Uas kurikulum
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Uas kurikulum
BAB I
PENDAHUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang
sengaja didirikan dan diselenggarakan dengan hasrat dan
niat (rencana yang sugguh-sungguh) untuk mengejawatahkan
ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau
terkandung dalam visi,misi, tujuan, program kegiatan
maupun pada prakti pelaksanaan kependidikannya.
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI)
merupakan salah satu perwujudan dari pengembangan sistem
pendidikan Islam.
Kurikulum sifatnya dinamis karena selalu berubah-
ubah sesuai dengan perkembangan dan tantangan zaman.
Semakin maju peradaban suatu bangsa, maka semakin berat
pula tantangan yang dihadapinya. Persaingan ilmu
pengetahuan semakin gencar dilakukan oleh dunia
internasional, sehingga Indonesia juga dituntut untuk
dapat bersaing secara global demi mengangkat martabat
bangsa. Oleh karena itu, untuk menghadapi tantangan yang
akan menimpa dunia pendidikan kita, ketegasan kurikulum
dan implementasinya sangat dibutuhkan untuk membenahi
kinerja pendidikan yang jauh tertinggal dengan negara-
negara maju di dunia.
Di tengah-tengah pesatnya inovasi pendidikan,
terutama dalam konteks pengembangan kurikulum, sering ali
para guru PAI merasa kebinggungan dalam menghadapinya.
Apalagi inovasi pendidikan tersebut cenderug bersifat top-
1
down inovation dengan strategi power coersive atau strategi
pemaksaan dari atasan (pusat) yang berkuasa. Inovasi ini
sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk
meningkatkan mutu pendidikan agama Islam ataupun untuk
meningkatkan efisiensi serta efektivitas pelaksanaan PAI
dan sebagainya.
B. Tujuan Masalah
1. Untuk Memahami Waktu Tertentu Kurikulum Sekolah
(Terutama Kurikulum Pendidikan Islam) harus selalu
ditinjau kembali Untuk dikembangkan
2. Untuk Memahami Landasan dan Prinsip Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Islam
3. Untuk Memahami Peran Kepala Sekolah dan Guru dalam
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
4. Untuk Memahami Model Kurikulum 2013 (K-13) dan
bandingkan dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) mata Pelajaran PAI.
5. Untuk Memahami Model pengembangan Religious Culture
sebagai basis Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
C. Rumusan Masalah
1. Mengapa dalam Kurun Waktu Tertentu Kurikulum Sekolah
(Terutama Kurikulum Pendidikan Islam) harus selalu
ditinjau kembali Untuk dikembangkan?
2. Bagaimana Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Islam?
3. Bagaimana Peran Kepala Sekolah dan Guru dalam
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam?
2
4. Bagaimana Model Kurikulum 2013 (K-13) dan bandingkan
dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) mata Pelajaran PAI?
5. Bagaimana Model pengembangan Religious Culture sebagai
basis Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kurikulum Sekolah (Terutama Kurikulum Pendidikan Islam)
harus selalu ditinjau kembali Untuk dikembangkan
3
Pemahaman tentang pendidikan agama Islam (PAI) di
sekolah dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu PAI
sebagai aktivitas dan PAI sebagai fenomena. PAI sebagai
aktivitas, berarti upaya yang secara sadar dirancang
untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam
mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan
menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupannya), sikap
hidup dan ketrampilan hidup baik yang bersifat manual
maupun mental dan sosial yang bernapaskan atau dijiwai
oleh ajaran dan nilai-nilai Islam. Sedangkan PAI sebagai
fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang
atau lebih dan atau penciptaan suasana yang dampaknya
ialah berkembangnya suatu pandangan hidup yang
bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai
Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup serta
ketrampilan hidup pada salah satu atau beberap pihak.1
Selama ini pelaksanaan pendidikan agama yang
berlangsug di sekolah masih mengalami banyak kelemahan.
Mochtar Buchori (1992) menilai pendidikan agama masih
gagal. Kegaalan ini disebabkan karena praktik
pendidikannya haya memperhatiakan aspek kongnitif semata
dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama) dan
mengabaikan peembinaan aspek afektif dan konatif-volitif
yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-niali
ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjanagan antara
pengetahuan dan pengalaman antara gnosis dan praxis dalam
1. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,Madrasah dan Perguruan Tinggi (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.2010), hlm15
4
kehidupan nilai agama. Atau dalam praktik pendidikan
agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak
mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal
intisari pendidikan agama adalah pendidikan moral.2
Ada beberapa alasan mengapa kurikulum perlu
dikembangkan sebaik mungkin, diantaranya;
1. Konsevatif Kurikulum
Kurikulum yang tidak sesuai dengan tuntutan sosial,
tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dan juga tidak sesuai dengan dunia
kerja, maka sudah jelas kurikulum akan mengalami
problem, yaitu akan terjadi pengangguran pada lulusan
sekolah. Dengan melihat data tersebut kurikulum perlu
dirubah, dikembangkan dan diperbaruhi.3
kurikulum yang telah usang korbannya bukan hanya
terletak pada peserta didik saja, tapi dampak
negatifnya akan menimpa pada lembaga sekolah. Lembaga
akan dijauhi masyarakat, sekolah akan ketinggalan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga akan sulit akan
membangun tujuan nasional yang telah direncanakan pada
sebelumnya.4
Kurikulum pendidikan harus bersifat dinamis,
senantiasa berubah menyesuaikan dengan keadaan suapaya
dapat memantapkan belajar dan hasil belajar.
Secara garis besar perubahan kurikulum dilatar
belakangi oleh beberapa hal. Akan tetapi kata-kata
2. Ibid, hlm 233 Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Pt. Bina Ilmu, 2004), hlm. 29 4 Ibid.
5
perubahan bukan menghapus kurikulum sebelumnya secara
sepenuhnya akan tetapi menyempurnakan dan
mengembangkan , diantaranya adalah:
2. Sentralisasi dan desentralisasi kurikulum
Sentralisasi merupakan problem kurikulum yang paling
utama, yang memunculkan pengembangan kurikulum tingkat
otonomi daerah, sebagaimana yang dikemukakan oleh
menteri pendidikan fuad Hasan, bahwa tidak mungkin
diterapkannyua kurikukulum yang baku (sentralisasi) di
seluruh Indonesia. karena setiap daerah mempunyai
kadar potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia
yang berbeda, diharapkan dengan potensi tersebut
setiap daerah dapat mengembangkan dan mengelola sesuai
dengan potensinya masing-masing. Dimana poteni-potensi
tersebut dapat diintegrasikan dalam kurikulum muatan
lokal.5
Kurikulum yang diberlakukan di sekolah hanya satu
dan pusat, sehingga faktor daerah seringkali kurang
diperhatikan. Didalam pengelolaan, seharusnya
dihindari sentralisasi kurikulum, dan digunakan
sebanyak mungkin desentralisasi kurikulum. Untuk
menuju kurikulum yang berbasis desentralisasi tersebut
diperlukan pengembangan kurikulum.
3. Tingkat kematangan siswa
Tingkat kematangan siswa juga menjadi alasan
pengembangan kurikulum, karena setiap peserta didik5 Rohmad, Kapita…,hlm. 30
6
mempunyai jenjang pendidikan yang berbeda. Jika
kurikulum pendidikan tidak berusaha disesuaikan dengan
tingkatan peserta didik maka tujuan pembelajaran akan
sulit tercapai. Untuk itu para pakar pengembang
kurikulum membuat suatu pemikiran agar anak dapat
belajar dengan baik, memperoleh ilmu pengetahuan,
merubah sikap, dan memperoleh pengalaman, dengan cara
mengembangkan kurikulum yang berdasarkan asas
psikologi peserta didik.6
B. Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Islam
Landasan Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam
pada hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus
diperhatikan dan dipertimbangkan oleh para pengembang
kurikulum ketika hendak mengembangkan atau merencanakan
suatu kurikulum lembaga pendidikan.7 Landasan-landasan
tersebut antara lain :
1. Landasan Agama
Dalam mengembangkan kurikulum sebaiknya berlandaskan
pada Pancasila terutama sila ke satu “Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Di Indonesia menyatakan bahwa kepercayaan
dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing individu.
Dalam kehidupan, dikembangkan sikap saling menghormati
dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama dan
6 Muhammad Zaini, Pengmbangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi danInovasi, (Yogyakarta: Teras. 2009), hlm. 22
7 Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. (Bandung: RemajaRosdakarya, 2008), hlm. 57
7
penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda,
sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai.8
2. Landasan Filsafat
Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal yang
pokok, yaitu cita-cita masyarakat dan kebutuhan peserta
didik yang hidup di masyarakat. Filsafat adalah cinta
pada kebijaksanaan (love of wisdom). Agar seseorang
dapat berbuat bijak, maka harus berpengetahuan,
pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir
secara sistematis, logis dan mendalam. Filsafat
dipandang sebagai induk segala ilmu karena filsafat
mencakup keseluruhan pengetahuan manusia yaitu meliputi
metafisika, epistimologi, aksiologi, etika, estetika,
dan logika.9
3. Landasan Psikologi Belajar
Kurikulum belajar mengetengahkan beberapa teori belajar
yang masing-masing menelaah proses mental dan
intelektual perbuatan belajar tersebut. Kurikulum yang
dikembangkan sebaiknya selaras dengan proses belajar
yang dilakukan oleh siswa sehingga proses belajarnya
terarah dengan baik dan tepat.10
4. Landasan Sosio-budaya
Nilai social-budaya dalam masyarakat bersumber dari
hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima,
menyebarluaskan, dan melestarikannya manusia
menggunakan akalnya. Setiap masyarakat memiliki adat
8 Ibid, hlm 68. 9 Ibid, hlm 5710 Ibid, hlm. 58
8
istiadat, aturan-aturan, dan cita-cita yang ingin
dicapai dan dikembangkan. Dengan adanya kurikulum di
madrasah diharapkan pendidikan dapat memperhatikan dan
merespon hal-hal tersebut.11
5. Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pendidikan merupakan suatu usaha penyiapan peserta
didik untuk menghadapi lingkungan hidup yang mengalami
perubahan yang semakin pesat dan terus berkembang.
Sehingga dengan bekal ilmu pengetahuan dan
teknologi,setelah siswa lulus diharapkan dapat
menyesuaikan diri di lingkungannya dengan baik.12
Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam
berdasarkan pada prinsp-prinsip yang antara lain :
1. Prinsip Peningkatan Keimanan dan Ketakwaan, Budi
Pekerti Luhur, dan Nilai-nilai Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat berpengaruh pada sikap dan arti
kehidupannnya. Keimanan dan ketakwaan, budi pekerti
luhur dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami,
dan diamalkan oleh peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari.13
2. Berpusat pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan dan
kepentingan Peserta Didik serta Tuntutan Lingkungan
Hal ini dimaksudkan agar peserta didik menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
11 Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum Konsep Implementasi Evaluasi dan Inovasi.(Yogyakarta: Teras, 2009), hlm 45.
12 Ibid.13 Muhaimin dkk, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi Agama
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm 61
9
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan
tanggung jawab.14
3. Prinsip Keseimbangan antara Etika, Logika, Estetika
dan Kinestetika
Kurikulum hendaknya menaruh perhatian terhadap siswa
agar mampu menjaga keseimbangan dalam proses dan
pengalaman belajar yang meliputi etika, logika,
estetika, dan kinestetika, sehingga siswa akan menjadi
seseorang yang terhormat, cerdas, rasional, dan
unggul.15
4. Prinsip Penguatan Integritas Nasional
Prinsip ini dimaksudkan untuk menanamkan kesadaran
bahwa Indonesia adalah Negara yang majemuk, tetapi
keanekaragaman itu tidak boleh membuat perpecahan,
karena walaupun berbeda tetap satu jua (Bhineka
Tunggal Ika).16
5. Prinsip Pengetahuan dan Teknologi Informasi
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan dan teknologi terus berkembang, sehingga
kurikulum mendorong siswa untuk mampu mengikuti dan
memanfaatkan secara tepat ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut agar siswa memiliki kemampuan untuk
berpikir dan belajar dengan baik.17
6. Prinsip Pengembangan Keterampilan Hidup
14 Muhaimin dkk, Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) padaSekolah dan Madrasah. (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm 21-22.
15 Muhaimin dkk, Pengembangan Kurikulum……, hlm. 6116 Ibid,17 Ibid,
10
Prinsip ini mengembangkan 4 keterampilan yang harus
dimiliki oleh setiap peserta didik yang sesuai dengan
kebutuhan di lingkungan sekitarnya yaitu keterampilan
diri (personal skill), keterampilan berfikir rasional
(thinking skills), keterampilan akademik (academic
skills), keterampilan vocasional (vocational skills).
Dengan keterampilan tersebut, setelah siwa tersebut
lulus sekolah dapat mempertahankan hidupnya sesuai
dengan pilihan masing-masing individu.18
7. Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan)
Kurikulum disusun secara berkesinambungan artinya
bagian-bagian, aspek-aspek, materi, dan bahan kajian
disusun secara berurutan. Oleh karena itu, pengalaman
belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan
kesinambungan (antar kelas, antar jenjang pendidikan,
antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan).19
8. Prinsip Belajar Sepanjang Hayat
Kurikulum di madrasah diarahkan kepada pengembangan,
pembudayaan,dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan
keterkaitan unsure-unsur pendidikan formal, informal
dan nonformal dengan memperhatikan kondisi dan tuntut
lingkungan yang selalu berkembang.20
C. Peran Kepala Sekolah dan Guru dalam Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Islam
18 Ibid, hlm. 6219 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran. (Bandung: Bumi Aksara, 2001), hlm32.20 Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2009), hlm 153.
11
Pada pembahasan ini, pemakalah mengacu kepada uraian
Murray Print (1993), sebagai mana dikutip oleh
Wina Sanjaya, dalam konteks hubungan guru dan kurikulum,
pengembangan kurikulum menjadi tugas penting yang harus
dilaksanakan oleh semua pengembang kurikulum, termasuk
guru, di setiap tingkat pendidikan. Setidaknya ada empat
peran yang harus dijalankan oleh guru dalam mengembangkan
kurikulum, yaitu: 21
1. Sebagai implementer (pelaksana) kurikulum
Sebagai implementer atau pelaksana kurikulum, guru
berperan untuk menjalankan kurikulum yang telah
disusun. Kurikulum ini harus diaplikasikan oleh guru
dalam setiap proses pembelajaran di sekolah,
khususnya di kelas. Dengan demikian, ruang peran guru
sebagai implementer kurikulum tidak sampai kepada
penentuan isi dan target kurikulum, tetapi hanya
terbatas pada penentuan kegiatan‐kegiatan pembelajaran,
mulai dari perencanaannya sampai kepada pelaksanaannya.
Dalam peran ini, kedudukan guru adalah sebagai tenaga
teknis yang hanya bertanggung jawab dalam
mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada.22
Adapun peran dan tanggung jawab guru dalam
pelaksanaan kurikulum PAI adalah seperti berikut:
a. Melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan
rencana pembelajaran.21 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik PengembanganKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada, 2009), hlm.2822 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik PengembanganKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada, 2009), hlm.28
12
b. Menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan
materi pelajaran dan lingkungan sekolah.
c. Memanfaatkan media pembelajaran yang sesuai dengan
materi dan kondisi sekolah.
d. Menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan.
e. Mengembangkan interaksi pembelajaran (strategi,
metode dan tehnik yang tepat).
f. Mengelola kelas dengan baik dan sesuai dengan
alokasi waktu yang tersedia.
g. Merefleksikan pelaksanaan proses pembelajaran yang
dilakukan.
h. Berkonsultasi dengan kepala Madrasah/ Pengawas untuk
mengatasi kendala.
i. Membantu kesulitan siswa dalam proses belajar.
Proses implementasi kurikulum untuk semua bidang
studi atau mata pelajaran, khususnya PAI selalu
menggambarkan keterkaiatan proses dengan tujuan dan
konten, kejelasan teori belajar, keterkaitan dengan
sosial, budaya, teknologi, ketersediaan fasilitas alat,
alokasi waktu, fleksibilitas, peran guru dan peserta
didik, peran evalusi dan perlunya feedback.23
2. Sebagai developer (pengembang) kurikulum
Sebagai developer (pengembang) kurikulum, guru diberi
kewenangan untuk mendesain kurikulum madrasah. Peran
pengembangan kurikulum ini terkait erat
dengan karakteristik, visi dan misi sekolah atau
madrasah, serta pengalaman belajar yang dibutuhkan oleh
23 Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung:Alfabeta, 2009), 156.
13
siswa. Pelaksanaan peran ini dapat dilihat dalam
pembuatan dokumen kurikulum, pengembangansilabus
dan rencana pelaksanaan pembelajaran, dan muatan lokal
(Mulok) sebagai bagian dari struktur Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP).
Pembuatan dan pengembangan kurikulum muatan lokal
sepenuhnya diserahkan kepada tiap‐tiap satuan
pendidikan. Kurikulum ini dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan tiap‐tiap sekolah sesuai dengan character
distingtif-nya karena setiap sekolah memiliki kurikulum
mulok tersendiri, maka ada kemungkinan terjadi
perbedaan kurikulum mulok antar sekolah atau madrasah.
Dalam kaitannya posisi guru sebagai developer atau
pengembang kurikulum. Guru dituntut aktif, kreatif, dan
komitmen tinggi dalam penyusunan dokumen kurikulum PAI,
seperti:
a. Mengikuti in house training tentang konsep dasar dan
pengembangan kurikulum.
b. Berperan aktif dalam tim perekayasa dan pengembang
kurikulum sesuai dengan kelompok bidang studi.
c. Berperan aktif dalam penyusunan standar isi dan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
d. Berperan aktif dalam menyusun Standar Kompetensi
(SK) dan Kopetensi Dasar (KD) serta pemetaannya.
e. Mengembangkan silabus pembelajaran.
f. Menyusun RPP dan perangkat operasional yang
mendukung RPP, seperti Lembar Kerja Siswa dan bahan
ajar (seperti modul pembelajaran).
14
3. Sebagai adapter (penyelaras) kurikulum
Sebagai adapter, guru memiliki kewenangan untuk
menyesuaikan kurikulum dengan karakteristik sekolah dan
kebutuhan lokal (kebutuhan siswa dan daerah). Dalam
fase ini,tugas pertama seorang guru adalah memahami
dengan baik karakteristik sekolahnya, tugas kedua
adalah mengakomodir kebutuhan‐kebutuhan masyarakat dan
daerahnya, dan tugas ketiga adalah membuat desain
kurikulum sekolah sesuai kebutuhan madrasah dan
masyarakat lokal.
Berikut ini adalah langkah-langkah memahami
karakteristik dan kebutuhan masyarakat di sekitar
madrasah atau sekolah, yaitu:24
a.Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan masyarakat
terhadap madrasah atau sekolah.
Kegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata
berbagai keadaan dan kebutuhan sekitar madrasah yang
bersangkutan. Data tersebut dapat diperoleh
dari berbagai pihak yang terkait di daerah sekitar
madrasah yang bersangkutan seperti masyarakat
sekitar madrasah, Pemda/ Bappeda, Instansi vertikal
terkait, PerguruanTinggi, dunia usaha/ industri, dan
potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi
aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam.
Keadaan daerah seperti telah disebutkan dapat
diketahui antara lain dari:
24 Tim MEDP, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: DirektoratJenderal Pendidikan Islam, 2008).
15
1) Rencana pembangunan daerah bersangkutan
termasuk prioritas pembangunan daerah baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
2) Pengembangan ketenagakerjaan termasuk jenis
kemampuan dan keterampilan yang diperlukan.
3) Aspirasi masyarakat mengenai pelestarian alam
dan pengembangan daerahnya.
b.Menentukan fungsi dan susunan atau komponen muatan
yang sesaui dengan kebutuhan madrasah dan masyarakat
sekitar.
Berdasarkan kajian dari beberapa sumber seperti
di atas dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan.
Berbagai jenis kebutuhan ini dapat mencerminkan
fungsi muatan kurikulum lembaga, antara lain untuk:
1) Melestarikan dan mengembangkan kajian kitab
kuning.
2) Meningkatan amaliah salafiah.
3) Meningkatkan kemampuan berwirausaha.
c.Berdasarkan fungsi muatan dan kebutuhan lembaga
tersebut dapat ditentukan kajian kebutuhan lokal
Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan
mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang
dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan
dengan keadaan dan kebutuhan madrasah. Penentuan
bahan kajian kebutuhan lokal didasarkan
pada kriteria berikut:
1) Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta
didik.
16
2) Kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik
yang diperlukan.
3) Tersedianya sarana dan prasarana.
4) Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan
keamanan.
5) Kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di
madrasah.
6) Lain-lain yang dapat dikembangkan sendiri
sesuai dengan kondisi dan situasi daerah.
d.Menentukan Mata Pelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan madrasah dan masyarakat.
Berdasarkan bahan kajian kebutuhan lembaga
tersebut dapat ditentukan mata pelajaran dan
kegiatan pembelajarannya. Kegiatan pembelajaran ini
pada dasarnya dirancang agar bahan kajian kebutuhan
lokal dapat memberikan bekal
pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada
peserta didik agar mereka memiliki
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap perilaku yang
sesuai dengan harapan lembaga dan masyarakat sekitar
sesuai dengan nilai-nilai atau aturan yang berlaku
di lingkungan madrasah dan mendukung kelangsungan
pembangunan daerah serta pembangunan nasional.
e.Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar serta silabus.
Korelasinya dengan pendidik atau guru sebagai adapter
atau penyelaras kurikulum PAI, seorang guru dituntut
untuk memahami situasi, kondisi dan momentum
17
karakteristik miilieu yang ada di sekolahnya, sehingga
dapat melaksanakan tugas guru sebagai adapter dalam
penerapan kurikulum PAI di institusinya sendiri.
4. Sebagai researcher (peneliti) kurikulum.
Pada fase ini guru mempunyai peranan sebagai
peneliti kurikulum (curriculum researcher).
Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas
profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam
meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam
melaksanakan perannya sebagai peneliti, guru memiliki
tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen
kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum,
menguji efektifitas program, menguji strategi dan model
pembelajaran dan lain sebagainya termasuk mengumpulkan
data tentang keberhasilan siswa mencapai target
kurikulum. Metode yang digunakan oleh guru dalam
meneliti kurikulum adalah PTK dan Lesson Study.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah metode
penelitian yang berangkat dari masalah yang dihadapi
guru dalam implementasi kurikulum. Melalui PTK, guru
berinisiatif melakukan penelitian sekaligus
melaksanakan tindakan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Dengan demikian, dengan PTK bukan saja dapat
menambah wawasan guru dalam melaksanakan tugas
profesionalnya, akan tetapi secara terus menerus guru
dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.
Sedangkan lesson study adalah kegiatan yang dilakukan
oleh seorang guru/sekelompok guru yang bekerja sama
18
dengan orang lain (dosen, guru mata pelajaran yang
sama/ guru satu tingkat kelas yang sama, atau guru
lainya), merancang kegiatan untuk meningkatkan mutu
belajar siswa dari pembelajaran yang dilakukan oleh
salah seorang guru dari perencanaan pembelajaran yang
dirancang bersama/sendiri, kemudian di observasi oleh
teman guru yang lain dan setelah itu mereka melakukan
refleksi bersama atas hasil pengamatan yang baru saja
dilakukan.
Dunia pendidikan di Indonesia sudah mengalami
beberapa perubahan kurikulum. Hal ini bukan berarti
ganti menteri pendidikan ganti kurikulum, seperti
pendapat sebagian guru, melainkan kurikulum harus
selalu berubah sesuai dengan tuntutan jaman.
Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum
tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan
kerangka dasar kurikulum, dan standar kompetensi,
dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan
setempat. Dengan adanya otonomi sekolah memotivasi guru
untuk mengubah paradigma sebagai “curriculum user” menjadi
“curriculum developer”. Guru mampu keluar dari kultur kerja
konvensional menjadi kultur kerja kontemporer yang
dinamis, dan guru mampu memainkan peran sebagai “agent of
change”. Hendaknya guru mengajar anak-anak kita sesuai
dengan zamannya.
Pada era globalisasi seperti ini, madrasah dengan
melibatkan guru, harus melakukan reformasi dan inovasi
dalam proses belajar mengajar dan kurikulum secara
19
terus menerus. Untuk dapat melakukan reformasi dan
inovasi pendidikan, diperlukan dukungan empirik yang
dihasilkan melalui kegiatan penelitian. Jika tidak,
guru akan terisolasi dari pengetahuan dan informasi
mutakhir. Tanpa ada dukungan penelitian, proses
pendidikan akan mandek dan reformasi serta inovasi
mustahil dapat dilakukan. Hasil penelitian dapat
membantu guru untuk mengambil keputusan yang tepat
dan akurat untuk kepentingan proses belajar mengajar
dan pembenahan kurikulum. Jika keputusan tersebut
dibantu dengan hasil penelitian, proses belajar
mengajar dan kurikulum dapat dicapai dengan optimal dan
efektif. Pembelajaran yang efektif merupakan hal yang
kompleks dan rumit untuk dapat dikonsepsikan dan
dibentuk paradigmanya secara tunggal dan universal.25
D. Perbandingan Model Pengembangan Kurikulum 2013 (K-13)
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan
dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses
berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai
generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan
menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa
dan negara Indonesia sepanjang zaman.26
25 Suyanto dan Djihad Hisyam, Pendidikan di Indonesia Memasuki MileniumIII, (Jakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), hlm. 17.
26 Kemendikbud, modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Jakarta: badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan),hlm. 78
20
Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan,
kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan
kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses
berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak
dapat disangkal lagi bahwa kurikulum yang dikembangkan
dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai
instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1)
manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab
tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia
terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab. Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan
dalam Pasal 1 Ayat (19) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah
lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang
telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang
mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilansecara terpadu.27
1. Rasional Pengembangan Kurikulum 2013
Pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya
berbagai tantangan yang dihadapi, baik tantangan
internal maupun tantangan eksternal.28
27. Ibid. Hlm. 7828. Ibid. Hlm. 78
21
a. Tantangan Internal
Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi
pendidikan dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang
mengacu kepada 8 (delapan)Standar Nasional Pendidikan
yang meliputi standar pengelolaan, standar biaya,
standar sarana prasarana, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar isi, standar proses, standar
penilaian, dan standar kompetensi lulusan. Tantangan
internal lainnya terkait dengan faktor perkembangan
penduduk Indonesia dilihat dari pertumbuhan penduduk
usia produktif.29
b. Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan
antara lain berkaitan dengan tantangan masa depan,
kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi
masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogi,
serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka.30
c. Penyempurnaan Pola Pikir
Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan
hanya akan dapat terwujud apabila terjadi pergeseran
atau perubahan pola pikir. Pergeseran itu meliputi
proses pembelajaran sebagai berikut:31
1) Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada
siswa.
2) Dari satu arah menuju interaktif.
29 Ibid. Hlm. 7830 Ibid. Hlm. 8031. Ibid. Hlm. 80
22
3) Dari isolasi menuju lingkungan jejaring.
4) Dari pasif menuju aktif-menyelidiki.
5) Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata
6) Dari pembelajaran pribadi menuju pembelajaran
berbasis tim.
7) Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan
kaidah keterikatan.
8) Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke
segala penjuru.
9) Dari alat tunggal menuju alat multimedia.
10) Dari hubungan satu arah bergeser menuju
kooperatif.
11) Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan.
12) Dari usaha sadar tunggal menuju jamak.
13) Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju
pengetahuan disiplin jamak.
14) Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan
kepercayaan.
15) Dari pemikiran faktual menuju kritis.
d. Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran
pengetahuan.
Sejalan dengan itu, perlu dilakukan penyempurnaan
pola pikir dan penggunaan pendekatan baru dalam
perumusan Standar Kompetensi Lulusan. Perumusan SKL
di dalam KBK 2004 dan KTSP 2006 yang diturunkan dari
SI harus diubah menjadi perumusan yang diturunkan
dari kebutuhan. Pendekatan dalam penyusunan SKL pada
KBK 2004 dan KTSP 2006 dapat dilihat di tabel:32
32 Ibid. Hlm. 81
23
No KBK 2004 KTSP 2006 Kurikulum 20131 Standar kompetensi lulusan
diturunkan dari standar isi
Standar kompetensi
lulusan diturunkan
dari kebutuhan2 Standar isi dirumuskan
berdasarkan tujuan mata
pelajaran (Standar
Kompetensi Lulusan Mata
Pelajaran) yang dirinci
menjadi standar kompetensi
dan kompetensi dasar mata
pelajaran.
Standar isi
diturunkan dari
standar kompetensi
lulusan melalui
kompetensi inti
yang bebas mata
pelajaran
3 Pemisahan antara mata
pelajaran membentuk sikap,
pembentuk ketrampilan, dan
pembentuk pengetahuan
Semua mata
pelajaran harus
berkontribusi
terhadap
pembentukan sikap,
keterampilan, dan
pengetauan4 Kompetensi diturunkan dari
mata pelajaran
Mata pelajaran
diturunkan dari
kompetensi yang
ingin dicapai5 Mata pelajaran lepas satu
dengan yang lain, seperti
sekumpulan mata pelajaran
terpisah
Semu mata
pelajaran diikat
oleh kompetensi
inti (tiap kelas)
24
e. Penguatan Tata Kelola Kurikulum
Pada Kurikulum 2013, penyusunan kurikulum dimulai
dengan menetapkan standar kompetensi lulusan
berdasarkan kesiapan peserta didik, tujuan pendidikan
nasional, dan kebutuhan. Setelah kompetensi
ditetapkan kemudian ditentukan kurikulumnya yang
terdiri dari kerangka dasar kurikulum dan struktur
kurikulum. Satuan pendidikan dan guru tidak diberikan
kewenangan menyusun silabus, tapi disusun pada
tingkat nasional. Guru lebih diberikan kesempatan
mengembangkan proses pembelajaran tanpa harus
dibebani dengan tugas-tugas penyusunan silabus yang
memakan waktu yang banyak dan memerlukan penguasaan
teknis penyusunan yang sangat memberatkan guru.33
f. Pendalaman dan Perluasan Materi
Berdasarkan analisis hasil PISA 2009, ditemukan bahwa
dari 6 (enam) level kemampuan yang dirumuskan di
dalam studi PISA, hampir semua peserta didik
Indonesia hanya mampu menguasai pelajaran sampai
level 3 (tiga) saja, sementara negara lain yang
terlibat di dalam studi ini banyak yang mencapai
level 4 (empat), 5 (lima), dan 6 (enam). Dengan
keyakinan bahwa semua manusia diciptakan sama,
interpretasi yang dapat disimpulkan dari hasil studi
ini, hanya satu, yaitu yang kita ajarkan berbeda
dengan tuntutan zaman Analisis hasil TIMSS tahun 2007
dan 2011 di bidang matematika dan IPA untuk peserta
didik kelas 2 SMP juga menunjukkan hasil yang tidak 33. Ibid. Hlm. 81
25
jauh berbeda. Untuk bidang matematika, lebih dari 95%
peserta didik Indonesia hanya mampu mencapai level
menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50%
peserta didiknya mampu mencapai level tinggi dan
advance. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang
diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang
diujikan atau yang distandarkan di tingkat
internasional.34
E. Model Pengembangan Religious Culture sebagai Basis
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
Apa itu religius? Dalam kamus besar bahasa indonesia
(1996) dinyatakan bahwa religius berarti: bersifat religi
atau keagamaan atau yang bersangkut paut dengan religi
(keagamaan). Penciptaan suasan religius berarti
menciptakan suasana atau iklim kehidupan keagamaan. Dalam
konteks pendidikn gama Islam di
sekolah/madrasah/perguruan tinggi berarti penciptaan
suasana atau iklim kehidupan keagamaan Islam yang
dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup yang
bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai
agama Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup serta
ketrampilan hidup oleh para warga sekolah/madrasah atau
sivitas akademika.35
Penciptaan suasana religius yang bersifat vertikal
dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan shalat berjamaah,
puasa senin dan kamis, do’a bersama ketika akan dan/atau
telah meraih sukses tertentu, menegakkan komitmen dan
34 . Ibid. Hlm. 8235. Muhaimin.Opcit, hlm 62
26
loyalitas terhadap moral farce di sekolah/madrasah/perguruan
tinggi dan lain-lain. Penciptaan suasana religius yang
bersifat horizontal lebih mendudukan
sekolah/madrasah/perguruan tinggi sebagai institusi
sosial, yang jika dilihat dari struktur hubungaan antr
manusianya, dapat diklasifikasikan kedalam tiga hubungan,
yaitu: (1) hubungan atasan-bawahan, (2) hubungan
profesional, dan (3) hubungan sederajat atau sukarela.36
Penciptaan suasana religius di
sekolah/madrasah/perguruan tinggi memiliki landasan yang
kuat. Setidak-tidaknya dapat dipahami dari landasan
filosofis bangsa Indonesia, yaitu pancasila. Menurut
Tafsir (2004) yang menyatakan bahwabila dianalisis
menggunakan pendektan filsafat, maka pancasila bukan yang
mengandung lima ide dasar melainkan empat, yaitu: (1)
kemanusiaan yang berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, (2) persatuan yang berdasarkan keimanan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, (3) kerakyatan yang berdasarkan
keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, (4) keadilan yang
berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pengertian ini tersurat dalam simbol (Gambar) yang ada di
dada garuda yang di jadikan lambang pancasila. Di situ
bintang atau simbol keimanan mengambil daerah empat sila
lainnya. hal ini mengandung makna bahwa inti pancasila
adalah keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.37
Untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
36 Ibid. Hlm 6337 Ibid. Hlm 56
27
berakhlaq mulia ternyata tidak bisa hanya mengandalkan
pada mata pelajaran pendidikan yang hanya 2 jam pelajaran
atau 2 sks, tetapi perlu pembinaan serta terus mnerus dan
brkelanjutan di luar jam pelajaran pendidikan agama, baik
di dalam kela maupun di luar kelas, atau di luar sekolah.
Bahkan, diperlukan pula kerja sama yang harmonis dan
interaktif di antara para warga sekolah dan para tenaga
kependidikan yang ada di dalamnya.38
Sedangkan penciptaan suasana religius yang menyangkut
hubungan mereka engan lingkungan atau alam sekitarnya
dapat diwujudkan dalam bentuk membangun suasana atau
iklim yang komitmen dalam menjaga dan memelihara berbagai
fasilitas atau sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
sekolah/madrasah, serta menjaga dan memelihara
kelestarian, kebersihan dan keindahan lingkungan hidup di
sekolah, sehingga tanggung jawab dan masalah tersebut
bukan hanya erbatas atau diserahkan kepada petugas cleaning
service, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh warga
sekolah.39
Adapun untuk mewujudkan penciptaan suasana religius di
sekolah dapat dilakukan melalui pendektan pembiasaan,
keteladanan, dan pendekatan persuasif atau mengajak
kepada warganya dengan cara yanng halus, dengan
memberikan alasan dan prospek baik yang bisa meyakini
mereka. Sifa kegiatannya berupa aksi positif Dan reaksi
positif. Bisa pula berupa proaksi, yakni membuat aksi
atas inisiatif sendiri, jenis dan arah ditentuan sendiri
38 Ibid. Hlm 5939 Ibid. Hlm 63
28
tetapi membaca munculnya aksi-aksi agar dapata ikut
memberi warna dan arah pada perkembangannya. Bisa pula
berupa antisiasi, yakni tindakan aktif menciptakan
situasi dan kondisi ideal agar tercapai tujuan idealnya.40
Aspek-aspek yang perlu diperhatiakan dalam pengambangan
religious culture adalah:
1. Nilai yang dianut, seperti semangat berkorban, semangat
persaudaraan dan semangat saling menolong.
2. Praktik keseharian, pada tataran ini nilai-nilai yang
telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap
dan perilaku keseharian oleh semua warga sekolah.
3. Simbol-simbol budaya, pengembangan yang perlu dilakuka
ialah mengganti simbol-simbol budaya yang kerang
sejalan dengan ajaran dan nilai-nilai agama dengan
simbol budaya yang agamis.41
Setrategi pengembangan religious culture dalam bukunya
Muhaimin ada tiga macam, yaitu:
1. Power setrategi dengan pendekatan struktural.
Power setrategi adalah setrategi pembudayaan agama di
sekolah dengan cara menggunakan kekuasaan atau melalui
poeple’s power.
2. Persuative setrategi dengan pendekatan mekanik.
Persuative setrategi merupakan setrategi yang digunakan
melalui pembentuka opini dan pandangan masyarakat dan
warga sekolah.
3. Normative re-educative.
40 Ibid. Hlm 6441 Muhaimin, Rekonstruksi..., hlm. 325
29
Normative dikaitkan dengan re-educative (pendidikan
ulang/kembali) untuk menanamkan dan mengganti
paradigma berfikir lama masyarakat dekolah menjadi
paradigma baru.42
Model adalah sesuatu yang dianggap benar, tetapi bersifat
kondisional. Oleh karena itu, model pengembangan religious
culture dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dimana model
itu diterapkan.43 Pada bagian, akan dipaparkan model
pengembangan religious culture yang didasarkan pada strategi
dan pendekatan yang digunakan masing-masing sekolah dalam
mewujidkan religious culture.
KESIMPULAN
1. kurikulum yang perlu dikembangkan, diantaranya;
Konsevatif Kurikulum,Sentralisasi dan desentralisasi
kurikulum, Tingkat kematangan siswa. kegaalan ini
disebabkan karena praktik pendidikannya hanya
memperhatiakan aspek kongnitif semata dari pertumbuhan
kesadaran nilai-nilai (agama) dan mengabaikan peembinaan
aspek afektif dan konatif-volitif yakni kemauan dan tekad
untuk mengamalkan nilai-niali ajaran agama. Akibatnya
terjadi kesenjanagan antara pengetahuan dan pengalaman
antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama.
2. Landasan-landasan pengembangan kurikulum pendidikan agama
islam diantaranya: 1. Landasan Agama, 2. Landasan
Filsafat, 3. Landasan Psikologi Belajar, 4. Landasan 42 Ibid, hlm. 328-32943 Muhaimin, et. Al., Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2008, hlm. 305
30
Sosio-budaya, 5. Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi. Sedangkan prinsp-prinsip Pengembangan
kurikulum Pendidikan Agama Islam antara lain :a. Prinsip
Peningkatan Keimanan dan Ketakwaan, Budi Pekerti Luhur,
dan Nilai-nilai Budaya, b. Berpusat pada Potensi,
Perkembangan, Kebutuhan dan kepentingan Peserta Didik
serta Tuntutan Lingkungan, c. Prinsip Keseimbangan antara
Etika, Logika, Estetika dan Kinestetika, d. Prinsip
Penguatan Integritas Nasional, e. Prinsip Pengetahuan dan
Teknologi Informasi, f. Prinsip Pengembangan Keterampilan
Hidup, g. Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan), h.
Prinsip Belajar Sepanjang Haya
3. Empat peran yang harus dijalankan oleh guru dalam
mengembangkan kurikulum,
yaitu:Sebagai implementer (pelaksana) kurikulum,
Sebagai developer (pengembang) kurikulum,
Sebagai adapter (penyelaras) kurikulum,
ebagai researcher (peneliti) kurikulum.
Sedangkan lesson study adalah kegiatan yang dilakukan oleh
seorang guru/sekelompok guru yang bekerja sama dengan
orang lain (dosen, guru mata pelajaran yang sama/ guru
satu tingkat kelas yang sama, atau guru lainya),
4. Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat
(19) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.Pengembangan Kurikulum 2013
31
merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum
Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004
dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilansecara terpadu.
5. religius berarti: bersifat religi atau keagamaan atau
yang bersangkut paut dengan religi (keagamaan).
Penciptaan suasan religius berarti menciptakan suasana
atau iklim kehidupan keagamaan. Dalam konteks pendidikn
gama Islam di sekolah/madrasah/perguruan tinggi berarti
penciptaan suasana atau iklim kehidupan keagamaan Islam
yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup
yang bernapaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai
agama Islam, yang diwujudkan dalam sikap hidup serta
ketrampilan hidup oleh para warga sekolah/madrasah atau
sivitas akademika
32
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di
Sekolah,Madrasah dan Perguruan Tinggi. (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada)
Rohmad, Ali. 2004. Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Pt. Bina
Ilmu)
Zaini, Muhammad. . 2009. Pengmbangan Kurikulum Konsep
Implementasi Evaluasi
dan Inovasi, (Yogyakarta: Teras)
Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum.
(Bandung: Remaja Rosdakarya)
Muhaimin dkk, 2005. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di
Perguruan Tinggi Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,)
Muhaimin dkk, 2008. Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) pada Sekolah dan Madrasah. (Jakarta: Rajawali Pers,)
Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. (Bandung:
Bumi Aksara,)
33
Mulyasa, 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. (Bandung:
Remaja Rosdakarya,)
Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta:
Kencana Prenada,)
Sagala, Syaiful, 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga
Kependidikan (Bandung: Alfabeta,)
Tim MEDP, 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam,)
Suyanto dan Djihad Hisyam, 2000. Pendidikan di Indonesia
Memasuki Milenium III, (Jakarta: Adicita Karya Nusa,)
Kemendikbud, modul pelatihan implementasi kurikulum 2013 (Jakarta:
badan pengembang SDM pendidikan dan kebudayaan dan penjaminan
mutu pendidikan)
Muhaimin, et. Al., 2008. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya
Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya)
34