Kelainan Kongenital (Skenario 2)

25
KELAINAN KONGENITAL PADA GIGI Kelainan bawaan atau kelainan kongenital atau cacat bawaan adalah kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur . Kelainan bawaan dapat dikenali sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah kelahiran. Kelainan bawaan dapat disebabkan oleh keabnormalan genetika, sebab-sebab alamiah atau faktor-faktor lainnya yang tidak diketahui. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alami terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira- kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. Etiologi Kelainan Kongenital Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embryonal dan fetaI

description

ske2

Transcript of Kelainan Kongenital (Skenario 2)

Page 1: Kelainan Kongenital (Skenario 2)

KELAINAN KONGENITAL PADA GIGI

Kelainan bawaan atau kelainan kongenital atau cacat bawaan adalah

kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil

konsepsi sel telur. Kelainan bawaan dapat dikenali sebelum kelahiran, pada saat

kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah kelahiran. Kelainan bawaan dapat

disebabkan oleh keabnormalan genetika, sebab-sebab alamiah atau faktor-faktor

lainnya yang tidak diketahui.

Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus,

lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan

pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup

berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alami terhadap kelangsungan

hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI

besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering

pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan

kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama

kehidupannya.

Etiologi Kelainan Kongenital

Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.

Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor

genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan

kongenital antara lain:

1. Kelainan Genetik dan Kromosom

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh

atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang

mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang

bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang

sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya

kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-

langkah selanjutya. Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi

Page 2: Kelainan Kongenital (Skenario 2)

kedokteran , maka telah dapat diperiksa kemingkinan adanya kelainan kromosom

selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan

selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai

sindroma down (mongolism). Kelainan pada kromosom kelamin sebagai

sindroma turner.

2. Faktor Mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat

menyebabkan kelainan hentuk rgan tubuh hingga menimbulkan deformitas organ

cersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan

mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas

organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus,

talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot).

3. Faktor infeksi

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang

terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan.

Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan

gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama

di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan

kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester

pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang

menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan

kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai

tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada

trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah

infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan

kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada

system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.

4. Faktor Obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester

pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan

kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat

Page 3: Kelainan Kongenital (Skenario 2)

menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan

terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum

wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula

hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara

laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan,

khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu

sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu

memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian

trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon

yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya

sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi

.5. Faktor Umur Ibu

Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi

yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru

lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis

ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan

ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau

lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur

< 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk

kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45

tahun atau lebih.

6. Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian

kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu

penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan

pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

7. Faktor Radiasi

Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat

menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup

besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene

yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang

Page 4: Kelainan Kongenital (Skenario 2)

dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya

dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.

8. Faktor Gizi

Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan

dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-

penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi

yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan

dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan,

adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain

dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital.

9. Faktor-faktor Lain

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor

janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor

penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat

menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak

diketahui.

(Jurnal Asri Arumsari, Alwin kasim, bagian bedah mulut fakultas

Kedokteran Gigi UNPAD)

Kelainan Struktur gigi

1. Hipoplasia Enamel

Hipoplasia Enamel adalah suatu kondisi dalam mulut yang memperlihatkan

adanya pembentukan enamel gigi yang tidak sempurna. Kondisi ini merupakan

bentuk dari amelogenesis imperfecta dan seringkali ditunjukkan dengan

perubahan warna menjadi kuning, kemerahan atau coklat pada gigi. Pada kasus

yang ringan, kondisi ini memperlihatkan hanya sedikit groove, pit dan fissure

pada permukaan email; sedangkan pada kasus yang lebih berat akan terlihat

deretan pit horizontal yang dalam pada permukaan enamel. Pada kasus yang lebih

hebat, lapisan enamel bisa jadi tidak ada (enamel plasia).

Page 5: Kelainan Kongenital (Skenario 2)

Penyebab Hipoplasia Enamel adalah:

Defisiensi Vitamin D Pembentukan matriks enamel dan mineralisasi yang cacat

Risiko terjangkit Hipoplasia Enamel meningkat bila Anda:

Dilahirkan sebagai bayi yang Kelahiran Prematur Menderita malnutrisi Sedang menderita Gagal Ginjal Sedang menderita Rakhitis Telah didiagnosa mengidap Hipokalsemia Telah didiagnosa mengidap Hipoparatiroidisme

Enamel hipoplasia adalah defisiensi kualitas enamel karena terjadinya

penyimpangan selama perkembangan dan dapat terjadi pada pembentukan pit,

groove, atau area yang lebih besar. Hipoplasia email sering ditemukan dan sering

terjadi pada sekitar 10 % populasi. Hipoplasia email merupakan istilah untuk

menunjukkan pembentukan defek sempurna pada email yang menghasilkan cacat

menyeluruh atau perubahan dalam bentuk. Hipoplasia email dapat mengenai gigi

susu atau tetap.

Penyakit sistemis disertai kelainan degeneratif sewaktu hamil, juga dapat

herediter dan terjadi kelainan degeneratif pada sel ameloblas yang mengganggu

pembentukan email. Bila sel ameloblas mengalami kerusakan selama periode

pembentukan gigi. Yaitu dalam masa pembentukan matriks email, gigi akan

mengalami defek dalam pembentukannya.

Banyak faktor baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui dapat

menimbulkan jejas pada sel ameloblas dan menyebabkan hipoplasia. Defisiensi

nutrisi dari vitamin A, C, D dapat menyebabkan hipoplasia sistemis. Penderita

dengan riwayat riketsia (kekurangan vitamin D) seringkali menunjukkan

hipoplasia berat.

Penyakit yang berhubungan dengan demam tinggi, terutama campak dan

cacar iaimenyebabkan ceruk horizontal. Ceruk ini merupakan tempat

berkumpulnya sisa makanan dan bakteri. Menyebabkan warna coklat tua. Selain

itu, masih ada penyakit sistemis lain, misalnya:

Page 6: Kelainan Kongenital (Skenario 2)

            Toksemia atau penyakit kandungan lain yang dapat mengganggu

pembentukan email in utero

            Skalartina pada anak-anak atau bayi

            Defisiensi kalsium, fosfor

            Gangguan congenital

            Demam eksantematus pada bayi.

Penyebab lain hipoplasia adalah siphilis kongenital. Pada wanita hamil

yang terinfeksi dengan syhiphilis yang tidak diobati akan menyebabkan

spirochaeta menyerang janin sesudah minggu ke-16 dan benih gigi menjadi cacat.

Pada anak-anak tanda kerusakan  yang karakteristiknya dapat terlihat pada gigi

anterior tetap atau posterior. Terlihat pengurangan dimensi mesiodistal gigi-geligi

yang terkena.

Hipokalsemia  merupakan penurunana kadar kalsium dalam serum dan

dapat menyebabkan lubang atau lekukan pada gigi geligi. Keadaan ini mungkin

terlihat pada penyakit pada penyakit hipoparatiroidisme dan defisiensi vitamin D.

Perubahan yang terjadi sama seperti yang terlihat pada hipoplasia sistemis.

Bahan kimia dapat menyebabkan gangguan hipoplastik sehingga email

tampak berbercak putih yang makin lama makin coklat. Kebanyakan fluor dapat

menyebabkan dental fluorosis, terjadi klasifikasi email sehingga bewarna seperrti

kapur yang kemudian mengalami pigmentasi sehingga bewarna coklat tidak

beraturan (motteld). Derajat kerusakan bertambah bila kosentrasi fluor bertambah.

Etiologi enamel hipoplasia:

1.          Penyakit defisiensi vitamin D (Rickets), anak dengan celah

bibir/langit-langit, Down syndrome, kelainan jantung bawaan, penyakit gangguan

metabolisme, cerebral palsy, dll.

2.          Gangguan pada masa kelahiran, seperti kelahiran sulit (bayi

kurang oksigen), berat badan lahir rendah, kelahiran prematur, kernikterus

(kuning patologis pada bayi), dll.

3.          Penyakit infeksi pada masa kehamilan (demam tinggi, infeksi

sitomegalovirus, rubela, toksoplasmosis) atau infeksi berat pada masa bayi dan

anak.

Page 7: Kelainan Kongenital (Skenario 2)

4.          Infeksi dan trauma pada gigi susu dapat berakibat hipoplasia email

pada gigi tetap penggantinya.

(Hall R.K. Pediatric Orofacial Medicine and Pathology. Chapman and

Hall. 1994)

Gambaran klinis:

1.     Jenis kualitatif : berkurangnya mineralisasi (hipomineralisasi), secara

klinis bermanifestasi sebagai hipomineralisasi (amelogenesis imperfekta) dan

aplasia email.

2.     Jenis kuantitatif           : mineralisasi normal, ketebalan email

berkurang.

Secara klinis, tampak gambaran yang bervariasi. Gigi dapat tampak

cekung berwarna cokelat karena hampir tidak terbentuk email. Hipoplasia dapat

pula tampak sebagai ceruk kecil, barisan lekukan horizontal atau ceruk, atau

tampak sederhana sebagai hilangnya lapisan email.

2.      Amelogenesis Imperfecta

Merupakan kelainan herediter yang tampak sebagai perubahan pengaturan

atau struktur gen yang berhubungan dengan email. Ditemukan dalam bentuk

hipoklasifikasi enamel, hipoklasifikasi email, hipoplasia email atau keduanya

namun dentin dan pulpa normal. Baik gigi susu maupun tetap dapat terserang.

Insidennya adalah 1 dalam 15000 orang.

Banyak pola herediter yang ditemui, diantaranya adalah autosomal

dominan, resesif, X-linked, sehingga jumlah individu yang terkena dalam satu

keluarga dapat bervariasi. Bentuk yang paling sering adalah X linked dan menarik

karena gen X mengatur ukuran dan bentuk gigi manusia. Kelainan ini mempunyai

riwayat keluarga. Oleh karena itu, beberapa anggota keluarga dapat mempunyai

penyakit ini dalam beberapa generasi. Cacat dalam gen ini menyebabkan email

mengalami hipoklasifikasi atau hipoplasia.

Page 8: Kelainan Kongenital (Skenario 2)

Secara klinis dapat bervariasi barupa ceruk, lekukan, defek horizontal atau

vertikal dan tidak ada hubungannya dengan kronologis perkembangannya. Tipe

yang paling umum adalahhipoklasifikasi yang bervariasi dan ketebalan gigi

normal, bewarna coklat, rapuh serta lunak. Kalkulus dapat terbentuk banyak sekali

pada daerah yang rusak sehingga menyebabkan fraktur email menjauhi dentin.

Begitu email fraktur, dentin terlihat terlihat sehingga cepat rusak, meninggalkan

hanya akar. Pada radiogram tampak email hampir tak terlihat, seperti bayangan

atau sama sekali tidak ada.

Etiologi

Enamel merupakan jaringan yang mengalami mineralisasi tingkat tinggi

dengan lebih dari 95% volumenya disusun oleh kristal-kristal hidroksiapatit yang

begitu besar dan sangat teratur. Pembentukan struktur kristal hidroksiapatit ini

disinyalir dikontrol secara ketat oleh ameloblas melalui interaksi sejumlah

molekul matriks organik yang mencakup amelogenin, enamelin, ameloblastin,

tuftelin, amelotin, dan dentin sialophosphoprotein. Gangguan yang terjadi pada

satu atau lebih dari gen-gen ini dapat menebabkan terjadinya amelogenesis

imperfekta.

Salah satu gen yang paling besar pengaruhnya terhadap pembentukan

enamel adalah amelogenin. Gen ini merupakan protein yang disekresi oleh

ameloblas dan berfungsi untuk membentuk matriks organik enamel. Mutasi yang

dilaporkan biasa terjadi pada gen ini adalah penghapusan beberapa bagian dari

gen, single base mutation, dan pemberhentian kodon prematur. Beberapa bagian

gen ini bersifat kritis terhadap penhaturan ketebalan enamel, sementara bagian

lainnya berperan penting dalam mineralisasi enamel.

Gambaran klinis

Secara klinis, amelogenesis imperfekta dapat tampak bervariasi antara lain

berupa ceruk, lekukan, defek horizontal atau vertikal dan tidak ada hubungan

dengan kronologis perkembangannya. Tipe yang paling umum adalah

hipokalsifikasi yang bervariasi dan ketebalan gigi normal, berwarna cokelat, rapuh

serta lunak.

Page 9: Kelainan Kongenital (Skenario 2)

(Crawford, Peter J.M dkk. 2007. Amelogenesis Imperfecta. Orphanet

Journal of Rare Disease)

3.      Dentinogenesis Imperfecta

Email normal terbentuk, tetapi dentin kurang mineralisasinya sehingga

gigi tampak kebiru-biruan, merah, akar pendek berliku-liku, dapat obliterasi,

email dapat pecah karena sokongan dentin yang lemah, dentin cepat abrasi, erosi,

dan akar terlihat. Biasanya merupakan bagian osteogenesis imperfecta.

Dentinogenesis imperfecta lebih sering ditemukan dibandingkan

amelogenesis imperfecta dan ditandai dengan pembentukan dentin yang tidak

teratur, baik pada gigi susu maupun gigi tetap, sebagai akibat perubahan

kromosom 4 dari struktur gen yang berhubungan dengan pembentukan dentin. Ini

merupakan faktor dominan turunan atau cacat genetik yang terlihat pada 1 dalam

8.000 orang.

Secara klinis gigi dapat berbentuk normal. Tanda karakteristik adah warna

biru abu-abu atau violet dan dapat opalesen. Sepihan email terjadi karena

kerusakan pada tempat persambungan dentindengan email. Keadaan ini

menyebabkan atrisi berat seperti yang terlihat pada amelogenesis imperfecta.

Radiogram menunjukkan perubahan karakteristik seperti penutupan ruang

pilpa, akar yang memendek, konstriksi pertautan semen-email yang memberi

gambaran mahkota seperti bel. Dentinogenesis imperfecta biasanya terlihat pada

kasus osteogenesis imperfecta (suatu penyakit keturunan lain yang ditandai

dengan pembentukan kolagen tipe 1 yang tidak sempurna dan menyebabkan

tulang rapuh dan warna sklera mata yang biru).

Dentinogenesis imperfekta terjadi akibat perubahan kromosom 4 dari

struktur gen yang berhubungan dengan pembentukan dentin. Gen yang sangat

berhubungan dengan dentinogenesis imperfekta adalah gen dentino

sialophosphoprotein (DSPP). Gen DSPP ini berfungsi untuk menghasilkan protein

dengan nama serupa. Begitu dihasilkan, protein DSPP ini akan terpotong menjadi

tiga bagian yaitu: dentino sialoprotein, dentino glikoprotein, dan dentino

fosfoprotein. Dentino glikoprotein dan dentino fosfoprotein terlibat dalam

Page 10: Kelainan Kongenital (Skenario 2)

pengerasan kolagen dan berperan penting dalam deposisi kristal mineral di antara

serat-serat kolagen (mineralisasi).

Gangguan pada gen DSPP ini akan menyebabkan terganggunya proses

mineralisasi pada dentin sehingga terjadilah dentinogenesis imperfekta.

Dentinogenesis imperfekta diturunkan dalam pola autosom dominan. Ini berarti,

cukup satu kopi gen yang terganggu dalam tiap sel untuk dapat menyebabkan

kelainan ini. Terbukti dalam kebanyakan kasus, pasien mendapat kelainan ini

hanya dari salah satu orang tuanya.

Gejala klinis:

Gigi berwarna biru keabu-abuan atau kuning kecoklatan, akar translusen,

gigi lemah dan rapuh.

(Beattie, ML dkk. 2007. Phenotype Variation in Dentinogenesis

Imperfecta/Dentin dysplasia. US National Library of Medicine)

Kelainan  Jumlah gigi

1.      Hipodonsia

Kegagalan perkembangan satu atau dua benih gigi relatif umum terjadi dan

sering kali bersifat herediter. Ada beberapa sindrome yang disertai hipodonsia,

yang paling umum adalah Sindrome Down. Gigi yang paling sering tidak tumbuh

adalah molar ketiga, premolar kedua, dan insisif lateral atas. Sumbing palatal

merupakan kelainan perkembangan lainnya yang berhubungan dengan

hipodonsia. (Sudiono, 2008 : 23)

2.      Anodonsia

Kegagalan perkembangan seluruh gigi (anodonsia) jarang ditemukan.

Anodonsia berkaitan dengan penyakit sistemis, displasia ektodermal anhidrotik

herediter yang merupakan suatu kelainan perkembangan ektodermal dan

umumnya diturunkan sebagai sex-linked. Ptia lebih sering daripada wanita.

Pada anodonsia, proc. alveolaris tanpa adanya dukungan oleh gigi menjadi

tidak berkembang membuat profil menyerupai orang yang sudah tua dikarenakan

kehilangan dimensi vertikal.  (Sudiono, 2008 : 24)

Page 11: Kelainan Kongenital (Skenario 2)

3.      Gigi Berlebih (supernumerary teeth)

Supernumerary teeth adalah gigi tambahan/berlebih, sehingga jumlah gigi

yang terbentuk dalam rahang lebih banyak dari jumlah normal. Supernumerary

teeth dapat menyebabkan susunan gigi-geligi yang terlalu berjejal atau malah

dapat menghambat pertumbuhan gigi sebelahnya.

Supernumerary teeth atau gigi lebih merupakan suatu kelainan jumlah gigi

berupa bertambahnya gigi dari jumlah normalnya dan dapat ditemukan di semua

bagian lengkung gigi.  Gigi lebih pada periode gigi sulung lebih jarang terjadi

dibandingkan pada periode gigi permanen.  Penelitian pada populasi Kaukasia

memperlihatkan prevalensi 0,2 - 0,8 % pada periode gigi sulung dan 1,5 – 3,5 %

pada periode gigi permanen.  Sedangkan studi epidemiologi pada anak di Jepang

hanya 0,06 % yang terdapat gigi lebih pada gigi sulungnya.  Perbandingan

ditemukannya gigi lebih pada laki-laki dan perempuan adalah 2:1.   Kasus gigi

lebih 98 % terjadi pada maksila, dengan 75 % - nya terletak di anterior. Gigi lebih

pada periode gigi sulung tidak selalu diikuti gigi lebih pada periode gigi

permanennya, dan sebaliknya gigi lebih pada periode gigi permanen tidak selalu

ada gigi lebih pada periode gigi sulungnya.  Menurut Welbury, 30 – 50 % kasus

gigi sulung lebih yang terletak pada premaksila, akan diikuti gigi lebih pada gigi

permanennya.

Etiologi dari gigi lebih tidak diketahui dengan pasti.  Terdapat beberapa

teori mengenai etiologi gigi lebih, yaitu teori dikotomi dan teori hiperaktifitas.

Teori dikotomi adalah gigi lebih merupakan hasil dikotomi dari tooth bud,

sedangkan teori hiperaktifitas adalah gigi lebih merupakan hasil hiperaktifitas dari

lamina dental.  Munculnya gigi lebih pada beberapa anggota keluarga yang sama

mengarahkan anomali ini diwariskan secara genetik atau X-linked.

Gigi lebih pada periode gigi sulung biasanya berupa mesiodens atau gigi

supplemental insisif lateral.  Gigi lebih yang morfologinya menyerupai gigi

normal disebut supplemental, sedangkan gigi lebih yang tidak menyerupai gigi

normal disebut accessory.  Russell & Folwarczna (2003) mengelompokan gigi

lebih berdasarkan waktu munculnya pada periode gigi permanen atau gigi sulung,

dan berdasarkan morfologinya yaitu supplemental, konus dan tuberkel.  Gigi lebih

Page 12: Kelainan Kongenital (Skenario 2)

juga dibedakan berdasarkan lokasinya yaitu mesiodens, paramolar dan

distomolar.  Gigi lebih yang berlokasi di premaksila dan berdekatan dengan sutura

mid-line disebut mesiodens.  Paramolar dan distomolar adalah gigi lebih yang

terletak di posterior.  Gigi lebih dapat muncul secara unilateral bahkan bilateral.

Gigi lebih dapat menyebabkan erupsi ektopik gigi sekitarnya dan menyebabkan

maloklusi.  Menurut Welbury (1999) gigi lebih yang erupsi dengan morfologi

yang normal atau gigi supplemental akan menyebabkan gigi berjejal setempat

pada daerah disekitar gigi lebih.

Manajemen gigi lebih tergantung jenis dan posisi gigi tersebut, dan

pengaruh yang potensial terjadi pada gigi-geligi yang berdekatan.  Manajemen

gigi lebih adalah pencabutan atau tanpa pencabutan.  Kasus gigi lebih dengan

indikasi untuk dilakukan pencabutan adalah: erupsi insisif sentral terlambat atau

terhalang, dan terdapat perubahan erupsi atau pergeseran gigi insisif sentral.

Sedangkan kasus gigi lebih dengan indikasi tanpa pencabutan adalah: erupsi gigi

sekitarnya yang baik, dan tindakan pencabutan akan berakibat buruk pada vitalitas

gigi sekitarnya.  Gigi lebih insisif sulung dapat dipertahankan bila terdapat ruang

yang cukup untuk gigi tersebut dalam lengkung rahang dan gigi tersebut harus

diekstraksi pada saat gigi insisif permanennya siap untuk erupsi. Identifikasi gigi

suplemental atau gigi lebih yang bentuk dan ukurannya menyerupai dengan gigi

sekitarnya adalah dengan membandingkan gigi pada sisi yang berlawanan. Gigi

yang bentuk dan ukurannya paling menyerupai gigi pada sisi yang berlawanan lah

yang harus dipertahankan.

Etiologi

Penyebab dari supernumerary teeth belum diketahui dengan pasti.

Kelainan ini dapat terjadi bila ada proliferasi sel yang berlebihan pada saat

pembentukan benih gigi, sehingga gigi yang terbentuk melebihi jumlah yang

normal. Pada beberapa kasus, kelainan ini dapat diturunkan dari orang tua.

Selain itu, supernumerary teeth juga bisa merupakan bagian dari penyakit atau

sindroma tertentu, yaitu cleft lip and palate (sumbing pada bibir dan langit-langit),

Gardner’s syndrome, atau cleidocranial dysostosis. Pada kelainan-kelainan

Page 13: Kelainan Kongenital (Skenario 2)

tersebut, biasanya supernumerary teeth mengalami impaksi (tidak dapat tumbuh di

dalam rongga mulut).

Gambaran Klinis

Supernumerary teeth dapat memiliki bentuk yang sama atau berbeda

dengan gigi normal. Bila berbeda, bentuknya dapat konus (seperti kerucut),

tuberculate (memiliki banyak tonjol gigi), atau odontome (bentuknya tidak

beraturan).

Supernumerary teeth lebih sering terjadi pada rahang atas dibandingkan rahang 

bawah. Gigi berlebih ini juga dapat terbentuk di berbagai bagian rahang, yaitu

pada daerah gigi insisif depan atas (disebut juga mesiodens), di sebelah gigi molar

(disebut juga paramolars), di bagian paling belakang dari gigi molar terakhir

(disebut juga disto-molars), atau di sebelah gigi premolar (disebut juga

parapremolars). Supernumerary teeth yang paling sering dijumpai adalah

mesiodens. Kelainan ini lebih sering terjadi pada gigi tetap dibandingkan gigi

susu.

Kelainan  Ukuran gigi

1.      Mikrodonsia

Defenisi. Mikrodontia adalah gigi yang memiliki ukuran lebih kecil dari

normal. Mikrodontia lokal yang hanya mengenai satu atau beberapa gigi lebih

sering ditemui daripada yang mengenai seluruh gigi. Kelainan ini lebih sering

terjadi pada gigi-gigi permanen dibandingkan gigi-gigi sulung. Selain itu juga

lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Microdontia lebih sering

terjadi pada gigi insisif dua rahang atas dan gigi molar tiga rahang atas.

Penyebab. Kelainan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Microdontia

yang mengenai seluruh gigi jarang terjadi dan bisa ditemukan pada kelainan yang

diturunkan dari orangtua (congenital hypopituitarism). Selain itu bisa juga

disebabkan karena adanya radiasi atau perawatan kemoterapi saat pembentukan

gigi.  Microdontia lokal diduga disebabkan oleh adanya mutasi pada gen tertentu. 

Kelainan ini juga bisa merupakan bagian dari sindroma tertentu (penyakit yang

terdiri dari beberapa gejala yang timbul bersama-sama), seperti sindroma trisomy

Page 14: Kelainan Kongenital (Skenario 2)

21 atau sindroma ectodermal dysplasia. Selain itu microdontia juga sering ditemui

pada kelainan cleft lip and palate (bibir sumbing dan celah pada langit-langit

rongga mulut).

Gejala. Mahkota gigi yang mengalami microdontia tampak lebih kecil

daripada ukuran yang normal. Gigi tersebut dapat berbentuk kerucut atau sama

seperti gigi normal hanya dengan ukuran yang lebih kecil.

Perawatan. Perawatan microdontia biasanya meliputi pemberian restorasi

estetik untuk memperbaiki bentuk dan ukuran gigi, misalnya dengan pemasangan

mahkota tiruan (crown) atau dengan penambalan. Juga bisa dilakukan perawatan

orthodonti (pemakaian kawat gigi) untuk merapatkan ruangan antar gigi-geligi

bila diperlukan. Lakukan konsultasi dengan dokter gigi Anda untuk mendapatkan

perawatan yang sesuai bila gigi Anda memiliki kelainan ini.

2.      Makrodonsia

Definisi. Makrodontia adalah gigi yang memiliki ukuran lebih besar dari

normal. Kelainan ini bisa mengenai semua gigi atau hanya beberapa gigi saja.

Makrodontia total yang meliputi seluruh gigi sangat jarang terjadi, biasanya hanya

satu gigi saja yang mengalami kelainan ini. Makrodontia lebih sering terjadi pada

laki-laki daripada perempuan.

Penyebab. Makrodontia dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang

saling mempengaruhi. Makrodontia yang mengenai seluruh gigi dapat terjadi pada

kelainan pituitary gigantism, yaitu suatu kelainan yang disebabkan oleh adanya

gangguan keseimbangan hormonal. Makrodontia yang hanya mengenai gigi

tertentu saja (macrodontia lokal) kadang ditemukan pada kelainan unilateral facial

hyperplasia yang menyebabkan perkembangan benih gigi yang berlebihan. Selain

itu, makrodontia juga dapat berhubungan dengan beberapa penyakit yang

diturunkan.

Gejala Klinis. Ukuran gigi tampak lebih besar daripada gigi normal. 

Macrodontia merupakan kelainan yang cukup jarang ditemukan pada gigi

permanen. Biasanya mengenai gigi molar tiga rahang bawah dan premolar dua

rahang bawah, serta insisif sentral rahang atas.

Page 15: Kelainan Kongenital (Skenario 2)

Perawatan. Perawatan kasus ini akan dilakukan bila besarnya ukuran gigi

menyebabkan keluhan, misalnya gigi yang berjejal atau faktor estetis yang

berkurang. Perawatan kelainan ini biasanya meliputi perbaikan ukuran gigi

dengan cara mengecilkan gigi yang mengalami makrodontia. Bila tidak mungkin

dilakukan perbaikan dan dapat menimbulkan kelainan lainnya, maka dapat

dilakukan pencabutan dan dibuatkan gigi tiruan. Segera lakukan konsultasi

dengan dokter gigi Anda bila Anda memiliki kelainan ini

            Anomali Erupsi (Natal Teeth)

          Pola erupsi gigi pada usia 6 bulan, umumya dimulai dengan gigi

insisif bawah dan erupsi gigi geligi susu selesai pada usia sekitar 2,5 tahun. Erupsi

gigi terlambat berkaitan dengan penyakit gangguan metabolisme skletal terutama

kretisma dan riketsia. Pada kleidokranial displasia, eruspsi sebagian besar gigi

tetap dapat gagal atau terlambat.

Etiologi :

1. Kehilangan ruangan akibat tanggal dini gigi susu.

2. Kista dentigerus yang menyebabkan pergeseran dan

mencegah gigi untuk erupsi.

3. Retensi gigi susu, kadang-kadang gigi susu mengalami

ankilosis, dan

4. Resorbsi akar gigi susu yang lambat akibat infeksi periapeks, meskipun jarang terjadi dapat mengalami erupsi gigi tetap.

Gejala klinis :

1. Posisi abnormal biasanya ditemukan pada gigi M3

bawah dan C atas.

2. Gigi berjejal.

3. Gigi berlebih yang menempati ruang untuk gigi

normal.