Pbl Blok 14 - Skenario 9

23
Fraktur Terbuka Regio Kruris Dextra Eifraimdio Paisthalozie 10-2011-384 Kelompok E6 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi :

description

makalah pbl

Transcript of Pbl Blok 14 - Skenario 9

Fraktur Terbuka Regio Kruris Dextra

Eifraimdio Paisthalozie10-2011-384Kelompok E6

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaAlamat Korespondensi :Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : [email protected] Ajaran 2011/2012BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangTulang merupakan bagian tubuh yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, karena dengan berkoordinasi bersama otot, tulang menjadi alat gerak pasif dan ikut berpartisipasi dalam pergerakan sehari-hari manusia. Kelainan atau adanya cidera pada tulang tentu akan menganggu aktivitas sehari-hari dan membuat produktivitas manusia menurun. Salah satu cidera tulang yang memiliki risiko tinggi ialah fraktur tulang atau patah tulang. Fraktur tulang dapat berupa fraktur tulang terbuka ataupun fraktur tulang tertutup. Pada makalah ini, saya akan lebih memperdalam mengenai fraktur tulang terbuka. Fraktur sendiri, memiliki definisi putusnya kesinambungan suatu tulang atau terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur tulang terbuka, didefinisikan ketika tulang yang terputus kontinuitasnya, mengadakan kontak dengan dunia luar. Fraktur tulang terbuka merupakan salah satu kedaruratan yang harus cepat ditangani. Masalah yang paling utama dari suatu fraktur tulang terbuka, ialah kemungkinan infeksi, diikuti dengan cidera pada pembuluh darah dan saraf yang dapat berakibat fatal apabila cidera pembuluh darah dan saraf cukup parah. Risiko dari fraktur tulang terbuka, ditentukan dari ketebalan jaringan lunak di sekitar tulang dan seberapa besar trauma yang diberikan. Contohnya, tibia memiliki aspek medial yang panjang dan merupakan jaringan subkutan, dan oleh karena itu fraktur pada tibia akan lebih mudah mengalami fraktur terbuka. Lain halnya dengan femur yang diselimuti oleh lapisan otot yang tebal dan oleh karena itu akan lebih sulit mengalami fraktur terbuka kecuali trauma yang diberikan sangat besar. Pada makalah ini, saya akan berusaha untuk memperdalam mengenai fraktur tulang terbuka khususnya pada regio kruris.1.2 Rumusan MasalahSeorang laki-laki berusia 30 tahun, mengalami kecelakaan sepeda motor dan mengalami fraktur terbuka pada regio kruris dextra 1/3 tengah bagian ventral dengan ukuran 5x2cm, tepi luka tidak rata, sudut luka tumpul, tampak jembatan jaringan, tidak tampak perdarahan aktif, dan tampak penonjolan fragmen tulang. Ekstremitas bawah sebelah kanan mengalami defomitas dan lebih memendek. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital dalam batas normal.1.3 HipotesisPasien tersebut mengalami fraktur tulang terbuka derajat 2.1.4 TujuanMakalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai berbagai macam jenis dan klasifikasi dari fraktur tulang terbuka serta menjelaskan tatalaksana dan komplikasi dari fraktur tulang terbuka.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Anamnesis Fraktur Tulang TerbukaAnamnesis pada pasien dengan fraktur tulang dilakukan apabila pasien masih dalam keadaan sadar dengan kata lain, pasien tidak dalam keadaan kegawatdaruratan. Umumnya, pasien dengan fraktur tulang terbuka merupakan indikasi keadaan kegawatdaruratan dan memerlukan penanganan secepatnya, terlebih bila ditemukan perdarahan aktif. Beberapa hal yang dapat ditanyakan pada pasien dengan fraktur tulang: Apakah dahulu pernah ada riwayat fraktur tulang? Bagaimana pola konsumsi makanan Anda? Apakah kaya akan kalsium? (indikasi osteoporosis, yang mempermudah kejadian fraktur) Apakah dalam keluarga ada riwayat fraktur tulang? Dimanakan lokasi nyeri yang paling maksimum? (untuk lebih memperjelas fraktur terjadi pada tulang apa) Apakah ada gejala sistemik, seperti demam? Kapan Anda mengalami kecelakaan motor yang menyebabkan fraktur? Apakah Anda mendapat trauma/benturan secara langsung atau secara tidak langsung? Apakah Anda mengalami sakit di bagian lain? Apakah Anda merasa pusing?1

2.2 Pemeriksaan Fisik Fraktur Tulang TerbukaPemeriksaan fisik pada fraktur tulang terbuka, pertama-tama diawali dengan pemeriksaan tanda vital meliputi suhu, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah. Setelah memastikan kesemua tanda vital, baru pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan tahap-tahap berikut ini, antara lain: InspeksiPada pemeriksaan fisik tahap inspeksi, kita harus memeriksa beberapa tanda penting pada pasien fraktur meliputi, antara lain ada/tidak deformitas pada tulang yang fraktur berupa angulasi dan rotasi, ada/tidak pemendekan ekstremitas yang mengalami fraktur, melihat bagaimana cara berjalan pasien, dan melihat dimana lokasi bengkak serta memastikan adanya perdarahan atau tidak (perubahan warna kulit) pada lokasi fraktur. PalpasiPada tahap ini, kita perlu memastikan lebih jauh mengenai nyeri yang dirasakan oleh pasien dengan melakukan perabaan atau memberi sedikit tekanan pada daerah fraktur. Beberapa hal penting yang dapat dilihat pada tahap palpasi ialah ada/tidaknya nyeri tekan, ada/tidaknya penonjolan tulang yang abnormal, ada/tidak krepitasi pada persendian di sekitar daerah fraktur, dan nyeri tekan saat gerak aktif maupun gerak pasif. MovementPada tahap ini, pasien diminta untuk melakukan beberapa gerakan dasar sendi, dan ini penting untuk melihat apakah ada nyeri yang dirasakan pasien saat pasien melakukan gerakan aktif dan pasif. Selain itu, dapat pula dilihat bagaimana ROM atau Range of Motion dari pergerakan sendi pasien.12.3 Pemeriksaan Penunjang Fraktur Tulang TerbukaPemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis ialah, antara lain Radiografi, umumnya diambil dengan posisi antero-posterior dan lateral dari ekstremitas yang mengalami cidera dan bertujuan untuk mencari lusensi dan diskontinuitas korteks tulang. Gambar sebaiknya mencakup persendian proksimal dan distal dari daerah yang mengalami cidera. Gambar oblik dapat digunakan untuk mencari informasi lebih, bila dibutuhkan. CT (Computed Tomography) Scan dan MRI (jarang), biasanya dapat memberikan detail lebih jauh mengenai cidera pada tulang dan jaringan lunak di sekitarnya, namun umumnya tidak sering dilakukan segera untuk tatalaksana dari fraktur terbuka yang akut. Kedua jenis pemeriksaan penunjang ini lebih berguna untuk tatalaksana cidera periartikular yang kompleks. Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop, terutama berguna apabila, baik radiografi maupun CT scan memberikan hasil negatif pada kecurigaan fraktur secara klinis.1,22.4 DiagnosisWorking DiagnosisDiagnosis kerja atau working diagnosis saya untuk kasus kali ini ialah Fraktur terbuka korpus tibia derajat IIManifestasi klinis:a. Nyeri pada daerah tibiab. Kehilangan fungsic. Adanya deformitas dengan nyeri tekan (+) dan pembengkakand. Perubahan warna kulit di sekitar tulang tibia dan memar1Tibia merupakan salah satu tulang yang sering terpapar pada banyak jenis trauma kendaraan, industri dan atletik dikarenakan permukaan anterior tibia yang terletak subkutis di seluruh panjangnya. Maka, fraktur tibia sering merupakan fraktur yang terbuka. Juga dikarenakan lokasinya yang subkutis, suplai darah ke tibia kurang daripada tulang lain, serta infeksi dan penyatuan tertunda dan non-union lebih sering ditemukan.3Differential DiagnosisDiagnosis banding atau differential diagnosis saya ialah sebagai berikut: Fraktur tertutup korpus tibia Fraktur tibia proksimalPermukaan sendi tibia bagian proksimal merupakan bidang datar atau dataran tempat bertumpunya 2 kondilus femoris yang membulat. Trauma yang membengkokkan, memuntir atau trauma sumbu pada daerah ini dapat menimbulkan berbagai fraktur dataran tibia. Trauma seringkali dapat menimbulkan kominutiva yang meluas ke korteks metafisis tibia. Satu atau kedua kondilus bisa terlibat disertai dengan hilangnya keharmonisan permukaan sendi tibia proksimal. Tomogram diperlukan untuk menggambarkan cedera ini secara lengkap. Bila ada depresi sentral dan pergeseran kurang dari 5 mm, cukup diatasi dengan terapi konservatif, biasanya dengan imobilisasi dengan gips sampai efusi dan nyeri tekan teratasi, bisa pula dengan tongkat ketiak untuk menghindari pemikulan berat badan pada sendi. Bila depresi sendi lebih dari 5 mm, atau bila kominutiva menyebabkan pergeseran angularis pada kondilus, maka pemulihan bedah diperlukan. Untuk depresi sentral, dapat dilakukan artrotomi, kemudian direduksi dengan membongkar fragmen ke dalam posisi melalui lubang yang terletak pada korteks tibia, dan graft tulang. Graft tulang dan fragmen fraktur disokong dengan pin transversa atau sekrup. Kominutiva luas disertai pergeseran kondilus umumnya memerlukan plat penunjang untuk sokongan adekuat.3Fraktur tulang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu: Fraktur yang berbentuk transversa, oblik, atau spiral Fraktur patahan dahan (greenstick), dimana hanya satu sisi tulang yang mengalami fraktur, sisi lainnya menekuk (umum pada tulang yang imatur) Fraktur kominutif, dimana terdapat dua atau lebih fragmen tulang (tulang bisa saja remuk) Fraktur komplikata, fraktur yang melibatkan kerusakan pada beberapa struktur organ lain (misalnya saraf atau pembuluh darah) Fraktur compound, pada fraktur jenis ini terdapat robekan kulit di atasnya (atau visera di dekatnya) dengan potensi kontaminasi pada ujung tulang Fraktur patologis, yang merupakan fraktur karena kelemahan tulang oleh suatu penyakit, misalnya karena suatu metastasis karsinoma tulang.1Fraktur tulang dapat diklasifikasikan menurut beberapa tipe, berikut ialah klasifikasi fraktur menurut Gustillo dan Anderson yang dipublikasikan pada tahun 1976. Fraktur tipe IPada fraktur tipe atau derajat I, terdapat luka yang panjangnya kurang dari 1 cm dan luka relatif masih bersih dengan sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali kontaminasi. Luka dapat terjadi karena perforasi dari dalam ke luar oleh salah satu ujung tulang yang patah. Pola frakturnya sederhana, misalnya spiral atau oblik-pendek. Fraktur derajat I ini umum disebabkan karena trauma dengan energi yang tidak begitu besar. Fraktur tipe IIPada fraktur tipe atau derajat II, ialah fraktur dengan laserasi kulit yang panjangnya lebih dari 1 cm, atau berkisar antara 1-10 cm dengan adanya kerusakan kecil/tidak adanya kerusakan pada jaringan lunak. Pada fraktur ini tidak dijumpai otot yang mati dan ketidakstabilan fraktur berkisar dari sedang sampai parah. Fraktur tipe IIPada fraktur tipe atau derajat III, disertai dengan kerusakan jaringan lunak dan biasanya juga disertai dengan perdarahan dengan/tanpa kontaminasi luka. Pola frakturnya kompleks dengan instabilitas fraktur. Luka biasanya memiliki panjang lebih dari 10 cm.Kemudian, dikarenakan adanya beberapa faktor lain yang terjadi pada fraktur derajat III yang merupakan fraktur paling berat, maka Gustillo, Mendoza dan William memperluas dan membagi lagi fraktur tipe III ke dalam 3 sub-tipe yang dipublikasikan pada tahun 1984, yaitu: Fraktur tipe IIIABiasanya dikarenakan oleh trauma/benturan dengan energi yang besar. Pada fraktur tipe IIIA ini masih ada sejumlah jaringan lunak yang cukup untuk menutupi fraktur. Fraktur tipe IIIA ini berupa fraktur segmental atau kominutif yang parah. Fraktur tipe IIIBDisertai dengan kehilangan jaringan lunak yang luas dengan tulang yang sudah terekspos dan lapisan periosteal yang terbuka. Fraktur tipe IIIB ini umum disertai dengan kontaminasi berat dan memerlukan donor jaringan untuk menutup luka. Fraktur tipe IIICFraktur terbuka apapun yang sudah menciderai pembuluh darah arteri dan membutuhkan perbaikan segera. Perlu diketahui bahwa pembagian tipe fraktur ini mungkin saja tidak dapat dilakukan pada evaluasi pertama kali, dan karena itu klasifikasi sebaiknya didasarkan pada temuan ketika melakukan operasi.2,4,52.5 EtiologiFraktur tulang terbuka dapat terjadi dalam beberapa cara dan lokasi serta keparahan dari cidera terkait secara langsung dengan besarnya benturan yang mengenai tubuh. Pada bentuk yang paling ringan, fraktur terbuka dapat melibatkan luka yang sangat kecil misalnya karena tusukan dari tulang yang tajam, yang akhirnya menciptakan lubang kecil pada kulit dengan kontaminasi yang minimum. Kejadian trauma yang lebih besar akan berdampak pada kerusakan jaringan dan devitalisasi jaringan. Lebih jauh lagi, bakteri dapat berkoloni pada luka pada tahap perawatan yang lebih lanjut, dan tindakan debridement yang dilakukan berulang merupakan suatu terapi definitif untuk penutupan luka. Devitalisasi jaringan dihasilkan karena sejumlah besar energi trauma yang didapat tubuh. Cidera akibat benturan keras dapat menganggu respon imun lokal dengan iskemia lokal memainkan peran besar dalam proses ini. Iskemia juga dapat terjadi oleh karena trauma langsung pada pembuluh darah besar atau pada mikrosirkulasi. Penyebab penting tidak langsung dari iskemia mencakup peningkatan tekanan kompartment miofasial dan peningkatan permeabilitas vaskuler.22.6 TatalaksanaTatalaksana Fraktur Tulang TerbukaTatalaksana utama dari pasien dengan fraktur tulang terbuka, umunnya dimulai dengan protokol Advance Trauma Life Support (ATLS) yang mencakup pemeriksaan status neurologik, kepala, medula spinalis, abdomen dan pelvis yang harus dilakukan sebelum memulai tatalaksana untuk fraktur terbukanya sendiri. Selain itu, juga harus dilakukan pemeriksaan riwayat imunisasi tetanus karena bakteri tetanus yang meproduksi toksin dapat menyebabkan spasme otot yang mengancam nyawa. Berikan tetanus toxoid apabila pasien sudah mendapat booster terakhir lebih dari 10 tahun sebelumnya atau pada pasien yang riwayat imunisasinya tidak tersedia. Berikan tetanus immunoglobulin pada pasien dengan imunisasi primer yang belum lengkap atau pada pasien yang sudah 10 tahun lebih tidak mendapat imunisasi sejak dosis booster terakhirnya. Medica mentosaUntuk fraktur tulang terbuka, terapi secara farmakologik umumnya berkisar pada pemberian antibiotik. Walaupun hal ini masih diperdebatkan, namun ada beberapa generalisasi dari antibotik yang sudah dibuat, antara lain: Semua pasien dengan fraktur terbuka, sebaiknya mendapat cefazolin (sefalosporin generasi pertama) atau antibiotik dengan spektrum bakteri Garam positif yang ekuivalen. Hal ini cukup menunjang untuk cidera tipe I Cidera tipe II atau tipe III, sebaiknya ditambah dengan antibiotik spektrum Gram-negatif yang adekuat, umunnya digunakan antibiotik dari golongan aminoglikosida seperti gentamisin. Untuk cidera dengan risiko infeksi oleh bakteri anaerobik atau cidera dengan luka yang sudah terkontaminasi parah, tambahkan pula penisilin atau klindamisin. Setelah tatalaksana awal dengan antibiotik selesai dilakukan, berikutnya ialah pelaksanaan tindakan operasi, yang meliputi: Pra-operasiMelakukan evaluasi sebelum operasi dengan menilai secara akurat status neurologik dan vaskuler pasien. Selain itu, dapat pula dilakukan potret luka secara digital untuk rekam medis. Luka fraktur terbuka dilapisi dengan kasa steril yang lembut. IrigasiPada tindakan ini, luka dibersihkan dengan sejumlah besar cairan saline untuk menghilangkan sejumlah besar kontaminasi dan perdarahan yang dapat memperjelas lebih dalam kontaminasi dan jaringan yang rusak. Irigasi ini juga dilakukan untuk memperkecil kemungkinan bakteri-bakteri sisa yang dapat menginfeksi jaringan yang masih sehat. DebridementDebridement dilakukan dengan tujuan untuk menghindari adanya jaringan rusak yang tertinggal dan kontaminasi yang meluas. Tepi kulit yang sudah rusak digunting sampai ke perbatasan dengan kulit yang sehat. Lemak subkutan yang longgar juga dibuang bersamaan dengan otot yang rusak parah atau yang non-kontraktil. Selain menghilangkan jaringan mati, tulang pun juga harus dibuang apabila sudah tidak melekat dengan jaringan lunak sekitarnya, fragmen sendi yang besar dikecualikan dalam hal ini dengan alasan untuk perbaikan stabilitas sendi. Secara singkat, debridement bertujuan untuk menghilangkan jaringan rusak yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri. StabilisasiStabilisasi fraktur ialah tatalaksana yang penting untuk ekstremitas yang cidera dan secara keseluruhan untuk kepentingan pasien pula. Stabilisasi bertujuan untuk membantu mengurangi trauma-trauma ringan yang dapat terjadi dan memberikan kestabilan untuk penyembuhan jaringan. Untuk stabilisasi ini dapat dilakukan beberapa metode fiksasi yang disesuaikan dengan kualitas jaringan lunak sekitar, lokasi dan pola fraktur dan kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan. Stabilisasi ini masih mengundang kontroversi karena penggunaan alat fiksasi dapat menjadi sumber potensial infeksi. Secara umum, fiksasi eksternal dilakukan apabila pasien memerlukan irigasi dan debridement yang lebih dari sekali misalnya pada fraktur tipe III dan kadang-kadang donor jaringan juga diperlukan. Fiksasi internal dengan plat dan sekrup biasa dilakukan pada fraktur tipe I dan fraktur artikuler yang membutuhkan reposisi anatomis. Pada fraktur tipe IIIC, sebaiknya dilakukan fiksasi eksternal terlebih dahulu sebelum melakukan perbaikan pembuluh darah yang rusak. Seringkali tindakan memasang alat fiksasi setelah memperbaiki pembuluh darah, berakhir pada gangguan rekonstruksi vaskuler.2,3,5Non-medica mentosaTerapi non-farmakologik pada pasien fraktur tulang terbuka ialah dengan berusaha untuk mengembalikan fungsi tulang yang mengalami fraktur seperti sediakala, antara lain dengan melakukan fisioterapi dan terapi okupasi.1Tatalaksana Fraktur Tibia TerbukaMedica mentosaPada fraktur tibia terbuka, perlu dilakukan pemberian antibiotik secara intravena untuk mencegah infeksi berlanjut sebagai tindakan awal. Antibiotik yang diberikan dapat berupa generasi pertama sefalosporin (spektrum Gram-positif) seperti sefalotin dengan dosis 1-2 gram setiap 6-8 jam dan biasa cukup baik untuk fraktur tipe I. Antibiotik aminoglikosida (spektrum Gram-negatif) seperti gentamisin dengan dosis 120 mg setiap 12 jam atau 240 mg setiap hari dapat ditambahkan untuk fraktur tipe II dan III. Sebagai tambahan, metronidazole dengan dosis 500 mg setiap 12 jam atau penisilin dengan dosis 1,2 gram setiap 6 jam dapat ditambahkan untuk spektrum bakteri anaerob. Profilaksis tetanus juga penting untuk diingat. Antibiotik tersebut umumnya diteruskan sampai 72 jam diikuti dengan penutupan luka.Setelah melakukan tindakan awal, dilakukan irigasi luka dan kemudian luka fraktur dilapisi dengan kasa steril. Debridement sebaiknya dilakukan di dalam kamar operasi secepat mungkin. Debridement dalam kurun waktu 6 jam diperlukan untuk tetap menjaga kemungkinan infeksi rendah.Faktor kunci dalam mencegah infeksi ialah dengan stabilisasi fraktur secepat mungkin.Kemudian, setelah debridement primer, dilakukan perbaikan fraktur dengan cara memasang nail intramedullar untuk fraktur tipe I, II, dan III. Fiksasi eksternal diperuntukkan untuk fraktur tipe IIIA dan IIIB.Tindakan amputasi terkadang diperlukan, untuk mencegah infeksi meluas namun tentu saja hal ini masih kontroversi dan memiliki beberapa kerugian, antara lain kehilangan dari salah satu bagian kaki dan ketergantungan pada kaki prostetik. Apabila pasien merupakan salah satu partisipan aktif dari olahraga atau pekerjaan yang membutuhkan pergerakan kaki yang baik maka amputasi mustahil dilakukan. Tindakan salvage merupakan salah satu tindakan di samping amputasi namun tindakan ini memerlukan lebih banyak prosedur dan waktu operasi dibandingkan dengan tindakan amputasi. Namun kemungkinan amputasi masih bisa diperoleh apabila terjadi infeksi, kegagalan penyambungan, atau rasa sakit pada kaki setelah tindakan salvage.5,6Non-medica mentosaSama halnya dengan fraktur tulang terbuka manapun, terapi non-farmakologik dilakukan dengan fisioterapi dan terapi okupasi untuk mengembalikan fungsi kaki seperti semula.12.7 KomplikasiInfeksi ialah komplikasi yang paling jelas dari sebuah fraktur tulang terbuka. Risiko infeksi biasanya dikaitkan dengan keparahan dari cidera yang terjadi: Pada fraktur terbuka tipe I, kemungkinan infeksi 0-2% Pada fraktur terbuka tipe II, kemungkinan infeksi 2-10% Pada fraktur terbuka tipe III, kemungkinan infeksi 10-50%Selain infeksi, komplikasi lain dari sebuah fraktur tulang terbuka dapat berupa non-union, delayed union, mal-union, yang merupakan komplikasi lanjut. Risiko non-union pada fraktur tulang terbuka lebih besar dibandingkan dengan fraktur tulang tertutup pada derajat yang sama. Banyak faktor yang ikut mempengaruhi hal ini, salah satunya berkaitan dengan kerusakan pada pembuluh darah yang menghambat suplai darah ke zona yang mengalami fraktur. Kehilangan periosteum tulang juga menjadi salah satu faktor yang menghambat penyembuhan tulang. Sedangkan, fraktur tibia terbuka memiliki rata-rata infeksi dan non-union yang lebih besar. Bahkan, dapat pula ditemani dengan keberadaan ostemomyelitis baik yang akut, subakut dan kronik dan dapat baru muncul berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah cidera. Infeksi pada daerah sekitar pin, merupakan komplikasi umum pada penanganan dengan external fixator yang biasanya juga ditemani dengan osteomyelitis kronik.1,2,62.8 PrognosisPrognosis Fraktur Tibia TerbukaSistem klasifikasi yang dilakukan oleh Gustillo-Anderson merupakan indikator prognosis yang baik. Semakin tinggi derajat cidera tulang yang terjadi maka umumnya akan lebih sulit untuk diterapi, mengingat biasanya cidera tulang derajat tinggi misalnya derajat III sering diiringi dengan adanya infeksi dan kegagalan penyatuan tulang.6

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanHipotesis diterima. Berdasarkan pada klasifikasi fraktur terbuka yang telah dipaparkan, pasien tersebut mengalami fraktur tulang terbuka derajat II.

Daftar Pustaka

1. Grace PA, Borley NR. At a glance: ilmu bedah. Ed ke-3. Jakarta: Erlangga; 2006.p.84-85.2. Schaller TM. Open fractures. Medscape 2012 May 21. Available from URL:http://emedicine.medscape.com/article/1269242-overview#aw2aab6b33. Sabiston. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC;2003.p.384.4. Ruedi TP, Buckley RE, Moran CG. AO principles of fracture management: specific fractures, volume 1. Switzerland: AO Publishing;2007.p.90-6.5. Brown DE, Neumann RD. Orthopedics secret. 3rd Edition. USA: Hanley & Belfus;2004.p.30-1.6. Patel M. Open tibia fractures. Medscape 2011 May 23. Available from URL:http://emedicine.medscape.com/article/1249761-overview#a0102

14