case polip
-
Upload
adrianharsono -
Category
Documents
-
view
90 -
download
3
description
Transcript of case polip
LAPORAN KASUS
POLIP NASI
Pembimbing:
Dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp. THT
Penyusun:
Daynuri, S. Ked
030.07.057
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 27 JUNI 2011 – 31 JULI 2011
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Daynuri
NIM : 030 . 07 . 057
Judul case : Polip Nasi
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing pada :
Hari . . . . . . . . . . . . . tanggal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Batam, . . . . . . . . . . . 2011
Pembimbing : Dr. Teppy Hartubi Djohar, Sp. THT
BAGIAN ILMU PENYAKIT THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
STATUS PASIEN KEPANITERAAN KLINIK
Identitas Pasien
Nama : Nn. Wira Liati
Umur : 24 thn
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Bengkong PLTD, Jalan Ambon no. I
Pekerjaan : Operator
Status : belum Menikah
Agama : Islam
Anamnesa
Diambil secara : autoanamnesa
Tgl : 6 Juli 2011
Jam : 11.00 WIB
Keluhan Utama:
Hidung tersumbat sejak 3 minggu SMRS
Keluhan tambahan:
Batuk, pilek dan demam sejak 1 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
1 minggu SMRS, pasien mengaku demam, batuk dan pilek. Demam dirasakan tidak terlalu
tinggi. Keluhan ingus jumlah tidak terlalu banyak, warna hijau kental dan tidak berbau. Os
mengaku sering mengalami pilek berulang dan biasa dapat diatasi dengan obat warung.
1hari SMRS, Os melihat ada benjolan seperti agar yang keluar dari hidung kanan pasien.
Benjolan tersebut keluar secara tiba-tiba tanpa disadari os. Benjolan berjumlah 3, sebesar biji
jagung, bentuk bulat, berwarna keabu-abuan, tidak berbau, dan tidak menimbulkan rasa nyeri,
permukaannya licin. Pasien menyangkal adanya keluhan lain seperti sesak nafas, sakit pada
daerah hidung, gangguan pendengaran, sakit tenggorokan. Tetapi os mengaku apabila lubang
hidung kiri dan mulutnya ditutup, maka os akan merasa sesak dan tidak bisa nafas.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Os mengaku ini adalah kejadian kedua kali pada dirinya. 2 tahun yang lalu pernah operasi polip.
Pasien tidak ada riwayat penyakit hipertensi, Asma, DM.
Pasien tidak ada alergi obat dan makanan
Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat hipertensi - , DM - , asma –
Di keluarga pasien tidak ada yang mempunyai keluhan seperti ini sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis
Kesan sakit : sakit ringan
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 50 Kg
Tanda vital:
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernafasan : 16 x/menit
Suhu tubuh : 36.9º C
Kepala
Bentuk : normocephali
Rambut : warna hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.
Mata
Sklera Ikterik -/-, Conjungtiva pucat -/-, pupil isokor.
Konjunctiva pucat -/- , sklera ikterik -/- , pupil bulat isokor (kiri = kanan) , refleks cahaya
langsung +/+ , refleks cahaya tak langsung +/+.
Hidung
Tidak tampak kelainan, deviasi septum (-), sekret (-).
Telinga
Normotia, serumen -/+ , membran timpani intak.
Mulut dan bibir
Tidak sianosis, mukosa tidak kering.
Leher
Trakea lurus di tengah, tidak teraba massa.
KGB
Submandibular : tidak teraba
Supraklavikular : tidak teraba
Retroaurikular : tidak teraba
Cervical : tidak teraba
Paru
Inspeksi : Kedua hemithorax simetris dalam keadaan statis dan dinamis, tidak ada retraksi
sela iga.
Palpasi : Vocal fremitus kedua hemithorax sama kuat.
Perkusi : Sonor pada kedua hemithorax.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada kedua hemithorax, tidak ada ronkhi, tidak ada
wheezing.
Jantung
Inspeksi : Tampak pulsasi iktus cordis pada sela iga V, 1 cm sebelah
medial di linea midklavikula kiri
Palpasi : Teraba iktus cordis pada sela iga V, 1cm sebelah medial di linea
midklavikula kiri
Perkusi : Batas kanan : sela iga V linea parasternalis kanan.
Batas kiri : sela iga V, 1cm sebelah medial di linea
midklavikula kiri.
Batas atas : sela iga II linea parasternal kiri.
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 teratur, tidak ada murmur, tidak ada gallop.
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) tidak meningkat.
Palpasi : Supel, turgor kulit baik.
Perkusi : Timpani.
Ekstremitas
Lengkap, tidak ada deformitas, tidak oedem.
Status THT
Pemeriksaan telinga Kanan Kiri
Bentuk telinga luar Normotia Normotia
Daun telinga Cauliflower ear -, bat’s ear - Cauliflower ear -, bat’s ear -
Retroaurikuler Fistel -, nyeri tekan mastoid - Fistel -, nyeri tekan mastoid -
Preaurikuler Fistel -, nyeri tekan tragus - Fistel -, nyeri tekan tragus -
Liang telinga
Lapang/sempit Lapang Lapang
Warna epidermis Tidak hiperemis Tidak hiperemis
Sekret - -
Serumen - +
Kelainan lain - -
Membrane timpani Intak Intak
Reflek cahaya + +
Perforasi - -
Warna Hiperemis - Hiperemis-
Pemeriksaan hidung Kanan Kiri
Bentuk hidung luar Normal Normal
Deformitas - -
Nyeri tekan pipi - -
Rinoskopi anterior
Vestibulum vibrissae + Vibrissae +
Konka inferior Oedem +, hiperemis + Oedem+, hiperemis +
Konka media Sulit dinilai Sulit dinilai
Konka superior Sulit dinilai Sulit dinilai
Meatus nasi Sulit dinilai Sulit dinilai
Kavum nasi Massa + , jumlah 3, gambaran
seperti agar bentuk bulat, ukuran
1 cm x 2 cm warna abu-abu,
permukaan licin, tidak nyeri,
tidak berbau.
Lapang, massa -,
Mukosa Hiperemis + Hiperemis +
Sekret +, tidak berbau, warna hijau,
encer
+, tidak berbau, warna hijau,
Septum Ditengah
Rinoskopi posterior Tidak dilakukan
Transiluminasi sinus maxilla dan sinus frontalis: tidak dilakukan
Pemeriksaan faring
Arkus faring : hiperemis -
Palatum molle : hiperemis -
Mukosa faring : hiperemis -
Dinding faring : hiperemis -
Uvula : hiperemis -
Tonsil palatina : T1-T1, hiperemis -, detritus –
Gigi geligi : tidak tampak ada caries dentis
Pemeriksaan Hipofaring
Basis lidah : tidak dievaluasi
Plika glosoepiglotika : tidak dievaluasi
Pemeriksaan Laring
Epiglotis : tidak dievaluasi
Aritenoid : tidak dievaluasi
Sinus piriformis : tidak dievaluasi
Korda vokalis : tidak dievaluasi
Subglotik : tidak dievaluasi
Pemeriksaan Leher
KGB leher : tidak teraba membesar
Kelenjar tyroid : tidak teraba membesar
Kelenjar sub mandibula : tidak teraba membesar
Pemeriksaan penunjang
Ct scan sinus paranasal
RESUME
Pasien perempuan, 24 tahun datang ke Poliklinik THT dengan keluhan Hidung tersumbat sejak 3
minggu SMRS. Demam dan pilek (+), batuk (+), keluhan pendengaran (-), sesak nafas (-), sakit
tenggorokan (-). Pada pemeriksaan fisik ditemukan status generalis dalam batas normal.
Status THT :
Telinga : dalam batas normal
Hidung :
konkha inferior kanan dan kiri tampak oedem dan hiperemis
Kavum nasi kanan terdapat massa, jumlah 3, gambaran seperti agar bentuk bulat, ukuran
1 cm x 2 cm warna abu-abu, permukaan licin, tidak nyeri, tidak berbau
Mukosa hidung kanan dan kiri = hiperemis
Sekret hidung kanan dan kiri +, warna hijau, encer dan tidak berbau
Tenggorokan : dalam batas normal
DIAGNOSIS KERJA
Polip nasi dan rhinitis
DIAGNOSIS BANDING
Konka polipoid
TATALAKSANA
Polipektomi dengan nasoendoskopi
Medikamentosa:
Cefotaxim 1 gr, 2x1gr/hr, iv, skin test dulu
Ultracet 2x1, pc
Transamin inj 3x 2 amp/hr, iv
PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
POLIP NASI
I. Pendahuluan
Polip nasi sudah dikenal sejak 4000 tahun yang lalu. Polip nasi digambarkan sebagai buah
anggur yang turun melalui hidung. Istilah polip nasi berasal dari kata Yunani “poly-pous” yang
berarti berkaki banyak. Polip nasi adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal terutama
kompleks osteomeatal di meatus nasi medius berupa massa lunak yang mengandung banyak
cairan, bertangkai, bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan. Permukaannya licin
dan agak bening karena banyak mengandung cairan. Sering bilateral dan multiple.
Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak cairan didalam rongga hidung,
berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa.
Kebanyakan polip berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak
mengandung cairan ( polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning
– kuningan atau kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal ( polip fibrosa). Sebagian besar
polip berasal dari mukosa sinus etmoid, biasalnya multiple atau bilateral. Polip yang berasal dari
sinus maksila sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut
polip koana.1
II. Epidemiologi
Frekuensi kejadian polip nasi meningkat sesuai dengan umur, dimana mencapai puncaknya pada
umur sekitar 50 tahun. Kejadian polip nasi lebih banyak dialami pria dibanding wanita dengan
perbandingan 2,2:1. Polip nasi jarang ditemukan pada anak-anak.
Anak dengan polip nasi harus dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya cystic
fibrosis karena cystic fibrosis merupakan faktor resiko bagi anak-anak untuk menderita polip.1
III. Etilogi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada
mukosa hidung. Polip nasi paling tinggi dijumpai pada penderita alergi saluran nafas,
peningkatan sel eosinofilia dalam darah dan sekret hidung pengumpulan Ig E dalam cairan polip.
Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu
– raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan
dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau
sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak
mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai
ujung saraf atau pembuluh darah.
Faktor predisposisi terjadinya polip nasi:
1. Alergi terutama rinitis alergi.
2. Sinusitis kronik.
3. Iritasi.
4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi (deviasi septum, hipertrofi konka)
IV. Patofisiologi
Ada tiga factor yang berperan dalam terjadinya polip yaitu :
1. Peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang kronik dan berulang
2. Gangguan keseimbangan vasomotor
3. Edema, dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial sehingga timbul edema mukosa
hidung. Terjadinya edema ini dapat dijelaskan oleh fenomena Bernoulli.2
Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tenpat yang sempit akan
menimbulkan tekanan negative pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah ikatannya akan
terisap oleh tekanan negative ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan
polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari area yang sempit di
kompleks osteomeatal di meatus medius.
Mula – mula ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius.
Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi
polipoid. Bila proses ini terus berlanjut, mukosa yang sembab ini akan semakin besar dan
kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk
polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah
sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari
pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan
terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi
di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terus membesar di antrum, akan turun ke
kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering
dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama
rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim
sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus
membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.
Pembentukan polip sering juga dihubungkan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom
serta predisposisi genetic.2
Semua jenis imunoglobulin dapat ditemui pada polip nasi, tapi peningkatan IgE merupakan jenis
yang paling tinggi ditemukan bahkan apabila dibandingkan dengan tonsil dan serum sekalipun.
Kadar IgG, IgA, IgM terdapat dalam jumlah bervariasi, dimana peningkatan jumlah
memperlihatkan adanya infeksi pada saluran napas.
Beberapa mediator inflamasi juga dapat ditemukan di dalam polip. Histamin merupakan
mediator terbesar yang konsentrasinya di dalam stroma polip. Mediator kimia lain yang ikut
dalam patogenesis dari nasal polip adalah Gamma Interferon (IFN-γ) dan Tumour Growth
Factor β (TGF-β).
IFN-γ menyebabkan migrasi dan aktivasi eosinofil yang melalui pelepasan toksiknya
bertanggungjawab atas kerusakan epitel dan sintesis kolagen oleh fibroblas . TGF-β yang
umumnya tidak ditemukan dalam mukosa normal merupakan faktor paling kuat dalam menarik
fibroblas dan meransang sintesis matrik ekstraseluler. Peningkatan mediator ini pada akhirnya
akan merusak mukosa rinosinusal yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap
natrium sehingga mencetuskan terjadinya edema submukosa pada polip nasi. 3
Menurut teori Bernsteis, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara
yang bertubulensi, terutama di daerah sempit di kompleks osteomeatal. Terjadi prolaps
submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi
peningkatan penyerapan natrium oleh permuksaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga
terbentuk polip.2
Teori lain mengatakan ketidakseimbangan saraf vasomotor menyebabkan terjadinya peningkatan
permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskuler yang mengakibatkan dilepaskan sitokin
dari sel mast yang akan menyebabkan edema dan lama – kelamaan menjadi polip.2
V. Gambaran Makroskopik
Secara makroskopi polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan licin, berbentuk
bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, agak bening, lobular, dapat tunggal atau
multiple dan tidak sensitive (bila ditekan atau ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat
tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Bila
terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-
merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena
banyak mengandung jaringan ikat.
Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks osteomeatal di meatus medius dan sinus
etmoid. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip
dapat dilihat.
Ada polip yang tumbuh kearah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip koana.
Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antrokoana. Ada
juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus etmoid. 2
VI. Gambaran mikroskopik
Secara mikroskopi tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu
epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit,
sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel goblet, pembuluh
darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat mengalami metaplasia
epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis
tanpa keratinisasi.
Berdasarkan jenis sel peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2, yaitu polip tipe
eosinofilik dan tipe neutrofilik.Polip Eosinofilik mempunyai latar belakang alergi dan Polip
Neutrofilik biasanya disebabkan infeksi atau gabungan keduanya. 2
Berdasarkan histologisnya terdapat 4 tipe dari polip nasi:
Eosinofilik edematous Tipe ini merupakan jenis yang paling banyak ditemui yang
meliputi kira-kira 85% kasus. Tipe ini ditandai dengan adanya stroma yang edema,
peningkatan sel goblet dalam jumlah normal, jumlah eosinofil yang meningkat tinggi, sel
mast dalam stroma, dan penebalan membran basement.
Polip inflamasi kronik Tipe ini hanya terdapat kurang dari 10% kasus polip nasi. Tipe
ini ditandai dengan tidak ditemukannya edema stroma dan penurunan jumlah dari sel
goblet. Penebalan dari membran basement tidak nyata. Tanda dari respon inflamasi
mungkin dapat ditemukan walaupun yang dominan adalah limfosit. Stroma terdiri atas
fibroblas.
Polip dengan hiperplasia dari glandula seromusinous. Tipe ini hanya terdapat kurang
dari 5% dari seluruh kasus. Gambaran utama dari tipe ini adalah adanya glandula dan
duktus dalam jumlah yang banyak.
Polip dengan atipia stromal Tipe ini merupakan jenis yang jarang ditemui dan dapat
mengalami misdiagnosis dengan neoplasma. Sel stroma abnormal atau menunjukkan
gambaran atipikal, tetapi tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai suatu neoplasma.
VII. Gejala klinis
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat. Sumbatan ini tidak
hilang timbul dan makin lama makin memberat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di
dalam hidung dan sukar membuang ingus. Gejala lainnya dapat timbul jika teradapat kelainan di
organ sekitarnya seperti post nasal drip (cairan yang mengalir di bagian belakang mulut), suara
bindeng, nyeri muka, telinga terasa penuh, snoring (ngorok), gangguan tidur dan penurunan
kualitas hidup.
Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan timbulnya gejala hiposmia bahkan anosmia.
Polip menyebabkan penyumbatan hidung, karena itu penderita seringkali mengeluhkan
adanya penurunan fungsi indera penciuman. Karena indera perasa berhubungan dengan indera
penciuman, maka penderita juga bisa mengalami penurunan fungsi indera perasa dan penciuman.
Polip hidung juga bisa menyebabkan penyumbatan pada drainase lendir dari sinus ke
hidung. Penyumbatan ini menyebabkan tertimbunnya lendir di dalam sinus. Lendir yang terlalu
lama berada di dalam sinus bisa mengalami infeksi dan akhirnya terjadi sinusitis dengan keluhan
nyeri kepala dan rhinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala utama adalah bersin dan
iritasi di hidung.
.Jadi gejala polip ini sangat beragam. Mulai dari pilek yang berlangsung lama, bersin-bersin,
hidung tersumbat yang bersifat menetap, sering mimisan, keluhan akan adanya massa di hidung,
sukar buang ingus, gangguan penciuman, bentuk hidung yang tak lagi simetris, bengek atau
bindeng, telinga rasa penuh, mendengkur/gangguan tidur, lendir dan rasa kering yang terkumpul
di tenggorokan, sakit kepala, dll. Kesemua keluhan itu tentu saja amat mengganggu dan sangat
mempengaruhi produktivitas hidup si penderita.4
VIII. Diagnosis
Anamnesis
Melalui anamnesis dapat ditanyakan keluhan-keluhan yang berkaitan dengan gangguan yang
ditimbulkan oleh polip nasi, diantaranya:
Hidung tersumbat
Rinore, mulai dari jernih sampai purulen bila terdapat infeksi sekunder
Post nasal drip
Gejala ini ditandai dengan merasakan adanya suatu cairan yang jatuh secara terus menerus ke
belakang rongga mulut dikarenakan mukus yang berasal dari kavum nasi.
Anosmia atau hiposmia
Suara sengau karena sumbatan pada hidung
Sakit kepala dan snoring bila polipnya berukuran besar
Pembesaran hidung dan muka apabila massa polip sudah bertambah besar
Terdapatnya gejala-gejala sinusitis apabila polip sudah mengganggu drainase muara sinus
ke rongga hidung
Polip yang besar kadang-kadang dapat mengganggu pernapasan saat tidur yang
menimbulkan obstructive sleep apnea.
Selain keluhan-keluhan di atas, harus juga ditanyakan riwayat rinitis, asma, intoleransi terhadap
aspirin, alergi obat lainnya, dan alergi makanan.2
Pemeriksaan fisik
Dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior biasanya polip sudah dapat dilihat, polip yang masif
seringkali menciptakan kelainan pada hidung bagian luar. Polip biasanya tumbuh di daerah
dimana selaput lendir membengkak akibat penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang
sinus pada rongga hidung. Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika
telah matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang berwarna keabu-abuan.
Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar
karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat terlihat adanya
massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.
Mackay dan Lund (1997) membagi stadium polip nasi menjadi 4 yaitu:
Stadium 0 : Tidak ada polip, atau polip masih berada dalam sinus
Stadium 1 : Polip masih terbatas di meatus medius dan perlu endoskop untuk melihatnya.
Stadium 2 : Polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum
memenuhi rongga hidung, dapat dilihat dengan speculum hidung
Stadium 3 : Polip yang massif yang mengisi hampir seluruh rongga hidung.2
Klasifikasi berdasar bentuk (Paparella dan Shumrick) :
1. Polip udematus
putih kelabu, licin, mengandung sedikit jaringan ikat, banyak rongga berisi cairan.
2. Polip fibrosa
Berwarna keruh karena banyak mengandung jaringan ikat.
3. Polip vaskuler
Berwarna kemerahan karena relatif mengandung lebih banyak pembuluh darah.
Pada rhinoskopi anterior polip nasi sering harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaannya,4
POLIP KONKA POLIPOID
Bertangkai Tidak bertangkai
Mudah digerakkan
Konsistensi lunak
Tidak nyeri tekan
Tidak mudah berdarah
Pada pemakaian vasokonstriktor tidak
mengecil
Sukar digerakkan
Konsistensi keras
Nyeri bila ditekan dengan pinset
Mudah berdarah
Dapat mengecil dengan vasokonstriktor
Tes Alergi
Melalui tes ini dapat diketahui kemungkinan pasien memiliki riwayat alergi.
Naso-endoskopi
Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip berukuran kecil di
meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi
anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat
dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi
dapat juga dilakukan biopsi pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi.3
Pemeriksaan radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan
penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini
kurang bermanfaat pada pada kasus polip. CT scan potongan koronal merupakan pemeriksaan
yang terbaik untuk mengevaluasi pasien dengan polip nasi. CT scan koronal dari sinus paranasal
sangat baik untuk mengetahui jaringan yang mengalami kerusakan, luasnya penyakit dan
kemungkinan adanya destruksi tulang. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat
dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau
sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang
gagal diterapi dengan medikamentosa.2
IX. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan- keluhan,
mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip. Terapi polip nasi dapat terbagi atas terapi
medikamentosa dan terapi pembedahan. Terapi medikamentosa bertujuan untuk mengurangi
gejala dan ukuran polip, menunda selama mungkin perjalanan penyakit, mencegah pembedahan,
dan mencegah kekambuhan setelah prosedur pembedahan. Terapi pembedahan bertujuan
menghilangkan obstruksi hidung dan mencegah kekambuhan. Oleh karena sifatnya yang rekuren,
kadang-kadang terapi pembedahan juga mengalami kegagalan dimana 7-50% pasien yang
menjalani pembedahan akan mengalami kekambuhan.
Terapi medikamentosa ditujukan pada polip yang masih kecil yaitu pemberian kortikosteroid
sistemik yang diberikan dalam jangka waktu singkat, dapat juga diberiksan kortikosteroid hidung
atau kombinasi keduanya.
Penggunaan kortikosteroid pada pasien polip nasi dapat terbagi atas pemberian topikal dan
sistemik. Penggunaan kortikosteroid pada pasien polip nasi dapat terbagi atas pemberian topikal
dan sistemik. Obat semprot hidung yang mengandung corticosteroid kadang bisa memperkecil
ukuran polip atau bahkan menghilangkan polip.
Kortikosteroid sistemik Penggunaan kortikosteroid sistemik jangka pendek merupakan metode
alternatif untuk menginduksi remisi dan mengontrol polip. Berbeda dengan steroid topikal,
steroid sistemik dapat mencapai seluruh bagian hidung dan sinus, termasuk celah olfaktorius dan
meatus media dan memperbaiki penciuman lebih baik dari steroid topikal. Penggunaan steroid
sistemik juga dapat merupakan pendahuluan dari penggunaan steroid topikal dimana pemberian
awal steroid sistemik bertujuan membuka obstruksi nasal sehingga pemberian steroid topikal
spray selanjutnya menjadi lebih sempurna. Untuk edematosa, dapat diberikan pengobatan
kortikosteroid :
1. Oral, misalnya prednison 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari, kemudian
dosis diturunkan perlahan – lahan (tappering off).
2. Suntikan intrapolip, misalnya triamsinolon asetonid atau prednisolon 0,5 cc, tiap 5
– 7 hari sekali, sampai polipnya hilang.
3. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid, merupakan obat untuk
rinitis alergi, sering digunakan bersama atau sebagai lanjutan pengobatn
kortikosteroid per oral. Efek sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman.
Antibiotik Polip nasi dapat menyebabkan obstruksi dari sinus yang berakibat timbulnya infeksi.
Pengobatan infeksi dengan antibiotik akan mencegah perkembangan polip lebih lanjut dan
mengurangi perdarahan selama pembedahan. Pemilihan antibiotik dilakukan berdasarkan
kekuatan daya bunuh dan hambat terhadap spesies staphylococcus, streptococcus, dan golongan
anaerob yang merupakan mikroorganisme tersering yang ditemukan pada sinusitis kronik.
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif
dipertimbangkan untuk terapi bedah. Indikasi pembedahan: Polip berhubungan dengan tumor.,
Polip menghalangi saluran pernafasan, Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering
terjadi infeksi sinus.
Terapi bedah yang dipilih tergantung dari luasnya penyakit (besarnya polip dan adanya sinusitis
yang menyertainya), fasilitas alat yang tersedia dan kemampuan dokter yang menangani.
Macamnya operasi mulai dari polipektomi intranasal menggunakan jerat (snare) kawat dan/
polipektomi intranasal dengan cunam (forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit
rawat jalan dengan analgesi lokal; etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk
polip etmoid; operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas
endoskop maka dapat dilakukan tindakan endoskopi untuk polipektomi saja, atau disertai
unsinektomi atau lebih luas lagi disertai pengangkatan bula etmoid sampai Bedah Sinus
Endoskopik Fungsional lengkap. Alat mutakhir untuk membantu operasi polipektomi
endoskopik ialah microdebrider (powered instrument) yaitu alat yang dapat menghancurkan dan
mengisap jaringan polip sehingga operasi dapat berlangsung cepat dengan trauma yang minimal.
Untuk persiapan prabedah, sebaiknya lebih dulu diberikan antibiotik dan kortikosteroid untuk
meredakan inflamasi sehingga pembengkakan dan perdarahan berkurang, dengan demikian
lapang-pandang operasi lebih baik dan kemungkinan trauma dapat dihindari.
Pasca bedah perlu kontrol yang baik dan teratur mengunakan endoskop, dan telah terbukti bahwa
pemberian kortikosteroid intranasal dapat menurunkan kekambuhan.
Polip cenderung tumbuh kembali jika penyebabnya tidak terkontrol.
Penyebab yang sering adalah alergi dan mudah terserang infeksi saluran napas atas. Pemakaian
obat semprot hidung yang mengandung corticosteroid bisa memperlambat atau mencegah
kekambuhan. Tetapi jika kekambuhan ini sifatnya berat, sebaiknya dilakukan pembedahan untuk
memperbaiki drainase sinus dan membuang bahan-bahan yang terinfeksi.5
X. Prognosis
Prognosis dan perjalanan alamiah dari polip nasi sulit dipastikan. Terapi medis untuk polip nasi
biasanya diberikan pada pasien yang tidak memerlukan tindakan operasi atau yang
membutuhkan waktu lama untuk mengurangi gejala. Dengan terapi medikamentosa, jarang polip
hilang sempurna. Tetapi hanya mengalami pengecilan yang cukup sehingga dapat mengurangi
keluhan. Polip yang rekuren biasanya terjadi setelah pengobatan dengan terapi medikamentosa
maupun pembedahan. Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga
perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal pada rinitis alergi
adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi. 5
DAFTAR PUSTAKA
1. University of Michigan Health system. 2005.
Tersedia pada: http://www.wikipedia.org/wiki/Polip . diakses pada 7 Juli 2011.
2. Soepardi. Efiaty Arsyad, Iskandar. Nurbaiti. Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. FKUI, 2005.; 123-25.
3. Adams. Boeis. Higler. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. EGC, 1997.; 214-215.
4. http://cakmoki86.wordpress.com/2011/03/03/polip-hidung . diakses pada 8 Juli 2011.
5. http://www.google.co.id/search?q=polip+hidung . Diakses pada 8 Juli 2011