sisi ulna terdapat lekukan yang disebut incisura ulnaris
bertemu circumferential articularis (ulna) membentuk articulatio radioulnaris distalis.
Bagian distal terdapat dataran sendi segi tiga disebut facies articularis carpalis
bersendi dengan carpalia proximal yaitu articulation radiocarpalis. Ujung epiphysis
distalis bagian lateral menonjol disebut processus styloideus radii.
2. Os.Ulna
Merupakan os longum. Epiphysis proximalis ke volar terdapat incisura trochlearis
untuk bersendi dengan trochlea humeri membentuk articulatio humeroulnaris. Bagian
proximal dorsal terdapat tonjolan yang disebut olecranon. Dataran radial ke volar
terdapat incisura radialis bersendi dengan caput radii membentuk artic radioulnaris
proximalis. Diaphysis merupakan corpus ulnae. Sisi radial terdapat margo interossea.
bagian proximal radial terdapat crita musculi supinator untuk perlengketan
m.supinator. Epiphysis distalis ukurannya lebih kecil yang berakhir membulat yang
disebut caput ulnae dengan dataran sendi circumferential articularis (ulna) bertemu
dengan incisura ulnaris (radius) membentuk articradioulnaris distalis. Ujung epiphysis
bagian dorsal menonjol disebut processus styloideus.Antara artic humeroradialis, artic
humeroulnaris dan artic radioulnaris proximalis besama-sama membentuk articulatio
cubiti atau elbow joint.
8
EtiologiFraktur terjadi ketika tekanan yang kuat diberikan pada tulang normal atau tekanan
yang sedang pada tulang yang terkena penyakit (fraktur patologi), misalnya osteoporosis.
Tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal, diantara dikarenakan
peristiwa trauma, peristiwa kelelahan, ataupun karena faktor patologis. Sebagian besar fraktur
disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan,
penghancuran, perubahan pemuntiran, atau pun penarikan. Trauma tersebut bisa didapat dari
bermacam aktifitas seperti terjatuh, kecelakaan lalu lintas, dsb. Bila tekanan kekuatan
langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut
rusak.
Penyebab fraktur tulang yang paling sering adalah trauma, terutama pada anak-anak
dan dewasa muda. Jatuh dan cedera olahraga adalah penyebab umum fraktur traumatik.1
Fraktur stres dapat terjadi pada tulang normal akibat stres tingkat rendah
yang berkepanjangan atau berulang. Fraktur stres, yang juga disebut fraktur keletihan (fatigue
fracture), biasanya menyertai peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet, atau permulaan
aktivitas fisik baru. Fraktur stres paling sering terjadi pada individu yang melakukan olahraga
daya tahan seperti pelari jarak jauh. Fraktur stres dapat terjadi pada tulang yang lemah
sebagai respons terhadap peningkatan level aktivitas yang hanya sedikit. Individu yang
mengalami fraktur stres harus didorong untuk mengikuti diet sehat-tulang dan diskrining
untuk mengetahui adanya penurunan denitas tulang.1 Sementara itu fraktur patologik
dikarenakan kelemahan pada tulang. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau
tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat
tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau
matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam
jarak jauh.
Kompartemen sindrom
Kompartemen sindrom adalah suatu kelainan yang potensial menimbulkan
kedaruratan, di mana terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruang tertutup.
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh
darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan
9
pembengkakan interstitial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah
tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini akan menimbulkan
hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian saraf yang mempersarafi daerah tersebut
dan biasanya akan timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat mengerakkan jari tangan
atau jari kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki
restriksi volume yang ketat, seperti lengan. Risiko terjadinya sindrom kompartemen paling
besar apabila terjadi trauma otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan
hebat. Pemasangan gips pada ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat
dapat menyebabkan peningkatan tekanan di kompartemen ekstremitas,dan hilangnya fungsi
secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat terjadi. Gips harus segera dilepas dan
kadang-kadang kulit ekstremitas harus dirobek. Untuk memeriksa sindrom kompartemen, hal
berikut ini dievaluasi dengan sering pada tulang yang cedera atau digips: nyeri, pucat,
parestesia, dan paralisis. Denyut nadi mungkin teraba atau mungkin tidak.
PatofisiologiTulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan
memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.1
Trauma bisa bersifat langsung dan tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan
tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi
biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Disebut trauma
tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dan daerah fraktur,
misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada
keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.1
Perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di
sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya mengalami kerusakan akibat cedera. Reaksi
inflamasi yang intens terjadi setelah patah tulang. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke area tersebut. Fagositosis dan
pembersihan debris sel mati dimulai. Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat
patah dan berfungsi sebagai jalan untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera
terstimulasi dan terbentuk tulang baru imatur, yang disebut kalus.1
10
Bekuan fibrin segera direabsorbsi dan sel tulang baru secara perlahan mengalami re-
modeling untuk membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara
perlahan mengalami kalsifikasi.1
Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan (fraktur
pada anak sembuh lebih cepat). Penyembuhan dapat terganggu atau terlambat apabila
hematoma fraktur atau kalus rusak sebelum tulang sejati terbentuk, atau apabila sel tulang
baru rusak selama kalsifikasi den pengerasan.1
Klasifikasi dan Jenis Fraktur
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.8
Fraktur komplit terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur
inkomplit tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Ada beberapa istilah yang dipakai untuk
menjelaskan fraktur.8
1. Sudut patah
- fraktur transversal
Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang, biasanya
mudah dikontrol dengan bidai gips.
- Fraktur oblik
Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang, fraktur ini tidak
stabil dan sulit diperbaiki.
- Fraktur spiral
Timbul akibat torsi pada ekstremitas, terdapat sedikit kerusakan jaringan lunak,
cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.8
2. Fraktur multipel pada satu tulang
- Fraktur segmental
Dua fraktur berdekatan pda satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen
sentral dari suplai darah, sulit ditangani.
- Fraktur kominutif
Serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua
fragmen tulang.
- Fraktur impaksi
Terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya.
11
- Fraktur patologik
Terjadi pada daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor atau
proses patologik lainnya.
- Fraktur greenstick
Fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak, sebagian korteks tulang
dan periosteumnya masih utuh.
- Fraktur avulsi
Memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon ataupun ligamen.8
Manifestasi Klinis1. Nyeri
Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen
tulang tidak bisa digerakkan.
2. Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung
menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur
karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang
tersebut saling berdekatan.
3. Deformitas dan kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui
ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
4. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang
disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi
fraktur.
5. Krepitasi
Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.
6. Perubahan warna
Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.9
12
PenatalaksanaanPenatalaksanaan untuk fraktur
Dalam penatalaksanaan fraktur, dapat dilakukan dengan cara memberi pengobatan
untuk gejala simptomaik yang meliputi rasa nyeri yang disebakan oleh fraktur, dan mengatasi
gejala sistemik lainnya.
Tindakan yang harus dilakukan pada seseorang yang mengalami fraktur yaitu :
a. Hilangkan rasa nyeri (opiat intravena, blok saraf, gips, traksi).
b. Buat akses intravena dengan baik dan kirim golongan darah dan sampel untuk
dicocokkan.
c. Pada fraktur terbuka (compound ), membutuhkan debridement , antibiotik, dan
profilaksis tetanus.9
Hal yang perlu (definitif) untuk menangani seseorang yang mengalami fraktur yaitu :
a. Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan hematoma
fraktur dan meminimalkan kerusakan.
b. Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar terjadi pemulihan
posisi yang normal dan rentang gerak. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa
intervensi bedah (reduksi tertutup). Apabila diperlukan pembedahan untuk fiksasi
(reduksi terbuka), pin atau sekrup dapat dipasang untuk mempertahankan sambungan.
Traksi dapat diperlukan untuk mempertahankan reduksi dan menstimulasi
penyembuhan.
c. Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi
pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang biasanya dilakukan
dengan pemasangan gips atau penggunaan bidai.9
Medikamentosa
Obat yang digunakan untuk mengobati patah tulang umumnya NSAID dan analgesik.
Selain itu, bisa ditambahkan antibiotik yang tepat dan profilaksis tetanus jenis fraktur
terbuka.
Golongan NSAID ditujukan untuk mengatasi nyeri yang dialami pasien,yang
umumnya digunakan adalah ibuprofen, dan ada juga beberapa jenis obat pilihan lain.
1. Ibuprofen
nyeri : 200 mg per oral 3-4 kali sehari
13
2. Ketoprofen
dosis : 75 mg 3 kali sehar atau 50 mg 4 kali sehari per oral, tidak lebih dari dosis
maksimum yaitu 300 mg sehari
3. Naproksen
dosis : 500 mg diberikan dua kali bila perlu, diikuti dengan penurunan dosis menjadi
250 mg diberikan sebanyak tiga kali.
4. Parasetamol
dosis : 500mg diberikan 3 kali sehari. Indikasi untuk menurunkan panas.
Non-medikamentosa
Reduksi tertutup
Pengobatan awal untuk fraktur radius kebanyakan melalui reduksi tertutup dan
pemasangan gips untuk imobilisasi. Reduksi tertutup dilakakan dengan meluruskan bagian
yang mengalami deformitas tanapa harus membuuka kulit (sayatan)
Proses penyembuhan atau pengobatan fraktur bergantung pada jenis dan karakteristik fraktur,
umur, aktivitas/pekerjaan, dan kualitas masa tulang.
Bagian yang mengalami displacement/pergeseran diberikan anastesi umum.
Penanganan pertama dengan memberikan traksi pada lengan untuk membuka fragmen.
Deformitasnya kemudian di reduksi tertutup, sesuai dengan jenis frakturnya. Sebuah gips
atau balutan bidai dipasang guna mengurangi resiko re-displacement. X-ray kemudian dapat
dilakukan untuk memasikan keberhasilan reduksi. Gips ini biasanya dipertahankan sampai 6
minggu.
Tindakan selanjutnya yang bisa dilakukan jika fraktur tidak bsia diatasi dengan
reduksi yakni operasi. 40% dari patah tulang radial distal dianggap tidak stabil dan
memerlukan fiksasi bedah.
Penatalaksanaan untuk sindroma kompartemen
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi
neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi.
Penanganan kompartemen secara umum meliputi terapi medikal atau non bedah dan terapi
bedah. Terapi Medikal / Non bedah diindikasikan untuk diagnosa dugaan kompartemen,
meliputi: menempatkan extremitas setinggi jantung untuk mempertahankan ketinggian
kompartemen yang minimal.
14
Medikamentosa sindroma kompartemen
Pada kompartemen sindrom, karena terdapat nyeri yang hebat, dapat diberi obat
golongan analgesik-opioid yang memiliki sifat seperti opium, diantaranya adalah morfin,
kodein, tebain, dan papaverin. Morfin dan opioid lain diindikasikan untuk meredakan atau
menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik nonopioid. Jika nyeri
lebih hebat, maka makin besar juga dosis yang diberikan. Efek samping dari pemberian obat
golongan ini adalah terjadinya mual, muntah, urtikaria, dermatitis kontak. Pemberian 10
mg/70 kgBB morfin subkutan dapat menimbulkan anelgesia pada pasien dengan nyeri yang
bersifat sedang hingga berat, misalnya nyeri pasca bedah. Pemberian 60 mg morfin peroral
memberi efek analgetik sedikit lebih lemah dan masa kerja lebih panjang.10
Non-medikamentosa sindroma kompartemen
Penanganan sindroma kompartemen dengan cara non-medikamentosa sama dengan
penanganan pada fraktur yaitu dengan memasangkan gips pada daerah yang mengalami
nyeri.
KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada fraktur tulang meliputi dua komplikasi utama
yakni komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini dapat meliputi kehilangan
darah, infeksi, emboli lemak, DVT, dan sindroma kompartemen. Komplikasi lanjut dapat
menyebabkan non-union, delayed union, malunion, dan terhambatnya pertumbuhan.9
Komplikasi dini
1. Kehilangan darah terjadi karena trauma yang menyebabkan fraktur terbuka dan
banyak darah yang hilang saat trauma berlangsung. Infeksi dapat terjadi terutama
pada fraktur terbuka. Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam.
Bisa terjadi oleh karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan
plat.9
2. Emboli lemak adalah tetesan lemak yang masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak pada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-
40 tahun terutama bagi yang obesitas. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan
sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis yang
15
menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak
yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut disirkulasi paru karena ada
robekan dari pembuluh balik yang mempunyai daya tarik kembali terhadap darah-
darah kotor yang keluar dari pembuluh balik yang juga mengikutsertakan lemak yang
dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas.9
3. Deep Vein Thrombosis, trombosis vena dalam sering terjadi pada individu yang tidak
bergerak dalam jangka waktu yang lama karena trauma atau ketidakmampuannya
bergerak seperti pada lazimnya. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.9
4. Gagal ginjal.9
Komplikasi lanjut
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring. Kelainan penyatuan
tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi atau
pergeseran tulang dari tempat yang normal.9
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.9
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.9
4. Pertumbuhan terhambat.9
5. Artritis.9
6. Distrofi simpatik pasca trauma.9
Selain komplikasi dini dan komplikasi lanjut, ada komplikasi lain yang disebabkan oleh
bakteri yaitu Gangren gas. Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium
saprophystik gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii atau clostridium
perfringens. Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami penurunan
suplai oksigen karena trauma otot. Jika kondisi ini terus terjadi, maka akan terdapat edema,
gelembung – gelembung gas pada tempat luka. Tanpa perawatan, infeksi toksin tersebut
dapat berakibat fatal.
16
PrognosisPrognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta tata laksana dari tim medis
terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika penanganannya cepat, maka prognosisnya akan
lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari tingkat keparahan, jika fraktur yang di
alami ringan, maka proses penyembuhan akan berlangsung dengan cepat dengan prognosis
yang baik. Tapi pada kasus yang berat prognosisnya juga akan buruk. Bahkan jika parah,
tindakan yang dapat diambil adalah cacat fisik hingga amputasi. Selain itu penderita dengan
usia yang lebih muda akan lebih bagus prognosisnya dibanding penderita dengan usia lanjut
dikarenakan pertumbuhan sel pada usia muda masih tinggi dibanding dengan penderita
dengan usia lanjut.
KesimpulanFraktur tulang adalah hilangnya kontinuitas tulang dan kartilago. Penyebabnya
digolongkan menjadi 3 yaitu fraktur traumatik, fraktur patologis dan fraktur stress. Gejala
klinis yang nampak berupa reaksi peradangan yaitu kemerahan, hiperemia dan nyeri, tampak
deformitas. Jika terdapat oedem, terjadi gangguan sensasi serta melemahnya denyut nadi,
menandakan adanya sindrom kompartemen. Penatalaksanaanya berupa tindakan non bedah
dan bedah (fasciotomi). Sementara itu penatalaksaan fraktur secara definitif berupa
imobilisasi, reduksi dan rehabilitasi. Prognosisnya baik jika pasien mendapatkan perawatan
dengan tepat.
Daftar Pustaka1. Rasjad C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi III. Makassar: Yarsif
Watampone.2007.h.352-489.
2. Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan sistem muskuloskeletal.
Jakarta: EGC.2008.h.15-32.
3. Arif M, Suprohaita, Wahyu W.I, Wiwiek S. Kapita selekta kedokteran.Ed.3 jilid 2,
FKUI.2000.h.209-17.
4. Bickley S. Anamnesis. Bates’ Guide to physical examination and history taking.
International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer
Health.2009.293-7.
17
5. Alatas A, Hassan R. Buku kuliah 3; ilmu kesehatan anak. Edisi 11. Jakarta :
Infomedika Jakarta.2007.h.955-61.
6. Simbardjo D. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.2004.56-63.
7. Mahode A.A, Halim M.J, Bourman V, Hartanto Y.B. Terapi dan rehabilitasi fraktur.
Jakarta: EGC.2011.h.157-75.
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.
Jakarta: EGC.2005.h.1365-8.
9. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Ed.3. Jakarta: Erlangga; 2006.h.85.
10. Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi.Ed.5.Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.2011.h.210,218.
18