Demam Typhoid

29
PORTOFOLIO DEMAM TIFOID dr. Rieswadek Muhammad PEMBIMBING dr. Fallis Desita INTERNSHIP PERIODE MARET 2016 – MARET 2017 INSTALASI GAWAT DARURAT RS ISLAM AISYIYAH NGANJUK

description

portofolio

Transcript of Demam Typhoid

Page 1: Demam Typhoid

PORTOFOLIO

DEMAM TIFOID

dr. Rieswadek Muhammad

PEMBIMBING

dr. Fallis Desita

INTERNSHIP PERIODE MARET 2016 – MARET 2017

INSTALASI GAWAT DARURAT RS ISLAM AISYIYAH

NGANJUK

2016

Page 2: Demam Typhoid

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Portofolio

Topik : Demam Tifoid

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internship sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia

di RSI Aisyiyah Nganjuk

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal 20 SEPTEMBER 2016

Dokter Internsip,

dr. Rieswadek Muhmmad

Mengetahui,

Dokter Pendamping

dr. Fallis Desita

Page 3: Demam Typhoid

PORTOFOLIOTopik : Demam tifoid

Tanggal (Kasus) : 11 Maret 2016 Presenter : dr. Rieswadek Muhammad

Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Fallis Desita

Tempat Presentasi : RSI Aisyiyah Nganjuk

Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan

Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus

Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi :

Perempuan berusia 23 tahun datang dengan keluhan utama demam naik turun selama 7

hari, meningkat terutama pada malam hari dan tidak begitu panas pada pagi dan siang

hari tanpa fase menggigil, Pasien tampak lesu dan tidak nafsu makan. Lidah terasa pahit.

Pasien juga mengeluh nyeri di daerah ulu hati, mual, dan muntah dengan frekuensi 2

kali/hari, banyaknya ¼-½ gelas belimbing, isi muntahan apa yang dimakan. Buang air

besar dan buang air kecil normal.

Tujuan : Diagnosis dan Tatalaksana Demam Tifoid

Bahan Bahasan : Tinjauan

Pustaka

Riset Kasus Audit

Cara membahas Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data Pasien: Nama: Nn. AW Umur: 23 tahun No. Reg : 00.92.79

Nama Rumah Sakit:

RSI Aisyiyah Nganjuk

Telp : Terdaftar sejak :

Data utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:

- Febris

- Malaise, Nausea, Vomitus

- Abdominal pain

2. Riwayat Pengobatan :

Page 4: Demam Typhoid

Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan selama demam

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :

Riwayat mondok sebelumnya disangkal.

Riwayat keluhan serupa disangkal.

4. Riwayat Keluarga :

Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal

5. Riwayat Pekerjaan : -

6. Lain-lain :

Riwayat bepergian ke luar kota dalam 1 bulan terakhir disangkal

Daftar Pustaka:

1. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi &

pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.

2. Rezeki, Sri. Demam tifoid. 2008. Diunduh dari

http://medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada_Anak_Apa_yang

P erlu_Diketahui.html.

3. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S,

Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba

Medika, 2002: 1-43.

4. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa Indonesia: A

Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15. Jakarta: EGC; 2000.

5. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics

Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003: h. 2-20.

6. Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada anak.

Surabaya : FK UNAIR ; 2010: h. 1-10.

7. Mohamad, Fatmawati. Efektifitas kompres hangat dalam menurunkan demam pada

pasien Thypoid Abdominalis di ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo. 2012. Diunduh dari

http://journal.ung.ac.id/filejurnal/JHSVol05No01_08_2012/7_Fatwaty_JHSVol05No

01_08_2012.pdf. 22 Januari 2012

Hasil Pembelajaran

1. Epidemiologi dan Etiologi

2. Patofisiologi demam tifoid

Page 5: Demam Typhoid

3. Penegakan diagnosis demam tifoid

4. Penatalaksanaan demam tifoid

1. Subjektif :

- Demam naik turun selama 7 hari

- Tidak nafsu makan, lidah terasa pahit

- Nyeri di daerah ulu hati

- Mual dan muntah dengan frekuensi 2 kali/hari, banyaknya ¼-½ gelas belimbing,

isi muntahan apa yang dimakan

2. Objektif :

Pemeriksaan Fisis

Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan umum : cukup

Tanda vital :

Tekanan Darah : 110/80 MmHg

Frekuensi Nadi : 84 x/menit

Frekuensi Pernapasan : 18 x/menit

Suhu : 37.8º C

Mata : Edema palpebra (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

THT : lidah kotor, tepi hiperemis, tremor (-)

Thorax : Cor : S1,S2 regular, bising (-/-)

Pulmo : Suara dasar vesikular, suara tambahan (-/-)

Abdomen : peristaltik (+) normal, Supel, Nyeri tekan epigastrik, turgor baik, timpani

Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin :

Hb 12,3 g/dL

Leukosit 13.700/mm3

Eritrosit 5.5 jt/mm3

Ht 38%

Trombosit 215.000 /mm3

Page 6: Demam Typhoid

Serologi/Imunologi:

Widal A

Widal B

Widal H

Widal O

Slide

Slide

Slide

Slide

Positif 1/100

Negatif

Positif 1/400

Positif 1/100

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

3. Assessment :

Pasien berusia 23 tahun datang dengan keluhan utama demam naik turun

selama 7 hari, meningkat terutama pada malam hari dan tidak begitu panas pada

pagi dan siang hari tanpa fase menggigil, Pasien tampak lesu dan tidak nafsu makan.

Lidah terasa pahit. Pasien juga mengeluh nyeri di daerah ulu hati, mual, dan muntah

dengan frekuensi 2 kali/hari, banyaknya ¼-½ gelas belimbing, isi muntahan apa

yang dimakan. Buang air besar dan buang air kecil normal. Dari keluhan utama

berupa demam lama dapat dipikirkan beberapa kemungkinan penyebab, antara lain

demam tifoid, malaria, atau TB paru.

Berdasarkan anamnesa, kemungkinan TB paru dapat disingkirkan karena sifat

demam pada penyakit ini biasanya subfebris. Selain itu penderita juga menyangkal

adanya batuk kronis, penurunan berat badan yang signifikan, dan riwayat kontak

dengan penderita Tb paru. Kemungkinan malaria masih belum dapat disingkirkan

meskipun dari anamnesis didapatkan bahwa pola demam tidak khas untuk malaria,

tidak ada keluhan menggigil, dan riwayat bepergian ke wilayah endemik malaria

disangkal. Untuk memastikan diagnosis malaria perlu dilakukan pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis. Dari sifat demam yang remitten dan

diikuti oleh adanya keluhan gastrointestinal (mual, muntah, nyeri perut, dan BAB

cair), maka kecurigaan sementara diagnosa pasien ini adalah demam tifoid,

meskipun harus dibuktikan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

laboratorium.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan, pasien tampak sakit sedang dengan suhu

tubuh 37,80C. Hal ini menunjukkan pasien dalam keadaan demam. Lidah tampak

kotor dengan tepi yang hiperemis menunjukkan gambaran typhoid tongue. Pada

pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan epigastrium dan pembesaran hepar 2

jari bawah arcus costae dengan permukaan rata dan tepi tumpul. Temuan yang

didapatkan dari pemeriksaan fisik ini semakin menguatkan kecurigaan diagnosis

Page 7: Demam Typhoid

sementara demam tifoid.

Untuk lebih memastikan maka dilakukan pemeriksaan penunjang berupa

pemeriksaan serologi widal yang bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi di

dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi/paratypi. Uji ini dilakukan

pada awal minggu kedua sakit dan dinyatakan positif bila titer O ≥ 1/200 atau

meningkat lebih dari 4x dalam interval 1 minggu. Pada pasien ini, pemeriksaan

serologi widal menunjukkan hasil kadar titer O 1/300. Dari hasil pemeriksaan widal

sudah dapat dipastikan pasien ini menderita demam tifoid. Maka tatalaksana yang

sesuai adalah pemberian antibiotik dan terapi simptomatik.

4. Plan :

Diagnosis : Demam Tifoid

Penatalaksanaan :

• Tirah baring total dan mobilisasi bertahap

• Diet bubur

• Ciproflokasin tab 2x500 mg sampai 7 hari bebas panas, minimal 10 hari

• Parasetamol tab 3x500 mg (jika suhu >37.5oC)

• Ranitidin tab 2x150 m

Edukasi keluarga :

1. Memberitahu keluarga bahwa penyakit ini membutuhkan istirahat total

2. Menjaga pola makan pasien dengan diet lunak (bubur saring) yang diberikan

dalam porsi sedikit tapi sering, mengandung kalori dan protein yang tinggi, serta

tidak merangsang (mengandung gas, pedas, asam, dan bebas serat)

3. Menjelaskan bahwa pengobatan memakan waktu selama 10-14 hari

TINJAUAN PUSTAKA

Page 8: Demam Typhoid

Definisi

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever. Demam

tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus

halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran

pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.1

Epidemiologi

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena

penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data

World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta

kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap

tahun.2 Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis

dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah

15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini

tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan

358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun

atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di

Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.3

Etiologi

Demam tifoid adalah suatu infeksi yang dapat disebabkan oleh bakteri Salmonella

typhi atau Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C.

Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif,

mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif anaerob.

Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H)

yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida.

Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari

dinding sel dan dinamakan endotoksin.1

Salmonella typhi dapat hidup didalam tubuh manusia (manusia sebagai natural

reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikannya melalui

sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi.

Page 9: Demam Typhoid

Salmonella typhi yang berada diluar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu

apabila berada didalam air, es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada pakaian.

Akan tetapi Salmonella typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage,

dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temp 63°C).1

Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan

yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya

keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal).

Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada

dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari

seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber

kuman berasal dari laboratorium penelitian.1

Patogenesis

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti ingesti

organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel Peyer’s Patch, 2) bakteri bertahan

hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer’s Patch, nodus limfatikus

mesenterikus, dan organ-organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial 3) bakteri

bertahan hidup di dalam aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar

cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas membrane usus sehingga

menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.1

Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh

manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman

dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2), namun

sebagian lolos masuk ke dalam usus dan berkembang biak dalam peyer patch dalam

usus. Untuk diketahui, jumlah kuman yang masuk dan dapat menyebabkan infeksi

minimal berjumlah 105 dan jumlah bisa saja meningkat bila keadaan lokal pada lambung

yang menurun seperti aklorhidria, post gastrektomi, penggunaan obat-obatan seperti

antasida, H2-bloker, dan Proton Pump Inhibitor.4

Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejenum dan

ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman akan

menembus sel-sel epitel (sel-M merupakan sel epitel khusus yang yang melapisi Peyer

Patch, merupakan port de entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke lamina propria. Di

Page 10: Demam Typhoid

lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit terutama

makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya

dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag ini

masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang sifatnya

asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan

limpa. Di organ-organ RES ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian

berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya kembali masuk ke

sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia kedua dengan disertai tanda-tanda

dan gejala infeksi sistemik.

Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak dan

bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam lumen usus.

Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi

setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah

teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman Salmonella terjadi beberapa

pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi

inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, diare

diselingi konstipasi, sampai gangguan mental dalam hal ini adalah delirium. Pada anak-

anak gangguan mental ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang terjadi

dalam 3 hari berturut- turut.1,4

Dalam Peyer’s patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan

(S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia

jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi

pembuluh darah sekitar Peyer’s patch yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia

akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus.

Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,

serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel di reseptor

sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan

neuropsikiatrik, kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya.

Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut

terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui

pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi

Page 11: Demam Typhoid

makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk

memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat

menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem vaskuler yang tidak stabil,

demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem

imunologis.1,4

Manifestasi Klinis

Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara

10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan

tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat.

Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi dan imunologik

pejamu serta lama sakit dirumahnya.1,4,5

Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Banyak

orangtua pasien demam tifoid melaporkan bahwa demam lebih tinggi saat sore dan

malam hari dibandingkan dengan pagi harinya. Pada saat demam sudah tinggi, pada

kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti kesadaran berkabut

atau delirium, atau penurunan kesadaran mulai apati sampai koma.

Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala,

malaise, anoreksia, nausea, mialgia, dan nyeri perut. Gejala gastrointestinal pada kasus

demam tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh diare, onbstipasi, atau obstipasi

kemudian disusul episode diare dan banyak dijumpai meteorismus. Pada sebagian pasien

lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan juga.

Pembesaran hepar lebih banyak dijumpai dibandingkan pembesar limfa.1

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi

dalam empat kelompok, yaitu :

1. Pemeriksaan darah tepi

Page 12: Demam Typhoid

Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai sedang

dengan peningkatan laju endap darah, gangguan eritrosit normokrom normositer,

yang diduga karena efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus. Tidak

selalu ditemukan leukopenia, diduga leukopenia disebabkan oleh destruksi leukosit

oleh toksin dalam peredaran darah. Sering hitung leukosit dalam batas normal dan

dapat pula leukositosis, terutama bila disertai komplikasi lain. Trombosit jumlahnya

menurun, gambaran hitung jenis didapatkan limfositosis relatif, aneosinofilia, dapat

shift to the left ataupun shift to the right bergantung pada perjalanan penyakitnya.

SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah

sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.

Gambaran sumsum tulang menunjukkan normoseluler, eritroid dan mieloid

sistem normal, jumlah megakariosit dalam batas normal.1,4,6

2. Uji serologis

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid

dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun

mendeteksi antigen itu sendiri.6

Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi :

a) Uji Widal

Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibodi

terhadap kuman S.typhi yaitu uji Widal. Uji telah digunakan sejak tahun 1896.

Pada uji Widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan

antibodi yang disebut aglutinin. Prinsip uji Widal adalah serum penderita

dengan pengenceran yang berbeda ditambah dengan antigen dalam jumlah yang

sama. Jika pada serum terdapat antibodi maka akan terjadi aglutinasi.

Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer

antibodi dalam serum.

Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam

serum penderita tersangka demam tifoid yaitu;

1. Aglutinin O (dari tubuh kuman)

2. Aglutinin H (flagel kuman)

3. Aglutinin Vi (simpai kuman).

Page 13: Demam Typhoid

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan

untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar

kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Pada demam tifoid mula-mula akan terjadi peningkatan titer antibodi O.

Antibodi H timbul lebih lambat, namun akan tetap menetap lama sampai

beberapa tahun, sedangkan antibodi O lebih cepat hilang. Pada seseorang yang

telah sembuh, aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan

aglutinin H menetap lebih lama antara 9 bulan-2 tahun. Antibodi Vi timbul

lebih lambat dan biasanya menghilang setelah penderita sembuh dari sakit.

Pada pengidap S.typhi, antibodi Vi cenderung meningkat. Antigen Vi biasanya

tidak dipakai untuk menentukan diagnosis infeksi, tetapi hanya dipakai untuk

menentukan pengidap S.typhi.

Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin ≥ 1/40 dengan memakai

uji widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan waktu 45

menit) menunjukkan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif,

96% kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidak

menyingkirkan. Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin

sekali periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka

diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan

pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada

deteksi pembawa kuman S. typhi (karier).

b) Tes TUBEX

Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang

sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang

berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan

menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan

pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut

karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi

IgG dalam waktu beberapa menit.7

Ada 4 interpretasi hasil :

Page 14: Demam Typhoid

Skala 2-3 adalah Negatif Borderline. Tidak menunjukkan infeksi demam

tifoid. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3-5 hari kemudian.

Skala 4-5 adalah Positif. Menunjukkan infeksi demam tifoid

Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid

Kelebihan pemeriksaan menggunakan tes TUBEX :

Mendeteksi infeksi akut Salmonella

Muncul pada hari ke 3 demam

Sensifitas dan spesifitas yang tinggi terhadap kuman Salmonella

Sampel darah yang diperlukan relatif sedikit

Hasil dapat diperoleh lebih cepat

c) Metode Enzyme Immunoassay (EIA) DOT

Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik

IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM

menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi

terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan

infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid

yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak

dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode

Typhidot-M® yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot® telah

dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan

kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik.

Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-

tifoid bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan

dengan uji Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif

yang bermakna tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif. Dikatakan bahwa

Typhidot-M® ini dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan

kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.

Beberapa keuntungan metode ini adalah memberikan sensitivitas dan

spesifisitas yang tinggi dengan kecil kemungkinan untuk terjadinya reaksi

silang dengan penyakit demam lain, murah (karena menggunakan antigen dan

membran nitroselulosa sedikit), tidak menggunakan alat yang khusus sehingga

Page 15: Demam Typhoid

dapat digunakan secara luas di tempat yang hanya mempunyai fasilitas

kesehatan sederhana dan belum tersedia sarana biakan kuman. Keuntungan lain

adalah bahwa antigen pada membran lempengan nitroselulosa yang belum

ditandai dan diblok dapat tetap stabil selama 6 bulan bila disimpan pada suhu

4°C dan bila hasil didapatkan dalam waktu 3 jam setelah penerimaan serum

pasien.6

d) Metode Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Uji Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak

antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap

antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA

yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen

klinis adalah double antibody sandwich ELISA. Pemeriksaan terhadap antigen

Vi urine ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut akan tetapi tampaknya

cukup menjanjikan, terutama bila dilakukan pada minggu pertama sesudah

panas timbul, namun juga perlu diperhitungkan adanya nilai positif juga pada

kasus dengan Brucellosis.6

3. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi

dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari

rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah

ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada

stadium berikutnya di dalam urine dan feses.

Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif

tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa

faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi (1) jumlah darah

yang diambil; (2) perbandingan volume darah dari media empedu; dan (3) waktu

pengambilan darah.6

Penatalaksanaan

Non Medikamentosa

Page 16: Demam Typhoid

a) Tirah baring

Seperti kebanyakan penyakit sistemik, istirahat sangat membantu. Pasien harus

diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan.5

b) Nutrisi

Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat adalah

yang paling membantu dalam memenuhi nutrisi penderita namun tidak

memperburuk kondisi usus. Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat) untuk

mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid,

biasanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa.

c) Cairan

Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun

parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada

komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus

mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Kebutuhan kalori anak pada

infus setara dengan kebutuhan cairan rumatannya.

d) Kompres air hangat

Mekanisme tubuh terhadap kompres hangat dalam upaya menurunkan suhu

tubuh akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang

belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang,

sistem efektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi

perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada

medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian

anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan

pembuangan/ kehilangan energi/ panas melalui kulit meningkat (berkeringat),

diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan

normal kembali.7

Medikamentosa

a) Simptomatik

Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberikan antipiretik. Bila

mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah

Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk

Page 17: Demam Typhoid

menghindari aspirin dan turunannya karena mempunyai efek mengiritasi

saluran cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan kemungkinan

untuk diperberat keadaannya sangatlah mungkin.

b) Antibiotik

Antibiotik yang sering diberikan adalah:1,4,5

Chloramphenicol, merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi tifoid

terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk anak- anak 100

mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis, diberikan selama 10-14 hari atau sampai

7 hari setelah demam turun. Kelemahan dari antibiotik jenis ini adalah

mudahnya terjadi relaps atau kambuh, dan karier.

Cotrimoxazole, merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika trimetoprim

dan sulfametoxazole dengan perbandingan 1:5. Dosis Trimetoprim 10

mg/kg/hari dan Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Efek

samping dari pemberian antibiotika golongan ini adalah terjadinya gangguan

sistem hematologi seperti Anemia megaloblastik, Leukopenia, dan

granulositopenia. Dan pada beberapa Negara antibiotika golongan ini sudah

dilaporkan resisten.

Ampicillin dan Amoxicillin, memiliki kemampuan yang lebih rendah

dibandingkan dengan chloramphenicol dan cotrimoxazole. Namun untuk

anak- anak golongan obat ini cenderung lebih aman dan cukup efektif. Dosis

yang diberikan untuk anak 100-200 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis

selama 2 minggu. Penurunan demam biasanya lebih lama dibandingkan

dengan terapi chloramphenicol.

Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime), merupakan

pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau bahkan lebih dari

Chloramphenicol dan Cotrimoxazole serta lebih sensitive terhadap

Salmonella typhi. Ceftriaxone merupakan prototipnya dengan dosis 100

mg/kg/hari IVdibagi dalam 1-2 dosis (maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari

atau dapat diberikan cefotaxim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis.

Bila mampu untuk sediaan Per oral dapat diberikan Cefixime 10-15

mg/kg/hari selama 10 hari.

Page 18: Demam Typhoid