Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

28
KOMPLIKASI AKUT PADA PREEKLAMPSIA Oleh Dr. Wim T. Pangemanan, SpOG (K) BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSMH / FK UNSRI PALEMBANG Disampaikan pada acara Ilmiah lustrum VIII FK Unsri Jumat, 04 Oktober 2002

Transcript of Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

Page 1: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

KOMPLIKASI AKUT PADA PREEKLAMPSIA

Oleh

Dr. Wim T. Pangemanan, SpOG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSMH / FK UNSRI PALEMBANG

Disampaikan pada acara Ilmiah lustrum VIII FK Unsri Jumat, 04 Oktober 2002

Page 2: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

2

KOMPLIKASI AKUT PADA PREEKLAMPSIA

Oleh:

Dr. Wim T. Pangemanan, SpOG(K)

Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada

kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga didapati pada kelainan

perkembangan plasenta, dimana digambarkan disuatu kehamilan hanya terdapat trofoblas

namun tidak terdapat jaringan fetus (kehamilan mola komplit). Meskipun patofisiologi

preeklampsia kurang dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak pada awal

kehamilan. Telah dinyatakan bahwa pathologic hallmark adalah suatu kegagalan total

atau parsial dari fase kedua invasi trofoblas saat kehamilan 16-20 minggu kehamilan, hal

ini pada kehamilan normal bertanggung jawab dalam invasi trofoblas ke lapisan otot

arteri spiralis. Seiring dengan kemajuan kehamilan, kebutuhan metabolik fetoplasenta

makin meningkat. Bagaimanapun, karena invasi abnormal yang luas dari plasenta, arteri

spiralis tidak dapat berdilatasi untuk mengakomodasi kebutuhan yang makin meningkat

tersebut, hasil dari disfungsi plasenta inilah yang tampak secara klinis sebagai

preeklampsia. Meskipun menarik, hipotesis ini tetap perlu ditinjau kembali.

Preeklampsia merupakan suatu diagnosis klinis. Definisi klasik preeklampsia

meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi (didefinisikan sebagai suatu tekanan darah

yang menetap 140/90 mmHg pada wanita yang sebelumnya normotensif), onset baru

proteinuria ( didefinisikan sebagai › 300 mg/24 jam atau +2 pada urinalisis bersih

tanpa infeksi traktus urinarius), dan onset baru edema yang bermakna. Pada beberapa

konsensus terakhir dilaporkan bahwa edema tidak lagi dimasukkan sebagai kriteria

diagnosis.

Pada makalah ini akan dibahas tentang komplikasi klinis dari preeklampsia.

Beberapa komplikasi akut preeklampsia, yaitu eklampsia, sindroma HELLP (hemolisis,

elevasi enzim hati, penurunan platelet), ruptur hepar, edema pulmonal, gagal ginjal,

koagulopati intravaskular diseminasi, kedaruratan hipertensi dan hipertensi ensefalopati

serta kebutaan kortikal. Pembahasan selanjutnya akan menampilkan detil diagnosis dan

Page 3: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

3

penatalaksanaan dari beberapa komplikasi diatas, yaitu: eklampsia, gagal ginjal,

kedaruratan hipertensi, serta hipertensi ensefalopati dan kebutaan kortikal.

EKLAMPSIA

Eklampsia ditandai dengan terjadinya kejang umum dan atau koma pada preeklampsia

tanpa adanya kondisi neurologik lainnya. Dahulu, eklampsia dikatakan sebagai hasil

akhir dari preeklampsia, sesuai dengan asal katanya. Penyebab pasti dari kejang pada

wanita dengan eklampsia tidak diketahui. Penyebab yang dikemukakan meliputi

vasospasme serebral dengan iskemia lokal, hipertensi ensefalopati dengan hiperperfusi,

edema vasogenik dan kerusakan endotelial. Meskipun terdapat kemajuan pesat dalam

deteksi dan penatalaksanaan, preeklampsia/eklampsia tetap menjadi penyebab umum

kematian ibu yang kedua di Amerika Serikat ( sesudah penyakit tromboemboli), sekitar

15 % dari seluruh kematian. Bahkan, diperkirakan 50.000 kematian maternal di seluruh

dunia disebabkan oleh eklampsia.

Epidemiologi dan insiden

Eklampsia umumnya terjadi pada wanita kulit berwarna, nulipara, dan golongan sosial

ekonomi rendah. Insiden tertinggi pada usia remaja atau awal 20-an, tetapi prevalensinya

meningkat pada wanita diatas 35 tahun. Eklampsia jarang terjadi pada usia kehamilan

dibawah 20 minggu, dapat meningkat pada kehamilan mola atau sindroma antifosfolipid.

Insiden eklampsia secara keseluruhan relatif stabil, 4-5 kasus /10.000 kelahiran

hidup di negara maju. Di negara berkembang, insiden bervariasi luas antara 6-100/

10.000 kelahiran hidup.

Manifestasi klinis dan diagnosis

Diagnosis klinis eklampsia didasarkan pada timbulnya kejang umum dan atau koma pada

wanita dengan preeklampsia tanpa adanya kondisi neurologis lainnya. Kejang eklampsia

hampir selalu hilang sendiri dan jarang terjadi lebih dari 3-4 menit. Kejang eklamptik

secara klinis dan elektroensefalografik tidak dapat dibedakan dari kejang tonik klonik

umum lainnya. Secara umum, wanita dengan kejang eklamptik tipikal tanpa defisit

neurologik fokal atau koma yang berlangsung lama, tidak dianjurkan untuk dilakukan

pemeriksaan elektroensefalografik atau pencitraan serebral. Kondisi klinis selain

Page 4: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

4

eklampsia yang dapat dipertimbangkan ketika melakukan evaluasi pada wanita hamil

yang mengalami kejang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Diagnosis banding dari eklampsia

Traumatik cerebrovaskuler

Perdarahan intraserebral

Trombosis arteri dan vena serebral

Penyakit hipertensi

Hipertensi ensefalopati

Pheochromocytoma

Penekanan lesi pada susunan syaraf pusat

Tumor otak

Abses

Kelainan metabolic

Hipoglikemia

Uremia

Inappropriate antidiuretic hormone secretion resulting in water intoxiccation

Infeksi

Meningitis

Encefalitis

Trombotik trombositopenik purpura

Epilepsi idiopatik

Sekitar separuh dari seluruh kasus eklampsia terjadi sebelum aterm, lebih dari

20% terjadi sebelum kehamilan 31 minggu. Tiga perempat dari kasus terjadi pada

kehamilan aterm, berkembang saat intrapartum atau selama 48 jam postpartum. Kejang

karena eklampsia dapat muncul kembali pada saat postpartum. Sering selama beberapa

jam sampai beberapa hari post partum. Diuresis (> 4 L/ hari) diyakini sebagai indikator

klinis yang paling akurat dari pulihnya preeklampsia atau eklampsia, tetapi hal ini tidak

menjamin tidak berulangnya kejang. Dapat pula terjadi eklampsia postpartum lanjut

(kejang eklamptik yang berkembang > 48 jam postpartum, namun < 4 minggu

postpartum) pada 25% kasus postpartum dan > 16% dari seluruh kasus eklampsia.

Penatalaksanaan

Sejumlah strategi penatalaksanaan telah dikembangkan untuk mencegah komplikasi

eklampsia terhadap ibu dan janin selama periode peripartum. Cara terbaru pada

penatalaksanaan wanita dengan eklampsia meliputi beberapa aspek, yaitu

mempertahankan fungsi vital ibu, mencegah kejang dan mengontrol tekanan darah,

Page 5: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

5

mencegah kejang berulang dan evaluasi untuk persalinan. Bila terjadi kejang, langkah

pertama yang harus dilakukan adalah menjaga jalan nafas tetap terbuka dan mencegah

terjadinya aspirasi. Ibu berbaring miring ke kiri dan penahan lidah diletakkan di dalam

mulutnya.

A. Mengontrol Kejang

Walaupun kejang pada eklampsia membaik tanpa pengobatan dalam 3-4 menit, obat

anti kejang dapat digunakan untuk mengurangi kejang. Obat-obat terpilih untuk

mengatasi kejang pada eklampsia adalah magnesium sulfat (MgSO4). Pada wanita

yang telah mendapat pengobatan MgSO4 profilaksis, kadar magnesium plasma harus

dipertahankan dengan pemberian infus MgSO4 1-2 gram secara cepat. Pada penderita

yang tidak mendapatkan pengobatan profilaksis tersebut, harus diberikan infus 2-6

gram MgSO4 secara cepat, diulang setiap 15 menit. Dosis awal ini memungkinkan

untuk diberikan pada ibu-ibu dengan insufisiensi renal. Sedangkan mekanisme kerja

MgSO4 dalam mereduksi kejang belum diketahui secara pasti. Beberapa mekanisme

kerja MgSO4 adalah memberikan efek vasodilatasi selektif pada pembuluh darah otak

juga memberikan perlindungan terhadap endotel dari efek perusakkan radikal bebas,

mencegah pemasukan ion kalsium ke dalam sel yang iskemik dan atau memiliki efek

antagonis kompetitif terhadap reseptor glutamat N-metil-D–aspartat (yang merupakan

fokus epileptogenik).

Benzodiazepin juga digunakan pada waktu lampau untuk pengobatan kejang

eklampsia. Diazepam memasuki susunan saraf pusat secara cepat dimana efek anti

konvulsan akan tercapai dalam waktu 1 menit dan efek diazepam ini akan mengontrol

kejang >80% pasien dalam waktu 5 menit. Akan tetapi saat ini banyak peneliti

menganjurkan untuk tidak menggunakan benzodiazepin karena sangat berpotensi

untuk menyebabkan depresi pada janin. Secara klinis, efek ini menjadi bermakna

ketika dosis total benzodiazepin pada ibu > 30 mg.

B. Penatalaksanaan hipertensi

Gangguan serebrovaskular terjadi pada 15-20% dari seluruh kematian pada

eklampsia. Risiko terjadinya strok hemoragik memiliki hubungan secara langsung

Page 6: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

6

dengan derajat peningkatan tekanan darah sistolik dan sedikit berhubungan dengan

tekanan darah diastolik. Terapi emergensi pada keadaan terjadinya peningkatan

tekanan darah tersebut masih belum jelas. Sebagian besar peneliti menganjurkan

untuk menggunakan anti hipertensi yang poten untuk mengatasi tekanan darah

diastolik pada kadar 105-110 mmHg dan tekanan darah sistolik > 160 mmHg,

walaupun hal ini belum diuji secara prospektif. Pada wanita yang telah mengalami

hipertensi kronik, pembuluh darah otaknya lebih toleran terhadap tekanan darah

sistolik yang lebih tinggi tanpa terjadinya kerusakan pada pembuluh darahnya,

sedangkan pada orang dewasa dengan tekanan darah yang normal atau rendah

mungkin akan menguntungkan jika terapi dimulai pada kadar tekanan darah yang

lebih rendah. Peningkatan tekanan darah yang berat dan persisten (>160/110 mmHg)

harus diatasi untuk mencegah perdarahan serebrovaskular. Penatalaksanaannya

termasuk pemberian hidralazin (5 mg IV, diikuti dengan pemberian 5-10 mg bolus

sesuai kebutuhan dalam waktu 20 menit) atau labetalol (10-20 mg IV, diulang setiap

10-20 menit dengan dosis ganda, namun tidak lebih dari 80 mg pada dosis tunggal,

dengan dosis kumulatif total 300 mg). Pada keadaan yang tidak menunjukkan

perbaikan dengan segera setelah mendapat terapi untuk kejang dan hipertensinya atau

mereka yang memiliki kelainan neurologis harus dievaluasi lebih lanjut.

C. Pencegahan kejang berulang

Sekitar 10% wanita eklampsia akan mengalami kejang berulang walaupun telah

ditanggulangi secara semestinya. Ada kesepakatan umum bahwa wanita dengan

eklampsia membutuhkan terapi anti konvulsan untuk mencegah kejang dan

komplikasi dari berulangnya aktivitas kejang tersebut, seperti: asidosis, pnemonitis

aspirasi, edema pulmonal, neurologik dan kegagalan respirasi. Namun, pemilihan

jenis obat untuk keadaan ini masih kontroversial. Ahli obstetrik telah lama

menggunakan MgSO4 sebagai obat pilihan untuk mencegah berulangnya eklampsia,

sementara ahli neurologi memilih anti konvulsan tradisional yang digunakan pada

wanita yang tidak hamil seperti fenitoin atau diazepam. Permasalahan ini telah

disepakati oleh sejumlah penelitian klinis terakhir dengan hasil seperti dibawah ini:

The Eclampsia Trial Collaborative Group melakukan penelitian prospektif

terhadap 905 wanita eklampsia yang secara random dipilih untuk mendapat

Page 7: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

7

Magnesium atau Diazepam dan 775 wanita eklampsia yang dipilh secara

random menerima Magnesium atau Fenitoin. Pengukuran keluaran primer

adalah kejang rekuren dan kematian maternal. Wanita dengan terapi

Magnesium mendapatkan separuh angka kejang rekuren dibandingkan dengan

diazepam (13% dan 28%). Tidak ada perbedaan yang bermakna pada

kematian maternal atau perinatal atau angka komplikasi diantara kedua

kelompok. Wanita yang diberi magnesium memiliki sepertiga angka kejang

rekuren dibandingakan dengan fenitoin (6% dan 17%). Dalam rangkaian

penelitian ini wanita yang menerima magnesium <8% yang menerima

perawatan intensif, <8% mendapat bantuan ventilator dan <5% menjadi

pneumonia, dibandingkan dengan wanita yang diberikan fenitoin. Tidak ada

perbedaan signifikan pada angka kematian maternal dan perinatal.

Chocrane melaporkan bahwa MgSO4 lebih hemat dan lebih baik daripada litik

koktail (terdiri dari prometazin hidroklorid, klorpromazin dan meperidin

hidroklorid) untuk mencegah pengulangan kejang pada wanita eklampsia.

Manfaat tambahan dari terapi MgSO4 terdiri dari biaya yang rendah, cara

pemberian yang mudah (tidak membutuhkan monitor jantung) dan lebih

sedikit efek sedasi dari pada diazepam dan fenitoin. Magnesium juga tampak

secara selektif meningkatkan aliran darah serebral dan konsumsi oksigen pada

wanita dengan preeklampsia. Hal ini tidak pada fenitoin. Dosis pemeliharaan

MgSO4 adalah 2-3 gram/jam diberikan sebagai infus IV yang kontinyu. Fase

pemeliharaan hanya jika reflek patella ada (kehilangan reflek tendon yang

dalam adalah manifestasi pertama gejala hipermagnesemia), respirasi

>12X/menit, urine output > 100 ml/ 4jam. Pemantauan kadar serum

magnesium tidak diperlukan jika status klinis wanita tersebut dimonitor secara

ketat untuk membuktikan toksisitas potensial magnesium. Juga tidak tampak

suatu konsentrasi ambang yang jelas untuk meyakinkan pencegahan kejang,

meskipun telah direkomendasikan sekitar 4,8-8,4 mg/dL. Dosis harus

disesuaikan menurut respon klinis pasien, sesuai table 2.

Page 8: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

8

Evaluasi pada persalinan

Terapi definitif eklampsia adalah persalinan yang segera, tanpa memandang usia

kehamilan untuk mencegah komplikasi pada ibu dan anak. Tetapi ini tidak perlu

menghalangi dilakukannya induksi persalinan. Setelah dilakukan stabilisasi terhadap ibu,

terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum menentukan cara yang

paling sesuai untuk persalinan. Diantaranya usia kehamilan, nilai Bishop, keadaan dan

posisi janin. Secara umum, kurang dari sepertiga wanita dengan preeklampsia berat /

eklampsia berada pada kehamilan preterm (< 32 minggu kehamilan) dengan serviks yang

belum matang untuk dapat melahirkan pervaginam. Pada keadaan ini, obat-obat untuk

mematangkan serviks dapat digunakan guna meningkatkan nilai Bishop, namun induksi

yang terlalu lama harus dihindari.

Bradikardi pada janin yang berlangsung sedikitnya 3 sampai 5 menit merupakan

keadaan yang sering dijumpai selama dan segera setelah kejang eklampsia, dan hal ini

tidak memerlukan tindakan seksio sesar emergensi. Tindakan stabilisasi ibu dapat

membantu janin dalam uterus pulih kembali dari efek hipoksia ibu, hiperkarbia dan

hiperstimulasi uterus. Akibat kejang pada ibu sering berhubungan dengan takikardi janin

kompensata bahkan dengan deselerasi denyut jantung janin sementara yang akan pulih

kembali dalam waktu 20 sampai 30 menit.

Prognosis

Komplikasi pada ibu dengan eklampsia dapat terjadi hingga 70 % kasus, meliputi DIC,

gagal ginjal akut, kerusakan hepatoselular, ruptura hati, perdarahan intraserebral, henti

jantung paru, pneumonitis aspirasi, edema paru akut, dan perdarahan pasca persalinan.

Kerusakan hepatoselular, disfungsi ginjal, koagulopati, hipertensi dan abnormalitas

neurologi akan sembuh setelah melahirkan. Akan tetapi kerusakan serebrovaskular akibat

perdarahan atau iskemia akan mengakibatkan kerusakan neurologi yang permanen.

Tingkat kematian ibu dilaporkan berkisar antara 0-13,9%. Satu penelitian retrospektif

terhadap 990 kasus eklampsia menemukan angka kematian ibu secara keseluruhan adalah

13,9% (138/990). Risiko paling tinggi (12/54 [22%]) dijumpai pada subkelompok wanita

dengan eklampsia pada kehamilan kurang dari 28 minggu. Tingkat kematian ibu dan

komplikasi yang berat paling rendah dijumpai pada wanita yang melakukan asuhan

Page 9: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

9

prenatal yang teratur pada dokter yang berpengalaman pada fasilitas kesehatan tersier.

Satu penelitian otopsi yang dilakukan segera setelah kematian pada wanita eklampsia

menunjukkan bahwa lebih dari 50% dari wanita yang meninggal dalam waktu 2 hari

akibat kejang pada otaknya menunjukkan perdarahan dan perlunakan serebral.

Perdarahan kortikal petekie merupakan yang paling sering dijumpai, khususnya meliputi

lobus occipitalis. Edema serebral yang difus dan perdarahan masif lebih jarang dijumpai.

Trombosis vena serebral sering dijumpai pada wanita dengan eklampsia paska persalinan.

Angka kematian perinatal pada kehamilan eklamptik adalah 9-23% dan berhubungan

erat dengan usia kehamilan. Angka kematian perinatal pada satu penelitian terhadap 54

parturien dengan eklampsia sebelum usia kehamilan 28 minggu adalah 93%; angka ini

hanya sebesar 9% pada penelitian lain dengan rata-rata usia kehamilan pada saat

melahirkan 32 minggu. Kematian perinatal terutama diakibatkan oleh persalinan

prematur, solusio plasenta dan asfiksia intrauterin.

Kehamilan berikutnya

Eklampsia dapat timbul kembali pada kehamilan berikutnya. Risiko tersebut dapat

dikurangi dengan pemantauan ibu yang ketat dan intervensi segera jika terjadi

preeklampsia. Tetapi belum ada cara yang efektif untuk mencegah terjadinya

preeklampsia. Tingkat rekurensia eklampsia diperkirakan berkisar sekitar 2%.

Kehamilan berikutnya pada wanita dengan riwayat preeklampsia berat / eklampsia

juga meningkatkan risiko komplikasi obstetri lainnya dibandingkan dengan wanita tanpa

riwayat tersebut, termasuk solusio plasenta (2,5-6,5% berbanding 0,8%), persalinan

preterm (15-21% berbanding 7-8%), pertumbuhan janin terhambat (12-23% berbanding

10%) dan peningkatan tingkat kematian perinatal (4,6-16,5% berbanding 1-3%). Wanita

dengan riwayat preeklampsia/eklampsia pada kehamilan < 28 minggu, memiliki risiko

tertinggi untuk terjadinya komplikasi tersebut. Risiko tersebut tampaknya sama, baik

pada preeklampsia berat maupun eklampsia.

Dapatkah eklampsia diprediksi ?

Hubungan antara hipertensi, gejala dan tanda dari iritabilitas kortikal (sakit kepala,

gangguan penglihatan, mual, muntah, demam, hiperrefleksia) dan kejang-kejang masih

Page 10: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

10

belum jelas. Analisis retrospektif terhadap 383 kasus eklampsia di Inggris menemukan

hanya 59% wanita eklampsia menunjukkan satu atau lebih gejala prodromal – sakit

kepala, gangguan penglihatan (skotomata, amaurosis, pandangan kabur, diplopia,

hemianopsia homonimus), atau nyeri epigastrium – sebelum terjadinya kejang eklampsia.

Selanjutnya, besarnya peningkatan tekanan darah tampaknya tidak dapat memprediksi

terjadinya eklampsia, walaupun keadaan tersebut berhubungan erat dengan insidensi

terjadinya gangguan serebrovaskular. Analisis retrospektif menunjukkan bahwa

eklampsia merupakan manifestasi pertama dari penyakit hipertensi yang berhubungan

dengan kehamilan pada 20-38% kasus. Temuan yang sama juga dilaporkan pada

penelitian di Swedia, Skotlandia dan Amerika Serikat. Pada salah satu dari penelitian

tersebut, faktor-faktor tersebut paling tidak secara parsial bertanggung jawab terhadap

gagalnya pencegahan terhadap eklampsia (179 kasus) merupakan kesalahan dokter

(36%), kegagalan magnesium (13%), onset pada paska persalinan lanjut (12%), onset dini

sebelum kehamilan 21 minggu (3%), onset mendadak (18%) dan asuhan antenatal yang

kurang (19%). Oleh karena itu, banyak kasus-kasus eklampsia tampaknya tidak dapat

dicegah, walaupun pada wanita-wanita dengan asuhan prenatal yang teratur.

Pencegahan terhadap kejang eklampsia pertama

Walaupun tidak semua kasus eklampsia dapat diprediksi, pemberian terapi anti kejang

terhadap parturien risiko tinggi dapat mencegah terjadinya kejang pertama pada wanita

dengan preeklampsia berat. Dua penelitian besar telah menunjukkan keunggulan

magnesium sulfat dibandingkan dengan fenitoin dalam mencegah eklampsia, Kelompok

rumah sakit Parkland secara acak memberikan magnesium atau fenitoin terhadap 2138

wanita preeklampsia. Kejang eklamptik timbul pada 10 dari 1089 wanita yang menerima

fenitoin dibandingkan dengan tidak ada satupun kejang eklamptik dari 1049 wanita yang

menerima magnesium (P = 0,004). Keluaran ibu dan neonatus adalah sama pada kedua

kelompok. Data tersebut didukung oleh penelitian yang baru dilakukan di Afrika Selatan

dimana 685 wanita dengan preeklampsia berat secara acak diberikan profilaksis kejang

dengan terapi magnesium sulfat atau placebo. Perkembangan menjadi eklampsia lebih

rendah pada kelompok magnesium (0,3% berbanding 3,2% [P = 0,003]).

Page 11: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

11

Terapi anti kejang secara umum dimulai selama kehamilan atau pada saat memberikan

terapi kortikosteroid antenatal atau obat untuk mematangkan serviks sebelum

perencanaan persalinan pada wanita dengan preeklampsia berat. Terapi harus dilanjutkan

hingga 24 sampai 48 jam pascapersalinan dan risiko terjadinya kejang adalah rendah.

Regimen magnesium sulfat yang paling sering digunakan adalah dosis awal 4 sampai 6 g

diberikan intravena lebih dari 20 menit, diikuti dengan 2 sampai 3 g / jam sebagai infus

kontinyu. Tidak jelas apakah semua wanita dengan preeklampsia memerlukan profilaksis

untuk mencegah terjadinya kejang pada sejumlah kecil pasien (0,6 – 3,2%). Selanjutnya

pada wanita hipertensi tanpa proteinuria , insidensi terjadinya kejang adalah sangat

rendah (< 0,1%) yang akan aman bila tidak diberikan profilaksis kejang pada wanita

tersebut.

TABEL 2. Pencegahan kejang berulang pada wanita dengan eklampsia

Obat Dosis awal Dosis rumatan Kadar terapi

Direkomendasikan sebagai terapi utama

Magnesium sulfat 4-6 g IV lebih dari 10-20 menit 2-3 g/jam IV infus 4-8 mEq/L*

10 g IM (5 g pada setiap bokong) 5 g IM setiap 4 jam Seperti diatas

Terapi yang direkomendasikan pada wanita yang refrakter terhadap magnesium sulfat

Fenitoin 1-1,5g IV lebih dari 1 jam 250-500 mg setiap 10-20 g/ml

(tergantung berat badan) 10-12 jam oral atau IV

Diazepam° - 10 mg/jam IV infuse -

Chlormethiazole† 40-100 mL dari 0,8% 60 ml/jam IV infus

lebih dari 20 menit

* Tidak diuji secara prospektif

° Amobarbital / pentotal

† Tidak tersedia di Amerika Serikat

GAGAL GINJAL

Gagal ginjal akut ditandai dengan pelepasan reduksi pada filtrasi glomerular, yang

mengarah kepada eksesif retensi urea dan air sama halnya dengan sejumlah elektrolit dan

gangguan keseimbangan asam basa. Gagal ginjal akut adalah salah satu komplikasi yang

jarang terjadi pada preeklampsia, tetapi keadaan yang sebenarnya tetap tidak bisa

ditentukan. Berdasarkan pengalaman pada satu senter, 18% dari semua kasus gagal ginjal

Page 12: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

12

akut berasal dari kasus obstetri. Diantara pasien tersebut, 20,9% dari semua kasus terjadi

dengan didahului oleh preeklampsia. Kondisi lain yang harus dipertimbangkan meliputi

sindroma hemolisis uremia, penyakit renovaskuler primer dan solusio plasenta.

Etiologi dan Patogenesis

Karakteristik histologis pada lesi renal pada preeklampsia adalah adanya endoteliasis

glomerulus, dimana glomerulus besar dan membengkak dengan sel-sel endotel

bervakuola. Gambaran histologis ini, berpasangan dengan vasokonstriksi umum yang

menandai preeklampsia, menyebabkan penurunan sebesar 25-30% dari aliran plasma

ginjal dan glomerular filtrasi dibandingkan dengan kehamilan normal. Bagaimanapun,

kerusakan fungsional pada ginjal dibandingkan dengan preeklampsia secara umum

bersifat ringan dan mengalami perbaikan sempurna setelah persalinan. Sebagai contoh,

gagal ginjal akut pada wanita preeklampsia yang secara klinis bermakna jarang terjadi.

Penyebab dari terjadinya gagal ginjal akut dapat dibagi dalam 3 kategori besar;

prerenal (yang dihubungkan dengan hipoperfusi ginjal tanpa melibatkan parenkim),

intraarenal (yang mengakibatkan kerusakan instrinsik pada parenkim ginjal), dan

postrenal (yang berimplikasi pada obstruktif uropati). Keadaan patologis prerenal dan

intrarenal (akut tubular nekrosis) sekitar 83-90% dari semua kasus gagal ginjal akut pada

preeklampsia.

Kerusakan ginjal sekunder dengan perubahan patologi seperti ini terlihat paling

umum pada preeklampsia dan biasanya mengalami perbaikan sempurna setelah

persalinan. Sebaliknya, nekrosis korteks renal bilateral, berkisar 10-29% dari kasus-kasus

gagal ginjal akut pada kehamilan, adalah kondisi yang jauh lebih serius dan dihubungkan

dengan angka kematian maternal dan angka kematian perinatal beserta

komplikasinya.Hal ini paling umum terlihat pada wanita dengan latar belakang hipertensi

kronik dan superimposed preeklampsia, dikenal sebagai penyakit parenkim ginjal, solusio

plasenta atau DIC.

Prognosis

Pada tahun 1990, Sibai dan kawan-kawan melaporkan pengalaman mereka tentang hasil

kehamilan preterm, keluaran kehamilan selanjutnya, dan mengontrol prognosis pada 31

pasien dengan preeklamsia yang berkomplikasi dengan gagal ginjal akut yang

Page 13: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

13

dikumpulkan lebih dari 11 tahun. Insisdensi nyata gagal ginjal akut tidak bisa ditentukan

karena sebagian besar pasien dikirim dari institusi lain. Angka kematian maternal adalah

10 % (3/31). Secara keseluruhan 14 dari 31 pasien (46,6%) memerlukan dialisis, dan

tidak ada perbedaan dalam presentase antara wanita yang memerlukan dialisis untuk

preeklampsia (50%) dan hipertensi kronik dengan superimpos preeklampsia (42%). Dari

ke-18 pasien dengan gagal ginjal akut yang didahului oleh preeklampsia mengalami akut

tubular nekrosis, dengan resolusi lengkap dari fungsi ginjal setelah melahirkan.

Sebaliknya 3 dari 13 pasien dengan hipertensi kronik dan superimpos preeklampsia

mengalami nekrosis korteks bilateral, 9 dari 11 (81,8%) pasien yang hidup memerlukan

dialisis jangka panjang, dan 4 pasien mengalami kematian karena gagal ginjal terminal

sebelum publikasi. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa identifikasi dini dan

penanganan yang tepat dari gagal ginjal akut pada parturien yang sebelumnya sehat

dengan preeklamsia tidak berakhir dengan kerusakan ginjal residual jangka panjang.

Penelitian yang sama dari Memphis, Tennessee, sebelumnya melaporkan

pengalaman mereka dengan sindroma HELLP dan gagal ginjal akut. Dari semua kasus

gagal ginjal akut yang didahului oleh sindroma HELLP adalah 7,3 %. Pada penelitian

kohort mereka, didapatkan angka kematian maternal sebesar 13 % dan angka kematian

perinatal sebesar 34%. Sebagian besar dari 32 pasien dengan sindroma HELLP dan gagal

ginjal akut terjadi saat pascapersalinan. Analisis lebih lanjut mengatakan bahwa keadaan

dengan latar belakang hipertensi kronik berhubungan dengan keluaran hasil persalinan

yang kurang begitu baik diharapkan dan prognosis jangka panjang yang lebih baik.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari gagal ginjal akut yang didahului oleh preeklamsia harus difokuskan

pada penyingkiran diagnosis lain, khususnya kondisi-kondisi yang mungkin bersifat

reversibel (misal dehidrasi atau obstruktif uropati). Terapi suportif meliputi kontrol

tekanan darah, pengaturan posisi pasien untuk meningkatkan aliran darah ginjal, koreksi

keseimbangan cairan dan elektrolit, dan mempertahankan nutrisi yang adekuat. Bila

Page 14: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

14

dialisis diperlukan selama masa kehamilan, maka hemodialisis yang dianjurkan bukan

dengan dialisis peritoneal.

KEDARURATAN HIPERTENSI

Kedaruratan hipertensi dapat menjadi komplikasi dari preeklampsia sebagaimana yang

terjadi pada hipertensi kronik. Walaupun patofisiologinya mungkin berbeda pendekatan

evaluasi akut dan penatalaksanaanya adalah sama, dengan tujuan utama untuk mencegah

terjadinya hipertensi ensefalopati dan serangan serebrovaskular (CVA). Sampai sekarang

yang belum jelas apakah tekanan darah yang terkontrol secara agresif dapat menurunkan

terjadinya eklampsia. Walaupun jarang, CVA sebagai akibat dari hipertensi akut

merupakan salah satu penyebab terjadinya kematian maternal dari preeklampsia.

Diagnosis banding

Hipertensi akut mungkin juga merupakan salah satu hasil dari berbagai macam kelainan

ini. Walaupun etiologinya tampak jelas, pertimbangan harus diberikan untuk berbagai

kemungkinan diagnosa selain dari eklampsia, jika manifestasi kliniknya atipikal.

Diagnosia alternatif yang mungkin antara lain : kromositoma, trombosis vena renalis,

gejala rebound pada pemberian klonidin, penyalahgunaan kokain dan metamfetamin,

hiperemi akut pada kulit akibat penyakit kolagen vaskuler. Dalam berbagai kasus, yang

melatarbelakangi terjadinya hipertensi akut adalah hipertensi esensial yang memburuk

atau eksaserbasi akut dari preeklampsia.

Patofisiologi

Mengapa kedaruratan hipertensi terjadi pada beberapa pasien sedangkan yang lainnya

tampak tidak jelas? Beberapa ahli telah berusaha untuk mendifinisikan ambang parameter

dari krisis hipertensi dan mengeluarkan pernyataan bahwa tekanan darah diastolik harus

lebih dari 115 mmHg dan/ atau sistolik lebih dari 200 mmHg untuk menetapkan

diagnosis hipertensi krisis. Namun dari pengalaman klinik menunjukkan bahwa CVA

dapat terjadi pada wanita dengan tekananan darah yang konsisten dibawah parameter

diatas. Para ahli yang lain mengajukan pendapat bahwa angka rata-rata telah berubah

Page 15: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

15

dibandingkan dengan pengukuran yang absolut yang bertanggungjawab terjadinya

kerusakan otak.

Krisis hipertensi dapat mempengaruhi berbagai sistim organ. Ablasio retina dan

atau perdarahan pada retina, gagal jantung kongestif, infark miokard, gagal ginjal, gagal

hati, solusio plasenta, dan ensefalopati hipertensi dimana semuanya ini dapat terjadi

akibat hipertensi akut yang tidak terkontrol. Bukti-bukti klinis dari akibat kerusakan pada

organ akhir tersebut harus segera mendapat perhatian dan penanganan yang segera yang

mengacu pada pengontrolan tekanan darah.

Sebagian besar pasien dirawat tanpa menggunakan pengawasan hemodinamik

yang invasif, tapi pasien-pasien dengan kasus atipikal yang berat sebaiknya dirawat pada

pusat rujukan tersier dengan dibawah pengawasan dokter-dokter yang memiliki keahlian

dalam bidang kedaruratan medik (critical care medicine).

Penatalaksanaan

Kedaruratan hipertensi dalam kehamilan merupakan suatu tantangan klinis yang sangat

bermakna. Langkah pertama yang terpenting dalam penatalaksanan hipertensi krisis

adalah untuk menurunkan tekanan darah, namun menurunkan tekanan darah secara tiba-

tiba harus dihindari. Idealnya penurunan tekanan darah yang pertama kali adalah 20 %,

dengan target untuk sistolik 140-150 mmHg dan diastolic 90-100 mmHg, sehingga

hasilnya akan sangat membantu dalam memperbaiki keadaan pasien. Hipertensi yang

refrakter dalam terapi klinis merupakan indikasi penting untuk melakukan terminasi

kehamilan, dan untuk kasus-kasus yang ekstrim, seksio sesarea perimortem perlu

dilakukan.

Pada hipertensi akut dengan komplikasi hipertensi ensefalopati penatalaksanaanya

harus dilakukan dengan menggunakan fasilitas ICU. Pemberian sodium nitropruside

merupakan obat pilihan utama antihipertensi pada keadaan ini. Pada dosis yang melebihi

dari 8 µg/kg/menit, hati-hati terjadinya akumulasi sianida dan tiosianat pada janin .

Dianjurkan dilakukan pengawasan ketat dari kadar sianida pada pasien-pasien yang

mendapat sodium nitropruside dosis tinggi. Obat-obat lainnya yang dapat digunakan pada

keadaan ini untuk menurunkan tekanan darah secara akut telah dirangkum dalam tabel 3.

Page 16: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

16

TABEL 3. Penatalaksanaan farmakologi krisis hipertensi akut

Obat Dosis Keterangan

Direkomendasikan sebagai terapi utama

Hidralazin 5 mg iv bolus diberikan dalam 10 menit x 2

dosis: kemudian dilanjutkan 10 mg iv bolus

diberikan dalam 20 menit sampai tekanan darah

stabil pada 140-150/90-100 mm Hg

Hati-hati terhadap hipotensi dan

kemungkinan akibat buruk pada

perfusi uteroplasenta.

Labetalol 10-20 mg iv bolus : ulangi dalam 10-20 menit

dengan dosis ganda (tidak lebih dari 80 mg

dalam beberapa dosis tunggal) saampai total

maksimum 300 mg.

Hati-hati terhadap hipotensi dan

kemungkinan akibat buruk pada

perfusi uteroplasenta.

Nifedipin 10 mg oral dalam 30 menit x 2 dosis: kemudian

10-20 mg peroral per 4-6 jam

Nifedipin sublingual lebih baik

dihindari

Direkomendasikan pada wanita yang refrakter terhadap terapi utama

Sodium

nitroprusid

0,5-3,0 g/kg/min iv perinfus (tidak melebihi

800 g/min)

Sebaiknya hanya dilakukan oleh

seseorang yang berpengalaman

Nitrogliserin 5 g/min iv perinfus ditingkatkan sesuai

kebutuhan setiap 5 menit sampai dosis

maksimum 100 g/min.

Kontraindikasi relatif pada

keadaan hipertensi ensefalopati

karena dapat meningkatkan aliran

darah otak dan tekanan

intrakranial.

Penatalaksanaan definitif dari hipertensi krisis yang disebabkan preeklampsia

adalah terminasi kehamilan. Anestesi analgesik regional lebih sering dipakai pada

keadaan ini jika tidak ada bukti-bukti terjadinya koagulopati dan tidak ada kontraindikasi

untuk dilakukannya anestesi regional. Pada pasien-pasien ini penting untuk mencegah

terjadinya hipotensi. Jika dibutuhkan anestesi umum maka diperlukan pengawasan

tekanan darah dan diperlukan premedikasi untuk mencegah peningkatan tekanan darah

yang seringkali dijumpai pada fase induksi dari anestesi umum.

Page 17: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

17

HIPERTENSI ENSEFALOPATI DAN BUTA KORTIKAL

Buta kortikal diketahui sebagai komplikasi dari preeklampsia berat. Manifestasi

optalmologi dari preeklampsia antara lain : ablasio retina, vasospasme arteriola retina dan

trombosis arteri-arteri sentralis retina. Insiden dari buta kortikal yang merupakan

manifestasi dari ensefalopati hipertensi pada preeklampsia berat adalah 1-15 %.

Patofisiologi

Otak secara normal dilindungi dari tekanan darah yang ekstrim oleh suatu sistim

autoregulasi yang mengatur perfusi konstan pada tekanan sistemik yang mempunyai

rentang yang bervariasi. Untuk penatalaksanaan hipertensi sistemik, arteriol-arteriol

serebral perlu dilebarkan untuk mempertahankan perfusi yang adekuat, dimana

pembuluh-pembuluh mengalami penyempitan sebagai respon dari tingginya tekanan

sistemik. Diatas dari batas tertinggi dari autoregulasi, dapat terjadi ensefalopati hipertensi

. Hipertensi ensefalopati merupakan suatu sindroma neurologik subakut yang ditandai

dengan sakit kepala, kejang, penurunan penglihatan dan gangguan-gangguan neurologik

lainnya (perubahan status mental, gejala-gejala fokal neurologik) pada keadaan tekanan

darah yang meningkat. Walaupun sindroma ini bersifat reversibel jika hipertensi yang

terjadi diobati secara dini, namun tetap menjadi fatal jika gejala-gejala ini tidak dikenali

atau jika pengobatan ini tertunda. Penemuan klinis bersifat tidak spesifik dan

diagnosisnya mungkin sulit untuk ditegakkan terutama pada pasien-pasien yang

menderita penyakit lainnya. Kondisi-kondisi neurologi yang bervariasi seperti CVA,

trombosis vena, ensefalitis dapat menutupi gejala klinis dari hipertensi ensefalopati. MRI

berguna dalam menegakkan diagnosa pada kasus-kasus klinik yang sesuai.

Studi –studi otopsi klasik dari Sheehan dan Lynch tahun 1960 menghasilkan suatu

pendapat bahwa preeklampsia dan eklampsia lebih sering dihubungkan dengan

meluasnya edema serebral. Lesi yang paling sering dijumpai adalah perdarahan petekie

multipel pada daerah kortek, subkortek, substansia alba dan otak bagian tengah. Karena

perdarahan petekie berkaitan dengan adanya trombus kapiler, maka para ahli

Page 18: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

18

menyimpulkan bahwa lesi-lesi tersebut disebabkan oleh suatu gangguan vaskuler yang

menyebabkan lokal iskemik. Kadang-kadang edema difus yang berat tampak pada

eklampsia, namun semakin spesifik lesi, maka edem otak semakin terlokalisir pada

jaringan penghubung substansia alba dan grisea pada lobus oksipital. Kerentanan dari

sirkulasi posterior pada lesi hipertensi ensefalopati sudah dikenal, tapi fenomena

terjadinya masih belum banyak dimengerti. Satu penjelasan yang mungkin adalah

terdapatnya hubungan dengan heterogenitas regional dari penemuan simpatis vaskuler.

Pada studi eksperimental, persarafan-persarafan simpatis dari arteriol-arteriol

intrakranial telah terbukti untuk melindungi otak dari peningkatan tekanan darah yang

bermakna. Kemudian , studi-studi ultrastruktural telah menunjukkan bahwa sistim karotis

interna mendapat suplai yang lebih baik dengan inervasi simpatis jika dibandingkan

dengan sistim vertebrobasiler. Hipertensi akut menurut hipotesa ini dapat menstimulasi

saraf-saraf simpatis perivaskuler, yang dapat melindungi bagian anterior tapi tidak

inervasi bagian posterior yang sirkulasinya lebih sedikit. Hipotesa tersebut dapat

menghasilkan suatu hipotesa baru dengan edema yang sebagian besar terdapat pada

lobus oksipital yang bermanifestasi klinis pada mata.

Dua teori yang telah diajukan untuk menghitung kelainan-kelainan klinis dan

radiologis pada hipertensi ensefalopati dan buta kortikal. Postulat I menyatakan bahwa

hipertensi ensefalopati disebabkan karena adanya spasme dari vaskular serebral sebagai

respon dari hipertensi akut, yang juga dapat menyebabkan kerusakan iskemik, nekrosis

arteriol, dan edema sitotoksik. Hipotesis alternatif yang terbaru adalah sindrom-sindrom

yang berasal dari rusaknya autoregulasi dengan overdistensi pasif dari arteriol-arteriol

serebral, yang mengacu pada peningkatan permeabilitas kapiler dengan kebocoran cairan

dan protein sampai disekeliling jaringan, menghasilakan edema vasogenik ( hidrostatik).

Pada kedua contoh diatas hasil akhir dari progresifitas penyakit adalah edema serebral

fokal. Terdapatnya edema serebral pada hasil CTscan dan MRI kepala, tidak membantu

dalam mendefinisikan mekanisme yang melatarbelakangi terjadinya hipertensi

ensefalopati. Peningkatan neuroimaging mungkin dilakukan, termasuk SPECT (single

photon emission computed tomography), yang dapat membedakan baik area

hiper/hipoperfusi, yang telah memungkinkan dilakukannya penyelidikan secara lebih

terperinci dari respon vaskuler serebral pada hipertensi.

Page 19: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

19

Pada tahun 1992, Schwarts dkk melaporkan pada penggunaan CT MRI dan

SPECT pada 14 pasien dengan ensefalopati hipertensi, termasuk 8 diantaranya menderita

preeklampsia. Semua pasien mempunyai lesi-lesi hipodens pada lobus oksipital yang

tampak pada CT, yang berkaitan dengan lesi-lesi dari peningkatan intensitas sinyal yang

terdapat pada T2 weighted MRI . SPECT yang dilakukan pada 2 pasien dalam episode

hipertensi pada area yang terbuka akan meningkatkan perfusi serebral, yang berkaitan

dengan lesi-lesi yang ditemukan pada CT-scan dan MRI. Data-data ini menunjang konsep

yang menyatakan bahwa ensefalopati hipertensi merupakan hasil primer dari peningkatan

permeabilitas vaskuler yang memacu timbulnya edema vasogenik. Jika vasospasme dan

resultan iskemia merupakan hal-hal yang penting, penurunan perfusi serebral pada

SPECT mungkin akan lebih diawasi dengan infark yang mungkin terjadi. Namun infark

ini jarang terjadi baik secara klinis maupun secara eksperimental.

Penatalaksanaan

Buta kortikal dan manifestasi lainnya dari ensefalopati hipertensi merupakan suatu

kontraindikasi untuk dilakukannya perawatan dari preeklampsia dalam kehamilan.

Kelahiran bayi dan plasenta merupakan satu-satunya terapi yang kuratif. Tanggung jawab

lainnya dari penatalaksanan ini termasuk menyingkirkan penyebab lainnya dari kebutaan

(mis : perdarahan oksipital, dan ablasio retina) dan pengontrolan tekanan darah . Buta

kortikal akan sembuh secara sempurna sesudah kelahiran walaupun masa

penyembuhannya mungkin memakan waktu beberapa minggu.

KESIMPULAN

Preeklampsia merupakan suatu penyebab yang bermakna dari penyebab kematian

maternal dan perinatal serta komplikasinya. Sekali diagnosis dari preeklampsia dibuat,

pilihan dari terapi adalah terbatas. Karena itu, perhatian lebih difokuskan pada

pencegahan terjadinya preeklampsia. Walaupun penelitian secara ekstensif telah

dilakukan, tidak ada strategi tunggal yang telah menunjukkan kelebihan dalam mencegah

perkembangan preeklampsia baik pada populasi dengan risiko tinggi atau rendah.

Preeklampsia merupakan suatu kelainan implantasi plasenta dan hal ini tidak sepenuhnya

dapat diterima. Kelahiran dari janin dan plasenta menjadi satu-satunya terapi kuratif.

Page 20: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

20

Suatu kondisi dimana kesehatan yang dipertahankan, ditambah dengan agresifitas dan

intervensi dini dari komplikasi preeklampsia, mungkin dapat mengurangi kerugian yang

terdapat pada janin dari ibu yang mengalami preeklampsia berat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Barrilleaux PS, Martin JN. Hypertension therapy during pregnancy. Clin Obstet Gynecol 2002 ; 45:

22-34

2. Norwitz ER, Hsu CD, Repke JT. Acute complications of preeclampsia. Clin Obstet Gynecol 2002 ; 45:

308-329

3. Yankowitz, Niebyl JR. Drug therapy in pregnancy. 3rd ed. Philadelphia.Baltimore.New

York.London.Hongkong.Tokyo: Lippincot Williams & Wilkins, 2001:101

4. Briggs GG, Freeman RK. Drug in pregnancy and lactation. 6th ed. Philadelphia.Baltimore.New

York.London.Hongkong.Tokyo: Lippincot Williams & Wilkins, 2002:995

5. American College of Obstetricians and Gynecologists. Hypertension in pregnancy. ACOG Technical

Bulletin No. 219. Washington, DC: ACOG, 1996

6. Gilstrap LC, 3rd, Cunningham FG, Whalley PJ. Mangement of pregnancy-induced hypertension in the

nulliparous patient remote from term. Semin Perinatol. 1978;2:73

7. Campbell DM, Templeton AA. Is eclampsia preventable? In: Bonnar J, MacGillivray I, Symonds ED,

eds. Pregnancy Hypertension. Baltimore: University Park Press, 1980:483

8. Lucas MJ, Leveno KJ. Cunningham FG. A comparison of magnesium sulfate with phenytoin for the

prevention of eclampsia. N Eng J Med. 1995;333:201

9. Hall DR, Odendaal HJ, Smith M. Is the prophylactic administration of magnesium sulphate in women

with preeclampsia indicated prior the labour? Br J Obstet Gynaecol. 2000;107:903

10. Sibai BM, Villar MA, Mabie BC. Acute renal failure in hypertensive disorders of pregnancy:

Pregnancy outcome and remote prognosis in thirty-one consecutive cases. Am J Obstet Gynecol.

1990;162:777-783

11. Stratta P, Canavese C, Colla L, et al. Acute renal failure in preeclampsia-eclampsia. Gynecol Obstet

Invest. 1987;24:225-231

12. Sibai BM, Ramadhan MK. Acute renal failure in pregnancies complicated by hemolysis, elevated liver

enzymes, and low platelets. Am J Obstet Gynecol. 1993;168:1682-1687

13. Apollon KM, Robinson JN, Schwartz RB, et al. Cortical blindness in severe preeclampsia: Computed

tomography, magnetic resonance imaging and single-photon emisson computed tomography findings.

Obstet Gynecol. 2000;95:1017-1019

14. Nag S, Robertson DM, Dinsdale HB. Cerebral cortical changes in acute hypertension: An

ultrastructural study. Lab Invest. 1977;39:150-161

Page 21: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

21

Lampiran 1. Hipertensi dalam kehamilan

Hipertensi kronik

Diobservasi sebelum kehamilan atau usia kehamilan 20 minggu, tekanan darah

lebih 140/90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan jarak lebih dari 6 jam

Hipertensi dalam kehamilan

Transient hypertension dalam kehamilan: tanpa gejala preeklampsia dan tekanan

darah kembali normal setelah 12 minggu setelah melahirkan

Hipertensi kronik

Didiagnosis jika kenaikan tekanan darah menetap

Preeklampsia/eklampsia

Biasanya terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Hipertensi yang

disertai oleh proteinuria (protein lebih dari 0,3 g dalam 24 jam pemeriksaan).

Diduga apabila adanya gejala-gejala yang khas yakni peningkatan tekanan darah,

sakit kepala, pandangan kabur, nyeri perut, jumlah platelet rendah, peningkatan

enzim-enzim hati.

Superimpus preeklampsia pada hipertensi kronik

Ketika preeklampsia dijumpai pada wanita yang menderita hipertensi, prognosis

pada ibu dan janin yang lebih jelek dari kondisi sebenarnya.

Page 22: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

22

Lampiran 2. Obat-obatan antihipertensi selama kehamilan

Obat Dosis nonakut Efek samping Keterangan

Methyldopa 250-1500 mg BID sampai hipertensi posturnal, Biasanya digunakan

maksimun 3000 mg/hari drowsicness, retensi cairan pada hipertensi dalam

kehamilan, potensi

ringan

Hidralazine 10, 25, 50, 100 mg nyeri kepala, berdebar, Biasanya digunakan

TID-QID sampai maksi- sindroma seperti lupus untuk kontrol jangka

mum 400 mg/hari pendek

Labetalol 100, 200, 300 mg sampai nyeri kepala, blok jantung, Hindari pada penderita

maksimum 2400 mg/hari mulut kering, tremubusnes astma, PJK, hati-hati

pada diabetes

Nifedipine Kerja lama: 30-60 mg nyeri kepala, kelelahan, Efek yang sangat besar

dimulai 30, 60, 90 mg pusing, edema perifer, untuk penurunan

maksimum 120 mg/hari konstipasi tekanan darah

Thiazide 12,5 mg sampai dengan sama dengan nifedipine Efek yang selektif pada

25 mg/hari otot polos pembuluh

darah.

Terganggunya elektrolit

yang menyebabkan

komplikasi diagnosis

preeklampsia

Furosemide 20-40 mg/hari sampai dg sama dengan Thiazide sama dengan Thiazide

160 mg BID

Nitoprusside Jarang digunakan pada hipotensi, keracunan sianida Digunakan ketika gagal

Hipertensi non-akut pada penggunaan yang lama metode lainnya:

pertimbangkan

ganguan arteri pada

penggunaannya

Page 23: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

23

Lampiran 3. Strategi pengontrolan hipertensi kronik pada kehamilan dan

postpartum

Rejimen Pengobatan Primer Pengobatan Sekunder Pengobatan Tersier

Antepartum

I Methyldopa Labetalol

II Felodipine Diuretic

III Felodipine Labetalol

IV Hydralazine Labetalol

Postpartum

I Hydralazine Nifedipine XL/ Labetalol

Felodipine

II Nifedipine XL/ Labetalol Diuretic

Felodipine

III ACE inhibitor Calcium channel blocker Beta blocker

Page 24: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

24

Lampiran 4. Protokol penatalaksanaan krisis hipertensi dalam kehamilan

Manifestasi klinik Penatalaksanaan Dosis Kontra indikasi Keterangan

TD konsisten > Labetalol (hidra Dosis I:5-10 Astma, ggl jan- Pemantauan ibu

160/105,plg tidak lazin digunakan mg iv,kmd tung, bradikar- dengan TD regu

pada dua kali pe-- sbg agen alter- dosis diberi dia ler setiap 10 me

meriksaan pd ka- natif pilihan per kan 2x lipat nit, tes labor,

kasus darurat tama) per 15 mnt manifestasi kli-

sampai men nis, pengawas-

capai dosis an janin secara

maks 300mg. berkelanjutan.

TD tdk bisa dikon Hidralazin 10mg iv se- perawatan se- -

trol dg regimen tiap 10-15 cara ekstrim

diatas menit sam- bila ada riwa-

pai mencapai yat penyakit

dosis maks jantung

300 mg

TD tdk bisa dikon Nifedipin dpt 10 mg peroral Bukti klinis Harus dirawat

trol dg regimen dipakai seba- setiap 10-15 adanya hipo- di ICU dg pe-

diatas, pertimbang gai agen alter menit sampai perfusi sere- ngawasan TD,

kan tim pelaksana natif. Tercapai do- bral. Pengawasan ja

yg terdiri atas spe- Pertimbangkan sis maks 90 mg. nin, monito-

sialis fetomaternal partus dg peng- 0,25 ug/kg/mnt ring keracunan

gunaan sodium (ditimgkatkan sianida.

nitroprusside sebanyak 0,25

ug/kg/mnt seti-

ap 5 mnt sam-

pai mencapai

dosis maks 10

ug/kg/mnt)

Page 25: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

25

Lampiran 5. Protokol Penatalaksanaan non emergensi dari hipertensi berat

dalam kehamilan

Manifestasi klinis Penatalaksanaan Dosis Kontraindikasi Keterangan

TD konsisten > alfa metil dopa Umumnya 250 Riwayat hepati- Pengawasan ibu dengan

160/105 plg tdk (para ahli lbh cen- mg peroral di- tis atau disfung- TD reguler, tes labor,

pd 2 kali pemerik- derung menggu- biarkan selama si otonom, pasi- manifestasi klinis, pe-

saan nakan B bloker 24 jam- 48 jam en yg mendapat meriksaan berkala janin,

sbg agen pilihan untuk menca- terapi MAO in- dan pertumbuhan janin

utama). pai efek opti- hibitor. serta pemeriksaan ar-

mal. Tingkat- teri umbilikus dg meng-

kan sampai gunakan Doppler.

mencapai dosis

maksimal 2 g/hr

(Sebaiknya di-

gunakan dosis

terbagi shg efek

yg lebih stabil

dapat dicapai )

TD tdk adekuat Labetalol Umumnya 100 Astma, ggl jan- -

walaupun dikon- mg peroral 2X tung, bradikar

trol dg regimen sehari, diting- dia.

diatas (setelah men kaatkan sam-

capai dosis terten- pai mencapai

tu dimana metil- dosis maksimal

dopa telah menca- 2400 mg/hr. Gu-

pai dosis terapeu- nakan dosis 4 x

tik). sehari jika diper

lukan, nadi dpt di

gunakan sbg in-

dikator adanya

blokade B.

TD tdk dpt dikon- pertimbang- Umumnya 10 mg Gagal jantung perhatikan penggunaan

trol dg regimen kan partus & peroral 3 x sehari kongestif dua agen yg mempunyai

diatas nifedipin spi maks 90mg/hr efek inotropik negatif

TD tdk dpt dikon partus - - -

trol dg regimen

diatas

Page 26: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

26

Lampiran 6. Pengobatan pada hipertensi akut yang berat pada kehamilan

Obat Anjuran

1. Hidralazin Dimulai dg 5-10 mg im, jk respon terbatas, diulang dg interval 20 menit. Sekali

TD dpt dikontrol scr baik, ulangi seperlunya (biasanya selama 3 jam).

Pertimbangkan obat lainnya, jika tdk sukses dg dosis 20 mg iv atau 30 mg im.

2. Labetalol Dimulai dg 20 mg iv bolus, jk efeknya suboptimal maka berikan 40 mg,10 menit

kmd 2x dan 80 mg,10 mnt dlm 2 dosis, sesuai kebutuhan (20,40,40,40,80,80

sampai mencapai dosis total 300 mg). Dilanjutkan dengan infus dimulai ½

sampai 2 mg/menit. Gunakan dosis maksimum 300 mg peroral/iv. Jika tekanan

darah yg stabil tidak dicapai, ganti denggan obat lain. Hindari pemberian

labetalol pada wanita dengan astma atau penyakit gagal jantung komgestif .

3. Nifedipin Dimulai dengan dosis 10 mg peroral dan diulang setiap 30 menit jika

diperlukan. FDA tidak merekomendasi penggunaan nifedipin dengan masa kerja

singkat untuk penatalaksanaan hipertensi.

4. Sodium Nitroprusside Dipakai pada kasus-kasus hipertensi yang tidak memberikan respon pada

penggunaan obat-obat diatas, ditemukannya manifestasi klinis dari ensefalopati

hipertensi, atau keduanya. Dimulai dengan dosis rata-rata 0,25 mg/kg/mnt

sampai mencapai dosis maksimum 5 mg/kg/mnt. Keracunan sianida pada janin

dapat terjadi jika digunakan lebih dari 4 jam, perhatikan gangguan intra arterial.

Page 27: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

27

Lampiran 7. Penatalaksanaan preeklampsia berat di bagian Obgin RSMH

I. Perawatan aktif

A. Indikasi: bila didapatkan satu atau lebih keadaan ini:

1. Ibu

a. Kehamilan > 37 minggu

b. Adanya tanda impending eklampsia

c. Perawatan konservatif gagal:

- 6 jam setelah pengobatan medisinalis terjadi kenaikan TD

- 24 jam setelah pengobatan medisinalis gejala tak berubah

2. Janin

a. Adanya tanda-tanda gawat janin

b. Adanya pertumbuhan janin terhambat dalam rahim

3. Laboratorik: Adanya sindroma HELLP

B. Pengobatan medisinalis

1. Segera MRS

2. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)

3. Infus D5: RL = 2 : 1 (60-125 ml/jam)

4. Antasida

5. Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam

6. Obat-obatan anti kejang: sulfas magnesikus (MgSO4)

a. Dosis awal 8 g MgSO4 (20 ml 40 %) im: 4 g bokong kanan 4 g bokong kiri

b. Dosis ulangan: tiap 6 jam diulangi 4 g MgSO4 (10 ml 40 %) im

c. Syarat-syarat pemberian sulfas magnesikus

i. Tersedia kalsium glukonas 1 g = 10 ml 10 % iv pelan 3 menit

ii. Reflek patella (+) kuat

iii. Pernapasan > 16 x/m tanpa tanda-tanda distress pernapasan

iv. Produksi urine > 100 ml dalam 4 jam sebelumnya (0,5 ml/KgBB/jam)

d. Dihentikan bila:

i. Adanya tanda-tanda intoksikasi

ii. Setelah 24 jam pascapersalinan

iii. 6 jam pascapersalinan normotensif, selanjutnya dg luminal 3 x 30 – 60

C. Mencegah komplikasi

1. Diuretika diberikan atas indikasi:

a. Edema paru

b. Payah jantung kongestif

c. Edema anasarka

d. Kelainan fungsi ginjal (bila faktor prerenal sudah diatasi) yang dipakai adalah derivat

furosemid (lasix 40 mg im)

2. Antihipertensi diberikan atas indikasi:

Tekanan darah sistolik > 160 mmHg, diastolic > 110 mmHg

Preparat:

a. Clonidine (Catapres) 1 amp = 0,15 mg/ml + 10 ml NaCl fls/aquades, masukkan 5 ml iv pelan,

tunggu 5 menit, kemudian TD diukur, bila tak turun berikan sisanya (5 ml iv pelan 5 menit).

Pemberian obat dapat diulangi tiap 4 jam sampai TD normotensif.

b. Nifedipin: 4 x 10 mg (p.o) sampai diastolic 90 – 100 mmHg

c. Hidralazin (Apresolin) 1 amp = 20 mg, 1 amp diencerkan, diberikan iv pelan, melalui selang

infus, dapat diulangi setelah 20 – 30 menit.

3. Kardiotonika a.i terdapat tanda-tanda menjurus payah jantung

Diberikan cedilanid, digitalisasi cepat sebaiknya kerja sama dg penyakit jantung

Page 28: Komplikasi Akut Pd Pre Eklampsia

28

4. Lain-lain:

a. Antipiretika a.i suhu rectal > 38,5 oC, Xylomidon 2 ml dan atau kompres.

b. Antibiotika kalau ada indikasi

c. Analgetika a.i kesakitan/gelisah: 50-75 mg pethidin < 2 jam sblm janin lahir

D. Pengobatan obstetrik

Cara pengakhiran kehamilan/persalinan

1. Belum inpartu:

a. Induksi persalinan:

i. amniotomi

ii. drip oksitosin dg syarat skor Bhisop 5

b. Seksio sesar bila:

i. syarat drip oksitosin tak terpenuhi

ii. 12 jam sejak drip oksitosin belum masuk fase aktif

iii. pada primipara cendrung seksio sesar

2. Inpartu:

a. Kala I : - fase laten tunggu 6 jam, tetap fase laten seksio sesar

- fase aktif: amniotomi + drip oksitosin

6 jam pembukaan tidak lengkap seksio sesar

b. Kala II: Tindakan dipercepat sesuai dg syarat yg dipenuhi

II. Perawatan konservatif

A. Indikasi perawatan konservatif

Bila terdapat keadaan:

1. Kehamilan < 37 minggu

2. Keadaan janin baik

3. Tidak ada impending eklampsia

B. Pengobatan medisinalis

1. Awal diberikan 8 g MgSO4 40 % im bokong kanan-bokong kiri dilanjutkan dg 4 g im tiap 6

jam

2. Bila ada perbaikan atau tetap teruskan 24 jam

3. Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan diteruskan sbb:

a. Diberikan tablet luminal 3 x 30-60 mg

b. Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg

C. Pengobatan obstetrik

1. Observasi dan evaluasi sama dg perawatan aktif, hanya tidak dilakukan pengakhiran

kehamilan

2. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan selambat-

lambatnya 24 jam.

D. Lebih dari 24 jam tak ada perbaikan maka perawatan konservatif dianggap gagal dan dilakukan

terminasi kehamilan.

E. Penderita boleh pulang bila:

1. Penderita sudah mencapai perbaikan dg tanda-tanda preeklampsia ringan, perawatan

dilanjutkan hingga 3 hari lagi.

2. Bila selama 3 hari keadaan tetap baik (tanda-tanda preeklampsia ringan) maka penderita bisa

dipulangkan.