Candidiasis Oral

35
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rongga mulut manusia terdapat banyak flora normal. Flora normal tersebut dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit, namun bila terjadi gangguan sistem imun maupun perubahan keseimbangan flora normal mulut, maka flora normal tersebut dapat menjadi patogen. Salah satu flora normal yang dapat dijumpai dalam rongga mulut yaitu jamur Kandida. Candida adalah anggota flora normal terutama saluran pencernaan, juga selaput mukosa saluran pernafasan, vagina, uretra, kulit dan dibawah jari-jari kuku tangan dan kaki (Medicastore, 2010). Di tempat-tempat ini ragi dapat menjadi dominan dan menyebabkan keadaan keadaan patologik ketika daya tahan tubuh menurun baik secara local maupunsistemik. Sebenarnya Kandida pada rongga mulut individu yang sehat merupakan organisme komensal yang hidup bersama dengan mikrobial flora mulut

description

Candidiasis Oral

Transcript of Candidiasis Oral

Page 1: Candidiasis Oral

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rongga mulut manusia terdapat banyak flora normal. Flora

normal tersebut dalam keadaan normal tidak menimbulkan penyakit, namun

bila terjadi gangguan sistem imun maupun perubahan keseimbangan flora

normal mulut, maka flora normal tersebut dapat menjadi patogen. Salah satu

flora normal yang dapat dijumpai dalam rongga mulut yaitu jamur Kandida.

Candida adalah anggota flora normal terutama saluran pencernaan, juga

selaput mukosa saluran pernafasan, vagina, uretra, kulit dan dibawah jari-jari

kuku tangan dan kaki (Medicastore, 2010). Di tempat-tempat ini ragi dapat

menjadi dominan dan menyebabkan keadaan keadaan patologik ketika daya

tahan tubuh menurun baik secara local maupunsistemik. Sebenarnya Kandida

pada rongga mulut individu yang sehat merupakan organisme komensal yang

hidup bersama dengan mikrobial flora mulut dalam keadaan seimbang. Tetapi,

jika terjadi gangguan pada keseimbangan antara Kandida dengan anggota

mikrobial mulut lainnya, maka organisme ini dapat berproliferasi,

berkolonisasi, menginvasi jaringan dan menghasilkan infeksi oportunistik

yang dikenal sebagai kandidiasis oral.

Kandidiasis oral pertama sekali dikenalkan oleh Hipocrates pada tahun

377 SM, yang melaporkan adanya lesi oral yang kemungkinan disebabkan

oleh genus Kandida. Terdapat 150 jenis jamur dalam famili Deutromycetes,

dan tujuh diantaranya ( C.albicans, C. tropicalis, C. parapsilosi, C. krusei, C.

kefyr, C. glabrata, dan C. guilliermondii ) dapat menjadi patogen, dan C.

Page 2: Candidiasis Oral

2

albican merupakan jamur terbanyak yang terisolasi dari tubuh manusia

sebagai flora normal dan penyebab infeksi oportunistik.Terdapat sekitar 30-

40% Kandida albikan pada rongga mulut orang dewasa sehat, 45% pada

neonatus, 45-65% pada anak-anak sehat, 50-65% pada pasien yang memakai

gigi palsu lepasan, 65-88% pada orang yang mengkonsumsi obat-obatan

jangka panjang, 90% pada pasien leukemia akut yang menjalani kemoterapi,

dan 95% pada pasien HIV/AIDS.

Kandidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut

berupa lesi merah dan lesi putih yang disebabkan oleh jamur jenis Kandida sp,

dimana Kandida albikan merupakan jenis jamur yang menjadi penyebab

utama (Anonim, 2011). Kandidiasis oral merupakan salah satu penyakit

jaringan lunak mulut yang mulai banyak ditemukan, terutama sekali

disebabkan karena kemajuan ilmu pengetahuan yang menghasilkan berbagai

obat baru seperti antibiotik spektrum luas dan karena gangguan sistem

kekebalan seperti penderita HIV/AIDS atau penderita kanker yang menjalani

kemoterapi.

Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya gangguan

keseimbangan antara Kandida dengan mikrobial lainnya, seperti pada keadaan

xerostomia, pemakaian gigi palsu, merokok, penyakit sistemik seperti

diabetes, kondisi imunosupresif seperti HIV, keganasan seperti leukemia,

defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan seperti antibiotik spektrum luas

dalam jangka waktu lama, kortikosteroid. Kandidiasis oral dapat menyerang

semua umur, baik pria maupun wanita. Meningkatnya prevalensi infeksi

Kandida albikan ini dihubungkan dengan kelompok penderita HIV/AIDS,

penderita yang menjalani transplantasi dan kemoterapi maligna. Odds dkk

Page 3: Candidiasis Oral

3

( 1990 ) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dari 6.545 penderita

HIV/AIDS, sekitar 44.8% adalah penderita kandidiasis.

Page 4: Candidiasis Oral

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kandidiasis Oral

2.1 Definisi

Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik pada rongga mulut

yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari jamur Kandida terutama

Kandida albikan. Kandida merupakan organisme komensal normal yang

banyak ditemukan dalam rongga mulut dan membran mukosa vagina. Dalam

rongga mulut, Kandida albikan dapat melekat pada mukosa labial, mukosa

bukal, dorsum lidah, dan daerah palatum. Selain Kandida albikan, ada 10

spesies Kandida yang juga ditemukan yaitu C.tropicalis, C.parapsilosis,

C.krusei, C.kefyr, C. glabrata, dan C.guilliermondii, C.pseudotropicalis,

C.lusitaniae, C.stellatoidea, dan C.dubliniensis, dengan C.albikan yang paling

dominan dijumpai dan paling berperan dalam menimbulkan kandidiasis oral.

Kandidiasis oral dapat menyerang semua usia baik usia muda, usia tua dan

pada penderita defisiensi imun seperti AIDS.15 Pada pasien HIV/AIDS,

Kandida albikan ditemukan paling banyak yaitu sebesar 95%.

Gambar 1 Kandidiasis Oral

Page 5: Candidiasis Oral

5

2.2 Epidemiologi

Kandidiasis oral dapat menyerang semua umur, baik pria maupun

wanita. Meningkatnya prevalensi infeksi Candida albicans ini dihubungkan

dengan kelompok penderita HIV/AIDS, penderita yang menjalani

transplantasi dan kemoterapi maligna. Odds dkk ( 1990 ) dalam penelitiannya

mengemukakan bahwa dari 6.545 penderita HIV/AIDS, sekitar 44.8% adalah

penderita kandidiasis. Insidens Kandida albikan dalam rongga mulut

dilaporkan 45% pada neonatus, 45-65% pada anak sehat, 30-45% pada orang

dewasa sehat, 50-65% pada pemakai gigi tiruan lepasan, 65-88% pada orang

yang mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang, 90 % pada pasien leukemia

akut yang menjalani kemoterapi, dan 95% pada pasien HIV/AIDS.

2.3 Etiologi

Kandidiasis oral merupakan suatu infeksi jamur yang umumnya

disebabkan oleh jamur Kandida albikan. Faktor predisposisi terjadinya

kandidiasis oral terdiri atas faktor lokal dan sistemik.

Faktor lokal penyebab terjadinya kandidiasis oral:

- Penggunaan gigi tiruan : Penggunaan gigi tiruan dapat memberikan

lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan jamur Kandida yaitu

lingkungan dengan pH yang rendah, sedikit oksigen, dan keadaan anaerob.

Sebanyak 65% orang tua yang menggunakan gigi tiruan penuh rahang atas

menderita infeksi Candida, hal ini dikarenakan pH yang rendah,

lingkungan anaerob dan oksigen yang sedikit mengakibatkan Candida

albicans tumbuh pesat

Page 6: Candidiasis Oral

6

- Xerostomia : Xerostomia merupakan suatu kondisi dimana mulut

terasa kering. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya produksi saliva,

penggunaan obat-obatan (obat antihipertensi), terapi radiasi dan

kemoterapi.

- Kebiasaan merokok : Adanya kebiasaan merokok dapat menyebabkan

iritasi kronis dan panas yang mengakibatkan perubahan vaskularisasi dan

sekresi kelenjar liur. Seperti yang diketahui, di dalam saliva terdapat

komponen anti Kandida seperti lisozim, histatin, laktoferin, dan

calprotectin, sehingga apabila produksi saliva berkurang seperti pada

keadaan xerostomia dan perokok, maka Kandida dapat mudah

berkembang.

- Malnutrisi / malabsorpsi (defisiensi besi, asam folat atau vitamin)

- Acidic saliva / diet kaya karbohidrat

- Oral epithelial dysplasia

- Kebersihan mulut dan gigi yang jelek

- Terapi antibiotika jangka panjang

Faktor sistemik penyebab terjadinya kandidiasis oral :

- Faktor yang mengubah status kekebalan ;

a) Orang tua / bayi / kehamilan.

Orangtua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status imunologi

yang tidak sempurna.

b) Penyakit keganasan

c) Infeksi HIV / gangguan imunodefisiensi lainnya

d) Kelainan endokrin (hipotiroid atau hipoparatiroid, diabetes melitus,

hipoadrenalism)

Page 7: Candidiasis Oral

7

e) Terapi kortikosteroid

- Kemoterapi

- Radioterapi

2.4 Faktor Resiko

Pada orang yang sehat, Kandida albikan umumnya tidak menyebabkan

masalah apapun dalam rongga mulut, namun karena berbagai faktor, jamur

tersebut dapat tumbuh secara berlebihan dan menginfeksi rongga mulut.

Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Patogenitas Jamur

Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi

Kandida adalah adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa, dan

produksi enzim ekstraseluler. Adhesi merupakan proses melekatnya sel

Kandida ke dinding sel epitel host. Perubahan bentuk dari ragi ke hifa

diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan Kandida

terhadap sel host. Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyc

proteinase juga sering dihubungkan dengan patogenitas Kandida albikan.

b. Faktor host

Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor

sistemik. Termasuk faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi kelenjar ludah

yang dapat menurunkan jumlah saliva. Saliva penting dalam mencegah

timbulnya kandidiasis oral karena efek pembilasan dan antimikrobial protein

yang terkandung dalam saliva dapat mencegah pertumbuhan berlebih dari

Kandida, itu sebabnya kandidiasis oral dapat terjadi pada kondisi Sjogren

syndrome, radioterapi kepala dan leher, dan obat-obatan yang dapat

Page 8: Candidiasis Oral

8

mengurangi sekresi saliva. Pemakaian gigi tiruan lepasan juga dapat menjadi

faktor resiko timbulnya kandidiasis oral. Sebanyak 65% orang tua yang

menggunakan gigi tiruan penuh rahang atas menderita infeksi Kandida, hal ini

dikarenakan pH yang rendah, lingkungan anaerob dan oksigen yang sedikit

mengakibatkan Kandida tumbuh pesat. Selain dikarenakan faktor lokal,

kandidiasis juga dapat dihubungkan dengan keadaan sistemik, yaitu usia,

penyakit sistemik seperti diabetes, kondisi imunodefisiensi seperti HIV,

keganasan seperti leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan

seperti antibiotik spektrum luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid, dan

kemoterapi.

2.5 Patofisiologi

Adapun mekanisme infeksi Kandida Albikan pada sel inang sangat

kompleks. Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenesis dan proses

infeksi adalah adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa

(morfogenesis) dan produksi enzim hidrolitik ekstraseluler. Adhesi merupakan

proses melekatnya sel Kandida albikan ke sel inang. Perubahan bentuk dari

ragi ke hifa berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan Kandida

terhadap sel inang yang diikuti pembentukan lapisan biofilm sebagai salah

satu cara spesies Kandida untuk mempertahankan diri dari obat antifungi. Ada

keyakinan bahwa bentuk hifa adalah invasif dan patogen, sedangkan bentuk

ragi tidak bersifat patogen. Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti

aspartyl proteinase juga sering dihubungkan dengan patogenitas Kandida

albikan.

Page 9: Candidiasis Oral

9

2.6 Klasifikasi

Secara umum, kandidiasis oral dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok,

yaitu:

1. Akut, dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut (Thrush)

Kandidiasis pseudomembranosus akut yang disebut juga

sebagai thrush, pertama sekali dijelaskan kandidiasis ini tampak

sebagai plak mukosa yang putih, difus, bergumpal atau seperti beludru,

terdiri dari sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur, dapat dihapus

meninggalkan permukaan merah dan kasar. Pada umumnya dijumpai

pada mukosa pipi, lidah, dan palatum lunak. Penderita kandidiasis ini

dapat mengeluhkan rasa terbakar pada mulut. Kandidiasis seperti ini

sering diderita oleh pasien dengan sistem imun rendah, seperti

HIV/AIDS, pada pasien yang mengkonsumsi kortikosteroid, dan

menerima kemoterapi. Diagnosa dapat ditentukan dengan pemeriksaan

klinis, kultur jamur, atau pemeriksaan mikroskopis secara langsung

dari kerokan jaringan.

Gambar 2. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut pada lidah dan mukosa bukal pasien

Page 10: Candidiasis Oral

10

b. Kandidiasis Atropik Akut

Kandidiasis jenis ini membuat daerah permukaan mukosa oral

mengelupas dan tampak sebagai bercak-bercak merah difus yang rata.

Infeksi ini terjadi karena pemakaian antibiotik spektrum luas, terutama

Tetrasiklin, yang mana obat tersebut dapat mengganggu keseimbangan

ekosistem oral antara Lactobacillus acidophilus dan Kandida albikan.

Antibiotik yang dikonsumsi oleh pasien mengurangi populasi

Lactobacillus dan memungkinkan Kandida tumbuh subur. Pasien yang

menderita Kandidiasis ini akan mengeluhkan sakit seperti terbakar.

Gambar 3. Kandidiasis Atropik Akut

2. Kronik, dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

a. Kandidiasis Atropik Kronik (Denture Stomatitis / alergi gigi tiruan)

Disebut juga “denture stomatitis” atau “alergi gigi tiruan”.

Mukosa palatum maupun mandibula yang tertutup basis gigi tiruan

akan menjadi merah, kondisi ini dikategorikan sebagai bentuk dari

infeksi Kandida.6,18 Kandidiasis ini hampir 60% diderita oleh

pemakai gigi tiruan terutama pada wanita tua yang sering memakai

gigi tiruan selagi tidur.

Page 11: Candidiasis Oral

11

Gambar 4. Kandidiasis Atropik Kronik

b. Kandidiasis Hiperplastik Kronik

Infeksi jamur timbul pada mukosa bukal atau tepi lateral lidah

berupa bintik-bintik putih yang tepinya menimbul tegas dengan

beberapa daerah merah. Kondisi ini dapat berkembang menjadi

displasia berat atau keganasan, dan kadang disebut sebagai Kandida

leukoplakia. Bintik-bintik putih tersebut tidak dapat dihapus, sehingga

diagnosa harus ditentukan dengan biopsi. Kandidiasis ini paling sering

diderita oleh perokok.

Gambar 5. Kandidiasis Hiperplastik Kronik

c. Median Rhomboid Glositis

Median Rhomboid Glositis adalah daerah simetris kronis di

anterior lidah ke papila sirkumvalata, tepatnya terletak pada duapertiga

Page 12: Candidiasis Oral

12

anterior dan sepertiga posterior lidah. Gejala penyakit ini asimptomatis

dengan daerah tidak berpapila.

Gambar 6. Median Rhomboid Glositis

3. Keilitis Angularis

Keilitis angularis merupakan infeksi Kandida albikan pada sudut

mulut, dapat bilateral maupun unilateral. Sudut mulut yang terkena infeksi

tampak merah dan pecah-pecah, dan terasa sakit ketika membuka mulut.

Keilitis angularis ini dapat terjadi pada penderita defisiensi vitamin B12 dan

anemia defisiensi besi.

Gambar 7. Angular Cheilitis

2.7 Diagnosis

Diagnosa yang tepat diperoleh dari pemeriksaan yang teliti.

Diagnosa kandidiasis oral yang dapat dilakukan meliputi anamnesa,

Page 13: Candidiasis Oral

13

pemeriksaan klinis, dan pemeriksaaan penunjang seperti pemeriksaan

sitologi eksfoliatif, metode kultur swab, uji saliva, dan biopsi.

Berdasarkan hasil anamnesa dapat diperoleh informasi mengenai

keadaan rongga mulut yang dialami pasien. Pasien yang menderita

kandidiasis oral bisa mempunyai keluhan terhadap keadaan rongga

mulutnya, namun ada juga yang tidak menyatakan adanya keluhan pada

rongga mulutnya. Keluhan yang bisa terjadi pada kandidiasis oral seperti

adanya rasa tidak nyaman, rasa terbakar, rasa sakit, dan pedih pada rongga

mulut. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan melihat gambaran klinis lesi

yang terdapat pada rongga mulut. Gambaran klinis kandidiasis oral yang

terlihat bisa berbeda-beda sesuai dengan tipe kandidiasis yang terjadi pada

rongga mulut pasien. Di samping itu, pemeriksaan penunjang seperti

pemeriksaan sitologi eksfoliatif, kultur swab, uji saliva, dan biopsi sangat

diperlukan dalam mendukung diagnosa kandidiasis oral.

2.8 Penatalaksanaan

Perawatan Candidiasis oral yaitu dengan menjaga kebersihan rongga

mulut, memberi obat-obatan antifungal baik lokal maupun sistemik, dan

berusaha menanggulangi faktor predisposisi, sehingga infeksi jamur dapat

dikurangi. Terdapat dua jenis obat antifungal, yaitu pemberian obat antifungal

secara topikal dan sistemik.

Penanggulangan faktor predisposisi meliputi pembersihan dan penyikatan

gigi tiruan secara rutin dengan menggunakan cairan pembersih, seperti

Klorheksidin, mengurangi rokok dan konsumsi karbohidrat, mengunyah

permen karet bebas gula untuk merangsang pengeluaran saliva, menunda

pemberian antibiotik dan kortikosteroid, menangani penyakit yang dapat

Page 14: Candidiasis Oral

14

memicu kemunculan Candidiasis seperti penanggulangan penyakit diabetes,

HIV, dan leukemia.

Pengobatan farmakologis kandidiasis oral dikelompokkan dalam tiga

kelas agen antifungal yaitu: polyenes, azoles, dan echinocandins. Antifungal

Polyenes mencakup Amphotericin B dan Nystatin. Amphotericin B dihasilkan

oleh Streptomyces nodosus dan memiliki aktivitas anti jamur yang luas. Di

samping keuntungannya, antifungal ini dapat menimbulkan efek nefrotoksik.

Obat antifungal lain yang sekarang banyak digunakan adalah Nystatin. Azoles

dibagi dalam dua kelompok yaitu imidazoles dan triazoles. Azoles akan

menghambat ergosterol yang merupakan unsur utama sel membran jamur.

Dapat juga diberikan Clotrimazole tablet 10 mg 5 kali sehari, fluconazole

100–200 mg perhari, solutio Itraconazole 200 mg perhari atau posaconazole

400 mg qd atau voriconazole 200 mg bid. Sedangkan, Caspofungin termasuk

golongan antifungal echinocandins yang digunakan untuk pengobatan

terhadap infeksi jamur Kandida dan spesies aspergillus.

2.9 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan kandidiasis oral,

yaitu:

- Pada pasien dengan defisiensi imun seperti HIV/AIDS mudah terjadi

infeksi candida sistemik yang dapat menyerang saluran pencernaan, paru,

hepar dan katup jantung

- Pasien dengan imunodefisiensi dengan kandidiasis dapat merasakan

disfagia

Page 15: Candidiasis Oral

15

- Infeksi dapat menyebar ke usus halus yang menyebabkan absorbsi

makanan inadekuat (malabsorbsi)

2.10 Prognosis

Kandidiasis adalah infeksi superfisial dari lapisan atas epitelium

mukosa mulut, jika tidak ditatalaksana dengan baik dapat berkembang

menjadi kandidal leukoplakia yang bersifat pra-ganas, kemudian menjadi

karsinoma sel skuamosa yang bersifat ganas. Kandidiasis dapat juga

berkembang menjadi infeksi sistemik melalui aliran getah bening yang

menyerang organ vital seperti ginjal, paru-paru, otak dan dinding pembuluh

darah yang bersifat fatal. Secara umum, prognosis kandidiasis oral

tergantung dari penyakit sistemik yang diderita pasien. Dengan pengobatan

yang adekuat prognosis nya adalah baik.

B. HIV/AIDS

2.1 Definisi

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang

menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS.

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang

berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh

yang disebabkan infeksi virus HIV.

Page 16: Candidiasis Oral

16

2.2 Etiologi

HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas

menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki

CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel

limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan

berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan

dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan

sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Virus HIV

diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini

secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim

reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk

manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri

dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2.

Gambar 8. Struktur Anatomi Virus HIV

2.3 Epidemiologi

Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan dari Bali pada bulan

April tahun 1987. Penderitanya adalah seorang wisatawan Belanda yang

meninggal di RSUP Sanglah akibat infeksi sekunder pada paru-parunya.

Sampai akhir Desember 2008, jumlah kasus sudah mencapai 16.110 kasus

AIDS dan 6.554 kasus HIV. Sedangkan jumlah kematian akibat AIDS yang

Page 17: Candidiasis Oral

17

tercatat sudah mencapai 3.362 orang. Dari seluruh penderita AIDS tersebut,

12.061 penderita adalah laki-laki dengan penyebaran tertinggi melalui

hubungan seks.

2.4 Patofiosiologi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus

penyebab AIDS. HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual, secara

vertikal dan melalui penggunaan jarum suntik bergantian. Setelah virus masuk

dalam tubuh maka target utamanya adalah limfosit CD4 karena virus

mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Virus ini mempunyai

kemampuan untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA

dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase. Limfosit CD4

berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting.

Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang

progresif. Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi

mukosa dan viremia permulaan yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu.

Selama masa ini, virus tersebar luas ke seluruh tubuh dan mencapai organ

limfoid. Pada tahap ini telah terjadi penurunan jumlah sel-T CD4. Respon

imun terhadap HIV terjadi 1 minggu sampai 3 bulan setelah infeksi, viremia

plasma menurun, dan level sel CD4 kembali meningkat namun tidak mampu

menyingkirkan infeksi secara sempurna. Masa laten klinis ini bisa berlangsung

selama 10 tahun. Selama masa ini akan terjadi replikasi virus yang meningkat.

Akhirnya pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan penyakit

klinis yang nyata seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virus yang

lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih

Page 18: Candidiasis Oral

18

lanjut. Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi

penurunan daya tahan tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga

beberapa jenis mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian tubuh

tertentu. Bahkan mikroorganisme yang selama ini komensal bisa jadi ganas

dan menimbulkan penyakit.

2.5 Diagnosis

2.5.1 Anamnesa

Virus HIV terutama berada di dalam cairan tubuh manusia.

HIV dapat ditularkan melaui darah, cairan sperma, cairan vagina

dan air susu ibu. Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai

cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah atau sekret yang

infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan

pemberian ASI. Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara

dimana HIV tidak dapat ditularkan antara lain: kontak fisik,

memakai barang milik penderita, digigit nyamuk maupun serangga

dan binatang lainnya, mendonorkan darah bagi orang yang sehat

tidak dapat tertular HIV.

Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu

gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum

terjadi):

Gejala mayor:

a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan

b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

Page 19: Candidiasis Oral

19

d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis

e. Demensia/ HIV ensefalopati

Gejala minor:

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan

b. Dermatitis generalisata

c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang

d. Kandidias orofaringeal

e. Herpes simpleks kronis progresif

f. Limfadenopati generalisata

g. Retinitis virus Sitomegalo

WHO (1990) menetapkan stadium-stadium pada pasien yang

terinfeksi HIV:

a. Stadium I : infeksi HIV asimptomatik dan tidak dikategorikan

sebagai AIDS

b. Stadium II : termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan

radang saluran pernapasan atas yang berulang

c. Stadium III : termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan

selama > 1bulan, infeksi bakteri parah dan tuberkulosis

d. Stadium IV : termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis

esofagus,trakea,bronkus atau paru-paru dan sarkoma kaposi yang

merupakan indikator AIDS.

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Page 20: Candidiasis Oral

20

Pada pasien dengan HIV/AIDS, dapat ditemukan beberapa

tanda khas sesuai dengan gejala klinis yang timbul. Pada paru

dapat ditemukan infiltrat atau cavitas akibat batuk lama yang

diderita. Keadaan umum pasien dapat menurun sampai lemah.

Pada mukosa mulut dapat ditemukan lesi keputihan yang nyeri saat

menelan (kandidiasis oral). Tetapi, tidak menutup kemungkinan

dapat ditemukan tanda-tanda lain pada pemeriksaan fisik sesuai

dengan keparahan penyakit.

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien

HIV/AIDS yaitu darah lengkap, fotothorax. Untuk memastikan

seseorang terinfeksi virus HIV atau tidak dapat dilakukan

pemeriksaan CD4. Dimana pada pasien HIV kadarnya kurang

dari normal. (N= 1400-1500). Apabila fasilitas dan biaya

mencukupi dapat dilakukan tes serologis yaitu tes HIV-DNA,

HIV-RNA, PCR.

2.6 Penatalaksanaan

Pengobatan pada pasien HIV dapat dilakukan dengan perbaikan

keadaan umum, pemberian antibiotik untuk infeksi opportunistik, dan terapi

yang spesifik untuk menanggulangi virus HIV dapat diberikan

antiretroviral seperti nucleoside reverse transkriptase inhibitor (lamivudin,

abacavir, didanosin), non nucleoside reverse transcriptase inhibitor

(evafirenz, etravirin, nevirapin) dan inhibitor protease (lopinavir, indinavir,

Page 21: Candidiasis Oral

21

fosamprenavir). Obat-obat ini hanya berperan dalam menghambat replikasi

virus tetapi tidak bisa menghilangkan virus yang telah berkembang.

2.7 Komplikasi

- Komplek demensia AIDS

- Toxoplasmosis

- Leukoensefalopati multifokal progresif

- Sarkoma kaposi

- Infeksi oportunitis lainnya

2.8 Prognosis

Sepuluh tahun setelah infeksi HIV, 50% penderita mengalami AIDS.

Bila tidak diatasi dengan segera, prognosis AIDS buruk karena virus HIV

menginfeksi sistem imun terutama sel CD4 menimbulkan destruksi sel

sehingga pada pasien dengan HIV rentan mengalami penyakit infeksi

oportunis.

Page 22: Candidiasis Oral

22

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kandida merupakan mikroorganisme normal yang terdapat pada

mukosa dan kulit. Akan tetapi kandida dapat menjadi agen infeksius

oportunistik bila terjadi perubahan pada mukosa dan kulit akibat timbulnya

faktor predisposisi. Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik pada

rongga mulut yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari jamur

Kandida terutama Kandida albikan.

Kandidiasis oral dapat menyerang semua usia baik usia muda, usia tua

dan pada penderita defisiensi imun seperti AIDS.15 Pada pasien HIV/AIDS,

Kandida albikan ditemukan paling banyak yaitu sebesar 95%. Faktor

predisposisi terjadinya kandidiasis oral terdiri atas faktor lokal dan sistemik.

Faktor lokal mencakup xerostomia,penggunaan gigi tiruan,merokok,

kebersihan gigi dan rongga mulut jelek, diet tinggi karbohidrat, penggunaan

steroid dan antibiotik jangka lama. Faktor sistemik mencakup defisiensi imun

seperti HIV/AIDS, diabetes melitus, keganasan dan kemoterapi.

Klasifikasi kandidiasis oral dapat dibagi menjadi 3, yaitu: akut,kronis,

dan keilitis angularis. Penatalaksaan kandidiasis oral meliputi higienitas gigi

dan rongga mulut, obat-obatan antifungal baik lokal maupun sistemik, dan

berusaha menanggulangi faktor predisposisi. Komplikasinya dapat berubaha

infeksi kandida sistemik sedangkan prognosisnya tergantung dari penyakit

sistemik pasien.

Page 23: Candidiasis Oral

23

DAFTAR PUSTAKA

Akpan A, Morgan R. 2008 ; Review Oral Candidiasis. Available at

http://www.postgradmedj.com/31/04/2012 [Diakses : 2 Oktober 2014]

Arayu S, Ummami R, Nuraniyati N, Mulyati KR, 2008 ; Diagnosa dan Identifikasi

Candidiasis. http://www.adasidna.blogspot.com/06/03/2010/candidiasis-diagnosa-dan-

identi. [Diakses : 2 Oktober 2014]

Lewis, Michael AO, Lamey PH. 1998. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut (Clinical Oral

Medicine). ed 1. Widya Medika. Page 39-42

Ningsih, W, Sigit CR. 2010. Manifestasi klinis dan identifikasi spesies penyebab kandidiasis

oral pada pasien hiv/aids rsud dr. soetomo surabaya. BERKALA Ilmu Kesehatan Kulit

dan Kelamin. Page 22(1):11-6

Rasmaliah, 2001. Epidemiologi HIV/AIDS dan Penanggulangannya. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara, USU. Digitalized Library : 1 – 7. Available

from: http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmaliah3.pdf [Diakses : 2 Oktober

2014]

Depkes RI. 2010. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia sampai September 2009 Direktorat

Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan. Jakarta : Depkes

RI