komponen kurikulum

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum secara bahasa berasal dari bahasa yunani yang semula digerakan dalam bidang olahraga yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start sumpai finish 1 . Pengertian ini kemudian digunakan dalam pendidikan yang diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. 2 Kurikulum merupakan bagian dan sistem pendidikan yang tidak bisa dipisahkan dengan komponen sistem lainnya. Tanpa Kurikulum suatu sistem pendidikan tidak dapat dikatakan sebagai sistem pendidikan yang sempurna. Ia merupan ruh (spirit) yang menjadi gerak dinamik suatu sistem pendidikan, Ia juga merupakan sebuah idea vital yang menjadi landasan bagi terselenggaranya pendidikan yang baik. Bahkan, 1 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi , PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2005. h. 1 2 Oemar Hamalik. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2003. h.16.

Transcript of komponen kurikulum

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah

Kurikulum secara bahasa berasal dari bahasa yunani

yang semula digerakan dalam bidang olahraga yaitu

currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang

harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start

sumpai finish1. Pengertian ini kemudian digunakan dalam

pendidikan yang diartikan sebagai seperangkat rencana

dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan bahan

pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan pendidikan tertentu.2

Kurikulum merupakan bagian dan sistem pendidikan

yang tidak bisa dipisahkan dengan komponen sistem

lainnya. Tanpa Kurikulum suatu sistem pendidikan tidak

dapat dikatakan sebagai sistem pendidikan yang

sempurna. Ia merupan ruh (spirit) yang menjadi gerak

dinamik suatu sistem pendidikan, Ia juga merupakan

sebuah idea vital yang menjadi landasan bagi

terselenggaranya pendidikan yang baik. Bahkan,1 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,

Madrasah, dan Perguruan Tinggi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2005.h. 1

2 Oemar Hamalik. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT Bumi

Aksara. 2003. h.16.

kurikulum seringkali menjadi tolok ukur bagi kualitas

dan penyelenggaraan pendidikan. Baik buruknya kurikulum

akan sangat menentukan terhadap baik buruknya kualitas

output pendidikan, dalam hal ini, peserta didik.

Kedudukann kurikulum yang strategis memiliki fungsi

holistik dalam dunia pendidikan, ia memiliki peran dan

fungsi sebagai wahana dan media konservasi,

internalisasi, kristalisasi dan transformasi ilmu

pengetahuan, teknologi, seni dan nilai – nilai

kehidupan ummat manusia. Sebagai wahana dan media

konservasi, kurikulum memiliki konstribusi besar dan

strategis bagi pewarisan amanat ilmu pengetahuan yang

diajarkan Allah SWT melalui para nabi dan rosul, para

filosof, para cendikiawan, ulama, akademisi dan para

guru, secara turun temurun, inter dan antar generasi

melalui pengembangan potensi kogntif, afektif dan

psikomotorik para muridnya. Sehingga ilmu pengetahuan

dan nilai-nilai kehidupan dalam kerangka menciptakan

situasi kondusif, dinamis dan kostruktif tatanan dunia

ini berlangsung secara kontinum. Sebagai wahana dan

media intemalisasi, kurikulum berfungsi sebagai alat

untuk memahami, menghayati dan sekaligus mengamalkan

ilmu dan nilai-nilai itu. dalam spektrum relitas

kehidupan yang sangat luas dan universal, juga

kehidupan ini memiliki kebermaknaan, dalam arti nilai

guna dan hasil guna.

Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan

memiliki posisi yang strategis, karena seluruh kegiatan

pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya

kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka

didalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi

yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara

mendalam. Dan pada dasarnya kurikulum merupakan suatu

sistem yang terdiri dari beberapa komponenKomponen-

komponen kurikulum. Peranan penting yang dimiliki

kurikulum ini mengharuskan adanya pengembangan dan

penyempurnaan komponennya dari waktu ke waktu. Hal ini

dikarenakan kurikulum harus mampu menghasil produk

(peserta didik) yang sesuai dengan tunutan zaman dan

kebutuhan masyarakat.

Pengembangan kurikulum adalah istilah yang

komprehensif, yang mana didalamnya mencakup beberapa

hal diantaranya adalah: perencanaan, penerapan dan

evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal

membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat

keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan

perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta

didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga

implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan

kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi

kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan

kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil

pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang

telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu

sendiri.

BAB II

KOMPONEN KURIKULUM

Kurikulum dapat diumpamakan suatu organisme baik

manusia ataupun binatang yang memiliki susunan anatomi

tertentu. Unsur atau komponen-komponen dari anatomi

tubuh kurikulum yang utama adalah : (1) tujuan; (2)

materiatau bahan ajar; (3) strategi, mengajar; (4)

organisasi kurikulum; (5) evaluasi dan (6)

penyempurnaan pengajaran. Keenam komponen tersebut

berkaitan erat antara satu dengan lainnya3.

A. Tujuan Kurikulum

1. Pengertian Tujuan Kurikulum

Tujuan merupakan gambaran harapan, sasaran yang

menjadi acuan bagi semua aktivitas yang dilakukan untuk

mencapainya. Istilah yang lebih populer saat ini yang

digunakan sebagai padanan tujuan, yaitu “Kompetensi”.

Kompetensi merupakan rumusan kemampuan berhubungan

dengan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang

harus direfleksikan dalam berfikir dan bertindak secara

konsisten. Tujuan memegang peranan penting, yang akan

mengarahkan semua kegiatan pengajaran dan mewarnai

komponen-komponen lainnya. Adapun jenis tujuan bisa

dibedakan dari mulai tujuan yang sangat umum dan

bersifat jangka panjang sampai pada tujuan lebih

3 Nana Syaodih Sukmadinata, pengembangan kurikulum dan praktek,remaja rosdakarya:Bandung halama. 1997. Hlm. 102

spesifik atau jangka pendek (aim, goal, objektif) dengan

urutan sebagai berikut:

a. Tujuan Pendidikan Nasional (Aim)

Tujuan umum kurikulum (aim) merupakan pernyataan

yang melukiskan keidupan yang diharapkan, tujuan atau

hasil yang didasarkan pada pandangan filsafat dan

tidak langsung berhubungan dengan dengan tujuan

sekolah. Tujuan ini mungkin dapat dicapai setelah

seseorang menyelesaikan pendidikan. Barangkali aims

ini dapat disamakan dengan “tujuan pendidikan

nasional” di Indonesia, karena pada tujuan pendidikan

nasional ini dinyatakan keinginan bangsa Indonesia

untuk mencapai suatu hasil pendidikan yang

berlandasakan filsafat hidup bangsa Indonesia yang

bernama Pancasila. Tujuan jenis ini tidak berkaitan

langsung dengan hasil pendidikan di sekolah atau

hasil proses belajar mengajar dalam ruang-ruang

kelas. Aim merupakan target yang pencapaiannya jauh

dari situasi sekolah dan hasilnya mungkin jauh

setelah proses belajar-mengajar di sekolah selesai..

Tujuan pendidikan nasional merupakan sasaran

akhir yang harus menjadi inspirasi bagi setiap

penyelenggara pendidikan pada setiap jenjang, jalur

dan jenis pendidikan di seluruh Indonesia. Dalam

Undang-undang no. 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab4.

b. Tujuan Institusional (Goal)

Tujuan Institusional (Goals) adalah sasaran,

harapan atau arah yang harus menjadi acuan untuk

dicapai oleh setiap lembaga pendidikan sesuai dengan

jalur, jenjang dan jenis pendidikannya. Goal

merupakan tujuan antara yang terletak antara aims dan

objectives, dengan kata lain adalah hasil proses belajar

menurut suatu sistem sekolah.5 Istilah yang digunakan saat

ini sebagai padanan tujuan institusional ialah

“Standar Kompetensi Lulusan/SKL”.

Goals lebih umum dari objectives dan bukan

merupakan hasil langsung proses belajar dalam ruang

kelas dan untuk mencapainya memerlukan seperangkat

objectives. Contohnya antara lain adalah kemampuan

berpikir analitik dan berpikir kritis, mengapresiasi

dan mengamalkan ajaran agama Islam dan lain

sebagainya. Barangkali di Indonesia goals ini dapat

4 Undang-Undang Sisdiknas (Sitem Pendidikan Nasional).(Jakarta: Sinar Grafika, 2008.). hlm. 7.

5 Zais, Robert S, Curriculum Principle and Foundation, (New York:Thoms Ciowell Company, 9176) , hlm. 306

disamakan dengan tujuan kurikulum sekolah atau tujuan

institusional.

Tujuan Pendidikan Lembaga merupakan sasaran,

harapan atau arah yang harus menjadi acuan untuk

dicapai oleh setiap lembaga pendidikan sesuai dengan

jalur, jenjang dan jenis pendidikannya. Istilah yang

digunakan saat ini sebagai padanan tujuan

institusional ialah “Standar Kompetensi Lulusan/SKL”

Misalnya tujuan lembaga pendidikan dasar ialah

“Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,

kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk

hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih

lanjut.” (Peraturan Mendiknas no. 23 Tahun 2006).

c. Tujuan Kurikuler (Objectif)

Tujuan Kurikuler (objectif) merupakan

kemampuan/kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa

setelah mempelajari suatu mata pelajaran atau

kelompok mata pelajaran. Adapun istilah yang saat

ini digunakan sebagai padanan tujuan mata pelajaran

(kurikuler) yaitu “standar kompetensi”.

d. Tujuan Pembelajaran (Instruksional)

Tujuan Pembelajaran (Instruksional) adalah

penjabaran dari institusional (goal) dan tujuan

kurikuler (Objectif) yang merupakan rumusan

kemampuan/kompetensi (pengetahuan, sikap,

keterampilan) yang harus dimiliki secara segera dan

bisa diketahui hasilnya setelah setiap pembelajaran

berakhir. Istilah yang digunakan saat ini sebagai

padanan tujuan pembelajaran adalah “kompetensi dasar

dan indikator” pembelajaran6.

Tujuan instruksional mengandung dua komponen

yaitu komponen isi dan komponen proses. Komponen isi

berfokus pada memperoleh fakta, konsep, prinsip-

prinsip yang berhubungan dengan topik yang

dipelajari. Sedangkan komponen proses menitik

beratkan perhatian pada kegiatan, pelaksanaan

kegiatan yang berkaitan dengan topik.

2. Kreteria Tujuan Kurikulum

Tujuan merupakan dasar orientasi sekaligus sesuatu

yang akan dicapai dalam semua program kegiatan

pendidikan. Seperti dikatakan Hilda Taba dalam (Davies,

1976) terdapat banyak hal yang terlibat dalam kegiatan

kurikulum atau pengajaran, yaitu siswa, materi

pengajaran, guru, kelas, dan varaisi-variasi aktivitas

lain yang kompleks. Untuk mengikat kesemuanya itu agar

dapat berjalan secara harmonis, tidak saling

bertentangan diperlukan tujuan, penekanan yang

konsisten, yang berfungsi mengikat dan menyatukan

program-program kegiatan tersebut. Tanpa tujuan yang

jelas mustahil kesemuanya itu dapat dilaksanakan dengan

baik.7

6 Zainal Arifin, Komponen dan Organisasi Kurikulum. (Bandung : PTRemaja Rosdakarya, 2011), hlm. 88.7 ? Davies, Ivor K, Objectives In Curriculum Design, (London: Megraw-Holl Book Company. 1976), hlm. 56.

Kurikulum sekolah yang disusun bagaimanapun juga

dimaksudkan agar dapat dilaksanakan dengan efektif dan

efesien. Karenanya tujuan merupakan faktor yang paling

menentukan, maka penyusunan tujuan-tujuan itu harus

benar-benar dipertimbangkan dengan cermat. Hal itu

mengingat bahwa tujuan yang disusun itu tidak dengan

sendirinya pasti baik, jelas, dan teliti, sebagai

contoh kita kadang menemukan kerepotan dalam

menafsirkan suatu tujuan dalam kurikulum. Menurut Kaber

menetapkan tujuan merupakan proses analisis yang

menuntut suatu keterampilan, keahlian tersendiri. Untuk

itu perlu adanya suatu langkah-langkah yang harus

ditempuh dalam menganalisis suatu tujuan

pendidikan/pengajaran8. Langkah-langkah tersebut

dijabarkannya sebagai berikut:

Mengidentifikasi KlasifikasiMenetapkanPentingnya jenis tujuan

Tujuan

Penshahihan Mencek berdasarSpesifikasi Analisis

Tujuan kan kriteria

Tujuan Tujuan

8 ? Kaber, Achacius, Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: DirjenDikti, Proyek Pengembangan Lembaga dan Tenaga Kependidikan. 1988).hlm. 108

Merumuskan tujuan seperti dijelaskan sebelumnya

harus runtun yaitu tujuan umum dijabarkan pada tujuan

khusus. Selanjut tujuan khusus diteliti jenis-jenisnya,

dinilai kepentingannya dan dicek berdasarkan kriteria,

syarat-syarat tujuan lebih formal dan terinci, sehinga

setiap komponen yang ada tidak terlampaui. Ada beberapa

hal yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan tujuan

yang merupakan kriteria tujuan yang baik seperti

berikut ini:

a. Tujuan harus selalu kosisten dengan tujuan tingkat

di atasnya. Tujuan-tujuan yang bersifat penjabaran

dari suatu tujuan yang lebih tinggi jenjangnya harus

sesuai atau tidak bertentangan dengan hal-hal yang

diisayaratkan oleh tujuan tersebut. Misalnya tujuan

instruksional yang dijabarkan langsung dari tujuan

kurikuler harus mencerminkan tujuan kurikuler itu9.

b. Tujuan harus tepat seksama dan teliti. Tujuan hanya

berguna jika ia dirumuskan secara teliti dan tepat

sehingga memungkinkan orang mempunyai kesamaan

pengertian terhadapnya. Perumusan tujuan yang cermat

akan memungkinkan kita untuk melaksanakannya dengan

penuh kepastian. Ketelitian berhubungan dengan skope

tujuan, walau tidak untuk menentukan berapa banyak

harus terkandung materi pelajaran dalam suatu

tujuan. Identifikasi tujuan khusus pencapaiannya

9 ? David Pratt,. Curriculum Design and Development, (New York:Harcout Brace Jovanovich, Inc. 1980) Hlm. 85.

akan terlihat dalam penampilan (peformance) atau

bentuk tingkah laku. Perumusan dalam hal ini sering

ditentukan oleh situasi. Prinsip umum tentang

ketelitian perumusan tujuan adalah: nyatakan tujuan

dengan seteliti mungkin untuk dapat menggambarkan

secara jelas keluaran belajar dan memberi petunjuk

kepada pembuat desain, guru dan penilai hasil.10

c. Tujuan harus diidentifikasikan secara spesifik yang

menggambarkan keluaran belajar yang dimaksudkan.

Tujuan yang dirumuskan harus menunjuk pada

pengertian keluaran dari pada kegiatan. Tujuan yang

menunjukkan tingkat kemampuan atau pengetahuan siswa

merupakan maksud utama kurikulum. Akan tetapi jika

ia tidak pernah mengidentifikasi keluarannya, ia

bukanlah tujuan kurikulum yang kualifait.

d. Tujuan bersifat relevan dan berfungsi. Masalah

kerelevansian berhubungan dengan persoalan personal

dan sosial, atau masalah praktis yang dihadapi

individu dan masyarakat. Memang harus diakui bahwa

terdapat perbedaan pengertian tentang kerelevansian

itu karena adanya perbedaan masalah dan kepentingan

antara tiap individu dan masyarakat. Jadi

kerelevansian itu berkaitan dengan pengertian untuk

siapa dan kapan. Di samping relevan, tujuan pun

harus berfungsi personal maupun sosial. Suatu tujuan

dikatakan berfungsi personal jika ia memberi manfaat

10 David Pratt,. Ibid.

bagi individu yang belajar untuk masa kini dan masa

akan datang, dan berfungsi sosial jika ia memberi

mafaat bagi masyarakat di samping pelajar. 11

e. Tujuan harus mempunyai kemungkinan untuk dicapai.

Tujuan yang dirumuskan harus memungkinkan orang,

pelaksana kurikulum untuk mencapainya sesuai

kemampuan yang ada. Masalah kemampuan itu berkaitan

dengan masalah tenaga, tingkat sekolah, waktu, dana,

skope materi, fasilitas yang tersedia, dan

sebagainya. Perumusan tujuan yang terlalu muluk

(karena terasa lebih ideal) dan melupakan faktor

kemampuan atau realitas hanya akan berakibat tujuan

itu tak tercapai. Suatu program kegiatan dikatakan

efektif jika hasil yang dicapai dapat sesuai atau

paling tidak, tidak terlalu jauh berbeda dengan

perencanaan.

f. Tujuan harus memenuhi kriteria kepantasan

worthwhilness. Pengertian “pantas” mengarah pada

kegiatan memilih tujuan yang dianggap lebih memiliki

potensi, bersifat mendidik, dan lebih bernilai.

Memang agak sulit menentukan tujuan yang lebih

pantas karena dalam hal ini orang bisa mengalami

perbedaan kesepakatan pengertian. Secara umum kita

boleh mengatakan bahwa kriteria kepantasan harus

didasarkan pada pertimbangan objektif, dengan

11 ? Davies, Ivor K, Objectives In Curriculum Design, (LondonMegraw-Holl Book Company. 1976), hlm. 17

argumentasi yang objektif.12 Dalam hal ini Profesor

Peter dalam menyarankan tiga kriteria (1) aktivitas

harus berfungsi dari waktu ke waktu, (2) aktivitas

harus bersifat selaras dan seimbang dari pada

bersaing, mengarah ke keharomonisan secara

keseluruhan, dan (3) aktivitas harus bernilai dan

sungguh-sungguh khususnya yang menunjang dan

memajukan keseluruhan kualitas hidup.

Secara lebih khusus lagi terutama dalam

merumuskan tujuan kurikulum, Kaber (1988)

mengemukakan ada tujuh kriteria yang harus dipenuhi

dalam merumuskan tujuan kurikulum yang mengarah

kepada tingkah laku, seperti berikut ini: (1)

Menunjukkan hasil belajar yang spesifik, (2)

Memperlihatkan konsistensi, (3) Memperlihatkan

ketepatan, (4) Memperlihatkan kelayakan, (6)

Memperlihatkan fungsionalitas, (7) Memperlihatkan

signifikasi, (8) Memperlihatkan keserasian.13

3. Taksonomi Tujuan Kurikulum

Menurut Bloom, dengan bukunya Taxonomy of

Educational Objectives terbitan 1965, bentuk perilaku

sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan

kedalam 3 domain, yaitu: Domain Kognitif, afektif, dan

psikomotorik14.

12 Davies, Ivor K,Op cit. Hlm.1813 Kaber, Achacius, Op.Cit. hlm. 10814 Arifin, Zaenal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,

(Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011), hlm. 36.

a. Kogintif

Kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan

dengan kemampuan intelektual seperti mengingat dan

memecahkan masalah. Domain kognitif terbagi menjadi

6 tingkatan yaitu; Pengetahuan (knowledge), pemahaman

(comprehension), penerapan (application), analisa,

sintesis dan evaluasi.

b. Domain Afektif

Afektif berkenaan dengan sikaf, nilai-nilai dan

afresiasi. Domain ini memiliki 5 tingkatan, yaitu;

Penerimaan, merespon, menghargai, mengorganisasi,

dan karakterisasi nilai.

c. Domain Psikomotor

Psikomotor adalah tujuan yang berhubungan dengan

kemampuan keterampilan atau skill seseorang. Dan

tingkatannya yaitu; Persepsi (perception), kesiapan,

meniru (imitation), membiasakan (habitual),

menyesuaikan (adaption), dan menciptakan

(organization).

B. Konten/Isi Kurikulum

C. Organisasi Kurikulum

Organisasi kurikulum adalah struktur program

kurikulum yang berupa kerangka umum program-

pengajaran pengajaran yang akan disampaikan kepada

peserta didik (Nurgiantoro, 1988: 111). Adapun S.

Nasution (1989: 80) menyebutkan dilihat dari

organisasi kurikulum terdapat 3 tipe atau bentuk

kurikulum, yakni: (1) Separated Subject Curriculum;

(2) Correlated Curriculum; (3) Integrated

Curriculum. Sebenarnya pemisahan tersebut lebih

bersifat teoritis, karena pada kenyataannya tidak

ada kurikulum yang secara mutlak mendasarkan pada

salah satu bentuk saja tanpa mengaitkannya dengan

yang lain. Berikut uraian dari organisasi kurikulum:

a. Separated Subject Curriculum

Pada bentuk ini, bahan dikelompokkan pada mata

pelajaran yang terpisah dan tidak mempunyai kaitan

sama sekali. Sehingga banyak jenis mata pelajaran

menjadi sempit ruang lingkupnya. Jumlah mata

pelajaran yang diberikan cukup bervariasi bergantung

pada tingkat dan jenis sekolah yang bersangkutan.

Dalam praktek penyampaian pengajarannya, tanggung

jawab terletak pada masing-masing guru atau pendidik

yang menangani suatu mata pelajaran yang

dipegangnya.

Kurikulum yang disusun dalam bentuk terpisah ini

lebih bersifat subject centered, berpusat ada bahan

pelajaran daripada child centered yang berpusat pada

minat dan kebutuhan anak. Dari segi ini jelas

kurikulum bentuk terpisah sangat menekankan

pembentukan intelektual dan kurang mengutamakan

pembentukan kepribadian anak secara keseluruhan.

Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari

kurikulum ini, antara lain:

1) Penyajian bahan pelajaran dapat disusun

secara logis dan sistematis;

2) Organisasi kurikulum bentuk ini sangat

sederhana dan tidak terlalu sulit untuk

direncanakan, serta mudah dilaksanakan

3) Mudah dievaluasi dan dites

4) Dapat digunakan dari tingkat sekolah dasar

sampai perguruan tinggi

5) Pendidik atau guru sebagai pelaksana

kurikulum dalam mempergunakannya lebih mudah

6) Tidak sulit untuk diadakan perubahan-

perubahan

7) Lebih tersusun secara sistematis.

Di samping adanya keuntungan kurikulum bentuk

tersebut, ada juga beberapa kelemahan dari bentuk

separated subject curriculum, sebagai berikut:

a) Bentuk mata pelajaran yang terpisah dengan

lainnya tidak relevan dengan kenyataan dan tidak

mendidik anak dalam menghadapi stuasi kehidupan

mereka;

b) Tidak memperhatikan masalah sosial

kemasyarakatan yang dihadapi peserta didik secara

faktual dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini

disebabkan hanya berpedoman pada apa yang tertera

dalam buku atau teks

c) Kurang memperhatikan faktor-faktor kejiwaan

peserta didik

d) Tujuan kurikulum ini sangat terbatas dan

kurang memperhatikan pertumbuhan jasmani,

perkembangan emosional dan sosial peserta didik

serta hanya memusatkan pada perkembangan intelektual

e) Kurikulum semacam ini kurang mengembangkan

kemampuan berfikir, karena mengutamakan penguasaan

dan pengetahuan dengan cara hafalan

f) Separated curriculum ini cenderung menjadi

statis dan tidak bersifat inovatif.

Correlated Curriculum

Correlated curriculum adalah bentuk kurikulum yang

menunjukkan adanya suatu hubungan antara satu mata

pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, tetapi

tetap memperhatikan karakteristik tiap mata

pelajaran tersebut. Hubungan antar mata pelajaran

dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Ø Pertama, insidental artinya secara kebetulan ada

hubungan antar mata pelajaran yang satu dengan mata

pelajaran lainnya. Misalnya mata pelajaran IPA

disinggung tentang mata pelajaran geografi dan

sebagainya.

Ø Kedua, menghubungkan secara lebih erat jika

terdapat suatu pokok bahasan yang dibicarakan dalam

berbagai mata pelajaran. Misalnya masalah moral dan

etika dibicarakan dalam mata pelajaran agama.

Ø Ketiga, batas mata pelajaran disatukan dan

difungsikan dengan menghilangkan batasan masing-

masing mata pelajaran. Penggabungan antara beberapa

mata peajaran menjadi satu disebut sebagai broad

field. Misalnya mata pelajaran bahasa merupakan

peleburan dari mata pelajaran membaca, tata bahasa,

menulis, mengarang,menyimak dan pengetahuan bahasa.

Organisasi kurikulum yang disusun dalam bentuk

correlated mempunyai beberapa keunggulan dan

kelemahan. Beberapa keunggulan yang dimaksud antara

lain:

1) Menunjukkan adanya integrasi pengetahuan

kepada peserta didik, yang mana dalam pelajaran

disoroti dari berbagai bidang dan disiplin ilmu

2) Dapat menambah interes dan minat peserta

didik terhadap adanya hubungan antara berbagai mata

pelajaran;

3) Pengetahuan dan pemahaman peserta didik akan

lebih mudah dalam dengan penguraian dan penjelasan

dari berbagai mata pelajaran

4) Adanya kemungkinan untuk menggunakan ilmu

pengetahuan lebih fungsional

5) Lebih mengutamakan pada pemahaman dari

prinsip-prinsip daripada pengetahuan (knowledge) dan

penguasaan fakta-fakta.

Selain itu correlated curriculum juga mempunyai

kelemahan, antara lain:

a) Bahan yang disajikan tidak berhubungan

secara langsung dengan kebutuhan dan minat peserta

didik

b) Pengetahuan yang diberikan tidak mendalam

dan kurang sistematis pada berbagai mata pelajaran

c) Urutan penyusunan dan penyajian bahan tidak

secara logis dan sistematis;

d) Kebanyakan di antara para pendidik atau guru

kurang menguasai antar disiplin ilmu, sehingga

mengaburkan pemahaman peserta didik atau siswa.

c. Integrated Curriculum

Dalam integrated curriculum mata pelajaran

dipusatkan pada suatu masalah atau unit tertentu.

Dengan adanya kebulatan bahan pelajaran diharapkan

dapat terbentuk kebulatan pribadi peserta didik yang

sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Oleh karena

itu, hal-hal yang diajarkan di sekolah harus

disesuaikan dengan situasi, masalah dan kebutuhan

kehidupan di luar sekolah.

Organisasi kurikulum ini mempunyai kelebihan,

sebagai berikut:

1) Segala permasalahan yang dibicarakan dalam

unit sangat bertalian erat

2) Sangat sesuai dengan perkembangan moderen

tentang belajar mengajar

3) Memungkinkan adanya hubungan antara sekolah

dan masyarakat

4) Sesuai dengan ide demokrasi, dimana peserta

didik dirangsang untuk berpikir sendiri, bekerja

sendiri dan memikul tanggung jawab bersama serta

bekerja sama dalam kelompok

5) Penyajian bahan disesuaikan dengan kemampuan

individu, minat dan kematangan peserta didik baik

secara individu maupun secara kelompok.

Adapun kelemahan dari organisasi kurikulum ini

adalah:

a) Pendidik atau guru tidak dilatih melakukan

kurikulum semacam ini

b) Organisasinya tidak logis dan kurang

sistematis

c) Terlalu memberatkan tugas pendidik

d) Kurang memungkinkan untuk dilaksanakan ujian

umum

e) Peserta didik dianggap tidak mampu ikut

serta dalam menentukan kurikulum;

f) Sarana dan prasarana yang kurang memadai

untuk menunjang pelaksanaan kurikulum tersebut.

D. Evaluasi Kurikulum

Evaluasi Kurikulum

Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum.

Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum

dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian

tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan

melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana

dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum

evaluation may be defined as the estimation of

growth and progress of students toward objectives or

values of the curriculum”

Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi

kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja

kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai

kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak

hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga

relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility)

program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-

hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu

meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of

personnel in charger of it, the capacity of

students, the relative importance of various

subject, the degree to which objectives are

implemented, the equipment and materials and so on.”

Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya

suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya

ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi

kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk

mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau

komponen-komponen tertentu saja dalam sistem

kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum

penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan

dengan proses dan hasil belajar siswa.

Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna

diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan

mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat

evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of

value and valuing, orientation to goals,

comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and

validity and integration.”

Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada

dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah

satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah

dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang

digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif

berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang

digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif,

seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes

diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk

mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan,

questionnare, inventori, interview, catatan anekdot

dan sebagainya

Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik

untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya

maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum

itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat

digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan

dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan

menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan

dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.

Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat

digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para

pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan

membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan

pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu

pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan

lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih Sukmadinata,

1997)

Selanjutnya, Nana Syaodih Sukmadinata (1997)

mengemukakan tiga pendekatan dalam evaluasi

kurikulum, yaitu : (1) pendekatan penelitian

(analisis komparatif); (2) pendekatan obyektif; dan

(3) pendekatan campuran multivariasi.

Di samping itu, terdapat beberapa model evaluasi

kurikulum, diantaranya adalah Model CIPP (Context,

Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada

pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan

dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti :

karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan

program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan

mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi

model ini bermaksud membandingkan kinerja

(performance) dari berbagai dimensi program dengan

sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai

pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan

kelemahan program yang dievaluasi. Model ini

kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan

program pendidikan atas empat dimensi, yaitu :

Context, Input, Process dan Product. Menurut model

ini keempat dimensi program tersebut perlu

dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program

pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari

keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :

Context; yaitu situasi atau latar belakang yang

mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi

pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang

bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau

unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin

dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu,

masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja

yang bersangkutan, dan sebagainya.

Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan

untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen

kurikulum, dan materi pembelajaran yang

dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana,

media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.

Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan

tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar

mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh

para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.

Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program

pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka

lebih panjang.