Kajian Teori Pre Eklampsia

11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Preeklampsia Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003, Matthew warden, MD, 2005). Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat (George, 2007). 2.2 Epidemiologi Preeklampsia 2.2.1 Insiden Preeklampsia Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3- 10% (Triatmojo, 2003), sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus per 1.000 kelahiran (Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia (Trijatmo, 2005). Peningkatan Universitas Sumatera Utara

Transcript of Kajian Teori Pre Eklampsia

Page 1: Kajian Teori Pre Eklampsia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Preeklampsia

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan

peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003, Matthew

warden, MD, 2005). Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu,

paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul

kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari

preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat (George, 2007).

2.2 Epidemiologi Preeklampsia

2.2.1 Insiden Preeklampsia

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor

yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, tingkat

pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-

10% (Triatmojo, 2003), sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian

preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus per 1.000

kelahiran (Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih

tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya

(2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan

Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1

Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus

(4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia

20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa,

kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan

faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia (Trijatmo, 2005). Peningkatan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Kajian Teori Pre Eklampsia

kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya

hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH (Deborah E

Campbell, 2006).

Di samping itu, preeklampsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk

(1999) mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr.

Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu

sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37

minggu yaitu sebanyak 18 kasus. Wanita dengan kehamilan kembar bila

dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi

gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %) yang secara bermakna lebih

tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis

neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan tunggal (Cunningham,

2003).

2.2.2 Faktor Risiko Preeklampsia

Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya

preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang

mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi;

1) Riwayat preeklampsia.

Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat keluarga

dengan preeklampsia maka akan meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia

2) Primigravida,

karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking

antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan risiko terjadinya

preeklampsia. Perkembangan preeklampsia semakin meningkat pada umur

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Kajian Teori Pre Eklampsia

kehamilan pertama dan kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu

muda atau terlalu tua.

3) Kegemukan

4) Kehamilan ganda.

Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi kembar

atau lebih.

5) Riwayat penyakit tertentu.

Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya, memiliki

risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik,

diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degeneratif seperti reumatik arthritis

atau lupus.

2.3 Etiologi Preeklampsia

Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak

teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan

penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”; namun belum ada yang

memberikan jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang dipakai sebagai

penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat

menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini (Rustam, 1998). Adapun

teori-teori tersebut adalah ;

i. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel

vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial

plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin

meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul

vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Kajian Teori Pre Eklampsia

ini menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan

penurunan volume plasma (Y. Joko, 2002).

ii. Peran Faktor Imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan

pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta

tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan

aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan

proteinuria.

iii. Peran Faktor Genetik

Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat pada anak

dari ibu yang menderita preeklampsia.

iv. Iskemik dari uterus.

Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus

v. Defisiensi kalsium.

Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi

dari pembuluh darah (Joanne, 2006).

vi. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.

Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam

patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel

yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah

wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai

pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat

sesuai dengan kemajuan kehamilan (Drajat koerniawan)

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Kajian Teori Pre Eklampsia

2.4 Patofisiologi Preeklampsia

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan

patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh

vasospasme dan iskemia (Cunningham, 2003). Wanita dengan hipertensi pada

kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen

(seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan

agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem

saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang.

Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan

proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri

epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler

meliputi penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac output dan

peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati

menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta

menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim

(Michael, 2005).

Perubahan pada organ-organ:

1) Perubahan kardiovaskuler.

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia

dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan

peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara

nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan

atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid

intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular

terutama paru (Cunningham, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Kajian Teori Pre Eklampsia

2) Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak

diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada

penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau

penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat

mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan

oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak

berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang

nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum

biasanya dalam batas normal (Trijatmo, 2005 ).

3) Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu

dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan

merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala

lain yang menunjukan tanda preeklampsia berat yang mengarah pada

eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini

disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan

di korteks serebri atau di dalam retina (Rustam, 1998).

4) Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada

korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan

(Trijatmo, 2005).

5) Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,

sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen

terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Kajian Teori Pre Eklampsia

peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi

partus prematur.

6) Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh

edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena

terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru (Rustam, 1998).

2.5 Gambaran Klinis Preeklampsia

2.5.1 Gejala subjektif

Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,

diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah.

Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan

merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan

meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat (Trijatmo,

2005).

2.5.2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan

sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari

140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110

mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan

takikardia, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati,

hiperefleksia, pendarahan otak (Michael, 2005).

2.6 Diagnosis Preeklampsia

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan

laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi

dua golongan yaitu;

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Kajian Teori Pre Eklampsia

1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

• Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau

lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu

kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.

• Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada

urine kateter atau midstream.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

• Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

• Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau

4+.

• Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

• Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di

epigastrium.

• Terdapat edema paru dan sianosis

• Trombositopeni

• Gangguan fungsi hati

• Pertumbuhan janin terhambat (Lanak, 2004).

2.7 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat

a) Penanganan umum.

• Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai

tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg.

• Pasang infus RL ( Ringer Laktat )

• Ukur keseimbangan cairan, jangan sapai terjadi overload

• Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria

• Jika jumlah urin < 30 ml perjam:

o Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Kajian Teori Pre Eklampsia

o Pantau kemungkinan edema paru

• Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat

mengakibatkan kematian ibu dan janin.

• Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam.

• Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan

tanda edema paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan

berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg intravena.

• Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan

tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulapati (Abdul

Bari, 2001).

b) Antikonvulsan.

Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat yang

diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa

menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya.

Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kontinu atau

intramuskular dengan injeksi intermiten. Infus intravena kontinu

• Berikan dosis bolus 4 – 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml

cairan dan diberikan dalam 15-20 menit.

• Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan

intravena.

• Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan

kecepatan infuse untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l

(4,8-8,4 mg/l).

• MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.

Injeksi intramuskular intermiten:

• Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intravena dengan

kecepatan tidak melebihi 1 g/menit.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Kajian Teori Pre Eklampsia

• Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebahagian (5%)

disuntikan dalam di kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml

lidokain 2 % dapat mengurangi nyeri). Apabila kejang menetap setelah

15 menit, berikan MgSO4 sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20%

secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1g/menit. Apabila

wanita tersebut bertubuh besar, MgSo4 dapat diberikan sampai 4 gram

perlahan.

• Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang

disuntikan dalam ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan,

tetapi setelah dipastikan bahwa:

o Refleks patela (+)

o Tidak terdapat depresi pernapasan

o Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml

• MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.

• Siapkan antidotum

Jika terjadi henti napas, berikan bantuan dengan ventilator atau berikan

kalsium glukonat 2 g (20 ml dalam larutan 10%) secara intravena perlahan-

lahan sampai pernapasan mulai lagi.

c) Antihipertensi.

• Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelan-

pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun.

• Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5

intramuskular setiap 2 jam.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Kajian Teori Pre Eklampsia

• Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan:

o Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit.

o Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah

tidak membaik dalam 10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan

sampai 20 mg intravena (Cunningham, 2003).

d) Persalinan.

Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam. Jika seksio

sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa tidak terdapat koagulopati. Anestesi

yang aman/terpilih adalah anastesia umum. Jangan lakukan anastesia lokal,

sedangkan anestesia spinal berhubungan dengan hipotensi.

Universitas Sumatera Utara