perbandingan kurikulum pembelajaran

23
1 KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN MAKALAH : EVALUASI KURIKULUM MODEL CONGRUENCE DOSEN PENGAMPU : Dr. HANINDA BHARATA, M.Pd. Dr. CHANDRA ERTIKANTO, M.Pd. KELOMPOK 7 : LIKA MARIYA (1423022008) WAYAN SUWATRA (1423022018) ZULIMAH (1423022020) PROGRAM PASCA SARJANA PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Transcript of perbandingan kurikulum pembelajaran

1

KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN

MAKALAH : EVALUASI KURIKULUM

MODEL CONGRUENCE

DOSEN PENGAMPU : Dr. HANINDA BHARATA, M.Pd.

Dr. CHANDRA ERTIKANTO, M.Pd.

KELOMPOK 7 :

LIKA MARIYA (1423022008)

WAYAN SUWATRA (1423022018)

ZULIMAH (1423022020)

PROGRAM PASCA SARJANA PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

2

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG, 2014

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Rabb Yang Maha

Kuasa, karna berkat rahmat dan karuniaNyalah penulis diberi

kesempatan untuk membuat makalah tentang evaluasi kurikulum

model congruence. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk

memenuhi tugas mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran.

Selain itu, pembuatan makalah ini untuk mengetahui model

congruence, kelebihan, ciri-ciri dan bagaimana

implementasinya dalam kurikulum pembelajaran. Dalam

penulisan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan, akan

tetapi penulis berharap, mudah- mudahan penulisan makalah ini

dapat bermanfaat bagi kita semua.

Demikian yang bisa penulis sampaikan dan penulis

berharap adanya kritik dan saran dari pembaca. Lebih

kurangnya penulis ucapkan terima kasih.

Penulis

3

Daftar isi

hal

Halaman Judul ....................................................................................................

1

Kata Pengantar ....................................................................................................

2

Daftar Isi ...............................................................................................................

3

Pendahuluan.........................................................................................................

4

A.

Latar Belakang..............................................................................................

4

C. Kajian teori ...........................................

5

4

..................................................

....D. Rumusan Masalah………………………………………………………… 8Pembahasan………………………………………………………………………. 8Kesimpulan ……………………………………………………………………… 13Daftar Pustaka……………………………………………………………………. 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Evaluasi kurikulum memiliki peranan yang sangat penting

bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan formal.

5

Melalui evaluasi kurikulum kemajuan efektifitas

mengajar guru dapat diukur, prestasi siswa dapat

dipantau dengan lebih cermat, dan bagi pengembang

kurikulum dapat memanfaatkan hasil evaluasi untuk

perbaikan kurikulum di masa yang akan datang. Dalam

pelaksanaannya para evaluator kurikulum banyak memakai

berbagai model evaluasi kurikulum yang sudah banyak

dikembangkan saat ini. Ternyata model-model evaluasi

kurikulum berkembang dengan pesat, sehingga gejala

perkembangannya tidak berbeda dengan perkembangan

disiplin ilmu pendidikan. Ada model yang mencakup

keseluruhan proses pengembangan kurikulum tetapi ada

juga yang memiliki fokus khusus pada suatu fase

kegiatan pengembangan kurikulum.

Evaluasi kurikulum bukanlah suatu kegiatan yang mudah.

Seorang evaluator hendaknya memiliki pemahaman akan

teori-teori kurikulum dan metode atau model-model

evaluasi kurikulum. Apalagi kurikulum satuan

pendidikan, yang pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh

kondisi masing-masing sekolah. Tentunya hal ini

membutuhkan ketelitian dan penguasaan model evaluasi

kurikulum yang matang dari evaluator. Dan atas dasar

pertimbangan-pertimbangan inilah maka penting kiranya

untuk dibahas model-model evaluasi kurikulum yang

berkembang saat ini.

6

Makalah ini mencoba memaparkan model-model evaluasi

kurikulum yang dapat dipilih untuk diterapkan demi

kemajuan yang hendak dicapai, baik oleh guru sebagai

pelaksana maupun pemerintah sebagai pengembang

kurikulum. Antara satu model evaluasi dengan model

evaluasi yang lain memiliki kelebihan dan kekurangan.

Satu model evaluasi hanya mementingkan hasil tanpa

memperhatikan proses pencapaian hasil, sedang yang lain

sebaliknya. Untukmendapatkan hasil yang lebih maksimal

dimungkinkan untuk menggunakan lebih dari satu model

evaluasi, sehingga evaluasi bisa lebih optimal.

Sebelum suatu kurikulum diberlakukan secara nasional,

diperlukan adanya fase pengembangan di mana kurikulum

yang baru tersebut dirancang dengan cermat dan diuji-

cobakan dalam lingkungan terbatas, sebelum akhirnya

diputuskan untuk disebarluaskan ke semua lembaga

pendidikan. Ada juga yang menyebutkan fase ini sebagai

fase perintisan (pilot study). Berbagai upaya perlu

dilakukan selama fase pengembangan, termasuk ke

dalamnya evaluasi dan perbaikan. Melalui fase

pengembangan, kurikulum yang baru tersebut akan

disesuaikan terlebih dahulu berdasarkan hasil evaluasi,

sebelum diberlakukan dalam sistem yang ada. Uraian

singkat di atas mengimplikasikan pentingnya fase ini

dalam keseluruhan kegiatan pengembangan kurikulum.

7

Evaluasi yang tepat dan berkelanjutan sangat diperlukan

untuk mendukung terwujudnya fase pengembangan ini

dengan efektif dan bermakna. Dari hasil-hasil evaluasi

inilah pihak pengembang dapat mengadakan perbaikan dan

penyesuaian sebelum kurikulum yang baru tersebut

terlanjur disebar luaskan secara nasional. Salah satu

model evaluasi yang kami analisis adalah Model Evaluasi

Congruence.

B. Kajian Teori

Evaluasi menurut H.S. Hamid Hasan adalah “Suatu proses

pemberian pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu

yang dipertimbangkan. Sesuatu yang dipertimbangkan

tersebut bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaan,

atau sesuatu kesatuan tertentu dengan berdasarkan

kepada kriteria-kriteria tertentu. Sedangkan evaluasi

menurut Nana Sudjana adalah “penentuan nilai sesuatu

berdasarkan kriteria tertentu yang dalam proses

tersebut tercakup usaha untuk mencari dan mengumpulkan

data/informasi yang diperlukan sebagai dasar dalam

menentukan nilai sesuatu yang menjadi objek evaluasi.

Dari kedua pengertian di atas unsur utama yang menjadi

fokus evaluasi adalah proses penentuan nilai. Pendapat

Hamid Hasan dan Nana Sudjana sama, bahwa evaluasi pada

8

dasarnya adalah pertimbangan pemberian nilai dengan

menggunakan kriteria-kriteria tertentu.

Evaluasi kurikulum menurut Doll dalam Kurikulum dan

Pembelajaran (2009) “Evaluasi sebagai usaha yang terus

menerus dan menyeluruh untuk menyelidiki efek daripada

program pendidikan yang dilaksanakan baik isi maupun

prosesnya, dilihat dari sudut tujuan yang telah

dirumuskan dengan jelas”.

Proses evaluasi dilakukan secara terus menerus dan

komprehensif agar proses pendidikan yang dijalankan

dapat terpantau. Isi kurikulum, proses pelaksanaan

kurikulum, sarana dan prasarana penunjang, sumber daya

manusia, merupakan unsur penting dalam aktivitas

kurikulum pendidikan. Semua pihak yang terkait dengan

penyelengaraan program pendidikan, tentu saja harus

dilakukan evaluasi, untuk diketahui efektifitas dan

efisiensinya dalam merealisasikan tujuan yang telah

ditetapkan.

Evaluasi berasal dari kata evaluation yang dapat

diartikan sebagai penilaian, atau to find out, deside

the amount of value (AS Hornby, 1986). Suchman (1961,

dalam Anderson 1975, dan dalam Arikonto dan Cepi

Safruddin, 2009) memandang evaluasi sebagai proses

menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan

yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan.

9

Definisi lain dikemukakan oleh Worthen dan Sanders

(dalam dalam Arikonto dan Cepi Safruddin, 2009) yaitu

kegiatan mencari sesuatu yang berharga tentang sesuatu;

juga termasuk mencari informasi yang bermanfaat dalam

menilai suatu program, produksi, prosedur, serta

alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan

yang ditentukan.

Definisi dan konsep dasar evaluasi merupakan fungsi

manajemen yang dilakukan setelah kurun waktu tertentu

atau setelah suatu kegiatan telah berlalu. Evaluasi ini

mencakup kegiatan antara lain: (a) Penilaian atas

dampak kolektif—baik positif maupun negatif—dari semua

(atau sebagian besar) kegiatan yang telah dilakukan,

pada lokasi dan/atau kelompok sasaran yang berbeda-

beda. (b) Diskripsi keluaran dan hasil/manfaat

sebagaimana dilihat dari sudut pandang penerima

manfaat. (Wrihatnolo, Pelatihan Monitoring dan Evaluasi

di Surabaya-Presentation Transcript, Online 17

September 2009, tersedia dalam

http://www.wrihatnolo.blogspot.com/www.slideshare.net/w

rihatnolo).

Mengenai kegiatan yang disebut di atas. Misalnya,

evaluasi dapat dilakukan terhadap jumlah siswa yang

10

berhasil dan serta tingkat penurunan angka kegagalan

siswa/pembelajaran disebabkan oleh program pengembangan

tersebut. Contoh lain, sejauh mana perbaikan sekolah

mengakibatkan peningkatkan kehadiran anak di sekolah

dan pengurangan jumlah anak usia sekolah yang putus

sekolah.

Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam

pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan

untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan

pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang

bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright dalam

Wahidin bahwa: “curriculum evaluation may be defined as

the estimation of growth and progress of students

toward objectives or values of the curriculum”

(Wahidin, Evaluasi Kurikulum, Online 17 September 2009,

tersedia dalam

http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/10/31/eval

uasi-kurikulum). Sedangkan dalam pengertian yang lebih

luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa

kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari

berbagai kriteria.

Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas

pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi,

kelaikan (feasibility) program. Stufflebeam dalam

Farida (2008: 8) mengembangkan standar evaluasi

11

pendidikan (kurikulum), yaitu:

a. Utility (bermanfaat dan praktis)

b. Accuracy (tepat secara teknik)

c. Feasibility (realistik dan teliti)

d. Proppriety (dilakukan dengan legal dan etik)

Sementara itu, Hilda Taba dalam Wahidin juga

menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum

meliputi; “objective, it’s scope, the quality of

personnel in charger of it, the capacity of students,

the relative importance of various subject, the degree

to which objectives are implemented, the equipment and

materials and so on.” (Wahidin, Evaluasi Program,

Online 20 September 2009, tersedia dalam

http://www.idonbiu.com/2009/05.

Menurut Ahman dan Glock dalam buku Kurikulum dan

Pembelajaran (2009) dijelaskan bahwa “pengukuran adalah

proses yang bertujuan untuk menetapkan kualifikasi yang

sesuai dengan tingkatan yang telah dicapai oleh peserta

didik”.

C. Rumusan Masalah

“Apakah model evaluasi congruence dapat diterapkan

pada kurikulum di Indonesia?”

12

BAB II

PEMBAHASAN

Tujuan Evaluasi Kurikulum

Diadakannya evaluasi di dalam proses pengembangan

kurikulum dimaksudkan untuk keperluan :

a. Perbaikan Program Dalam konteks tujuan ini,

peranan evaluasi lebih bersifat konstruktif,

karena informasi hasil evaluasi dijadikan input

bagi perbaikan yang diperlukan di dalam yang

sedang dikembangkan. Disini evaluasi kebutuhan

yang datang dari dalam sistem itu program

kurikulum lebih merupakan sendiri karena evaluasi

itu dipandang sebagai faktor yang memungkinkan

dicapainya hasil pengembangan yang optimal dari

sistem yang bersangkutan.

b. Pertanggungjawaban kepada berbagai pihak Selama

dan terutama pada akhir fase pengembangan

kurikulum, perlu adanya semacam pertanggungjawaban

kepada berbagai pihak yang dari pihak pengembang

kurikulum berkepentingan. Pihak-pihak yang

dimaksud mencakup baik pihak yang mensponsori

kegiatan pengembangan kurikulum tersebut maupun

pihak yang akan menjadi konsumen dari kurikulum

13

yang telah dikembangkan. Dengan kata lain, pihak-

pihak tersebut mencakup pemerintah, masyarakat,

orang tua, petugas-petugas pendidikan, dan pihak-

pihak lainnya yang ikut mensponsori kegiatan

pengembangan kurikulum yang bersangkutan.Bagi

pihak pengembang kurikulum, tujuan yang kedua ini

tidak dipandang sebagai suatu kebutuhan dari dalam

melainkan lebih merupakan suatu 'keharusan' dari

luar. Sekalipun demikian hal ini tidak bisa kita

hindari karena persoalan ini mencakup pertanggung

jawaban sosial, ekonomi dan moral, yang sudah

merupakan pendidikan. dicapainya, suatu

konsekuensi logis dalam kegiatan pembaharuan Dalam

mempertanggung jawabkan hasil yang telah pihak

pengembang kurikulum perlu mengemukakan kekuatan

dan kelemahan dari kurikulum yang sedang

dikembangkan serta usaha lebih lanjut yang

diperlukan untuk mengatasi kelemahan- kelemahan,

jika ada, yang masih terdapat. Untuk menghasilkan

informasi mengenai kekuatan dan kelemahan tersebut

di atas itulah diperlukan kegiatan evaluasi.

c. Penentuan tindak lanjut hasil pengembangan Tindak

lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat

berbentuk jawaban atas dua kemungkinan

pertanyaan : Pertama, apakah kurikulum baru

tersebut akan atau tidak akan disebar luaskan ke

14

dalam sistem yang ada ? Kedua, dalam kondisi yang

bagaimana dan dengan cara yang bagaimana pula

kurikulum baru tersebut akan disebar luaskan ke

dalam sistem yang ada ? Ditinjau dari proses

pengembangan kurikulum yang sudah berjalan,

pertanyaan pertama dipandang tidak tepat untuk

diajukan pada akhir fase pengembangan. Pertanyaan

tersebut hanya mempunyai dua kemungkinan jawaban -

ya atau tidak. Secara teoritis dapat saja terjadi

bahwa jawaban yang diberikan itu adalah tidak.

Bila hal ini terjadi, kita akan dihadapkan pada

situasi yang tidak menguntungkan - biaya, tenaga

dan waktu yang telah dikerahkan selama ini

ternyata terbuang dengan percuma; peserta didik

yang telah menggunakan kurikulum baru tersebut

selama fase pengembangan telah terlanjur

dirugikan; sekolah-sekolah dimana proses

pengembangan itu berlangsung harus kembali

menyesuaikan diri lagi kepada cara lama; dan

lambat laun akan timbul sikap skeptis di kalangan

orang tua dan masyarakat terhadap pembaharuan

pendidikan dalam bentuk apapun. Pertanyaan kedua

dipandang lebih tepat untuk diajukan pada akhir

fase pengembangan kurikulum. Pertanyaan tersebut

mengimplikasikan sekurang-kurangnya tiga anak

pertanyaan - aspek-aspek mana dari kurikulum

15

tersebut yang masih perlu diperbaiki ataupun

disesuaikan, strategi penyebaran yang bagaimana

yang sebaiknya ditempuh, dan persyaratan-

persyaratan apa yang perlu dipersiapkan terlebih

dahulu di dalam sistem yang ada. Pertanyaan-

pertanyaan ini dirasakan lebih bersifat

konstruktif dan lebih dapat diterima ditinjau dari

segi sosial, ekonomi, moral maupun teknis. Untuk

menghasilkan informasi yang diperlukan dalam

menjawab pertanyaan yang kedua itulah diperlukan

kegiatan evaluasi

MODEL CONGRUENCE

Evaluasi pada dasarnya merupakan pemeriksaan kesesuaian

atau Congruence antara tujuan pendidikan dan hasil

belajar yang dicapai, untuk melihat sejauh mana

perubahan hasil pendidikan telah terjadi. Hasil

evaluasi diperlukan dalam rangka penyempurnaan program,

bimbingan pendidikan dan pemberian informasi kepada

pihak-pihak di luar pendidikan. Obyek evaluasi dititik

beratkan pada hasil belajar dalam bentuk kognitif,

psikomotorik maupun nilai dan sikap. Jenis data yang

dikumpulkan adalah data obyektif khususnya skor hasil

tes. Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh

pendekatan/cara-cara berikut: Menggunakan prosedur pre-

16

and post-assessment dengan menempuh langkah- langkah

pokok sebagai berikut: penegasan tujuan, pengembangan

alat evaluasi, dan penggunaan hasil evaluasi. Analisis

hasil evaluasi dilakukan secara bagian demi bagian.

Teknik evaluasi menackup tes dan teknik-teknik evaluasi

lainnya yang cocok untuk menilai berbagai jenis

perilaku yang terkandung dalam tujuan. Kurang

menyetujui diadakannya evaluasi perbandingan antara dua

atau lebih.

Konsep ini telah menghubungkan kegiatan evaluasi dengan

tujuan untuk mengkaji efektivitas kurikulum yang sedang

dikembangkan. Dengan kata lain, konsep congruence ini

telah memperlihatkan adanya "high degree of integration

with the instructional process." Dengan mengkaji

efektivitas kurikulum dalam mencapai tujuan-tujuan yang

telah ditetapkan, hal ini akan memberikan balikan

kepada pengembang kurikulum tentang tujuan-tujuan mana

yang sudah dan yang belum dicapai. Hasil evaluasi yang

diperoleh tidak bersifat relatif karena selalu

dihubungkan dengan tujuan yang hendak dicapai sebagai

kriteria perbandingan. Kelemahan dari konsep ini

terletak pada ruang lingkup evaluasinya. Sekalipun

tujuan evaluasi diarahkan pada kepentingan

penyempurnaan program kurikulum, tapi konsep ini tidak

menjadikan input dan proses pelaksanaan sebagai obyek

17

langsung evaluasi. Yang dijadikan perhatian oleh konsep

ini adalah hubungan antara tujuan dan hasil belajar.

Faktor-faktor penting yang terdapat diantara tujuan dan

hasil yang dicapai kurang mendapat perhatian, padahal

yang dimensi akan disempurnakan justru adalah faktor-

faktor tersebut yaitu input dan proses belajar-

mengajar, yang keseluruhannya akan menciptakan suatu

tipe pengalaman belajar tertentu. Masih berhubungan

dengan persoalan ruang lingkup evaluasi di atas,

pelaksanaan evaluasi dari konsep ini terjadi pada saat

kurikulum sudah selesai dilaksanakan, dengan jalan

membandingkan antara hasil pretest dan posttest.

Sebagai akibatnya informasi yang dihasilkan hanya dapat

menjawab pertanyaan tentang tujuan-tujuan mana yang

telah dan yang belum dapat dicapai.

Pertanyaan tentang mengapa tujuan-tujuan tertentu belum

dapat dicapai, sukar untuk dapat dijawab melalui

informasi perbedaan pretest dan posttest. Dengan kata

lain, pendekatan yang digunakan oleh konsep ini

menghasilkan suatu teknik evaluasi yang sifatnya

terminal / postfacto. Pendekatan semacam ini memang

membantu pengembang kurikulum dalam menentukan bagian-

bagian mana dari program yang masih lemah, tapi kurang

membantu di dalam mencari jawaban tentang segi-segi

18

apanya yang masih lemah dan bagaimana kemungkinan

mengatasi kelemahan tersebut.

Terlepas dari beberapa kelemahan di atas, konsep ini

telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi

perkembangan konsep evaluasi kurikulum, khususnya dalam

usaha :

1. Menghubungkan hasil belajar dengan tujuan-tujuan

pendidikan sebagai kriteria perbandingan

2. Memperkenalkan sistem pengolahan hasil evaluasi

secara bagian demi bagian, yang ternyata lebih

relevan dengan kebutuhan pengembangan kurikulum.

Evaluasi pada dasarnya merupakan pemeriksaan kesesuaian

atau congruence antara tujuan pendidikan dan hasil

belajar yang dicapai, untuk melihat sejauhmana

perubahan hasil pendidikan telah terjadi. Hasil

evaluasi diperlukan dalam rangka penyempurnaan program,

bimbingan pendidikan dan pemberian informasi kepada

pihak-pihak di luar pendidikan. Objek evaluasi

dititikberatkan pada hasil belajar dalam bentuk

kognitif, psikomotorik, maupun nilai dan sikap. Jenis

data yang dikumpulkan adalah data objektif khususnya

skor hasil tes.

Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh pendekatan/

cara-cara berikut.

19

a. Menggunakan prosedur pre- and post- assessment dengan

menempuh langkah-langkah pokok sebagai berikut:

penegasan tujuan, pengembangan alat evaluasi, dan

penggunaan hasil evaluasi.

b.   Analisis hasil evaluasi dilakukan secara bagian

demi bagian.

c. Teknik evaluasi mencakup tes dan teknik-teknik

evaluasi lainnya yang cocok untuk

menilai berbagai jenis perilaku yang

terkandung dalam tujuan.

d.      Kurang menyetujui diadakannya evaluasi

perbandingan antara dua atau lebih program.

Congruence Model dipandang sebagai reaksi terhadap model

yang pertama. Tokoh-tokoh evaluasi yang merupakan

pengembang model ini antara lain adalah Raph W. Tyler,

John B. Carroll, dan Lee J. Cronbach.

Menurut model ini, evaluasi itu tidak lain adalah usaha

untuk memeriksa persesuaian (congruence) antara tujuan-

tujuan pendidikan yang diinginkan dan hasil belajar

yang telah dicapai. Berhubung tujuan-tujuan pendidikan

menyangkut perubahan-perubahan tingkah laku yang

diinginkan pada diri anak didik, maka evaluasi yang

dinginkan itu telah terjadi. Hasil evaluasi yang

diperoleh berguna bagi kepentingan menyempurnakan

sistem bimbingan siswa dan untuk memberikan informasi

20

kepada pihak-pihak di luar pendidikan mengenai hasil-

hasil yang telah dicapai.

Objek evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku

siswa. Secara lebih khusus, yang dinilai di sini adalah

perubahan tingkah laku yang diinginkan yang

diperhatikan oleh siswa pada akhir kegiatan pendidikan.

Tingkah laku hasil belajar ini tidak hanya terbatas

pada aspek pengetahuan, melainkan juga mencakup aspek

keterampilan dan sikap, sebagai hasil dari proses

pendidikan.

BAB III

KESIMPULAN

Evaluasi merupakan unsur penting dalam pengembangan

kurikulum, sebagai upaya untuk memperoleh data yang

memiliki makna dari yang dievaluasi. Evaluasi merupakan

proses pemberian pertimbangan mengenai nilai dan arti

sesuatu yang dipertimbangkan.

Tujuan evaluasi antara lain: perbaikan program,

pertanggungjawaban, atau untuk menentukan tindak

lanjut. Adapun model-model evaluasi kurikulum yang bisa

dijadikan altentaif antara lain: model congruence

21

Model Congruence adalah usaha untuk memeriksa

persesuaian (congruence) antara tujuan-tujuan pendidikan

yang diinginkan dan hasil belajar yang telah dicapai.

Berhubung tujuan-tujuan pendidikan menyangkut

perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan pada

diri anak didik, maka evaluasi yang dinginkan itu telah

terjadi. Hasil evaluasi yang diperoleh berguna bagi

kepentingan menyempurnakan sistem bimbingan siswa dan

untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak di luar

pendidikan mengenai hasil-hasil yang telah dicapai.

Model evaluasi congruence bertitik tolak pada upaya mencari kesesuaian antara tujuan program pendidikan

dengan hasil belajar yang diperoleh peserta didik. Hasil

dari evaluasi model congruence bisa dijadikan masukan

(in-put) untuk perbaikan program pengembangan kurikulum

selanjutnya, misalnya penyempurnaan dalam kegiatan

pembelajaran, bimbingan terhadap peserta didik, dan lain

sebagainya, sehingga evaluasi kurikulum model congruence

dapat diterapkan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Ahman dan Glock. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran.

Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia Kuliah Dasar

Edisi Kelima. Jakarta : Professional Books.

22

Hasan. S. Hamid. 1988. Evaluasi Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.

Ibrahim,R dan Masitoh, (2011), “Evaluasi Kurikulum“

dalamKurikulum dan pembelajaran. Jakarta : Tim

Pengembang MKDP FIP UPI, Rajawali Pers.

Mulyana, Slamet. 19 Januari, 2009. Analisis

Tansaksional (Eric Berne). Just another

WordPress.com weblog.

Papu, Johanes. Jakarta, 07 Desember 2002. Pengungkapan Diri.

www.google.com.

Severin, Werner J. dan James W. Tankard, Jr. 2007. Teori

Komunikasi Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa.

Jakarta : Kencana Predana Media Group.

Sudjana, Nana dan Ibrahim, R. 1989. Penelitian dan

Penilaian Pendidikan. Bandung: PT Sinar Baru.

Wahidin, Evaluasi Kurikulum, Online 17 September 2009,

tersedia dalam

http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/10/31

/evaluasi-kurikulum).

Wrihatnolo. Pelatihan Monitoring dan Evaluasi di

Surabaya-Presentation Transcript, Online 17

September 2009, tersedia dalam

http://www.wrihatnolo.blogspot.com/www.slideshare.

net/wrihatnolo).

23