Tifoid demam

26
TUGAS LAPORAN KASUS ANAK OLEH: QURROTU AINI S.ked 09700351 PEMBIMBING: Dr. Hj. SUBIYATI Sp, A SUB DEPARTEMEN PEDIATRI SMF BAGIAN PEDIATRI RS TK. II dr. SOEPRAOEN-MALANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA-SURABAYA Periode 2013-2014

description

qurrotu aini

Transcript of Tifoid demam

TUGAS LAPORAN KASUS ANAK

OLEH:

QURROTU AINI S.ked09700351

PEMBIMBING:

Dr. Hj. SUBIYATI Sp, A

SUB DEPARTEMEN PEDIATRISMF BAGIAN PEDIATRIRS TK. II dr. SOEPRAOEN-MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA-SURABAYA

Periode 2013-2014

BAB IPENDAHULUANDemam tifoid merupakan penyakit endemis di indonesia yang disebabkanoleh infeksi sistemik salmonella typhi. Prevalens 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah umur 5 tahun. Pada minggu pertama sakit, demam tifoid sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam lainnya sehingga untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan biakan kuman untuk konfirmasi.96% kasus demam tifoid disebabkan salmonella typhi sisanya disebabkan salmonella paratyphi. Kuman masuk melalui makanan/minuman, setelah melewati lambung kuman mencapai usus halus (ileum) dan setelah menembus dinding usus sehingga mencapai folikel limfoid usus halus (plaque peyeri). Kuman ikut aliran limfe mesenterial ke dalam sirkulasi darah (bakterial primer) mencapai jaringan RES(hepar, lien, sumsum tulang untuk bermultiplikasi). Setelah mengalami bakterimia sekunder, kuman mencapai sirkulasi darah untuk menyerang organ lain (intra dan ekstra intestinal). Masa inkubasi 10-14 hari.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1Definisi

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyers pathc.

Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid dan demam enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini disebabkan oleh spesies Salmonella entereditis sedangkan demam enterik dipakai baik pada demam tifoid maupun demam paratifoid.2.2Epidemiologi

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2003, terdapat 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 600.000 kasus. Insiden di Indonesia rata-rata 900.000 kasus/tahun dengan angka kematian > 20.000 dan 77% kasus terjadi pada umur 3-19 tahun. Menurut data Hasil Riset Dasar Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2007, demam tifoid menyebabkan 1,6% kematian penduduk Indonesia untuk semua umur. Pada tahun 2009 kasus demam tifoid di Indonesia meningkat menjadi 80.850 dengan angka kematian 1.013 kasus.Demam Tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Menurut surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survei berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus.

Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan, di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insiden di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan. Menurut data Bulletin Kewaspadaan Dini dan Respons Departemen Kesehatan, insiden demam tifod di Bali pada minggu ke 51 pada tahun 2009 mencapai 47 kasus (proporsi 0,2%).

2.3Etiologi

Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri gram- negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagellar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang berbentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.

Gambar 2.1. Bakteri Sakmonella typhimempunyai 3 macam antigen, yaitu :1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.

2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.

Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.2.4Patogenesis

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks:1. Penempelan dan invasi sel-sel M Peyers patch.

2. Bskteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyers patch, nodus limfatikus mesentrikus, dan organ-organ ekstra intestinal sistem retikuloendotilial.

3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah

4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.

Jalur masuknya bakteri ke dalam tubuh:Bakteri Salmonella typhi bersama makanan/minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH1/200) menunjukkan adanya infeksi akut

b. Titer H menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi

c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.

Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain :1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penderita

a. Keadaan umum gizi penderita Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit

Aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah penderita mengalami sakit selama satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau keenam sakit.c. Pengobatan dini dengan antibiotik

Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.d. Penyakit-penyakit tertentu

Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi pembentukan antibodi, misalnya pada penderita leukemia dan karsinoma lanjut.e.Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat menghambat pembentukan antibodi. f. Vaksinasi Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan H meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada seseorang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik. g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun titer aglutininnya rendah. Di daerah endemik demam tifoid dapat dijumpai aglutinin pada orang-orang yang sehat. 2. Faktor-faktor teknis

a. Aglutinasi silang

Karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, maka reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat juga menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies lain. Oleh karena itu spesies Salmonella penyebab infeksi tidak dapat ditentukan dengan uji widal.

b. Konsentrasi suspensi antigen

Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada uji widal akan mempengaruhi hasilnya. c. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

Kadar IgM dan IgG (Typhi-dot) Pemeriksaan biakan salmonella

Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit. Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4.

Pemeriksaan radiologik

Foto toraks apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia, foto abdomen apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus atau pendarahan saluran cerna. Pada perforasi usus tampak :

- distribusi udara tak merata- airfluid level

- bayangan radiolusen di daerah hepar

- udara bebas pada abdomen

Kriteria diagnosis

Berikut ini kriteria diagnosis Demam Tifoid :

1. Gambaran klinis demam tifoid tanpa uji Widal, didiagnosis dengan possible demam tifoid.2. Gambaran klinis demam tifoid disertai dengan hasil uji Widal titer O dan H 1/160 pada 1 kali pemeriksaan, didiagnosis dengan probable demam tifoid.3. Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu minggu, memastikan diagnosis atau definitif demam tifoid.4. Gambaran klinis demam tifoid disertai dengan hasil uji Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640, memastikan diagnosis atau definitif demam tifoid.5. Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis.2.7Diagnosis banding Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu inffluenza, gastroenteritis, bronkitis, dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraselular seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia, shigelosis dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, sepsis, leukimia, limfoma, dan penyakit Hodkin dapat sebagai diagnosis banding.2.8TatalaksanaIstirahat dan Perawatan

Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga. Diet dan Terapi Penunjang

Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan peenyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin menurun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.

Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan oleh pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.Pemberian Antimikroba

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut : a. Kloramfenikol

Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari. Penulis lain menyebutkan penurunan demam dapat terjadi rata-rata setelah hari ke 5.

b. Tiamfenikol

Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6. c. Kotrimoksazol

Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoxazol 400 mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.

d. Ampisilin dan Amoksisilin

Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.

e. Sefalosporin Generasi Ketiga

Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ketiga yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama jam per infus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari. Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2 x 1 gram.

f. Golongan Fluorokuinolone.

Berikut beberapa jenis bahan sediaan dan aturan pemberiannya :

Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ketiga atau menjelang hari keempat. Hasil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavailabilitas tidak sebaik fluorokuonolone yang dikembangkan kemudian.

g. Kombinasi Obat Antimikroba

Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik, yang pernah terbukti ditemukan 2 macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella. h. Kortikosteroid

Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septik dengan dosis 3 x 5 mg. 2.9Komplikasi

Pada intraintestinal dilaporkan dapat terjadi pada 0,5-3% atau pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan suhu menurun, nyeri abdomen, muntah, nyeri tekan, bising usus menurun sampai menghilang, defance musculaire, dan pekak hati menghilang.

Pada ekstraintestinal yaitu tifoid encefalopati, hepatitis tifosa, meningitis, pneumonia, syok septik, plenonefritis, endokardius, osteomiltis.

2.10Vaksin demam tifoid

Vaksin pertama kali ditemukan tahun 1986 dan setelah tahun 1960 efektivitas vaksinasi telah ditegakkan, keberhasilan proteksi sebesar 51-88% (WHO) dan sebesar 67% (Universitas Maryland) bila terpapar 105 bakteri tetapi tidak mampu proteksi bila terpapar 107 bakteri.

Vaksinasi tifoid belum dianjurkan secara rutin di USA, demikian juga di daerah lain. Indikasi vaksinasi adalah bila :1. Hendak mengunjungi daerah endemik, risiko terserang demam tifoid semakin tinggi untuk daerah berkembang (Amerika Latin, Asia, Afrika)

2. Orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid

3. Petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan

Jenis Vaksin

Terdapat 2 jenis vaksin yaitu : Vaksin oral : Ty21a (vivotif Berna), belum beredar di Indonesia

Vaksin parenteral : ViCPS (Typhim Vi/Pasteur Merieux), vaksin kapsul polisakaridaPemilihan Vaksinasi

Pada beberapa penelitian vaksin oral Ty21a diberikan 3 kali secara bermakna menurunkan 66% selama 5 tahun, laporan lain sebesar 33% selama 3 tahun. Usia sasaran vaksinasi berbeda efektivitasnya, dilaporkan insiden turun 53% pada anak > 10 tahun sedangkan pada anak usia 5-9 tahun insidennya turun 17%.

Vaksin parenteral non-aktif relatif lebih sering menyebabkan reaksi efek samping serta tidak seefektif dibandingkan dengan ViCPS maupun Ty21a oral. Jenis vaksin dan jadwal pemberiannya, yang ada saat ini di Indonesia hanya ViCPS (Typhim Vi)Indikasi Vaksinasi

Tindakan preventif berupa vaksinasi tifoid tergantung pada faktor risiko yang berkaitan, yaitu individual atau populasi dengan situasi epidemiologisnya: Populasi: anak usia sekolah di daerah endemik, personil militer, pertugas rumah sakit, laboratorium kesehatan, industri makanan/minuman.

Individual: pengunjung/wisatawan di daerah endemik, orang yang kontak erat dengan pengidap tifoid (karier)

Pada anak usia 2-5 tahun, toleransi dan respon imunologisnya sama dengan anak usia lebih besar. Kontraindikasi Vaksinasi

Vaksin hidup oral Ty21a secara teoritis dikontraindikasikan pada sasaran yang alergi atau yang mengalami reaksi efek samping berat, penurunan imunitas, dan kehamilan (karena sedikitnya data). Bila diberikan bersamaan dengan obat anti-malaria (klorokuin, meflokuin) dianjurkan minimal setelah 24 jam pemberian obat baru dilakukan vaksinasi. Dianjurkan tidak memberikan vaksinasi bersamaan dengan obat sulfonamide atau antimikroba lainnya. Efek Samping Vaksinasi

Pada vaksin Ty21a demam timbul pada orang yang mendapat vaksin 0-5%, sakit kepala (0-5%), sedangkan pada ViCPS efek samping lebih kecil (demam 0,25%; malaise 0,5%, sakit kepala 1,5% , rash 5%, reaksi nyeri local 17%). Efek samping terbesar pada vaksin parenteral adalah heat phenol inactivated, yaitu demam 6,7% - 24%, nyeri kepala 9-10%, reaksi lokal nyeri dan edema 3-35% bahkan reaksi berat termasuk hipotensi, nyeri dada, dan syok dilaporkan pernah terjadi meskipun sporadik dan sangat jarang terjadi.Efektivitas Vaksinasi

Serokonversi (peningkatan titer antibody 4 kali) setelah vaksinasi dengan ViCPS terjadi secara cepat yaitu sekitar 15 hari-3 minggu dan 90% bertahan selama 3 tahun. Kemampuan proteksi sebesar 77% pada daerah endemik dan sebesar 60% untuk daerah hiperendemik.2.11Pencegahan Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 570C untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/ klorinasi.

Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 570C beberapa menit dan secara merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara / daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menentukan angka kejadian demam tifoid. 2.12Prognosis

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitas 10%,biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastroentestinal atau pendarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S. Ser typhi 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Risiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan dengan populasi umum. Walaupun karier urin kronis juga dapat terjadi, hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis.

BAB III

LAPORAN KASUSIdentitas

Nama

: An.M Umur

: 10 tahun Jenis Kelamin

: Perempuan Berat badan

: 27 kg Tinggi badan

: 131 cm Alamat

: Jl. Tarupala x malang Nama orang tua

: ibu Kasiati Status

: swasta Pekerjaan orang tua

: honorer di rumah sakit Agama

: Islam Pasien MRS

: 28-04-2014 Anamnesa

Keluhan utama: Panas Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan panas sejak 5 hari yang lalu panasnya naik turun, tidak menggigil, dirumah pasien sudah mendapatkan obat penurun panas, panas disertai sakit kepala, nyeri perut di seluruh lapang abdomen nyeri dirasakan hilang timbul. Hari pertama panas disertai buang air besar cair disertai lendir, namun setelah masuk rumah sakit sudah tidak BAB cair. Disertai mual dan muntah saat dirumah pasien muntah 3x tiap makan. Nafsu makan menurun, minum banyak, buang air kecil banyak. Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak pernah sakit seperti ini, hanya panas biasa lalu sembuh dengan obat. Tidak didapatkan riwayat asma Tidak didapatkan riwayat alergi Tidak didapatkan penyakit jantung bawaan Riwayat penyakit keluarga : keluarga tidak ada yang sakit seperti pasien

Riwayat pengobatan : Parasetamol

Riwayat sosial : Anak tampak aktif dan lincah, hobi berenang setiap minggu.

Riwayat persalinan : Normal 38 minggu

Riwayat imunisasi : Hepatitis B, polio, BCG, DTP, Campak (lengkap)

Pemeriksaan fisik

Keadaan Umum: tampak lemas Kesadaran

: compos mentis GCS

: 4/5/6 Turgor

: < 2 detik

Vital sign TekananDarah : 100/70 mmhg, lengan kanan Nadi

: 92x/menit, regular kuat angkat Pernapasan

: 24 x/menit Temperature: 37,50C axilar Kepala Mata:Conjunctiva palpebra inferior

pucat (-/-), sklera ikterik (-/-). Hidung: Nafas cuping hidung (-), sekret (-),

epistaksis (-). Mulut: lidah tampak kotor di tengah dan pada bagian pinggir merah/ hiperemi, bibir pucat (-), bibir cianosis (-), bibir kering, gusi berdarah (-). Telinga: Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-),

pendengaran berkurang (-). Tenggorokan: Tonsil membesar (-), pharing

hiperemis (+). Leher Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Thorax Jantung Inspeksi:ictuscordistidaktampak Palpasi:ictuscordistidak teraba Perkusi : redup Auskultasi : Irama jantung S1S2 Reguler, murmur (-), gallop (-). Paru

InspeksiDepanBelakang

KaKiKaKi

BentukSimetrisSimetrisSimetrisSimetris

Gerak nafasSimetrisSimetrisSimetrisSimetris

Penonjolan----

Retraksi----

Penyempitan ics----

Palpasi Depan Belakang

Ka Ki Ka Ki

Gerak nafas Simetris Simetris Simetris Simetris

Ics NNNN

Retraksi ----

Fremitus suaraKa=kiKa=kiKa=kiKa=ki

Perkusi

Suara Sonor Sonor Sonor Sonor

Auskultasi

Suara nafas Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Rhonki--

--

--

wheezing--

--

--

Abdomen :

Inspeksi: flat Auskultasi: BU(+) meningkat Palpasi:

Splenomegali (-)

Hepatomegali (-)

Nyeri tekan (+)

Bimanual ballotement (-) Perkusi: Meteorismus (+)

Ekstremitas

Akral hangat - - oedem - - - - - -Pemeriksaan penunjang Hasil Nilai normal

Darah lengkap

Hb Leukosit

Trombosit

Pcv 13,3

4600

138.000

40,4 12-17 mg/dl

4-10 ribu/cmm

150-450 ribu

40-50 %

Uji widal

Typi OTypi H

Paratypi A

Paratypi B1/206

Negatif

Negatif

Negatif Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

Diagnosa

Diagnosa kerja

Demam tyfoid

Diagnosa banding

Gastroenteritis

Dengue fever Planning diagnosa

Darah lengkap dan uji widal

Planning terapi

Medikamentosa

Inf 1:2 500cc/3 jam => 1.800cc/24 jam

Inj ceftriaxone 2x 750mg

Inj ranitidine 2x30mg

Inj ondancetron 3x2mg

Parasetamol 3x3/4 bila panas

Nonmedikamentosa

Tirah baring

Minum air putih yang banyak

Kebutuhan kalori dan cairan tercukupi