Post on 29-Dec-2015
BAB I
PENDAHULUAN
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di sebagian besar negara berkembang di dunia termasuk Indonesia.
Demam tifoid merupakan penyakit yang dijumpai secara luas di daerah tropis dan
subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai
dengan standar higiene dan sanitasi yang rendah. Demam tifoid endemis di
Indonesia dan termasuk kelompok penyakit yang mudah menular dan dapat
menyerang semua orang, sehingga mudah menimbulkan wabah.
Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus pertahun dan 600 ribu
diantaranya berakhir dengan kematian, sekitar 70% dari seluruh kasus kematian
itu menimpa penderita tifoid di Asia. CDC Indonesia melaporkan prevalensi
demam tifoid mencapai 450-810 dari 100.000 populasi pada tahun 2012.
Pada saat ini di bagian penyakit dalam RS. A.K.Gani merupakan penyakit
yang paling banyak angka kejadiannya serta menyerang semua usia dan jenis
kelamin. Oleh karena itu saya disini tertarik untuk mengangkat topik tentang
demam tifoid.
I.1. DEMAM TIFOID
I.1.1. Definisi
Penyakit sistemik dengan karakteristik demam dan nyeri abdominal yang
diakibatkan oleh Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi.
1.1.2. Etiologi
Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi adalah bakteri Gram negatif,
mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen
(H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari
polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang
membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella
typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi
terhadap multipel antibiotik.
I.1.3. Patogenesis
Masuknya kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi ke dalam
tubuh manusia terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi
kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke
dalam usus dan berkembang biak. Bila respons imunitas mukosa (IgA) usus
kurang baik, kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan
selanjutnya ke lamina propria, kuman lalu berkembang biak dan difagosit oleh
sel-sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak
didalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan
kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Melalui duktus torasikus kuman
yang terdapat didalam makrofag masuk kedalam sirkulasi darah (mengakibatkan
bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid,
selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang
kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sitemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak
dan bersama cairan empedu dieksresikan secara ‘intermittent’ ke dalam lumen
usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi kedalam
sirkulasi menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella
terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang menimbulkan gejala inflamasi
sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas
vaskular, gangguan mental, dan koagulasi.
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
plague Payeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi
sel-sel mononuclear di dinding usus.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular,
pernafasan, dan gangguan organ lainnya.
I.1.4. Manifestasi Klinis
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala
klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari
asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga
kematian.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan
tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya
didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan
dan terutama pada sore hingga malam hari.
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,
bradikardia relatif, lidah yang berselaput , hepatomegali, splenomegali,
meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau
psikosis.
I.1.5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia,
dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat
terjadi walaupn tanpa disertai infeksi sekunder. SGOT dan SGPT seingkali
meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT
dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.
Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S. Typhi. Pada uji
Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. Typhi dengan
antibodi. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum penderita tersangka demam tifoid yaitu : a) aglutinin O (dari tubuh kuman),
b) aglutinin H (flagela kuman), dan c) aglutinin Vi(simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan
untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar
kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam,
kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat,
dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul
aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H. Uji Widal bukan untuk
menentukan kesembuhan penyakit.
Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu: 1) pengobatan dini
dengan antibiiotik, 2) gangguan pembentukan antibodi, dan pemberian
kortikosteroid, 3) waktu pengambilan darah, 4) daerah endemik atau non-
endemik, 5) riwayat vaksinasi, 6) reaksi anamnestik, yaitu peninkatan titer
aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu
atau vaksinasi, 7) faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi
silang, dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer aglutinin yang
bermakna diagnostik untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya
kesepakatan saja, berlaku setempat dan bahkan dapat berbeda di berbagai
laboratorium setempat.
Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi
hasil negatif tidak menyigkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan
beberapa hal sebagai berikut: 1) telah mendapat terapi antibiotik, 2) volume darah
yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). 3) riwayat vaksinasi. Vaksinasi
di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi (aglutinin)
ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif: 4) saat
pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin
meningkat.
I.1.6. Tata Laksana
Pengobatan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
Istirahat dan Perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi.
Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum,
mandi, buang air kecil, dan buang air besar kan membantu dan mempercepat masa
penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur,
pakaian dan perlengkapan yang dipakai. Tujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan.
Diet dan Terapi Penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit
demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadan umum dan
gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.
Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring,
kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang
perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien.
Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi
perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Beberapa peneliti menunjukkan
bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk-pauk rendah
selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan
aman pada pasien demam tifoid. Tujuan mengembalikan rasa nyaman dan
kesehatan pasien secara optimal.
Pemberian Antimikroba
Tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman
- Kloramfenikol
Obat pilihan utama : 4 x 500 mg perhari diberikan secara per oral atau
intravena , diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.
- Tiamfenikol
4 x 500 mg perhari , komplikasi hematologi lebih rendah daripada
kloramfenikol.
- Kotrimoksazol
2 x2 tablet ( 1 tablet berisi silfametoksazol 400 mg dan 80 mg
trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.
- Ampisilin dan amoksisilin
50 -150 mg /kgbb selama 2 minggu
- Sefalosporin generasi ketiga
Seftriakson : 3-4 gram dalam 100 cc diberikan selama ½ jam sehari
sekali , diberikan selama 3-5 hari.
- Golongan fluorokuinolon
Norfloksasin : 2 x 400 mg / hari selama 14 hari
Siprofloksasin : 2x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin :2 x 400 mg/hari selama 7hari
Pefloksasin : 400 mg/hari selama 7hari
Fleroksasin : 400 mg/hari selama 7hari
- Aziromisin
Dosis : 2 x 500 mg/hari
Mampu menghasilkan konsentrasi tinggi dalam jaringan dan konsentrasi
rendah dalam darah , sehingga dapat menurunkan relaps dan mengurangi
kegagalan klinis dan durasi rawat inap.
Kombinasi obat antimikroba
Bila terdapat keadaan tertentu seperti toksik tifoid , peritonitis , syok
septik , dan perforasi.
Kortikosteroid
Apabila terdapat keadaan toksik tifoid atau demam tifoid yang engalami
syok .
Dosis : 3 x 5 mg.
Pengobatan demam tifoid pada wanita hamil
Trimester ketiga : tidak boleh diberikan kloramfenikol karena dapat terjadi
partus prematur , kematian fetus intrauterin dan grey sindrom.
Trimester pertama tidak boleh diberikan tiamfenikol karena berefek
teratogenik terhadap fetus.
Obat yang dianjurkan adalah : ampisilin , amoksisilin dan seftriaxon.
I.1.7. Komplikasi Demam Tifoid
Sebagai suatu penyakit sistmik maka hampir semua organ utama tubuh dapat
diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang
dapat terjadi pada demam tifoid , yaitu:
Komplikasi intestinal: perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik,
pankreatitis.
Komplikasi ekstra-intestinal
o Komplikasi kardiovakuler: gagal sirkulais perifer, miokarditis,
tromboflebitis
o Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, KID, trombosis
o Komplikasi paru: pneumonia, empiema, pleuritis
o Komplikasi hepatobilier: hepatitis, kolesistitis
o Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis
o Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, artitis
o Komplikasi neuropsikiatri/tifoid toksik
I.1.8. Pencegahan Demam Tifoid
Pencegahan demam tifoid melalui gerakan nasional sangat diperlukan karena akan
berdampak cukup besar terhadap penurunan kesakitan dan kematian, menurunkan
anggaran pengobatan pribadi maupun negara, mendatangkan devisa negara yang
berasal dari wisatawan mancanegara karena telah hilangnya predikat negara
endemik dan hiperendemik.
Preventif dan Kontrol penularan
Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan kasus luar
biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak aspek, mulai dari segi kuman
Salmonella typhi sebagai agen penyakit dan faktor pejamu (host) serta faktor
lingkungan.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien
Nama : Yulianto
Jenis kelamin : Pria
Usia : 21 tahun
Agama : Islam
Pasien : DINAS
Masuk : RS 24 september 2013
Keluhan Utama : demam hilang timbul, tinggi pada malam hari
Keluhan Tambahan : malaise, lidah pait, nyeri menelan, nyeri
epigastrium
Riwayat Penyakit Sekarang : mengeluh deman hilang timbul sejak 1 minggu
yang lalu terutama meningkat di malam hari disertai dengan nyeri epigastrium
sejak 4 hari yang lalu. Nafsu makan menurun, mual (+) , muntah (+) , malaise,
BAB mencret 3x , BAK normal
Riwayat Penyakit Dahulu : (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : Asma (-) , TB (-) , Hipertensi (-) , DM (-)
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : kompos mentis
Keadaan sakit : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 78x/menit, regular, isi cukup
Pernafasan : 22x/menit, regular
Suhu : 380C (aksila)
Kepala dan leher
Kepala : dbn
AIDC : (-)
JVP : (-)
PKGB : (-)
Bibir : tidak pucat, tidak sianosis
Lidah : kotor dibagian tengah dengan pinggir hiperemis,
tremor (+)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ics IV line midclavicularis
sinistra
Perkusi : batas jantung kanan linea sternalis kanan, batas
jantung kiri 1 jari medial linea midklavikula kiri
SIC V pinggang jantung linea parasternal kiri SIC
IV
Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, ekstrasistol (-), murmur
(-) gallop (-)
Paru
Inspeksi : simetris dalam statis dan dinamis
Palpasi : fremitus teraba sama kiri dan kanan, tidak teraba
massa
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler, ronkhi -/- ,wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : datar, striae (+)
Palpasi : lemas, tidak teraba massa, nyeri tekan epigastrium
(+), hati-limpa tidak teraba
Perkusi : timpani, asites (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Edema : -/-
Diagnosis Banding
Demam Typhoid
Demam Berdarah
Malaria
Hasil Laboratorium
24 september 2013
Hematologi
Hb 14,7 g%
Ht 44 %
Leukosit 14600/ml
Trombosit 253000
Hitung jenis : Eosinofil / Basofil / Batang / Segmen / Limfosit / Monosit
0/3/2/85/7/3
Widal : S. Thyphi H (+) 1/80
S. Thyphi O (+) 1/320
25 september 2013
Hematologi
Kimia darah
SGOT 46 u/L
SGPT 29 u/L
GDS 62
Ureum 17
Kreatinin 0,6
BSS 62
TUBEC TI Salmonela typhi 19 m (+) pos
27 september 2013
Hematologi DDR (-)
Diagnosis
Demam Typhoid
Penatalaksanaan
Ceftriakson 2x1
Inhipump 1x1
Ondansentron 3x1
Ketorolac 3x1
BAB III
KESIMPULAN
Anamnesis
Keluhan demam yang dirasakan pasien sejak 1 minggu yang lalu
diakibatkan adanya proses inflamasi. Demam tifoid disebabkan karena Salmonella
typhi mengeluarkan endotoksin yang akan merangsang pelepasan pirogen oleh
leukosit yang meradang. Demam disertai dengan malaise ,lidah pait, nyeri
menelan ini merupakan gejala sistemik saat inflamasi yang biasanya menyertai
demam. Keluhan tersebut dapat pula merupakan tanda-tanda penyakit infeksi akut
(minggu pertama). Mual, muntah yang terjadi berhubungan dengan gangguan
pada saluran cerna. Nyeri epigastrium, BAB mencret 3x kemungkinan pasien
terkena infeksi yang port d entere nya berasal dari saluran cerna. Keluhan yang
didapat dari anamnesis seperti demam yang meningkat bila malam hari, disertai
dengan keluhan tambahan malaise, lidah pait, nyeri menelan, mual, muntah, nyeri
epigastrium, BAB mencret sesuai dengan teori yang ada pada gambaran klinis
demam tifoid.
Pemeriksaan fisik
Pasien kesadaran compos mentis dengan keadaan tampak sakit sedang,
sesuai karena pasien sedang demam, malaise, nyeri epigastrium, keluhan yang
dialami namun belom sampai membuat terjadinya penurunan kesadaran. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan lidah coated tongue dan nyeri tekan epigastrium ini
merupakan gambaran khas pada demam tifoid.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang didapatkan leukosistosis, diff count terjadi
peningkatan neutrofil segmen yang menandakan terjadinya infeksi oleh bakteri.
Widal test diperoleh hasil S.typhi O 1/80 , S.typhi H 1/320, ini merupakan uji
untuk mengetahui ada atau tidaknya antibodi terhadap antigen O dan H salmonella
antibodi terhadap antigen H positif berarti pasien sedang terinfeksi, antibodi
terhadap antigen O berarti pasien pernah terinfeksi. Hasil dari Tubec TI diperoleh
Salmonela typhi 19 m (+) meyakinkan demam tifoid.
Pengobatan
Planning
Terapi awal diberikan :
1. Paracetamol 3x1
Indikasi: sakit kepala, sakit gigi, mialgia, nyeri dan demam yang
berhubungan dengan flu.
Kontraindikasi : disfungsi ginjal dan hati, hipersensitifitas.
Efek samping : kerusakan hati (jika dosis besar).
2. Cefadroxil 2x1
Indikasi : infeksi saluran gastrointestinal, infeksi saluran nafas, kulit dan
jaringan lunak.
Kontraindikasi : hipersensitifitas terhadap sefalosporin
Efek Samping : kolitis pseudomembran, alergi, pruritus general, moniliasis
genital, peningkatan transaminase serum
Interaksi Obat : aminoglikosida, diuretik poten, dan probenesid
3. Inhipump 1x1
Komposisi : omeprazole.
Indikasi : GERD, ulkus duodenum, ulkus gastrik, ulkus peptik akibat
AINS, terapi infeksi H.pylori, sindroma Zollinger-Ellison.
Efek Samping: sakit kepala, diare, mual, muntah, konstipasi, nyeri
abdomen.
Interaksi Obat : ketokonazol, itrakonazol, diazepam, warfarin.
4. Ondansentron 3x1
Indikasi : mual dan muntah karena kemoterapi, radioterapi, pasca operasi.
Efek Samping : konstipasi, sakit kepala, sensasi kemerahan ataupanas pada
kepala dan epigastrium
5. Ketorolac 3x1
Indikasi : penanganan jangka pendek nyeri akut sedang-berat
Kontraindikasi : ulkus peptikum aktif, penyakit serebrovaskular, diatesis
hemoragik, gangguan koagulasi, sindroma polip nasal
Efek samping : diare, dispepsia, nyeri Gastroinstensinal, nausea, sakit
kepala, pusing, mengantuk, berkeringat
Interaksi obat : warfarin, ACE inhibitor, diuretik, obat nefrotoksik.