MAKALAH MTHT POLIP

55
BAB I PENDAHULUAN Hidung adalah bagian yang paling menonjol di wajah, yang berfungsi menghirup udara pernafasan, menyaring udara, menghangatkan udara pernafasan, juga berperan dalam resonansi suara. Hidung merupakan alat indera manusia yang menanggapi rangsang berupa bau atau zat kimia yang berupa gas. Di dalam rongga hidung terdapat serabut saraf pembau yang dilengkapi dengan sel-sel pembau. Setiap sel pembau mempunyai rambut- rambut halus (silia olfaktori) di ujungnya dan diliputi oleh selaput lendir yang berfungsi sebagai pelembab rongga hidung. Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut. Diduga predisposisi polip adalah adanya rhinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli 1

Transcript of MAKALAH MTHT POLIP

Page 1: MAKALAH MTHT POLIP

BAB I

PENDAHULUAN

Hidung adalah bagian yang paling menonjol di wajah, yang berfungsi menghirup

udara pernafasan, menyaring udara, menghangatkan udara pernafasan, juga berperan dalam

resonansi suara.

Hidung merupakan alat indera manusia yang menanggapi rangsang berupa bau atau

zat kimia yang berupa gas. Di dalam rongga hidung terdapat serabut saraf pembau yang

dilengkapi dengan sel-sel pembau. Setiap sel pembau mempunyai rambut-rambut halus (silia

olfaktori) di ujungnya dan diliputi oleh selaput lendir yang berfungsi sebagai pelembab

rongga hidung.

Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga

hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip dapat

timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut.

Diduga predisposisi polip adalah adanya rhinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin

banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli sampai saat ini

menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.

Secara makroskopik, polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan licin,

berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening, lobular, dapat

tunggal atau multipel, dan tidak sensitif (bila ditekan/ ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip

yang pucat tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran

darah ke polip. Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks ostio-meatal di meatus

medius dan sinus etmoid. Karena bentuknya bertangkai dan memanjang, maka menyebabkan

penderita polip hidung merasa terganggu akibat tonjolan di dalam hidungnya sehingga tidak

leluasa bernafas (tersumbat) dan pilek berkepanjangan.

1

Page 2: MAKALAH MTHT POLIP

Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf

otonom serta predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan mukosa hidung

akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama di daerah sempit di

kompleks ostiomeatal. Sehingga terjadi prolaps submukosa yang diikuti reepitelisasi dan

pembentukan kelenjar baru. Selain itu, juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh

permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.

Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan

permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskular yang mengakibatkan dilepasnya

sitokin-sitokin dari sel mast, yang menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi polip. 

2

Page 3: MAKALAH MTHT POLIP

BAB II

LAPORAN KASUS

Sesi 1a

Seorang laki-laki dewasa dengan keluhan hidung tersumbat.

Sesi 1b

Bapak Toto, usia 45 tahun, pekerjaan guru SMA, datang dengan keluhan kedua lubang

hidung terasa tersumbat. Sumbatan ini terasa menetap dan makin lama makin berat sehingga

mengganggu kenyamanan hidupnya sehari-hari. Karena bernafas dengan hidung sulit, pasien

lalu bernafas lewat mulut, kemudian memutuskan datang ke RS tempat anda jaga.

Sebagai dokter yang menerima pasien tersebut, anda mulai memikirkan beberapa hipotesis

tentang sumbatan hidung.

Sesi 1c

Dari anamnesis yang anda kembangkan selanjutnya diketahui bahwa keluhan dirasakan sejak

± 6 bulan yang lalu, mula-mula ringan menetap sepanjang hari dan makin lama makin

bertambah berat. Tiga tahun yang lalu, pasien pernah sakit serupa dan sudah dioperasi. Pada

waktu muda pasien pernah makan udang, kemudian badannya terasa gatal, timbul bercak-

bercak merah dan bentol pada kulit. Sejak itu setiap kali makan udang selalu gatal sehingga

pasien tidak makan udang lagi.

Sebulan terakhir ini, pasien merasa badannya agak demam kemudian sering pusing kepala.

Sejak dua minggu yang lalu ada massa mengganjal di tenggorok yang sangat mengganggu

pada waktu makan. Benjolan terasa bisa bergerak, tidak pernah berdarah dan tidak ada rasa

nyeri kalau digerakkan.

3

Page 4: MAKALAH MTHT POLIP

BAB III

PEMBAHASAN

Identitas Pasien

Nama : Bapak Toto

Usia : 45 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Guru SMA

Alamat : -

Agama : -

Status pernikahan : -

Keluhan Utama

Keluhan utama yang membuat pasien datang ke dokter ialah hidung tersumbat.

Hipotesis

Berdasarkan keluhan utama pasien yaitu hidung tersumbat, kami menyusun hipotesis

penyakit pasien sebagai berikut.

1. Polip Hidung

Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung cairan di dalam rongga hidung,

berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Keluhan utama penderita

polip nasi adalah hidung rasa tersumbat dari yang ringan sampai berat, rinore mulai yang

4

Page 5: MAKALAH MTHT POLIP

jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeeri

pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal.

2. Deviasi Septum

Penyebab yang paling sering adalah trauma. Trauma dapat terjadi sesudah lahir, pada

waktu partus atau bahkan pada masa janin intrauterin. Keluhan yang paling sering adalah

sumbatan hidung. Sumbatan bisa unilateral, dapat pula bilateral. Keluhan lainnya adalah rasa

nyeri di kepala dan di sekitar mata. Hipotesis ini disingkirkan karena tidak ada riwayat

trauma pada pasien ini.

3. Abses Septum

Penyebab abses septum tersering adalah trauma yang kadang-kadang tidak disadari

oleh pasien. Seringkali didahului oleh hematoma septum yang kemudian terinfeksi kuman

dan menjadi abses. Gejala abses septum ialah hidung tersumbat progresif disertai dengan rasa

nyeri berat, terutama terasa di puncak hidung. Juga terdapat keluhan demam dan sakit kepala.

Hipotesis ini dapat disingkirkan dengan tidak ada riwayat trauma dan hematom.

4. Rinitis Alergi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada

pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta

dilepaskannya suatu mediator kimia yang terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik

tersebut. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala

yang lain adalah keluarnya ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung

dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan adanya lakrimasi. Hipotesis ini dapat

5

Page 6: MAKALAH MTHT POLIP

disingkirkan karena tidak ada serangan bersin yang berulang dan keluarnya ingus yang encer

dan banyak.

5. Sinusitis

Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh

rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah salesma (common

cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.

Gejala utma rinosinusitis adalah hidung tersumbat disertai rasa nyeri atau rasa tekanan pada

muka dan ingus purulen, yang sering kali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai

gejala sistemik seperti demam dan lesu.

6. Tumor Hidung

Gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Gejala nasal

biasanya berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya sering bercampur darah

atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga sering

terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung

jaringan nekrotik. Hipotesis ini dapat disingkirkan dengan tidak adanya epitaksis.

Masalah

Keluhan utama yang membuat pasien ini berobat ke RS adalah kedua lubang

hidungnya terasa tersumbat. Sumbatan ini terasa menetap dan makin lama makin berat

sehingga telah mengganggu kenyamanan hidupnya sehari-hari. Lalu, akibat dari

tersumbatnya hidung ini, pasien lalu bernafas melalui mulut.

Selain itu, ada keluhan tambahan yaitu pasien merasa badannya agak demam dan

sering pusing kepala sejak sebulan terakhir. Lalu, pasien juga merasa ada massa mengganjal

6

Page 7: MAKALAH MTHT POLIP

di tenggorokannya yang sangat mengganggu saat makan sejak dua minggu terakhir.

Diketahui pula dari kasus bahwa pasien memiliki riwayat operasi pada hidung dengan

keluhan yang sama serta adanya riwayat alergi terhadap udang.

Anamnesis

Untuk membantu menegakkan diagnosis yang tepat, maka perlu dilakukan anamnesis

pada pasien ini, yaitu:

Riwayat penyakit sekarang

- Sejak kapan merasa hidungnya tersumbat?

- Bagaimana perkembangannya? Apakah menetap dan makin memberat?

- Apakah sumbatan terasa pada kedua lubang hidung?

- Apakah merasa sangat sulit bernafas?

- Apakah ada gangguan membaui?

- Apakah ada rinore/ sekret dari hidung? Jika ada, bagaimana warnanya,

konsistensinya, jumlahnya, dan baunya?

- Apakah ada bersin-bersin?

- Apakah ada demam dan malaise?

- Apakah ada sakit kepala atau pusing?

- Apakah ada rasa nyeri di sekitar hidung?

- Apakah ada rasa nyeri di sekitar wajah?

- Apakah ada gangguan tidur atau gangguan aktivitas?

Hasilnya:

7

Page 8: MAKALAH MTHT POLIP

- Pasien merasa kedua lubang hidungnya tersumbat yang terasa menetap dan makin

lama makin memberat sehingga mengganggu kehidupan sehari-harinya.

- Pasien juga merasa sulit bernafas sehingga ia bernafas melalui mulut.

- Keluhan ini dirasakan sejak ± 6 bulan lalu, mula-mula ringan menetap sepanjang hari

dan makin lama makin memberat.

- Sebulan terakhir pasien merasa agak demam dan sering pusing kepala.

- Sejak dua minggu lalu, terasa ada massa yang mengganjal di tenggorok yang sangat

mengganggu pada saat makan. Benjolan terasa bisa bergerak, tidak pernah berdarah

dan tidak ada rasa nyeri kalau digerakkan.

Riwayat penyakit dahulu

- Apakah sebelumnya pernah mengalami hal yang sama?

- Apakah pernah ada riwayat operasi pada hidung?

- Apakah ada riwayat trauma?

- Apakah ada riwayat alergi?

Hasilnya:

- Tiga tahun lalu pasien pernah sakit serupa dan sudah dioperasi.

- Pada waktu muda, pasien pernah makan udang, kemudian badannya terasa gatal,

timbul bercak-bercak merah dan bentol pada kulit. Sejak itu setiap kali makan udang

selalu gatal sehingga pasien tidak makan udang lagi ada riwayat alergi makanan.

Riwayat keluarga

- Apakah ada riwayat atopi atau alergi pada keluarga?

8

Page 9: MAKALAH MTHT POLIP

Riwayat pengobatan

- Apakah sudah berobat sebelumnya? Jika iya, obat apakah yang digunakan?

Riwayat kebiasaan

- Bagaimana keadaan lingkungan/ higiene sekitarnya?

- Apakah mengajar dengan menggunakan kapur atau tidak? Jika iya, partikel debunya

bisa menyebabkan alergi.

Hipotesis Berdasarkan Anamnesis

Berdasarkan keluhan utama pasien yaitu adanya rasa tersumbat pada kedua lubang

hidung yang makin lama makin memberat, maka hipotesis kelompok kami :

1. Polip nasi

Merupakan massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung,

berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Diduga

predisposisi timbulnya polip nasi adalah adanya rinitis alergi atau penyakit atopi.

Keluhan utama pasien polip nasi adalah hidung terasa tersumbat dari yang ringan

sampai berat, rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia.

Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah

frontal. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah bernafas melalui mulut, suara

sengau, halitosis, gangguan tidur, dan penurunan kualitas hidup.

2. Abses septum

Kebanyakan abses septum disebabkan oleh trauma yang kadang-kadang tidak disadari

oleh pasien. Gejalanya ialah hidung tersumbat progresif disertai dengan rasa nyeri

berat, terutama terasa di puncak hidung. Juga terdapat keluhan demam dan sakit

kepala.

9

Page 10: MAKALAH MTHT POLIP

3. Sinusitis

Merupakan inflamasi mukosa sinus paranasalis. Keluhan utama yaitu hidung

tersumbat disertai nyeri atau rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang

seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti

demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan pada daerah sinus yang terkena

merupakan ciri khas sinusitis akut. Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/ anosmia,

dan halitosis. Salah satu faktor etiologi dan predisposisi sinusitis adalah adanya polip

hidung.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien yang

mencakup kesan keadaan sakit, termasuk mimik wajah dan posisi pasien, kesadaran, dan

kesan status gizi. Hal pertama yang harus diniali adalah kesan keadaan sakit, apakah pasien

tidak tampak sakit, sakit ringan, sakit sedang, ataukah sakit berat. Kesan keadaan sakit ini

sedikit banyak bersifat subyektif yaitu dengan penilaian penampakan pasien secara

keseluruhan. Mimik wajah pasien yang kadang-kadang dapat memberikan informasi tentang

keadaan klinisnya. Posisi pasien serta aktivitasnya juga perlu dinilai dengan baik; apakah

pasien datang berjalan, duduk, tiduran aktif, tiduran pasif, ataukah ia mengambil posisi yang

abnormal tertentu.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan

STATUS GENERALIS

A. Tanda Vital

1. Suhu : 380C

2. Denyut Nadi : 75 x/menit

10

Page 11: MAKALAH MTHT POLIP

3. Tekanan Darah : 120/80 mmHg

4. Pernafasan : 18 x/menit

Interpretasi : terjadi peningkatan suhu tubuh pasien sebesar 380C (subfebris) yang

nilai normalnya ialah 36,50-37,20C, yang merupakan petanda adanya infeksi yang

terjadi bisa akibat virus ataupun bakteri. Denyut nadi pasien masih dalam batas

normal yaitu 60-100 x/menit. Tekanan darah pasien 120/80 mmHg tergolong

normal. Frekuensi napas normal pada pria sekitar 14-18 x/menit sehingga pasien

digolongkan dalam batas normal.

B. Keadaan Umum

Kesan Sakit : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Interpretasi : kesadaran baik. Pasien sadar sepenuhnya hingga orientasi dirinya

terhadap waktu, ruang/tempat, orang lain, situasi, dst selama yang dikehendakinya.

C. Mata : pupil bulat, isocore

Interpretasi : pupil mata normal bentuknya bulat, reguler ( tepi rata) dan

isokor( diameter pipil kiri dan kanan sama)

D. Leher : JVP = 5 cm

Interpretasi : Jugular Venous Preasure (JVP) normal 6-7 cm H2O

E. Thorax :C/P dbn

Interpretasi : Cardio/Pulmo dalam batas normal

F. Abdomen :soepel, H/L tak teraba

Interpretasi : dinding perut yang normal teraba soepel, hepar/ lien tak teraba yang

menandakan tidak terdapat kelainan

G. Extemitas : hangat

11

Page 12: MAKALAH MTHT POLIP

STATUS LOKALIS

Telinga : ADS; LT lapang tenang, MT intak tenang

Interpretasi : normal

Hidung : hidung luar tenang, simetris

rongga hidung kanan-kiri terlihat massa bening berwarna sedikit abu-

abu kemerahan berbentuk bulat licin, bisa digerakkan, tidak ada rasa

nyeri. Septum dan konka belum bisa dinilai karena tertutup massa.

Interpretasi : ditemukannya polip nasi yang telah memasuki stadium 3. Massa

berwarna abu-abu kemerahan dan tidak ada nyeri akibat pembuluh darah sangat sedikit dan

tidak mempunyai serabut saraf

Tenggorok : tonsil besar T1/T1, tenang, dinding faring granuler, PND +, terlihat

massa sebesar kacang mede, menggantung di belakang arkus faring

kiri, berwarna putih abu-abu sedikit kemerahan, bisa digerakkan dan

tidak nyeri

Interpretasi : ukuran tonsil dalam batas normal, ditemukannya dinding faring

bergranuler yang merupakan gejala faringitis, PND + mungkin akibat sinusitis yang terdapat

pada pasien , ditemukan massa di tenggorok yang merupakan polip bertangkai yang masuk ke

koana lalu membesar di nasofaring disebut polip koana.

Pemeriksaan Laboratorium

- Hb : 15 %

- Leukosit :11.000/ml

12

Page 13: MAKALAH MTHT POLIP

- GDS : 130 mg%

- Ureum : 25 mg%

- Creatinin : 1,1 mg%

- Hitung Jenis : 0/5/5/60/24/6

Interpretasi : hemoglobin pasien normal (14-18 %), terjadi peningkatan leukosit yang

normalnya 5000-10000/ml, GDS dalam batas normal ( < 200mg%), ureum

normal(20-40 mg%), creatinin normal( 0,7-1,5 mg%), hitung jenis ditemukan

peningkatan pada eosinofil yang terjadi akibat reaksi alergi pada pasien.

Pemeriksaan Foto Sinus Paranasal

Pada pemeriksaan foto sinus paranasal tampak perselubungan pada kedua sinus

maksila, sinus-sinus yang lain cerah, septum lurus di tengah, konka membesar/ rongga

hidung sempit.

Kesan : sinusitis maksilaris bilateral

suspek polip nasi

interpretasi : pada foto sinus paranasal tampak perselubungan menandakan adanya edema

mukosa sinus maksila, tidak terdapat deviasi septum karena pada foto septu lurus di tengah,

konka membesar akibat adanya massa yaitu polip sehingga rongga hidung menyempit

Pemeriksaan CT-Scan

Pada pemeriksaan CT scan sinus paranasal kesimpulannya adalah :

- Sinusitis maksila bilateral

- Osteomeatal kompleks ka/ki terbuka

- Massa di hidung dan tenggorok suspek polip nasi

13

Page 14: MAKALAH MTHT POLIP

Pemeriksaan Prick Test

Pada tes kulit cukit (“prick test”) yang dilakukan pada lengan penderita terdapat hasil

positif satu untuk tungau debu rumah dan positif dua untuk udang dan ikan laut. (kontrol

positif satu).

Interpretasi: hasil prick test positif menandakan pasien positif alergi yaitu dengan udang, ikan

laut dan tungau debu rumah, namun tungau debu rumah kontrol positif satu yang artinya saat

ini sedang tidak eksaserbasi

Diagnosis

Diagnosis bagi Bapak Toto dengan keluhan utama hidung tersumbat adalah Polip

Nasi disertai Sinusitis Maksilaris Bilateral et causa Alergi, dengan dasar diagnosis antara

lain:

1. Berdasarkan hasil anamnesis, didapatkan:

a. Kedua hidung tersumbat, menetap dan progresif sehingga mengganggu

kenyamanan, sehingga pasien bernapas lewat mulut.

b. Keluhan dirasakan sejak 6 bulan yang lalu.

c. Pernah mengalami sakit serupa 3 tahun lalu dan sudah dioperasi.

d. Pasien memiliki riwayat alergi makanan.

e. Sebulan terakhir mengalami demam dan pusing.

f. Sejak dua minggu lalu ada massa mengganjal di tenggorok.

g. Benjolan bisa bergerak, tidak berdarah, dan tidak nyeri.

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan:

a. Keadaan umum sakit sedang, suhu subfebris.

14

Page 15: MAKALAH MTHT POLIP

b. Di rongga hidung kiri dan kanan terlihat massa bening berwarna sedikit abu-

abu kemerahan berbentuk bulat licin, bisa digerakkan, tidak nyeri. Septum dan

konka tertutup massa.

c. Di tenggorok, terdapat dinding faring granuler dan PND +, terlihat massa

sebesar kacang mede, menggantung di belakang arkus faring kiri, berwarna

putih abu-abu sedikit kemerahan, bisa digerakkan dan tidak nyeri.

3. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan:

a. Adanya leukositosis.

b. Adanya peningkatan eosinofil.

4. Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, didapatkan:

a. Pada hasil pemeriksaan foto sinus paranasal didapatkan kesan sinusitis

maksilaris bilateral dan suspek polip nasi.

b. Pada hasil pemeriksaan CT-scan didapatkan sinusitis maksilaris bilateral,

kompleks osteomeatal kanan dan kiri terbuka, adanya massa di hidung dan

tenggorok suspek polip nasi.

c. Pada prick test, terdapat hasil positif satu untuk tungau debu rumah dan

positif dua untuk udang dan ikan laut.

15

Page 16: MAKALAH MTHT POLIP

Patofisiologi

Patofisiologi pada pasien ini menurut kelompok kami ialah berawal dari adanya suatu

reaksi alergi yang telah mencapai tahap provokasi/reaksi alergi (berulang). Hal ini

menyebabkan keluarnya berbagai mediator inflamasi. Histamin merupakan mediator terbesar

yang konsentrasinya di dalam stroma polip. Mediator kimia lain yang ikut dalam patogenesis

dari nasal polip adalah interferon gamma (IFN-γ) dan tumor Growth Factor β (TGF-β). IFN-γ

menyebabkan migrasi dan aktivasi eosinofil yang melalui pelepasan toksiknya

bertanggungjawab atas kerusakan epitel dan sintesis kolagen oleh fibroblas . TGF-β yang

umumnya tidak ditemukan dalam mukosa normal merupakan faktor paling kuat dalam

menarik fibroblas dan meransang sintesis matrik ekstraseluler. Peningkatan mediator ini pada

akhirnya akan merusak mukosa rinosinusal yang akan menyebabkan peningkatan

permeabilitas terhadap natrium sehingga mencetuskan terjadinya edema submukosa pada

polip nasi.

Akibat terjadi hal diatas rongga hidung menjadi menyempit sehingga apabila kita

mengingat teori dari Bernaulli yang mengatakan bahwa udara yang mengalir melalui celah

yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya, sehingga jaringan

yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga menyebabkan polip, fenomena ini

dapat menjelaskan mengapa polip banyak terjadi pada area yang sempit di kompleks

osteomatal.

Setelah itu, terjadi prolaps submukosa yang diikuti denga reepitelisasi dan

pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan netrium oleh permukaan sel

epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip. Bila proses tersebut berlanjut,

mukosa yang edema makin membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga

hidung dengan membentuk tangkai. Kemudian polip menutup saluran untuk sinus yang pada

16

Page 17: MAKALAH MTHT POLIP

kasus ini dimungkinkan sinus maksilaris superior yang tertutup. Akibat tertutupnya jalur

keluar secret dari sinus ini, maka terjadi penumpukan secret pada sinus tersebut yang dapat

berakibat terjadinya suatu infeksi. Terjadinya infeksi oleh mikroorganisme yang biasa disebut

pirogen endogen yang menyebabkan pengeluaran prostaglandin, suatu perantara kimiawi

lokal dalam hipotalamus yang menaikkan termostat hipotalamus yang mengatur suhu tubuh.

Polip ini kemudian tumbuh kearah belakang dan membesar sehingga pada anamnensis pasien

merasakan ada massa mengganjal di tenggorok yang sangat mengganggu pada waktu makan.

Karena sedikit vaskularisasi dan ujung saraf yang menempel, serta proses peradangan maka

polip ini tidak nyeri serta hanbya terlihat sedikit kemerahan. Sedangkan warna keabu-abuan

yang tampak pada pemeriksaan fisik terjadi akibat kandungan polip ini yang banyak

mengandung cairan.(1)

Penatalaksanaan

Pengobatan berupa terapi non-medikamentosa, medikamentosa, dan operasi. Untuk

non-medika mentosa, pasien ini diberikan edukasi yaitu kurangi faktor-faktor penyebab alergi

serta jangan melakukan aktifitas yang berlebihan. Terapi medikamentosa pada pasien juga di

harapkan mampu menekan proses reaksi alergi. Kortikosteroid yang diberikan berupa

prednison 30-60 mg/hari serta di lakukan tappering off selama 1-3 minggu. Antibiotika dapat

diberikan karena ada tanda infeksi ( sinusitis) dan sebagai proliferasi pasca operasi. Pilihan

antibiotika yang digunakan bisa amoksisilin selama 10-14 hari.

Untuk tindakan operatif, kelompok kami mengambil keputusan bahwa pasien ini

dirujuk karena tindakan operatif tersebut tidak termasuk dalam kompetensi dokter umum.

Tindakan pengangkatan polip atau polipektomi dapat dilakukan menggunakan senar polip

dengan anestesi lokal, untuk polip yang besar tetapi belum memadati rongga hidung. Operasi

pengangkatan polip dan operasi sinus pada polip hidung biasanya diindiksaikan pada polip

17

Page 18: MAKALAH MTHT POLIP

berulang atau bila jelas ada kelainan di KOM. Jenis operasinya ialah etmoidektomi atau

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF).

Komplikasi

1. Komplikasi orbita

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering.

Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis

dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita.

Terdapat lima tahapan :

a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus

ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea

yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.

b. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita

namun pus belum terbentuk.

c. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita

menyebabkan proptosis dan kemosis.

d. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini

disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius.

Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva

merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.

e. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena

kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.

Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :

18

Page 19: MAKALAH MTHT POLIP

- Oftalmoplegia.

- Kemosis konjungtiva.

- Gangguan penglihatan yang berat.

- Kelemahan pasien.

- Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf

kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.

2. Mukokel

Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini

paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan

biasanya tidak berbahaya.

Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui

atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai

pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam

sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan

menekan saraf didekatnya.

Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih

akut dan lebih berat.

Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang

terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.

3. Komplikasi Intra Kranial

19

Page 20: MAKALAH MTHT POLIP

a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut,

infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus

yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina

kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.

b. Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali

mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri

kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.

Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan

otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.

c. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi

perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.

Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada

ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.

4. Osteomielitis dan abses subperiosteal

Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi

sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise,

demam dan menggigil(1,2)

Prognosis

Ad vitam : Bonam

Ad functionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad malam

20

Page 21: MAKALAH MTHT POLIP

Penyakit ini tingkat rekurensinya tinggi meskipun telah dilakukan polipektomi.

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI

Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya yaitu pangkal hidung

(bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (hip), ala nasi, kolumela, dan lubang

hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang

dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi melebarkan atau

menyempitkan lubang hidung.kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasal), prosessus

frontalis os maksila dan prosessus nasalis os frontal. Sedangkan kerangkla tulang rawam

terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bawah hidung, yaitu sepasang

kartilago os nasalis lateralis superior, sepsang kartilago nasalis leteralis inferioryang disebut

juga sebagai kartilago alar mayor, dan tepi anterior kartilago septum.

Rongga hidung berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi di

bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau ubang masuk kavum nasi

lubang depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana)

yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat dibelakang nares anterior

disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar

sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise.

21

Page 22: MAKALAH MTHT POLIP

Tiap kavum nasi mempunyai empat dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior, dan

superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang

rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis, os

maksila, dan Krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina

kuadrangularis) dan kolumela.

Septum dilapisi oleh perikondium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian

tulang, sedangkan pada luarnya dilapisi oleh mukosa hidung.

Pada dinding lateral terdapat empat buah konka. Yang terbesar dan letaknbya paling bawah

adalah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, kemudian lebih kecil

lagi konka superior, sedangkan yang terkecil adalah konka suprema. Konka inferior

merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedanngkan

konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari sinus etmoid

Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut dengan

meatus. Meatus nasalis superior adalah sebuah lorong yang sempit antara konka superior dan

media dan merupakan tempat bermuaranya sinus etmoid superior melalui satu atau dua

lubang.

Meatus nasalis media berukuran lebih panjang dan lebih luas daripada yang atas. Bagian

superior meatus ini berhubungan dengan sebuah lubang yang berbentuk corong, yaitu

infundibulum yang merupakan jalan pengantar ke dalam sinus frontalis. Hubungan masing-

masing sinus frontali ke infundibulum terjadi melalui duktus frontonasalis. Sinus maksilaris

juga bermuara ke meatus ini.

Meatus nasalis inferior adalah sebuah lorong horizontal yang terletas inferolateral terhadap

konka nasalis inferior. Duktus nasolakrimalis bermuara di anterior meatus ini.

22

Page 23: MAKALAH MTHT POLIP

Di dalam hidung terdapat suatu kompleks yang disebut dengan kompleks osteomeatal.

Kompleks ini merupakan celah pada dinding lateral hidung yang dibatasi oleh konka media

dan lamina papirasea. Komplek ini disusun oleh prosesus unsiatus, infundibulum etmoid,

hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan resesus frontal. Komplek ini berfungsi

sebagai tempat ventilasi dan drainase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior yaitu sinus

maksila, etmoid, dan frontal. Apabila terjadi suatu obstruksi pada kompleks ini, maka akan

terjadi perubahan patologis yang siginifikan pada sinus-sinus yang terkait(1,3).

23

Page 24: MAKALAH MTHT POLIP

HISTOLOGI

Rongga Hidung

Rongga hidung terdiri atas 2 struktur, yaitu vestibulum di luar dan fossa nasalis di

dalam.

Vestibulum merupakan bagian paling anterior dan paling lebar dari rongga hidung.

Kulit luar hidung memasuki nares (cuping hidung) dan berlanjut ke dalam vestibulum. Di

sekitar permukaan dalam nares, terdapat banyak kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, selain

rambut pendek tebal atau vibrissae, yang menahan dan menyaring partikel-partikel besar dari

udara inspirasi. Di dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih menjadi

epitel respirasi sebelum memasuki fossa nasalis.

Berikut ini adalah gambaran epitel respiratorius yang bersilia dan bersel goblet.

24

Page 25: MAKALAH MTHT POLIP

Fossa nasalis (kavum nasi) terdiri atas dua bilik karvernosa yang dipisahkan oleh

septum nasi oseosa. Dari masing-masing dinding lateral, keluar tiga tonjolan bertulang mirip

rak yang disebut konka. Hanya konka media dan inferior yang ditutupi oleh epitel respirasi,

sementara konka superior ditutupi epitel olfaktorius khusus. Celah-celah sempit yang

terbentuk akibat adanya konka memudahkan pengkondisian udara inspirasi dengan

menambah luas permukaan epitel respirasi dan dengan menimbulkan turbulensi aliran udara.

Hasilnya adalah bertambahnya kontak antara aliran udara dan lapisan mukosanya. Di dalam

lamina propria konka terdapat pleksus vena besar yang dikenal sebagai badan pengembang

(swell bodies). Setiap 20-30 menit, badan pengembang pada satu sisi fossa nasalis akan

penuh terisi darah sehingga mukosa konka membangkak dan mengurangi aliran udara.

Sementara itu, sebagian besar udara diarahkan lewat fossa nasalis lain. Interval penutupan

periodik ini mengurangi aliran udara sehingga epitel respirasi dapat pulih dari kekeringan.

Selain itu, rongga hidung memiliki sistem vaskular yang rumit dan luas. Pembuluh-

pembuluh besar membentuk jalinan-jalinan rapat dekat periosteum, dan dari tempat ini,

cabang-cabang pembuluh meluas ke permukaan. Darah dari belakang mengalir ke depan

25

Page 26: MAKALAH MTHT POLIP

dalam arah yang berlawanan dengan aliran udara inspirasi. Akibatnya, udara yang masuk

dihangatkan secara efisien oleh sistem arus balik.

Area Penghidu

Kemoreseptor olfaktorius terletak pada epitel olfaktorius, yaitu daerah khusus

membran mukosa konka superior yang terletak di atap rongga hidung. Pada manusia, luasnya

sekitar 10 cm2 dengan tebal sampai 100 μm. Epitel ini merupakan epitel bertingkat silindris

yang terdiri atas 3 jenis sel, yaitu sel penyokong, sel basal, dan sel olfaktorius.

Sel penyokong memiliki apeks silindris yang lebar dan basis yang lebih sempit. Pada

permukaan bebasnya terdapat mikrovili, yang terendam dalam selapis cairan. Kompleks

tautan yang berkembang baik mengikat sel-sel penyokong pada sel-sel olfaktori di

sebelahnya. Sel-sel ini mengandung pigmen kuning muda yang menimbulkan warna mukosa

olfaktorius ini.

26

Page 27: MAKALAH MTHT POLIP

Sel-sel basal berukuran kecil; bentuknya bulat atau kerucut dan membentuk suatu

lapisan pada basis epitel.

Di antara sel-sel basal dan sel penyokong terdapat sel-sel olfaktorius, berupa neuron

bipolar yang dapat dibedakan dari sel-sel penyokong oleh letak intinya, yang terletak di

bawah inti sel penyokong. Apeksnya (dendrit) memiliki daerah yang meninggi dan melebar,

tempat 6-8 silia berasal. Silia ini sangat panjang dan nonmotil, dan berespons terhadap zat

pembau dengan membangkitkan suatu potensial reseptor. Akson aferen dari neuron bipolar

ini bergabung dalam berkas kecil yang mengarah ke SSP, tempat akson tersebut bersinaps

dengan neuron dari lobus olfaktorius di otak. Lamina propria di epitel olfaktorius memiliki

kelenjar Bowman. Sekretnya menghasilkan suatu medium cair di sekitar sel-sel olfaktorius

yang mampu membersihkan silia, yang memudahkan akses zat pembau yang baru(4).

Sumber: Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar: Teks dan Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC;

2007.

FISIOLOGI

Hidung

Salah satu fungsi hidung yang penting ialah fungsi olfaktori, yang dijalankan oleh

mukosa olfaktorius di langit-langit rongga hidung. Mukosa ini mengandung tiga jenis sel,

yaitu reseptor olfaktorius, sel penunjang, dan sel basal. Akson-akson sel reseptor secara

kolektif membentuk saraf olfaktorius.

Bagian reseptor dari sel reseptor olfaktorius terdiri dari sebuah kepala yang

menggembung dan berisi beberapa silia panjang yang meluas ke permukan mukosa. Silia ini

mengandung tempat pengikatan untuk melekatnya berbagai molekul-molekul odoriferosa

27

Page 28: MAKALAH MTHT POLIP

(pembentuk bau). Selama kita bernapas biasa, odoran biasanya mencapai reseptor-reseptor

peka hanya dengan berdifusi karena mukosa olfaktorius terletak di atas jalur aliran udara

normal. Tindakan mengendus meningkatkan proses ini dengan menarik arus udara ke atas di

dalam rongga hidung, sehingga semakin banyak molekul odoriferosa di udara yang berkontak

dengan mukosa olfaktorius.

Agar dapat dibaui, suatu bahan harus mudah menguap, sehingga sebagian molekulnya

dapat masuk ke hidung dalam udara yang dihirup. Selain itu, bahan tersebut harus cukup

mudah untuk larut air, sehingga dapat larut ke dalam lapisan mukus yang melapisi mukosa

olfaktorius. Seperti reseptor pengecapan, molekul-molekul harus dilarutkan agar dapat

dideteksi oleh reseptor penghidu. Pengikatan suatu molekul odoriferosa ke tempat perlekatan

khusus di silia menyebabkan pembukaan saluran-saluran Na+ dan K+. Terjadi perpindahan

ion-ion yang menimbulkan depolarisasi potensial reseptor yang menyebabkan terbentuknya

potensial aksi di serat aferen.

Serat-serat aferen berjalan melalui lubang-lubang halus di lempeng tulang datar yang

memisahkan mukosa olfaktorius dari jaringan otak di atasnya. Serat-serat tersebut segera

bersinaps di bulbus olfaktorius. Serat-serat yang keluar dari bulbus olfaktorius berjalan

melalui dua rute, antara lain:

28

Page 29: MAKALAH MTHT POLIP

1. Rute subkortikal, yang terutama berjalan menuju ke daerah-daerah di sistem limbik,

khususnya sisi medial bawah lobus temporalis (yang dianggap sebagai korteks

olfaktorius primer). Rute ini mencakup keterlibatan hipotalamus, sehingga

memungkinkan koordinasi erat antara reaksi penghidu dan perilaku yang berkaitan

dengan makan, kawin, dan penentuan arah.

2. Rute talamus-kortikal, yang berperan penting untuk persepsi sadar dan diskriminasi

halus penghidu.(5)

Selain fungsi penghidu, hidung juga memiliki beberapa fungsi lain yaitu fungsi

respirasi, fonetik, dan refleks nasal.

a. Fungsi respirasi berperan dalam mengatur kondisi udara, penyaring udara,

humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik

lokal. Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem respirasi melalui nares anterior,

lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah

nasofaring. Aliran udara di hidung ini berbentuk lengkungan atau arkus. Udara yang

29

Page 30: MAKALAH MTHT POLIP

dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Partikel debu, virus, bakteri

dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di hidung oleh vibrissae, silia,

dan palut lendir. Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel

yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin.

b. Fungsi fonetik berperan untuk resonansi di hidung, yang menentukan kualitas suara

ketika berbicara dan menyanyi. Hidung juga membantu proses pembentukan kata-

kata, seperti huruf-huruf konsonan nasal (m, n, ng).

c. Refleks nasal terjadi ketika terjadi iritasi pada mukosa hidung, sehingga terjadi refleks

bersin dan napas terhenti. Mukosa nasal merupakan reseptor refleks yang

berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Rangsang bau

tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.2

Sistem Transpor Mukosilier

Sistem transpor mukosilier merupakan sistem pertahanan aktif rongga hidung

terhadap virus, bakteri, jamur, atau partikel berbahaya lain yang terhirup bersama udara.

Sistem ini terdiri atas palut lendir, yang berupa cairan serosa (aqueous layer) dan lapisan

mukus di permukaannya, beserta silia-silia. Lapisan palut lendir sendiri dihasilkan oleh sel-

sel goblet pada epitel dan kelenjar seromusinosa submukosa.

30

Page 31: MAKALAH MTHT POLIP

Lapisan mukus, yang lebih elastik, mengandung banyak protein plasma seperti

albumin, IgG, IgM dan faktor komplemen. Sedangkan cairan serosa mengandung laktoferin,

lisozim, inhibitor lekoprotease sekretorik, dan IgA sekretorik, dengan beberapa fungsinya

adalah sebagai berikut:

a. Glikoprotein yang dihasilkan oleh sel mukus penting untuk pertahanan lokal yang

bersifat antimikrobial.

b. IgA berfungsi untuk mengeluarkan mikroorganisme dari jaringan dengan mengikat

antigen tersebut pada lumen saluran napas.

c. IgG bekerja di dalam mukosa dengan memicu reaksi inflamasi jika terpajan dengan

antigen bakteri.

Pergerakan sistem transpor mukosilier berbeda-beda pada masing-masing sinus. Pada

sinus maksila, sistem ini menggerakkan sekret sepanjang dinding anterior, medial, posterior

dan lateral serta atap rongga sinus membentuk gambaran halo yang mengarah ke ostium

31

Page 32: MAKALAH MTHT POLIP

alamiah. Setinggi ostium, sekret akan lebih kental tetapi drainasenya lebih cepat untuk

mencegah tekanan negatif dan berkembangnya infeksi.

Pada sinus frontal, gerakannya mengikuti gerakan spiral. Sekret berjalan menuju

septum interfrontal, kemudian ke atap, dinding lateral dan bagian inferior dari dinding

anterior dan posterior menuju resesus frontal. Gerakan spiral ini juga terjadi pada sinus

sfenoid. Pada sinus etmoid, terjadi gerakan rektilinear jika ostiumnya terletak di dasar sinus

atau gerakan spiral jika ostium terletak di dindingnya.

Pada dinding lateral terdapat 2 rute besar transpor mukosilier:

1. Rute pertama merupakan gabungan sekresi sinus frontal, maksila dan etmoid anterior.

Sekret ini biasanya bergabung di dekat infundibulum etmoid selanjutnya berjalan

menuju tepi bebas prosesus unsinatus, dan sepanjang dinding medial konka inferior

menuju nasofaring melewati bagian antero-inferior orifisium tuba Eustachius.

Transpor aktif berlanjut ke batas epitel bersilia dan epitel skuamosa pada nasofaring,

selanjutnya jatuh ke bawah dibantu dengan gaya gravitasi dan proses menelan.

2. Rute kedua merupakan gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan sfenoid yang

bertemu di resesus sfenoetmoid dan menuju nasofaring pada bagian postero-superior

orifisium tuba Eustachius.

Selain itu, sekret-sekret yang berasal dari meatus superior dan septum akan bergabung

dengan sekret rute pertama, yaitu di inferior tuba Eustachius.(5)

POLIP HIDUNG

Polip hidung adalah masa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga

hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip dapat

timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut.

Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit

32

Page 33: MAKALAH MTHT POLIP

atopi, akan tetapi banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli sampai

saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.

Patogenesis

Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf

otonom serta predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan mukosa hidung

akibat peradangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama di daerah sempit di

kompleks ostiomeatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan

pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel

epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.

Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan

permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskular yang mengakibatkan dilepaskannya

sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi

polip.

Bila proses tersebut berlanjut, mukosa yangg sembab makin membesar menjadi polip

dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai

Makroskopis

Secara makroskopik polip merupakan masa bertangkain dengan permukaan licin,

berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, agak bening, lobular, dapat tunggal

atau multipel dan tidak sensitif bila ditekan atau ditusuk tidak sakit. Warna polip yang pucat

tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip.

Bila terjadi iritasi kronis atau peradangan, warna polip bisa berubah menjadi kemerahan dan

polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuningan karena banyaknya jaringan

ikat

33

Page 34: MAKALAH MTHT POLIP

Mikroskopis

Secara pemeriksaan mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan selaput

permukaan hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan subselaput permukaan

yang sembab. Mukosa mengandung sel-sel goblet. Pembuluh darah, sarf dan kelenjar sangat

sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia epitel karena sering terkena

aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinasi.

Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokan menjadi dua, yaitu polip

tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik.

Diagnosis Polip Nasi

Anamnesis

Keluhan utama penderita polip nasi ialah hidung rasa tersumbat dari yang ringan

sampai berat, rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin

disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal. Bila

disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan rinore purulen. Gejala

sekunder yang dapat timbul ialah bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan

tidur dan penurunan kualitas hidup.

Gejala pada saluran napas bawah didapati pada kurang lebih sepertiga kasus polip,

dapat berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan asma.

Selain itu harus ditanyakan riwayat rintis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi

obat lainnya serta alergi makanan.

Pemeriksaan Fisik

34

Page 35: MAKALAH MTHT POLIP

Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung

tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat

sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.

Untuk kepentingan penelitian agar hasil pemeriksaan dan pengobatan dapat dilaporkan

dengan standar yang sama, Mackay dan Lundpada tahun 1997 membuat pembagian stadium

polip sebagai berikut, stadium 0 : tidak ada polip, stadium 1 : polip masih terbatas di meatus

medius, stadium 2: polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi

belum memenuhi rongga hidung, stadium 3: polip yang masif.

Naso-endoskopi

Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus polip

yang baru. Polip stadium 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior

tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.

Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari

ostium asesorius sinus maksila.

Pemeriksaan Radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat

memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi

sebenarnya kurang bermafaat pada kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan positif

palsu atau negatif palsu, dan tidak dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding

lateral hidung dan variasi anatomis di daerah kompleks ostio-meatal. Pemeriksaan tomografi

komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung

dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada

kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati

35

Page 36: MAKALAH MTHT POLIP

dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan

tindakan bedah terutama bedah endoskopi.Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan

koronal, sedangkan pada polip yang rekuren diperlukan juga potongan aksial.

Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-

keluhan yang dirasakan oleh pasien. Selain itu juga diusahakan agar frekuensi infeksi

berkurang, mengurangi/menghilangkan keluhan pernapasan pada pasien yang disertai asma,

mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.

Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi

medikamentosa.

BAB V

KESIMPULAN

Pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa pasien didiagnosis mengalami polip nasi

disertai sinusitis maksilaris bilateral et causa alergi. Terapi pada pasien ini berupa terapi non-

medikamentosa yaitu dengan edukasi dan medikamentosa yaitu pemberian kortikosteroid,

antibiotik, antihistamin. Pasien ini perlu tindakan operatif. Namun, untuk tindakan operatif

ini tidak masuk dalam kompetensi dokter umum, maka itu kami merujuk pasien ke spesialis

THT. Prognosisnya umumnya baik dengan pengobatan yang adekuat dan apabila sudah

dilakukan pembedahan. Namun, untuk terjadinya kembali penyakit ini pada pasien cukup

besar terutama apabila pasien tidak dapat menjaga atau menhindari faktor-faktor pencetus.

36

Page 37: MAKALAH MTHT POLIP

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;

2010.

2. Peter A. Hilger MD. Penyakit Sinus Paranasalis, dalam : Haryono, Kuswidayanti,

editors. BOIES : Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC ; 1997, 241 – 258.

3. Moore KL, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates; 2002.

4. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar: Teks dan Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC;

2007.

5. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2001

37