Asgment 1 kurikulum

25
PENGENALAN Kurikulum pendidikan merupakan satu wadah penting dalam menjana anjakan paradigma dalam diri setiap individu dan ia juga memainkan peranan penting untuk melahirkan insan deduktif yang dinamik dalam semua aspek kehidupan (Mastura Badzis, 2008). Secara umumnya, pendidikan selalu dikaitkan dengan proses pengajaran dan pembelajaran sesuatu kemahiran, penyampaian ilmu dan juga penerapan nilai. Dalam bentuk yang praktikal, hasil pendidikan seharusnya dapat melahirkan insan yang mampu mengaplikasi ilmu yang dipelajari dan memanfaatkan kemahiran yang dimiliki dalam kehidupan seharian. Dalam konteks kanak-kanak, pendidikan perlu dilihat sebagai satu proses kognitif yang berterusan berkembang serentak dengan perkembangan individu seorang kanak-kanak yang mempelajari apa sahaja yang ada di persekitaran. Dengan adanya ‘ilmu’ atau kemahiran yang diperoleh, ia akan diaplikasikan dalam konteks persekitaran yang pelbagai samada dalam kehidupan sehariannya di

Transcript of Asgment 1 kurikulum

PENGENALAN

Kurikulum pendidikan merupakan satu wadah penting dalam menjana

anjakan paradigma dalam diri setiap individu dan ia juga

memainkan peranan penting untuk melahirkan insan deduktif yang

dinamik dalam semua aspek kehidupan (Mastura Badzis, 2008).

Secara umumnya, pendidikan selalu dikaitkan dengan proses

pengajaran dan pembelajaran sesuatu kemahiran, penyampaian ilmu

dan juga penerapan nilai. Dalam bentuk yang praktikal, hasil

pendidikan seharusnya dapat melahirkan insan yang mampu

mengaplikasi ilmu yang dipelajari dan memanfaatkan kemahiran yang

dimiliki dalam kehidupan seharian.

Dalam konteks kanak-kanak, pendidikan perlu dilihat sebagai

satu proses kognitif yang berterusan berkembang serentak dengan

perkembangan individu seorang kanak-kanak yang mempelajari apa

sahaja yang ada di persekitaran. Dengan adanya ‘ilmu’ atau

kemahiran yang diperoleh, ia akan diaplikasikan dalam konteks

persekitaran yang pelbagai samada dalam kehidupan sehariannya di

ketika itu ataupun sebagai persediaan untuk kehidupannya di masa

akan datang (Department of Education and Science, 1990).

DEFINISI KURIKULUM

Definisi kurikulum oleh kementerian Pendidikan Malaysia ialah

kurikulum merupakan segala rancangan pendidikan yang dikendalikan

oleh sesebuah sekolah atau institusi pendidikan untuk mencapai

matlamat pendidikan. Ia suatu rancangan yang meliputi segala ilmu

pengetahuan, kemahiran, nilai- nilai dan norma, unsur- unsur

kebudayaan dan kepercayaan masyarakat untuk diperturunkan kepada

ahli- ahlinya. Semua pengalaman yang dirancang dan dikemukakan

oleh pihak sekolah (Neagley & Evans, 1992). Semua pengalaman

pembelajaran yang diorganisasikan untuk pelajar- pelajar pada

setiap peringkat dalam institusi pendidikan. (Abdullah Mohd Noor

& Ahmad Jaffin Hassan, 1992 dalam Zaini B. Abdullah, Falsafah dan

Kurukulum Pendidikan). Terdapat juga pendapat daripada beberapa

pakar yang menyatakan bahawa kurikulum sebagai usaha. Usaha

menyeluruh yang dirancang oleh pihak sekolah untuk membimbing

murid memperoleh hasil pembelajaran yang telah ditentukan.

(Inlow, 1976). Menyampaikan prinsip dan unsur utama sesuatu usul

pendidikan dalam keadaan yang terbuka kepada penelitian kritis

dan boleh dikemukakan dengan berkesan secara praktik. (Stenhouse,

1975).

Terdapat juga pendapat dari sesetengah pakar yang

mendefinisikan kurikulum sebagai rancangan di peringkat sekolah

dan dalam bidang pendidikan. Kurikulum ialah semua pembelajaran

yang dirancang dan dibimbing oleh sekolah. (Kerr, 1968 dalam

Zaini B. Abdullah, Falsafah dan Kurikulum Pendidikan). Kurikulum

ialah rancangan yang menyediakan kesempatan pembelajaran bagi

memperoleh pelbagai tujuan menyeluruh dan objektif spesifik yang

berkaitan dengannya. Rancangan ini di bina oleh pusat

persekolahan untuk sesuatu populasi murid sekolah. (Saylor &

Alexander, 1974). Selain itu, terdapat juga definisi yang

menyatakan bahawa kurikulum sebagai unsur kebudayaan. Kurikulum

ialah pilihan daripada berbagai- bagai unsur budaya yang terdiri

daripada ciri sejagat, nilai am dan aspek khusus sesuatu budaya.

(Burtonwood, 1986).

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurikulum tidak hanya sekedar mempelajari mata pelajaran,

tetapi lebih mengembangkan pikiran, menambah wawasan, serta

mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Proses pengembangan

kurikulum ialah kebutuhan untuk menspesifikasi peranan-peranan

lulusan yang harus dilaksanakan dalam bidang pekerjaan tertentu.

Pada dasarnya kurikulum dirancang dengan maksud menggembangkan

siswa agar mampu melaksanakan peranan-peranan itu. Setelah

diadakan spesifikasi peranan yang meletakan batas-batas di

sekitar keseluruhan domain dalam kurikulum tertentu, yang

memungkinkan dilakukannya identifikasi tugas-tugas spesifik dalam

lingkup peranan tersebut.

Pengembangan kurikulum menurut UUSPN No. 20 tahun 2003

dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk

mewujudkan pendidikan nasional . Sejalan dengan itu, ada beberapa

model pengembangan kurikulum. Model pengembangan kurikulum adalah

proses untuk membuat keputusan dan untuk merevisi suatu program

kurikulum. Pada makalah ini akan dibahas empat model pengembangan

kurikulum, yang mencakup ; Model Tyler, menurut Tyler ada 4

langkah pengembangan kurikulum yaitu (1) tujuan sekolah; (2)

pengalaman belajar sesuai dengan tujuan; (3) pengelolaan

pengalaman belajar dan penilaian tujuan belajar sebagai komponen

yang dijadikan perhatian utama. Pada perkembangan selanjutnya,

Taba (1962) mengembangkan model kurikulum yang dapat dikatakan

sebagai refleksi dari tradisi pengembangan kurikulum modern.

Selain Tyler dan Taba tokoh pengembangan kurikulum yang diabahas

pada makalah ini adalah Olivia yang membagi pengembangan

kurikulum menjadi 2 komponen yang saling berkesinambungan dan

Beauchamp yang melibatkan banyak pihak agar mereka merumuskan

tugas dan peran mereka secara jelas.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengembangan kurikulum dengan menggunakan model

Tyler?

2. Bagaimana pengembangan kurikulum dengan menggunakan model

Taba?

3. Bagaimana pengembangan kurikulum dengan menggunakan model

Olivia?

4. Bagaimana pengembangan kurikulum dengan menggunakan model

Beauchamp?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengembangan kurikulum model Tyler

2. Untuk mengetahui pengembangan kurikulum model Taba

3. Untuk mengetahui pengembangan kurikulum model Olivia

4. Untuk mengetahui pengembangan kurikulum model Beauchamp

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Model Pengembangan Tyler Buku yang sangat berpengaruh dalam pengembangan kurikulum

adalah buku milik Ralph Tyler yang diterbitkan pada tahun 1949.Dalam bukunya ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang antaralain adalah :

1. Tujuan pendidikan apa yang ingin dicapai di sekolah ?2. Pengalaman-pengalaman edukatif apa yang dapat

diberikan agar tujuan itu kiranya akan dicapai ?3. Bagaimanakah bahan itu akan diorganisasikan agar

efektif ? 4. Bagaimanakah dapat ditentukan apakah tujuan itu

tercapai ?

Dari pertanyaan-pertanyaan itulah muncul langkah-langkahpengembangan kurikulum Tyler. Langkah-langkahnya adalah sebagaiberikut :

1. Menentukan tujuan pendidikanDalam menentukan tujuan pendidikan hendaknya tidak hanyamemperhiyungkan pendapat para ahli disiplin ilmu namun jugaharus melihat kebutuhan dan minat anak, kebutuhanmasyarakatyang sesuai dengan falsafah pendidikan.

2. Menentukan proses belajar mengajarDalam proses belajar-mengajar harus diperhatikan juga latarbelakang pendidikan dan pengalaman anak serta persepsimasing-masing agar mereka dapat berubah baik dari mental danemosional maupun perilaku.

3. Menentukan organisasi kurikulumPengalaman belajar atau kegiatan belajar harus mempunyaiorganisasi atau struktur tertentu agar mempunyai efek

kumulatif maksimal.bahan itu dapat dioragnisasi berdasarkandisiplin ilmu atau mata pelajaran, broad field atau broadunit.

4. Menentukan cara menilai hasil belajarDalam mengevaluasi menurut Tyler hendaknya jangan hanyaberbentuk tes akan tetapi juga berupa observasi, hasilpekerjaan siswa, kegiatan dan partisipasinya sertamenggunakan metode-metode lainnya agar diperoleh gambaranyang lebih komprehensif tentang taraf tercapainya tujuanpendidikan.

B. Model Taba

Model Taba lebih menitik beratkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan kurikulum. Ada lima langkah pengembangan kurikulum model Taba ini, yaitu :

1. Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah :a. Mendiagnosis kebutuhan. Pada langkah ini, pengembang

kurikulum memulai dengan menentukan kebutuhan-kebutuhan siswa, melalui diagnosa tentang “gaps, berbagai kekurangan (deficiencies), dan perbedaan latar belakang siswa.

b. Menginformasikan tujuan. Setelah kebutuhan-kebutuhan siswa didiagnosa, selanjutnya para pengembang kurikulum merumuskan tujuan

c. Memilih isi. Pemilihan isi kurikulum bukan saja didasarkan kepada tujuan yang harus dicapai sesuai denganlangkah kedua, akan tetapi juga harus mempertimbangkan segi validitas dan kebermaknaannya untuk siswa

d. Mengorganisasi isi melalui seleksi isi,selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan itu disusun urutannya, sehingga nampak pada tingkat atau kelas berapa sebaiknya kurikulum itu diberikan

3

e. Memilih pengalaman belajar. Pada tahap ini ditentukan pengalaman-pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum

f. Mengorganisasikan pengalaman belajar. Guru selanjutnya menentukan bagaimana mengemas pengalaman-pengalaman belajar yang telah ditentukan itu kedalam paket-paket kegiatan. Sebaiknya dalam menentukan paket-paket kegiatanitu, siswa diajak serta agar mereka memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar

g. Menentukan alat evaluasi serta prosedur yang harus dilakukan siswa. Pada penentuan alat evaluasi ini guru dapat menyeleksi berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk menilai prestasi siswa, apakah siswa sudah dapat menjapai tujuan atau belum

h. Menguji keseimbangan isi kurikulum. Pengujian ini perlu dilakukan untuk melihat kesesuaian antara isi, pengalamanbelajar dan tipe-tipe belajar siswa.

2. Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunanya.

3. Merevisi dan mengkonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba.

4. Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum.5. Implementasi dan dipersiapkan guru-guru melalui penataran-

penataran, lokakarya dan lain sebagainya serta mempersiapkanfasilitas dan alat-alat sesuai dengan tuntutan kurikulum.

A. Kesimpulan

A. Pendahuluan

Pendidikan yang terjadi dalam lingkungan sekolah/ Raudhalul

Athfal (RA) sering disebut

4

pendidikan formal, sebab sudah memiliki rancangan pendidikan

berupa kurikulum tertulis (writen

curriculum) yang tersusun secara sistematis, jelas, dan

rinci. Dalam pelaksanaannya, dilakukan

pengawasan dan penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian

kurikulum tersebut.

Peranan kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/ RA

sangatlah strategis dan

menentukan bagi tercapainya tujuan pendidikan. Kurikulum

juga memiliki kedudukan dan posisi

yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan,

bahkan kurikulum merupakan syarat

mutlak dan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan itu

sendiri. Sangat sulit dibayangkan

bagaimana bentuk pelaksanaan suatu pendidikan di suatu

lembaga pendidikan yang tidak

memiliki kurikulum tak terkecuali di Raudhalul Athfal (RA).

B. Pengertian Kurikulum

Istilah kurikulum (curriculum), pada awalnya digunakan dalam

dunia olah raga, berasal

dari kata Curir (pelari) dan Curere (tempat berpacu). Pada

saat itu kurikulum diartikan sebagai

jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari

start sampai finish untuk memperoleh

medali atau penghargaan. Kemudian pengertian tersebut

diterapkan dalam dunia pendidikan

menjadi sejumlah mata pelajaran (subject matter) yang harus

ditempuh oleh seorang siswa dari

awal sampai akhir program untuk memperoleh ijazah. Dengan

demikian implikasinya adalah

bahwa setiap siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran

yang diberikan dan menempatkan

guru dalam posisi yang sangat penting dan menentukan.

Keberhasilan siswa ditentukan oleh

seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan

biasanya disimbolkan dengan skor yang

diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian.

Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian kurikulum

berkembang dan tidak hanya

terbatas pada sejumlah mata pelajaran (a set of subject)

saja melainkan meliputi semua

pengalaman belajar (learning experiences) yang dialami siswa

dan mempengaruhi

perkembangan pribadinya. Beberapa ahli berikut ini

mengemukakannya secara jelas.

Romine (1954). Menngatakan bahwa kurikulum tidak terbatas

pada kegiatan atau aktivitas

dalam ruangan kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan

di luar kelas. Curriculum is

interpreted to mean all of the organized courses,

activities, and experiences which pupil have

under the direction of the school, whether in the classroom

or not.

Harold B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua

kegiatan yang diberikan

kepada siswa dibawah tanggung jawab sekolah (all of the

activities thal are provided for the

students by the school). Kurikulum tidak dibatasi pada

kegiatan di dalam kelas saja, tetapi

mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa di

luar kelas.

Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) menganggap kurikulum

sebagai segala upaya sekolah

untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan

kelas, di halaman sekolah,

maupun di luar sekolah (The curriculum is the sum total of

schools’s efforts to influence

learning, whether in the classroom, on the playground, or

out of school).

_______________

Pengembangan kurikulum model Tyler terdiri dari menentukan tujuan, menentukan pengalaman belajar, mengorganisasi pengalaman belajar dan evaluasi. Model Taba merupakan refleksi dari pengembangan kurikulum modern.

Kekuatan model Objektif ini ialah :o   Pertama : Ianya bersifat sistematik kerana adanya komponen dan

langkah.o   Kedua : Objektif pengajaran yang ingin dicapai digariskan

dengan jelas.

-          Isu @ masalah yang timbul :1.      Kurikulum yang berpusatkan tujuan pendidikan ni ditentukan

oleh penggubal kurikulum. Jadi, bagaimana guru dan murid ingin mengesyorkan kandungan yang hendak dipelajari DAN bagaimana hendak mempelajarinya.

2.      Obj pengajaran yang berbentuk eksplisit membawa implikasi perubahan tingkahlaku semata-mata bersifat obj dan boleh diukur. Namun, secara praktikal, sukar utk mengenalpasti impak satu pengalaman ke atas murid dalam masa yang singkat.

3.      Pengukuran obj yang mana perlu dipecahkan kepada unit kecilagar dapat menilai yang melibatkan penilaian ilmu n kemahiran secara menyeluruh.

a.       Oleh itu, ianya memerlukan masa yang lama. 4.      Tujuan pendidikan yang ditentukan sebelum proses pengajaran

akan menyebabkan pengabaian pembelajaran. Ini kerana akan berlakuinteraksi antara murid wit guru, murid wit murid, murid wit bahan.

a.       Pengabaian yang dimaksudkan ialah akibat daripada terikatnya dan terkokong dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

MODEL PENILAIAN TYLER (Ralph Tyler - 1949)

Secara amnya, model ini sering memberi penekanan terhadap produktivitidan

akauntabiliti dalam sesuatu aktiviti. Model ini juga sering digunakanuntuk mengukur

pencapaian dan kemajuan seseorang pelajar. Model ini mengenepikan dimensi proses

dalam melaksanakan penilaian. Dalam melaksanakan sesuatu kajian, model ini sering

mengutarakan pertanyaan seperti adakah pelajar-pelajar berjaya mencapai sesuatu objektif?

Adakah para guru berjaya menjalankan sesuatu kerja dengan jayanya? 4

2.3.1 Rasional Tyler – Tradisional

Model ini mementingkan keserasian antara matlamat, pengalaman dan hasil matlamat merupakan objektif yang boleh dinilai (tingkah laku). Tingkah laku ini

merefleksikan perubahan pada pelajar selepas menerima pengalaman yang eksplisit.

Model ini sering menggunakan ujian pra dan ujian pos. Jikalau suatu matlamat khusus

tidak tercapai, arahan atau pengalaman yang didedahkan akan diubahsuaisehingga

memastikan pelajar berupaya mencapai objektif yang ditetapkan. Menurut Anglin (1995),

model ini adalah model pencapaian matlamat (Goal Attainment Model) yang amat

mebekalkan objektif tingkah laku. Penilaian menerusi model Rasional ini

mengaplikasikan pendekatan kuantitatif dalam penyelidikan.

2.3.2 Pendekatan Berasaskan Objektif (Objective Based Evaluation O-O Approach)

(i) Menekankan keserasian antara matlamat, pengalaman dan hasil.

(ii) Operasi matlamat dengan objektif yang diukur.

(iii) Hasil dikumpul serta merta.

(iv) Menggunakan ujian pra dan ujian pos.

(v) Jikalau matlamat tidak tercapai, maka melakukan perubahan ke ats arahan dan

pengalaman yang dituju kepada pelajar.

(vi) Merupakan model berasaskan pencapaian matlamat.

2.3.4 Model Penilaian Berasaskan Objektif

(i) Mewujudkan matlamat untuk program inovatif.

(ii) Membentuk objektif tingkah laku spesifik dari matlamat.

(iii) Membangunkan pengukuran objektif.

(iv) Mengutip data selepas inovasi diimplementasikan.

(v) Menilai keberkesanan inovatif berasaskan pencapaian objektif.

2.3.5 Pendekatan Tylerian (Dibentuk Menerusi Kajian 8 Tahun)

(i) Mewujudkan matlamat atau objektif.

(ii) Menerangkan matlamat atau objektif.

(iii) Mendefinisikan objektif dalam bentuk tingkah laku.

(iv) Mencari situasi yang membolehkan pencapaian objektif boleh berlaku.

(v) Membentuk teknik pengukuran.

(vi) Mengumpul data hasil pengalaman.

(vii) Membandingkan hasil pengalaman dengan objektif yang ditetapkan.

Rasional Tyler adalah logik dan secara saintifik ia boleh diadaptasikan untuk 6

kategori sekolah Amerika.

(i) Memperolehi maklumat.

(ii) Pembentukan sikap kerja dan kemahiran pembelajaran.

(iii) Pembentukan kaedah pemikiran yang efektif.

(iv) Mengenalpasti sikap sosial, minat, penghargaan dan kepekaan.

(v) Mengekalkan kesihatan fizikal.

(vi) Membentuk falsafah hidup.

2.3.6 Rasional Tyler

(i) Menyatakan objektif.

(ii) Memilih aktiviti-aktiviti pembelajaran.

(iii) Mengorganisasikan aktiviti-aktiviti pembelajaran.

(iv) Membentuk penilaian.

(v) Pemikiran saintifik secara dominan tentang kurikulum dalam abad 20adalah –

objektif, bagaimana dan bukan apa?

2.3.7 Tatacara Untuk Rekabentuk Penilaian

Tatacara untuk melaksanakan penilai ke atas sesuatu program adalah:

(i) Menetukan matlamat (goal) dan objektif (objective).

(ii) Menggunakan objektif dalam klasifikasi yang luas.

(iii) Mentakrif objektif dalam bentuk tingkah laku.

(iv) Menentukan keadaan dan syarat supaya pencapaian objektif boleh ditunjukkan.

(v) Menjelaskan tujuan strategi kepada kakitangan (personnel) yang berkaitan dalam

situasi terpilih.

(vi) Memilih atau membina teknik-teknik pengukuran yang sesuai.

(vii) Mengumpul data pencapaian (dalam kes program pendidikan ia adalah pencapaian

pelajar).

(viii) Membandingkan data pencapaian dengan objektif tingkah laku.

Untuk membentuk ujian pencapaian, Tyler menggariskan beberapa proseduryang

patut diikuti iaitu:

(i) Mengenalpasti objektif sesuatu program yang bercorak pendidikan yang hendak

dijalankan.

(ii) Menghuraikan setiap objektif dalam bentuk tingkahlaku dan isi kandungan.

(iii) Mengenalpasti situasi di mana objektif yang hendak digunakan.

(iv) Mewujudkan arah untuk mewakili situasi.

(v) Mewujudkan arah untuk mendapatkan rekod.

Menurut model penilaian Tyler (1950), penilai mestilah menilai tingkahlaku

pelajar-pelajar sebab perubahan tingkah laku yang dikehendaki dalam pendidikan. Selain

itu, penilaian mesti dibuat pada peringkat akhir. Di sini jelas menunjukkan bahawa

objektif pengajaran mestilah ditukarkan dalam bentuk operasi dan penilaian ke atas pelajar

hendaklah dibuat sebelum dan selepas pelajar mengikuti program tersebut. Dengan cara

ini, perbezaan tingkah laku dapar diukur.

Bagi model ini, langkah pertama ialah mengenal maklumat sesuatu program.

Setelah matlamat program diketahui, petanda-petanda pencapaian matlamat dan alat

pengukuran dikenalpasti. Dapatan kajian akan dibandingkan dengan matlamat program

dan keputusan dibuat mengenai taraf pencapaian yang diperolehi. Menurut Tyler,

3.10 EGUNAAN MODEL TYLER

(i) Pada asas digunakan oleh para guru, pembangun kurikulum dan penilai profesional.

(ii) Selain daripada untuk membuat pengubahsuaian kurikulum dan klasifikasi objektif,

model ini juga berguna dalam situasi bilik darjah dan terserahlah kepada

kebijaksanaan guru menggunakan kaedah ini secara positif.

(iii) Keputusan untuk memperbaiki mutu pendidikan mesti menjadi tujuanutama

pendidikan walau pun darjah “kecacatan” begitu besar.

(iv) Berguna untuk dijadikan panduan dalam pembelajaran pelajar. Ia boleh

menyokong diagnosis (learning difficulty) dan melaksanakan langkah pemulihan

dalam proses pembelajaran sama ada secara individu atau berkelompok.

) Membolehkan guru mengubahsuai objektif pembelajaran supaya selari dengan

situasi pembelajaran dan keperluan pelajar. Membuat kurikulum pada umumnya

realistik.

2.3.11 KELEBIHAN MODEL TYLER

(i) Tidak semestinya tumpukan pada pelajar (pencapaian). Aspek-aspek lain selain

penapaian pelajar termasuklah:

(a) Pengetahuan tentang maksud falsafah program (knowledge about

programme intention).

(b) Matlamat dan objektif tingkah laku. Matlamat dan objektif programperlu

ditakrifkan dengan jelas.

(c) Tatacara untuk memastikan kejayaan pelakasanaan program.

(ii) Objektif sebagai rujukan yang kukuh terdapat arahan, bimbingan dan

panduan.

(i) Kriteria untuk menilai kejayaan program.

(ii) Kaedah yang praktikal – boleh menggunakan kaedah ini secara berterusan.

(iii) Kaedah “management by objective” (MOB)- boleh mamantau sesuatu program

atau institusi dengan cara tidak formal.

(iv) Sistematik dan menarik (appealing).

2.3.12 Kekuatan

(i) Mudah.

(ii) Senang difahami.

(iii) Senang diikuti dan diimplementasikan.

(iv) Menghasilkan maklumat relevan yang diterima pihak tertinggi program.

2.3.13 ELEMAHAN MODEL TYLER

Terdapat beberapa kelemahan dalam model objektif tingkah laku seperti dibuktikan

oleh Pophams (1969, 1973); Sulivan (1965) dan MacDonald Ross (1973) dipetik dari Sani

(1992); Sharifuddin (1996) dan Habibah (1996). Antara kelemahan-kelemahan tersebut

adalah Tiada pendapat yang konsisten mengenai siapa yang patut memilihobjektif atau

objektif yang mana patut dipilih (Stake, 1970 dan Dressel, 1960).

(ii) Sesungguhpun objektif dapat didefinisikan dari segi pelaksanaan, masalah untuk

mendapatkan hasil pengukuran addalah jauh dari yang dapat dikesan (McDonald

Ross, 1973).

(iii) Bukan semua penggubal kurikulum bersetuju tentang perlunya menetapkan objektif

terlebih dahulu (Atkin, 1963; Eisner, 1967, 1969 dan Stenhouse, 1971).

(iv) Program sesuatu kursus hanya dapat dilihat sebagai satu pendekatan untuk

menentukan matlamat dan kedua-dua isi dan pengalaman pembelajaran yang

terlibat akan menjadi jalan ke arah mencapai matlamat. Ini bererti matlamat yang

sama boleh dicapai melalui beberapa usaha dan pendekatan.

2.3.14 Kelemahan Model Tyler

(i) Penilaian Sebagai Proses Terminal

Model ini berkecenderungan dari segi amalan membuatkan penilaian sebagai satu

proses. Akhiran (terminal)/ sumatif dan melihat pada hasil (product) sahaja. Ia

mengaitkan hasil dengan objektif. Oleh itu, biasanya ia memerlukan maklumat

tentang sesuatu program selepas satu kitaran lengkap berlangsung.

(ii) Kekangan Teknikal

Untuk memperolehi satu set objektif yang “operational”, penilai dikehendaki

memilih dan memurnikan objektif-objektif yang sesuai.

Tyler mencadangkan proses tapisan awal dilakukan berpandukan pada falsafah dan

psikologi sesuatu program. Beliau tidak menyatakan dalam bentuk apa proses ini

perlu dilakukan.

Adakah memadai dengan memfokus ke atas aspek isi kandungan dan pembelajaran

sahaja dan aspek-aspek ini dinyatakan dalam bentuk tingkah laku?

Akibatnya, objektif penting terutamanya yang berkaitan dengan aspek kurang

konkrit program seperti sikap telah diabaikan.

(iii) Tingkah Laku Sebagai Kriteria Terakhir (Ultimate)

Menjejaskan kreativiti kerana terikat dengan objektif yang telah ditetapkan.

Biasanya ia terikat dengan objektif tingkah laku yang mudah diukur. Sebaliknya

aktiviti-aktiviti berkaitan dengan sikap seperti menghargai dan menghakim yang sukar diukur jarang dimasukkan sebagai objektif khusus dalam penilaian

kurikulum.

2.3.15 ELEMEN KRITIKAL

(i) Mengenalpasti matlamat yang hendak dicapai dengan jelas.

(ii) Penilai yang berkemampuan / berkaliber.

(iii) Instrumen perlu diuji terlebih dahulu dengan teliti (kajian rintis).

(iv) Penilaian jenis ini memerlukan masa.

(v) Penilai harus sedar bahawa fokus utama adalah terhadap matlamat.

(vi) Jika mendapati output bukan objektif yang hendak dicapai, penilaian berasaskan

objektif perlu digabung dengan penilaian lain untuk mencapai matlamat.

B. Model Pengembangan Kurikulum Menurut Good (1972) dan Travers (1973) model adalah abstraksi dunianyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realita, akan tetapi merupakan representasi realita yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikain model pada dasarnyaberkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkansesuatu kedalam realitas, yang sifatnya lebih praktis. Model berfungsi sebagai sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan. Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalahmodel yang dapat menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan manfaat model adalah sebagai berikut:

Model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia Model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian Model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks dan model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan

Berikut akan diuraikan model-model pengembangan kurikulum yakni: 1. Pengembangan Kurikulum Model Ralph Tyler Dalam buku klasik yang sampai sekarang banyak dijadikan rujukan dalam proses pengembangan kurikulum yang berjudul Basic Principles of Curriculum and Instruction yang ditulis oleh Tyler ini, menjelaskan bagaimana merancang suatu kurikulum, sesuai dengan tujuan dan misi suatu institusi pendidikan. Dengan demikian model ini tidak menguraikan pengembangan kurikulum dalam bentuk langkah-langkah kongkrit atau tahapan-tahapan secara rinci. Tyler hanya memberikan dasar-dasar pengembangannya saja. Menurut Tyler ada 4 hal yang dianggap fundamental untuk mengembangkan kurikulum. Menentukan tujuan pendidikan.

Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran akhir yang harus dicapai dalam program pendidikan dan tujuan pembelajaran. Tujuan pendidikan ini harus menggambarkan prilaku akhir setelah peserta didik mengikuti program pendidikan, sehingga tujuan tersebut harus dirumuskan secara umum sampai pada rumusan khusus guna mempermudah pencapaian tujuan tersebut. Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan tujuan pendidikan menurut Tyler yaitu: 1) kebutuhan peserta didik sebagai individu, 2) masyarakat dan 3) berpusat pada bahan pelajaran (subject-matter). Ketiga aspek tersebut harus dipertimbangkan guna rujukan dalam penentuan tujuan pendidikan umum. Selanjutnya dalam penentuan tujuan khusus maka filosofi pendidikan dan psikologi belajar merupakan landasan yang dijadikan dasar dalam penentuan tujuan khusus. Ada lima faktor yang dijadikan arah dalam penentuan tujuan pendidikan, di antarannya; pengembangan kemampuan berpikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan sikap masyarakat, pengembangan minat peserta didik, dan pengembangan sikap sosial. Menentukan Proses Pembelajaran

Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang kemampuan peserta didik. Artinya pengalaman yang sudah dimiliki siswa harus menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan proses pembelajaran selanjutnya. Dalam proses pembelajaran akan terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungan atau sumber belajar yang tujuannya untuk membentuk sikap, pengetahuan dan keterampilan sehingga menjadi prilaku yang utuh. Itu sebabnya, proses pembelajaran perlu diorganisasi secara efektif guna memberikan gambaran terhadap pelaksanaan kegiatan belajar. Proses pembelajaranmerupakan salah satu sub komponen yang harus difasilitasi dan dibimbing oleh guru. Penentuan kegiatan belajar dikembangkan berdasarkan pada tujuan yang lebih umum ke khusus berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Menentukan Organisasi Isi atau Bahan Pelajaran

Setelah proses pembelajaran ditentukan, selanjutnya menentukan materi atau bahan mengarah pada target yang akan dicapai dalam kurikulum serta berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta didik. Bahan yang dipelajari peserta didik diorganisasi pada unit-unit yang dapat menggambarkan suatu urutan pengalaman serta dapat memudahkan dalam implementasi dan memberikangambaran terhadap evaluasi pembelajaran. Mengorganisasi pengalaman belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan pengembangan bentuk vertikal dan horizontal serta kesinambungan. Menentukan evaluasi pembelajaran

Kegiatan evaluasi pembelajaran merupakan kegiatan akhir dalam modelTyler. Penilaian harus direncanakan, dilaksanakan dan ditindaklanjuti oleh guru berdasarkan pada asas-asas penilaian yangberlaku. Secara sistem penilaian ini harus berfungsi sebagai prosespengumpulan, pelaporan, dan pengumpulan informasi tentang peserta didik. 2. Pengembangan Kurikulum Model Hilda Taba Berbeda dengan model yang dikembangkan Tyler, model Taba lebih menitik beratkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan. Oleh karena itu dalam model ini dikembangkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Pengembangan kurikulum biasanya dilakukan secara deduktif yang dimulai dari langkah penentuan

prinsip-prinsip dan kebijakan dasar, merumuskan disain kurikulum, menyusun unit-unit kurikulum dan mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Hilda Taba tidak sependapat dengan langkah tersebut. Alasannya pengembangan kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan pemahaman kurikulum, oleh karena itu menurut Hilda Taba, sebaiknya kurikulum dikembangkan secara terbalik yaitu denganpendekatan induktif. Ada lima langkah pengembangan kurikulum model terbalik dari Taba ini. a. Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah: Mendiagnosa kebutuhan Memformulasikan Tujuan Memilih Isi Mengorganisasi Isi Memilih Pengalaman Belajar Mengorganisasi Pengalaman belajar Menentukan alat evaluasi serta prosedur yang harus dilakukan siswa Menguji keseimbangan isi kurikulum. b. Mengujicoba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya. c. Merevisi dan mengkonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkandata yang diperoleh dalam ujicoba. d. Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum e. Implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah teruji.