case polip

34
LAPORAN KASUS POLIP NASI Pembimbing: Dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp. THT Penyusun: Daynuri, S. Ked 030.07.057

description

tugas kuliah

Transcript of case polip

Page 1: case polip

LAPORAN KASUS

POLIP NASI

Pembimbing:

Dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp. THT

Penyusun:

Daynuri, S. Ked

030.07.057

Page 2: case polip

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT

RUMAH SAKIT OTORITA BATAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 27 JUNI 2011 – 31 JULI 2011

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Daynuri

NIM : 030 . 07 . 057

Judul case : Polip Nasi

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing pada :

Hari . . . . . . . . . . . . . tanggal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Batam, . . . . . . . . . . . 2011

Pembimbing : Dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp. THT

Page 3: case polip

BAGIAN ILMU PENYAKIT THT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RUMAH SAKIT OTORITA BATAM

STATUS PASIEN KEPANITERAAN KLINIK

Identitas Pasien

Nama : Nn. Wira Liati

Umur : 24 thn

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Bengkong PLTD, Jalan Ambon no. I

Pekerjaan : Operator

Status : belum Menikah

Agama : Islam

Anamnesa

Diambil secara : autoanamnesa

Tgl : 6 Juli 2011

Jam : 11.00 WIB

Keluhan Utama:

Hidung tersumbat sejak 3 minggu SMRS

Page 4: case polip

Keluhan tambahan:

Batuk, pilek dan demam sejak 1 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang:

1 minggu SMRS, pasien mengaku demam, batuk dan pilek. Demam dirasakan tidak terlalu

tinggi. Keluhan ingus jumlah tidak terlalu banyak, warna hijau kental dan tidak berbau. Os

mengaku sering mengalami pilek berulang dan biasa dapat diatasi dengan obat warung.

1hari SMRS, Os melihat ada benjolan seperti agar yang keluar dari hidung kanan pasien.

Benjolan tersebut keluar secara tiba-tiba tanpa disadari os. Benjolan berjumlah 3, sebesar biji

jagung, bentuk bulat, berwarna keabu-abuan, tidak berbau, dan tidak menimbulkan rasa nyeri,

permukaannya licin. Pasien menyangkal adanya keluhan lain seperti sesak nafas, sakit pada

daerah hidung, gangguan pendengaran, sakit tenggorokan. Tetapi os mengaku apabila lubang

hidung kiri dan mulutnya ditutup, maka os akan merasa sesak dan tidak bisa nafas.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Os mengaku ini adalah kejadian kedua kali pada dirinya. 2 tahun yang lalu pernah operasi polip.

Pasien tidak ada riwayat penyakit hipertensi, Asma, DM.

Pasien tidak ada alergi obat dan makanan

Riwayat penyakit keluarga:

Riwayat hipertensi - , DM - , asma –

Di keluarga pasien tidak ada yang mempunyai keluhan seperti ini sebelumnya

Page 5: case polip

PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis

Keadaan Umum

Kesadaran : compos mentis

Kesan sakit : sakit ringan

Tinggi badan : 155 cm

Berat badan : 50 Kg

Tanda vital:

Tekanan darah : 120/90 mmHg

Nadi : 76 x/menit

Pernafasan : 16 x/menit

Suhu tubuh : 36.9º C

Kepala

Bentuk : normocephali

Rambut : warna hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.

Mata

Sklera Ikterik -/-, Conjungtiva pucat -/-, pupil isokor.

Konjunctiva pucat -/- , sklera ikterik -/- , pupil bulat isokor (kiri = kanan) , refleks cahaya

langsung +/+ , refleks cahaya tak langsung +/+.

Hidung

Tidak tampak kelainan, deviasi septum (-), sekret (-).

Telinga

Normotia, serumen -/+ , membran timpani intak.

Mulut dan bibir

Tidak sianosis, mukosa tidak kering.

Page 6: case polip

Leher

Trakea lurus di tengah, tidak teraba massa.

KGB

Submandibular : tidak teraba

Supraklavikular : tidak teraba

Retroaurikular : tidak teraba

Cervical : tidak teraba

Paru

Inspeksi : Kedua hemithorax simetris dalam keadaan statis dan dinamis, tidak ada retraksi

sela iga.

Palpasi : Vocal fremitus kedua hemithorax sama kuat.

Perkusi : Sonor pada kedua hemithorax.

Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada kedua hemithorax, tidak ada ronkhi, tidak ada

wheezing.

Jantung

Inspeksi : Tampak pulsasi iktus cordis pada sela iga V, 1 cm sebelah

medial di linea midklavikula kiri

Palpasi : Teraba iktus cordis pada sela iga V, 1cm sebelah medial di linea

midklavikula kiri

Perkusi : Batas kanan : sela iga V linea parasternalis kanan.

Batas kiri : sela iga V, 1cm sebelah medial di linea

midklavikula kiri.

Batas atas : sela iga II linea parasternal kiri.

Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 teratur, tidak ada murmur, tidak ada gallop.

Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus (+) tidak meningkat.

Palpasi : Supel, turgor kulit baik.

Page 7: case polip

Perkusi : Timpani.

Ekstremitas

Lengkap, tidak ada deformitas, tidak oedem.

Status THT

Pemeriksaan telinga Kanan Kiri

Bentuk telinga luar Normotia Normotia

Daun telinga Cauliflower ear -, bat’s ear - Cauliflower ear -, bat’s ear -

Retroaurikuler Fistel -, nyeri tekan mastoid - Fistel -, nyeri tekan mastoid -

Preaurikuler Fistel -, nyeri tekan tragus - Fistel -, nyeri tekan tragus -

Liang telinga

Lapang/sempit Lapang Lapang

Warna epidermis Tidak hiperemis Tidak hiperemis

Sekret - -

Serumen - +

Kelainan lain - -

Membrane timpani Intak Intak

Reflek cahaya + +

Perforasi - -

Warna Hiperemis - Hiperemis-

Page 8: case polip

Pemeriksaan hidung Kanan Kiri

Bentuk hidung luar Normal Normal

Deformitas - -

Nyeri tekan pipi - -

Rinoskopi anterior

Vestibulum vibrissae + Vibrissae +

Konka inferior Oedem +, hiperemis + Oedem+, hiperemis +

Konka media Sulit dinilai Sulit dinilai

Konka superior Sulit dinilai Sulit dinilai

Meatus nasi Sulit dinilai Sulit dinilai

Kavum nasi Massa + , jumlah 3, gambaran

seperti agar bentuk bulat, ukuran

1 cm x 2 cm warna abu-abu,

permukaan licin, tidak nyeri,

tidak berbau.

Lapang, massa -,

Mukosa Hiperemis + Hiperemis +

Sekret +, tidak berbau, warna hijau,

encer

+, tidak berbau, warna hijau,

Septum Ditengah

Rinoskopi posterior Tidak dilakukan

Transiluminasi sinus maxilla dan sinus frontalis: tidak dilakukan

Page 9: case polip

Pemeriksaan faring

Arkus faring : hiperemis -

Palatum molle : hiperemis -

Mukosa faring : hiperemis -

Dinding faring : hiperemis -

Uvula : hiperemis -

Tonsil palatina : T1-T1, hiperemis -, detritus –

Gigi geligi : tidak tampak ada caries dentis

Pemeriksaan Hipofaring

Basis lidah : tidak dievaluasi

Plika glosoepiglotika : tidak dievaluasi

Pemeriksaan Laring

Epiglotis : tidak dievaluasi

Aritenoid : tidak dievaluasi

Sinus piriformis : tidak dievaluasi

Korda vokalis : tidak dievaluasi

Subglotik : tidak dievaluasi

Pemeriksaan Leher

Page 10: case polip

KGB leher : tidak teraba membesar

Kelenjar tyroid : tidak teraba membesar

Kelenjar sub mandibula : tidak teraba membesar

Pemeriksaan penunjang

Ct scan sinus paranasal

RESUME

Pasien perempuan, 24 tahun datang ke Poliklinik THT dengan keluhan Hidung tersumbat sejak 3

minggu SMRS. Demam dan pilek (+), batuk (+), keluhan pendengaran (-), sesak nafas (-), sakit

tenggorokan (-). Pada pemeriksaan fisik ditemukan status generalis dalam batas normal.

Status THT :

Telinga : dalam batas normal

Hidung :

konkha inferior kanan dan kiri tampak oedem dan hiperemis

Kavum nasi kanan terdapat massa, jumlah 3, gambaran seperti agar bentuk bulat, ukuran

1 cm x 2 cm warna abu-abu, permukaan licin, tidak nyeri, tidak berbau

Mukosa hidung kanan dan kiri = hiperemis

Sekret hidung kanan dan kiri +, warna hijau, encer dan tidak berbau

Tenggorokan : dalam batas normal

DIAGNOSIS KERJA

Polip nasi dan rhinitis

Page 11: case polip

DIAGNOSIS BANDING

Konka polipoid

TATALAKSANA

Polipektomi dengan nasoendoskopi

Medikamentosa:

Cefotaxim 1 gr, 2x1gr/hr, iv, skin test dulu

Ultracet 2x1, pc

Transamin inj 3x 2 amp/hr, iv

PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad fungsionam : bonam

Ad sanationam : dubia ad malam

Page 12: case polip

TINJAUAN PUSTAKA

POLIP NASI

I. Pendahuluan

Polip nasi sudah dikenal sejak 4000 tahun yang lalu. Polip nasi digambarkan sebagai buah

anggur yang turun melalui hidung. Istilah polip nasi berasal dari kata Yunani “poly-pous” yang

berarti berkaki banyak. Polip nasi adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal terutama

kompleks osteomeatal di meatus nasi medius berupa massa lunak yang mengandung banyak

cairan, bertangkai, bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan. Permukaannya licin

dan agak bening karena banyak mengandung cairan. Sering bilateral dan multiple.

Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan didalam rongga hidung,

berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa.

Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak

mengandung cairan ( polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning

– kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal ( polip fibrosa). Sebagian besar

polip berasal dari mukosa sinus etmoid, biasalnya multiple atau bilateral. Polip yang berasal dari

sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut

polip koana.1

II. Epidemiologi

Frekuensi kejadian polip nasi meningkat sesuai dengan umur, dimana mencapai puncaknya pada

umur sekitar 50 tahun. Kejadian polip nasi lebih banyak dialami pria dibanding wanita dengan

perbandingan 2,2:1. Polip nasi jarang ditemukan pada anak-anak.

Page 13: case polip

Anak dengan polip nasi harus dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya cystic

fibrosis karena cystic fibrosis merupakan faktor resiko bagi anak-anak untuk menderita polip.1

III. Etilogi

Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada

mukosa hidung. Polip nasi paling tinggi dijumpai pada penderita alergi saluran nafas,

peningkatan sel eosinofilia dalam darah dan sekret hidung pengumpulan Ig E dalam cairan polip.

Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu

– raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan

dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau

sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak

mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai

ujung saraf atau pembuluh darah.

Faktor predisposisi terjadinya polip nasi:

1. Alergi terutama rinitis alergi.

2. Sinusitis kronik.

3. Iritasi.

4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi (deviasi septum, hipertrofi konka)

IV. Patofisiologi

Ada tiga factor yang berperan dalam terjadinya polip yaitu :

1. Peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang kronik dan berulang

2. Gangguan keseimbangan vasomotor

Page 14: case polip

3. Edema, dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial sehingga timbul edema mukosa

hidung. Terjadinya edema ini dapat dijelaskan oleh fenomena Bernoulli.2

Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tenpat yang sempit akan

menimbulkan tekanan negative pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah ikatannya akan

terisap oleh tekanan negative ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan

polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari area yang sempit di

kompleks osteomeatal di meatus medius.

Mula – mula ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius.

Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi

polipoid. Bila proses ini terus berlanjut, mukosa yang sembab ini akan semakin besar dan

kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk

polip.

Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah

sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari

pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan

terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi

di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terus membesar di antrum, akan turun ke

kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering

dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama

rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim

sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus

membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.

Pembentukan polip sering juga dihubungkan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom

serta predisposisi genetic.2

Semua jenis imunoglobulin dapat ditemui pada polip nasi, tapi peningkatan IgE merupakan jenis

yang paling tinggi ditemukan bahkan apabila dibandingkan dengan tonsil dan serum sekalipun.

Kadar IgG, IgA, IgM terdapat dalam jumlah bervariasi, dimana peningkatan jumlah

memperlihatkan adanya infeksi pada saluran napas.

Page 15: case polip

Beberapa mediator inflamasi juga dapat ditemukan di dalam polip. Histamin merupakan

mediator terbesar yang konsentrasinya di dalam stroma polip. Mediator kimia lain yang ikut

dalam patogenesis dari nasal polip adalah Gamma Interferon (IFN-γ) dan Tumour Growth

Factor β (TGF-β).

IFN-γ menyebabkan migrasi dan aktivasi eosinofil yang melalui pelepasan toksiknya

bertanggungjawab atas kerusakan epitel dan sintesis kolagen oleh fibroblas . TGF-β yang

umumnya tidak ditemukan dalam mukosa normal merupakan faktor paling kuat dalam menarik

fibroblas dan meransang sintesis matrik ekstraseluler. Peningkatan mediator ini pada akhirnya

akan merusak mukosa rinosinusal yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap

natrium sehingga mencetuskan terjadinya edema submukosa pada polip nasi. 3

Menurut teori Bernsteis, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara

yang bertubulensi, terutama di daerah sempit di kompleks osteomeatal. Terjadi prolaps

submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi

peningkatan penyerapan natrium oleh permuksaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga

terbentuk polip.2

Teori lain mengatakan ketidakseimbangan saraf vasomotor menyebabkan terjadinya peningkatan

permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskuler yang mengakibatkan dilepaskan sitokin

dari sel mast yang akan menyebabkan edema dan lama – kelamaan menjadi polip.2

Page 16: case polip

V. Gambaran Makroskopik

Secara makroskopi polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan licin, berbentuk

bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening, lobular, dapat tunggal atau

multiple dan tidak sensitive (bila ditekan atau ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat

tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Bila

terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-

merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena

banyak mengandung jaringan ikat.

Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks osteomeatal di meatus medius dan sinus

etmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip

dapat dilihat.

Ada polip yang tumbuh kearah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip koana.

Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antrokoana. Ada

juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus etmoid. 2

VI. Gambaran mikroskopik

Secara mikroskopi tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu

epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit,

sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet, pembuluh

darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia

epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis

tanpa keratinisasi.

Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe

eosinofilik dan tipe neutrofilik.Polip Eosinofilik mempunyai latar belakang alergi dan Polip

Neutrofilik biasanya disebabkan infeksi atau gabungan keduanya. 2

Page 17: case polip

 

Berdasarkan histologisnya terdapat 4 tipe dari polip nasi:

Eosinofilik edematous Tipe ini merupakan jenis yang paling banyak ditemui yang

meliputi kira-kira 85% kasus. Tipe ini ditandai dengan adanya stroma yang edema,

peningkatan sel goblet dalam jumlah normal, jumlah eosinofil yang meningkat tinggi, sel

mast dalam stroma, dan penebalan membran basement.

Polip inflamasi kronik Tipe ini hanya terdapat kurang dari 10% kasus polip nasi. Tipe

ini ditandai dengan tidak ditemukannya edema stroma dan penurunan jumlah dari sel

goblet. Penebalan dari membran basement tidak nyata. Tanda dari respon inflamasi

mungkin dapat ditemukan walaupun yang dominan adalah limfosit. Stroma terdiri atas

fibroblas.

Polip dengan hiperplasia dari glandula seromusinous. Tipe ini hanya terdapat kurang

dari 5% dari seluruh kasus. Gambaran utama dari tipe ini adalah adanya glandula dan

duktus dalam jumlah yang banyak.

Polip dengan atipia stromal  Tipe ini merupakan jenis yang jarang ditemui dan dapat

mengalami misdiagnosis dengan neoplasma. Sel stroma abnormal atau menunjukkan

gambaran atipikal, tetapi tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai suatu neoplasma.

VII. Gejala klinis

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat. Sumbatan ini tidak

hilang timbul dan makin lama makin memberat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di

dalam hidung dan sukar membuang ingus. Gejala lainnya dapat timbul jika teradapat kelainan di

organ sekitarnya seperti post nasal drip (cairan yang mengalir di bagian belakang mulut), suara

Page 18: case polip

bindeng, nyeri muka,  telinga terasa penuh, snoring (ngorok), gangguan tidur dan penurunan

kualitas hidup.

Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan timbulnya gejala hiposmia bahkan anosmia.

Polip menyebabkan penyumbatan hidung, karena itu penderita seringkali mengeluhkan

adanya penurunan fungsi indera penciuman. Karena indera perasa berhubungan dengan indera

penciuman, maka penderita juga bisa mengalami penurunan fungsi indera perasa dan penciuman.

Polip hidung juga bisa menyebabkan penyumbatan pada drainase lendir dari sinus ke

hidung. Penyumbatan ini menyebabkan tertimbunnya lendir di dalam sinus. Lendir yang terlalu

lama berada di dalam sinus bisa mengalami infeksi dan akhirnya terjadi sinusitis dengan keluhan

nyeri kepala dan rhinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala utama adalah bersin dan

iritasi di hidung.

.Jadi gejala polip ini sangat beragam. Mulai dari pilek yang berlangsung lama, bersin-bersin,

hidung tersumbat yang bersifat menetap, sering mimisan, keluhan akan adanya massa di hidung,

sukar buang ingus, gangguan penciuman, bentuk hidung yang tak lagi simetris, bengek atau

bindeng, telinga rasa penuh, mendengkur/gangguan tidur, lendir dan rasa kering yang terkumpul

di tenggorokan, sakit kepala, dll. Kesemua keluhan itu tentu saja amat mengganggu dan sangat

mempengaruhi produktivitas hidup si penderita.4

VIII. Diagnosis

Anamnesis

Melalui anamnesis dapat ditanyakan keluhan-keluhan yang berkaitan dengan gangguan yang

ditimbulkan oleh polip nasi, diantaranya:

Hidung tersumbat

Rinore, mulai dari jernih sampai purulen bila terdapat infeksi sekunder

Post nasal drip

Page 19: case polip

Gejala ini ditandai dengan merasakan adanya suatu cairan yang jatuh secara terus menerus ke

belakang rongga mulut dikarenakan mukus yang berasal dari kavum nasi.

Anosmia atau hiposmia

Suara sengau karena sumbatan pada hidung

Sakit kepala dan snoring bila polipnya berukuran besar

Pembesaran hidung dan muka apabila massa polip sudah bertambah besar

Terdapatnya gejala-gejala sinusitis apabila polip sudah mengganggu drainase muara sinus

ke rongga hidung

Polip yang besar kadang-kadang dapat mengganggu pernapasan saat tidur yang

menimbulkan obstructive sleep apnea.

Selain keluhan-keluhan di atas, harus juga ditanyakan riwayat rinitis, asma, intoleransi terhadap

aspirin, alergi obat lainnya, dan alergi makanan.2

Pemeriksaan fisik

Dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior  biasanya polip sudah dapat dilihat, polip yang masif

seringkali menciptakan kelainan pada hidung bagian luar. Polip biasanya tumbuh di daerah

dimana selaput lendir membengkak akibat penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang

Page 20: case polip

sinus pada rongga hidung. Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika

telah matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang berwarna keabu-abuan.

Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar

karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat terlihat adanya

massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.

Mackay dan Lund (1997) membagi stadium polip nasi menjadi 4 yaitu:

Stadium 0 : Tidak ada polip, atau polip masih berada dalam sinus

Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus medius dan perlu endoskop untuk melihatnya.

Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum

memenuhi rongga hidung, dapat dilihat dengan speculum hidung

Stadium 3 : Polip yang massif yang mengisi hampir seluruh rongga hidung.2

Klasifikasi berdasar bentuk (Paparella dan Shumrick) :

1. Polip udematus

putih kelabu, licin, mengandung sedikit jaringan ikat, banyak rongga berisi cairan.

2. Polip fibrosa

Berwarna keruh karena banyak mengandung jaringan ikat.

3. Polip vaskuler

Berwarna kemerahan karena relatif mengandung lebih banyak pembuluh darah.

Pada rhinoskopi anterior polip nasi sering harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaannya,4

POLIP KONKA POLIPOID

Bertangkai Tidak bertangkai

Page 21: case polip

Mudah digerakkan

Konsistensi lunak

Tidak nyeri tekan

Tidak mudah berdarah

Pada pemakaian vasokonstriktor tidak

mengecil

Sukar digerakkan

Konsistensi keras

Nyeri bila ditekan dengan pinset

Mudah berdarah

Dapat mengecil dengan vasokonstriktor

Tes Alergi

Melalui tes ini dapat diketahui kemungkinan pasien memiliki riwayat alergi.

Naso-endoskopi

Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip berukuran kecil di

meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi

anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat

dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi

dapat juga dilakukan biopsi pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi.3

Pemeriksaan radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan

penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini

kurang bermanfaat pada pada kasus polip. CT scan potongan koronal merupakan pemeriksaan

yang terbaik untuk mengevaluasi pasien dengan polip nasi. CT scan koronal dari sinus paranasal

sangat baik untuk mengetahui jaringan yang mengalami kerusakan, luasnya penyakit dan

kemungkinan adanya destruksi tulang. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat

dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau

sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang

gagal diterapi dengan medikamentosa.2

Page 22: case polip

IX. Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan- keluhan,

mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip. Terapi polip nasi dapat terbagi atas terapi

medikamentosa dan terapi pembedahan. Terapi medikamentosa bertujuan untuk mengurangi

gejala dan ukuran polip, menunda selama mungkin perjalanan penyakit, mencegah pembedahan,

dan mencegah kekambuhan setelah prosedur pembedahan. Terapi pembedahan bertujuan

menghilangkan obstruksi hidung dan mencegah kekambuhan. Oleh karena sifatnya yang rekuren,

kadang-kadang terapi pembedahan juga mengalami kegagalan dimana 7-50% pasien yang

menjalani pembedahan akan mengalami kekambuhan.

Terapi medikamentosa ditujukan pada polip yang masih kecil yaitu pemberian kortikosteroid

sistemik yang diberikan dalam jangka waktu singkat, dapat juga diberiksan kortikosteroid hidung

atau kombinasi keduanya.

Penggunaan kortikosteroid pada pasien polip nasi dapat terbagi atas pemberian topikal dan

sistemik. Penggunaan kortikosteroid pada pasien polip nasi dapat terbagi atas pemberian topikal

dan sistemik. Obat semprot hidung yang mengandung corticosteroid kadang bisa memperkecil

ukuran polip atau bahkan menghilangkan polip.

Kortikosteroid sistemik  Penggunaan kortikosteroid sistemik jangka pendek merupakan metode

alternatif untuk menginduksi remisi dan mengontrol polip. Berbeda dengan steroid topikal,

steroid sistemik dapat mencapai seluruh bagian hidung dan sinus, termasuk celah olfaktorius dan

meatus media dan memperbaiki penciuman lebih baik dari steroid topikal. Penggunaan steroid

sistemik juga dapat merupakan pendahuluan dari penggunaan steroid topikal dimana pemberian

awal steroid sistemik bertujuan membuka obstruksi nasal sehingga pemberian steroid topikal

spray selanjutnya menjadi lebih sempurna. Untuk edematosa, dapat diberikan pengobatan

kortikosteroid :

1.    Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari, kemudian

dosis diturunkan perlahan – lahan (tappering off).

2.    Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5 cc, tiap 5

– 7 hari sekali, sampai polipnya hilang.

Page 23: case polip

3.    Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan obat untuk

rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan pengobatn

kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman.

Antibiotik  Polip nasi dapat menyebabkan obstruksi dari sinus yang berakibat timbulnya infeksi.

Pengobatan infeksi dengan antibiotik akan mencegah perkembangan polip lebih lanjut dan

mengurangi perdarahan selama pembedahan. Pemilihan antibiotik dilakukan berdasarkan

kekuatan daya bunuh dan hambat terhadap spesies staphylococcus, streptococcus, dan golongan

anaerob yang merupakan mikroorganisme tersering yang ditemukan pada sinusitis kronik.

Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif

dipertimbangkan untuk terapi bedah. Indikasi pembedahan: Polip berhubungan dengan tumor.,

Polip menghalangi saluran pernafasan, Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering

terjadi infeksi sinus.

Terapi bedah yang dipilih tergantung dari luasnya penyakit (besarnya polip dan adanya sinusitis

yang menyertainya), fasilitas alat yang tersedia dan kemampuan dokter yang menangani.

Macamnya operasi mulai dari polipektomi intranasal menggunakan jerat (snare) kawat dan/

polipektomi intranasal dengan cunam (forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit

rawat jalan dengan analgesi lokal; etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk

polip etmoid; operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas

endoskop maka dapat dilakukan tindakan endoskopi untuk polipektomi saja, atau disertai

unsinektomi atau lebih luas lagi disertai pengangkatan bula etmoid sampai Bedah Sinus

Endoskopik Fungsional lengkap. Alat mutakhir untuk membantu operasi polipektomi

endoskopik ialah microdebrider (powered instrument) yaitu alat yang dapat menghancurkan dan

mengisap jaringan polip sehingga operasi dapat berlangsung cepat dengan trauma yang minimal.

Untuk persiapan prabedah, sebaiknya lebih dulu diberikan antibiotik dan kortikosteroid untuk

meredakan inflamasi sehingga pembengkakan dan perdarahan berkurang, dengan demikian

lapang-pandang operasi lebih baik dan kemungkinan trauma dapat dihindari.

Pasca bedah perlu kontrol yang baik dan teratur mengunakan endoskop, dan telah terbukti bahwa

pemberian kortikosteroid intranasal dapat menurunkan kekambuhan.

Page 24: case polip

Polip cenderung tumbuh kembali jika penyebabnya  tidak terkontrol.

Penyebab yang sering adalah alergi dan mudah terserang infeksi saluran napas atas. Pemakaian

obat semprot hidung yang mengandung corticosteroid bisa memperlambat atau mencegah

kekambuhan. Tetapi jika kekambuhan ini sifatnya berat, sebaiknya dilakukan pembedahan untuk

memperbaiki drainase sinus dan membuang bahan-bahan yang terinfeksi.5

X. Prognosis

Prognosis dan perjalanan alamiah dari polip nasi sulit dipastikan. Terapi medis untuk polip nasi

biasanya diberikan pada pasien yang tidak memerlukan tindakan operasi atau yang

membutuhkan waktu lama untuk mengurangi gejala. Dengan terapi medikamentosa, jarang polip

hilang sempurna. Tetapi hanya mengalami pengecilan yang cukup sehingga dapat mengurangi

keluhan. Polip yang rekuren biasanya terjadi setelah pengobatan dengan terapi medikamentosa

maupun pembedahan. Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga

perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal pada rinitis alergi

adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi. 5

Page 25: case polip

DAFTAR PUSTAKA

1. University of Michigan Health system. 2005.

Tersedia pada: http://www.wikipedia.org/wiki/Polip . diakses pada 7 Juli 2011.

2. Soepardi. Efiaty Arsyad, Iskandar. Nurbaiti. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher. FKUI, 2005.; 123-25.

3. Adams. Boeis. Higler. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. EGC, 1997.; 214-215.

4. http://cakmoki86.wordpress.com/2011/03/03/polip-hidung . diakses pada 8 Juli 2011.

5. http://www.google.co.id/search?q=polip+hidung . Diakses pada 8 Juli 2011