Uas kurikulum

34
BAB I PENDAHUAN A. Latar Belakang Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang sengaja didirikan dan diselenggarakan dengan hasrat dan niat (rencana yang sugguh-sungguh) untuk mengejawatahkan ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung dalam visi,misi, tujuan, program kegiatan maupun pada prakti pelaksanaan kependidikannya. Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah satu perwujudan dari pengembangan sistem pendidikan Islam. Kurikulum sifatnya dinamis karena selalu berubah- ubah sesuai dengan perkembangan dan tantangan zaman. Semakin maju peradaban suatu bangsa, maka semakin berat pula tantangan yang dihadapinya. Persaingan ilmu pengetahuan semakin gencar dilakukan oleh dunia internasional, sehingga Indonesia juga dituntut untuk dapat bersaing secara global demi mengangkat martabat bangsa. Oleh karena itu, untuk menghadapi tantangan yang akan menimpa dunia pendidikan kita, ketegasan kurikulum dan implementasinya sangat dibutuhkan untuk membenahi kinerja pendidikan yang jauh tertinggal dengan negara- negara maju di dunia. Di tengah-tengah pesatnya inovasi pendidikan, terutama dalam konteks pengembangan kurikulum, sering ali para guru PAI merasa kebinggungan dalam menghadapinya. Apalagi inovasi pendidikan tersebut cenderug bersifat top- 1

Transcript of Uas kurikulum

BAB I

PENDAHUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang

sengaja didirikan dan diselenggarakan dengan hasrat dan

niat (rencana yang sugguh-sungguh) untuk mengejawatahkan

ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau

terkandung dalam visi,misi, tujuan, program kegiatan

maupun pada prakti pelaksanaan kependidikannya.

Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI)

merupakan salah satu perwujudan dari pengembangan sistem

pendidikan Islam.

Kurikulum sifatnya dinamis karena selalu berubah-

ubah sesuai dengan perkembangan dan tantangan zaman.

Semakin maju peradaban suatu bangsa, maka semakin berat

pula tantangan yang dihadapinya. Persaingan ilmu

pengetahuan semakin gencar dilakukan oleh dunia

internasional, sehingga Indonesia juga dituntut untuk

dapat bersaing secara global demi mengangkat martabat

bangsa. Oleh karena itu, untuk menghadapi tantangan yang

akan menimpa dunia pendidikan kita, ketegasan kurikulum

dan implementasinya sangat dibutuhkan untuk membenahi

kinerja pendidikan yang jauh tertinggal dengan negara-

negara maju di dunia.

Di tengah-tengah pesatnya inovasi pendidikan,

terutama dalam konteks pengembangan kurikulum, sering ali

para guru PAI merasa kebinggungan dalam menghadapinya.

Apalagi inovasi pendidikan tersebut cenderug bersifat top-

1

down inovation dengan strategi power coersive atau strategi

pemaksaan dari atasan (pusat) yang berkuasa. Inovasi ini

sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk

meningkatkan mutu pendidikan agama Islam ataupun untuk

meningkatkan efisiensi serta efektivitas pelaksanaan PAI

dan sebagainya.

B. Tujuan Masalah

1. Untuk Memahami Waktu Tertentu Kurikulum Sekolah

(Terutama Kurikulum Pendidikan Islam) harus selalu

ditinjau kembali Untuk dikembangkan

2. Untuk Memahami Landasan dan Prinsip Pengembangan

Kurikulum Pendidikan Islam

3. Untuk Memahami Peran Kepala Sekolah dan Guru dalam

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam

4. Untuk Memahami Model Kurikulum 2013 (K-13) dan

bandingkan dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) mata Pelajaran PAI.

5. Untuk Memahami Model pengembangan Religious Culture

sebagai basis Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam

C. Rumusan Masalah

1. Mengapa dalam Kurun Waktu Tertentu Kurikulum Sekolah

(Terutama Kurikulum Pendidikan Islam) harus selalu

ditinjau kembali Untuk dikembangkan?

2. Bagaimana Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum

Pendidikan Islam?

3. Bagaimana Peran Kepala Sekolah dan Guru dalam

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam?

2

4. Bagaimana Model Kurikulum 2013 (K-13) dan bandingkan

dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) mata Pelajaran PAI?

5. Bagaimana Model pengembangan Religious Culture sebagai

basis Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kurikulum Sekolah (Terutama Kurikulum Pendidikan Islam)

harus selalu ditinjau kembali Untuk dikembangkan

3

Pemahaman tentang pendidikan agama Islam (PAI) di

sekolah dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu PAI

sebagai aktivitas dan PAI sebagai fenomena. PAI sebagai

aktivitas, berarti upaya yang secara sadar dirancang

untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam

mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan

menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap

hidup dan ketrampilan hidup baik yang bersifat manual

maupun mental dan sosial yang bernapaskan atau dijiwai

oleh ajaran dan nilai-nilai Islam. Sedangkan PAI sebagai

fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang

atau lebih dan atau penciptaan suasana yang dampaknya

ialah berkembangnya suatu pandangan hidup yang

bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai

Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup serta

ketrampilan hidup pada salah satu atau beberap pihak.1

Selama ini pelaksanaan pendidikan agama yang

berlangsug di sekolah masih mengalami banyak kelemahan.

Mochtar Buchori (1992) menilai pendidikan agama masih

gagal. Kegaalan ini disebabkan karena praktik

pendidikannya haya memperhatiakan aspek kongnitif semata

dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama) dan

mengabaikan peembinaan aspek afektif dan konatif-volitif

yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-niali

ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjanagan antara

pengetahuan dan pengalaman antara gnosis dan praxis dalam

1. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.2010), hlm15

4

kehidupan nilai agama. Atau dalam praktik pendidikan

agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak

mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal

intisari pendidikan agama adalah pendidikan moral.2

Ada beberapa alasan mengapa kurikulum perlu

dikembangkan sebaik mungkin, diantaranya;

1. Konsevatif Kurikulum

Kurikulum yang tidak sesuai dengan tuntutan sosial, 

tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi dan juga tidak sesuai dengan dunia

kerja, maka sudah jelas kurikulum akan mengalami

problem, yaitu akan terjadi pengangguran pada lulusan

sekolah. Dengan melihat data tersebut kurikulum perlu

dirubah, dikembangkan dan diperbaruhi.3

kurikulum yang telah usang korbannya bukan hanya

terletak pada peserta didik saja, tapi dampak

negatifnya akan menimpa pada lembaga sekolah. Lembaga

akan dijauhi masyarakat, sekolah akan ketinggalan ilmu

pengetahuan dan teknologi sehingga akan sulit akan

membangun tujuan nasional yang telah direncanakan pada

sebelumnya.4

Kurikulum pendidikan harus bersifat dinamis,

senantiasa berubah menyesuaikan dengan keadaan suapaya

dapat memantapkan belajar dan hasil belajar.

Secara garis besar perubahan kurikulum dilatar

belakangi oleh beberapa hal. Akan tetapi kata-kata

2. Ibid, hlm 233 Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Pt. Bina Ilmu, 2004), hlm. 29 4 Ibid.

5

perubahan bukan menghapus kurikulum sebelumnya secara

sepenuhnya akan tetapi menyempurnakan dan

mengembangkan , diantaranya adalah:

2. Sentralisasi dan desentralisasi  kurikulum

Sentralisasi merupakan problem kurikulum yang paling

utama, yang memunculkan pengembangan kurikulum tingkat

otonomi daerah,  sebagaimana yang dikemukakan oleh

menteri pendidikan fuad Hasan, bahwa tidak mungkin

diterapkannyua kurikukulum yang baku (sentralisasi) di

seluruh Indonesia.  karena setiap daerah mempunyai

kadar potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia

yang berbeda, diharapkan dengan potensi tersebut

setiap daerah dapat mengembangkan dan mengelola sesuai

dengan potensinya masing-masing. Dimana poteni-potensi

tersebut dapat diintegrasikan dalam kurikulum muatan

lokal.5

Kurikulum yang diberlakukan di sekolah hanya satu

dan pusat, sehingga faktor daerah seringkali kurang

diperhatikan. Didalam pengelolaan, seharusnya

dihindari sentralisasi kurikulum, dan digunakan

sebanyak mungkin desentralisasi kurikulum. Untuk

menuju kurikulum yang berbasis desentralisasi tersebut

diperlukan pengembangan kurikulum.

3. Tingkat kematangan siswa

Tingkat kematangan siswa juga menjadi alasan

pengembangan kurikulum, karena setiap peserta didik5 Rohmad, Kapita…,hlm. 30

6

mempunyai jenjang pendidikan yang berbeda. Jika

kurikulum pendidikan tidak berusaha disesuaikan dengan

tingkatan peserta didik maka tujuan pembelajaran akan

sulit tercapai. Untuk itu para pakar pengembang

kurikulum membuat suatu pemikiran agar anak dapat

belajar dengan baik, memperoleh ilmu pengetahuan,

merubah sikap, dan memperoleh pengalaman, dengan cara

mengembangkan kurikulum yang berdasarkan asas

psikologi peserta didik.6

B. Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum Pendidikan

Islam

Landasan Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam

pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus

diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pengembang

kurikulum ketika hendak mengembangkan atau merencanakan 

suatu kurikulum lembaga pendidikan.7 Landasan-landasan 

tersebut antara lain :

1. Landasan Agama

Dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya berlandaskan

pada Pancasila terutama sila ke satu “Ketuhanan Yang

Maha Esa”. Di Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan

dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai

dengan agama dan kepercayaannya masing-masing individu.

Dalam kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati

dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan

6 Muhammad Zaini, Pengmbangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi danInovasi, (Yogyakarta: Teras. 2009), hlm. 22

7 Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung: RemajaRosdakarya, 2008), hlm. 57

7

penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda,

sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai.8

2. Landasan Filsafat

Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang

pokok, yaitu cita-cita masyarakat dan kebutuhan peserta

didik yang hidup di masyarakat.  Filsafat adalah cinta

pada kebijaksanaan (love of wisdom). Agar seseorang

dapat berbuat bijak, maka harus berpengetahuan,

pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir

secara sistematis, logis dan mendalam. Filsafat

dipandang sebagai induk segala ilmu karena filsafat

mencakup keseluruhan pengetahuan manusia yaitu meliputi

metafisika, epistimologi, aksiologi, etika, estetika,

dan logika.9

3. Landasan Psikologi Belajar

Kurikulum belajar mengetengahkan beberapa teori belajar

yang masing-masing menelaah proses mental dan

intelektual perbuatan belajar tersebut. Kurikulum yang

dikembangkan sebaiknya selaras dengan proses belajar

yang dilakukan oleh siswa sehingga proses belajarnya

terarah dengan baik dan tepat.10

4. Landasan Sosio-budaya

Nilai social-budaya dalam masyarakat bersumber dari

hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima,

menyebarluaskan, dan melestarikannya manusia

menggunakan akalnya. Setiap masyarakat memiliki adat

8 Ibid, hlm 68. 9 Ibid, hlm 5710 Ibid, hlm. 58

8

istiadat, aturan-aturan, dan cita-cita yang ingin

dicapai dan dikembangkan. Dengan adanya kurikulum di

madrasah diharapkan pendidikan dapat memperhatikan dan

merespon hal-hal tersebut.11

5. Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pendidikan merupakan suatu usaha penyiapan peserta

didik untuk menghadapi lingkungan hidup yang mengalami

perubahan yang semakin pesat dan terus berkembang.

Sehingga dengan bekal ilmu pengetahuan dan

teknologi,setelah siswa lulus diharapkan dapat

menyesuaikan diri di lingkungannya dengan baik.12

Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam

berdasarkan pada prinsp-prinsip yang antara lain :

1. Prinsip Peningkatan Keimanan dan Ketakwaan, Budi

Pekerti Luhur, dan Nilai-nilai Budaya

Keyakinan dan nilai-nilai yang dianut oleh

masyarakat berpengaruh pada sikap dan arti

kehidupannnya. Keimanan dan ketakwaan, budi pekerti

luhur dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami,

dan diamalkan oleh peserta didik dalam kehidupan

sehari-hari.13

2. Berpusat pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan dan

kepentingan Peserta Didik serta Tuntutan Lingkungan

Hal ini dimaksudkan agar peserta didik menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

11 Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi.(Yogyakarta: Teras, 2009), hlm 45.

12 Ibid.13 Muhaimin dkk, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama

Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm 61

9

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan

tanggung jawab.14

3. Prinsip Keseimbangan antara Etika, Logika, Estetika

dan Kinestetika

Kurikulum hendaknya menaruh perhatian terhadap siswa

agar mampu menjaga keseimbangan dalam proses dan

pengalaman belajar yang meliputi etika, logika,

estetika, dan kinestetika, sehingga siswa akan menjadi

seseorang yang terhormat, cerdas, rasional, dan

unggul.15

4. Prinsip Penguatan Integritas Nasional

Prinsip ini dimaksudkan untuk menanamkan kesadaran

bahwa Indonesia adalah Negara yang majemuk, tetapi

keanekaragaman itu tidak boleh membuat perpecahan,

karena walaupun berbeda tetap satu jua (Bhineka

Tunggal Ika).16

5. Prinsip Pengetahuan dan Teknologi Informasi

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu

pengetahuan dan teknologi terus berkembang, sehingga

kurikulum mendorong siswa untuk mampu mengikuti dan

memanfaatkan secara tepat ilmu pengetahuan dan

teknologi tersebut agar siswa memiliki kemampuan untuk

berpikir dan belajar dengan baik.17

6. Prinsip Pengembangan Keterampilan  Hidup

14 Muhaimin dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) padaSekolah dan Madrasah. (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm 21-22.

15 Muhaimin dkk, Pengembangan Kurikulum……, hlm. 6116 Ibid,17 Ibid,

10

Prinsip ini mengembangkan 4 keterampilan yang harus

dimiliki oleh setiap peserta didik yang sesuai dengan

kebutuhan di lingkungan sekitarnya yaitu keterampilan 

diri (personal skill), keterampilan berfikir rasional

(thinking skills), keterampilan akademik (academic

skills), keterampilan vocasional (vocational skills).

Dengan keterampilan tersebut, setelah siwa tersebut

lulus sekolah dapat mempertahankan hidupnya sesuai

dengan pilihan masing-masing individu.18

7. Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan)

Kurikulum disusun secara berkesinambungan artinya

bagian-bagian, aspek-aspek, materi, dan bahan kajian

disusun secara berurutan. Oleh karena itu, pengalaman

belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan

kesinambungan (antar kelas, antar jenjang pendidikan,

antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan).19

8. Prinsip Belajar Sepanjang Hayat

Kurikulum di madrasah diarahkan kepada pengembangan,

pembudayaan,dan pemberdayaan peserta didik  yang

berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan

keterkaitan unsure-unsur pendidikan formal, informal

dan nonformal dengan memperhatikan kondisi dan tuntut

lingkungan yang selalu berkembang.20

C. Peran Kepala Sekolah dan Guru dalam Pengembangan Kurikulum

Pendidikan Islam

18 Ibid, hlm. 6219 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran. (Bandung: Bumi Aksara, 2001), hlm32.20 Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2009), hlm 153.

11

Pada pembahasan ini, pemakalah mengacu kepada uraian

Murray Print (1993), sebagai mana dikutip oleh

Wina Sanjaya, dalam konteks hubungan guru dan kurikulum,

pengembangan kurikulum menjadi tugas penting yang harus

dilaksanakan oleh semua pengembang kurikulum, termasuk

guru, di setiap tingkat pendidikan. Setidaknya ada empat

peran yang harus dijalankan oleh guru dalam mengembangkan

kurikulum, yaitu: 21

1. Sebagai implementer (pelaksana) kurikulum

Sebagai implementer atau pelaksana kurikulum, guru

berperan untuk menjalankan kurikulum yang telah

disusun. Kurikulum ini harus diaplikasikan oleh guru

dalam setiap proses pembelajaran di sekolah,

khususnya di kelas. Dengan demikian, ruang peran guru

sebagai implementer kurikulum tidak sampai kepada

penentuan isi dan target kurikulum, tetapi hanya

terbatas pada penentuan kegiatan‐kegiatan pembelajaran,

mulai dari perencanaannya sampai kepada pelaksanaannya.

Dalam peran ini, kedudukan guru adalah sebagai tenaga

teknis yang hanya bertanggung jawab dalam

mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada.22

Adapun peran dan tanggung jawab guru dalam

pelaksanaan kurikulum PAI adalah seperti berikut:

a. Melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan

rencana pembelajaran.21 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik PengembanganKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada, 2009), hlm.2822 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik PengembanganKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada, 2009), hlm.28

12

b. Menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan

materi pelajaran dan lingkungan sekolah.

c. Memanfaatkan media pembelajaran yang sesuai dengan

materi dan kondisi sekolah.

d. Menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan.

e. Mengembangkan interaksi pembelajaran (strategi,

metode dan tehnik yang tepat).

f. Mengelola kelas dengan baik dan sesuai dengan

alokasi waktu yang tersedia.

g. Merefleksikan pelaksanaan proses pembelajaran yang

dilakukan.

h. Berkonsultasi dengan kepala Madrasah/ Pengawas untuk

mengatasi kendala.

i. Membantu kesulitan siswa dalam proses belajar.

Proses implementasi kurikulum untuk semua bidang

studi atau mata pelajaran, khususnya PAI selalu

menggambarkan keterkaiatan proses dengan tujuan dan

konten, kejelasan teori belajar, keterkaitan dengan

sosial, budaya, teknologi, ketersediaan fasilitas alat,

alokasi waktu, fleksibilitas, peran guru dan peserta

didik, peran evalusi dan perlunya feedback.23

2. Sebagai developer (pengembang) kurikulum

Sebagai developer (pengembang) kurikulum, guru diberi

kewenangan untuk mendesain kurikulum madrasah. Peran

pengembangan kurikulum ini terkait erat

dengan karakteristik, visi dan misi sekolah atau

madrasah, serta pengalaman belajar yang dibutuhkan oleh

23 Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung:Alfabeta, 2009), 156.

13

siswa. Pelaksanaan peran ini dapat dilihat dalam

pembuatan dokumen kurikulum, pengembangansilabus

dan rencana pelaksanaan pembelajaran, dan muatan lokal

(Mulok) sebagai bagian dari struktur Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP).

Pembuatan dan pengembangan kurikulum muatan lokal

sepenuhnya diserahkan kepada tiap‐tiap satuan

pendidikan. Kurikulum ini dikembangkan sesuai dengan

kebutuhan tiap‐tiap sekolah sesuai dengan character

distingtif-nya karena setiap sekolah memiliki kurikulum

mulok tersendiri, maka ada kemungkinan terjadi

perbedaan kurikulum mulok antar sekolah atau madrasah.

Dalam kaitannya posisi guru sebagai developer atau

pengembang kurikulum. Guru dituntut aktif, kreatif, dan

komitmen tinggi dalam penyusunan dokumen kurikulum PAI,

seperti:

a. Mengikuti in house training tentang konsep dasar dan

pengembangan kurikulum.

b. Berperan aktif dalam tim perekayasa dan pengembang

kurikulum sesuai dengan kelompok bidang studi.

c. Berperan aktif dalam penyusunan standar isi dan

Standar Kompetensi Lulusan (SKL).

d. Berperan aktif dalam menyusun Standar Kompetensi

(SK) dan Kopetensi Dasar (KD) serta pemetaannya.

e. Mengembangkan silabus pembelajaran.

f. Menyusun RPP dan perangkat operasional yang

mendukung RPP, seperti Lembar Kerja Siswa dan bahan

ajar (seperti modul pembelajaran).

14

3. Sebagai adapter (penyelaras) kurikulum

Sebagai adapter, guru memiliki kewenangan untuk

menyesuaikan kurikulum dengan karakteristik sekolah dan

kebutuhan lokal (kebutuhan siswa dan daerah). Dalam

fase ini,tugas pertama seorang guru adalah memahami

dengan baik karakteristik sekolahnya, tugas kedua

adalah mengakomodir kebutuhan‐kebutuhan masyarakat dan

daerahnya, dan tugas ketiga adalah membuat desain

kurikulum sekolah sesuai kebutuhan madrasah dan

masyarakat lokal.

Berikut ini adalah langkah-langkah memahami

karakteristik dan kebutuhan masyarakat di sekitar

madrasah atau sekolah, yaitu:24

a.Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan masyarakat

terhadap madrasah atau sekolah.

Kegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata

berbagai keadaan dan kebutuhan sekitar madrasah yang

bersangkutan. Data tersebut dapat diperoleh

dari berbagai pihak yang terkait di daerah sekitar

madrasah yang bersangkutan seperti masyarakat

sekitar madrasah, Pemda/ Bappeda, Instansi vertikal

terkait, PerguruanTinggi, dunia usaha/ industri, dan

potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi

aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam.

Keadaan daerah seperti telah disebutkan dapat

diketahui antara lain dari:

24 Tim MEDP, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: DirektoratJenderal Pendidikan Islam, 2008).

15

1) Rencana pembangunan daerah bersangkutan

termasuk prioritas pembangunan daerah baik jangka

pendek maupun jangka panjang.

2) Pengembangan ketenagakerjaan termasuk jenis

kemampuan dan keterampilan yang diperlukan.

3) Aspirasi masyarakat mengenai pelestarian alam

dan pengembangan daerahnya.

b.Menentukan fungsi dan susunan atau komponen muatan

yang sesaui dengan kebutuhan madrasah dan masyarakat

sekitar.

Berdasarkan kajian dari beberapa sumber seperti

di atas dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan.

Berbagai jenis kebutuhan ini dapat mencerminkan

fungsi muatan kurikulum lembaga, antara lain untuk:

1) Melestarikan dan mengembangkan kajian kitab

kuning.

2) Meningkatan amaliah salafiah.

3) Meningkatkan kemampuan berwirausaha.

c.Berdasarkan fungsi muatan dan kebutuhan lembaga

tersebut dapat ditentukan kajian kebutuhan lokal

Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan

mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang

dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan

dengan keadaan dan kebutuhan madrasah. Penentuan

bahan kajian kebutuhan lokal didasarkan

pada kriteria berikut:

1) Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta

didik.

16

2) Kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik

yang diperlukan.

3) Tersedianya sarana dan prasarana.

4) Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan

keamanan.

5) Kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di

madrasah.

6) Lain-lain yang dapat dikembangkan sendiri

sesuai dengan kondisi dan situasi daerah.

d.Menentukan Mata Pelajaran yang sesuai dengan

kebutuhan madrasah dan masyarakat.

Berdasarkan bahan kajian kebutuhan lembaga

tersebut dapat ditentukan mata pelajaran dan

kegiatan pembelajarannya. Kegiatan pembelajaran ini

pada dasarnya dirancang agar bahan kajian kebutuhan

lokal dapat memberikan bekal

pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada

peserta didik agar mereka memiliki

pengetahuan, ketrampilan, dan sikap perilaku yang

sesuai dengan harapan lembaga dan masyarakat sekitar

sesuai dengan nilai-nilai atau aturan yang berlaku

di lingkungan madrasah dan mendukung kelangsungan

pembangunan daerah serta pembangunan nasional.

e.Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi

Dasar serta silabus.

Korelasinya dengan pendidik atau guru sebagai adapter

atau penyelaras kurikulum PAI, seorang guru dituntut

untuk memahami situasi, kondisi dan momentum

17

karakteristik miilieu yang ada di sekolahnya, sehingga

dapat melaksanakan tugas guru sebagai adapter dalam

penerapan kurikulum PAI di institusinya sendiri.

4. Sebagai researcher (peneliti) kurikulum.

Pada fase ini guru mempunyai peranan sebagai

peneliti kurikulum (curriculum researcher).

Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas

profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam

meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam

melaksanakan perannya sebagai peneliti, guru memiliki

tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen

kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum,

menguji efektifitas program, menguji strategi dan model

pembelajaran dan lain sebagainya termasuk mengumpulkan

data tentang keberhasilan siswa mencapai target

kurikulum. Metode yang digunakan oleh guru dalam

meneliti kurikulum adalah PTK dan Lesson Study.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah metode

penelitian yang berangkat dari masalah yang dihadapi

guru dalam implementasi kurikulum. Melalui PTK, guru

berinisiatif melakukan penelitian sekaligus

melaksanakan tindakan untuk memecahkan masalah yang

dihadapi. Dengan demikian, dengan PTK bukan saja dapat

menambah wawasan guru dalam melaksanakan tugas

profesionalnya, akan tetapi secara terus menerus guru

dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.

Sedangkan lesson study adalah kegiatan yang dilakukan

oleh seorang guru/sekelompok guru yang bekerja sama

18

dengan orang lain (dosen, guru mata pelajaran yang

sama/ guru satu tingkat kelas yang sama, atau guru

lainya), merancang kegiatan untuk meningkatkan mutu

belajar siswa dari pembelajaran yang dilakukan oleh

salah seorang guru dari perencanaan pembelajaran yang

dirancang bersama/sendiri, kemudian di observasi oleh

teman guru yang lain dan setelah itu mereka melakukan

refleksi bersama atas hasil pengamatan yang baru saja

dilakukan.

Dunia pendidikan di Indonesia sudah mengalami

beberapa perubahan kurikulum. Hal ini bukan berarti

ganti menteri pendidikan ganti kurikulum, seperti

pendapat sebagian guru, melainkan kurikulum harus

selalu berubah sesuai dengan tuntutan jaman.

Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum

tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan

kerangka dasar kurikulum, dan standar kompetensi,

dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan

setempat. Dengan adanya otonomi sekolah memotivasi guru

untuk mengubah paradigma sebagai “curriculum user” menjadi

“curriculum developer”. Guru mampu keluar dari kultur kerja

konvensional menjadi kultur kerja kontemporer yang

dinamis, dan guru mampu memainkan peran sebagai “agent of

change”. Hendaknya guru mengajar anak-anak kita sesuai

dengan zamannya.

Pada era globalisasi seperti ini, madrasah dengan

melibatkan guru, harus melakukan reformasi dan inovasi

dalam proses belajar mengajar dan kurikulum secara

19

terus menerus. Untuk dapat melakukan reformasi dan

inovasi pendidikan, diperlukan dukungan empirik yang

dihasilkan melalui kegiatan penelitian. Jika tidak,

guru akan terisolasi dari pengetahuan dan informasi

mutakhir. Tanpa ada dukungan penelitian, proses

pendidikan akan mandek dan reformasi serta inovasi

mustahil dapat dilakukan. Hasil penelitian dapat

membantu guru untuk mengambil keputusan yang tepat

dan akurat untuk kepentingan proses belajar mengajar

dan pembenahan kurikulum. Jika keputusan tersebut

dibantu dengan hasil penelitian, proses belajar

mengajar dan kurikulum dapat dicapai dengan optimal dan

efektif. Pembelajaran yang efektif merupakan hal yang

kompleks dan rumit untuk dapat dikonsepsikan dan

dibentuk paradigmanya secara tunggal dan universal.25

D. Perbandingan Model Pengembangan Kurikulum 2013 (K-13)

dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan

dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses

berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai

generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan

menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa

dan negara Indonesia sepanjang zaman.26

25 Suyanto dan Djihad Hisyam, Pendidikan di Indonesia Memasuki MileniumIII, (Jakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), hlm. 17.

26 Kemendikbud, modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan),hlm. 78

20

Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan,

kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan

kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses

berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak

dapat disangkal lagi bahwa kurikulum yang dikembangkan

dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai

instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1)

manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab

tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia

terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis dan

bertanggung jawab. Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan

dalam Pasal 1 Ayat (19) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003

adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai

tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

tertentu.Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah

lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang

telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang

mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan

keterampilansecara terpadu.27

1. Rasional Pengembangan Kurikulum 2013

Pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya

berbagai tantangan yang dihadapi, baik tantangan

internal maupun tantangan eksternal.28

27. Ibid. Hlm. 7828. Ibid. Hlm. 78

21

a. Tantangan Internal

Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi

pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang

mengacu kepada 8 (delapan)Standar Nasional Pendidikan

yang meliputi standar pengelolaan, standar biaya,

standar sarana prasarana, standar pendidik dan tenaga

kependidikan, standar isi, standar proses, standar

penilaian, dan standar kompetensi lulusan. Tantangan

internal lainnya terkait dengan faktor perkembangan

penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk

usia produktif.29

b. Tantangan Eksternal

Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan

antara lain berkaitan dengan tantangan masa depan,

kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi

masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogi,

serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka.30

c. Penyempurnaan Pola Pikir

Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan

hanya akan dapat terwujud apabila terjadi pergeseran

atau perubahan pola pikir. Pergeseran itu meliputi

proses pembelajaran sebagai berikut:31

1) Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada

siswa.

2) Dari satu arah menuju interaktif.

29 Ibid. Hlm. 7830 Ibid. Hlm. 8031. Ibid. Hlm. 80

22

3) Dari isolasi menuju lingkungan jejaring.

4) Dari pasif menuju aktif-menyelidiki.

5) Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata

6) Dari pembelajaran pribadi menuju pembelajaran

berbasis tim.

7) Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan

kaidah keterikatan.

8) Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke

segala penjuru.

9) Dari alat tunggal menuju alat multimedia.

10) Dari hubungan satu arah bergeser menuju

kooperatif.

11) Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan.

12) Dari usaha sadar tunggal menuju jamak.

13) Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju

pengetahuan disiplin jamak.

14) Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan

kepercayaan.

15) Dari pemikiran faktual menuju kritis.

d. Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran

pengetahuan.

Sejalan dengan itu, perlu dilakukan penyempurnaan

pola pikir dan penggunaan pendekatan baru dalam

perumusan Standar Kompetensi Lulusan. Perumusan SKL

di dalam KBK 2004 dan KTSP 2006 yang diturunkan dari

SI harus diubah menjadi perumusan yang diturunkan

dari kebutuhan. Pendekatan dalam penyusunan SKL pada

KBK 2004 dan KTSP 2006 dapat dilihat di tabel:32

32 Ibid. Hlm. 81

23

No KBK 2004 KTSP 2006 Kurikulum 20131 Standar kompetensi lulusan

diturunkan dari standar isi

Standar kompetensi

lulusan diturunkan

dari kebutuhan2 Standar isi dirumuskan

berdasarkan tujuan mata

pelajaran (Standar

Kompetensi Lulusan Mata

Pelajaran) yang dirinci

menjadi standar kompetensi

dan kompetensi dasar mata

pelajaran.

Standar isi

diturunkan dari

standar kompetensi

lulusan melalui

kompetensi inti

yang bebas mata

pelajaran

3 Pemisahan antara mata

pelajaran membentuk sikap,

pembentuk ketrampilan, dan

pembentuk pengetahuan

Semua mata

pelajaran harus

berkontribusi

terhadap

pembentukan sikap,

keterampilan, dan

pengetauan4 Kompetensi diturunkan dari

mata pelajaran

Mata pelajaran

diturunkan dari

kompetensi yang

ingin dicapai5 Mata pelajaran lepas satu

dengan yang lain, seperti

sekumpulan mata pelajaran

terpisah

Semu mata

pelajaran diikat

oleh kompetensi

inti (tiap kelas)

24

e. Penguatan Tata Kelola Kurikulum

Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai

dengan menetapkan standar kompetensi lulusan

berdasarkan kesiapan peserta didik, tujuan pendidikan

nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi

ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang

terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur

kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan

kewenangan menyusun silabus, tapi disusun pada

tingkat nasional. Guru lebih diberikan kesempatan

mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus

dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang

memakan waktu yang banyak dan memerlukan penguasaan

teknis penyusunan yang sangat memberatkan guru.33

f. Pendalaman dan Perluasan Materi

Berdasarkan analisis hasil PISA 2009, ditemukan bahwa

dari 6 (enam) level kemampuan yang dirumuskan di

dalam studi PISA, hampir semua peserta didik

Indonesia hanya mampu menguasai pelajaran sampai

level 3 (tiga) saja, sementara negara lain yang

terlibat di dalam studi ini banyak yang mencapai

level 4 (empat), 5 (lima), dan 6 (enam). Dengan

keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama,

interpretasi yang dapat disimpulkan dari hasil studi

ini, hanya satu, yaitu yang kita ajarkan berbeda

dengan tuntutan zaman Analisis hasil TIMSS tahun 2007

dan 2011 di bidang matematika dan IPA untuk peserta

didik kelas 2 SMP juga menunjukkan hasil yang tidak 33. Ibid. Hlm. 81

25

jauh berbeda. Untuk bidang matematika, lebih dari 95%

peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level

menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50%

peserta didiknya mampu mencapai level tinggi dan

advance. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang

diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang

diujikan atau yang distandarkan di tingkat

internasional.34

E. Model Pengembangan Religious Culture sebagai Basis

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam

Apa itu religius? Dalam kamus besar bahasa indonesia

(1996) dinyatakan bahwa religius berarti: bersifat religi

atau keagamaan atau yang bersangkut paut dengan religi

(keagamaan). Penciptaan suasan religius berarti

menciptakan suasana atau iklim kehidupan keagamaan. Dalam

konteks pendidikn gama Islam di

sekolah/madrasah/perguruan tinggi berarti penciptaan

suasana atau iklim kehidupan keagamaan Islam yang

dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup yang

bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai

agama Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup serta

ketrampilan hidup oleh para warga sekolah/madrasah atau

sivitas akademika.35

Penciptaan suasana religius yang bersifat vertikal

dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan shalat berjamaah,

puasa senin dan kamis, do’a bersama ketika akan dan/atau

telah meraih sukses tertentu, menegakkan komitmen dan

34 . Ibid. Hlm. 8235. Muhaimin.Opcit, hlm 62

26

loyalitas terhadap moral farce di sekolah/madrasah/perguruan

tinggi dan lain-lain. Penciptaan suasana religius yang

bersifat horizontal lebih mendudukan

sekolah/madrasah/perguruan tinggi sebagai institusi

sosial, yang jika dilihat dari struktur hubungaan antr

manusianya, dapat diklasifikasikan kedalam tiga hubungan,

yaitu: (1) hubungan atasan-bawahan, (2) hubungan

profesional, dan (3) hubungan sederajat atau sukarela.36

Penciptaan suasana religius di

sekolah/madrasah/perguruan tinggi memiliki landasan yang

kuat. Setidak-tidaknya dapat dipahami dari landasan

filosofis bangsa Indonesia, yaitu pancasila. Menurut

Tafsir (2004) yang menyatakan bahwabila dianalisis

menggunakan pendektan filsafat, maka pancasila bukan yang

mengandung lima ide dasar melainkan empat, yaitu: (1)

kemanusiaan yang berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang

Maha Esa, (2) persatuan yang berdasarkan keimanan kepada

Tuhan Yang Maha Esa, (3) kerakyatan yang berdasarkan

keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, (4) keadilan yang

berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pengertian ini tersurat dalam simbol (Gambar) yang ada di

dada garuda yang di jadikan lambang pancasila. Di situ

bintang atau simbol keimanan mengambil daerah empat sila

lainnya. hal ini mengandung makna bahwa inti pancasila

adalah keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.37

Untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta

36 Ibid. Hlm 6337 Ibid. Hlm 56

27

berakhlaq mulia ternyata tidak bisa hanya mengandalkan

pada mata pelajaran pendidikan yang hanya 2 jam pelajaran

atau 2 sks, tetapi perlu pembinaan serta terus mnerus dan

brkelanjutan di luar jam pelajaran pendidikan agama, baik

di dalam kela maupun di luar kelas, atau di luar sekolah.

Bahkan, diperlukan pula kerja sama yang harmonis dan

interaktif di antara para warga sekolah dan para tenaga

kependidikan yang ada di dalamnya.38

Sedangkan penciptaan suasana religius yang menyangkut

hubungan mereka engan lingkungan atau alam sekitarnya

dapat diwujudkan dalam bentuk membangun suasana atau

iklim yang komitmen dalam menjaga dan memelihara berbagai

fasilitas atau sarana dan prasarana yang dimiliki oleh

sekolah/madrasah, serta menjaga dan memelihara

kelestarian, kebersihan dan keindahan lingkungan hidup di

sekolah, sehingga tanggung jawab dan masalah tersebut

bukan hanya erbatas atau diserahkan kepada petugas cleaning

service, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh warga

sekolah.39

Adapun untuk mewujudkan penciptaan suasana religius di

sekolah dapat dilakukan melalui pendektan pembiasaan,

keteladanan, dan pendekatan persuasif atau mengajak

kepada warganya dengan cara yanng halus, dengan

memberikan alasan dan prospek baik yang bisa meyakini

mereka. Sifa kegiatannya berupa aksi positif Dan reaksi

positif. Bisa pula berupa proaksi, yakni membuat aksi

atas inisiatif sendiri, jenis dan arah ditentuan sendiri

38 Ibid. Hlm 5939 Ibid. Hlm 63

28

tetapi membaca munculnya aksi-aksi agar dapata ikut

memberi warna dan arah pada perkembangannya. Bisa pula

berupa antisiasi, yakni tindakan aktif menciptakan

situasi dan kondisi ideal agar tercapai tujuan idealnya.40

Aspek-aspek yang perlu diperhatiakan dalam pengambangan

religious culture adalah:

1. Nilai yang dianut, seperti semangat berkorban, semangat

persaudaraan dan semangat saling menolong.

2. Praktik keseharian, pada tataran ini nilai-nilai yang

telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap

dan perilaku keseharian oleh semua warga sekolah.

3. Simbol-simbol budaya, pengembangan yang perlu dilakuka

ialah mengganti simbol-simbol budaya yang kerang

sejalan dengan ajaran dan nilai-nilai agama dengan

simbol budaya yang agamis.41

Setrategi pengembangan religious culture dalam bukunya

Muhaimin ada tiga macam, yaitu:

1. Power setrategi dengan pendekatan struktural.

Power setrategi adalah setrategi pembudayaan agama di

sekolah dengan cara menggunakan kekuasaan atau melalui

poeple’s power.

2. Persuative setrategi dengan pendekatan mekanik.

Persuative setrategi merupakan setrategi yang digunakan

melalui pembentuka opini dan pandangan masyarakat dan

warga sekolah.

3. Normative re-educative.

40 Ibid. Hlm 6441 Muhaimin, Rekonstruksi..., hlm. 325

29

Normative dikaitkan dengan re-educative (pendidikan

ulang/kembali) untuk menanamkan dan mengganti

paradigma berfikir lama masyarakat dekolah menjadi

paradigma baru.42

Model adalah sesuatu yang dianggap benar, tetapi bersifat

kondisional. Oleh karena itu, model pengembangan religious

culture dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dimana model

itu diterapkan.43 Pada bagian, akan dipaparkan model

pengembangan religious culture yang didasarkan pada strategi

dan pendekatan yang digunakan masing-masing sekolah dalam

mewujidkan religious culture.

KESIMPULAN

1. kurikulum yang perlu dikembangkan, diantaranya;

Konsevatif Kurikulum,Sentralisasi dan desentralisasi

kurikulum, Tingkat kematangan siswa. kegaalan ini

disebabkan karena praktik pendidikannya hanya

memperhatiakan aspek kongnitif semata dari pertumbuhan

kesadaran nilai-nilai (agama) dan mengabaikan peembinaan

aspek afektif dan konatif-volitif yakni kemauan dan tekad

untuk mengamalkan nilai-niali ajaran agama. Akibatnya

terjadi kesenjanagan antara pengetahuan dan pengalaman

antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama.

2. Landasan-landasan pengembangan kurikulum pendidikan agama

islam diantaranya: 1. Landasan Agama, 2. Landasan

Filsafat, 3. Landasan Psikologi Belajar, 4. Landasan 42 Ibid, hlm. 328-32943 Muhaimin, et. Al., Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2008, hlm. 305

30

Sosio-budaya, 5. Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan

dan Teknologi. Sedangkan prinsp-prinsip Pengembangan

kurikulum Pendidikan Agama Islam antara lain :a. Prinsip

Peningkatan Keimanan dan Ketakwaan, Budi Pekerti Luhur,

dan Nilai-nilai Budaya, b. Berpusat pada Potensi,

Perkembangan, Kebutuhan dan kepentingan Peserta Didik

serta Tuntutan Lingkungan, c. Prinsip Keseimbangan antara

Etika, Logika, Estetika dan Kinestetika, d. Prinsip

Penguatan Integritas Nasional, e. Prinsip Pengetahuan dan

Teknologi Informasi, f. Prinsip Pengembangan Keterampilan

Hidup, g. Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan), h.

Prinsip Belajar Sepanjang Haya

3. Empat peran yang harus dijalankan oleh guru dalam

mengembangkan kurikulum,

yaitu:Sebagai implementer (pelaksana) kurikulum,

Sebagai developer (pengembang) kurikulum,

Sebagai adapter (penyelaras) kurikulum,

ebagai researcher (peneliti) kurikulum.

Sedangkan lesson study adalah kegiatan yang dilakukan oleh

seorang guru/sekelompok guru yang bekerja sama dengan

orang lain (dosen, guru mata pelajaran yang sama/ guru

satu tingkat kelas yang sama, atau guru lainya),

4. Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat

(19) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat

rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai

tujuan pendidikan tertentu.Pengembangan Kurikulum 2013

31

merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum

Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004

dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap,

pengetahuan, dan keterampilansecara terpadu.

5. religius berarti: bersifat religi atau keagamaan atau

yang bersangkut paut dengan religi (keagamaan).

Penciptaan suasan religius berarti menciptakan suasana

atau iklim kehidupan keagamaan. Dalam konteks pendidikn

gama Islam di sekolah/madrasah/perguruan tinggi berarti

penciptaan suasana atau iklim kehidupan keagamaan Islam

yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup

yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai

agama Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup serta

ketrampilan hidup oleh para warga sekolah/madrasah atau

sivitas akademika

32

DAFTAR PUSTAKA

Muhaimin. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di

Sekolah,Madrasah dan Perguruan Tinggi. (Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada)

Rohmad, Ali. 2004. Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Pt. Bina

Ilmu)

Zaini, Muhammad. . 2009.  Pengmbangan Kurikulum Konsep

Implementasi Evaluasi

dan Inovasi, (Yogyakarta: Teras)

Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum.

(Bandung: Remaja Rosdakarya)

Muhaimin dkk, 2005. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di

Perguruan Tinggi Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,)

Muhaimin dkk, 2008. Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah. (Jakarta: Rajawali Pers,)

Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. (Bandung:

Bumi Aksara,)

33

Mulyasa, 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. (Bandung:

Remaja Rosdakarya,)

Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta:

Kencana Prenada,)

Sagala, Syaiful, 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga

Kependidikan (Bandung: Alfabeta,)

Tim MEDP, 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam,)

Suyanto dan Djihad Hisyam, 2000. Pendidikan di Indonesia

Memasuki Milenium III, (Jakarta: Adicita Karya Nusa,)

Kemendikbud, modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Jakarta:

badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan

mutu pendidikan)

Muhaimin, et. Al., 2008. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya

Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung, PT. Remaja

Rosdakarya)

34