Post on 17-Jan-2016
description
KELAINAN KONGENITAL PADA GIGI
Kelainan bawaan atau kelainan kongenital atau cacat bawaan adalah
kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil
konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat dikenali sebelum kelahiran, pada saat
kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah kelahiran. Kelainan bawaan dapat
disebabkan oleh keabnormalan genetika, sebab-sebab alamiah atau faktor-faktor
lainnya yang tidak diketahui.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus,
lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup
berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alami terhadap kelangsungan
hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI
besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering
pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan
kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama
kehidupannya.
Etiologi Kelainan Kongenital
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan
kongenital antara lain:
1. Kelainan Genetik dan Kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh
atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang
bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang
sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya
kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-
langkah selanjutya. Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi
kedokteran , maka telah dapat diperiksa kemingkinan adanya kelainan kromosom
selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan
selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai
sindroma down (mongolism). Kelainan pada kromosom kelamin sebagai
sindroma turner.
2. Faktor Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat
menyebabkan kelainan hentuk rgan tubuh hingga menimbulkan deformitas organ
cersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan
mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas
organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus,
talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot).
3. Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang
terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan.
Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan
gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama
di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan
kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester
pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan
kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai
tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada
trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah
infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan
kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada
system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
4. Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat
menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan
terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum
wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula
hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara
laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan,
khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu
sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu
memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian
trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon
yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya
sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi
.5. Faktor Umur Ibu
Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru
lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis
ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan
ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau
lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur
< 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk
kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45
tahun atau lebih.
6. Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian
kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu
penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan
pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
7. Faktor Radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup
besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene
yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang
dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya
dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
8. Faktor Gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan
dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-
penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan
dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan,
adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain
dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital.
9. Faktor-faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat
menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak
diketahui.
(Jurnal Asri Arumsari, Alwin kasim, bagian bedah mulut fakultas
Kedokteran Gigi UNPAD)
Kelainan Struktur gigi
1. Hipoplasia Enamel
Hipoplasia Enamel adalah suatu kondisi dalam mulut yang memperlihatkan
adanya pembentukan enamel gigi yang tidak sempurna. Kondisi ini merupakan
bentuk dari amelogenesis imperfecta dan seringkali ditunjukkan dengan
perubahan warna menjadi kuning, kemerahan atau coklat pada gigi. Pada kasus
yang ringan, kondisi ini memperlihatkan hanya sedikit groove, pit dan fissure
pada permukaan email; sedangkan pada kasus yang lebih berat akan terlihat
deretan pit horizontal yang dalam pada permukaan enamel. Pada kasus yang lebih
hebat, lapisan enamel bisa jadi tidak ada (enamel plasia).
Penyebab Hipoplasia Enamel adalah:
Defisiensi Vitamin D Pembentukan matriks enamel dan mineralisasi yang cacat
Risiko terjangkit Hipoplasia Enamel meningkat bila Anda:
Dilahirkan sebagai bayi yang Kelahiran Prematur Menderita malnutrisi Sedang menderita Gagal Ginjal Sedang menderita Rakhitis Telah didiagnosa mengidap Hipokalsemia Telah didiagnosa mengidap Hipoparatiroidisme
Enamel hipoplasia adalah defisiensi kualitas enamel karena terjadinya
penyimpangan selama perkembangan dan dapat terjadi pada pembentukan pit,
groove, atau area yang lebih besar. Hipoplasia email sering ditemukan dan sering
terjadi pada sekitar 10 % populasi. Hipoplasia email merupakan istilah untuk
menunjukkan pembentukan defek sempurna pada email yang menghasilkan cacat
menyeluruh atau perubahan dalam bentuk. Hipoplasia email dapat mengenai gigi
susu atau tetap.
Penyakit sistemis disertai kelainan degeneratif sewaktu hamil, juga dapat
herediter dan terjadi kelainan degeneratif pada sel ameloblas yang mengganggu
pembentukan email. Bila sel ameloblas mengalami kerusakan selama periode
pembentukan gigi. Yaitu dalam masa pembentukan matriks email, gigi akan
mengalami defek dalam pembentukannya.
Banyak faktor baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui dapat
menimbulkan jejas pada sel ameloblas dan menyebabkan hipoplasia. Defisiensi
nutrisi dari vitamin A, C, D dapat menyebabkan hipoplasia sistemis. Penderita
dengan riwayat riketsia (kekurangan vitamin D) seringkali menunjukkan
hipoplasia berat.
Penyakit yang berhubungan dengan demam tinggi, terutama campak dan
cacar iaimenyebabkan ceruk horizontal. Ceruk ini merupakan tempat
berkumpulnya sisa makanan dan bakteri. Menyebabkan warna coklat tua. Selain
itu, masih ada penyakit sistemis lain, misalnya:
Toksemia atau penyakit kandungan lain yang dapat mengganggu
pembentukan email in utero
Skalartina pada anak-anak atau bayi
Defisiensi kalsium, fosfor
Gangguan congenital
Demam eksantematus pada bayi.
Penyebab lain hipoplasia adalah siphilis kongenital. Pada wanita hamil
yang terinfeksi dengan syhiphilis yang tidak diobati akan menyebabkan
spirochaeta menyerang janin sesudah minggu ke-16 dan benih gigi menjadi cacat.
Pada anak-anak tanda kerusakan yang karakteristiknya dapat terlihat pada gigi
anterior tetap atau posterior. Terlihat pengurangan dimensi mesiodistal gigi-geligi
yang terkena.
Hipokalsemia merupakan penurunana kadar kalsium dalam serum dan
dapat menyebabkan lubang atau lekukan pada gigi geligi. Keadaan ini mungkin
terlihat pada penyakit pada penyakit hipoparatiroidisme dan defisiensi vitamin D.
Perubahan yang terjadi sama seperti yang terlihat pada hipoplasia sistemis.
Bahan kimia dapat menyebabkan gangguan hipoplastik sehingga email
tampak berbercak putih yang makin lama makin coklat. Kebanyakan fluor dapat
menyebabkan dental fluorosis, terjadi klasifikasi email sehingga bewarna seperrti
kapur yang kemudian mengalami pigmentasi sehingga bewarna coklat tidak
beraturan (motteld). Derajat kerusakan bertambah bila kosentrasi fluor bertambah.
Etiologi enamel hipoplasia:
1. Penyakit defisiensi vitamin D (Rickets), anak dengan celah
bibir/langit-langit, Down syndrome, kelainan jantung bawaan, penyakit gangguan
metabolisme, cerebral palsy, dll.
2. Gangguan pada masa kelahiran, seperti kelahiran sulit (bayi
kurang oksigen), berat badan lahir rendah, kelahiran prematur, kernikterus
(kuning patologis pada bayi), dll.
3. Penyakit infeksi pada masa kehamilan (demam tinggi, infeksi
sitomegalovirus, rubela, toksoplasmosis) atau infeksi berat pada masa bayi dan
anak.
4. Infeksi dan trauma pada gigi susu dapat berakibat hipoplasia email
pada gigi tetap penggantinya.
(Hall R.K. Pediatric Orofacial Medicine and Pathology. Chapman and
Hall. 1994)
Gambaran klinis:
1. Jenis kualitatif : berkurangnya mineralisasi (hipomineralisasi), secara
klinis bermanifestasi sebagai hipomineralisasi (amelogenesis imperfekta) dan
aplasia email.
2. Jenis kuantitatif : mineralisasi normal, ketebalan email
berkurang.
Secara klinis, tampak gambaran yang bervariasi. Gigi dapat tampak
cekung berwarna cokelat karena hampir tidak terbentuk email. Hipoplasia dapat
pula tampak sebagai ceruk kecil, barisan lekukan horizontal atau ceruk, atau
tampak sederhana sebagai hilangnya lapisan email.
2. Amelogenesis Imperfecta
Merupakan kelainan herediter yang tampak sebagai perubahan pengaturan
atau struktur gen yang berhubungan dengan email. Ditemukan dalam bentuk
hipoklasifikasi enamel, hipoklasifikasi email, hipoplasia email atau keduanya
namun dentin dan pulpa normal. Baik gigi susu maupun tetap dapat terserang.
Insidennya adalah 1 dalam 15000 orang.
Banyak pola herediter yang ditemui, diantaranya adalah autosomal
dominan, resesif, X-linked, sehingga jumlah individu yang terkena dalam satu
keluarga dapat bervariasi. Bentuk yang paling sering adalah X linked dan menarik
karena gen X mengatur ukuran dan bentuk gigi manusia. Kelainan ini mempunyai
riwayat keluarga. Oleh karena itu, beberapa anggota keluarga dapat mempunyai
penyakit ini dalam beberapa generasi. Cacat dalam gen ini menyebabkan email
mengalami hipoklasifikasi atau hipoplasia.
Secara klinis dapat bervariasi barupa ceruk, lekukan, defek horizontal atau
vertikal dan tidak ada hubungannya dengan kronologis perkembangannya. Tipe
yang paling umum adalahhipoklasifikasi yang bervariasi dan ketebalan gigi
normal, bewarna coklat, rapuh serta lunak. Kalkulus dapat terbentuk banyak sekali
pada daerah yang rusak sehingga menyebabkan fraktur email menjauhi dentin.
Begitu email fraktur, dentin terlihat terlihat sehingga cepat rusak, meninggalkan
hanya akar. Pada radiogram tampak email hampir tak terlihat, seperti bayangan
atau sama sekali tidak ada.
Etiologi
Enamel merupakan jaringan yang mengalami mineralisasi tingkat tinggi
dengan lebih dari 95% volumenya disusun oleh kristal-kristal hidroksiapatit yang
begitu besar dan sangat teratur. Pembentukan struktur kristal hidroksiapatit ini
disinyalir dikontrol secara ketat oleh ameloblas melalui interaksi sejumlah
molekul matriks organik yang mencakup amelogenin, enamelin, ameloblastin,
tuftelin, amelotin, dan dentin sialophosphoprotein. Gangguan yang terjadi pada
satu atau lebih dari gen-gen ini dapat menebabkan terjadinya amelogenesis
imperfekta.
Salah satu gen yang paling besar pengaruhnya terhadap pembentukan
enamel adalah amelogenin. Gen ini merupakan protein yang disekresi oleh
ameloblas dan berfungsi untuk membentuk matriks organik enamel. Mutasi yang
dilaporkan biasa terjadi pada gen ini adalah penghapusan beberapa bagian dari
gen, single base mutation, dan pemberhentian kodon prematur. Beberapa bagian
gen ini bersifat kritis terhadap penhaturan ketebalan enamel, sementara bagian
lainnya berperan penting dalam mineralisasi enamel.
Gambaran klinis
Secara klinis, amelogenesis imperfekta dapat tampak bervariasi antara lain
berupa ceruk, lekukan, defek horizontal atau vertikal dan tidak ada hubungan
dengan kronologis perkembangannya. Tipe yang paling umum adalah
hipokalsifikasi yang bervariasi dan ketebalan gigi normal, berwarna cokelat, rapuh
serta lunak.
(Crawford, Peter J.M dkk. 2007. Amelogenesis Imperfecta. Orphanet
Journal of Rare Disease)
3. Dentinogenesis Imperfecta
Email normal terbentuk, tetapi dentin kurang mineralisasinya sehingga
gigi tampak kebiru-biruan, merah, akar pendek berliku-liku, dapat obliterasi,
email dapat pecah karena sokongan dentin yang lemah, dentin cepat abrasi, erosi,
dan akar terlihat. Biasanya merupakan bagian osteogenesis imperfecta.
Dentinogenesis imperfecta lebih sering ditemukan dibandingkan
amelogenesis imperfecta dan ditandai dengan pembentukan dentin yang tidak
teratur, baik pada gigi susu maupun gigi tetap, sebagai akibat perubahan
kromosom 4 dari struktur gen yang berhubungan dengan pembentukan dentin. Ini
merupakan faktor dominan turunan atau cacat genetik yang terlihat pada 1 dalam
8.000 orang.
Secara klinis gigi dapat berbentuk normal. Tanda karakteristik adah warna
biru abu-abu atau violet dan dapat opalesen. Sepihan email terjadi karena
kerusakan pada tempat persambungan dentindengan email. Keadaan ini
menyebabkan atrisi berat seperti yang terlihat pada amelogenesis imperfecta.
Radiogram menunjukkan perubahan karakteristik seperti penutupan ruang
pilpa, akar yang memendek, konstriksi pertautan semen-email yang memberi
gambaran mahkota seperti bel. Dentinogenesis imperfecta biasanya terlihat pada
kasus osteogenesis imperfecta (suatu penyakit keturunan lain yang ditandai
dengan pembentukan kolagen tipe 1 yang tidak sempurna dan menyebabkan
tulang rapuh dan warna sklera mata yang biru).
Dentinogenesis imperfekta terjadi akibat perubahan kromosom 4 dari
struktur gen yang berhubungan dengan pembentukan dentin. Gen yang sangat
berhubungan dengan dentinogenesis imperfekta adalah gen dentino
sialophosphoprotein (DSPP). Gen DSPP ini berfungsi untuk menghasilkan protein
dengan nama serupa. Begitu dihasilkan, protein DSPP ini akan terpotong menjadi
tiga bagian yaitu: dentino sialoprotein, dentino glikoprotein, dan dentino
fosfoprotein. Dentino glikoprotein dan dentino fosfoprotein terlibat dalam
pengerasan kolagen dan berperan penting dalam deposisi kristal mineral di antara
serat-serat kolagen (mineralisasi).
Gangguan pada gen DSPP ini akan menyebabkan terganggunya proses
mineralisasi pada dentin sehingga terjadilah dentinogenesis imperfekta.
Dentinogenesis imperfekta diturunkan dalam pola autosom dominan. Ini berarti,
cukup satu kopi gen yang terganggu dalam tiap sel untuk dapat menyebabkan
kelainan ini. Terbukti dalam kebanyakan kasus, pasien mendapat kelainan ini
hanya dari salah satu orang tuanya.
Gejala klinis:
Gigi berwarna biru keabu-abuan atau kuning kecoklatan, akar translusen,
gigi lemah dan rapuh.
(Beattie, ML dkk. 2007. Phenotype Variation in Dentinogenesis
Imperfecta/Dentin dysplasia. US National Library of Medicine)
Kelainan Jumlah gigi
1. Hipodonsia
Kegagalan perkembangan satu atau dua benih gigi relatif umum terjadi dan
sering kali bersifat herediter. Ada beberapa sindrome yang disertai hipodonsia,
yang paling umum adalah Sindrome Down. Gigi yang paling sering tidak tumbuh
adalah molar ketiga, premolar kedua, dan insisif lateral atas. Sumbing palatal
merupakan kelainan perkembangan lainnya yang berhubungan dengan
hipodonsia. (Sudiono, 2008 : 23)
2. Anodonsia
Kegagalan perkembangan seluruh gigi (anodonsia) jarang ditemukan.
Anodonsia berkaitan dengan penyakit sistemis, displasia ektodermal anhidrotik
herediter yang merupakan suatu kelainan perkembangan ektodermal dan
umumnya diturunkan sebagai sex-linked. Ptia lebih sering daripada wanita.
Pada anodonsia, proc. alveolaris tanpa adanya dukungan oleh gigi menjadi
tidak berkembang membuat profil menyerupai orang yang sudah tua dikarenakan
kehilangan dimensi vertikal. (Sudiono, 2008 : 24)
3. Gigi Berlebih (supernumerary teeth)
Supernumerary teeth adalah gigi tambahan/berlebih, sehingga jumlah gigi
yang terbentuk dalam rahang lebih banyak dari jumlah normal. Supernumerary
teeth dapat menyebabkan susunan gigi-geligi yang terlalu berjejal atau malah
dapat menghambat pertumbuhan gigi sebelahnya.
Supernumerary teeth atau gigi lebih merupakan suatu kelainan jumlah gigi
berupa bertambahnya gigi dari jumlah normalnya dan dapat ditemukan di semua
bagian lengkung gigi. Gigi lebih pada periode gigi sulung lebih jarang terjadi
dibandingkan pada periode gigi permanen. Penelitian pada populasi Kaukasia
memperlihatkan prevalensi 0,2 - 0,8 % pada periode gigi sulung dan 1,5 – 3,5 %
pada periode gigi permanen. Sedangkan studi epidemiologi pada anak di Jepang
hanya 0,06 % yang terdapat gigi lebih pada gigi sulungnya. Perbandingan
ditemukannya gigi lebih pada laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Kasus gigi
lebih 98 % terjadi pada maksila, dengan 75 % - nya terletak di anterior. Gigi lebih
pada periode gigi sulung tidak selalu diikuti gigi lebih pada periode gigi
permanennya, dan sebaliknya gigi lebih pada periode gigi permanen tidak selalu
ada gigi lebih pada periode gigi sulungnya. Menurut Welbury, 30 – 50 % kasus
gigi sulung lebih yang terletak pada premaksila, akan diikuti gigi lebih pada gigi
permanennya.
Etiologi dari gigi lebih tidak diketahui dengan pasti. Terdapat beberapa
teori mengenai etiologi gigi lebih, yaitu teori dikotomi dan teori hiperaktifitas.
Teori dikotomi adalah gigi lebih merupakan hasil dikotomi dari tooth bud,
sedangkan teori hiperaktifitas adalah gigi lebih merupakan hasil hiperaktifitas dari
lamina dental. Munculnya gigi lebih pada beberapa anggota keluarga yang sama
mengarahkan anomali ini diwariskan secara genetik atau X-linked.
Gigi lebih pada periode gigi sulung biasanya berupa mesiodens atau gigi
supplemental insisif lateral. Gigi lebih yang morfologinya menyerupai gigi
normal disebut supplemental, sedangkan gigi lebih yang tidak menyerupai gigi
normal disebut accessory. Russell & Folwarczna (2003) mengelompokan gigi
lebih berdasarkan waktu munculnya pada periode gigi permanen atau gigi sulung,
dan berdasarkan morfologinya yaitu supplemental, konus dan tuberkel. Gigi lebih
juga dibedakan berdasarkan lokasinya yaitu mesiodens, paramolar dan
distomolar. Gigi lebih yang berlokasi di premaksila dan berdekatan dengan sutura
mid-line disebut mesiodens. Paramolar dan distomolar adalah gigi lebih yang
terletak di posterior. Gigi lebih dapat muncul secara unilateral bahkan bilateral.
Gigi lebih dapat menyebabkan erupsi ektopik gigi sekitarnya dan menyebabkan
maloklusi. Menurut Welbury (1999) gigi lebih yang erupsi dengan morfologi
yang normal atau gigi supplemental akan menyebabkan gigi berjejal setempat
pada daerah disekitar gigi lebih.
Manajemen gigi lebih tergantung jenis dan posisi gigi tersebut, dan
pengaruh yang potensial terjadi pada gigi-geligi yang berdekatan. Manajemen
gigi lebih adalah pencabutan atau tanpa pencabutan. Kasus gigi lebih dengan
indikasi untuk dilakukan pencabutan adalah: erupsi insisif sentral terlambat atau
terhalang, dan terdapat perubahan erupsi atau pergeseran gigi insisif sentral.
Sedangkan kasus gigi lebih dengan indikasi tanpa pencabutan adalah: erupsi gigi
sekitarnya yang baik, dan tindakan pencabutan akan berakibat buruk pada vitalitas
gigi sekitarnya. Gigi lebih insisif sulung dapat dipertahankan bila terdapat ruang
yang cukup untuk gigi tersebut dalam lengkung rahang dan gigi tersebut harus
diekstraksi pada saat gigi insisif permanennya siap untuk erupsi. Identifikasi gigi
suplemental atau gigi lebih yang bentuk dan ukurannya menyerupai dengan gigi
sekitarnya adalah dengan membandingkan gigi pada sisi yang berlawanan. Gigi
yang bentuk dan ukurannya paling menyerupai gigi pada sisi yang berlawanan lah
yang harus dipertahankan.
Etiologi
Penyebab dari supernumerary teeth belum diketahui dengan pasti.
Kelainan ini dapat terjadi bila ada proliferasi sel yang berlebihan pada saat
pembentukan benih gigi, sehingga gigi yang terbentuk melebihi jumlah yang
normal. Pada beberapa kasus, kelainan ini dapat diturunkan dari orang tua.
Selain itu, supernumerary teeth juga bisa merupakan bagian dari penyakit atau
sindroma tertentu, yaitu cleft lip and palate (sumbing pada bibir dan langit-langit),
Gardner’s syndrome, atau cleidocranial dysostosis. Pada kelainan-kelainan
tersebut, biasanya supernumerary teeth mengalami impaksi (tidak dapat tumbuh di
dalam rongga mulut).
Gambaran Klinis
Supernumerary teeth dapat memiliki bentuk yang sama atau berbeda
dengan gigi normal. Bila berbeda, bentuknya dapat konus (seperti kerucut),
tuberculate (memiliki banyak tonjol gigi), atau odontome (bentuknya tidak
beraturan).
Supernumerary teeth lebih sering terjadi pada rahang atas dibandingkan rahang
bawah. Gigi berlebih ini juga dapat terbentuk di berbagai bagian rahang, yaitu
pada daerah gigi insisif depan atas (disebut juga mesiodens), di sebelah gigi molar
(disebut juga paramolars), di bagian paling belakang dari gigi molar terakhir
(disebut juga disto-molars), atau di sebelah gigi premolar (disebut juga
parapremolars). Supernumerary teeth yang paling sering dijumpai adalah
mesiodens. Kelainan ini lebih sering terjadi pada gigi tetap dibandingkan gigi
susu.
Kelainan Ukuran gigi
1. Mikrodonsia
Defenisi. Mikrodontia adalah gigi yang memiliki ukuran lebih kecil dari
normal. Mikrodontia lokal yang hanya mengenai satu atau beberapa gigi lebih
sering ditemui daripada yang mengenai seluruh gigi. Kelainan ini lebih sering
terjadi pada gigi-gigi permanen dibandingkan gigi-gigi sulung. Selain itu juga
lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Microdontia lebih sering
terjadi pada gigi insisif dua rahang atas dan gigi molar tiga rahang atas.
Penyebab. Kelainan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Microdontia
yang mengenai seluruh gigi jarang terjadi dan bisa ditemukan pada kelainan yang
diturunkan dari orangtua (congenital hypopituitarism). Selain itu bisa juga
disebabkan karena adanya radiasi atau perawatan kemoterapi saat pembentukan
gigi. Microdontia lokal diduga disebabkan oleh adanya mutasi pada gen tertentu.
Kelainan ini juga bisa merupakan bagian dari sindroma tertentu (penyakit yang
terdiri dari beberapa gejala yang timbul bersama-sama), seperti sindroma trisomy
21 atau sindroma ectodermal dysplasia. Selain itu microdontia juga sering ditemui
pada kelainan cleft lip and palate (bibir sumbing dan celah pada langit-langit
rongga mulut).
Gejala. Mahkota gigi yang mengalami microdontia tampak lebih kecil
daripada ukuran yang normal. Gigi tersebut dapat berbentuk kerucut atau sama
seperti gigi normal hanya dengan ukuran yang lebih kecil.
Perawatan. Perawatan microdontia biasanya meliputi pemberian restorasi
estetik untuk memperbaiki bentuk dan ukuran gigi, misalnya dengan pemasangan
mahkota tiruan (crown) atau dengan penambalan. Juga bisa dilakukan perawatan
orthodonti (pemakaian kawat gigi) untuk merapatkan ruangan antar gigi-geligi
bila diperlukan. Lakukan konsultasi dengan dokter gigi Anda untuk mendapatkan
perawatan yang sesuai bila gigi Anda memiliki kelainan ini.
2. Makrodonsia
Definisi. Makrodontia adalah gigi yang memiliki ukuran lebih besar dari
normal. Kelainan ini bisa mengenai semua gigi atau hanya beberapa gigi saja.
Makrodontia total yang meliputi seluruh gigi sangat jarang terjadi, biasanya hanya
satu gigi saja yang mengalami kelainan ini. Makrodontia lebih sering terjadi pada
laki-laki daripada perempuan.
Penyebab. Makrodontia dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang
saling mempengaruhi. Makrodontia yang mengenai seluruh gigi dapat terjadi pada
kelainan pituitary gigantism, yaitu suatu kelainan yang disebabkan oleh adanya
gangguan keseimbangan hormonal. Makrodontia yang hanya mengenai gigi
tertentu saja (macrodontia lokal) kadang ditemukan pada kelainan unilateral facial
hyperplasia yang menyebabkan perkembangan benih gigi yang berlebihan. Selain
itu, makrodontia juga dapat berhubungan dengan beberapa penyakit yang
diturunkan.
Gejala Klinis. Ukuran gigi tampak lebih besar daripada gigi normal.
Macrodontia merupakan kelainan yang cukup jarang ditemukan pada gigi
permanen. Biasanya mengenai gigi molar tiga rahang bawah dan premolar dua
rahang bawah, serta insisif sentral rahang atas.
Perawatan. Perawatan kasus ini akan dilakukan bila besarnya ukuran gigi
menyebabkan keluhan, misalnya gigi yang berjejal atau faktor estetis yang
berkurang. Perawatan kelainan ini biasanya meliputi perbaikan ukuran gigi
dengan cara mengecilkan gigi yang mengalami makrodontia. Bila tidak mungkin
dilakukan perbaikan dan dapat menimbulkan kelainan lainnya, maka dapat
dilakukan pencabutan dan dibuatkan gigi tiruan. Segera lakukan konsultasi
dengan dokter gigi Anda bila Anda memiliki kelainan ini
Anomali Erupsi (Natal Teeth)
Pola erupsi gigi pada usia 6 bulan, umumya dimulai dengan gigi
insisif bawah dan erupsi gigi geligi susu selesai pada usia sekitar 2,5 tahun. Erupsi
gigi terlambat berkaitan dengan penyakit gangguan metabolisme skletal terutama
kretisma dan riketsia. Pada kleidokranial displasia, eruspsi sebagian besar gigi
tetap dapat gagal atau terlambat.
Etiologi :
1. Kehilangan ruangan akibat tanggal dini gigi susu.
2. Kista dentigerus yang menyebabkan pergeseran dan
mencegah gigi untuk erupsi.
3. Retensi gigi susu, kadang-kadang gigi susu mengalami
ankilosis, dan
4. Resorbsi akar gigi susu yang lambat akibat infeksi periapeks, meskipun jarang terjadi dapat mengalami erupsi gigi tetap.
Gejala klinis :
1. Posisi abnormal biasanya ditemukan pada gigi M3
bawah dan C atas.
2. Gigi berjejal.
3. Gigi berlebih yang menempati ruang untuk gigi
normal.