makalah polip

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hidung merupakan salah satu dari panca indra yang berfungsi sebagai indra pembau. Indra pembau berupa kemoreseptor yang terdapat di permukaan dalam hidung, yaitu pada lapisan lendir bagian atas. Reseptor pencium tidak bergerombol seperti tunas pengecap. Epitelium pembau mengandung 20 juta sel- sel olfaktori yang khusus dengan akson-akson yang tegak sebagai serabut-serabut saraf pembau. Di akhir setiap sel pembau pada permukaan epitelium mengandung beberapa rambut-rambut pembau yang bereaksi terhadap bahan kimia bau-bauan di udara. Sebagai indra pembau, hidung dapat mengalami gangguan. Akibatnya, kepekaan hidung menjadi berkurang atau bahkan tidak dapat mencium bau suatu benda. Salah satu gangguan yang dapat terjadi adalah polip. Polip hidung merupakan salah satu jenis penyakit telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) yang umum di masyarakat. Sebagian orang juga menyebut polip sebagai pertumbuhan daging dalam hidung (tumor). Polp hidung sebenarnya adalah suatu pertumbuhan dari selaput lendir hidung yang bersifat jinak. Polip hidung bukan penyakit yang murni berdiri sendiri. Pembentukannya sangat terkait erat 1

description

polip

Transcript of makalah polip

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Hidung merupakan salah satu dari panca indra yang berfungsi sebagai indra pembau. Indra pembau berupakemoreseptoryang terdapatdi permukaan dalam hidung, yaitu pada lapisan lendir bagian atas. Reseptor pencium tidak bergerombol seperti tunas pengecap. Epitelium pembau mengandung 20 juta sel-sel olfaktori yang khusus dengan akson-akson yang tegak sebagai serabut-serabut saraf pembau. Di akhir setiap sel pembau pada permukaan epitelium mengandung beberaparambut-rambut pembauyang bereaksi terhadap bahan kimia bau-bauan di udara.

Sebagai indra pembau, hidung dapat mengalami gangguan. Akibatnya, kepekaan hidung menjadi berkurang atau bahkan tidak dapat mencium bau suatu benda. Salah satu gangguan yang dapat terjadi adalah polip. Polip hidung merupakan salah satu jenis penyakit telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) yang umum di masyarakat. Sebagian orang juga menyebut polip sebagai pertumbuhan daging dalam hidung (tumor). Polp hidung sebenarnya adalah suatu pertumbuhan dari selaput lendir hidung yang bersifat jinak. Polip hidung bukan penyakit yang murni berdiri sendiri. Pembentukannya sangat terkait erat dengan berbagai masalah THT lainnya seperti rhinitis, alergi, asma, radang kronis pada mukosa hidung-sinus paranasal, kista fibrosis, ataupun intoleransi aspirin.Prevalensi penderita polip belum diketahui pasti karena hanya sedikit laporan dari hasil studi epidemiologi serta tergantung pada pemilihan populasi penelitian dan metode diagnostik yang digunakan. Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan 4,3% di Finlandia. Dengan perbandingan pria dan wanita 2- 4:1. (Fransina 2008). Di Amerika Serikat prevalensi polip diperkirakan antara 1-4 %. Pada anak-anak sangat jarang ditemukan dan dilaporkan hanya sekitar 0,1% (Hanis dkk, 2010). Penelitian Larsen dan Tos di Denmark memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627 per 1000 orang per tahun (Bateman 2003, Ferguson et al.2006). Di Indonesia studi epidemiologi menunjukkan bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3 : 1 dengan prevalensi 0,2%-4,3% (Fransina 2008). Sardjono Soejak dan Sri Herawati (dikutip dari Nurmusa 1980) melaporkan penderita polip nasi sebesar 4,63% dari semua pengunjung poliklinik THT RS. Dr. Sutomo Surabaya. Rasio pria dan wanita 2-4:1 (Hanis dkk 2010).1.2 Rumusan Masalah1. Apa definisi dari polip hidung?2. Bagaimanakah etiologi dan patofisiologi dari polip hidung?3. Apakah manifestasi klinis dari polip hidung?4. Apakah komplikasi dari polip hidung?5. Bagaimanakah penatalaksanaan polip hidung?6. Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada polip hidung?1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi dari polip hidung2. Mengetahui dan memahami tentang etiologi dan patofisiologi dari polip hidung3. Mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis polip hidung4. Mengetahui dan memahami tentang komplikasi polip hidung 5. Mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan polip hidung6. Mengetahui dan memahami tentang proses asuhan keperawatan pada polip hidung1.4 Manfaat

1. Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan gangguan polip hidung sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah sensori persepsi.

2. Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit maupun di lapangan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi

Polip hidung adalah massa lunak, berwarna putih atau keabu-abuan yang terdapat dalam rongga hidung. Secara makroskopik polip merupakan massa dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna pucat keabu-abuan, lobular, dapat tunggal atau multipel dan tidak sensitif (bila ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat tersebut disebabkan oleh sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat.

Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari tempat yang sempit di bagian atas hidung, di bagian lateral konka media dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. Fenomena Bernouli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui celah yang sempit akan mengakibatkan tekanan negative pada daerah di sekitarnya, sehingga jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negative ini. Fenomena ini dapat menjelaskan mengapa polip banyak terdapat di area yang sempit. Ada polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antro-koana. Menurut Stammberger polip antrokoana biasanya berasal dari kista yang terdapat pada dinding sinus maksila. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus etmoid posterior atau resesus sfenoetmoid.

2.2 Etiologi

Polip terjadi akibat reaksi hipertensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak di bawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.

Polip disebabkan oleh reaksi alergi atau reaksi radang. Bentuknya bertangkai, tidak mengandung pembuluh darah. Di hidung polip dapat tumbuh banyak, apalagi bila asalnya dari sinus etmoid. Bila asalnya dari sinus maksila, maka polip itu tumbuh hanya satu, dan berada di lubang hidung yang menghadap ke nasofaring (konka). Polip harus dikeluarkan, karena bila tidak, sebagai komplikasinya dapat terjadi sinusitis. Polip dapat tumbuh banyak, sehingga kadang-kadang tampak hidung penderita membesar, dan apabila penyebarannya tidak diobati setelah polip dikeluarkan, ia dapat tumbuh kembali.

Yang menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain, yaitu :

a. Alergi terutama rinitis alergi.

b. Sinusitis kronik.

c. Iritasi.

d. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.

2.3 Patofisiologi

Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.

Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terus membesar di antrum, akan turun ke kavum nassi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.2.4 Manifestasi klinis

Hidung tersumbat merupakan gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi. Sumbatan tersebut tidak hilang dan makin lama makin memberat. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan timbulnya gejala hiposmia bahkan anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, akan timbul sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rhinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala utama adalah bersin dan iritasi di hidung.

Sumbatan hidung yang menetap dan semakin berat dan rinorea. Dapat terjadi sumbatan hiposmia atau anosmia. Bila menyumbat ostium, dapat terjadi sinusitis dengan ingus purulen. Karena disebabkan alergi, gejala utama adalah bersin dan iritasi di hidung.Mackay dan Lundpada tahun 1997 membuat pembagian stadium polip sebagai berikut,stadium 0: tidak ada polip,stadium 1: polip masih terbatas di meatus medius,stadium 2: polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung,stadium 3: polip yang masif. Polip Konka polipoid

BertangkaiTidak bertangkai

Mudah digerakkanSukar digerakkan

Tidak nyeri tekanNyeri bila ditekan dengan pinset

Tidak mudah berdarahMudah berdarah

Pada pemakaian vasokonstriktor tidak mengecilDapat mengecil dengan vasokonstriktor

2.5 Pemeriksaan Penunjang

a. Endoskopi. Untuk melihat polip yang masih kecil dan belum keluar dari kompleks osteomeatal. Memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan aldwe pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi.

b. Foto polos rontgen &CT-scan. Untuk mendeteksi sinusitis.Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, Caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa.

c. Biopsi. Kita anjurkan jika terdapat massa unilateral pada pasien berusia lanjut, menyerupai keganasan pada penampakan makroskopis dan ada gambaran erosi tulang pada foto polos rontgen.

2.6 Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi adalah menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medika mentosa. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya diberikan kortikosteroid intranasal selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, pengobatan ini diteruskan sampai polip atau gejalanya hilang. Bila reaksinya terbatas atau tidak ada perbaikan maka diberikan juga kortikosteroid sistemik. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid intranasal mungkin harganya mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian pasien, sehingga dalam keadaan demikian langsung diberikan kortikosteroid oral. Dosis kortikosteroid saat ini belum ada ketentuan yang baku, pemberian masih secara empirik misalnya diberikan Prednison 30 mg per hari selama seminggu dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama seminggu. Untuk preparat oral dapat diberikan prednisolon atau prednisone dengan dosis 60 mg untuk empat hari pertama, selanjutnya ditappering off 5 mg/hr sampai hari ke-15 dengan dosis total 570 mg. Suntikan depot yang dapat diberikan adalah methylprednisolon 80 mg atau betamethasone 14 mg setiap 3 bulan.Menurut Naclerio pemberian kortikosteroid tidak boleh lebih dari 4 kali dalam setahun. Pemberian suntikan kortikosteroid intrapolip sekarang tidak dianjurkan lagi mengingat bahayanya dapat menyebabkan kebutaan akibat emboli. Kalau ada tanda-tanda infeksi harus diberikan juga antibiotik. Pemberian antibiotik pada kasus polip dengan sinusitis sekurang-kurangnya selama 10-14 hari.Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Terapi bedah yang dipilih tergantung dari luasnya penyakit (besarnya polip dan adanya sinusitis yang menyertainya), fasilitas alat yang tersedia dan kemampuan dokter yang menangani. Macamnya operasi mulai dari polipektomi intranasal menggunakan jerat (snare)kawat dan/ polipektomi intranasal dengan cunam (forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit rawat jalan dengan analgesi lokal; etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid; operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan endoskopi untuk polipektomi saja, atau disertai unsinektomi atau lebih luas lagi disertai pengangkatan bula etmoid sampai Bedah Sinus Endoskopik Fungsional lengkap (BSEF). Alat mutakhir untuk membantu operasi polipektomi endoskopik ialahmicrodebrider(powered instrument) yaitu alat yang dapat menghancurkan dan mengisap jaringan polip sehingga operasi dapat berlangsung cepat dengan trauma yang minimal.Pengobatan juga perlu ditunjukkan pada penyebabnya, dengan menghindari allergen penyebab.2.7 Komplikasi

Satu buah polip jarang menyebabkan komplikasi, tetapi dalam ukuran besar atau dalam jumlah banyak (polyposis) dapat mengarah pada akut atau infeksi sinusitis kronis, mengorok dan bahkan sleep apnea - kondisi serius nafas dimana akan stop dan start bernafas beberapa kali selama tidur. 2.8 Prognosis

Prognosis dan perjalanan alamiah dari polip nasi sulit dipastikan. Terapi medis untuk polip nasi biasanya diberikan pada pasien yang tidak memerlukan tindakan operasi atau yang membutuhkan waktu lama untuk mengurangi gejala. Dengan terapi medikamentosa, jarang polip hilang sempurna. Tetapi hanya mengalami pengecilan yang cukup sehingga dapat mengurangi keluhan. Polip yang rekuren biasanya terjadi setelah pengobatan dengan terapi medica mentosa maupun pembedahan.BAB IIIASUHAN KEPERAWATANNy.S berusia 27th. Merupakan ibu rumah tangga yang beralamat di JalanRayaPalaanRT01/01Malang. Penderita mengeluhhidungkanan buntu sejak 1tahunyang lalu.Hidung dirasakan tiba-tiba buntu sampai sekarang dan bertambah berat sejak akhir-akhirini. Pasien tidakpernahmerasakanmimisan. Pasien jugaseringpilek terasa mau bersin tapi tidak bisa bersin. Hidung tidak dirasakan nyeri. Riwayat batuk tidak pernah, sakit dada tidak pernah. Riwayat asma tiada, alergi tiada. Pasien tidak minum obat apapun semenjak keluhan muncul. Tidak ada keluhan pada telinga, pendengaran, maupuntenggorokan. dari hasil pemeriksaan diketahui RR : 25x/menit, BP : 140/90 mmHg, kadar albumin 13,6 g/dl.3.1 Pengkajian 3.1.1 Anamnesa1. Identitas pasien

Nama

:NySUmur

:27tahunJeniskelamin:PerempuanPekerjaan

:IbuRumahTanggaPendidikan

:SMPAgama

:IslamSuku

: JawaAlamat

:JalanRayaPalaanRT01/01Malang2. Riwayat Penyakit Sekarang

Penderita mengeluhhidungbuntu sejak 1tahunyang lalu.Hidung dirasakan tiba-tiba buntu sampai sekarang dan bertambah berat sejak akhir-akhirini. Pasien tidakpernahmerasakanmimisan. Pasien jugaseringpilek terasa mau bersin tapi tidak bisa bersin. Hidung tidak dirasakan nyeri. Pasien tidak minum obat apapun semenjak keluhan muncul. Tidak ada keluhan pada telinga, pendengaran, maupuntenggorokan.3. Keluhan utama

Hidungkananbuntukuranglebih 1tahunyanglalu.4. Riwayat Penyakit dahulu

Tidak mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan penyakit5. Riwayat penyakit keluarga

Klien tidak memiliki anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien6. Riwayat Psikososial

a) Intrapersonal: klien merasa cemas3.1.2 Pemeriksaan Fisik persistem1. B1 (Breath): RR 140/90 mmHg, terlihat ada tahanan bila klien bernafas2. B2 (Blood): -

3. B3 (Brain)

: gangguan penghidu atau penciuman

4. B4 (Bladder): terjadi penurunan intake cairan

5. B5 (Bowel): nafsu makan menurun6. B6 (Bone)

: -

3.2 Analisis DataNoDataEtiologiMasalah keperawatan

1DS : Klien merasa ada sumbatan pada hidungDO : RR 140/90 mmHg, terlihat ada tahanan bila klien bernafasAdanya massa

SHAPE \* MERGEFORMAT

Aliran / drainase bertahan

SHAPE \* MERGEFORMAT

Hidung tersumbatBersihan jalan nafas tidak efektif

2DS : Klien merasa lemas, nafsu makan turunDO :A : Tinggi Badan 158 cm, berat badan 42kg

B : kadar albumin 2 g/dlC : BB < dari normal, klien merasa lemas

D : klien hanya makan 2x/hari, hanya menghabiskan dari porsiHidung tersumbat

SHAPE \* MERGEFORMAT

Penciuman terganggu

SHAPE \* MERGEFORMAT

Nafsu makan berkurangNutrisi kurang dari kebutuhan

3DS : Klien mengeluh sakit kepala sejak 5 hari yang laluDO : muka menyeringaiAdanya massa dalam hidung SHAPE \* MERGEFORMAT

Hidung buntu

SHAPE \* MERGEFORMAT

Ingus tertahan SHAPE \* MERGEFORMAT

Sakit kepalaNyeri kepala

4DS : Klien gelisah, sering bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan

DO : RR 140/90 mmHg, hanya menjawab 2 dari 4 pertanyaan (tidak focus), kebanyakan menolak tindakan pengobatan yang akan dilakukan, kebanyakan mengeluhPelebaran batang hidung

SHAPE \* MERGEFORMAT

Nyeri dan susah bernafas SHAPE \* MERGEFORMAT

Akan dilakukan operasi

SHAPE \* MERGEFORMAT

Kurang pengetahuan

SHAPE \* MERGEFORMAT

GelisahAnsietas

5DS : Klien merasa lemasDO : Mukosa mulut kering, penurunan turgor kulitHidung tersumbat

SHAPE \* MERGEFORMAT

Menghambat drainase pranasal

SHAPE \* MERGEFORMAT

Secret terakumulasi dalam sinus

SHAPE \* MERGEFORMAT

Tempat yang baik untuk pertunbuhan kumanRisiko infeksi

3.3 Diagnosa Keperawatan1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya massa dalam hidung2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan

3. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala b.d adanya ingus tertahan4. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang tindakan operasi5. Resiko infeksi b.d terhambatnya drainase secret

3.3 Intervensi

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya massa dalam hidungTujuan

: bersihan nafas menjadi dalam 10-15 menit setelah dilakukan tindakan

Kriteria Hasil

:

a) RR normal (16-20x/menit)

b) Suara napas vesikulerc) Pola napas teratur tanpa menggunakan otot bantu pernapasand) Saturasi oksigen 100%

IntervensiRasional

Observasi :

Observasi RR tiap 4 jam, bunyi napas, kedalaman inspirasi, dan gerakan dada

Auskultasi bagian dada anterior dan posterior

Pantau status oksigen pasien

Mandiri :

Berikan posisi fowler atau semifowler tinggi

Lakukan nebulizing

Berikan O2 (oksigenasi)

Kolaborasi :

Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspetoran, bronkodilator

Edukasi :

Ajarkan batuk efektif pada pasien

Ajarkan terapi napas dalam pada pasien Mengetahui keefektifan pola napas

Mengetahui adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi tambahan

Mencegah terjadinya sianosis dan keparahan

Mencegah obstruksi/aspirasi, dan menigkatkan ekspansi paru

Membantu pencegahan secret

Mengkompensasi ketidakadekuatan O2 akibat inspirasi yang kurang maksimal

Mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi secret, bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk meningkatkan kenyamanan

Membantu pasien mengeluarkan secret yang menumpuk

Membantu melapangkan ekspansi paru

2. Perubahan nutrisi b.d menurunnya nafsu makan

Tujuan

: menunjukkan peningkatan nafsu makan setelah dilakukan tindakan dalam 3 x 24 jam

Kriteria Hasil

:

a) Klien tidak merasa lemas

b) Nafsu makan klien meningkat

c) Klien mengalami peningkatan BB minimal 1kg/2minggu

d) Kadar albumin > 3.5 g/dle) Hb > 11

IntervensiAlbumin

Observasi :

Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai atau tidak disukai

Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara pariodik Kaji turgor kulit pasien

Pantau hasil lab

Mandiri :

Pertahankan berat badan dengan memotivasi pasien untuk makan

Menyediakan makanan yang dapat meningkatkan selera makan pasien dan tingkatkan konsumsi protein Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan

Auskultasi bising usus

Kolaborasi :

Kolaborasi dengan tim analis medis untuk mengukur kandungan albumin, Hb, dan kadar glukosa darah

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang TKTP pada pasien

Diskusikan dengan dokter mengenai kebutuhan stimulasi nafsu makan atau makanan pelengkap

Edukasi :

Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya

Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi

Dukung keluarga untuk membawakan makanan favorit pasien Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien

Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asupan makanan

Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan

Untuk dapat mengetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa dalam darah Mempertahankan berat badan yang ada agar tidak semakin berkurang

Meningkatkan nafsu makan pasien

Merangsang nafsu makan pasien

Meningkatkan rasa nyaman pasien untuk makan

Mengetahui kandungan biokimiawi darah pasien

Memberikan asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan pasien Memberi rangsangan pada pasien untuk menimbulkan kembali nafsu makannya

Agar pasien mengetahui kebutuhan nutrisinya dan cara memenuhinya yang sesuai dengan kebutuhan Agar pasien mendapatkan gizi yang seimbang dengan harga yang relative terjangkau

Merangsang nafsu makan pasien

3. Gangguan rasa nyaman nyeri kepala b.d adanya ingus tertahan

Tujuan

: Nyeri yang dirasakan klien berkurang atau menghilang dalam waktu 1 x 24 jam

Kriteria hasil:Klien mengatakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilangTTV normal, ekspresi wajah klien tidak menyeringaiIntervensiRasional

Kolaborasi :

Berikan obat analgesic

Mandiri

Observasi TTV, keluhan klien, serta skala nyeri

Ajarkan teknik distraksi atau pengalihan nyeri/relaksasi Obat analgesic dapat menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri

Memastikan nyeri berkurang, dan TTV normal

Teknik distraksi dan relaksasi diharapkan dapat menurunkan skala nyeri

4. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang tindakan operasiTujuan

: pengurangan ansietas

Kriteria hasil:

a) Pasien tidak menunjukan kegelisahan

b) Pasien dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negative

c) Tidak terjadi insomniad) Pasien dapat menjawab pertanyaan seputar tindakan operasi yang akan dilakukanIntervensiRasional

Observasi :

Kaji tingkat kecemasan pasien

Tanyakan kepada pasien tentang kecemasannya

Mandiri :

Ajak pasien untuk berdiskusi masalah penyakitnya dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan pilihan

Berikan posisi yang nyaman pada pasien

Berikan hiburan yang nyaman pada pasien

Kolaborasi :

Berikan obat-obatan penenang jika pasien mengalami insomnia

Edukasi :

Sediakan informasi factual menyangkut diagnosis, perawatan, dan prognosis

Ajarkan pasien tentang . penggunaan teknik relaksasi

Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya dirasakan selama prosedur Mengetahui tingkat kecemasan pasien

Mengetahui penyebab kecemasan pasien

Meningkatkan motivasi diri pasien

Tingkat kenyamanan pasien dapat mempengaruhi kecemasan pada pasien

Hiburan akan mengalihkan focus pasien dari kecemasan

Memberikan bantuan farmakologik untuk menenangkan pasien

Memberikan pengetahuan factual pada pasien

Relaksasi membantu menurunkan kecemasan pasien

Kejelasan mengenai prosedur dapat mengurangi kecemasan pasien

5. Resiko infeksi b.d terhambatnya drainase secret

Tujuan

: mencegah terjadinya infeksiKriteria hasil:

a) Mukosa mulut klien tidak kering

b) Klien tidak merasa lemas

IntervensiRasional

Observasi :

Pantau adanya gejala infeksi

Kaji factor yang dapat meningkatkan serangan infeksi

Mandiri :

Awasi suhu sesuai indikasi

Pantau suhu lingkungan

Mencegah timbulnya infeksi

Menjaga perilaku dan keadaan yang mendukung terjadinya infeksi

Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut

Suhu ruangan atau jumlah selimut harus di ubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal

3.4 Evaluasi

1. Kebersihan jalan nafas kembali efektif

2. Nafsu makan dapat kembali bagus seperti semula

3. Nyeri kepala dapat dikontrol4. Rasa cemas dapat berkurang atau hilang5. Tidak terjadi infeksiBAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan

Polip hidung adalah massa lunak, berwarna putih atau keabu-abuan yang terdapat dalam rongga hidung. Paling sering berasal dari sinus etmoid, multiple, dan bilateral. Polip terjadi akibat reaksi hipertensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Pada pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning kemerah-merahan dalam kavum nasi. Polip bertangkai sehingga mudah digerakkan, konsistensinya lunak, tidak nyeri bila ditekan, mudah berdarah, dan tidak mengecil pada pemakaian vasokontriktor. Terapi polip bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan local atau sistemik dan antipiretik.

3.2 Saran

Prinsip pengobatan dari polip hidung yaitu dengan menghindari penyebab atau faktor faktor yang mendorong terjadinya polip.DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2012.Seputar Kedokteran (diakses pada 30 november 2012 pkl 20.00)(Anonim,2012) (diakses pada 30 november 2012 pkl 19.00) 13