komponen kurikulum
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of komponen kurikulum
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kurikulum secara bahasa berasal dari bahasa yunani
yang semula digerakan dalam bidang olahraga yaitu
currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang
harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start
sumpai finish1. Pengertian ini kemudian digunakan dalam
pendidikan yang diartikan sebagai seperangkat rencana
dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan
pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.2
Kurikulum merupakan bagian dan sistem pendidikan
yang tidak bisa dipisahkan dengan komponen sistem
lainnya. Tanpa Kurikulum suatu sistem pendidikan tidak
dapat dikatakan sebagai sistem pendidikan yang
sempurna. Ia merupan ruh (spirit) yang menjadi gerak
dinamik suatu sistem pendidikan, Ia juga merupakan
sebuah idea vital yang menjadi landasan bagi
terselenggaranya pendidikan yang baik. Bahkan,1 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2005.h. 1
2 Oemar Hamalik. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT Bumi
Aksara. 2003. h.16.
kurikulum seringkali menjadi tolok ukur bagi kualitas
dan penyelenggaraan pendidikan. Baik buruknya kurikulum
akan sangat menentukan terhadap baik buruknya kualitas
output pendidikan, dalam hal ini, peserta didik.
Kedudukann kurikulum yang strategis memiliki fungsi
holistik dalam dunia pendidikan, ia memiliki peran dan
fungsi sebagai wahana dan media konservasi,
internalisasi, kristalisasi dan transformasi ilmu
pengetahuan, teknologi, seni dan nilai – nilai
kehidupan ummat manusia. Sebagai wahana dan media
konservasi, kurikulum memiliki konstribusi besar dan
strategis bagi pewarisan amanat ilmu pengetahuan yang
diajarkan Allah SWT melalui para nabi dan rosul, para
filosof, para cendikiawan, ulama, akademisi dan para
guru, secara turun temurun, inter dan antar generasi
melalui pengembangan potensi kogntif, afektif dan
psikomotorik para muridnya. Sehingga ilmu pengetahuan
dan nilai-nilai kehidupan dalam kerangka menciptakan
situasi kondusif, dinamis dan kostruktif tatanan dunia
ini berlangsung secara kontinum. Sebagai wahana dan
media intemalisasi, kurikulum berfungsi sebagai alat
untuk memahami, menghayati dan sekaligus mengamalkan
ilmu dan nilai-nilai itu. dalam spektrum relitas
kehidupan yang sangat luas dan universal, juga
kehidupan ini memiliki kebermaknaan, dalam arti nilai
guna dan hasil guna.
Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan
memiliki posisi yang strategis, karena seluruh kegiatan
pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya
kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka
didalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi
yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara
mendalam. Dan pada dasarnya kurikulum merupakan suatu
sistem yang terdiri dari beberapa komponenKomponen-
komponen kurikulum. Peranan penting yang dimiliki
kurikulum ini mengharuskan adanya pengembangan dan
penyempurnaan komponennya dari waktu ke waktu. Hal ini
dikarenakan kurikulum harus mampu menghasil produk
(peserta didik) yang sesuai dengan tunutan zaman dan
kebutuhan masyarakat.
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang
komprehensif, yang mana didalamnya mencakup beberapa
hal diantaranya adalah: perencanaan, penerapan dan
evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal
membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat
keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan
perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta
didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga
implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan
kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi
kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan
kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil
pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang
BAB II
KOMPONEN KURIKULUM
Kurikulum dapat diumpamakan suatu organisme baik
manusia ataupun binatang yang memiliki susunan anatomi
tertentu. Unsur atau komponen-komponen dari anatomi
tubuh kurikulum yang utama adalah : (1) tujuan; (2)
materiatau bahan ajar; (3) strategi, mengajar; (4)
organisasi kurikulum; (5) evaluasi dan (6)
penyempurnaan pengajaran. Keenam komponen tersebut
berkaitan erat antara satu dengan lainnya3.
A. Tujuan Kurikulum
1. Pengertian Tujuan Kurikulum
Tujuan merupakan gambaran harapan, sasaran yang
menjadi acuan bagi semua aktivitas yang dilakukan untuk
mencapainya. Istilah yang lebih populer saat ini yang
digunakan sebagai padanan tujuan, yaitu “Kompetensi”.
Kompetensi merupakan rumusan kemampuan berhubungan
dengan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
harus direfleksikan dalam berfikir dan bertindak secara
konsisten. Tujuan memegang peranan penting, yang akan
mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai
komponen-komponen lainnya. Adapun jenis tujuan bisa
dibedakan dari mulai tujuan yang sangat umum dan
bersifat jangka panjang sampai pada tujuan lebih
3 Nana Syaodih Sukmadinata, pengembangan kurikulum dan praktek,remaja rosdakarya:Bandung halama. 1997. Hlm. 102
spesifik atau jangka pendek (aim, goal, objektif) dengan
urutan sebagai berikut:
a. Tujuan Pendidikan Nasional (Aim)
Tujuan umum kurikulum (aim) merupakan pernyataan
yang melukiskan keidupan yang diharapkan, tujuan atau
hasil yang didasarkan pada pandangan filsafat dan
tidak langsung berhubungan dengan dengan tujuan
sekolah. Tujuan ini mungkin dapat dicapai setelah
seseorang menyelesaikan pendidikan. Barangkali aims
ini dapat disamakan dengan “tujuan pendidikan
nasional” di Indonesia, karena pada tujuan pendidikan
nasional ini dinyatakan keinginan bangsa Indonesia
untuk mencapai suatu hasil pendidikan yang
berlandasakan filsafat hidup bangsa Indonesia yang
bernama Pancasila. Tujuan jenis ini tidak berkaitan
langsung dengan hasil pendidikan di sekolah atau
hasil proses belajar mengajar dalam ruang-ruang
kelas. Aim merupakan target yang pencapaiannya jauh
dari situasi sekolah dan hasilnya mungkin jauh
setelah proses belajar-mengajar di sekolah selesai..
Tujuan pendidikan nasional merupakan sasaran
akhir yang harus menjadi inspirasi bagi setiap
penyelenggara pendidikan pada setiap jenjang, jalur
dan jenis pendidikan di seluruh Indonesia. Dalam
Undang-undang no. 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab4.
b. Tujuan Institusional (Goal)
Tujuan Institusional (Goals) adalah sasaran,
harapan atau arah yang harus menjadi acuan untuk
dicapai oleh setiap lembaga pendidikan sesuai dengan
jalur, jenjang dan jenis pendidikannya. Goal
merupakan tujuan antara yang terletak antara aims dan
objectives, dengan kata lain adalah hasil proses belajar
menurut suatu sistem sekolah.5 Istilah yang digunakan saat
ini sebagai padanan tujuan institusional ialah
“Standar Kompetensi Lulusan/SKL”.
Goals lebih umum dari objectives dan bukan
merupakan hasil langsung proses belajar dalam ruang
kelas dan untuk mencapainya memerlukan seperangkat
objectives. Contohnya antara lain adalah kemampuan
berpikir analitik dan berpikir kritis, mengapresiasi
dan mengamalkan ajaran agama Islam dan lain
sebagainya. Barangkali di Indonesia goals ini dapat
4 Undang-Undang Sisdiknas (Sitem Pendidikan Nasional).(Jakarta: Sinar Grafika, 2008.). hlm. 7.
5 Zais, Robert S, Curriculum Principle and Foundation, (New York:Thoms Ciowell Company, 9176) , hlm. 306
disamakan dengan tujuan kurikulum sekolah atau tujuan
institusional.
Tujuan Pendidikan Lembaga merupakan sasaran,
harapan atau arah yang harus menjadi acuan untuk
dicapai oleh setiap lembaga pendidikan sesuai dengan
jalur, jenjang dan jenis pendidikannya. Istilah yang
digunakan saat ini sebagai padanan tujuan
institusional ialah “Standar Kompetensi Lulusan/SKL”
Misalnya tujuan lembaga pendidikan dasar ialah
“Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.” (Peraturan Mendiknas no. 23 Tahun 2006).
c. Tujuan Kurikuler (Objectif)
Tujuan Kurikuler (objectif) merupakan
kemampuan/kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa
setelah mempelajari suatu mata pelajaran atau
kelompok mata pelajaran. Adapun istilah yang saat
ini digunakan sebagai padanan tujuan mata pelajaran
(kurikuler) yaitu “standar kompetensi”.
d. Tujuan Pembelajaran (Instruksional)
Tujuan Pembelajaran (Instruksional) adalah
penjabaran dari institusional (goal) dan tujuan
kurikuler (Objectif) yang merupakan rumusan
kemampuan/kompetensi (pengetahuan, sikap,
keterampilan) yang harus dimiliki secara segera dan
bisa diketahui hasilnya setelah setiap pembelajaran
berakhir. Istilah yang digunakan saat ini sebagai
padanan tujuan pembelajaran adalah “kompetensi dasar
dan indikator” pembelajaran6.
Tujuan instruksional mengandung dua komponen
yaitu komponen isi dan komponen proses. Komponen isi
berfokus pada memperoleh fakta, konsep, prinsip-
prinsip yang berhubungan dengan topik yang
dipelajari. Sedangkan komponen proses menitik
beratkan perhatian pada kegiatan, pelaksanaan
kegiatan yang berkaitan dengan topik.
2. Kreteria Tujuan Kurikulum
Tujuan merupakan dasar orientasi sekaligus sesuatu
yang akan dicapai dalam semua program kegiatan
pendidikan. Seperti dikatakan Hilda Taba dalam (Davies,
1976) terdapat banyak hal yang terlibat dalam kegiatan
kurikulum atau pengajaran, yaitu siswa, materi
pengajaran, guru, kelas, dan varaisi-variasi aktivitas
lain yang kompleks. Untuk mengikat kesemuanya itu agar
dapat berjalan secara harmonis, tidak saling
bertentangan diperlukan tujuan, penekanan yang
konsisten, yang berfungsi mengikat dan menyatukan
program-program kegiatan tersebut. Tanpa tujuan yang
jelas mustahil kesemuanya itu dapat dilaksanakan dengan
baik.7
6 Zainal Arifin, Komponen dan Organisasi Kurikulum. (Bandung : PTRemaja Rosdakarya, 2011), hlm. 88.7 ? Davies, Ivor K, Objectives In Curriculum Design, (London: Megraw-Holl Book Company. 1976), hlm. 56.
Kurikulum sekolah yang disusun bagaimanapun juga
dimaksudkan agar dapat dilaksanakan dengan efektif dan
efesien. Karenanya tujuan merupakan faktor yang paling
menentukan, maka penyusunan tujuan-tujuan itu harus
benar-benar dipertimbangkan dengan cermat. Hal itu
mengingat bahwa tujuan yang disusun itu tidak dengan
sendirinya pasti baik, jelas, dan teliti, sebagai
contoh kita kadang menemukan kerepotan dalam
menafsirkan suatu tujuan dalam kurikulum. Menurut Kaber
menetapkan tujuan merupakan proses analisis yang
menuntut suatu keterampilan, keahlian tersendiri. Untuk
itu perlu adanya suatu langkah-langkah yang harus
ditempuh dalam menganalisis suatu tujuan
pendidikan/pengajaran8. Langkah-langkah tersebut
dijabarkannya sebagai berikut:
Mengidentifikasi KlasifikasiMenetapkanPentingnya jenis tujuan
Tujuan
Penshahihan Mencek berdasarSpesifikasi Analisis
Tujuan kan kriteria
Tujuan Tujuan
8 ? Kaber, Achacius, Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: DirjenDikti, Proyek Pengembangan Lembaga dan Tenaga Kependidikan. 1988).hlm. 108
Merumuskan tujuan seperti dijelaskan sebelumnya
harus runtun yaitu tujuan umum dijabarkan pada tujuan
khusus. Selanjut tujuan khusus diteliti jenis-jenisnya,
dinilai kepentingannya dan dicek berdasarkan kriteria,
syarat-syarat tujuan lebih formal dan terinci, sehinga
setiap komponen yang ada tidak terlampaui. Ada beberapa
hal yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan tujuan
yang merupakan kriteria tujuan yang baik seperti
berikut ini:
a. Tujuan harus selalu kosisten dengan tujuan tingkat
di atasnya. Tujuan-tujuan yang bersifat penjabaran
dari suatu tujuan yang lebih tinggi jenjangnya harus
sesuai atau tidak bertentangan dengan hal-hal yang
diisayaratkan oleh tujuan tersebut. Misalnya tujuan
instruksional yang dijabarkan langsung dari tujuan
kurikuler harus mencerminkan tujuan kurikuler itu9.
b. Tujuan harus tepat seksama dan teliti. Tujuan hanya
berguna jika ia dirumuskan secara teliti dan tepat
sehingga memungkinkan orang mempunyai kesamaan
pengertian terhadapnya. Perumusan tujuan yang cermat
akan memungkinkan kita untuk melaksanakannya dengan
penuh kepastian. Ketelitian berhubungan dengan skope
tujuan, walau tidak untuk menentukan berapa banyak
harus terkandung materi pelajaran dalam suatu
tujuan. Identifikasi tujuan khusus pencapaiannya
9 ? David Pratt,. Curriculum Design and Development, (New York:Harcout Brace Jovanovich, Inc. 1980) Hlm. 85.
akan terlihat dalam penampilan (peformance) atau
bentuk tingkah laku. Perumusan dalam hal ini sering
ditentukan oleh situasi. Prinsip umum tentang
ketelitian perumusan tujuan adalah: nyatakan tujuan
dengan seteliti mungkin untuk dapat menggambarkan
secara jelas keluaran belajar dan memberi petunjuk
kepada pembuat desain, guru dan penilai hasil.10
c. Tujuan harus diidentifikasikan secara spesifik yang
menggambarkan keluaran belajar yang dimaksudkan.
Tujuan yang dirumuskan harus menunjuk pada
pengertian keluaran dari pada kegiatan. Tujuan yang
menunjukkan tingkat kemampuan atau pengetahuan siswa
merupakan maksud utama kurikulum. Akan tetapi jika
ia tidak pernah mengidentifikasi keluarannya, ia
bukanlah tujuan kurikulum yang kualifait.
d. Tujuan bersifat relevan dan berfungsi. Masalah
kerelevansian berhubungan dengan persoalan personal
dan sosial, atau masalah praktis yang dihadapi
individu dan masyarakat. Memang harus diakui bahwa
terdapat perbedaan pengertian tentang kerelevansian
itu karena adanya perbedaan masalah dan kepentingan
antara tiap individu dan masyarakat. Jadi
kerelevansian itu berkaitan dengan pengertian untuk
siapa dan kapan. Di samping relevan, tujuan pun
harus berfungsi personal maupun sosial. Suatu tujuan
dikatakan berfungsi personal jika ia memberi manfaat
10 David Pratt,. Ibid.
bagi individu yang belajar untuk masa kini dan masa
akan datang, dan berfungsi sosial jika ia memberi
mafaat bagi masyarakat di samping pelajar. 11
e. Tujuan harus mempunyai kemungkinan untuk dicapai.
Tujuan yang dirumuskan harus memungkinkan orang,
pelaksana kurikulum untuk mencapainya sesuai
kemampuan yang ada. Masalah kemampuan itu berkaitan
dengan masalah tenaga, tingkat sekolah, waktu, dana,
skope materi, fasilitas yang tersedia, dan
sebagainya. Perumusan tujuan yang terlalu muluk
(karena terasa lebih ideal) dan melupakan faktor
kemampuan atau realitas hanya akan berakibat tujuan
itu tak tercapai. Suatu program kegiatan dikatakan
efektif jika hasil yang dicapai dapat sesuai atau
paling tidak, tidak terlalu jauh berbeda dengan
perencanaan.
f. Tujuan harus memenuhi kriteria kepantasan
worthwhilness. Pengertian “pantas” mengarah pada
kegiatan memilih tujuan yang dianggap lebih memiliki
potensi, bersifat mendidik, dan lebih bernilai.
Memang agak sulit menentukan tujuan yang lebih
pantas karena dalam hal ini orang bisa mengalami
perbedaan kesepakatan pengertian. Secara umum kita
boleh mengatakan bahwa kriteria kepantasan harus
didasarkan pada pertimbangan objektif, dengan
11 ? Davies, Ivor K, Objectives In Curriculum Design, (LondonMegraw-Holl Book Company. 1976), hlm. 17
argumentasi yang objektif.12 Dalam hal ini Profesor
Peter dalam menyarankan tiga kriteria (1) aktivitas
harus berfungsi dari waktu ke waktu, (2) aktivitas
harus bersifat selaras dan seimbang dari pada
bersaing, mengarah ke keharomonisan secara
keseluruhan, dan (3) aktivitas harus bernilai dan
sungguh-sungguh khususnya yang menunjang dan
memajukan keseluruhan kualitas hidup.
Secara lebih khusus lagi terutama dalam
merumuskan tujuan kurikulum, Kaber (1988)
mengemukakan ada tujuh kriteria yang harus dipenuhi
dalam merumuskan tujuan kurikulum yang mengarah
kepada tingkah laku, seperti berikut ini: (1)
Menunjukkan hasil belajar yang spesifik, (2)
Memperlihatkan konsistensi, (3) Memperlihatkan
ketepatan, (4) Memperlihatkan kelayakan, (6)
Memperlihatkan fungsionalitas, (7) Memperlihatkan
signifikasi, (8) Memperlihatkan keserasian.13
3. Taksonomi Tujuan Kurikulum
Menurut Bloom, dengan bukunya Taxonomy of
Educational Objectives terbitan 1965, bentuk perilaku
sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan
kedalam 3 domain, yaitu: Domain Kognitif, afektif, dan
psikomotorik14.
12 Davies, Ivor K,Op cit. Hlm.1813 Kaber, Achacius, Op.Cit. hlm. 10814 Arifin, Zaenal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011), hlm. 36.
a. Kogintif
Kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan
dengan kemampuan intelektual seperti mengingat dan
memecahkan masalah. Domain kognitif terbagi menjadi
6 tingkatan yaitu; Pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehension), penerapan (application), analisa,
sintesis dan evaluasi.
b. Domain Afektif
Afektif berkenaan dengan sikaf, nilai-nilai dan
afresiasi. Domain ini memiliki 5 tingkatan, yaitu;
Penerimaan, merespon, menghargai, mengorganisasi,
dan karakterisasi nilai.
c. Domain Psikomotor
Psikomotor adalah tujuan yang berhubungan dengan
kemampuan keterampilan atau skill seseorang. Dan
tingkatannya yaitu; Persepsi (perception), kesiapan,
meniru (imitation), membiasakan (habitual),
menyesuaikan (adaption), dan menciptakan
(organization).
B. Konten/Isi Kurikulum
C. Organisasi Kurikulum
Organisasi kurikulum adalah struktur program
kurikulum yang berupa kerangka umum program-
pengajaran pengajaran yang akan disampaikan kepada
peserta didik (Nurgiantoro, 1988: 111). Adapun S.
Nasution (1989: 80) menyebutkan dilihat dari
organisasi kurikulum terdapat 3 tipe atau bentuk
kurikulum, yakni: (1) Separated Subject Curriculum;
(2) Correlated Curriculum; (3) Integrated
Curriculum. Sebenarnya pemisahan tersebut lebih
bersifat teoritis, karena pada kenyataannya tidak
ada kurikulum yang secara mutlak mendasarkan pada
salah satu bentuk saja tanpa mengaitkannya dengan
yang lain. Berikut uraian dari organisasi kurikulum:
a. Separated Subject Curriculum
Pada bentuk ini, bahan dikelompokkan pada mata
pelajaran yang terpisah dan tidak mempunyai kaitan
sama sekali. Sehingga banyak jenis mata pelajaran
menjadi sempit ruang lingkupnya. Jumlah mata
pelajaran yang diberikan cukup bervariasi bergantung
pada tingkat dan jenis sekolah yang bersangkutan.
Dalam praktek penyampaian pengajarannya, tanggung
jawab terletak pada masing-masing guru atau pendidik
yang menangani suatu mata pelajaran yang
dipegangnya.
Kurikulum yang disusun dalam bentuk terpisah ini
lebih bersifat subject centered, berpusat ada bahan
pelajaran daripada child centered yang berpusat pada
minat dan kebutuhan anak. Dari segi ini jelas
kurikulum bentuk terpisah sangat menekankan
pembentukan intelektual dan kurang mengutamakan
pembentukan kepribadian anak secara keseluruhan.
Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari
kurikulum ini, antara lain:
1) Penyajian bahan pelajaran dapat disusun
secara logis dan sistematis;
2) Organisasi kurikulum bentuk ini sangat
sederhana dan tidak terlalu sulit untuk
direncanakan, serta mudah dilaksanakan
3) Mudah dievaluasi dan dites
4) Dapat digunakan dari tingkat sekolah dasar
sampai perguruan tinggi
5) Pendidik atau guru sebagai pelaksana
kurikulum dalam mempergunakannya lebih mudah
6) Tidak sulit untuk diadakan perubahan-
perubahan
7) Lebih tersusun secara sistematis.
Di samping adanya keuntungan kurikulum bentuk
tersebut, ada juga beberapa kelemahan dari bentuk
separated subject curriculum, sebagai berikut:
a) Bentuk mata pelajaran yang terpisah dengan
lainnya tidak relevan dengan kenyataan dan tidak
mendidik anak dalam menghadapi stuasi kehidupan
mereka;
b) Tidak memperhatikan masalah sosial
kemasyarakatan yang dihadapi peserta didik secara
faktual dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini
disebabkan hanya berpedoman pada apa yang tertera
dalam buku atau teks
c) Kurang memperhatikan faktor-faktor kejiwaan
peserta didik
d) Tujuan kurikulum ini sangat terbatas dan
kurang memperhatikan pertumbuhan jasmani,
perkembangan emosional dan sosial peserta didik
serta hanya memusatkan pada perkembangan intelektual
e) Kurikulum semacam ini kurang mengembangkan
kemampuan berfikir, karena mengutamakan penguasaan
dan pengetahuan dengan cara hafalan
f) Separated curriculum ini cenderung menjadi
statis dan tidak bersifat inovatif.
Correlated Curriculum
Correlated curriculum adalah bentuk kurikulum yang
menunjukkan adanya suatu hubungan antara satu mata
pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, tetapi
tetap memperhatikan karakteristik tiap mata
pelajaran tersebut. Hubungan antar mata pelajaran
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Ø Pertama, insidental artinya secara kebetulan ada
hubungan antar mata pelajaran yang satu dengan mata
pelajaran lainnya. Misalnya mata pelajaran IPA
disinggung tentang mata pelajaran geografi dan
sebagainya.
Ø Kedua, menghubungkan secara lebih erat jika
terdapat suatu pokok bahasan yang dibicarakan dalam
berbagai mata pelajaran. Misalnya masalah moral dan
etika dibicarakan dalam mata pelajaran agama.
Ø Ketiga, batas mata pelajaran disatukan dan
difungsikan dengan menghilangkan batasan masing-
masing mata pelajaran. Penggabungan antara beberapa
mata peajaran menjadi satu disebut sebagai broad
field. Misalnya mata pelajaran bahasa merupakan
peleburan dari mata pelajaran membaca, tata bahasa,
menulis, mengarang,menyimak dan pengetahuan bahasa.
Organisasi kurikulum yang disusun dalam bentuk
correlated mempunyai beberapa keunggulan dan
kelemahan. Beberapa keunggulan yang dimaksud antara
lain:
1) Menunjukkan adanya integrasi pengetahuan
kepada peserta didik, yang mana dalam pelajaran
disoroti dari berbagai bidang dan disiplin ilmu
2) Dapat menambah interes dan minat peserta
didik terhadap adanya hubungan antara berbagai mata
pelajaran;
3) Pengetahuan dan pemahaman peserta didik akan
lebih mudah dalam dengan penguraian dan penjelasan
dari berbagai mata pelajaran
4) Adanya kemungkinan untuk menggunakan ilmu
pengetahuan lebih fungsional
5) Lebih mengutamakan pada pemahaman dari
prinsip-prinsip daripada pengetahuan (knowledge) dan
penguasaan fakta-fakta.
Selain itu correlated curriculum juga mempunyai
kelemahan, antara lain:
a) Bahan yang disajikan tidak berhubungan
secara langsung dengan kebutuhan dan minat peserta
didik
b) Pengetahuan yang diberikan tidak mendalam
dan kurang sistematis pada berbagai mata pelajaran
c) Urutan penyusunan dan penyajian bahan tidak
secara logis dan sistematis;
d) Kebanyakan di antara para pendidik atau guru
kurang menguasai antar disiplin ilmu, sehingga
mengaburkan pemahaman peserta didik atau siswa.
c. Integrated Curriculum
Dalam integrated curriculum mata pelajaran
dipusatkan pada suatu masalah atau unit tertentu.
Dengan adanya kebulatan bahan pelajaran diharapkan
dapat terbentuk kebulatan pribadi peserta didik yang
sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Oleh karena
itu, hal-hal yang diajarkan di sekolah harus
disesuaikan dengan situasi, masalah dan kebutuhan
kehidupan di luar sekolah.
Organisasi kurikulum ini mempunyai kelebihan,
sebagai berikut:
1) Segala permasalahan yang dibicarakan dalam
unit sangat bertalian erat
2) Sangat sesuai dengan perkembangan moderen
tentang belajar mengajar
3) Memungkinkan adanya hubungan antara sekolah
dan masyarakat
4) Sesuai dengan ide demokrasi, dimana peserta
didik dirangsang untuk berpikir sendiri, bekerja
sendiri dan memikul tanggung jawab bersama serta
bekerja sama dalam kelompok
5) Penyajian bahan disesuaikan dengan kemampuan
individu, minat dan kematangan peserta didik baik
secara individu maupun secara kelompok.
Adapun kelemahan dari organisasi kurikulum ini
adalah:
a) Pendidik atau guru tidak dilatih melakukan
kurikulum semacam ini
b) Organisasinya tidak logis dan kurang
sistematis
c) Terlalu memberatkan tugas pendidik
d) Kurang memungkinkan untuk dilaksanakan ujian
umum
e) Peserta didik dianggap tidak mampu ikut
serta dalam menentukan kurikulum;
f) Sarana dan prasarana yang kurang memadai
untuk menunjang pelaksanaan kurikulum tersebut.
D. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum.
Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum
dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian
tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan
melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana
dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum
evaluation may be defined as the estimation of
growth and progress of students toward objectives or
values of the curriculum”
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi
kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja
kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai
kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak
hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga
relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility)
program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-
hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu
meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of
personnel in charger of it, the capacity of
students, the relative importance of various
subject, the degree to which objectives are
implemented, the equipment and materials and so on.”
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya
suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya
ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi
kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk
mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau
komponen-komponen tertentu saja dalam sistem
kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum
penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan
dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna
diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan
mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat
evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of
value and valuing, orientation to goals,
comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and
validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada
dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah
satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah
dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang
digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif
berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang
digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif,
seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes
diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk
mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan,
questionnare, inventori, interview, catatan anekdot
dan sebagainya
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik
untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya
maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum
itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat
digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan
dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan
menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan
dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat
digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para
pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan
membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan
pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu
pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan
lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih Sukmadinata,
1997)
Selanjutnya, Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
mengemukakan tiga pendekatan dalam evaluasi
kurikulum, yaitu : (1) pendekatan penelitian
(analisis komparatif); (2) pendekatan obyektif; dan
(3) pendekatan campuran multivariasi.
Di samping itu, terdapat beberapa model evaluasi
kurikulum, diantaranya adalah Model CIPP (Context,
Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada
pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti :
karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan
program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan
mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi
model ini bermaksud membandingkan kinerja
(performance) dari berbagai dimensi program dengan
sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai
pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan
kelemahan program yang dievaluasi. Model ini
kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan
program pendidikan atas empat dimensi, yaitu :
Context, Input, Process dan Product. Menurut model
ini keempat dimensi program tersebut perlu
dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program
pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari
keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
Context; yaitu situasi atau latar belakang yang
mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi
pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang
bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau
unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin
dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu,
masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja
yang bersangkutan, dan sebagainya.
Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan
untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen
kurikulum, dan materi pembelajaran yang
dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana,
media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan
tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar
mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh
para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program
pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka
lebih panjang.