PBL RA Blok 14 Timo

38
Penegakkan Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Rheumatoid Arthritis Timoty Mario / 10.2012.161 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11470 Email : [email protected] Pendahuluan Artritis merupakan suatu kondisi yang dapat timbul oleh banyak hal seperti infeksi, proses autoimun, reaksi inflamasi, dan sebagainya. Keluhan yang sering timbul adalah nyeri, kaku, hingga gangguan fungsional pada sendi. Jenis, berat, dan penyebaran penyakit rematik dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko seperti umur, jenis kelamin, genetik, dan faktor lingkungan. 1 Keluhan-keluhan artritis pada penyakit-penyakit yang berbeda seringkali mirip dan tidak begitu spesifik sehingga agak sulit dibedakan padahal terapi akan berbeda pada penyebab artritis yang berbeda. Permasalahan lain yang perlu dipecahkan berkaitan dengan pemahaman penyakit reumatik (baik oleh masyarakat umum maupun kalangan medis), diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit, pencegahan kecacatan dan rehabilitasi akibat penyakit rematik. Pembahasan I. Anamnesis 1 | Page

description

Musculosceletal

Transcript of PBL RA Blok 14 Timo

Penegakkan Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Rheumatoid ArthritisTimoty Mario / 10.2012.161Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11470Email : [email protected]

PendahuluanArtritis merupakan suatu kondisi yang dapat timbul oleh banyak hal seperti infeksi, proses autoimun, reaksi inflamasi, dan sebagainya. Keluhan yang sering timbul adalah nyeri, kaku, hingga gangguan fungsional pada sendi. Jenis, berat, dan penyebaran penyakit rematik dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko seperti umur, jenis kelamin, genetik, dan faktor lingkungan.1 Keluhan-keluhan artritis pada penyakit-penyakit yang berbeda seringkali mirip dan tidak begitu spesifik sehingga agak sulit dibedakan padahal terapi akan berbeda pada penyebab artritis yang berbeda. Permasalahan lain yang perlu dipecahkan berkaitan dengan pemahaman penyakit reumatik (baik oleh masyarakat umum maupun kalangan medis), diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit, pencegahan kecacatan dan rehabilitasi akibat penyakit rematik.

PembahasanI. Anamnesis Anamnesis penyakit muskuloskeletal mencakup beberapa hal yang harus ditanyakan untuk mendasari diagnosis sebelum dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang. Hal-hal tersebut dideskripsikan sebagai berikut.1. Riwayat penyakitRiwayat penyakit sangat penting dalam langkah awal diagnosis semua penyakit, termasuk pula penyakit reumatik. Sebagaimana biasanya diperlukan riwayat penyakit yang deskriptif dan kronologis, ditanyakan pula faktor yang memperberat penyakit dan hasil pengobatan sebelumnya (bila pernah dilakukan terapi).

2. UmurPenyakit rematik dapat menyerang semua umur, tetapi frekuensinya berbeda pada setiap kelompok umur. Misalnya osteoartritis yang lebih banyak ditemukan pada pasien usia lanjut dibanding pasien usia muda.3. Jenis kelaminFrekuensi sebagian besar penyakit reumatik berbeda antara pria dan wanita. Seperti misalnya Rheumatoid artritis, Lupus eritematosus sistemik, artritis psoriatik, dan Osteoartritis lutut dan tangan lebih banyak ditemukan pada wanita. Sementara penyakit-penyakit yang dominan ditemukan pada pria adalah Spondilitis ankilosis, penyakit Reiter, dan artritis gout. 4. Nyeri sendiNyeri sendi merupakan keluhan utama pasien reumatik. Pasien sebaiknya diminta menjelaskan lokasi nyeri serta punctum maximumnya, karena mungkin sekali penekanan radiks saraf justru menjalarkan nyeri ke tempat lain yang jauh dari lokasi penekanan tersebut. Perlu juga dibedakan antara nyeri yang disebabkan oleh gangguan mekanis atau nyeri karena inflamasi. Nyeri karena inflamasi biasanya memberat saat bangun pagi disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat saat mulai digerakkan. Lalu, akan mereda hingga mungkin hilang saat melakukan aktivitas. Sebaliknya, nyeri karena gangguan mekanis akan timbul setelah aktivitas tetapi akan mereda saat istirahat dan tidak timbul saat pagi hari. Sebagai perbandingan, nyeri karena artritis reumatoid nyeri paling berat biasanya pada pagi hari, membaik pada siang hari, dan sedikit memberat lagi pada malam hari. Pada osteoartritis, nyeri paling berat terjadi pada malam hari, lalu membaik pada pagi hari dan paling ringan pada siang hari. Pada artritis gout, nyeri paling hebat biasanya menyerang pada pagi hari semntara pasien tidak merasakan nyeri sama sekali pada malam sebelumnya. 5. Kaku sendiKaku sendi merupakan rasa seperti diikat sehingga pasien kesulitan bahkan tidak bisa menggerakkan sendi. Keadaan ini biasanya dikarenakan desakan cairan yang berada di sekitar jaringan yang mengalami inflamasi (kapsul sendi, sinovia, atau bursa). Kaku sendi makin nyata pada pagi hari atau setelah istirahat. Setelah digerak-gerakkan, cairan akan menyebar dari sekitar jaringan yang meradang dan rasa kaku akan hilang. Lama dan beratnya kaku sendi berkaitan dengan beratnya inflamasi pada sendi tersebut. 6. Bengkak sendi dan deformitasPerlu ditanyakan adakah bengkak sendi, perubahan warna, perubahan bentuk, atau perubahan posisi struktur ekstremitas. 7. Disabilitas dan handicapDisabilitas terjadi bila suatu jaringan, organ, atau sistem tidak dapat berfungsi secara adekuat. Handicap terjadi bila disabilitas mengganggu aktivitas sehari-hari, aktivitas sosial, atau pekerjaan penderita. Disabilitas yang nyata belum tentu menyebabkan handicap bila aktivitas pasien masih dapat dilakukan dengan disabilitas sekalipun. Sebaliknya, disabilitas ringan dapat juga menyebabkan handicap. 8. Gejala sistemikPenyakit sendi inflamatorik, baik yang diikuti kelainan multisistem atau tidak, akan menyebabkan peningkatan rekatan-reaktan fase akut inflamasi seperti LED dan CRP. Selain itu, akan timbul gejala-gejala sistemik seperti panas, penurunan berat badan, kelelahan, lesu, dan keluhan tidak spesifik seperti merasa tidak enak badan. Pada orang usia lanjut dapat disertai kekacauan mental. 9. Gangguan tidur dan depresiFaktor yang berperan pada gangguan pola tidur antara lain: nyeri kronik, terbentuknya fase reaktan, obat antiinflamasi nonsteroid (seperti indometasin). Perlu diperhatikan juga adakah gejala depresi terselubung seperti retardasi psikomotor, konstipasi, mudah menangis, dsb.2II. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pada keluhan penyakit muskuloskeletal meliputi tiga proses berurutan, yaitu look (inspeksi), feel (palpasi), dan move. Sesuai keluhan pasien pada skenario, pemeriksaan fisik dilakukan pada ekstremitas atas.1. Look Pemeriksaan inspkesi dilakukan paling awal. Merupakan pemeriksaan secara visual untuk menemukan tanda-tanda abnormalitas secara kasat mata.

a. Bentuk/posisi sendiPerlu diperhatikan bagaiman pasien mengatur posisi bagian badan yang sakit. Sendi yang meradang biasanya memunyai tekanan intraartikular yang tinggi, oleh karena itu pasien berusaha menguranginya dengan mengatur posisi sendi tersebut seenak mungkin, biasanya dalam posisi setengah fleksi. Pada sendi bahu misalnya dengan cara lengan diaduksi dan endorotasi. Sebaliknya bila diabduksi dan eksorotasi pasien akan merasa kesakitan akibat peningkatan tekanan intraartikular.2 b. DeformitasDeformitas dapat terlihat pada keadaan diam, dan biasanya akan semakin jelas saat pasien diminta menggerakkan sendi yang mengalami deformitas. Perlu dibedakan antara deformitas yang dapat dikoreksi (gangguan jaringan lunak) dan yang tidak dapat dikoreksi ( misalnya restriksi kapsul sendi atau kerusakan sendi). Berbagai deformitas yang dapat terjadi pada sendi siku antara lain valgus, varus, rekurvatum, subluksasi, dan deformitas fleksi. Macam-macam deformitas di atas dapat juga terjadi pada sendi lutut. Sedangkan daformitas yang terjadi pada sendi-sendi di tangan antara lain boutonniere finger, swan neck finger, ulnar deviation, subluksasi sendi metacarpal dan pergelangan tangan. Pada ibu jari dapat ditemukan unstable-Z-shaped thumb. c. Perubahan kulitKelainan kulit sering menyertai penyakit reumatik atau penyakit kulit sering pula disertai penyakit reumatik. Kelainan kulit yang sering ditemukan antara lain psoriasis dan eritema nodosum. Kemerahan disertai deskuamasi pada kulit di sekitar sendi menunjukkan adanya inflamasi periartikular, yang seringpula menunjukkan tanda artritis septik atau artritis kristal. d. Bengkak sendiBengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak, atau tulang. Cairan sendi yang menumpuk biasanya akan menumpuk di sekitar kapsul sendi yang resistensinya paling lemah dan menyebabakan bentuk yang khas pada tempat tersebut, misalnya: Pada efusi lutut maka cairan akan mengisi cekungan medial dan kantung suprapatelar mengakibatkan pembengkakan di atas dan sekitar patella yang berbentuk seperti ladam kuda. Pada sendi interphalang pembengkakan terjadi pada sisi posterolateral di antara tendon ekstensor dan ligamen kolateral bagian lateral. Efusi cairan sendi glenohumeral akan mengisi cekungan segitiga di antara klavikula dan otot deltoid di atas otot pektoralis. Pada efusi sendi pergelangan kaki akan terjadi pembengkakan pada sisi anterior. e. Atrofi dan penurunan kekuatan ototAtrofi otot merupakan tanda yang sering ditemukan. Pada sinovitis segera terjadi hambatan refleks spinal lokal terhadap otot yang bekerja untuk sendi tersebut. Pada atropati berat dapat terjadi atrofi periartikular yang luas. Sedangkan pada jepitan saraf, gangguan tendon atau otot, terjadi atrofi lokal. Nantinya perlu dinilai kekuatan otot. Ini lebih penting dari besarnya otot. f. NodulNodul sering ditemukan pada berbagai artropati, umumnya ditemukan pada permukaan ekstensor (punggung tangan, siku, tumit belakang, sakrum). Nodul sering ditemukan pada artritis gout (tofi) dan artritis reumatoid (nodul reumatoid). g. Lesi membran mukosaKeadaan ini sering tanpa gejala (pada penyakit reiter atau atropati reaktif) atau dengan gejala (lupus eritematosus sistemik, vaskulitis, sindrom Behcet).22. Feel (palpasi)a. Kenaikan suhu sekitar sendiPada perabaan dengan menggunakan punggung tangan akan dirasakan kenaikan suhu di sekitar sendi yang mengalami inflamasi.b. Bengkak sendiPerabaaan dapat mengidentifikasi pembengkakan atau penonjolan abnormal yang tidak terlihat saat inspeksi.c. Nyeri rabaMerupakan aspek yang sangat penting dalam palpasi sendi. Menentukan lokasi nyeri raba adalah hal yang sangat penting untuk mengetahui sebab keluhan pasien. Nyeri raba kapsular atau artikular terbatas pada daerah sendi merupakan tanda artropati atau penyakit kapsular. Nyeri raba periartikular agak jauh dari batas daerah sendi merupakan tanda bursitis atau entesopati.23. Move (pergerakan)a. Nyeri gerakPada pemeriksaan perlu dinilai luas gerakan sendi pada keadaan aktif dan pasif dan dibandingkan kiri dan kanan. Sinovitis akan menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi pada semua arah. Tenosinovitis atau lesi periartikular akan menyebabkan berkurangnya gerakan sendi pada satu arah saja. Artropati akan menyebabkan gangguan yang sama dengan sinovitis. Bila gerakan pasif lebih luas dari gerakan aktif, kemungkinan ada pula gangguan pada otot atau tendon. Nyeri gerak merupakan tanda diagnosis yang bermakna, nyeri ringan hingga sedang yang meningkat tajam bila dilakukan gerakan semaksimal mungkin sampai terasa tahanan disebut stress pain. Bila terdapat stress pain pada semua arah pergerakan maka itu merupakan tanda khas untuk gangguan di luar sendi (tenosinovitis). Nyeri yang dirasakan pada semua sumbu gerak sendi lebih mengarah kepada gangguan mekanik dari nyeri inflamasi. Pemeriksaan lain untuk mendeteksi gangguan pada otot dan tendon adalah ressisted active movement dimana pasien melawan gerakan yang dilakukan tangan pemeriksa. Gangguan otot dan tendon akan menyebabkan rasa nyeri. b. KrepitasiMerupakan bunyi berderak yang dapat diraba sepanjang gerakan struktur yang terserang. Krepitus halus dapat didengar melalui stetoskop dan tidak dihantarakan ke tulang di sekitarnya. Keadaan ini ditemukan pada radang sarung tendon, bursa, atau sinovia. Krepitus kasar, suaranya dapat terdengar tanpa stetoskop dan dapat diraba sepanjang tulang. Keadaan ini disebabkan kerusakan rawan sendi atau tulang.2

III. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis pada keluhan penyakit-penyakit reumatologi meliputi analisis cairan sendi, pemeriksaan CRP, faktor reumatoid (Rf), autoantibodi, komplemen, dan pencitraan.1. Analisis cairan sendia. BekuanCairan sendi secara normal tidak membeku karena mengandung sedikit sekali protein pembekuan seperti fibrinogen, protrombin, faktor V, faktor VII, dan tromboplastin jaringan. Pada inflamasi sendi, protein-protein tersebut dapat menerobos masuk ke dalam cairan sendi sehingga dapat menyebabkan pembekuan. Kecepatan terbentuknya bekuan berkorelasi dengan derajat inflamasi.b. VolumeSendi normal umumnya mengandung sedikit cairan sendi. Sebagai contoh, sendi besar seperti lutut hanya mengandung 3-4 ml cairan sinovial. Pada keadaan sinovitis, membran dialisat sendi mengalami kerusakan sehingga terjadi akumulasi cairan berlebih di ruang sendi. Volume bukan parameter penentu inflamasi atau bukan, tetapi dapat digunakan untuk menilai perkembangan hasil terapi. c. Viskositas Cairan sendi normal sangat kental kerena mengandung terdapat polimer hyaluronat dalam konsentrasi yang sangat tinggi. Asam hyaluronat merupakan komponen non protein utama dalam cairan sendi yang berperan sebagai lubrikan sendi. Pada inflamasi biasanya asam hyaluronat akan rusak dan mengalami depolimerisasi sehingga menurunkan viskositas cairan sendi. Viskositas normal berada pada rentang 7-10 cm pada pemeriksaan string test. d. Warna dan kejernihanNormalnya jernih dan tidak berwarna. Pada sendi yang mengalami inflamasi, jumlah leukosit dan eritrosit akan meningkat. Eritrosit pada sinovia akan mengalami kerusakan sehinga menghasilkan warna kekuningan (xantochrome). Leukosit akan memberi warna putih, sehingga semakin tinggi jumlah leukosit, maka cairan sendi akan berwarna putih sampai krem seperti pada artritis septik. Kristal asam urat memberi warna putih seperti susu. Sementara itu, bakteri Staphylococus aureus memeberi pigmen keemasan, Serratia marcescens memberi warna kemerahan. e. Jumlah dan hitung jenis leukositPemeriksaan ini sangat membantu pengelompokan cairan sendi. Paling tidak, pemeriksaan ini dapat mengelompokkan cairan sendi ke dalam kelompok inflamasi atau non inflamasi. Pada cairan sendi inflamasi seperti Reumatoid artritis, jumlah leukosit umumnya 3000-50.000 sel/ml, sedang pada cairan sendi purulen jumlah leukosit umumnya >50.000 sel/ml. Kadar PMN pada keadaan normal biasanya 70% (inflamasi tanpa purulen >70%; purulen >90%).f. KristalPemeriksaan kristal sebaiknya dilakukan pada sediaan basah segera setelah aspirasi cairan sendi. Penemuan kristal monosodium urat (MSU) merupakan diagnosis pasti artritis gout.g. Pemeriksaan mikrobiologiArtritis septik harus selalu dipertimbangan, terutama pada artritis inflamasi yang terjadi bersamaan dengan infeksi di tempat lain (endokarditis, selulitis, pneumonia), sebelumnya pernah terjadi kerusakan sendi, pasien-pasien diabetes serta pasien pasca transplantasi. Pada pengelompokan cairan sendi, artritis septik termasuk kelompok purulen (Kelompok III) dengan jumlah leukosit >50.000 sel/ml. Tetapi kadang-kadang cairan sendi septik dapat memberikan gambaran cairan sendi inflamasi non purulen (kelompok II). Tetapi sebaliknya juga, kelompok III dapat pula terjadi pada artritis inflamasi non infeksi seperti gout dan pseudogout. Pada umumnya, pemeriksaan dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri cukup untuk analisis cairan sendi.32. Pemeriksaan CRP (C-Reactive Protein)Bahan pemeriksaan merupakan serum pasien. CRP berada dalam konsentrasi rendah dalam tubuh manusia. CRP merupakan alfa globulin yang timbul dalam serum setelah terjadinya inflamasi. Seringkali juga disebut reaktan fase akut pada inflamasi. Kadar normal pada manusia sehat 80 tahun. 5) diabetes melitus. 6) Artritis reumatoid yang mendapat pengobatan imunosupresif 7) Tindakan bedah persendian. Dilaporkan juga bahwa SLE juga merupakan salah satu faktor resiko. Bakteri yang masuk langsung ke dalam rongga sendi akan berkembang di dalam cairan sendi dan sebagian akan mati difagositosis oleh synovial lining cells dan sebagian membentuk abses di dalam membran sinovial. Bila bakteri mencapai sinovium melalui aliran darah, maka kuman akan berkembang biak dan membentuk abses subsinovial yang akhirnya pecah dan akhirnya bakteri masuk ke ruang sendi. Staphylococus aureus merupakan bakteri yang sering menyebabkan artritis abkterialis dan osteomielitis pada manusia. Diduga, kemampuan Staphylococus aureus untuk menginfeksi sendi berhubungan dengan interaksi bakteri tersebut dengan komponen matriks ekstraseluler. Produk metabolit bakteri akan memicu rangkaian reaksi inflamasi yang menyebabkan reaksi peradangan hebat. Artritis bakterialis ditandai dengan nyeri dan pembengkakan sendi yang akut biasanya monoartikular, terutama mengenai sendi lutut dan hampir ada selalu penyakit yang mendasarinya. Pada umumnya pasien akan mengalami demam tetapi jarang menggigil. Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan mikrobiologi cairan sendi. Selain itu, kecurigaan terjadinya infeksi dapat dilihat dari hitung leukosit cairan sendi bila melebihi 50.000/ml dengan jumlah PMN >80%. Tetapi pemeriksaan tersebut tidak bernilai diagnostik tinggi. 4. Systemic Lupus ErithematosusSLE merupakan penyakit rematik autoimun yang ditandai dengan inflamasi yang tersebar luas yang memengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. Etiopatologi SLE belum diketahui secara pasti. Diduga melibatkan interaksi yang komples dan multifaktor antara variasi genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik diduga berperanan penting dalam predisposisi penyakit ini. Pada kasus SLE yang terjadi secara sporadik tanpa identifikasi faktor genetik, berbagai faktor lingkungan diduga terlibat atau belum diketahui faktor yang bertanggung jawab. Interaksi antara jenis kelamin, status hormonal, dan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (HPA) memengaruhi kepekaan dan ekspresi klinis SLE. Adanya gangguan dalam mekanisme pengaturan imun seperti gangguan pembersihan sel-sel apoptosis dan kompleks imun merupakan kontribusi yang penting dalam perkembangan penyakit ini. Hilangnya toleransi imun, meningkatnya beban antigenik, bantuan sel T yang berlebihan, gangguan supresi sel B, dan peralihan respon imun dari T helper 1 (Th1) ke Th2 menyebabkan hiperaktivitas sel B dan memproduksi autoantibodi patogenik. Respon imun yang terpapar faktor eksternal/lingkungan seperti radiasi ultraviolet (UV) atau infeksi virus dalam periode cukup lama bisa juga menyebabkan disregulasi sistem imun. Secara umum, gejala konstitusional SLE berupa kelelahan, penurunan berat badan, demam, rambut rontok, hilangnya nafsu makan, pembesaran kelenjar getah bening, bengkak, sakit kepala, mual, dan muntah. Itu hanya sedikit dari banyak sekali manifestasi klinis SLE. Menurut sistem, SLE bermanifestasi pada sistem muskuloskeletal, kulit, paru, kardiologi, ginjal, gastrointestinal, hingga nauropsikiatrik. Tetapi, gambaran klinis keterlibatan sendi atau muskuloskeletal dijumpai pada 90% kasus SLE, walaupun artritis sebagai manifestasi awal hanya sebesar 55% kasus. Keluhan muskuloskeletal dapat berupa nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (artralgia) atau merupakan suatu artritis dimana tampak jelas bukti inflamasi pada sendi. Kelainan tersebut mirip dengan gejala akut artritis reumatoid tetapi pada umumnya SLE hanya menyebabkan nyeri tanpa kaku sendi selama waktu tertentu, tanpa deformitas, dan lain-lain. Diagnosis SLE dapat ditegakkan melalui minimal 4 dari 11 kriteria yang ditetapkan oleh American College of Rheumatology.a. Ruam malarb. Ruam diskoidc. Fotosensitivitasd. Ulserasi mulut dan nasofaringe. Artritisf. Serositis, yaitu pleuritir atau perikarditisg. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria persisten >0,5 mg/hari atau adalah silinder sel.h. Kelainan neurologik, yaitu kejang-kejang atau psikosisi. Kelainan hematologik yaitu anemia hemolitik, atau leukopenia, atau limfopenia, atau trombositopeniaj. Kelainan imunologik, yaitu bila sel LE positif atau antiDNA positif, atau anti sm positif, atau tes serologik untuk sifilis yang positif palsuk. Anti nuklear antibody (ANA) positifKecurigaan akan penyakit SLE bila timbul minimal dua keterlibatan organ sebagaimana tercantum di bawah ini.a. Jenis kelamin wanita pada rentang usia reproduksi b. Gejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurununan berat badan.c. Muskuloskeletal: artritis, artralgia, miositisd. Kulit: ruam kupu-kupu (butterfly atau malar rash), fotosensitivitas, SLEi membran mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria, vaskulitise. Ginjal: hematuria, proteinuria, cetakan, sindrome nefrotikf. Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomeng. Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal, SLEi parenkim paruh. Jantung: perikarditis, miokarditis, endokarditisi. Retikulo-endotelial: organomegali (limfanodepati, splenomegali, hapatomegali)j. Hematologi: anemia, leukopenia, trombositopeniak. Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik, mielitis transversa, neuropati kranial dan perifer.10

V. Diagnosis kerjaPenegakan diagnosis kerja dilakukan berdasarkan gambaran klinik dari anamnesia dan pemeriksaan fisik lalu dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan penunjang. Keluhan utama pasien pada skenario adalah nyeri pada sendi jari-jari tangan dan pergelangan tangan kanan-kiri selam 4 bulan terakhir. Keluhan nyeri terjadi simetris poliartikular pada sendi-sendi kecil tangan sehingga manyingkirkan Osteoartritis sebagai DD karena OA biasanya terjadi monoartikuler pada sendi-sendi besar penopang berat badan seperti lutut. Gout dan artritis septic juga disingkirkan dengan merujuk kepada lokasi nyeri dan jumlah sendi yang nyeri. Gout dan artritis septik biasanya timbul monoartikular. Gout timbul terlebih dulu pada sendi MTP-1 sedangkan artritis septik umumnya pada sendi siku. Sedangkan DD SLE disingkirkan karena biasanya SLE bermanifestasi sistemik, artinya keluhan tidak terjadi pada sekelompok sendit tertentu saja. Selain itu, artritis bukan satu-satunya manifestasi SLE, karena banyak sistem lain yang biasanya ikut menjadi keluhan. Dari hasil di atas, maka dipilihlahg Reumatoid artritis sebagai diagnosis kerja dimana terdapst kecocokan antar menifestasi kliniknya dengan keluhan pasien (nyeri poliartikuler simetris pada sendi-sendi kecil tangan dan pergelangan tangan).

VI. Etiologi Reumatoid ArtritisEtiologi RA sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Tetapi, ada beberapa faktor yang sejauh ini diketahui memengaruhi timbulnya penyakit RA.Pertama, adalah faktor genetik. Pada RA terdapat interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berperanan penting dalam timbulnya penyakit RA dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Faktor genetik juga berpengaruh penting dalam terapi RA karena aktivitas enzim seperti methylenetetrahydofolat reductase dan tiopurine methyltransferase untuk metabolisme Metotrexate dan Azatioprine ditentukan juga oleh faktor genetik. Kedua, adalah faktor hormon sex. Prevalensi RA lebih besar pada perempuan dibanding laki-laki sehingga diduga hormon sex berperan dalam timbulnya penyakit ini. Pada observasi didapati bahwa terjadi perbaikan gejala RA selam kehamilan. Selain itu, pemberian kontrasepsi oral juga dilaporkan dapat mencegah perkembangan RA atau berhubungan dengan penurunan insiden RA yang lebih berat. Ketiga, faktor infeksi. Beberapa jenis virus dan bakteri seperti Mycoplasma (melalui infeksi sinovial langsung, superantigen); Parvovirus B19 dan Retrovirus (infeksi sinovial langsung); Enteric bacteria, Micobacteria, dan Epstein-Barr virus (kemiripan molekul); Bacterial cell walls (aktivasi makrofag) diduga sebagai agen penyebab penyakit RA. Organisme-organisme tersebut diduga mnginfeksi sel host dan mengubah reaktivitas atau respon sel T sehingga mencetuskan timbulnya penyakit, walaupun sebenarnya belum ditemukan agen infeksi yang secara nyata terbukti sebagai penyebaba penyakit. Keempat, Heat Shock Protein (HSP). HSP adalah keluarga protein dengan untaian asam amino homolog yang diproduksi oleh sel pada semua jenis spesies sebagai respon terhadap stres. HSP tertentu pada manusia dan HSP Mycobacterium tuberculosis memunyai 65% untaian yang homolog. Hipotesisnya adalah antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel host. Hal ini mencetuskan reaksi imunologis. Mekanisme ini dikenal sebagai kemiripan molekul (molecular mimicry). Selain keempat faktor di atas ada beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya Ra, antara lain jenis kelamin perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita RA, umur lebih tua, paparan salisilat dan merokok. Makanan tinggi vitamin D, konsumsi teh dan penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan penurunan resiko. Tiga dari empat perempuan dengan RA mengalami perbaikan gejala yang bermakna selam kehamilan dan biasanya kambuh kembali setelah melahirkan.1, 6

VII. EpidemiologiDi Indonesia prevalensi penyakit RA adalah sebesar 0,4% (sama dengan di Philipina dan China).Jawa tengah : 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah urban.Malang pada penduduk berusia di atas 40 tahun mendapatkan prevalensi RA sebesar 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah.Poliklinik Reumatologi RUSPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, kasus RA baru merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru tahun 2000 dan pada periode Januari s/d Juni 2007 didapatkan sebanyak 203 kasus AR dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1.346 orang (15,1%).

VIII. PatogenesisKerusakan sendi pada RA dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial setelah adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, dan selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang ireguler pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi sehingga terbentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase, dan faktor pertumbuhan dilepaskan sehingga menyebabkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik.6

IX. Manifestasi KlinisOnset. Pada kurang lebih 2/3 penderita RA, onset terjadi secara perlahan, artritis simetris terjadi dari beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan penyakit. Kurang lebih 15% dari penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu antar beberapa hari sampai beberap minggu. Sebanyak 10-15% penderita memunyai onset fulminant berupa artritis poliatrikuler, sehingga diagnosis RA lebih mudah ditegakkan. Pada 8-15% penderita, gejala muncul beberapa hari setelah kejadian tertentu (infeksi). Artritis seringkali diikuti oleh kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama satu jam atau lebih. Beberapa penderita juga memunyai gejala-gejala konstitusional berupa kelemahan, kelelahan, anoreksia, dan demam ringan. Manifestasi artikular. Penderita RA umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada banyak sendi, walaupun sepertiga penderita mengalami gejala awal pada satu atau beberapa sendi saja. Walaupun tanda kardinal inflamasi (nyeri, bengkak, kemerahan, teraba hangat) mungkin ditemukan pada awal penyakit atau selama kekambuhan, namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada penderita RA kronik. Penyebab artritis pada RA adalah sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada membran sinovial yang membungkus sendi. Pada umumnya sendi yang terkena adalah persendian tangan, kaki, dan vertebra cervical, tetapi persendian besar seperti bahu dan lutut juga isa terkena. Sendi yang terlibat pada umumnyasimetris, meskipun pada presentasi awal bisa tidak simetris. Sinovitis akan menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan fungsi sendi. Ankilosis tulang (destruksi sendi disertai kolaps dan pertumbuhan tulang yang berlebih) bisa terjadi pada beberapa sendi khususnya pada pergelangan tangan dan kaki. Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat demikian juga dengan sendi interfalang dan metacarpofalangeal. Tetapi, sendi interfalang distal dan sakroiliaca tidak pernah terlibat. Manifestasi ekstraartikuler. Walaupun artritis merupakan manifestasi klinis utama, tetapi RA merupakan penyakit sistemik sehingga banyak penderita yang juga memunyai manifestasi ekstraartikuler. Manifestasi ekstraartikuler umumnya dijumpai padampasien yang memunyai titer faktor reumatoid (Rf) serum yang tinggi. Nodul reumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering dijumpai, tetapi biasanya tidak memerlukan intervensi khusus. Nodul reumatoid umumnya ditemukan di bagian ulna, olekranon, jari tangan, tendon achilles dan bursa olekranon. Nodul reumatoid hanya ditemukan pada pasien dengan Rf positif (sering titernya tinggi) dan mungkin dikelirukan dengan tofus gout. Manifestasi paru juga bisa terjadi, tetapi beberapa perubahan patologik hanya bisa ditemukan pada saat otopsi. Deformitas. Kerusakan struktur artikular dan periartikular (tendon dan ligamentum) menyebabkan terjadinya deformitas. Bentuk-bentuk deformitas itu antara lain:1. Deformitas leher angsa (Swan neck deformities) : hiperekstensi PIP dan fleksi DIP2. Deformitas Boutonniere : fleksi PIP dan hiperekstensi DIP3. Deviasi ulna : deviasi MCP dan jari-jari tangan ke arah ulna4. Deformitas piano key : dengan penekanan manual akan terjadi pergerakan naik dan turun dari ulnar styloid yang disebabkan oleh rusaknya sendi radioulnar.5. Deformitas Z-thumb : fleksi dan subluksasi sendi MCP-1 dan hiperekstensi sendi intefalang.6. Artritis mutilans : sendi MCP, PIP, tulang carpal dan kapsul sendi mengalami kerusakan sehingga terjadi instabilitas dan tangan tampak mengecil.7. Hallux valgus : MTP-1 terdesak ke arah medial dari jempol kaki mengalami deviasi ke arah luar yang terjadi secara bilateral.Ada tujuh kriteria baku menurut American College of Rheumatology (ACR) yang digunakan untuk mendiagnosis RA, tetapi pada pasien dini mungkin agak sulit untuk melakukan diagnosis menggunakan kriteria tersebut. Tetapi secara umum, pada kunjungan awal, pasien harus ditanyakan mengenai derajat nyeri, durasi kekakuan dan kelemahan, serta keterbatasan fungsional. Mengenai kriteria ACR, minimal harus ada 4 kriteria yang terpenuhi untuk dianggap sebagai RA.1. Kaku pagi hari paling tidak 1 jam sebelum perbaikan maksimal2. Artritis pada 3 persendian atau lebih (dengan pembengkakan jaringan lunak atau efusi)3. Artritis pada persedian tangan4. Artritis yang simetris5. Nodul reumatoid (pada penonjolan tulang, permukaan ekstensor, atau pada daerah juxtaartikular)6. Faktor reumatoid serum positif7. Perubahan gambar radiologis yang khas pada foto AP tangan dan pergelangan6

X. KomplikasiKomplikasi RA mencakup:1. Komplikasi anemia : Berkorelasi dengan LED dan aktivitas penyakit. 75% penderita RA mengalami anemia karena penyakit kronik dan 25% penderita tersebut memberikan respon terhadap terapi besi.2. Kanker : mungkin akibat sekunder dari terapi yang diberikan. 3. Cervical spine diseases : tenosinovitis pada ligamentum transversum bisa menyebabkan instabilitas sumbu atlas, hati-hati bila melakukan intubasi endotrakeal; mungkin ditemukan hilangnya lordosis servical dan berkurangnya lingkup gerak leher; subluksasi C4-C5 dan C5-C6, penyempitan celah sendi pata foto servikal lateral; myelopati bisa terjadi yang ditandai oleh kelemahan bertahap pada ekstremitas atas dan parestesia.4. Gangguan mata berupa episkleritis meski jarang terjadi.5. Pembentukan fistula : terbentuknya sinus kutaneus dekat sendi yang terkena, terhubungnya bursa dengan kulit. 6. Peningkatan infeksi yang mungkin karena efek terapi RA.7. Deformitas sendi8. Komplikasi pernapasan : nodul paru; inflamasi pada sendi cricoarytenoid dengan gejala suara serak dan nyeri pada laring; pleuritits ditemukan pada 20% penderita; fibrosis interstitial bisa ditandai dengan adanya ronki pada pemeriksaan. 9. Nodul reumatoid : ditemukan pada 20-35% penderita RA, biasanya ditemukan pada permukaan ekstensor ekstremitas atau daerah penekanan lain, tetapi bisa juga ditemukan pada daerah sklera, pita suara, sakrum, atau vertebra.10. Vaskulitis6

XI. PenatalaksanaanModalitas terapi pasien RA meliputi terapi farmakologik dan non farmakologik. Tujuan terapi pada penderita RA adalah:1. Mengurangi nyeri.2. Mempertahankan status fungsional.3. Mengurangi inflamasi.4. Mengendalikan keterlibatan sistemik.5. Proteksi sendi dan struktur ekstraartikular.6. Mengendalikan progresivitas penyakit.7. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan penyakit.6

Terapi non farmakologik. Beberapa teori terapi non farmakologik telah dicoba pada pemderita RA. Terapi puasa, suplementasi asam lemak esensial, terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yang baik. Pemberian suplemen minyak hati ikan Cod bisa digunakn sebagai NSAID-sparing agent pada penderita RA. Memberikan edukasi dan pendekatan multidisiplin dalam perawatan penderita bisa memberikan manfaat jangka pendek. Penggunaan terapi herbal, akupuntur, dan splinting belum memberikan bukti yang menjanjikan. Pembedaha harus dipertimbangkan bila: 1) terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif; 2) keterbatasn gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat; 3) ada ruptur tendon.6Terapi Farmakologik. Farmakoterapi untuk penderita RA umumnya meliputi obat antiinflamasi non steroid (NSAID) untuk mengendalikan nyeri, glukokortikoid dosis rendah atau intraartikular, dan DMARD (Disesase Modifying Antirheumatic Drug). Analgetik lain juga mungkin digunakan seperti acetaminophen, opiat, diproqualone, dan lidokain topikal. Saat ini model terapi yang diterapkan pada pasien RA adalah model piramida terbalik, dimana DMARD harus diberikan sedini mungkin untuk mencegah perburukan penyakit. Pemberian DMARD sedini mungkin berdasarkan: 1) kerusakan sendi sudah terjadi sejak awal penyakit; 2) DMARD memberikan manfaat bermakna bila diberikan sedini mungkin.Lini pertama DMARD adalah Metotrexate (MTX) Hidroksiklorokuin, Sulfasalazin, dan Leflunomid, dimana MTX sering dipilih pertama kali, selain karena harganya relatif murah, efektifitasnya juga terbunkti lebih unggul dibanding DMARD lainnya. Leflunomid sepertinya memunyai efek jangka panjang sama dengan MTX. Bila terapi DMARD tunggal gagal, boleh digunakan kombinasi dari 2 atau lebih DMARD, dimana yang paling efektif adalah MTX + Siklosporin atau MTX + Sulfasalazin/Hidroksiklorokuin Selain DMARD konvensional (non-biologik) ada juga terapi dengan Biologic Agent yang memiliki aktivitas Disease-modifying, seperti anti-TNF (etanersep, Infliximab, Adalimumab), antagonis reseptor IL-1 (Anakinra dan Rituximab, yang mengurangi sel B perifer, efektif untuk pasien yang gagal diterapi dengan DMARD. DMARD yang lain seperti: Azatiopin, Penisilamin, Garam Emas (termasuk auranofin), Minosiklin, Siklosporin dan Siklofosfamid jarang digunakan karena kurang efektif atau karena sangat toksik. NSAID dan/atau Kortikosteroid bisa digunakan untuk mengurangi gejala simptomatik, tetapi tidak mengurangi memunyai dampak pada progresivitas penyakit dan potensi timbulnya komplikasi pada terapi jangka panjang. Oleh karena itu, pada terapi RA, NSAID tidak boleh diberikan secara tunggal terutama untuk mewaspadai efek pada sistem gastrointestinal. NSAID yang paling sering diberikan untuk RA adalah Piroxicam. Glukokortikoid. Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednison