Case Candidiasis Oral

60
Laporan Kasus MANIFESTASI KLINIS ORAL PASIEN DIABETES MELLITUS Disusun Oleh: Michael Sintong H. Purba, S. Ked 04084821618214 Elsa Tamara Saragih, S. Ked 04084821628216 Pembimbing: drg. Billy Sujatmiko, Sp.KG DEPARTEMEN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

Transcript of Case Candidiasis Oral

Laporan Kasus

MANIFESTASI KLINIS ORAL PASIEN DIABETES

MELLITUS

Disusun Oleh:

Michael Sintong H. Purba, S. Ked 04084821618214

Elsa Tamara Saragih, S. Ked 04084821628216

Pembimbing:

drg. Billy Sujatmiko, Sp.KG

DEPARTEMEN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

2016

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul

MANIFESTASI KLINIS ORAL PASIEN DIABETES MELLITUS

Oleh:

Oleh:

Michael Sintong H. Purba, S. Ked 04084821618214

Elsa Tamara Saragih, S. Ked 04084821628216

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat mengikuti ujian

Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Keedokteran Gigi Fakultas Kedokteran

Univesitas Sriwijaya periode 25 April 2016– 11 Mei 2016

Palembang, Mei 2016

drg. Billy Sujatmiko, Sp.KG

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Manifestasi

Oral Pasien Diabetes Mellitus” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti

Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada drg. Billy

Sujatmiko, Sp.KG selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan

kasus ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dokter muda

dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih

banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan

kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Demikianlah penulisan

laporan ini, semoga bermanfaat, amin.

Palembang, Mei 2016

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... iv

BAB I. LAPORAN KASUS.......................................................................................1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................5

2.1 Anatomi Rongga Mulut dan Gigi......................................................................5

2.1.1 Rongga Mulut...........................................................................................5

2.1.2 Gigi dan Komponennya............................................................................8

2.2 Kalkulus...........................................................................................................11

2.2.1 Pengertian Kalkulus................................................................................11

2.2.2 Klasifikasi Kalkulus................................................................................12

2.2.3 Komposisi Plak dan Kalkulus.................................................................13

2.2.4 Proses Pembentukan Plak dan Kalkulus.................................................14

2.3 Mobilitas Gigi..................................................................................................15

2.3.1 Mobilitas Patologis.................................................................................16

2.3.2 Migrasi Patologis....................................................................................17

2.3.3 Patogenesis..............................................................................................18

2.3.4 Melemahnya Dukungan Periodontal.......................................................18

2.4 Kandidiasis Oral...............................................................................................19

2.4.1 Defenisi...................................................................................................19

2.4.2 Etiologi....................................................................................................19

2.4.3 Patogenesis..............................................................................................19

2.4.4 Faktor Predisposisi..................................................................................20

2.4.5 Klasifikasi...............................................................................................21

2.4.6 Gejala Klinis...........................................................................................21

2.4.3 Pemeriksaan Laboratorium.....................................................................25

BAB III. ANALISIS MASALAH............................................................................26

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................32

BAB I

STATUS PASIEN1.1 Identifikasi Pasien

Nama : Ny. SBU

Umur : 63 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Alamat : Jl. Urip Sumoharjo No. 87 RT 16 RW 04

Palembang

Kebangsaan : Indonesia

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : Sekolah Dasar

Ruangan : Yasmin B

MRS : 21-04-2016

1.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama:

Konsul dari bagian Penyakit Dalam RSMH untuk mencari kelainan

gigi dan mulut.

b. Keluhan Tambahan:

Pasien mengeluh sering nyeri gigi.

c. Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak ± 1 minggu yang lalu pasien dirawat di bagian Penyakit

Dalam RSMH dan didiagnosis diabetes melitus tipe 2 dan anemia.

Pasien di konsultasikan ke bagian Gigi dan Mulut untuk mencari ada

tidaknya kelainan gigi dan mulut. Pasien juga mengeluh giginya

goyang. Gigi mulai terasa goyang sejak ± 2 minggu yang lalu,

dirasakan saat mengunyah. Bau mulut ada, bau tercium busuk,

terutama saat bangun tidur. Riwayat nyeri gigi disangkal. Pasien

mengaku tidak pernah kontrol kesehatan gigi mulut ke dokter gigi.

d. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik

Penyakit atau Kelainan Sistemik Ada Disangkal

Alergi : debu, dingin √

Penyakit Jantung √

Penyakit Tekanan Darah Tinggi √

Penyakit Diabetes Melitus √

Penyakit Kelainan Darah √

Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H √

Kelainan Hati Lainnya √

HIV/ AIDS √

Penyakit Pernafasan/paru √

Kelainan Pencernaan √

Penyakit Ginjal √

Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah √

Epilepsi √

e. Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya

Riwayat trauma (-)

Riwayat cabut gigi (-)

Riwayat tumpat gigi (-)

Riwayat membersihkan karang gigi (-)

f. Riwayat Kebiasaan

Pasien menggosok gigi 1-2 kali sehari

1.3 Pemeriksaan Fisik (Sabtu, 28-04-2016, pukul 14.30 WIB)

a. Status Umum Pasien

1. Keadaan Umum Pasien : Tampak sakit sedang.

2. Kesadaran : Compos mentis.

3. Berat Badan : 58 kg

4. Tinggi Badan : 150 cm

5. Vital Sign

- Tekanan Darah : 120/70 mmHg

- Nadi : 83x/menit

- Respiration rate : 21x/menit

- Temperatur : 36,20C

b. Pemeriksaan Ekstra Oral

- Wajah : Simetris.

- Bibir : Tidak ada kelainan.

- KGB : KGB servikal dan submandiularis kanan dan kiri tidak

teraba dan

tidak terasa sakit.

- TMJ : Dalam batas normal.

c. Pemeriksaan Intra Oral

- Mukosa bukal : Tidak ada kelainan

- Mukosa palatum : Tidak ada kelainan

- Mukosa labial : Tidak ada kelainan

- Palatum : Tidak ada kelainan

- Torsus palantinus : (-)

- Torsus mandibularis : (-)

- Lidah : Tampak plak putih kekuningan di

dorsal lidah.

- Gingiva : Tidak ada kelainan

- Malposisi : (-)

- Maloklusi : (-)

- Kalkulus : (+) Regio A, B, C, D, E, F

- Atrisi : (-)

- Hubungan rahang : Ortognati

d. Odontogram

e. Status Lokalis

Gigi Lesi CE Sondase Perkusi Palpasi Diagnosis/ ICD Terapi

16 TD TD TD - - Mobility gr. 3 Pro Eksraksi

24 TD TD TD - - Mobility gr. 3 Pro Eksraksi

25 TD TD TD - - Mobility gr. 3 Pro Eksraksi

f. Temuan

a. Kalkulus supragingiva

b. Mobility gr. 3 gigi 16, 24, 25

c. Suspek kandidiasis oral

e. Perencanaan Terapi

a. Pro Scalling

b. Pro Ekstraksi gigi 16, 24 dan 25

Mobility gr. 3

Mobility gr. 3

Mobility gr. 3

c. Pro Swab lidah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Rongga Mulut dan Gigi

2.1.1 Rongga Mulut

Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan.

Terdiri atas dua bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibula, yaitu ruang

di antara gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga

mulut yang dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang maxilaris dan semua gigi, dan

di sebelah belakang bersambung dengan awal farinx. (Pearce, 1979).

Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai

orofaring. Atap mulut dibentuk oleh palatum durum dan mole. Di bagian

posterior palatum mole berakhir pada uvula. Lidah membentuk dasar mulut.

Pada bagian paling posterior dari rongga mulut terletak tonsil di antara

kolumna anterior dan posterior. (Swartz, 1989)

Gambar 2. 1. Rongga Mulut (Swartz, 1989)

Ada beberapa struktur dalam rongga mulut, yaitu:

a. Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah

depan tulang maksilaris. Palatum durum adalah suatu struktur tulang

berbentuk konkaf. Bagian anteriornya mempunyai lipatan-lipatan

yang menonjol, atau rugae. (Swartz, 1989)

b. Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan

menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan

selaput lendir.

Palatum mole adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah

posterior palatum durum. Tepi posterior berakhir pada uvula. Uvula

membantu menutup nasofaring selama menelan. (Swartz, 1989)

Gambar 2.2 Gigi-geligi dan tulang palatum (Pearce, 1979)

c. Tulang Alveolar

Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis

tulang kortikal. Pembuluh darah dan saraf gigi menembus tulang

alveolar ke foramen apical untuk memasuki rongga pulpa. Tulang

alveolar cukup labil dan berfungsi sebagai sumber kalsium siap

pakai untuk mempertahankan kadar darah ion ini. Setelah

hilangnya gigi permanen atau setelah periodontitis dapat terjadi

resorbsi nyata dari tulang alveolar. (Fawcett, 2002)

d. Gingiva

Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi

vestibukum dari rongga mulut dan melipat di atas permukaan luar

tulang alveolar. Saat mendekati gigi, ia menyatu dengan tepian

bawah lapis merah muda yang lebih kuat yang disebut gusi atau

gingiva, yang merupakan bagian membran mukosa yang terikat erat

pada periosteum Krista tulang alveolar. Ia dilapisi epitel berlapis

gepeng dengan banyak papilla jaringan ikat menonjol pada dasarnya.

Epitel ini berkeratin, tetapi dalam lingkungan basah ini ia tidak

memiliki stratum granulosum dan sel-sel gepeng lapis superfisialnya

tetap berinti piknotik. (Fawcett, 2002).

e. Ligamentum Periodontal.

Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat,

membentuk membrane periodontal atau ligament periodontal di

antara sementum dan tulang alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya

berjalan miring ke atas dari sementum ke tulang hingga tekanan pada

gigi menekan serat-serat yang tertanam dalam tulang. Ligamen

periodontal menahan gigi pada sakunya dan masih memungkinkan

sedikit gerak (Fawcett, 2002).

f. Pulpa.

Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan

yang membentuk papilla dentis selama perkembangan embrional.

Arteriol kecil memasuki pulpa melalui foramen apical dan cabang

kapilernya pecah dekat dasar odontoblas dan sebagian terdapat

diantaranya. Mereka ini berlanjut ke dalam vena kecil yang letaknya

lebih ke pusat pulpa. (Fawcett, 2002)

g. Lidah.

Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang

terbagi atas 2 kelompok, yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam

lidah (otot intrinsik) dan otot-otot ekstrinsik yang salah satu

ujungnya mempunyai perlekatan di luar lidah, yaitu pada tulang

rahang bawah di dasar mulut dan tulang lidah. Otot intrinsik

mempunyai serat lebih halus daripada otot ekstrinsik. Otot-otot ini

penting dalam proses mengunyah dan mengucapkan kata-kata.

Pergerakan lidah diatur oleh saraf otak ke-12. (Wibowo, 2005)

Gambar 2.3 Bagian dorsal lidah (Swartz, 1989)

g. Kelenjar ludah. Terdiri dari:

Kelenjar parotis.

Kelenjar submaksilaris.

Kelenjar subliingualis.

2.1.2 Gigi dan Komponennya

Gigi memiliki mahkota, leher, dan akar. Mahkota gigi menjulang di atas

gusi, lehernya dikelilingi gusi dan akarnya berada di bawahnya. Gigi dibuat

dari bahan yang sangat keras, yaitu dentin. Di dalam pusat strukturnya

terdapat rongga pulpa. (Pearce, 1979)

Gambar 2.4 Diagram potongan sagital gigi molar pertama bawah manusia (Fawcett,

2002)

Orang dewasa memiliki 32 gigi, 16 tertanam di dalam proses

alveolaris maksila dan 16 di dalam mandibula. Yang disebut gigi permanen

ini didahului oleh satu set sebanyak 20 gigi desidua, yang mulai muncul

sekitar 7 bulan setelah lahir dan lengkap pada umur 6-8 tahun. Gigi ini akan

tanggal antara umur enam dan tiga belas, dan diganti secara berangsur oleh

gigi permanen, atau suksedaneus. Proses penggantian gigi ini berlangsung

sekitar 12 tahun sampai gigi geligi lengkap, umumnya pada umur 18, dengan

munculnya molar ketiga atau gigi kebijakan. (Fawcett, 2002)

Semua gigi terdiri atas sebuah mahkota yang menonjol di atas gusi

atau gingival, dan satu atau lebih akar gigi meruncing yang tertanam di dalam

lubang atau alveolus di dalam tulang maksila atau mandibula. Batas antara

mahkota dan akar gigi disebut leher atau serviks. (Fawcett, 2002)

Manusia memiliki susunan gigi primer dan sekunder, yaitu:

a. Gigi primer, dimulai dari tuang diantara dua gigi depan yang terdiri dari 2

gigi seri, 1 taring, 3 geraham dan untuk total keseluruhan 20 gigi

b. Gigi sekunder, terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 2 premolar dan 3 geraham

untuk total keseluruhan 32 gigi.

Fungsi gigi adalah dalam proses matrikasi (pengunyahan).

Mengunyah ialah menggigit dan menggiling makanan di antara gigi

atas dan bawah. Gerakan lidah dan pipi membantu dengan memindah-

mindahkan makanan linak ke palatum keras dan gigi-gigi. (Pearce, 1979).

Makanan yang masuk kedalam mulut di potong menjadi bagian-bagian kecil

dan bercamput dengan saliva unutk membentuk bolus makanan yang dapat

ditelan.

Komponen-komponen gigi meliputi:

a. Email

Email gigi adalah substansi paling keras di tubuh. Ia berwarna

putih kebiruan dan hampir transparan. Sembilan puluh smebilan persen

dari beratnya adalah mineral dalam bentuk Kristal hidroksiapatit besar-

besar. Matriks organik hanya merupakan tidak lebih dari 1% massanya.

(Fawcett, 2002)

b. Dentin

Dentin terletak di bawah email, terdiri atas rongga-rongga berisi

cairan. Apabila lubang telah mencapai dentin, cairan ini akan

menghantarkan rangsang ke pulpa, sehingga pulpa yang berisi pembuluh

saraf akan menghantarkan sinyal rasa sakit itu ke otak. (Maulani, 2005).

Dentin bersifat semitranslusen dalam keadaan segar, dan berwarna agak

kekuningan. Komposisi kimianya mirip tulang namun lebih keras.

Bahannya 20% organic dan 80% anorganik. (Fawcett, 2002)

c. Pulpa

Pulpa merupakan bagian yang lunak dari gigi. Bagian atap pulpa

merupakan bentuk kecil dari bentuk oklusal permukaan gigi. Pulpa

mempunyai hubungan dengan jaringan peri- atau interradikular gigi,

dengan demikian juga dengan keseluruhan jaringan tubuh. Oleh karena

itu, jika ada penyakit pada pulpa, jaringan periodontium juga akan

terlibat. Demikian juga dengan perawatan pulpa yang dilakukan, akan

memengaruhi jaringan di sekitar gigi. (Tarigan, 2002). Bentuk pulpa

hampir menyerupai bentuk luar dari mahkota gigi, misalnya tanduk pulpa

terletak di bawah tonjol gigi. Pada gigi dengan akar lebih dari satu, akan

terbentuk lantai kamar pulpa yang mempunyai pintu masuk ke saluran

akar, disebut orifisum. Dari orifisum ke foramen apical disebut saluran

akar. Bentuk saluran akar ini sangat bervariasi, dengan kanal samping

yang beragam, selain kadang-kadang juga ditemukan kanal tambahan

(aksesori) yang ujungnya buntu, tidak bermuara ke jaringan periodontal.

(Tarigan, 2002)

Bahan dasar pulpa terdiri atas 75% air dan 25% bahan:

- Glukosaminoglikan

- Glikoprotein

- Proteoglikan

- Fibroblas sebagai sintesis dari kondroitin sulfat dan dermatan sulfat

(Tarigan, 2002)

Pulpa gigi berisi sel jaringan ikat, pembuluh darah, dan serabut

saraf (Pearce, 1979). Pada saluran akar ditemui pembuluh darah, jaringan

limfe, juga jaringan saraf, yang masuk ke rongga pulpa dan membentuk

percabangan jaringan yang teratur serta menarik. Jaringan yang memasok

darah dari pulpa, masuk dari foramen apical, tempat arteri dan vena

masuk serta keluar. Selain pembuluh darah dan jaringan limfe, jaringan

saraf masuk juga ke pulpa melalui foramen ensit. (Tarigan, 2002)

d. Sementum

Akar gigi ditutupi lapisan sementum tipis, yaitu jaringan

bermineral yang sangat mirip tulang. Melihat sifat fisik dan kimiawinya,

sementum lebih mirip tulang dari jaringan keras lain dari gigi. Ia terdiri

atas matriks serat-serat kolagen, glikoprotein, dan mukopolisakarida yang

telah mengapur. Bagian servikal dan lapis tipis dekat dentin adalah

sementum aselular. Sisanya adalah sementum selular, dimana terkurung

sel-sel mirip osteosit, yaitu sementosit, dalam ensit dalam matriks.

(Fawcett, 2002).

2.2. Kalkulus

2.2.1 Pengertian Kalkulus

Kalkulus dental adalah plak dental terkalsifikasi yang melekat ke

permukaan gigi asli maupun gigi tiruan. Biasanya kalkulus terdiri dari

plak bakteri yang telah mengalami mineralisasi. Kerusakan awal pada

margin gingiva pada penyakit periodontal adalah disebabkan oleh efek

patogenik mikroorganisme di dalam plak. Namun, efeknya bisa menjadi

lebih besar yang disebabkan oleh akumulasi kalkulus karena lebih

memberikan retensi mikroorganisme plak. Pada dasarnya,kalkulus dibagi

menjadi dua yaitu kalkulus supragingiva dan kalkulus subgingiva.

2.2.2 Klasifikasi Kalkulus

1. Kalkulus Supragingiva

Kalkulus supragingiva terletak di koronal margin gingiva.Kalkulus

biasanya berwarna putih kuningan dan keras dengan konsistensi liat dan

mudah terlepas dari permukaan gigi. Dua lokasi yang paling umum untuk

perkembangan kalkulus supragingiva adalah permukaan bukal molar

rahang atas dan permukaan lingual dari gigi anterior mandibula karena

permukaan gigi ini mempunyai self-cleansing yang

rendah. Kalkulus supragingiva paling sering terbentuk dibagian

permukaan lingual dari gigi anterior mandibular dan di permukaan bukal

dari molar pertama maksila. Kalkulus supragingiva juga dikenal sebagai

kalkulus saliva karena pembentukannya dibantu oleh saliva.

Gambar 2.5 Kalkulus Supragingiva

2. Kalkulus Subgingiva

Kalkulus subgingiva terletak di bawah margina gingiva dan oleh karena

itu, kalkulus ini tidak terlihat terutama pada pemeriksaan klinis

rutin.Lokasi dan luasnya kalkulus subgingiva dapat dievaluasi atau

dideteksi dengan menggunakan alat dental halus seperti sonde. Kalkulus

ini biasanya berwarna coklat tua atau hitam kehijauhijauan, dan

konsistensinya keras seperti batu api, dan melekat erat ke permukaan

gigi. Kalkulus subgingiva juga terbentuk dari cairan sulkular sehingga

kalkulus ini disebut dengan kalkulus serumal.

Gambar 2.6 Kalkulus Subgingiva

2.2.3 Komposisi plak dan kalkulus

Berdasarkan hasil penelitian, 20% dari plak gigi terdiri dari bahan padat

dan 80% adalah air. Tujuh puluh persen dari bahan padat ini adalah

mikroorganisme dan sisanya 30% terdiri dari bahan organik yaitu

karbohidrat, protein dan lemak dimana bahan organik yaitu kalsium,

fosfor, magnesium, potasium dan sodium.

Kalkulus supragingiva mengandung bahan organik dan anorganik.

Proposi anorganik yang mayor pada kalkulus sekitar 76% kalsium fosfat,

Ca3(PO4)2; 3% kalsium karbonat, CaCO3 dan sisanya magnesium

fosfat, Mg3(PO4)2 serta bahan lain. Persentase komponen anorganik

pada kalkulus adalah sama dengan jaringan terkalsifikasi yang lain di

dalam tubuh. Komponen anorganik mengandungi 39% kalsium, 19%

fosforus, 2% karbon dioksida dan 1% magnesium serta sisanya adalah

natrium, seng, strontium, bromin, tembaga, magnesium, tungsten, emas,

aluminium, silikon, besi dan fluor.1,16

Komponen organik pada kalkulus terdiri dari campuran kompleks

polisakarida protein, deskuamasi sel epitel, lekosit dan berbagai jenis

mikroorganisme.Komposisi kalkulus subgingiva hampir sama dengan

kalkulus supragingiva. Rasio kalsium bila dibandingkan dengan fosfat

adalah lebih tinggi pada kalkulus subgingiva, kandungan natrium

meningkat sejalan dengan bertambahnya kedalaman poket periodontal.

2.2.4 Proses Pembentukan Plak dan Kalkulus

Pengendapan glikoprotein saliva membentuk acquiredpelikel,hal ini akan

berjalan terus sampai terbentuk plak. Kemungkinan lain karena

pengendapan protein pada pH yang asam,sehingga terjadi penambahan

protein saliva dan mikroorganisme, sedangkan teori lain menyatakan

bahwa pembentukan plak tergantung dari aliran saliva, variasi makanan

seta adanya mekanisme penyerapan mikroorganisme secara selektif.

Deposit tersisa yang terbentuk setelah permukaan gigi dibersihkan

disebut “Acquired Pelikel”. Pelikel ini seperti membran film tipis, tidak

terbentuk dengan ketebalan sekitar 1-2 mikron yang terbentuk pada gigi

dan permukaan intra oral yang padat. Pelikel terutama terdiri dari

glikoprotein yang diserap secara selektif ke permukaan kirstal-kristal

hidrosiapatit dari saliva. Pelikel sangat mudah terlepas hanya dengan

menyikat gigi tetapi mulai terbentuk kembali dalam hitungan menit.

Bakteri tidak dibutuhkan selama pembentukan pelikel, tetapi bakteri

melekat dan membentuk koloni dalam waktu yang singkat setelah pelikel

terbentuk.

Empat tahapan pembentukan pelikel yaitu : tahap 1: Permukaan gigi

ataugingiva dilengkapi cairan saliva, tahap 2: Glikoprotein (bermuatan

positif dan negatif) diserap ke permukaan krista-kristal hidrosiapatit

saliva, tahap 3: Glikoprotein kehilangan daya larutnya dan tahap 4:

Glikoprotein dirubah oleh aksi dari enzim-enzim bakteri.

Pembentukan kalkulus selalu didahului oleh pembentukan plak. Awalnya

terbentuk pelikel pada permukaan gigi atau sementum akar yang tidak

teratur dan ketika pelikel ini terkalsifikasi, kristal kalsifikasi menciptakan

ikatan yang kuat ke permukaan. Akumulasi plak akan menjadi matriks

organik untuk mineralisasi deposit selanjutnya. Kristal kecil muncul di

dalam matriks intermikrobial antara bakteri. Pada awalnya, pada matriks

akan terjadi kalsifikasi dan kemudian plak yang terjadi termineralisasi.

Pembentukan kalkulus supragingiva dapat terjadi dalam waktu 12 hari,

dimana 80% dari bahan anorganik dapat terlibat. Namun, pengembangan

dan pematangan komposisi kristal dapat berlangsung dalam jangka waktu

yang lama.23 Mineralisasi membutuhkan nukleasi benih kristal sebelum

pertumbuhan kristal. Ion untuk kalkulus supragingiva berasal dari saliva.

Plak membentuk lingkungan untuk nukleasi heterogen kristal kalsium

dan fosfat, yang terjadi bahkan dengan saliva yang supersaturasi

sehingga plak tersebut berperan di dalam pembentukan kalkulus. Ion lain

dapat dimasukkan ke dalam struktur tergantung pada kondisinya.

Fosfolipid asam dan proteolipid tertentu dalam membran sel memiliki

peran dalam mineralisasi mikroba. Cairan sulkus gingiva menghasilkan

kalsium, fosfat, dan protein untuk pembentukan kalkulus subgingiva

2.3. Mobilitas Gigi

Gigi mempunyai rentangan mobilitas yang normal. Gigi yang berakar

tunggal lebih tinggi derajat mobilitasnya dibandingkan gigi berakar

banyak, dan mobilitas incisivus adalah paling tinggi. Mobilitas terutama

terjadi dalam arah horizontal, juga terjadi dalam arah aksial, tapi lebih

sedikit. Rentangan mobilitas gigi yang fisiologis bervariasi antar individu

dan antar waktu pada setiap gigi seseorang. Derajat mobilitas fisiologis

paling tinggi sewaktu bangun tidur, hal mana mungkin disebabkan

karena gigi sedikit ekstrusi akibat tidak berfungsi selama tidur di malam

hari. Mobilitas berkurang di siang hari, yang kemungkinan karena intrusi

disebabkan tekanan sewaktu mengunyah dan menelan. Variasi mobilitas

gigi selama 24 jam lebih sedikit pada individu yang jaringan

periodontium yang sehat, dibandingkan dengan individu dengan penyakit

periodontal atau yang mempunyai kebiasaan seperti bruxism dan

clenching.

Mobilitas gigi diperiksa dengan menggunakan tangkai dua

instrumen atau dengan satu tangkai instrumen dan satu jari.

Derajat kegoyangan gigi:

Derajat 0 : tidak ada kegoyangan

Derajat 1 : gigi bergerak dalam arah horizontal (labiolingual) tapi belum

melebihi dari 1 mm

Derajat 2 : gigi bergerak dalam arah horizontal (labiolingual) sampai 1

mm

Derajat 3 : gigi bergerak dalam arah horizontal (labiolingual) melebihi

dari 1 mm

Derajat 4 : gigi bergerak dalam arah vertikal (ke atas dan bawah ke arah

aksial)

dan horizontal (labiolingual)

Mobilitas gigi terjadi dalam dua tingkatan/stadium :

(1) Stadium initial atau stadium intra-socket. Pada stadium ini gigi

bergerak dalam batas ruang ligamen periodontal. Hal ini berkaitan

dengan perubahan visko-elastik dari ligamen dan redistribusi cairan

periodontal, kandungan interbundel dan serat-serat.

(2) Stadium sekunder, stadium ini terjadi secara bertahap dan mencakup

deformasi elastis pada tulang alveolar sebagai respon terhadap gaya

horozontal yang meningkat. Gigi juga mengalami perubahan letak oleh

pengaruh tekanan yang mengenai mahkota, tapi tidak sampai pada

keadaan yang berarti secara klinis.

Jika tekanan yang biasa dikenakan pada gigi sewaktu beroklusi

dihentikan, gigi akan kembali ke posisi semula dalam dua stadium :

stadium pertama adalah elastic recoil yang cepat seperti per, stadium

kedua adalah gerak pemulihan (recovery) yang lambat dan asimtomatis.

Gerak pemulihan adalah berupa denyutan yang tampaknya berhubungan

dengan denyut normal pembuluh darah jaringan periodontal, yang

sinkron dengan denyut jantung.

2.3.1 Mobilitas Patologis

Mobilitas di luar batas fisiologis dinyatakan sebagai mobilitas yang

abnormal atau patologis. Dikatakan patologis karena melampaui batas

mobilitas normal, dan bukan dari adanya proses penyakit periodontal

pada waktu pemeriksaan.Mobilitas patologis disebabkan oleh beberapa

faktor :

1. Kehilangan dukungan gigi (kehilangan tulang). Tingkat mobilitas

tergantung pada keparahan dan distribusi kehilangan jaringan pada setiap

permukaan akar gigi, panjang dan bentuk akar, dan ukuran akar gigi

dibandingkan dengan mahkota. Dalam hal jumlah kehilangan tulang yang

sama, gigi dengan akar yang pendek dan lancip lebih cenderung menjadi

goyang dibandingkan gigi dengan ukuran akar yang normal atau bulat.

Karena kehilangan tulang bukanlah satu-satunya penyebab terjadinya

mobilitas gigi dan mobilitas biasanya disebabkan oleh beberapa faktor,

maka keparahan mobilitas gigi tidak selalu berkaitan dengan kehilangan

tulang.

2. Trauma dari oklusi. Kerusakan yang disebabkan oleh tekanan oklusal

yang berlebihan atau yang terjadi karena kebiasaan oklusal seperti

bruxism dan clenching, yang diperhebat oleh stres emosional sering

merupakan penyebab mobilitas gigi. Mobilitas juga meningkat karena

hipofungsi. Mobilitas yang disebabkan oleh trauma dari oklusi pada

awalnya terjadi akibat resorpsi lapisan cortical tulang, dan belakangan

sebagai fenomena adaptasi yang disertai pelebaran ruang ligamen

periodontal.

3. Penjalaran inflamasi dari gingiva ke ligamen periodontal menyebabkan

perubahan degeneratif yang meningkatkan mobilitas. Perubahan biasanya

terjadi pada penyakit periodontal yang telah mulai melanjut, tetapi

kadang-kadang mobilitas dijumpai juga pada gingivitis yang parah.

Penyebaran inflamasi dari abses periapikal akut menyebabkan mobilitas

gigi yang temporer tanpa dijumpainya penyakit periodontal. Mobilitas

juga meningkat secara temporer beberapa waktu setelah bedah

periodontal.

4. Mobilitas gigi meningkat pada waktu kehamilan, dan kadang-kadang

berkaitan dengan siklus menstruasi atau penggunaan kontrasepsi

hormonal. Peningkatan mobilitas ini terjadi pada pasien dengan atau

tanpa penyakit periodontal, yang diduga disebabkan oleh perubahan

fisikokhemikal pada jaringan periodonsium. Mobilitas bisa juga

disebabkan oleh proses penyakit pada rahang yang merusak tulang

alveolar dan/atau akar gigi, seperti osteomielitis dan tumor rahang.

2.3.2 Migrasi Patologis

Migrasi patologis adalah pergeseran gigi yang terjadi jika kesimbangan

di antara faktor-faktor yang mempertahankan posisi gigi terganggu oleh

penyakit periodontal. Migrasi patologis relatif sering terjadi dan bisa

merupakan tanda dini dari penyakit, atau bisa terjadi menyertai inflamasi

gingiva dan pembentukan saku dengan berkembangnya penyakit.

Migrasi patologis terjadi paling sering pada regio anterior, tetapi bisa

juga terjadi pada gigi posterior. Gigi bisa bergerak ke segala arah, dan

migrasi biasanya disertai mobilitas dan rotasi. Migrasi patologis ke arah

oklusal atau incisal disebut dengan elongasi atau ekstrusi (istilah pertama

dianggap lebih tepat). Migrasi patologis bisa dijumpai dalam beberapa

derajat keparahan, dan bisa melibatkan satu atau lebih gigi. Migrasi

patologis perlu dideteksi pada stadium dini, dan mencegah akibat yang

lebih serius dengan jalan menyingkirkan faktor-faktor penyebab.

Walaupun migrasi patologis masih pada stadium dini, telah terjadi

kehilangan tulang meskipun sedikit.

2.3.3 Patogenesis

Dua faktor utama yang berperan dalam mempertahankan posisi gigi yang

normal adalah:

(1) Kesehatan dan tinggi jaringan periodontium yang normal.

(2) Tekanan yang mengenai gigi. Tekanan yang mengenai gigi bisa

merupakan tekanan dari oklusi atau tekanan dari bibir, pipi dan lidah.

Dalam hubungannya dengan tekanan dari oklusi, faktor berikut adalah

penting: morfologi gigi dan inklinasi tonjol; adanya komplemen gigi

yang lengkap; kecenderungan bermigrasi ke mesial secara fisiologis;

keadaan dan lokasi hubungan titik kontak; atrisi proksimal, insisal dan

oklusal; inklinasi aksial dari gigi.

Perubahan pada salah satu atau beberapa faktor-faktor tersebut akan

memulai serangkaian perubahan yang saling berkaitan pada lingkungan

dari satu atau sekelompok gigi yang akan menyebabkan migrasi

patologis. Migrasi patologis terjadi pada kondisi-kondisi yang

melemahkan dukungan periodontal dan/atau meningkat atau

dimodifikasinya tekanan yang mengenai gigi.

2.3.4 Melemahnya Dukungan Periodontal

Kerusakan periodontium akibat inflamasi pada periodontitis

menimbulkan ketidakseimbangan antara gigi dengan tekanan oklusal dan

tekanan otot-otot yang biasa dideritanya. Gigi yang telah lemah tidak

mampu untuk mempertahankan posisi normalnya pada lengkung gigi dan

bergerak menghindari tekanan, kecuali jika dipertahankan oleh kontak

proksimal. Tekanan yang menggerakkan gigi yang telah lemah dapat

ditimbullkan oleh faktor-faktor seperti kontak oklusal atau tekanan dari

lidah.

2.4. Kandidiasis oral

2.4.1 Definisi

Candidiasis atau candidosis merupakan bentuk paling umum dari mikosis

oral superficial.

Cnadidiasis oral merupakan infeksi oportunistik yang paling umum

mempengaruhi mukosa oral. Pada sebagian besar kasus, lesi tersebut

disebabkan oleh jamur Candida albicans.

2.4.2. Etiologi

Candidiasis utamanya disebabkan oleh Candida albicans, dan jarang

karena spesies candida lainnya. Candida albicans, Candida

tropicalis, Candida glabratabersama terdiri lebih dari 80% dari spesies

yang terisolasi dari infeksi Candida pada manusia.

2.4.3 Patogenesis

Untuk menginvasi lapisan mukosa, mikroorganisme harus menempel ke

permukaan epitel, oleh karena itu, strain Candida dengan potensi adhesi

yang lebih baik lebih patogenik daripada strain dengan adhesi yang

kurasa.

Penetrasi jamur dari sel-sel epitel difasilitasi oleh produksi lipase mereka,

dan agar jamur bertahan diepitel, mengatasi deskuamasi konstan sel

epitel permukaan. Terdapat hubungan yang jelas antara kandidiasis oral

dan pengaruh faktor predisposisi lokal dan umum. Faktor predisposisi

lokal yang mampu untuk mempromosikan pertumbuhan candida atau

mempengaruhi respon imun oral mucosa. Faktor predisposisi umum

biasanya berhubungan dengan status imun dan endokrin pasien.2

2.4.4 Faktor Predisposisi

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

candidiasis. Faktor-faktor tersebut adalah faktor predisposisi dan terbagi

menjadi faktor predisposisi lokal dan umum.

Status kekebalan tubuh dapat dipengaruhi oleh obat-obatan juga

penyakit, yang menekan sistem imun bawaan. Candidiasis

pseudomembranous juga berhubungan dengan infeksi jamur pada anak-

anak, yang tidak memiliki sistem imun yang berkembanga sempurna.

Denture stomatitis, angular cheilitis, dan median rhomboid glossitis

disebut sebagai infeksi yang berhubungan dengan candida, dan lesi ini

dapat, selain karena candida, disebabkan oleh bakteri.

Faktor predisposisi lokal untuk oral candidiasis dan lesi lain yang

berhubungan dengan Candida.

1. Pemakaian gigi tiruan.

2. Merokok.

3. Berhubungan dengan atopik.

4. Inhalasi steroid.

5. Steroid topical.

6. Hyperkeratosis.

7. Tidak seimbangnya mikroflora mulut.

8. Kualitas dan kuantitas saliva.

9. Faktor predisposisi umum untuk oral candidiasis.

10. Penyakit yang menekan sistem imun.

11. Status kesehatan yang terganggu.

12. Obat yang menekan sistem imun.

13. Kemoterapi.

14. Kelainan endokrin.

15. Kekurangan hematin.

2.4.5 Klasifikasi Oral Candidiasis.

2.4.6 Gejala Klinis

1. Pseudomembranous Candidiasis.

Bentuk akut dari pseudomembran candidiasis (thrush) dikelompokkan ke

primary oral candidiasis dan dikenal sebagai infeksi candida yang klasik.

Infeksi biasanya mempengaruhi pasien yang mengkonsumsi antibiotic,

obat imunosupresan, atau penyakit yang menekan sistem imun.

Infeksi ini biasanya menampilkan membran yang melekat longgar yang

terdiri dari organism jamur dan debris cellular yang meninggalkan

sebuah peradangan, terkadang area perdarahan jika pseudomembran

dihilangkan.

Gejala klinis kandidiasis pseudomembran akut dan kronis dapat

dibedakan. Bentuk kronis terjadi sebagai akibat infeksi HIV dimana

pasien dengan penyakit ini dapat terkena infeksi candida pseudomembran

untuk waktu yang lama. Pasien yang dirawat dengan inhaler steroidjuga

dapat terkena lesi pseudomembran yang kronis. Pasien jarang

melaporkan lesi mereka, walau beberapa ketidaknyamanan dirasakan saat

adanya pseudomembran. 

2. Erythematous Candidiasis.

Dulu dikenal sebagai atrophic oral candidiasis. Permukaan eritema

menunjukkan atrofi dan peningkatan vaskularisasi. Lesi ini memiliki tepi

yang difus, yang membantu membedakannya dari erythroplakia, yang

mempunyai demarkasi yang lebih tajam. Candidiasis ini dianggap

penerus candidiasis pseudomembran namun juga dapat muncul sendiri.

Biasanya ditemui pada palatum dan dorsum lidah pada pasien yang

menggunakan inhaler steroid. Faktor predisposisi lain adalah merokok

dan perawatan dengan antibiotic spectrum luas. Bentuk akut dan

kronisnya hadir dengan tampilan klinis yang identik.

3. Chronic Plaque-Type and Nodular Candidiasis.

Dulu disebut candidal leukoplakia. Dikarakteristikkan dengan plak putih,

yang dapat dibedakan dari oral leukoplakia.

4. Denture Stomatitis.

Area yang paling sering terkena adalah mukosa palatal yang tertutupi

gigi tiruan, Tidak sering terjadi di mandibula. Denture stomatitis

diklasifikasikan menjadi 3 tipe, Tipe I terletak di area eritema minor yang

disebebkan oleh trauma dari gigi tiruan. Tipe II mempengaruhi sebagian

besar mukosa yang tertutupi gigi tiruan. Tipe III memiliki mukosa

granular pada bagian tengah palatum. Gigi tiruan berfungsi sebagai

tempat yang melindungi mikroorganisme dari pengaruh fisik seperti

saliva. Microflora yang terlibat adalah kompleks dan selain candida, juga

mengandung bakteri

seperti Streptococcus, Veillonella, Lactobacillus, Prevotella,

dan Actinomyces. Tidak diketahui sampai mana peran bakteri terhadap

pathogenesis denture stomatitis.

5. Angular Cheilitis.

Merupakan fissure yang terinfeksi dari komisura mulut, sering dikelilingi

oleh eritema. Lesi ini sering terinfeksi oleh Candida dan Staphylococcus

aureus, kekurangan vitamin B12, kekurangan zat besi, dan hilangnya

dimensi vertikal dikaitkan berhubungan dengan kelainan ini. Atopi juga

dikaitkan degnan angular cheilitis. Kulit kering dapat mempercepat

perkembangan fissure di komisura, memungkinkan invasi

mikroorganisme. Tiga puluh persen pasien denture stomatitis juga

mengalami angular cheilitis, yang hanya mempengaruhi pasien pemakai

gigi tiruan tanpa denture stomatitis.

6. Median Rhomboid Glossitis.

Dikarakteristikkan dengan lesi eritema pada tengah bagian posterior

dorsal lidah. Lesi ini memiliki konfigurasi oval. Area eritema ini

dihasilkan dari atrofi papilla filiform dan permukaan dapat menjadi

lobulated. Etiologinya belum diklarifikasi, namun lesi sering

menunjukkan campuran microflora bakteri/fungal. Biopsi menunjukkan

Candida hypnea pada lebih dari 85% lesi. Perokok dan pemakai gigi

tiruan meningkatkan terjadinya median rhomboid glossitis, juga pada

pasien yang menggunakan inhalasi steroid. Terkadang lesi eritema

bersamaan dapat dilihat pada mukosa palatal. Media rhomboid glossitis

asimtomatik, dan manajemennya dibatasai untuk mengurangi faktor

predisposisi. Lesi tidak menyebabkan risiko transformasi ganas.

7. Oral Candidiasis Associated with HIV.

Lebih dari 90% pasien AIDS terkana oral oral candidiasis selama infeksi

HIV mereka, dan infeksi dianggap sebagai pertanda perkembangan

AIDS. Bentuk paling umum yang berhubungan dengan HIV adalah

candidiasis pseudomembran, candidiasis eritema, angular cheilitis, dan

chronic hyperplastic candidiasis.

8. Secondary Oral Candidiasis.

Disertai dengan candidiasis mucocutan sistemik dan kekurangan imun

lainnya. CMC (Chronic Mucocutanous Candidiasis) mencakup

sekelompok gangguan heterogen yang selain oral candidiasis, juga

mempengaruhi kulit, kuku dan lapisan mukosa lain seperti mukosa

genital. Wajah dan kulit kepala dapat terlibat massa granuloma terdapat

pada area ini. Sekita 90% pasien CMC terkena oral candidiasis.

Keterlibatan mulut pada lidah, dan lesi hiperplastik putih terlihat pada

perhubungan fisura. CMC dapat terjadi karena kelainan endokrin sebagai

hipertiroid dan penyakit Addison. Gangguan fungsi fagositosis oleh

neutrofil granulosit dan makrofag disebabkan oleh kekurangan

myeloperoxidase yang juga dengan CMC. Baik kekebalan tubuh bawaan

dan adaptif sangat penting untuk mencegah perkembangan CMC.

2.4.7 Pemeriksaan Laboratorium.

Adanya candida sebagai anggota flora normal mempersulit untuk

membedakan saat normal dan infeksi. Sangat penting bahwa baik temuan

klinis dan data laboratorium seimbang untuk sampai pada diagnosis yang

tepat. Terkadang obat antifungal diberikan untuk membantu proses

diagnosis.

Noda dari daerah terinfeksi, yang terdiri dari sel epitel, menciptakan

peluang untuk deteksi jamur. Bahan yang diperoleh diletakkan pada

isopropyl alcohol dan udara kering diberikan sebelum pewarnaan dengan

periodic acid-Schiff. Deteksi jamur dipertimbangkan sebagai tanda

infeksi. Teknik ini berguna ketika candidiasis oral pseudomembran dan

angular cheilitis dicurigai. Untuk meningkatkan sensitivitas, gesekan

kedua dapat ditransfer ke transport medium diikuti dengan budidaya pada

agar Sabouraud. Untuk membedakan antara spesies Candida yang

berbeda, pemeriksaan tambahan dilakukan pada agar Pagano-Levin.

BAB III

ANALISIS KASUS

Ny. SBU pasien pada kasus ini didapatkan memiliki penyakit diabetes

mellitus. Keluhan nyeri gigi yang dideritanya dan setelah dikonsulkan ke

bagian gigi mulut didapatkan adanya kalkulus supragingiva di keenam area

mulut dan mobility gigi grade 3 pada gigi 16,24, dan 25.

Manifestasi oral pada penderita diabetes mellitus tidak terkontrol lebih

sering dihubungkan dengan kehilangan cairan yang berlebihan melalui urin.

Keadaan patogenese ini sering mengakibatkan terjadinya infeksi, perubahan

pada sistem saraf dan memungkinkan meningkatnya kadar glukosa dalam

saliva. Pada penderita diabetes mellitus dapat dilihat adanya manifestasi

dalam rongga mulut penderita, misalnya : gingivitis dan periodontitis,

disfungsi kelenjar saliva dan xerostomia, infeksi kandidiasis, sindroma mulut

terbakar serta terjadinya infeksi oral akut.

3.1 Gingivitis dan Periodontitis

Berdasarkan survei yang dilakukan, dapat dinyatakan bahwa pada

penderita diabetes mellitus, paling banyak ditemui adanya ginggivitis dan

periodontitis. Ginggivitis merupakan inflamasi pada gusi yang mudah untuk

disembuhkan, dimana pada jarngan ginggiva terlihat kemerah-merahan

disertai pembengkakan dan bila disikat dengan sikat gigi akan berdarah.

Ginggivitis akan menimbulkan terbentuknya periodontal pocket disertai

adanya resorpsi tulang, sehingga gigi goyang dan akhirnya tanggal.

Periodontitis merupakan peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga

gigi, yakni gusi,tulang yang membentuk kantong tempat gigi berada, dan

ligament periodontal.

Periodontitis dapat terjadi apabila perlekatan antara jaringan

periodontal dengan gigi mengalamikerusakan. Selain itu tulang alveolar

(tulang yang menyangga gigi) juga mengalami kerusakan.Peridontitis dapat

berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang

tidakdirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah tulang di bawah gigi

sehingga menyebabkankerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal.

Bila ini tejadi, gusi dapat mengalami penurunan, sehingga permukaan akan

terlihat dan sensitivitas gigi terhadap panas dan dinginmeningkat. Gigi dapat

mengalami kegoyangan karena adanya kerusakan tulang. Periodontitis

umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan tipis biofilm yang

mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini melekat

pada permukaangigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang

menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di

atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi

sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis.

Ada beberapa hal yang terjadi pada pasien diabetes sehingga penyakit

ini cenderunguntuk memperparah kesehatan jaringan periodontal.

1) Bacterial Pathogens

Kandungan glukosa yang terdapat di dalam cairan gusi dan darah

pada pasien diabetes dapatmengubah lingkungan dari mikroflora, meliputi

perubahan kualitatif bakteri yang berpengaruhterhadap keparahan dari

penyakit periodontal.

2) Polymorphonuclear Leukocyte Function

Penderita diabetes rentan terhadap terjadinya infeksi. Hal ini

dihipotesiskan sebagai akibat dari polymorphonuclear leukocyte deficiencies

yang menyebabkan gangguan chemotaxis, adherence,dan defek

phagocytosis.Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol terjadi pula

gangguan pada fungsi PMN (Polymorphonuclear Leukocytes) dan monocytes

/ macrophage yang berperan sebagai pertahanan terhadap bakteri pathogen.

3) Altered Collagen Metabolis

Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol yang mengalami

hiperglikemi kronis terjadi pula perubahan metabolisme kolagen, dimana

terjadi peningkatan aktivitas collagenese dan penurunan collagen synthesis.

Kolagen yang terdapat di dalam jaringan cenderung lebih mudah mengalami

kerusakan akibatinfeksi periodontal. Hal ini mempengaruhi integritas jaringan

tersebut. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa DM yang disertai oleh

beberapa perubahan pada periodonsium berpotensi dan berperan dalam

terjadinya periodontitis kronis.Hiperglikemia yang terjadi pada diabetes

bertanggung jawab bagi terjadinya komplikasi yangmenyertai penyakit

tersebut. Keadaan hiperglikemia menyebakan terbentuknya advanced

glycation and products (AGE) non enzimatik pada makromolekul jaringan.

AGE merupakansenyawa yang berasal dari glukosa, secara kimiawi

irreversible dan terbentuk secara perlahan-lahan tetapi terus-menerus sejalan

dengan peningkatan kadar glukosa darah. Penumpukan AGE bisa terjadi di

dalam plasma dan jaringan gingival penderita diabetes.Sel-sel pada

endotelial, otot polos, neuron dan monosit mempunyai sisi pengikat (binding

site) AGE pada permukaannya, yang diberi nama reseptor AGE (RAGE).

Terikatnya AGE ke sel-selendotelial menyebabkan terjadinya lesi vaskular,

trombosis dan vasokonsriksi pada diabetes. AGE yang terikat ke monosit

akan meningkatkan kemotaksis dan aktivasi monosit yang

disertai peningkatan jumlah sitokin proinflamatori yang dilepas, seperti TNF-

α, IL-1, dan IL-6. IkatanAGE dengan RAGE pada fibroblas menyebabkan

terganggunya remodeling jaringan ikat, sedangkan ikatan AGE dengan

kolagen menyebabkan penurunan solubilitas dan laju pembaharuan kolagen.

Buruknya kontrol gula darah dan meningkatnya pembentukan AGE

menginduksi stress oksidan pada gingival sehingga memperkuat kerusakan

jaringan periodontal. Di samping itu, dengan adanya peningkatan kadar sel

radang dalam cairan saku gusi, menyebabkan jaringan periodontal lebih

mudah terinfeksi dan menyebabkan kerusakan tulang.

Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes

adalah menebalnya pembuluh darahsehingga memperlambat aliran nutrisi dan

produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah inimenurunkan kemampuan

tubuh untuk memerangi infeksi, sedangkan periodontitis adalah penyakit yang

disebabkan oleh infeksi bakteri. Jadi, infeksi bakteri pada penderita diabetes

lebih berat

Penanggulangan ginggivitis dan periodontitis pada penderita diabetes

mellitus adalah dengan mengurangi plak dan kalkulus agar inflamasi yang

ada berkurang dan dilakukan kontrol terhadap kadar gula darah serta dengan

pemeriksaan gigi setiap 6 bulan dan pasien harus menjaga oral hygiene

(dengan sikat gigi/dental floss).

Pada pasien ini telah terjadi mobilitas gigi derajat 3 pada gigi 16,24,

dan 25 yaitu dimana gigi bergerak dalam arah horizontal (labiolingual)

melebihi dari 1 mm, perjalanan progresif dari periodontitis, untuk itu

dijadwalkan untuk dilakukan ekstraksi pada ketiga gigi tersebut. Selain itu,

juga terdapat kalkulus supragingiva pada keempat area rongga mulut akibat

oral hygiene yang buruk yang kemudian dapat menyebabkan periodontitis

untuk itu dijadwalkan scaling pada pasien ini untuk mencegah progesivitas

penyakit.

3.2 Disfungsi kelenjar saliva dan xerostomia

Hiperglikemia mengakibatkan meningginya jumlah urin sehingga cairan

dalam tubuh berkurang dan sekresi saliva juga berkurang. Dengan berkurangnya

saliva dapat mengakibatkan xerostomia. Dalam ronggal mulut yang sehat, saliva

mengandung enzim-enzim antimikroba, misalnya : lactoferin, peroxidase,

lysozzyme dan histidine yang berinteraksi dengan mukosa oral dan dapat

mencegah pertumbuhan kandida yang berlebihan. Pada keadaan dimana terjadinya

perubahan pada rongga mulut yang disebabkan berkurangnya aliran sailva,

sehingga enzim-enzim antimikroba dalam saliva tidak berfungsi dengan baik,

maka rongga mulut menjadi rentan terhadap keadaan mukosa yang buruk dan

menimbulkan lesi-lesi yang menimbulkan rasa sakit. Pasien diabetes mellitus

yang mengalami disfungsi kelenjar saliva juga dapat mengalami kesulitan dalam

mengunyah dan menelan mengakibatkan nafsu makan berkurang dan terjadinya

malnutrisi.

Hal paling umum yang dilakukan untuk menanggulangi xerostomia adalah

dengan memberikan obat perangsang produksi saliva ataupun obat pengganti

saliva untuk menjaga agar mulut tetap basah, mencegah karies dan infeksi kandida

serta mengurangi rasa sakit.

Obat perangsang saliva hanya akan membantu jika ada kelenjar saliva

yang masih aktif. Mouth lubricant dan Lemon Murcilage yang mengandung

asam sitrat dapat merangsang dan memberikan rasa segar dalam muult. Permen

karet bebas gula atau yang mengandung xyllitol dapat menginduksi sakresi saliva

encer seperti air.

3.3 Infeksi kandidiasis

Kandidiasis oral merupakan infeksi bakteri oportunistik yang terjadi

dalam keadaan hiperglikemia dan merupakan salah satu komplikasi paling sering

muncul pada pernderita diabetes mellitus terkontrol maupun tidak terkontrol.

Kandidiasis dapat ditemukan pada penderita diabetes mellitus, hal ini dapat terjadi

karena didukung berbagai faktor yang ada pada penderita diabetes mellitus,

seperti : terjadinya defisiensi imun, disfungsi kelenjar saliva (aliran saliva

berkurang, viskositas saliva menjadi kental dan kadar glukosa dalam saliva

tinggi), adanya komplikasi pada penderita diabetes mellitus berupa

microangiopathy yang mempengaruhi pembuluh darah dalam saliva, adanya

gangguan metabolisme yang mengakibatkan terjadinya keadaan malnutrisi dan

pemakaian gigi tiruan dengan oral hygiene yang buruk.

Defisiensi imun pada umunya dapat dibedakan atas defisiensi imun primer

dan defisiensi imun sekunder. Adanya defisiensi imun pada penderita diabetes

mellitus mengakibatkan terjadinya penurunann sistem imun pada saliva. Bila

terjadi defisiensi imun pada saliva, maka antimikroba dalam saliva tidak dapat

berfungsi dengan baik sehingga memicu timbulnya infeksi kandidiasis.

Keadaan hiperglikemia pada penderita diabetes mellitus juga dapat

menyebabkan terjadinya kandidiasism karena keadaan tersebut dapat

menyebabkan terjadinya disfungsi aliran saliva, karena adanya kehilangan cairan

dari tubuh dalam jumlah banyak, sehingga aliran saliva juga berkurang. Selain itu,

keadaan hiperglikemia juga dapat mengakibatkan biskositas saliva menjadi kenal

dan tingginya kadar glukosa dalam saliva, dimana glukosa merupakan media yang

baik bagi pertumbuhan jamur kandida.

Adanya komplikasi berupa microangiopathy pada penderita diabetes

mellitus juga dapat menimbulkan infeksi kandidiasis. Microangiopathy

merupakan gangguan pada pembuluh darah kecil yang akan mengakibatkan

adanya gangguan pembuluh darah pada saliva, sehingga saliva tidak berfungsi

dengan baik dan mengakibatkan terjadinya infeksi kandidiasis.

Adanya gangguan metabolisme pada peenderita diabetes mellitus dapat

menulmbulkan terjadinya malnutrisi. Nutrisi yang buruk sudah jelas menurnkan

resistensi terhadap infeksi.

Pada penderita diabetes mellitus yang memakai gigi tiruan, hal tersebut

lebih memudahkan terjadinya infeksi kandidiasis. Pemakaian gigi tiruan dapat

menimbulkan kandidiasis, terutama pada gigi tiruan rahang atas. Hal ini

disebabkan karena basis gigi tiruan yang melekat pada mukosa pasien

mengakibatkan kadar oksigen menjadi berkurang dan pH rongga mulut menurun,

menjadikan rongg mulut dalam keadaan asam. Pertumbuhan kandidiasis oral

didukung oleh pemakaian gigi tiruan dengan oral hygiene yang buruk serta

pemakaian gigi tiruan yang tidak baik.

Infeksi kandidiasis dapat terjadi pada penderita diabetes mellitus karena

adanya penurunan sistem imun penderita dan adanya keadaan hiperglikemia yang

dapat mempengaruhi funsi saliva. Oleh karena itu untuk menanggulangi infeksi

kandidiasis tersebut, maka obat-obat untuk menrmalkan kadar gula darah sangat

dibutuhkan, agar tidak terjadi keadaan hiperglikemia. Sedangkan untuk infeksi

kandidiasisnya, dapat diberikan obat-obat antijamur.

Pada pasien ini terdapat tanda-tanda kandidiasis pada rongga mulut

pseudomembran candidiasis (thrush) untuk itu akan dilakukan swab dan kultur

untuk menegakkan diagnosis kandidiasis.

3.4 Sindroma mulut terbakar

Pasien dengan sindroma mulut terbakar biasanya muncul tanpa tanda-

tanda klinis, walaupun rasa sakit dan terbakar sangat kuat. Pada pasien dengan

diabetes mellitus tidak terkontrol, faktor yang menyebabkan terjadinya sindroma

mulut terbakar yaitu berupa disfungsi kelenjar saliva, kandidiasis dan kelainan

pada saraf. Adanya kelainan pada saraf akan mendukung terjadinya gejala-gejala

parestesi dan tingling, rasa sakit/terbakar yang disebabkan adanya peruahan

patologis pada saraf-saraf dalam rongga mulut.

Pemberian benzodiazepine, trisiklik antidepresan dan antikonvulsan dalam

dosis rendah dan dilakukannya kontrol gula darah akan membantu mengurangi

gejala-gejala tersebut setelah beberapa minggu.

Pada pasien ini tida terdapat keluhan berupa sensasi mulut terbakar.

DAFTAR PUSTAKA

1. George Laskaris. Color Atlas of Oral Diseases in Children and Adolescents.

New York : Thieme. 2000. P. 128

2. Martin S. Greenberg, Michael Glick, Jonathan A. Ship. Burket’s Oral

Medicine. 11th Ed. Ontario : BC Decker Inc. 2008. P. 79, 82

3. Herianty. Patogenese Kandidiasis Oral Pada Penderita Diabetes Mellitus.

Universitas Sumatera Utara. Medan. 2007

4. Daliemunthe SH. Hubungan timbal balik antara periodontitis dengan diabates

melitus. DentikaJ Dent 2003; 8(2): 120-5.

5. Daliemunthe SH. Etiologi penyakit gingiva dan periodontal. Dalam:

Daliemunthe SH. Eds Revisi Periodonsia. Medan: Bagian Periodonsia Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas SumateraUtara, 2008: 138-9.