Case Demam Typhoid
-
Upload
medissa-moth -
Category
Documents
-
view
69 -
download
10
Transcript of Case Demam Typhoid
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
A. Identitas Pasien
Nama : Habib
Umur : 6 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Masuk RSUD Koja : 17 Juli 2009
B. Identitas Orangtua
Ayah
Nama : Hudrianto
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kalibaru
Pekerjaan : Pedagang
Ibu
Nama : Santi Ratna Sari
Umur : 34 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sunter jaya RT 004/01 no.31
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan orangtua: anak kandung
Suku bangsa: Betawi
1
II. ANAMNESA
Alloanamnesa dengan ibu kandung pada tanggal 17 Juli 2009
Keluhan Utama : Panas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan Tambahan : Batuk kering (+), buang air besar (bab) keras warna hitam.
Riwayat Penyakit Sekarang
3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan demam saat ia bangun tidur.
Kemudian pasien sempat dibawa oleh ibunya ke puskesmas pada hari itu juga.
Puskesmas memberikan puyer panas dan antibiotik. Namun keluhan belum teratasi.
Nafsu makan pasien menurun. Mimisan (-), gusi berdarah (-), sakit tenggorokan (-), batuk
(-). Pilek (-). Muntah 1 kali yang keluar isi makanan. Sebelum hari dibawa ke puskesmas,
ibu pasien mengakui tubuh pasien sempat hangat hilang timbul. Kejadian itu kira-kira
berlangsung selama 2 hari, namun hal itu tidak mengganggu pasien.
2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien demam hanya turun sedikit, keluhan
belum teratasi. Demam terasa lebih tinggi pada malam hari. Pasien mengkonsumsi madu
campur kunyit untuk menambah nafsu makan. Nyeri otot (-), sakit tenggorokan (-),
muntah (-).
1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien masih demam, demam meningkat
suhunya pada malam hari. Batuk (-). pilek (-). Muntah (-). Nyeri otot (-). Pasien masih
mengkonsumsi madu campur kunyit . Pasien buang air besar 2 hari sekali, tidak mencret,
berampas warna coklat kehitaman. Sedangkan buang air kecil normal.
Karena masih demam, pasien dibawa ke RSUD Koja dan dirawat disana.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah alami keluhan seperti ini. Riwayat alergi (-).
Riwayat cacingan (-), DBD (-), Otitis (-), Parotitis (-), Difteria (-), Diare (-), Kejang (-),
Morbili (+), penyakit jantung (-), penyakit ginjal (-), penyakit paru (+)
Riwayat Penyakit Keluarga.:
DM (-), Hipertensi (-), penyakit jantung (-)
2
Riwayat Kehamilan dan Persalinan:
Ibu pasien mengandung cukup bulan (±37 minggu). Selama kehamilan ibu pasien
satu kali tiap bulan memeriksakan kandungannya ke bidan. Dalam masa kehamilan ibu
pasien tidak merokok namun pernah meminum alkohol. Kelahiran ditolong oleh seorang
bidan. Orang tua pasien lupa berapa berat badan lahir pasien. Pasien lahir langsung
menangis spontan.
Kesan: riwayat kehamilan dan kelahiran normal
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan gigi I :1 tahun (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor :
o Tengkurap : 4 bulan (normal: 12-16 minggu)
o Merangkak : 6 bulan (normal 9-10 bulan)
o Duduk : 6 bulan (normal 26 minggu)
o Berdiri : 9 bulan (normal: 9-12 bulan)
o Berjalan : 1 tahun (normal: 13 bulan)
o Berbicara : ibu os tidak ingat (normal: 9-12 bulan)
Kesan: pertumbuhan gigi pertama waktunya lebih lambat dari normal, merangkak lebih
awal dari waktu normalnya.
Riwayat Makanan
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi tim
0-2 √ - - -
2-4 √ - - -
4-6 √ - - -
6-8 √ - - -
8-10 √ √ - √
10-12 √ √ - √
3
Umur diatas 1 tahun
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi/pengganti 5 suap (3x sehari)
Sayur -
Daging 2 potong ayam untuk 3 hari
Telur Jarang
Ikan 2 ekor dalam seminggu
Tahu -
Tempe -
Susu (merk/takaran) 3 botol penuh untuk 1 hari
Madu 1 sendok perhari
Kesimpulan Riwayat Makanan: diet sayuran tidak ada sehingga asupan seratnya sedikit.
Diet karbohidrat sedikit sehingga kebutuhan kalorinya tidak terpenuhi dengan baik
Riwayat Imunisasi
Jenis Imunisasi Pemberian
BCG 1 kali pada usia 1 bulan
DPT/DT 5 kali pada usia 2, 4,6, 18 bulan dan 5
tahun
POLIO 6 kali pada usia baru lahir, 2, 4,6, 18 bulan
dan 5 tahun
CAMPAK Belum sama sekali
HEPATITIS B 3 kali pada usia baru lahir, 1, 5 bulan
Kesimpulan Riwayat Imunisasi: Imunisasi tidak lengkap
4
Riwayat Keluarga
No Tanggal
lahir
Jenis
Kelamin
Hidup Lahir
mati
Abortus Mati Keterangan
Kesehatan
1. 25
Januari
2001
Laki-laki √ - - -
2. 7
Agustus
2003
Laki-laki √ - - -
Riwayat Pernikahan
Ayah Ibu
Nama Hudrianto Santi Ratna Sari
Perkawinan ke- 1 2
Umur saat menikah 23 20
Pendidikan Terakhir SMP SMP
Agama Islam Islam
Suku Bangsa Padang Betawi
Kosanguitas
Penyakit, bila ada - -
Riwayat Keluarga orang tua pasien
Ibu pasien tidak mengidap penyakit batuk yang pengobatannya lama, tidak ada riwayat
penyakit jantung, diabetes dan hipertensi. Bapak pasien juga tidak ada riwayat penyakit
jantung, diabetes dan hipertensi.
5
Riwayat anggota keluarga lain yang serumah
Setiap hari senin sampai jumat os tinggal bersama ibunya. Ibu. Setiap hari sabtu
sampai minggu pasien bersama ibunya tinggal dengan suaminya dan nenek pasien di
rumah nenek pasien. Nenek pasien juga tak ada riwayat penyakit jantung, diabetes dan
hipertensi.
Riwayat Lingkungan Perumahan dan Sanitasi
Pasien tinggal bersama ibu, rumah milik sendiri berlantai ubin, beratap genteng,
ventilasi baik, pencahayaan baik, sanitasi baik. Lingkungan tempat tinggal padat
penduduk. Setiap hari sampah yang terdapat disekitar rumah dibersihkan tiap satu hari
sekali oleh petugas kebersihan. Kerja Bakti diadakan tiap satu bulan sekali.
Kesan: riwayat perumahan dan sanitasi cukup baik, namun akan lebih baik bila ada peran
aktif orang tua pasien dalam menjaga kebersihan lingkungannya.
Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Penyakit
jantung
-
Cacingan - Diare - Penyakit
ginjal
-
Demam
Berdarah
- Kejang - Penyakit
Darah
-
Demam
Typhoid
- Kecelakaan - Radang Paru -
Otitis - Morbili 6 tahun TBC -
Parotitis - Operasi - lain -
6
III. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: lemah
Kesadaran: compos mentis
Status Gizi
Berat Badan : 16 kg
Tinggi Badan: 104 cm
Lingkar Kepala:52 cm
Lingkar Lengan Atas: 16 cm
Lingkar Dada: 53 cm
Keadaan gizi: BB/U = 16 /21x100% = 76,19% gizi kurang
TB/U=104/117x100%=88,89 % tinggi kurang
BB/TB= 16/18 x100%=88,89% gizi kurang
Tanda Vital
Tekanan Darah :
Nadi: 80x/menit
Suhu: 39,4 ºC
Pernafasan: 24x/menit
Kulit: warna kulit sawo matang, tidak sianosis, turgor baik
Kepala: Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Tidak ada septum deviasi.
Mata: Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+), refleks cahaya tidak langsung (+),
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung: Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, secret (+/+),
Telinga: normotia
Mulut: bibir tidak kering, sianosis (-), lidah kotor (+)
Leher: KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar
7
Thorax
Paru
Inspeksi: bentuk dada simetris, gerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga tidak ada
Palpasi: -
Perkusi:sonor
Auskultasi: Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada pada kedua lapangan paru, wheezing
tidak ada di kedua lapangan paru.
Jantung
Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi: Iktus kordis teraba di linea midklavikularis kiri interkostalis 4
Perkusi: redup
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada.
Abdomen
Inspeksi: perut datar
Palpasi: Abdomen supel, Hepar dan Lien tidak teraba
Perkusi: Timpani di seluruh abdomen, asites (-)
Auskultasi: Bising usus normal
Extremitas: akral hangat, edema (-), sianosis(-)
8
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
17-7-09 18-7-09 19-7-09 20-7-
09
21-7-09 Satuan
Hb 11,1 10,9 12,1 11,4 12,4 g/dl
Ht 33 33 35 33 36 %
Leukosit 6300 3900 2800 2500 3700 /uL
Trombosit 208.000 150.000 103.000 59.000 52.000 /uL
Eritrosit - 3,97 - - - Juta/uL
Basofil - 0 - - - %
Eosinofil - 0 - - - %
Batang - 0 - - - %
Segmen - 59 - - - %
Limfosit - 34 - - - %
Monosit - 7 - - - %
S typhi O 1/160 - - - -
S paratyphi
A
- - - - -
S paratyphi
B
- - - - -
S paratyphi
C
1/160 - - - -
LED - 11 - - - mm/jam
MCH 28 pg
MCV 83 fL
MCHC 33 g/dl
9
Nilai normal
Hemoglobin (normal: 13,7-17,5 g/dl)
Leukosit (normal: 4200-9100/ µL)
Hematokrit (normal: 40-51 %)
Trombosit (normal:163.000-337.000/µL)
S.typhi O (normal: negatif)
S. paratyphi A (normal: negatif)
S.paratyphi B (normal: negatif)
S.paratyphi C (normal: negatif)
Eritrosit (normal: 4,5-5,5 juta/ µL)
MCV (normal: 82-93 fL)
MCH (normal: 27-31 pg)
MCHC (normal: 32-36 g/dl)
Hitung jenis:
Basofil (normal: 0-1%)
Eosinofil (normal: 1-3%)
Neutrofil (normal: 2-6%)
Neutrofil (normal: 50-70%)
Limfosit (normal: 20-40%)
Monosit (normal: 2-8%)
Trombosit (normal: 200.000-500.000/ µL)
LED (normal: <10 mm/jam)
10
V. RESUME
Anamnesa:
Pasien seorang anak laki-laki berumur 6 tahun datang dengan keluhan demam
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit . Sebelum hari pertama demam tersebut, ibu
pasien mengakui tubuh pasien sempat hangat hilang timbul. Kejadian itu kira-kira
berlangsung selama 2 hari, namun hal itu tidak mengganggu pasien.
Demam semakin tinggi saat malam hari. Pasien juga batuk-batuk kering dan BAB keras
berwarna hitam. Batuk-batuk timbul bersamaan ketika mulai demam. Mimisan dan gusi
berdarah disangkal. Nyeri otot, nyeri ulu hati, dan nyeri belakang mata disangkal. Pasien
mengaku tidak berkeringat pada malam hari. Tidak ada ruam diseluruh tubuh. Sesak
disangkal pasien.
Penilaian status gizi secara antropometri:
Berat badan sesuai dengan umur, tinggi badan sesuai dengan umur.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum lemah, hepatosplenomegali negatif, nyeri tekan abdomen negatif.
Pemeriksaan lab:
Hematokrit: 33%
Hemoglobin : 11,1 g/dl
Leukosit : 3900 /µL
Eritrosit 3,97 juta/ µL
Eosinofil: 0%
Neutrofil batang : 0%
Trombosit: 150.000/ µL
S.typhi O : 1/160
S.paratyphi C: 1/160
LED: 11 mm/jam
11
Delta Ht = (Ht tertinggi-Ht terendah) x 100% = 9,09 %
(Ht terendah)
kesimpulan: tidak ada hemokonsentrasi
VI. DIAGNOSIS KERJA
Demam Tifoid
VII. DIAGNOSIS BANDING
- Demam Berdarah Dengue
- Perdarahan saluran cerna
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Kultur darah
- IgG dan IgM typhi
- Tes Benzidin
IX. PENATALAKSANAAN
Rawat inap tirah baring dengan medikamentosa
IVFD RL 14 tetes/menit makro
Paracetamol 3x1 bungkus
Guaiafenesin 3x1 Cth
Nystatin 3x0,5 drop
Ibuprofen 3x1 cth
Ceftizoxim 3x500 g IV
Tiamfenikol fl I 3x1 Cth
X. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : bonam
12
XI. FOLLOW UP
Jumat,17 Juli 2009
S: Demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, menggigil (+)
Batuk kering (+), mimisan (-)
Buang air besar keras warna hitam
O: Tensi : tidak diukur
Heart rate : 80x/menit
Suhu : 39,4 ºC
Pernapasan : 24x/menit
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+), refleks cahaya tidak
langsung (+), CA (-/-), SI (-/-)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, secret (+/+), septum
deviasi(-/-)
Telinga : normotia
Mulut : lidah kotor
Leher : KGB tidak teraba membesar
Paru : Sn vesikuler, rhonki (-/-), wheezing(-/-)
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, bising usus(+)
Extremitas : akral hangat, oedem (-), cyanosis(-)
A: Febris
P: IVFD RL 14 tetes/menit makro
Parasetamol 3x1 bungkus
Guaiafenesin 3x1 Cth
Ibuprofen 3x1 cth
Ceftisoxim 3x500 g IV
Nystatin 3x0,5 drop
13
Sabtu, 18 Juli 2009
S: Demam (-), menggigil (-)
Batuk kering (+), mimisan (-)
Buang air besar keras warna hitam
O: Tensi : tidak diukur
Heart Rate : 88x/menit
Suhu : 35,8 ºC
Pernapasan : 27x/menit
Kepala : Normocephali
Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+), refleks cahaya tidak
langsung (+), CA (-/-), SI (-/-)
Hidung : septum deviasi (-/-), secret (-/-)
Telinga : normotia, serumen (+/+)
Mulut : lidah kotor berwarna putih
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Paru : Sn vesikuler, rhonki (-/-), wheezing(-/-)
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, bising usus(+)
Extremitas : akral hangat, oedem (-), cyanosis(-)
A: Suspek Demam Tifoid
P: IVFD RL 14 tetes/menit makro
Paracetamol 3x1 bungkus
Guaiafenesin 3x1 Cth
Nystatin 3x0,5 drop
Minggu,19 Juli 2009
S: Batuk sesekali, tidak berdahak
Buang air besar dan buang air kecil seperti biasa
Muntah (-)
Demam (-), menggigil (-)
O: Tensi : tidak diukur
14
Nadi : 100x/menit
Suhu : 37,1 ºC
Pernapasan : 14x/menit
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+), refleks cahaya tidak
langsung (+), CA (-/-), SI (-/-)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, secret (+/+), septum
deviasi(-/-)
Telinga : normotia
Mulut : lidah bersih
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Paru : Sn vesikuler, rhonki (-/-), wheezing(-/-)
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, bising usus(+)
Extremitas : akral hangat, oedem (-), cyanosis(-)
A: Suspek demam tifoid
P: Guaiafenesin 3x1 Cth
Nystatin 3x0,5 drop
Senin, 20 Juli 2009
S: Batuk sesekali, tidak berdahak
Buang air besar dan buang air kecil seperti biasa
Muntah (-)
O: Tensi : tidak diukur
Nadi : 56x/menit
Suhu : 36,4 ºC
Pernapasan : 22x/menit
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+), refleks cahaya tidak
langsung (+), CA (-/-), SI (-/-)
15
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, secret (+/+), septum
deviasi(-/-)
Telinga : normotia
Mulut : lidah bersih
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Paru : Sn vesikuler, rhonki (-/-), wheezing(-/-)
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, bising usus(+)
Extremitas : akral hangat, oedem (-), cyanosis(-)
A: Suspek demam Tifoid
P: Tiamfenikol Fl I 3x1/ Cth
Selasa, 21 Juli 2009
S: Panas naik turun, batuk kering (+)
Nafsu makan baik, buang air besar dan buang air kecil lancar
O: Tensi : tidak diukur
Heart Rate : 82x/menit
Suhu : 37 ºC
Pernapasan : 27x/menit
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+), refleks cahaya tidak
langsung (+), CA (-/-), SI (-/-)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, secret (-/-), septum
deviasi(-/-)
Telinga : normotia
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Paru : Sn vesikuler, rhonki (-/-), wheezing(-/-)
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, bising usus(+)
Extremitas : akral hangat, oedem (-), cyanosis(-)
A: Suspek demam Tifoid
16
P : infus distop ganti oral
Curvit 1x1 Cth
Cefixim 2x ¾ Cth
Periksa Hb, Ht, Leuko, Trombo /hari
Rabu, 22 Juli 2009
S: Sakit hari ke-8
Panas berkurang
nafsu makan berkurang
kejang (-)
mimisan (-)
gusi berdarah (-)
buang air besar dan buang air kecil normal
O: HR: 104x/menit
Suhu: 37,3 ºC
Pernapasan: 36x/menit
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+), refleks cahaya tidak
langsung (+), CA (-/-), SI (-/-)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, secret (-/-), septum
deviasi(-/-)
Telinga : normotia
Bibir : pecah-pecah
Lidah : kotor (+)
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Paru : Sn vesikuler, rhonki (-/-), wheezing(-/-)
Jantung : S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, supel, bising usus(+)
Extremitas : akral hangat, oedem (-), cyanosis(-)
A: demam Tifoid
17
P: Guaiafenesin syr 100ml 3x1 Cth
Ibuprofen 200mg 3x1 Cth
Nystatin 3x sehari Cth
Rencana pulang
18
XII. ANALISA KASUS
Diagnosa demam Tifoid ditegakkan dengan gejala khas dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Trias gejala dari demam tifoid ialah:
a. demam lebih dari tujuh hari
b. ganguan saluran gastrointestinal
c. kesadaran berkabut
Selain tiga hal diatas, pada demam tifoid ditemukan demam yang menyerupai anak
tangga, bradikardi relatif, coated tongue, dan rose spot.
Jumlah hari ketika pasien mengalami demam ialah enam hari. Demam pada hari ke-5
sampai ke-7 patut dicurigai demam karena infeksi kuman. Pada pasien ini yang
ditemukan hanyalah demam yang menyerupai anak tangga. Keluhan buang air besar yang
keras pada pasien menunjukkan suatu gejala gastrointestinal yaitu obstipasi. Pada demam
tifoid obstipasi merupakan gejala yang menonjol, sedangkan pada demam paratifoid
gejala diarelah yang menonjol. Pada penderita demam tifoid dapat ditemukan kesadaran
berkabut. Kesadaran berkabut ini dimaksudkan menurunnya kesadaran dibawah batas
normal. Penderita dapat ditemukan acuh tak acuh atau tidak merespon aktifitas orang
lain. Namun pada pasien ini tidak ditemukan penurunan kesadaran yang berarti. Terlebih
pula terdapatnya kesadaran berkabut merupakan prognosis buruk untuk demam tifoid.
Oleh karena beberapa manifestasi klinis diatas, penulis mengarahkan diagnosis kerja ke
demam tifoid. Untuk itu dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang.
Berikut ini tiga macam pemeriksaan untuk membantu diagnosis demam tifoid.9
a. Deteksi S. typhi
Kultur merupakan pemeriksaan baku emas namun sensitifitasdnya rendah. Hasil
negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Hasil negatif palsu dapat terjadi bila
jumlah spesimen sedikit, waktu pengambilan spesimen tidak tepat atau telah
mendapat pengobatan antibiotik.
Keterlibatan biakan strain Salmonella biasanya merupakan dasar untuk diagnosis.
Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit.
Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4
Biakan sumsum tulang merupakan metode yang paling sensitif
19
Kultur tinja biasanya positif pada minggu ke-3 sampai ke-5
b. Deteksi DNA S.typhi
Metode yang digunakan yaitu PCR dimana DNA S.typhi dilipat gandakan.
Metode PCR dapat mendeteksi DNA bakteri baik yang hidup maupun mati. Hasil
positif tidak selalu menunjukkan adanya infeksi aktif, sedangkan hasil negatif
tidak menyingkirkan adanya infeksi karena terdapat beberapa zat yang dapat
menghambat reaksi
c. Deteksi anti S.typhi
Tes Widal merupakan pemeriksaan serologis yang pertama kali diperkenalkan
dan masih banyak digunakan. Uji widal klasik mengukur antibodi terhadap
antigen O dan H S typhi. Diagnosis demam tifoid ditegakkan bila kenaikan titer S.
Typhi titer O ≥1:200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase
konvalesens5Deteksi anti O dan anti H dalam serum tidak selalu menunjukkan
adanya infeksi S.typhi. S.typhi memiliki beberapa antigen O dan H yang sama
dengan Salmonella lain, sehingga peningkatan titer tidak spesifik untuk S.typhi.
Anti O dan H negatif tidak menyingkirkan adanya infeksi. Hasil negatif palsu
dapat disebabkan antibodi belum terbentuk karena spesimen diambil terlalu dini
atau antibodi tidak terbentuk akibat defek pembentukan antibodi.
Pada pasien ini titer baru 1/160, oleh karena itu berdasarkan referensi dikatakan
suspek demam tifoid. Namun kriteria positif untuk pemeriksaan Widal di tiap
rumah sakit beragam.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium dapat disingkirkan demem berdarah
dengue karena tidak ditemukan hemokonsentrasi dan tanda-tanda kebocoran plasma lain
seperti efusi pleura dan asites. Tinja yang berwarna kehitaman pada pasien tidak
langsung menunjukkan adanya perdarahan. Pewarna makanan dan obat-obatan dapat
menyebabkan tinja berwarna hitam. Terlebih pula tinja kehitaman bila terjadi karena
perdarahan akan berwarna hitam seperti ter. Oleh karena itu penulis menyarankan
dilakukan tes benzidin. Berdasarkan hal-hal diatas penulis mendiagnosis kasus ini
sebagai demam tifoid.
20
Pada tata laksana terdapat penggantian antibiotik dari tiamfenikol menjadi
cefixim dikarenakan karena sudah terjadi kelainan darah pada pasien yaitu
trombositopenia, leukopenia, dan anemia. Oleh karena itu dipilih antibiotik lain yang efek
sampingnya tidak menimbulkan kelainan darah.
21
PENDAHULUAN
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan
bakterimia, tanpa keterlibatan struktur endokardial atau endothelial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe
usus dan Peyer’s patch.1
Demam Paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama dengan demam
tifoid namun biasanya lebih ringan. 1
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui makanan/minuman yang
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman., biasanya keluar
bersama-sama dengan tinja (melalui jalur oro-fekal). Dapat juga terjadi transmisi
transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya.
Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat
proses kelahirannya kepada bayinya.
ETIOLOGI1
Demam Tifoid disebabkan Salmonella typhii adalah bakteri Gram-negatif,
mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang
terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida.
Demam Paratifoid disebabkan Salmonella enteridis. Terdapat 3 bioserotipe
Salmonella eneridis yaitu nbioserotipe paratyphi A, paratyphi B, dan paratyphi C
MIKROBIOLOGI2
Genus Salmonella terdiri atas tiga spesies: S. typhi, S. Cholerdesuis, dan
S.enteridis. Dua serotype pertama mempunyai satu serotype. Organisme salmonella
adalah basil gram negatif yang dapat didentifikasi secara biokimia. Anggota genus dapat
diidentifikasi secara serologis. Mereka dikelompokkan melalui aglutinasi bakteri
22
terhadap antisera O yang sesuai, dan ditipekan melalui aglutinasi terhadap antisera H
yang sesuai. Salmonella typhi juga mempunyai antigen kapsular atau virulen (Vi).
Identifikasi Salmonella dari tempat steril normal seperti darah, CSF, dan cairan sendi
tidak membutuhkan media khusus. Tinja yang mengandung konsentrasi tinggi
mikroorganisme lain diperlukan media selektif seperti agar bismuth sulfat atau agar
deoksikolat, yang mengandung penghambat flora normal tinja.
EPIDEMIOLOGI1
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai
Negara sedang berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia ini sangat
sukar ditentukan sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinisnya
sangat luas. Diperkirakan angka kejadian dari 150/100.000per tahun di Amerika Selatan
dan 900/100.000 per tahun di Asia. Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah
endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91% kasus. Angka yang kurang lebih
sama juga dilaporkan di Amerika Selatan.
Salmonella typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa
minggu apabila berada di dalam air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada
pakaian. Akan tetapi S.typhi dapat mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi.
PATOFISIOLOGI.
Perkembangan penyakit tergantung pada jumlah organisme penginfeksi, pada
sifat virulensinya, dan sistem pertahanan hospes. Keasaman lambung merupakan
perintang protektif utama. Keasaman lambung menghambat multiplikasi salmonella.
Namun beberapa hal dapat memungkinkan organisme salmonella lolos ke usus halus.
Pada usus halus dan usus besar, salmonella harus bersaing dengan flora bakteri normal
untuk memperbanyak diri dan menyebabkan penyakit. Sesudah multiplikasi dalam
lumen, organisme menembus mukosa, khas pada bagian distal ileum dan bagian
proksimal kolon, dengan lokalisasi berikutnya dalam Peyer patches.3
Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer patch merupakan tempat
internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti
23
aliran ke kelenjar limfe mesentrika, bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai
ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Tahap ini disebut bakteria primer. Salmonella
typhi menstimulasi makrofag di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe,
kelenjar limfe mesentrika, hati, dan limfe.4
Setelah melalui periode inkubasi maka salmonella typhi akan keluar dari
habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik (bakteremia
sekunder). Sehingga organisme dapat menjangkau organ manapun.. Sebagian kuman
masuk ke organ tubuh terutama limpa dan kandung empedu. Ekskresi organisme di
empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja.
Dalam masa bakterimia kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya
sama dengan antigen somatik. Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis
dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat
pirogen yang beredar dalam aliran darah mempengaruhi pusat termoregulator di
hipotalamus yang mengakibatkan timbul gejala demam. Makrofag akan menghasilkan
substansi aktif yang disebut monokin, lalu monokin ini dapat menyebabkan nekrosis
selular dan merangsang sistem imun, menyebabkan instabilitas kapiler, depresi sumsum
tulang dan demam. 4
MANIFESTASI KLINIS1
Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak
memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat. Variasi
gejala ini disebabkan faktor galur Salmonella, status nutrisi dan imunologik pasien,serta
lama sakit di rumahnya. Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal
penyakit. Demam ditandai timbul insidius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya
dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan
tinggi dan pada minggu keempat demam turun perlahan secara lisis.Apabila terdapat
fokus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak, maka demam akan menetap.
Demam sering dilaporkan lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan pagi
harinya. Pada saat demam sudah tinggi, dapat disertai gejala system syaraf pusat, seperti
kesadaran berkabut atau delirium atau obstundasi, atau penurunan kesadaran mulai apati
24
sampai koma.Gejala sistemik lain adalah nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea,
mialgia, nyeri perut, dan radang tenggorokan.
Pada kasus yang berpenampilan klinis berat, pada saat pada saat demam tinggi
akan tampak toksik atau sakit berat. Bahkan dapat dijumpai syok hipovalemik sebagai
akibat kurang masukan cairan dan makanan. Gejala gastrointestinal pada kasus demam
tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh diare, obstipasi, atau obstipasi disusul
episode diare. Pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih ditengah sedang
tepi dan ujungnya kemerahan. Rose spot, suatu ruam makulopapular berwarna merah
dengan ukuran 1-5 mm, seringkali dijumpai pada daerah abdomen, thorax, ekstremitas,
dan punggung pada orang kulit putih. Ruam ini muncul pada hari ke7-10 dan bertahan
selama 2-3 hari. Rose spot tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia.
DIAGNOSIS1
Diagnosis Demam Tifoid berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan
gastrointestinal, dan mungkin disertai perubahan kesadaran.Uji serologi widal suatu
metode serologis yang memeriksa antibody aglutinasi terhadap antigen (O), flagella (H),
banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid . di Indonesia pengambilan angka
titer O agglutinin ≥1/40 dengan menggunakan uji Widal slide agglutination (prosedur
pemeriksaan butuh waktu 45 menit) menunjukkan nilai ramal positif 96%. Banyak
pendapat apabila titer O agglutinin sekali periksa ≥1/200 atau pada titer sepasang terjadi
kenaikan 4 kali maka diagnosis Demam Tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak
dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi agglutinin dipakai
pada deteksi pembawa kuman S.typhi (karier).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Tepi5
Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau
perdarahan usus.
Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/µl
Limfositosis relatif
25
Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat
Pemeriksaan Serologi
Serologi Widal: kenaikan titer S. Typhi titer O ≥1:200 atau kenaikan 4 kali titer
fase akut ke fase konvalesens5
Tes serologis terhadap antibodi Salmonella memungkinkan untuk dikerjakan
namun dapat menunjukkan reaksi silang dengan species Salmonella lainnya dan
sensitifitasnya hanya 70% 6
Kadar IgM dan IgG (Typhi-dot) 5
Biakan Salmonella
Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit. 5
Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4
Kultur tinja biasanya positif pada minggu ke-3 sampai ke-57
Pemeriksaan radiologis5
Foto toraks, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia
Foto abdomen, digunakan apabila diduga terjadi komplikasi intestinal seperti
perforasi usus atau perdarahan saluran cerna. Pada perforasi usus tampak
distribusi udara tak merata, tampak air-fluid level, bayangan radiolusen di daerah
hepar, dan udara bebas pada abdomen
DIAGNOSIS BANDING1
TBC
gastroenteritis
KOMPLIKASI3
Komplikasi yang sering adalah perforasi usus, miokarditis, dan manifestasi
sistem saraf sentral. Perdarahan ditampakkan oleh penurunan suhu dan tekanan darah
serta kenaikan frekuensi nadi. Perforasi biasanya sebesar ujung jarum tetapi dapat sebesar
beberapa sentimeter, khas terjadi pada ileum distal dan disertai dengan penambahan nyeri
26
perut yang mencolok, sakit, muntah, dan tanda-tanda peritonitis dengan ditandai
peningkatan kadar transaminase yang tidak mencolok.
Ikterus dengan atau tanpa disertai kenaikan kadar transaminase , maupun
kolesititis akut dapat dijumpai. Miokarditis toksik mungkin ditampakkan oleh aritmia,
blockade sinoatrial, perubahan ST-T pada elektrokardiogram, syok kardiogenik, infiltrasi
lemak, dan nekrosis miokardium. Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada
demam tifoid
Komplikasi neurologis termasuk kenaikan tekanan intrakranial, trombosis
serebral, ataksia serebelar akut, khorea, afasia, ketulian, psikosis, dan mielitis transversal.
Komplikasi lain yang dapat dijumpai yaitu trombositopenia, koagulasi
intravascular disseminate, hemolytic uremic syndrome, fokal infeksi dibeberapa lokasi
sebagai akibat bakteremia Misalnya infeksi pada tulang, otak, hati, limpa, otot, kelenjar
ludah, dan persendian.
PROGNOSIS1
Prognosis tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya, dan
ada tidaknya komplikasi. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10 %, biasanya
karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi
seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan
pneumonia, mengakibnatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
PENCEGAHAN
Tempat yang sesuai untuk buang air besar, klorinasi air, tata cara menjaga higien
makanan, identifikasi karier, merupakan hal-hal yang dapat mencegah penyebaran tifus.
Orang yang teridentifikasi kuman salmonella di tinjanya dilarang bekerja pada bidang
yang dapat membahayakan kesehatan umum, seperti bidang pangan, pengasuhan anak,
atau pelayanan kesehatan. Pendidikan mengenai mencuci tangan sebelum makan dan
menjaga hygiene perorangan adalah penting. Orang yang teridentifikasi salmonella di
tinjanya dapat bekerja kembali di bidang rawan kesehatan umum setelah mendapatkan
hasil negatif pada tiga kali pemeriksaan kultur tinja2
27
Terdapat dua sediaan vaksin yaitu oral dan parenteral.4
1. Vaksin demam tifoid oral
Vaksin demam tifoid oral dibuat dari kuman Salmonella typhi galur non patogen yang
telah dilemahkan. Respon imun pada vaksin ini termasuk sekretorik IgA. Secara umum
efektifitas vaksin oral sama dengan vaksin parenteral yang diinaktivasi dengan
pemanasan., namun vaksin oral mempunyai reaksi samping lebih rendah. Vaksin tifoid
oral dikenal dengan nama Ty-21a. Penyimpanan pada suhu 2°C-8 °C. Vaksin ini
kemasannya berbentuk kapsul, untuk anak umur 6 tahun atau lebih. Cara pemberian 1
kapsul vaksin dimakan tiap hari ke-1, 3, 5, satu jam sebelum makan dengan minuman
yang tidak lebih dari 37°C. Kapsul ke-4 pada hari ke-7 terutama bagi turis. Kapsul harus
ditelan utuh dan tidak boleh dibuka karena kuman dapat mati oleh asam lambung. Vaksin
tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik, sulfonamid, atau antimalaria yang
aktif terhadap salmonella. Vaksin ini juga menimbulkan respon yang kuat dari interferon
mukosa, pemberian vaksin polio oral sebaiknya ditunda dua minggu setelah pemberian
terakhir dari vaksin tifus ini. Imunisasi ulangan diberikan tiap 5 tahun. Namun pada
individu yang terus terekspos dengan infeksi Salmonella sebaiknya diberikan 3-4 kapsul
tiap beberapa tahun. Daya proteksi vaksin ini hanya 50-80%, maka yang sudah
divaksinasipun dianjurkan untuk melakukan seleksi pada makanan dan minuman.
2. Vaksin polisakarida parenteral
Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml mengandung kuman Salmonella typhi,
polisakarida 0,025 mg, fenol dan larutan buffer yang mengandung natrium klorida,
disodium fosfat, monosodium fosfat dan pelarut untuk suntikan. Penyimpanan pada suhu
2°C-8°C, jangan dibekukan. Vaksin ini kadaluwarsa dalam 3 tahun. Pemberian secara
suntikan intramuskular atau subkutan pada daerah deltoid atau paha. Imunisasi ulangan
tiap 3 tahun. Reaksi samping lokal berupa demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi,
nyeri otot, nausea, nyeri perut jarang dijumpai. Sangat jarang bisa terjadi reaksi alergi
berupa pruritus, ruam kulit, dan urtikaria. Indikasi kontra: alergi terhadap bahan-bahan
dalam vaksin. Juga pada saat demam, penyakit akut maupun penyakit kronik progresif.
Daya proteksi 50-80%, maka yang sudah divaksinasipun dianjurkan untuk melakukan
seleksi pada makanan dan minuman.
28
TATA LAKSANA
Tata laksana demam tifoid ialah dengan antibiotik, yaitu: kloramfenikol,
florokuinolon, amoksisilin, seftriakson dan trimetoprim-sulfametoksazol7
Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan penderita
demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian selama 10-14 hari, sedangkan pada kasus malnutrisi atau penyakit pengobatan
diperpanjang 21 hari.Ampisilin memiliki dosis yang dianjurkan 200 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 4 kali pemberian secara intravena. Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian peroral memberikan hasil yang setara dengan
kloramfenikol. Pemberian Seftriakson 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 dosis selama
5-7 hari. Pemberian Cefixime oral 10-15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dapat diberikan
sebagai alternatif.1
Antibiotik yang direkomendasikan pada individu yang beresiko tinggi termasuk
ampicillin, amoxicillin, dan trimetoprim-sulfamethoxazol. Pada area yang resisten multi
obat, cefotaxim atau ceftriaxon direkomendasikan.8
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumarmo S.Purwo, Herry Garna, Sri Rezeki. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2002.
2. Rudolph Abraham, Julien Hoffman. Rudolph’s Pediatrics. Twentieth edition. Jakarta:
Elsevier. 2000.
3. Behrman, Kliegmen, Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta:EGC.
2000.
4. Suyitno hariyono, Soedjatmiko, Ismoedijanto. Pedoman Imunisasi di Indonesia.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2008.
6. Tim RSCM. Draft Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSCM. Jakarta: Badan Penerbit RSCM. 2007.
7. Typhoid Fever. Available at: http://www.CMAJ.com/content.html. Accessed July 26,
2009.
8. Salmonella Infection. Available at: http://www.merck.com/content.html. Accessed
July 26, 2009
9. Salmonella treatment and medication. Available at:
http://www.emedicine.com/content.html. Accessed July 26, 2009
10. Typhoid Fever.Available at: http://www.mayoclinic.com/content.html. Accessed July
26, 2009
11. Typhoid Fever in Children. Available at: http://www.SMJ.com/content.html.
Accessed July 26, 2009
30