BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf ·...

24
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever merupakan suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi (Alba, 2016). Bakteri ini mendapat akses ke aliran darah secara limfatik melalui saluran. Penyakit ini umumnya terjadi pada daerah tropis di Asia Selatan dan Tenggara (Crump, Karlsson, Gordon, & Parrye, 2015). Demam tifoid termasuk penyakit endemik di Indonesia yang mudah menular sehingga perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Penyakit demam tifoid terjadi pada negara dengan tingkat penghasilan yang rendah serta menengah dan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Penyakit ini mempunyai gejala dengan spektrum klinis sangat luas sehingga angka pasti kejadiannya sulit ditentukan. Kasus demam tifoid secara global diperkirakan setiap tahunnya mencapai 21 juta kasus dimana terjadi kematian sebanyak 222.000 orang (World Health Organization, 2016). 2.2 Epidemiologi Demam Tifoid Demam tifoid sering terjadi di beberapa negara di dunia dan umumnya pada negara dengan tingkat kesehatan yang rendah. Kejadian demam tifoid pada negara maju kurang dari 15 kasus per 100.000 poulasi sedangkan di negara berkembang diperkirakan tingkat kejadiannya lebih besar yaitu 100 hingga 1.000 kasus per 100.000 populasi (Ahmad, Banu, Kanodia, Bora, & Ranhotra, 2016). WHO memperkirakan angka kejadian demam tifoid di seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa pertahunnya, dimana angka kematian akibat demam tifoid itu sendiri mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di Asia. Demam tifoid merupakan penyakit endemis yang mengancam masyarakat di Indonesia serta menjadi masalah kompleks dikarenakan meningkatnya kasus-kasus karier dan resistensi terhadap obat sehingga menyulitkan upaa pencegahan dan pengobatan. Angka kejadian demam tifoid di Indonesia 350- 810 per 100.000 penduduk dengan morbiditas yang meningkat setiap tahunnya sekitar 500 hingga 100.000 penduduk dengan angka kematian 0,6 hingga 5%. Jumlah penderita demam tifoid di setiap daerah berbeda. Berdasarkan profil

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf ·...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demam Tifoid

Demam tifoid atau Typhoid fever merupakan suatu penyakit infeksi akut

yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi (Alba, 2016). Bakteri ini

mendapat akses ke aliran darah secara limfatik melalui saluran. Penyakit ini

umumnya terjadi pada daerah tropis di Asia Selatan dan Tenggara (Crump,

Karlsson, Gordon, & Parrye, 2015). Demam tifoid termasuk penyakit endemik

di Indonesia yang mudah menular sehingga perlu mendapat perhatian khusus dari

pemerintah. Penyakit demam tifoid terjadi pada negara dengan tingkat

penghasilan yang rendah serta menengah dan menjadi penyebab utama morbiditas

dan mortalitas. Penyakit ini mempunyai gejala dengan spektrum klinis sangat luas

sehingga angka pasti kejadiannya sulit ditentukan. Kasus demam tifoid secara

global diperkirakan setiap tahunnya mencapai 21 juta kasus dimana terjadi

kematian sebanyak 222.000 orang (World Health Organization, 2016).

2.2 Epidemiologi Demam Tifoid

Demam tifoid sering terjadi di beberapa negara di dunia dan umumnya

pada negara dengan tingkat kesehatan yang rendah. Kejadian demam tifoid

pada negara maju kurang dari 15 kasus per 100.000 poulasi sedangkan di

negara berkembang diperkirakan tingkat kejadiannya lebih besar yaitu 100

hingga 1.000 kasus per 100.000 populasi (Ahmad, Banu, Kanodia, Bora, &

Ranhotra, 2016). WHO memperkirakan angka kejadian demam tifoid di

seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa pertahunnya, dimana angka kematian akibat

demam tifoid itu sendiri mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di Asia.

Demam tifoid merupakan penyakit endemis yang mengancam masyarakat

di Indonesia serta menjadi masalah kompleks dikarenakan meningkatnya

kasus-kasus karier dan resistensi terhadap obat sehingga menyulitkan upaa

pencegahan dan pengobatan. Angka kejadian demam tifoid di Indonesia 350-

810 per 100.000 penduduk dengan morbiditas yang meningkat setiap tahunnya

sekitar 500 hingga 100.000 penduduk dengan angka kematian 0,6 hingga 5%.

Jumlah penderita demam tifoid di setiap daerah berbeda. Berdasarkan profil

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

6

kesehatan kabupaten sidoarjo pada tahun 2017, demam tifoid menjadi salah

satu dari 15 penyakit terbanyak di Kabupaten Sidoarjo. Jumlah penderita

demam tifoid dan paratifoid mencapai 15.289 (Dinkes Sidoarjo, 2017).

Demam tifoid ditemukan pada masyarakat di Indonesia pada usia balita, anak-

anak dan dewasa (Pratiwi, Azis, & Kusumastuti, 2018)

2.3 Etiologi Demam Tifoid

Salmonella Typhi merupakan bakteri dari subspesies Salmonella enterica

yang menjadi penyebab demam tifoid dengan manifestasi demam yang

berlangsung lama. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif, berbentuk

batang, tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif aerob serta masuk dalam

keluarga Enterobacteriaceae. Bakteri ini tidak berspora, bergerak dengan

flagella serta memiliki 3 jenis antigen yaitu antigen O, H, dan VI didalam

serum penderita demam tifoid. Seseorang yang serumnya mengalami infeksi

akan mendapatkan perlindungan dari aksi bakterisida karena peran dari

antigen Vi (Paul & Bandyopadhyay, 2017).

Tiga macam antigen Salmonella Typhi yaitu:

1. Antigen O (Antigen Somatik)

Antigen ini terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman, tahan terhadap

panas dan alkohol namun tidak tahan terhadap formaldehid. Antigen ini

mempunyai struktur kima lipopolisakarida atau disebut endotoksin.

2. Antigen H (flagela)

Antigen ini terletak pada flagela, fimbriae atau pili dari kuman. Struktur

kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak pada

panas dan alhohol yang telah memenuhi kriteria penilaian.

3. Antigen Vi

Antigen ini terletak pada kapsul dari kuman dimana dapat melindungi

kuman dri fagositosis.

Antigen yang dimiliki Salmonella Typhi ini jika didalam tubuh pasien

tifoid akan menimbulkan pembentukan 3 macam antibodi lazim yang

disebut aglutinin (Sudoyo, A, W, 2010).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

7

Bakteri Salmonella Typhi pada suhu 15ºC-41ºC dapat tumbuh dengan

baik dan suhu optimal bakteri tersebut tumbuh yaitu pada suhu 37ºC.

Dengan proses pasteurisasi, pendidihan serta klorinisasi dengan suhu 60ºC

dalam waktu 15-20 menit akan menyebabkan kematian bakteri (E, Lubis, &

Loesnihari, 2016). Taksonomi dari Salmonella Typhi adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Ordo : Gamma proteobacteria

Class : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella Typhi (Adelberg, Jawetz, & Melnick, 2017)

Gambar 2. 1 Salmonella Typhi (Marleni M, 2012)

Rute fecal-oral menjadi jalur penularan Salmonella Typhi. Bakteri

tersebut dapat muncul dikarenakan kebiasaan hidup yang kurang bersih,

misalnya konsumsi air tidak bersih dan makanan yang terkontaminasi.

Usia, jenis kelamin, pendidikan, status sosial ekonomi, kebiasaan mencuci

tangan serta kebiasaan membuang jamban merupakan faktor resiko

penyebab demam tifoid (Vollard AM, et al., 2014). Selain itu, bakteri

Salmonella Typhi mampu bertahan hidup berhari-hari didalam air (Paul &

Bandyopadhyay, 2017).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

8

2.4 Patogenesis Demam Tifoid

Demam tifoid dapat ditularkan melalui berbagai cara, biasa dikenal dengan

5F yaitu Food (makanan), Finger (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly

(lalat) dan Feses. Penularan bakteri Salmonella Typhi penyebab demam tifoid

dapat melalui feses dan muntahan dari penderita tifoid. Makanan dan

minuman yang terkontaminasi serta lalat yang hinggap di makanan yang akan

kurang diperhatikan maka bakteri tersebut dapat mudah masuk dan

menyebabkan infeksi (Nuruzzaman & Syahrul, 2016).

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella Typhi

yang bentuknya batang, mempunyai flagella, aerob atau anaerob fakultatif.

Bakteri Salmonella Typhi masuk ke dalam usus halus dengan diperantarai

oleh makanan atau minuman yang terkontaminasi. Jumlah kuman yang dapat

menginfeksi tubuh manusia bervariasi yakni antara 1000 hingga 1.000.000

kuman (Kaur, J., & Jain, S. K., 2012). Kuman dapat bertahan terhadap asam

lambung dan kemudian masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada

ileum terminalis dan berkembang biak (Nelwan R.H.H, 2012).

Respon humoral mukosa (IgA) usus yang kurang baik dapat menyebabkan

kuman menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya menuju ke

lamina propia. Kemudian kuman akan berkembang biak dan difagosit oleh

sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat bertahan hidup serta

dapat berkembang biak di dalam makrofag dan kemudian dibawa ke Plak

Peyer ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening mesenterika. Kuman

yang terdapat di dalam makrofag akan masuk ke dalam sirkulasi darah melalui

duktus toraksikus sehingga mengakibatkan bakterimia pertama yang

asimtomatik (Kaur, J., & Jain, S. K., 2012). Biasanya tidak didapatkan gejala

dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode

inkubasi terjadi selama 7 hingga 14 hari (Nelwan R.H.H, 2012).

Kuman dalam pembuluh darah kemudian akan menyebar ke seluruh tubuh

dan berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial yaitu hati,

limpa, serta sumsum tulang. Selain itu, kuman juga melakukan replikasi

didalam makrofag. Setelah periode replikasi, kuman akan kembali menyebar

ke sistem peredarah darah dan menyebabkan bakterimia yang kedua. Hal ini

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

9

juga sekaligus menandai berakhirnya masa inkubasi. Bakterimia kedua akan

menimbulkan beberapa manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, serta

nyeri abdomen (Nelwan R.H.H, 2012).

Gambar 2. 2 Patogenesis Demam Tifoid (Monack, D. M., Mueller, A., &

Falkow, S., 2004)

Pada tahap ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang,

kantung empedu, dan Plak Peyer di mukosa ileum terminal. Ulserasi pada

Plak Peyer dapat terjadi melalui inflamasi yang mengakibatkan nekrosis dan

iskemia. Bakterimia dapat menetap selama beberapa minggu jika tidak diobati

dengan antibiotik. Kekambuhan dapat terjadi jika kuman masih menetap

didalam organ-organ sistem retikuloendotelial dan mempunyai kesempatan

berproliferasi kembali (Nelwan R.H.H, 2012).

Bakteri Salmonella Typhi harus mampu bertahan hidup di lambung

dengan pH rendah untuk menginfeksi usus dimana jumlah bakteri Salmonella

Typhi yang menyebabkan seseorang sakit bervariasi sekitar 103 sampai 10

6 sel

(Chowdhury, Shumy, Anam, & Chowdhury, 2014). Selain itu, waktu

inkubasinya antara 7 hingga 14 hari tergantung jumlah bakteri, virus serta

respon daya tahan tubuh manusia (Lee K, Runyon M, Herman TJ, Phillips R,

& Hsieh J, 2015).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

10

2.5 Manifestasi Klinik Demam Tifoid

Gejala dari demam tifoid beragam. Gejala dari demam tifoid biasanya

berkembang sekitar 1-3 minggu setelah terpapar. Demam, pusing, sakit

kepala, rasa tidak nyaman di perut, mual muntah, diare, batuk merupakan

gejala klinis yang timbul pada minggu pertama. Setelah itu, pada minggu

kedua pasien merasakan demam yang lebih berat dimana akan meningkat pada

sore dan malam hari. Selain itu, muncul gejala seperti rose-spot pada dada

serta hepatosplenomegaly (Dougan G & Baker S, 2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ranganatha A.

Devaranavadagi dan Srinivasa S. pada September 2015 hingga Desember

2016, ditemukan gejala tifoid yang mana gejala yang paling umum adalah

demam (100%), diikuti anoreksia (61%), muntah (44%), sakit perut (18%),

diare (16%), sakit kepala (12%), serta batuk (10%) (Devaranavadagi & S,

2017). Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Dr Amit Kumar pada

tahun 2019, didapatkan beberapa manifestasi klinis umum dari demam tifoid

yaitu demam, malaise, anoreksia, muntah, sakit kepala, diare, serta

organomegali (meliputi splenomegaly, hepatomegaly dan

hepatosplenomegaly) (Kumar, 2019).

2.5.1 Demam

Tanda karakteristik yang terjadi adalah demam berkepanjangan, ringan

hingga berat. Demam naik secara bertahap pada minggu pertama kemudian

demam menetap atau remiten pada minggu kedua. Demam biasanya terjadi

pada sore atau malam hari. Biasanya demam mencapai 38ºC hingga 40ºC.

Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada

semua penderita demam tifoid, dimana muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari

menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septisemia akibat dari

Streptococcus dari Salmonella Typhi (Martha Ardiaria, 2017). Berdasarkan

Clinical guidelines (2019), demam terjadi disertai dengan gejala seperti

gangguan pada saluran perncernaan, diare, menggigil, sakit kepala, rasa sakit

bahkan hepatosplenomegali.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

11

2.5.2 Gangguan Saluran Pencernaan

Pasien tifoid juga mengalami manifestasi seperti gangguan pada

pencernaannya. Gangguan yang dirasakan berupa nyeri yang menyebar dan

tertekan, kadang-kadang dirasakan, nyeri kolik pada kuadran kanan atas.

Terjadi infiltrasi monosit pada Peyer’s patch yang menyebabkan radang dan

lumen usus menjadi sempit sehingga terjadilah konstipasi (Upadhyay, et al.,

2015)

2.5.3 Hepatosplenomegali

Salah satu manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien demam tifoid

yaitu hepatosplenomegali dimana hati dan atau limpa mengalami pembesaran.

Hati juga terasa kenyal dan nyeri saat ditekan (Kemenkes, 2006). Gejala klinis

ini terjadi dikarenakan kuman penyebab infeksi masuk ke dalam hepar dimana

akan mengeluarkan endotoksin yang akan merusak hepar sehingga

menyebabkan terjadinya hepatomegali serta mengakibatkan splenomegali yang

disertai dengan peningkatan SGOT atau SGPT.

2.5.4 Penurunan Kesadaran

Pada pasien demam tifoid terkadang terjadi gejala klinis seperti gangguan

atau penurunan kesadaran akut seperti kesadaran berkabut, apatis, delirium,

atau koma dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam

pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal (Soedarmo SP, 2012).

Umumnya terjadi penurunan kesadaran ringan. Sering terjadi kesadaran adaptis

dengan kesadaran seperti berkabut. Pasien bisa saja koma atau mengalami

gejala psychosis jika gejala klinis yang dirasakan berat. Gejala delirium lebih

menonjol pada pasien dengan toksik (Kemenkes, 2006).

2.6 Pemeriksaan Laboratorium Pasien Demam Tifoid

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan karena gejala demam yang

muncul pada demam tifoid tidak jauh berbeda dengan demam lainnya.

Salmonella Typhi dapat dideteksi dengan beberapa pemeriksaan yang

dilakukan secara laboratorium yaitu pemeriksaan darah rutin, kimia klinik,

kultur organisme dan uji serologis seperti uji widal, uji tubex, typhidot dan

dipstick.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

12

2.6.1 Pemeriksaan Darah Tepi

Pasien mengalami anemia, terjadi trombositopenia, terjadi peningkatan

dan penurunan jumlah leukosit. Pemeriksaan ini tidak spesifik pada tifoid,

dimana ditemukan adanya anemia normokromik normositer dalam beberapa

minggu setelah sakit. Hal ini disebabkan adanya pengaruh berbagai sitokin

dan mediator yang membuat terjadinya depresi sumsum tulang, perdarahan

usus, penghentian tahap pematangan eritrosit serta kerusakan langsung pada

eritrosit (Sucipta, 2015)

2.6.2 Pemeriksaan Serologis

Pemeriksaan ini bertujuan unuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap

komponen antigen Salmonella Typhi maupun antigen itu sendiri. Sejak

diperkenalkan pada tahun 1896, uji ini secara rutin dan meluas dilakukan pada

era sekarang untuk diagnosa demam tifoid. Uji ini menjadi andalan pada

negara berkembang untuk diagnosa tifoid, dimana bakteri penyebab tifoid

mengekspresikan sejumlah struktur imunogenik pada permukaannya diantara

antigen O (lipopolisakarida), H (flagella) dan hanya Vi yang dapat

teridentifikasi dengan uji serologis (Upadhyay, et al., 2015). Pemeriksaan

antigen bakteri Salmonella Typhi dilakukan melalui pemeriksaan protein

antigen serta protein Vi, bisa dengan ELISA atau koaglutinasi namun hingga

saat ini masih dalam penelitian jumlah kecil. Sedangkan untuk pemeriksaan

antibodi biasa dilakukan test widal, test Hemagglutinin, CIE, dan test TUBEX.

a. Uji Widal

Daerah yang tidak memiliki fasilitas biakan kuman secara luas

menggunakan uji widal. Tes serologi widal adalah reaksi antara antigen

(suspensi Salmonella yang telah dimatikan) dengan aglutinin yang merupakan

antibodi spesifik terhadap komponen basil Salmonella didalam darah manusia

(saat sakit, karier atau pasca vaksinasi). Prinsip dari tes widal adalah terjadinya

reaksi aglutinasi antara antigen dan aglutinin yang dideteksi yaitu aglutinin O

dan H. Aglutinin O mulai dibentuk sejak akhir minggu pertama demam hingga

puncak pada minggu ke-3 sampai ke-5 dan bertahan selama 6 hingga 12 bulan.

Sedangkan aglutinin H membutuhkan waktu 4 hingga6 minggu untuk sampai

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

13

puncak dan menetap hingga 2 tahun (Kemenkes, 2006). Semakin tinggi

titernya maka semakin besar kemungkinan terinfeksi Salmonella Typhi.

Pembentukan antibodi yang rendah dapat menjadi faktor yang mempengaruhi

reaksi widal sehingga mendapatkan hasil tes yang keliru (Amir, Nurrachmat, &

Kartika, 2018). Tes ini merupakan tes alternatif yang banyak digunakan karena

sederhana dan murah, namun hasil yang diperoleh tidak sensitif atau spesifik

karena bervariasi tergantung letak geografis areanya (Wijedoru L, Mallett S, &

Parry CM, 2017).

b. Uji TUBEX

Uji Tubex bertujuan untuk mendeteksi keberadaan antibodi igM terhadap

antigen lipopolisakarida (LPS) O-9 Salmonella Typhi dan tidak mendeteksi

igG (Marleni, Iriani, Tjuandra, & Theodorus, 2014). Uji ini dapat dilakukan

secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana sehingga dikatakan sebagai

pemeriksaan ideal terutama di negara berkembang ( Kusumaningrat & Yasa,

2014)

c. Uji Typhidot

Uji Typhidot untuk mendeteksi antibodi IgG dan IgM. Dimana jika

terdeteksi IgM maka menandakan fase awal demam tifoid akut, sedangkan jika

terdeteksi IgG dan IgM menandakan fase pertengahan demam tifoid akut. Pada

minggu pertama demam, hasil tes terbukti positif. Uji ini mudah dilakukan dan

hanya membutuhkan waktu 1 jam untuk memperoleh hasil. Pada uji widal dan

kultur darah membutuhkan waktu masing-masingnya 18 jam dan 48 jam.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa uji typhidot lebih cepat mendapatkan hasil

dibandingkan dengan uji widal dan kultur darah (Upadhyay, et al., 2015)

2.6.3 Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Pemeriksaan dengan menggunakan primer H1-d ini memiliki sensitivitas

untuk mendeteksi satu bakteri dalam beberapa jam. Tujuan pemeriksaan ini

adalah untuk mengamplifikasi gen spesifik Salmonella Typhi. Pemeriksaan ini

menjanjikan dan cepat dilakukan namun memiliki kendala seperti resiko

kontaminasi yang menyebabkan positif palsu jika dalam prosedur pelaksanaan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

14

terjadi ketidaksesuaian. Sensitifitas dari tes ini sama dengan kultur darah

namun kurang spesifik. Selain itu, teknis yang dilakukan cukup rumit serta

biaya yang dikeluarkan cukup tinggi (Sucipta, 2015). Polymerase Chain

Reaction (PCR) tidak memenuhi kriteria “Gold standard” dikarenakan hanya

dapat mendiagnosa tifoid pada antigen 14, 15 dan 18 dalam satu tesnya.

Sehingga perihal sensitivitas dan spesifisitasnya tidak memenuhi kriteria.

Selain itu, tes ini tidak tersedia di daerah terpencil (Upadhyay, et al., 2015)

2.6.4 Pemeriksaan Biakan Darah

Isolasi bakteri penyebab dengan mengambil biakan dari berbagai bagian

dalam tubuh. Biakan darah menunjukkan hasil positif pada 40-60% kasus.

Pada minggu pertama sakit, didapatkan sensitivitas biakan darah yang paling

baik. Kemudian positif sampai minggu kedua dan setelah itu ditemukan hasil

positif. Faktor yang menyebabkan isolasi mikroorganisme gagal bisa

dikarenakan oleh terbatasnya media laboratorium, penggunaan antibiotik,

volume darah yang digunakan, serta waktu pengambilan sampel dimana media

empedu dari sapi merupakan media pembiakan yang direkomendasikan. Hal

ini karena Salmonella Typhi dan Salmonella paratyphi memiliki kemampuan

untuk tumbuh pada media tersebut sehingga dapat meningkatkan hasil positif

(Sucipta, 2015).

2.7 Pemeriksaan Fisik Pasien Demam Tifoid

Bradikardi relatif, hepatomegali, splenomegali, dan distensi abdomen

merupakan beberapa hasil yang ditemukan pada pemeriksaan fisik. Pada 50%

pasien dapat terjadi makulopapular rash dimana terjadi pada hari ke 7 hingga

10, dengan tanda lesi yang diskter, merah, diameternya 1-5 mm dan

ditemukan pada tempat yang tertekan seperti perut, punggung atau leher.

2.8 Komplikasi Demam Tifoid

Komplikasi pada tifoid terjadi pada keadaan toksemia berat dan

kelemahan umum, serta perawatan yang diberikan kurang maksimal.

Penggunaan terapi yang tepat saat ini mengakibatkan komplikasi yang muncul

mengalami penurunan. Pada anak-anak, pendarahan usus dan perforasi sangat

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

15

terjadi. Komplikasi sistem syaraf pusat relatif jarang terjadi pada anak-anak

termasuk delirium, psikosis serta ketegangan intrkranial yang meningkat.

Selain itu, terjadi komplikasi seperti sindrom utemik hemolitik, kegagalan

sumsung tulang, sindrom nefrotik serta meningitis (Devaranavadagi & S,

2017). Komplikasi yang berat dapat menimbulkan kematian pada pasien.

Faktor penentu terjadinya komplikasi yang parah adalah durasi infeksi serta

keterlambatan dalam pemberian antibotik yang tepat.

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu (Sudoyo,

A, W, 2010)

2.8.1 Komplikasi Intestinal

a. Perdarahan Usus

Kelainan patologis utama terdapat pada usus halus terutama pada

dileum bagian distal dimana terdapat kelenjar plak peyer. Kelenjar ini pada

minggu pertama terjadi hiperpelasia yang berlanjut menjadi nekrosis pada

minggu ke 2 dan ulserasi pada minggu ke 3. Hal ini menyebabkan

terbentuknya ulkus yang menyebabkan perdarahan dan perforasi usus

(Kemenkes, 2006). Pasien demam tifoid mengalami perdarahan minor

yang tidak membutuhkan transfusi darah. Perdarahan yang hebat juga

dapat mengakibatkan pasien mengalami syok. Namun, jarang terjadi pada

anak-anak.

b. Perforasi Usus

Perforasi usus biasanya muncul pada minggu ketiga namun bisa juga

pada minggu pertama, dimana terjadi pada 3% pasien yang dirawat. Pasien

dengan perforasi usus akan mengalami tanda nadi cepat, penurunan suhu,

tekanan darah turun serta mengalami syok. Pasien juga mengeluh nyeri

perut hebat terutama pada daerah kuadran kanan bawah dan lalu

menyebar di seluruh perut. Kemudian diikuti dengan muntah, nyeri pada

perabaan abdomen serta hilangnya keredupan hepar.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

16

2.8.2 Komplikasi Ekstraintestinal

a. Komplikasi Darah, seperti anemia hemolitik, trombositopenia, sindrom

uremia hemolitik serta koagulasi intravaskuler diseminata

b. Komplikasi Paru, seperti pleuritis, pneumonia dan empiema

Trombositopenia merupakan salah satu komplikasi yang terjadi pada

demam tifoid. Komplikasi ini terjadi dikarenakan pengaruh endotoksin

bakteri Salmonella yang merangsang makrofag untuk melepaskan

produknya yaitu sitokin dan mediator untuk sumsum tulang. Hal ini

yang menyebabkan terjadinya depresi pada sumsum tulang,

berkurangnya produksi trombosit dan penghentian terhadap

pematangan trombosit

c. Komplikasi Kardiovaskular, seperti miokarditis, trombosis, dan

kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis)

d. Komplikasi ginjal, seperti perinefritis, glomeruloneftiris, pielonefritis

e. Komplikasi hepar dan kandung kemih

f. Komplikasi neuropsikiatrik, seperti meningitis, psikosis, sindrom

katatonia, dan lainnya.

2.9 Tatalaksana Demam Tifoid

Penatalaksanaan tifoid menganut trilogi penatalaksanaan yang meliputi:

istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (simptomatik maupun

suportif), serta pemberian antimikroba. Tatalaksana komplikasi demam tifoid

juga perlu dilakukan guna mengindari terjadinya berbagai hal yang tidak

diinginkan pada kondisi pasien (Kemenkes, 2006).

2.9.1 Terapi Farmakologis

Berbagai tatalaksana yang diberikan untuk mencegah berbagai gejala

klinis yang muncul pada pasien demam tifoid adalah pemberian terapi cairan

elektrolit, antiemetik, analgesik, antipiretik serta antasida. Tujuannya untuk

memperbaiki keadaan umum pasien. Cairan elektrolit yang diberikan pada

pasien tifoid sebagai nutrisi sehingga pasien tidak mengalami lemas.

Pemberian antipiretik diberikan untuk menurunkan panas serta pemberian

antiemetik pada penderita tifoid untuk mengurangi jumlah cairan yang keluar

akibat gangguan pada lambung (Oktaviana, Intang, & Zainal, 2014).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

17

Kebersihan lingkungan sekitar, pakaian yang digunakan, serta segala sesuatu

yang digunakan pasien perlu dijaga kebersihannya.

Penanganan awal yang dilakukan pada pasien demam tifoid adalah

pemberian antibiotik karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella

Typhi berkaitan dengan keadaan bakteri. Sehingga pemberian antibiotik

diharapkan memberi dampak positif bagi pasien. Khasiat, kemananan,

ketersediaan serta harga merupakan kriteria utama pemilihan antibiotika untuk

terapi demam tifoid. Sejak tahun 1949, kloramfenikol nerupakan antibiotik

yang pertama digunakan untuk pengobatan tifoid. Kemudian digantikan

dengan trimetoprim-sulfametaksasol pada tahun 1970 akibat adanya resistensi

terhadap kloramfenikol (Chowdhury, Shumy, Anam, & Chowdhury, 2014).

Kemudian pada tahun 1980, seftriakson dan siprofloksasin dipilih menjadi

pengobatan utama demam tifoid. Sefalosporin generasi III (seftriakson,

sefotaksim serta sefiksim), fluorokuinolon (siprofloksasin, ofloksasin,

perfloksasin) dan azitromisin saat ini sering digunakan untuk pengobatan

tifoid MDR (multy drug resistance). Sefalosporin generasi III serta

fluorokuinolon mempunyai daya tembus yang baik pada jaringan dan efektif

untuk membunuh bakteri karena dapat berpenetrasi.

Tabel II. 1 Obat dan Dosis Antibiotik untuk Demam Tifoid (Kemenkes, 2006)

Antibiotik Dosis Kelebihan

Kloramfenikol Dewasa: 4×500mg (2g)

selama 14 hari

Anak: 50-100mg/KgBB/hari

Maksimal 2g selama 10-14

hari

Dibagi 4 dosis

1. Merupakan obat yang sering

digunakan dan telah lama

dikenal efektif untuk tifoid

2. Murah dan dapat diberi peroral

dengan sensitivitas masih tinggi

3. Pemberian Peroral atau IV

tidak diberikan bila leukosit

<2000/mm3

Seftriakson Dewasa: (2-4)g/hr selama 3-5

hari

1. Cepat menurunkan suhu, lama

penurunan pendek serta dapat

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

18

Anak: 80mg/KgBB/hari

Dosis tunggal selama 5 hari

dosis tunggal dan cukup aman

untuk anak

2. Pemberian IV

Ampisillin dan

Amoksisillin

Dewasa: (3-4)g/hr selama 14

hari

Anak: 100mg/KgBB/hari

selama 10 hari

1. Aman untuk penderita hamil

2. Sering dikombinasi dengan

kloramfenikol pada pasien kritis

3. Tidak mahal

4. Pemberian peroral atau IV

TMP-SMX

(Kotrimoksasol)

Dewasa: 2×(160-800) selama

2 minggu

Anak: TMP 6-

10mg/KgBB/hari atau SMX

30-50mg/Kg/hari selama 10

hari

1. Tidak mahal

2. Pemberian peroral

Quinolone 1. Siprofloksasin: 2×500mg

selama 1 minggu

2. Ofloksasin: 2×(200-

400)mg selama 1 minggu

3. Pefloksasin: 1×400 mg

selama 1 minggu

4. Fleroksasin: 1×400mg

selama 1 minggu

1. Pefloksasin dan fleroksasin

lebih cepat menurunkan suhu

2. Efektif mencegah relaps dan

karier

3. Pemberian peroral

4. Anak: tidak dianjurkan karena

efek samping pada

pertumbuhan tulang

Cefixime Anak: 15-20mg/KgBB/hari

dibagi 2 dosis selama 10 hari

1. Aman untuk anak

2. Efektif

3. Pemberian peroral

Tiamfenikol Dewasa: 4×500mg

Anak: 50mg/KgBB/hari

selama (5-7) hari bebas panas

1. Dapat digunakan untuk anak

dan dewasa

2. Dilaporkan cukup sensitif pada

beberapa daerah

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

19

2.9.2 Terapi Non Farmakologis

Terapi non farmakologis untuk demam tifoid terdiri dari tirah baring,

nutrisi berupa cairan, diet, serta kontrol dan monitor dalam perawatan

(Kemenkes, 2006)

Tirah baring

Kuman penyebab demam tifoid yang masuk ke dalam usus menyebabkan

peradangan yang mengakibatkan mual muntah serta adanya anoreksia. Hal ini

menimbulkan intake klien yang tidak adekuat dan kebutuhan nutrisi yang

kurang dari tubuh yang mengakibatkan diare sehingga diperlukan tirah baring

untuk mencegah perburukan kondisi pasien. Tirah baring merupakan upaya

yang dilakukan pada pasien demam tifoid dalam rentang waktu 7 hingga 14

hari dimana bertujuan untuk mencegah komplikasi perforasi usus atau

perdarahan usus (Sakinah & Anggraini, 2016). Terkadang dokter meminta

pasien mengurangi aktivitas namun terkadang juga pasien benar-benar harus

istirahat total tanpa melakukan aktivitas apapun (Kusumastuti, 2017).

Diet lunak rendah serat

Diet harus mengandung kalori serta protein yang cukup. Jenis makanan

harus dijaga adalah diet lunak rendah serat karena pada pasien tifoid terjadi

gangguan pada saluran pencernaannya. Maksimal asupan serat tiap harinya

adalah 8 gram. Hindari mengkonsumsi susu, daging berserat kasar, makanan

yang mengandung lemak tinggi, makanan manis, asam, bumbu tajam serta

makan dalam porsi kecil. Makanan rendah serta direkomendasikan karena

dapat membantu meninggalkan sisa dan membatasi volume feses agar tidak

mengganggu saluran pencernaan (Sakinah & Anggraini, 2016)

Menjaga Kebersihan

Kurangnya kesadaran akan kebersihan merupakan salah satu penyebab

terjadinya demam tifoid sehingga salah satu cara pencegahannya juga dengan

meningkatkan kesadaran akan kebersihan seperti kebiasaan mencuci tangan

sebelum makan, mencuci tangan setelah buang air besar dengan menggunakan

sabun dan lainnya. Selain itu, penularan demam tifoid juga bisa karena

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

20

kebiasaan jajan makanan diluar. Hal ini dikarenakan makanan disajikan oleh

penderita tifoid yang tidak diketahui dimana kurang menjaga kebersihan saat

memasak sehingga bakteri penyebab tifoid dapat menular kepada

pelanggannya (Paputungan, Rombot, & H.Akili, 2016).

2.10 Tinjauan Antibiotik Golongan Sefalosporin

2.10.1 Definisi Antibiotik Golongan Sefalosporin

Pada tahun 1948, seorang ilmuwan italia bernama Guiseooe Brotzu

mengisolasi Sefalosporin dari Jamur Cephalosporium acremonium dari

selokan di Sardinia. Sefalosporin merupakan antibiotik golongan ß-laktam,

dimana secara umum bersifat bakterisidal dan secara klinis aktif terhadap

bakteri gram positif serta bakteri gram negatif. Kebanyakan antibiotik

golongan sefalosporin dihasilkan secara semisintetik dengan pengikatan kimia

pada rantai samping asam 7-aminosefalosporonat. Sefalosporin berikatan

dengan protein pengikat penisilin pada bakteri serta menghambat sintesis

dinding sel bakteri sehingga menyebabkan lisis dan kematian sel

(Veeraraghavan, Pragasam, Bakthavatchalam, & Ralph, 2018).

Gambar 2. 3 Struktur Kimia Sefalosporin (Sulistia Gan Gunawan, 2007)

2.10.1 Klasifikasi Antibiotik Golongan Sefalosporin

Berdasarkan spektrum aktivitas antimikrobanya, sefalosporin dibagi

menjadi 4 generasi yaitu: Generasi I, generasi II, generasi III dan generasi IV.

Adanya resistensi terhadap antibiotik sehingga dilakukan program

pengembangan turunan sefalosporin oleh beberapa industri farmasi untuk

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

21

menghasilkan turunan sefalosporin baru yang secara farmakokinetik dan

farmakodinamik lebih baik dari generasi sebelumnya. Secara umum, aktivitas

sefalosporin dari keempat generasi tersebut sebagai berikut:

Tabel II. 2 Klasifikasi dan Aktifitas Sefalosporin (Permenkes, 2011)

Generasi Contoh Aktivitas

I Sefaleksin, sefatolin,

sefazolin, sefradin,

sefadroksil

Antibiotik yang efektif terhadap gram positif

serta memiliki aktivitas sedang terhadap

gram negatif

II Sefaklor, sefamandol,

sefuroksim, sefoksitin,

sefotetan, sefmetazol,

sefprozil

Aktivitas antibiotik gram negatif yang lebih

tinggi dibanding generasi I

III Sefotaksim, seftriakson,

seftazidim, sefiksim,

sefoperazon, seftizoksim,

sefpodoksim, moksalaktam

Aktivitas kurang aktif terhadap kokus gram

positif dibandingkan dengan generasi I,

tetapi lebih aktif terhadap

Enterobacteriaceae, termasuk strain yang

memproduksi ß-laktamase. Seftazidim dan

sefoperazon juga aktif terhadap P

aeruginosa tetapi kurang aktif dibanding

generasi III lainnya terhadap kokus gram

positif

IV Sefepim, sefpirom Aktivitas lebih luas dibanding generasi III

dan tahan terhadap ß-laktamase

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

22

a. Generasi Pertama

Sefalosporin generasi pertama memiliki rantai samping 7-asamamino yang

sederhana. Sefalosporin generasi pertama mempunyai aktivitas terhadap

Bakteri Gram positif yang baik termasuk Staphylococci aureus yang

memproduksi penisilinase dan Staphylococci epidermidis. Penisilinase yang

diproduksi ini mempunyai keunggulan yaitu aktivitasnya terhadap bakteri

penghasil penisilinase. Aktivitasnya relatif sederhana terhadap bakteri Gram

negatif, efektf terhadap E. coli, Klebsiella pneumonia, Proteus mirabilis dan

spesies Shigella yang tidak menghasilkan ß-laktamase atau yang hanya

menghasilkan penisilinase (A. Dowling, 2017)

b. Generasi Kedua

Sefalosporin generasi kedua memiliki rantai samping semi sintetik dimana

terbutki efektif dan digunakan pada tahun 1970an. Generasi kedua

sefalosporin adalah cephamycins yang secara teknis dipertimbangkan

dikarenakan adanya metoksi pada C-7. Cefuroxime axetil dan Cefaklor adalah

salah satunya generasi kedua sefalosporin yang diberikan secara oral.

Antibiotik ini umumnya aktif melawan kelompok organisme yang sama

seperti kelas satu sefalosporin. Namun lebih efektif melawan Haemophillus

influenza dan gram negatif tertentu seperti bakteri anaerob (Shahbaz, 2017).

Sefalosporin generasi kedua mempunyai aktifitas terhadap organisme gram

positif yang lebih rendah bila dibandingkan dengan generasi pertama.

Stabilitas ß-laktamase meningkat dari sefalosporin generasi kedua dan dapat

memberikan efektifitas yang lebih baik (A. Dowling, 2017)

c. Generasi Ketiga

Sefalosporin generasi ini mempunyai khasiat serta tolerabilitas yang baik.

Namum, sefalosporin generasi ini kurang efektif terhadap organisme gram

positif dibandingkan sefalosporin generasi pertama. Sefalosporin generasi

ketiga lebih sedikit aktif melawan organisme gram positif, tetapi

variabilitasnya yang cukup besar dalam aktifitas terhadap Staphylococci dan

Streptococcus. Contoh obat golongan sefalosporin generasi ketiga yang

mempunyai aktifitas tertinggi melawan Streptococcus yaitu cefotaxime.

Sefalosporin generasi ketiga memiliki aktivitas in vitro yang lebih besar

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

23

terhadap organisme gram negatif, khususnya yang memiliki ß-laktamase jika

dibandingkan dengan generasi sebelumnya (A. Dowling, 2017)

d. Generasi Keempat

Sefalosporin generasi keempat lebih resisten terhadap hidrolisis oleh ß-

laktamase. Contoh dari sefalosporin generasi keempat adalah sefepim dimana

memiliki aktifitas yang sangat baik dalam membunuh Pseudomonas

aeruginosa, Enterobacteriaceae, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus

pneumonia. Waktu paruh generasi ini adalah 2 jam (Katzung, B.G, 2014).

Tabel II. 3 Parameter-parameter Farmakokinetik untuk beberapa

Sefalosporin (Sulistia Gan Gunawan, 2007)

Obat Cara

Pemberian

Ikatan

Protein

(%)

T 1/2

plasma

(jam)

Ekskresi dalam

urin (%)

Generasi Pertama

Sefalotin IV dan IM 70 0,6 70-80

Sefazolin IV dan IM 85 1,8 95

Sefradin

Oral, IV

dan IM 14 0,8 86

Sefaleksin Oral 10-15 0,9 90

Sefadroksil Oral 20 1,5 90

Generasi Kedua

Sefamandol IV dan IM 75 0,8 85

Sefoksitin IV dan IM 70-80 0,8 >85

Sefaklor Oral 40 0,8 60-85

Sefuroksim IV dan IM 33 1,7 >85

Sefuroksim

aksetil Oral - 1,7 -

Generasi Ketiga

Sefotaksim IV dan IM 40-50 1,1 40-60

Moksalaktam IV dan IM 40-50 2,1 90

Sefoperazon IV dan IM 82-93 2,1 30

Seftizoksim IV dan IM 30 1,8 90

Seftriakson IV dan IM 83-96 8 60-80

Seftazidim IV dan IM 17-20 1,8 75-85

Sefsulodin IV dan IM 30 1,7 65-70

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

24

Dari sifat farmakokinetiknya, sefalosporin dibedakan dalam 2 golongan

dimana beberapa diberikan secara oral dan lainnya diberikan melalui suntikan (IV,

IM). Pemilihan rute pemberian obat yang tepat merupakan suatu pertimbangan

penting dalam terapi obat dimana akan memperngaruhi laju absorbsi serta lama

aksi obat. Obat yang tidak stabil dalam saluran pencernaan atau obat-obat yang

mengalami first pass effect yang besar tidak cocok jika diberikan pada rute oral.

Pemberian obat secara intravena merupakan cara tercepat dan diandalkan untuk

mengahantarkan obat ke dalam sistem sirkulasi. Obat yang diberikan secara

intravena dikeluarkan secara lebih cepat dikarenakan seluruh dosis mengalami

eliminasi dengan segera. Obat-obatan yang diberikan secara intramuskular dapat

memberikan rasa nyeri atau iritasi lokal serta pelepasan obat tidak menentu

(Shargel, Wu, & Yu, 2012). Obat-obatan seperti sefaleksin, sefradin, sefadroksil

dan lainnya yang diberikan secara oral karena diabsorpsi melalui saluran cerna

(Sulistia Gan Gunawan, 2007).

2.10.2 Mekanisme Kerja Antibiotik Golongan Sefalosporin

Sefalosporin merupakan kelompok besar kedua β-laktam. Antibiotik

resistensi penisilinase yang berasal dari strain Acremonium chrysogenum yang

diisolasi oleh Brotzu pada tahun 1948. Secara struktur dan fungsi mempunyai

hubungan yang erat dengan aminopenicillin dikarenakan merupakan kelompok

β-laktam (A. Dowling, 2017). Mekanisme kerja sefalosporin sama dengan

antibotik betalaktam lainnya yaitu dengan cara menghambat sintesis dinding

sel bakteri. Caranya yaitu dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis

peptidoglikan yaitu heteropolimer yang mempunyai peran memberikan

stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri (Permenkes, 2011).

Sefalosporin lebih stabil terhadap enzim ß-laktamase sehingga mempunyai

spektrum kerja yang luas. Sefalosporin secara klinis aktif terhadap bakteri

gram positif dan negatif, aman dibandingkan obat golongan penisilin serta

tahan terhadap enzim ß-laktamase (Vasait & Jobanputra, 2015).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

25

Gambar 2. 4 Mekanisme Kerja Sefalosporin (Katzung B. G., 1997)

2.10.3 Efek Samping Antibiotik Sefalosporin

Menurut Kemenkes tahun 2011, beberapa efek samping Antibiotik Beta

laktam seperti penisilin, sefalosporin, monobaktam dan karbapenem yang perlu

dilakukan pemantauan yaitu: alergi, diare, anemia hemolitik dan

hipotrombinemia (Kemenkes RI, 2011).

a. Hipersensitivitas atau alergi

Hipersensitivitas atau alergi merupakan efek samping utama dari

sefalosporin. Sekitar 0,5-6,5% orang yang sensitif terhadap penisilin akan akan

mengalami alergi terhadap sefalosporin. Reaksi alergi yang terjadi pada pasien

seperti anafilaksis, demam, ruam kulit, anemia hemolitik serta nefritis. Pasien

tidak boleh diberikan sefalosporin jika sebelumnya sudah pernah mengalami

alergi terhadap penisilin. Jika sefalosporin sangat dibutuhkan sebagai alternatif

antibakteri maka dapat diberikan sefiksim, sefotaksim, seftazidim, seftriakson

atau sefuroksim namun secara hati-hati (BNF , 2011). Pasien dengan riwayat

anafilaksis pada penisilin tidak boleh diberikan sefalosporin.

b. Diare

Efek samping ini umumnya terjadi pada penggunaan ampisilin, augmentin,

seftriakson serta sefoperazon. Kolitis terkait antibiotik dapat terjadi pada

sebagian besar penggunaan antibiotik (Kemenkes RI, 2011)

Pengikatan pada protein pengikat penisilin

yang spesifik (PBPs)

Bertindak sebagai reseptor

obat pada bakteri

Menghambat sintesis dinding

sel bakteri

Mengaktifkan enzim autolitik dalam

dinding sel

Bakteri mati

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

26

c. Toksisitas Ginjal

Efek samping toksisitas ginjal, termasuk nefritis intestinal dan nekrosis

tubulus pernah terjadi pada penggunaan sefaloridin sehingga menyebabkan

obat tersebut ditarik dari pasaran. Sefalosporin yang mengandung cincin

metiltiotetrazol dapat menimbulkan reaksi disulfiram berat (Katzung B. G.,

2007)

d. Hipotrombinemia

Hipotrombinemia sering terkait dengan sefalosporin dengan rantai samping

yang memiliki kandungan cincin metiltiotetrazol (Kemenkes RI, 2011). Selain

itu, dapat terjadi kelainan perdarahan dimana dapat diatasi dengan pemberian

Vitamin K1 10mg 2 kali seminggu. Obat-obatan yang mengandung cincin

metiltiotetrazol adalah sefamandol, sefmetazol, sefotetan, dan sefoperazon

(Katzung B. G., 2007).

2.10.4 Penggunaan Antibiotik Sefalosporin untuk Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut oleh bakteri Salmonella

Typhi yang ditularkan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi

secara fecal-oral. Penanganan awal yang dilakukan pada pasien demam tifoid

adalah pemberian antibiotik karena pada dasarnya patogenensis infeksi

Salmonella Typhi berkaitan dengan keadaan bakteri. Sehingga pemberian

antibiotik diharapkan memberi dampak positif bagi pasien. Pemberian

antibiotik yang tidak sesuai dapat menimbulkan dampak meningkatnya biaya

pengobatan, meningkatnya resistensi obat, serta menimbulkan komplikasi

sehingga perlu peran apoteker dalam penanganannya (Abdurrachman &

Febrina, 2018).

Komplikasi yang terjadi pada pasien terdiri dari komplikasi ringan hingga

berat, bahkan dapat menyebabkan kematian. Durasi infeksi serta keterlambatan

pemberian antibiotik yang tepat menjadi penentu keparahan komplikasi yang

terjadi. Pengobatan demam tifoid dengan antibiotik efektif menurunkan demam

serta gejala lainnya dalam rentang waktu 3 hingga 5 hari serta menuntaskan

semua gejala yang terjadi dalam 7 hingga 10 hari. Selain itu, pemberian

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

27

antibiotik yang tepat dapat menurunkan angka kematian, membatasi

penyebaran infeksi serta mencegah kekambuhan infeksi (Alldredge, 2013).

Kriteria utama pemilihan antibiotik untuk terapi tifoid adalah khasiat,

keamanan, ketersediaan serta harga. Kloramfenikol merupakan antibiotik lini

pertama untuk pengobatan demam tifoid. Obat ini dipilih menjadi lini pertama

tifoid dikarenakan murah, efektif serta mudah diperoleh dan dapat diberikan

secara oral. Namun adanya laporan adanya resistensi obat terhadap Salmonella

Typhi sehingga penggunaan kloramfenikol dihentikan dan pada tahun 1950an

diganti dengan ampisilin dan kortimoksazol. Pada akhir tahun 1980an

penggunaan obat ini dihentikan akibat terjadinya MDR (multy drug resistance)

dan pada tahun 1990an diganti dengan golongan fluoroquinolon dimana

sebagai alternatif pengobatan yang efektif untuk demam tifoid. Namun,

penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan tekanan selektif

untuk mutasi kromoson di bakteri, menginduksi resistensi terhadap asam

nalidiksat serta mengurangi kerentanan terhadap fluoroquinolon. Hal ini

sehingga memerlukan pengobatan yang panjang serta dosisnya harus

ditingkatkan (Parry, et al., 2011). Akibat adanya multy drug resistance dan

isolat tahan asam nalidiksat maka sefalosporin generasi ketiga dipilih untuk

menghindari kegagalan klinis (Veeraraghavan, Pragasam, Bakthavatchalam, &

Ralph, 2018). Sefalosporin generasi III seperti seftriakson, sefotaksin dan

sefiksim merupakan antibiotik alternatif untuk pengobatan tifoid karena aman

untuk dewasa dan anak, demam mudah turun, masa perawatan pendek serta

mengurangi terjadinya kekambuhan (Rizka, Nansy, & Susanti, 2015).

2.11 Pencegahan Demam Tifoid

Pencegahan adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk mencegah agar

masyarakat tidak tertular oleh bakteri Salmonella Typhi penyebab demam

tifoid. Pencegahan dilakukan karena lebih efisien dan tidak menimbulkan

faktor resiko yang berbahaya. Pengendalian bersifat mengelola, mengatur serta

mengawasi agar tifoid tidak menjadi masalah lagi bagi masyarakat. Terdapat 3

pilar strategis untuk pencegahan tifoid (Kemenkes, 2006), yaitu:

1. Mengobati secara sempurna pasien dan karier tifoid

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam ...eprints.umm.ac.id/61095/3/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Demam Tifoid Demam tifoid atau Typhoid fever

28

Penderita tifoid karier merupakan seseorang yang satu tahun pasca demam

tifoid, tanpa gejala klinis yang pasti memiliki kotoran (feses atau urin) yang

masih mengandung bakteri Salmonella Typhi. Karier pasca penyembuhan

yaitu penderita tifoid yang sudah sembuh setelah 2-3 bulan yang masih

ditemukan kuman Salmonella Typhi pada feses dan urinnya. Karier akan

terjadi bila pasien tidak mendapatkan pengobatan atau tidak diobati secara

maksimal sehingga bakteri penyebab tifoid susah dimusnahkan dari tubuh.

2. Mengatasi faktor-faktor yang berperan dalam proses penularan bakteri

Faktor penyebab demam tifoid yang utama adalah air dan makanan yang

terkontaminasi Salmonella Typhi sehingga harus dicegah dengan cara

mengolah air minum serta limbah rumah tangga yang baik agar kualitas air

yang digunakan baik. Menjaga kebersihan makanan dan minuman yang

dikonsumsi, menjaga kebersihan tangan dengan cara mencuci tangan

menggunakan sabun setiap kali akan makan, pengelolaan air limbah serta

kotoran dan sampah yang benar agar tidak mencemari lingkungan, jamban

keluarga yang memenuhi persyaratan, serta membiasakan diri untuk hidup

bersih bagi seluruh elemen masyarakat.

3. Perlindungan dini agar tidak tertular

Pemberian vaksin tifoid perlu dilakukan untuk pencegahan tifoid, dimana

pemberiannya bila perlu sejak anak-anak dimana pada masa itu mereka mulai

mengenal jajan yang tidak terjamin kebersihannya. Vaksinasi juga perlu

diberikan kepada para pendatang dari negara maju yang masuk ke daerah yang

endemik demam tifoid.