PBL Blok 14

28
Fraktur pada Regio Antebrachii dengan Kompartemen Sindrom Disusun oleh: Jason 102013102 Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 [email protected] Telephone :(021) 5694-2061 Ext. 2217,2204,2205 Fax: (021) 563-1731 Pendahuluan Fraktur tulang memiliki pengertian sehubungan dengan hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, dan tulang sendi. Fraktur memiliki berbagai macam jenis yang dapat dilihat dari terbuka atau tertutupnya, kedudukan fraktur, adanya luka,segi konfigurasinya, adanya kompresi atau impresi, komplit/inkomplit. Fraktur juga bisa disertai pergeseran sendi yang disebut fraktur dislokasi (jika terjadi pada 1 tulang yang sama), berbeda dengan fraktur dan dislokasi yang terjadi pada berlainan tulang. Fraktur terbuka adalah fraktur yang berhubungan dengan lingkungan eksternal. Pada fraktur terbuka ujung tulang yang patah menembus kulit hingga keluar dari bagian tubuh. Sebaliknya, fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak berhubungan dengan lingkungan eksternal. Pada fraktur tertutup tulang yang patah tidak menembus kulit dan tetap berada dalam bagian tubuh. Pada kehidupan sehari-hari ada banyak hal yang dapat menyebabkan fraktur, mulai dari 1

description

Muskuloskeletal 2

Transcript of PBL Blok 14

Page 1: PBL Blok 14

Fraktur pada Regio Antebrachii dengan Kompartemen SindromDisusun oleh:

Jason

102013102

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

[email protected]

Telephone :(021) 5694-2061 Ext. 2217,2204,2205 Fax: (021) 563-1731

Pendahuluan

Fraktur tulang memiliki pengertian sehubungan dengan hilangnya kontinuitas tulang,

tulang rawan, dan tulang sendi. Fraktur memiliki berbagai macam jenis yang dapat dilihat

dari terbuka atau tertutupnya, kedudukan fraktur, adanya luka,segi konfigurasinya, adanya

kompresi atau impresi, komplit/inkomplit. Fraktur juga bisa disertai  pergeseran sendi yang

disebut fraktur dislokasi (jika terjadi pada 1 tulang yang sama),  berbeda dengan fraktur dan

dislokasi yang terjadi pada berlainan tulang. Fraktur terbuka adalah fraktur yang berhubungan

dengan lingkungan eksternal. Pada fraktur terbuka ujung tulang yang patah menembus kulit

hingga keluar dari bagian tubuh. Sebaliknya, fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak

berhubungan dengan lingkungan eksternal. Pada fraktur tertutup tulang yang patah tidak

menembus kulit dan tetap berada dalam bagian tubuh. Pada kehidupan sehari-hari ada banyak

hal yang dapat menyebabkan fraktur, mulai dari kecelakaan lalu lintas, terjatuh, penyakit, dan

sebagainya. Lokasi fraktur pun beragam, mulai dari fraktur pada femur, regio antebrachii, dan

tempat-tempat lainnya.

Makalah ini diharapkan dapan membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai

fraktur di regio antebrachii satu per tiga medial dextra dalam hal anamnesis, gejala klinis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, working diagnosis, differential diagnosis,

etiologi, faktor risiko, epidemiologi, manifestasi klinik,  patofisiologi, penatalaksanaan,

komplikasi, pencegahan, dan prognosis. Dengan demikian, penanganan dalam kasus fraktur

tersebut dapat dilakukan dengan baik.

1

Page 2: PBL Blok 14

Pembahasan

Anamnesis

Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang

bersangkutan. Dari kasus ini, anamnesis yang dapat digunakan adalah jenis aloanamnesis di

mana di sini seorang dokter bisa mendapatkan informasi tentang pasien bersangkutan dari

keluarganya atau orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien. Informasi yang

dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu

tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter-pasien yang profesional

dan optimal.1

A. Identitas pasien

Didapatkan identitas pasien berdasarkan anamnesis yaitu :

Usia pasien 30 tahun

B. Keluhan utama

Keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien

pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Keluhan utama pada kasus adalah nyeri

pada lengan kanannya setelah terjatuh dari sepeda motor satu hari yang lalu.

C. Keluhan lain

Keluhan yang didapat dari pasien yang menyertai dari keluhan utama. Keluhan lain

pada kasus adalah jari-jari tangan kanan masih dapat digerakan akan tetapi terasa

sangat nyeri jika ekstensi.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada riwayat penyakit dahulu dapat ditanyakan mengenai penyakit yang pernah

diderita oleh pasien sebelumnya. Untuk mengetahuinya bisa dilakukan dengan

menanyakan beberapa pertanyaan seperti :

1. Pernahkah pasien merasakan nyeri di tempat  yang sama?

2. Pernahkah pasien mengalami trauma yang sama?

3. Adakah faktor patologis?

4. Pernahkah pasien menjalani operasi seperti penggatian sendi?

2

Page 3: PBL Blok 14

E. Riwayat Pengobatan

Riwayat pengobatan digunakan untuk mengetahui pengobatan yang telah dilakukan

pasien dalam rangka untuk mengurangi dampak dari penyakit sebelumnya. Pada

kasus ini, pasien menyebutkan bahwa pernah mencoba mengobati fraktur tersebut

dengan cara diurut oleh dukun patah tulang.

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital (nadi,

tekanan darah, suhu, dan pernapasan) dan pemeriksaan muskuloskeletal (inspeksi-look,

palpasi-feel, gerakan-moving). Inspeksi (look)  ditujukan untuk melihat adanya deformitas

atau kelainan bentuk seperti bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi, dan fragmen tulang

(pada fraktur terbuka). Pada palpasi (feel) akan dilihat jika ada nyeri tekan, krepitasi, status

neurologis dan status vaskuler. Adanyanya keterbatasan gerak pada daerah faktur menjadi

salah satu peninjauan dari pemeriksaan gerakan (moving).2

1. Inspeksi (Look), bertujuan untuk mencari apakah terdapat:

- Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnomal (misalnya pada fraktur kondilus

lateralis humérus), angulasi, rotasi, dan pemendekan

- Functio laesa, misalnya pada fraktur kruris tidak dapat berjalan.

- Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan.

2. Palpasi (Feel), bertujuan untuk mencari apakah terdapat nyeri tekan.

3. Gerakan (Move), bertujuan untuk mencari:

- Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan.

- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.

- Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu

dilakukan, range of motion (derajat dari ruang lingkup gerakan sendi), dan

kekuatan.1

Dari hasil pemeriksaan didapatkan :

a. Tanda – tanda vital normal

b. Inspeksi : edema (+), hyperemis (+), deformitas

c. Palpasi : nyeri tekan (+), krepitasi (+), pulsasi a.Radialis melemah

d. Gerakan : Jari-jari tangan masih dapat digerakan, tetapi terasa sangat nyeri

3

Page 4: PBL Blok 14

Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan rontgen

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mempelajari gambaran normal

tulang dan sendi, untuk konfirmasi adanya fraktur, untuk melihat sejauh mana

pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya, untuk menentukan teknik

pengobatan, untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak, untuk menentukan

apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler, untuk melihat adanya keadaan

patologis lain pada tulang, dan untuk melihat adanya benda asing (misalnya peluru).

Ada beberapa peraturan dalam pemeriksaan rontgen, yaitu :

- 2 posisi anteroposterior dan lateral

- 2 sendi pada sendi atas dan bawah pada tulang yang patah

- 2 ekstremitas kanan dan kiri

- 2 kali (untuk memastikan fraktur tidak berubah dalam 1 minggu).3

Pada pemeriksaan radiologis perlu diperhatikan adanya luksasi sendi radioulnar

proksimal atau distal yang lebih dicurigai apabila ditemukan fraktur hanya pada salah

satu tulang disertai dislokasi.

Pada kasus, pemeriksaan rontgen yang diminta yaitu foto rontgen AP/Lateral regio

antebrachii dextra.

2. Pemeriksaan CT Scan

Prosedur pemeriksaan ini dapat menunjukan rincian bidang tertentu dari tulang yang

sakit dan dapat memperlihatkan cedera ligamen atau tendon dan tumor jaringan lunak.

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasikan lokasi dan panjangnya patah

tulang di daerah yang sulit dievaluasi.2

3. MRI

MRI memberikan kontras yang baik antara rangkaian perisian tubuh yang berbeda,

yang membuatnya sangat berguna dalam pengimejan otak, otot, jantung, dan kanser

berbanding dengan yang lain teknik pengimejan perubatan seperti computed

tomography (CT) atau sinar-X. Tidak seperti CT scan atau tradisional X-ray, MRI

tidak menggunakan.4

4

Page 5: PBL Blok 14

4. Pemeriksaan Laboratorium

Pada fraktur, pemeriksaan laboratorium yang perlu diketahui adalah Hb dan

hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila

kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan fraktur, kadar kalsium

serum dan fosfor akan meningkat di dalam darah. Kadar normal kalsium serum adalah

4,5 - 5,5 mg/l atau 8,0 – 20,5 mg/dl,  sedangkan kadar normal fosfor adalah 2,5 – 4,0

mg/dl dalam serum.2

Pada masa penyembuhan, tulang membutuhkan banyak kalsium dan fosfor. Namun

keadaan tersebut juga dipengaruhi oleh faktor tertentu yang kemudian akan

menentukan proses cepat atau lambatnya penyembuhan tulang tersebut. Dengan

pertanda tulang maka kita akan mengetahui hal tersebut.

Pertanda Tulang :

a. Procollagen type 1 amino-terminal propeptide (P1NP)

Lebih dari 90 % matriks organik tulang berisi type 1 collagen yang dibentuk

menjadi tulang. P1NP dilepas selama pembentukan type 1 collagen dan akan

masuk aliran darah. Serta merupakan indikator spesifik dan alat prediktor menilai

pembentukan tulang.5

b. β Cross Lap

Merupakan hasil pemecahan protein collagen type 1 yang spesifik tulang.

Perombakan tulang oleh osteoklas akan menghancurkan kolagen type 1 dan

terbentuk type α dan β (disebut β Cross Lap). Dapat diukur dengan darah dan

urine. Dan juga merupakan parameter proses resorpsi tulang untuk mengetahui

fungsi osteoclast. Lebih sensitif dalam menilai perbaikan metabolisme tulang

dibanding BMD.5

Working DiagnosisWorking diagnosis yang di dapat setelah melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang

yaitu fraktur transversa antebrachii dextra 1/3 medial dengan sindroma kompartemen.

Diagnosis ini dapat diambil atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang serta adanya gejala klinis yang sesuai. Dari hasil anamnesis diperoleh informasi

bahwa adanya riwayat trauma. Pada pemeriksaan fisik ditemukan gejala-gejala klinis seperti

nyeri, pembengkakan atau edema, adanya krepitasi, dan pulsasi arteri radialis yang melemah.

5

Page 6: PBL Blok 14

Tanda-tanda tersebut menunjukan adanya fraktur yang disertai dengan sindroma

kompartemen. Selain itu detemukan juga gejala lain seperti rasa nyeri saat menggerakan jari-

jari tangan. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya fraktur di regio antebrachii

dekstra ⅓ tengah yang sangat menunjang  diagnosis kerja.

Differential Diagnosis1. Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi adalah fraktur ulna sepertiga-tengah atau proksimal dengan

disertai dislokasi caput radii. Fraktur ini dapat terjadi saat pasien jatuh dengan tangan

terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi

waktu menahan berat badan yang memberi gaya supinasi. Biasanya pada anak-anak

muda laki-laki, jatuh dengan tangan terbuka menahan badan dan terjadi pula rotasi.

Hal ini menyebabkan patah pada radius 1/3 distal dan fragmen distal-proksimal

mengadakan angulasi ke anterior.6

Gambaran klinis yang dapat ditemui adalah tangan bagian distal dalam posisi

angulasi ke dorsal. Selain itu, pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung

distal ulna. Terapi dapat dilakukan dengan reposisi tertutup. Bila hasilnya baik,

dilakukan immobilisasi dengan gips sirkular di atas siku, dipertahankan 4-6 minggu.

Biasanya hasil reposisi tertutup hasilnya kurang baikm, karena fraktur tidak stabil.

Dalam hal ini diperlukan tindakan operasi reposisi terbuka dengan internal fiksasi.

Tulang radius, dipasang plate-screw atau untramedullary nail. Kalau radius sudah

tereposisi dengan sendirinya dislokasi sendi radius ulna distal akan tereposisi.6

2. Fraktur Monteggia

Merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi radius

ulna proksimal. Fraktur tipe ini dibagi menjadi empat jenis. Jenis pertama merupakan

fraktur ⅓ tengah atau proksima ulna dengan angulasi anterior disertai dislokasi

anterior kaput radius. Jenis kedua, fraktur ⅓ tengah atau proksimal ulna dengan

angulasi posterior disertai dislokasi posterior kaput radii dan fraktur kaput radii. Jenis

ketiga fraktur ulna distal processes coracoideus dengan dislokasi lateral kaput radio.

Terakhir , fraktur ulna ⅓ tengah atau proksimal ulna dengan dislokasi anterior kaput

radii dan fraktur ⅓ proksimal radii di bawah tuberositas bicipitalis.6

6

Page 7: PBL Blok 14

Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan reposisi tertutup. Asisten

memegang lengan atas, penolong melakukan tarikan lengan bawah ke distal,

kemudian diputar ke arah supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba

ditekan ke tempat semula. Imobiliasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan

posisi siku fleksi 90 dejarat dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal,

dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw).6

3. Fraktur Smith

Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu

sering disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda.

Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar

fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal,

kadang-kadang intraartikular. Dapat ditemukan penonjolan dorsal fragmen proksimal,

fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan deviasi tangan ke radial (garden spade

deformity). Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi

dorsofleksi ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikan posisi Colles).

Lalu diimobilisasi dengan gips di atas siku selama 4-6 minggu.7

4. Fraktur Colles

Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok (dinner fork deformity).

Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan

berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar

keluar (eksorotasi/supinasi). Fraktur Metafisis distal radius dengan jarak ±2,5 cm dari

permukaan sendi distal radius. Kemudian terdapat adanya dislokasi fragmen distalnya

ke arah posterior/dorsal dengan terdapat subluksasi sendi radioulnar distal. Adanya

avulsi prossesus stiloideus ulna.7

Pada fraktur Colles tanpa dislokasi hanya diperlukan imobilisasi dengan

pemasangan gips psirkular di bawah siku selama 4 minggu. Bila disertai dislokasi

diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi fragmen distal, traksi

kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna (untuk mengoreksi deviasi radial)

dan diputar ke arah pronasio (untuk mengoreksi supinasi). Imobilisasi ini dilakukan

selama 4-6 minggu.7

7

Page 8: PBL Blok 14

AnatomiAnatomi antebrachii terdiri atas os.Radius dan os.Ulna.

1. Os.Radius

Adalah tulang lengan bawah yang menyambung dengan humerus dan membentuk

sendi siku. Radius merupakan os longum yang terdiri atas epiphysis proximalis,

diaphysis, dan epiphysis distalis. Epiphysis proximalis terdapat caput radii berbentuk

konkaf dan bagian superiornya terdapat fovea articularis bertemu dengan capitulum

humeri membentuk articulatio humeroradialis. Pada caput radii terdapat

circumferentia articularis (radii)  bertemu dengan incisura radialis (ulna) membentuk

artic radioulnaris proximalis. Caput radii ke distal membentuk collum radii dan corpus

radii. Bagian proximal corpus bagian anterior terdapat tuberositas radii untuk insertio

m. biceps brachii. Bagian distal sisi ulnar terdapat margo interossea. Epiphysis distalis

lebar dan tebal. Bagian sisi ulna terdapat lekukan yang disebut incisura ulnaris

bertemu circumferential articularis (ulna) membentuk articulatio radioulnaris distalis.

Bagian distal terdapat dataran sendi segi tiga disebut facies articularis carpalis

bersendi dengan carpalia proximal yaitu articulation radiocarpalis. Ujung epiphysis

distalis bagian lateral menonjol disebut processus styloideus radii.

2. Os.Ulna

Merupakan os longum. Epiphysis proximalis ke volar terdapat incisura trochlearis

untuk bersendi dengan trochlea humeri membentuk articulatio humeroulnaris. Bagian

proximal dorsal terdapat tonjolan yang disebut olecranon. Dataran radial ke volar

terdapat incisura radialis bersendi dengan caput radii membentuk artic radioulnaris

proximalis. Diaphysis merupakan corpus ulnae. Sisi radial terdapat margo interossea.

bagian  proximal radial terdapat crita musculi supinator untuk perlengketan

m.supinator. Epiphysis distalis ukurannya lebih kecil yang berakhir membulat yang

disebut caput ulnae dengan dataran sendi circumferential articularis (ulna) bertemu

dengan incisura ulnaris (radius) membentuk articradioulnaris distalis. Ujung epiphysis

bagian dorsal menonjol disebut processus styloideus.Antara artic humeroradialis, artic

humeroulnaris dan artic radioulnaris proximalis  besama-sama membentuk articulatio

cubiti atau elbow joint.

8

Page 9: PBL Blok 14

EtiologiFraktur terjadi ketika tekanan yang kuat diberikan pada tulang normal atau tekanan

yang sedang pada tulang yang terkena penyakit (fraktur patologi), misalnya osteoporosis.

Tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas

untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal, diantara dikarenakan

peristiwa trauma, peristiwa kelelahan, ataupun karena faktor patologis. Sebagian besar fraktur

disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan,

penghancuran, perubahan pemuntiran, atau pun penarikan. Trauma tersebut bisa didapat dari

bermacam aktifitas seperti terjatuh, kecelakaan lalu lintas, dsb. Bila tekanan kekuatan

langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut

rusak.

Penyebab fraktur tulang yang paling sering adalah trauma, terutama pada anak-anak

dan dewasa muda. Jatuh dan cedera olahraga adalah penyebab umum fraktur traumatik.1

Fraktur stres dapat terjadi pada tulang normal akibat stres tingkat rendah

yang berkepanjangan atau berulang. Fraktur stres, yang juga disebut fraktur keletihan (fatigue

fracture), biasanya menyertai peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet, atau permulaan

aktivitas fisik baru. Fraktur stres paling sering terjadi pada individu yang melakukan olahraga

daya tahan seperti pelari jarak jauh. Fraktur stres dapat terjadi pada tulang yang lemah

sebagai respons terhadap peningkatan level aktivitas yang hanya sedikit. Individu yang

mengalami fraktur stres harus didorong untuk mengikuti diet sehat-tulang dan diskrining

untuk mengetahui adanya penurunan denitas tulang.1 Sementara itu fraktur patologik

dikarenakan kelemahan pada tulang. Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau

tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat

tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau

matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris-berbaris dalam

jarak jauh.

Kompartemen sindrom

Kompartemen sindrom adalah suatu kelainan yang potensial menimbulkan

kedaruratan, di mana terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruang tertutup.

Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh

darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan

9

Page 10: PBL Blok 14

pembengkakan interstitial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah

tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini akan menimbulkan

hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian saraf yang mempersarafi daerah tersebut

dan biasanya akan timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat mengerakkan jari tangan

atau jari kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki

restriksi volume yang ketat, seperti lengan. Risiko terjadinya sindrom kompartemen paling

besar apabila terjadi trauma otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan

hebat. Pemasangan gips pada ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat

dapat menyebabkan peningkatan tekanan di kompartemen ekstremitas,dan hilangnya fungsi

secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat terjadi. Gips harus segera dilepas dan

kadang-kadang kulit ekstremitas harus dirobek. Untuk memeriksa sindrom kompartemen, hal

berikut ini dievaluasi dengan sering pada tulang yang cedera atau digips: nyeri, pucat,

parestesia, dan paralisis. Denyut nadi mungkin teraba atau mungkin tidak.

PatofisiologiTulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan

memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan

terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.1

Trauma bisa bersifat langsung dan tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan

tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi

biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Disebut trauma

tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dan daerah fraktur,

misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada

keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.1

Perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak di

sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak biasanya mengalami kerusakan akibat cedera. Reaksi

inflamasi yang intens terjadi setelah patah tulang. Sel darah putih dan sel mast berakumulasi

sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke area tersebut. Fagositosis dan

pembersihan debris sel mati dimulai. Bekuan fibrin (hematoma fraktur) terbentuk di tempat

patah dan berfungsi sebagai jalan untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera

terstimulasi dan terbentuk tulang baru imatur, yang disebut kalus.1

10

Page 11: PBL Blok 14

 Bekuan fibrin segera direabsorbsi dan sel tulang baru secara perlahan mengalami re-

modeling untuk membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara

perlahan mengalami kalsifikasi.1

 Penyembuhan memerlukan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan (fraktur

pada anak sembuh lebih cepat). Penyembuhan dapat terganggu atau terlambat apabila

hematoma fraktur atau kalus rusak sebelum tulang sejati terbentuk, atau apabila sel tulang

baru rusak selama kalsifikasi den pengerasan.1

Klasifikasi dan Jenis Fraktur

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.

Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang

akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.8

Fraktur komplit terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur

inkomplit tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Ada beberapa istilah yang dipakai untuk

menjelaskan fraktur.8

1. Sudut patah

- fraktur transversal

Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang, biasanya

mudah dikontrol dengan bidai gips.

- Fraktur oblik

Fraktur yang garis  patahnya membentuk sudut terhadap tulang, fraktur ini tidak

stabil dan sulit diperbaiki.

- Fraktur spiral

Timbul akibat torsi pada ekstremitas, terdapat sedikit kerusakan jaringan lunak,

cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.8

2. Fraktur multipel pada satu tulang

- Fraktur segmental

Dua fraktur berdekatan pda satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen

sentral dari suplai darah, sulit ditangani.

- Fraktur kominutif

Serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua

fragmen tulang.

- Fraktur impaksi

Terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya.

11

Page 12: PBL Blok 14

- Fraktur patologik

Terjadi pada daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor atau

proses patologik lainnya.

- Fraktur greenstick

Fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak, sebagian korteks tulang

dan periosteumnya masih utuh.

- Fraktur avulsi

Memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon ataupun ligamen.8

Manifestasi Klinis1. Nyeri

Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen

tulang tidak  bisa digerakkan.

2. Gangguan fungsi

Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung

menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur

karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang

tersebut saling  berdekatan.

3. Deformitas dan kelainan bentuk

Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui

ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.

4. Pemendekan

Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang

disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi

fraktur.

5. Krepitasi

Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.

6. Perubahan warna

Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.9

12

Page 13: PBL Blok 14

PenatalaksanaanPenatalaksanaan untuk fraktur

Dalam penatalaksanaan fraktur, dapat dilakukan dengan cara memberi pengobatan

untuk gejala simptomaik yang meliputi rasa nyeri yang disebakan oleh fraktur, dan mengatasi

gejala sistemik lainnya.

Tindakan yang harus dilakukan pada seseorang yang mengalami fraktur yaitu :

a. Hilangkan rasa nyeri (opiat intravena, blok saraf, gips, traksi).

b. Buat akses intravena dengan baik dan kirim golongan darah dan sampel untuk

dicocokkan.

c. Pada fraktur terbuka (compound ), membutuhkan debridement , antibiotik, dan

profilaksis tetanus.9

Hal yang perlu (definitif) untuk menangani seseorang yang mengalami fraktur yaitu :

a. Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan hematoma

fraktur dan meminimalkan kerusakan.

b. Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar terjadi pemulihan

posisi yang normal dan rentang gerak. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa

intervensi bedah (reduksi tertutup). Apabila diperlukan pembedahan untuk fiksasi

(reduksi terbuka), pin atau sekrup dapat dipasang untuk mempertahankan sambungan.

Traksi dapat diperlukan untuk mempertahankan reduksi dan menstimulasi

penyembuhan.

c. Imobilisasi jangka panjang setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi

pembentukan kalus dan tulang baru. Imobilisasi jangka panjang biasanya dilakukan

dengan pemasangan gips atau penggunaan bidai.9

Medikamentosa

Obat yang digunakan untuk mengobati patah tulang umumnya NSAID dan analgesik.

Selain itu, bisa ditambahkan antibiotik yang tepat dan profilaksis tetanus jenis fraktur

terbuka.

Golongan NSAID ditujukan untuk mengatasi nyeri yang dialami pasien,yang

umumnya digunakan adalah ibuprofen, dan ada juga beberapa jenis obat pilihan lain.

1. Ibuprofen

nyeri : 200 mg per oral 3-4 kali sehari

13

Page 14: PBL Blok 14

2. Ketoprofen

dosis : 75 mg 3 kali sehar atau 50 mg 4 kali sehari per oral, tidak lebih dari dosis

maksimum yaitu 300 mg sehari

3. Naproksen

dosis : 500 mg diberikan dua kali bila perlu, diikuti dengan penurunan dosis menjadi

250 mg diberikan sebanyak tiga kali.

4. Parasetamol

dosis : 500mg diberikan 3 kali sehari. Indikasi untuk menurunkan panas.

Non-medikamentosa

Reduksi tertutup

Pengobatan awal untuk fraktur radius kebanyakan melalui reduksi tertutup dan

pemasangan gips untuk imobilisasi. Reduksi tertutup dilakakan dengan meluruskan bagian

yang mengalami deformitas tanapa harus membuuka kulit (sayatan)

Proses penyembuhan atau pengobatan fraktur bergantung pada jenis dan karakteristik fraktur,

umur, aktivitas/pekerjaan, dan kualitas masa tulang.

Bagian yang mengalami displacement/pergeseran diberikan anastesi umum.

Penanganan pertama dengan memberikan traksi pada lengan untuk membuka fragmen.

Deformitasnya kemudian di reduksi tertutup, sesuai dengan jenis frakturnya. Sebuah gips

atau balutan bidai dipasang guna mengurangi resiko re-displacement. X-ray kemudian dapat

dilakukan untuk memasikan keberhasilan reduksi. Gips ini biasanya dipertahankan sampai 6

minggu.

Tindakan selanjutnya yang bisa dilakukan jika fraktur tidak bsia diatasi dengan

reduksi yakni operasi. 40% dari patah tulang radial distal dianggap tidak stabil dan

memerlukan fiksasi bedah.

Penatalaksanaan untuk sindroma kompartemen

Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi

neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi.

Penanganan kompartemen secara umum meliputi terapi medikal atau non bedah dan terapi

bedah. Terapi Medikal / Non bedah diindikasikan untuk diagnosa dugaan kompartemen,

meliputi: menempatkan extremitas setinggi jantung untuk mempertahankan ketinggian

kompartemen yang minimal.

14

Page 15: PBL Blok 14

Medikamentosa sindroma kompartemen

Pada kompartemen sindrom, karena terdapat nyeri yang hebat, dapat diberi obat

golongan analgesik-opioid yang memiliki sifat seperti opium, diantaranya adalah morfin,

kodein, tebain, dan papaverin. Morfin dan opioid lain diindikasikan untuk meredakan atau

menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik nonopioid. Jika nyeri

lebih hebat, maka makin besar juga dosis yang diberikan. Efek samping dari pemberian obat

golongan ini adalah terjadinya mual, muntah, urtikaria, dermatitis kontak. Pemberian 10

mg/70 kgBB morfin subkutan dapat menimbulkan anelgesia pada pasien dengan nyeri yang

bersifat sedang hingga berat, misalnya nyeri pasca bedah. Pemberian 60 mg morfin peroral

memberi efek analgetik sedikit lebih lemah dan masa kerja lebih panjang.10

Non-medikamentosa sindroma kompartemen

Penanganan sindroma kompartemen dengan cara non-medikamentosa sama dengan

penanganan pada fraktur yaitu dengan memasangkan gips pada daerah yang mengalami

nyeri.

KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada fraktur tulang meliputi dua komplikasi utama

yakni komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini dapat meliputi kehilangan

darah, infeksi, emboli lemak, DVT, dan sindroma kompartemen. Komplikasi lanjut dapat

menyebabkan non-union, delayed union, malunion, dan terhambatnya pertumbuhan.9

Komplikasi dini

1. Kehilangan darah terjadi karena trauma yang menyebabkan fraktur terbuka dan

banyak darah yang hilang saat trauma berlangsung. Infeksi dapat terjadi terutama

pada fraktur terbuka. Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.

Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam.

Bisa terjadi oleh karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan

plat.9

2. Emboli lemak adalah tetesan lemak yang masuk ke dalam pembuluh darah.

Faktor resiko terjadinya emboli lemak pada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-

40 tahun terutama bagi yang obesitas. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan

sumsum  tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis yang

15

Page 16: PBL Blok 14

menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak

yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut disirkulasi paru karena ada

robekan dari pembuluh balik yang mempunyai daya tarik kembali terhadap darah-

darah kotor yang keluar dari pembuluh balik yang juga mengikutsertakan lemak yang

dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas.9

3. Deep Vein Thrombosis, trombosis vena dalam sering terjadi pada individu yang tidak

bergerak dalam jangka waktu yang lama  karena trauma atau  ketidakmampuannya

bergerak seperti pada lazimnya. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan

meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.9

4. Gagal ginjal.9

Komplikasi lanjut

1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi

yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring. Kelainan penyatuan

tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi atau

pergeseran tulang dari tempat yang normal.9

2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan

kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.9

3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.9

4. Pertumbuhan terhambat.9

5. Artritis.9

6. Distrofi simpatik pasca trauma.9

Selain komplikasi dini dan komplikasi lanjut, ada komplikasi lain yang disebabkan oleh

bakteri yaitu Gangren gas. Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium

saprophystik gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii atau clostridium

perfringens. Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami penurunan

suplai oksigen karena trauma otot. Jika kondisi ini terus terjadi, maka akan terdapat edema,

gelembung – gelembung gas pada tempat luka. Tanpa perawatan, infeksi toksin tersebut

dapat berakibat fatal.

16

Page 17: PBL Blok 14

PrognosisPrognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta tata laksana dari tim medis

terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika penanganannya cepat, maka  prognosisnya akan

lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari tingkat keparahan, jika fraktur yang di

alami ringan, maka proses penyembuhan akan berlangsung dengan cepat dengan prognosis

yang baik. Tapi pada kasus yang berat prognosisnya juga akan buruk. Bahkan jika parah,

tindakan yang dapat diambil adalah cacat fisik hingga amputasi. Selain itu penderita dengan

usia yang lebih muda akan lebih bagus prognosisnya dibanding penderita dengan usia lanjut

dikarenakan pertumbuhan sel pada usia muda masih tinggi dibanding dengan penderita

dengan usia lanjut.

KesimpulanFraktur tulang adalah hilangnya kontinuitas tulang dan kartilago. Penyebabnya

digolongkan menjadi 3 yaitu fraktur traumatik, fraktur patologis dan fraktur stress. Gejala

klinis yang nampak berupa reaksi peradangan yaitu kemerahan, hiperemia dan nyeri, tampak

deformitas. Jika terdapat oedem, terjadi gangguan sensasi serta melemahnya denyut nadi,

menandakan adanya sindrom kompartemen. Penatalaksanaanya berupa tindakan non bedah

dan bedah (fasciotomi). Sementara itu penatalaksaan fraktur secara definitif berupa

imobilisasi, reduksi dan rehabilitasi. Prognosisnya baik jika pasien mendapatkan perawatan

dengan tepat.

Daftar Pustaka1. Rasjad C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi III. Makassar: Yarsif

Watampone.2007.h.352-489.

2. Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan sistem muskuloskeletal.

Jakarta: EGC.2008.h.15-32.

3. Arif M, Suprohaita, Wahyu W.I, Wiwiek S. Kapita selekta kedokteran.Ed.3 jilid 2,

FKUI.2000.h.209-17.

4. Bickley S. Anamnesis. Bates’ Guide to physical examination and history taking.

International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer

Health.2009.293-7.

17

Page 18: PBL Blok 14

5. Alatas A, Hassan R. Buku kuliah 3; ilmu kesehatan anak. Edisi 11. Jakarta :

Infomedika Jakarta.2007.h.955-61.

6. Simbardjo D. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.2004.56-63.

7. Mahode A.A, Halim M.J, Bourman V, Hartanto Y.B. Terapi dan rehabilitasi fraktur.

Jakarta: EGC.2011.h.157-75.

8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.

Jakarta: EGC.2005.h.1365-8.

9. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Ed.3. Jakarta: Erlangga; 2006.h.85.

10. Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi.Ed.5.Jakarta:

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.2011.h.210,218.

18