Ekonomi Sumber Daya Alam UAS

27
1 JAWABAN UAS UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Ekonomi Sumber Daya Alam yang dibina oleh Bapak Mardono, M.Si Lili Prianti 120431426490 Off C Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang 2015

Transcript of Ekonomi Sumber Daya Alam UAS

1

JAWABAN UAS

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAHEkonomi Sumber Daya Alam

yang dibina oleh Bapak Mardono, M.Si

Lili Prianti

120431426490

Off C

Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi

Universitas Negeri Malang2015

2

1. Produksi MIGAS RI sebanyak 916 ribu barel/hari, kebutuhan

MIGAS mencapai 1,5 juta barel/hari. Dalam APBN th 2011 harga

MIGAS dipatok $90/barel sedangkan harga yang berkembang di

pasar internasional sebesar $103,20/barel. A) Berapa Rupiah

yang harus dibayar oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan

MIGAS dalam negeri ($ 1=Rp 10.000)? B) Apakah berpengaruh

terhadap APBN-RI tahun 2012? C) Apakah berpengaruh terhadap

HARGA BBM Dalam Negeri? D) Apakah berpengaruh terhadap EX-IM

BBM? E) Apakah berpengaruh terhadap SUBSIDI yang diberikan

Pemerintah? Jelaskan! A) Diketahui: Produksi Migas sebanyak

916.000 barel/hari, sedangkan kebutuhan migas mencapai

1.500.000 barel/hari, pada tahun 2011 harga migas dipatok

$90/barel dan harga yang berkembang di pasar internasional

sebesar $103,20/barel, dan harga $1 = Rp 10.000. Ditanya:

Berapa rupiah yang dibayar oleh pemerintah untuk memenuhi

Migas dalam negeri? Jawab: Kebutuhan Migas dalam negeri jika

memenuhi kebutuhan sendiri: 1.500.000 x $90 = $135.000.000.

Kemudian: $135.000.000 x Rp 10.000 = Rp 1.350.000.000.000.

Selanjutnya: 916.000 barel x $90 = $82.440.000. Setelah itu:

$82.440.000 x Rp 10.000 = Rp 824.400.000.000,00. Kekurangan:

Impor Migas dari Luar negeri: 1.500.000 - 916.000 = 584.000

barel. 584.000 barel x $103,20 = $60.268.800. Kemudian:

$60.268.800 x Rp 10.000 = Rp 602.688.000.000,00. Jadi, selisih

jika Indonesia bisa memenuhi kebutuhan BBM sendiri dengan

mengimpor adalah: Rp1.350.000.000.000 - $135.000.000 = Rp

3

1.349.865.000.000. Jadi, kekurangan yang harus dibayar dan

ditanggung pemerintah Indonesia adalah sebesar Rp

1.349.865.000.000. B) menurut saya, ya jelas akan akan

mempengaruhi terhadap APBN-RI tahun 2012 (tahun berikutnya)

karena dana APBN untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri

menjadi semakin meningkat sehingga pemerintah harus

meningkatkan anggaran lebih untuk memenuhi kebutuhan BBM itu

sendiri. C) Ya, sangat berpengaruh terhadap harga BBM dalam

negeri, dikarenakan yang menjadi acuan harga minyak Indonesia

adalah OPEC dan yang menjadi acuan lain adalah tolak ukur BBM

dalam negeri tergantung pada harga BBM yang berkembang di

pasar Internasional, jadi naik turunnya harga minyak

internasional juga mempengaruhi harga minyak/BBM dalam negeri.

Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah agar dapat

menutupi adanya kekurangan dana untuk BBM, maka pemerintah

harus menaikkan harga BBM dan mematok harga yang lebih tinggi.

D) Ya, jelas berpengaruh juga terhadap Export-Import BBM

karena jika harga BBM per barel di pasar Internasional tinggi

maka kegiatan import Negara kita atau pemenuhan akan BBM di

Negara kita akan menjadi berkurang, dikarenakan harga tinggi

dan secara otomatis kegiatan mengimport BBM menjadi berkurang.

Berkurangnya jumlah import BBM ini menjadikan harga BBM di

dalam negeri menjadi lebih mahal, karena persediaan dari

import yang jumlahnya sedikit. Dan jika harga BBM

internasional mengalami kenaikan atau tinggi, maka kegiatan

ekspor BBM juga akan terganggu, kenaikan harga BBM baik di

pasar internasional maupun di dalam negeri akan mengakibatkan

inflasi yang berdampak pada krisis global, namun hal ini akan

semakin marak, sedangkan untuk kegiatan import BBM, pihak

4

pemerintah akan membatasi import, yang berakibat kebutuhan

atau stock BBM dalam negeri mengalami kelangkaan, kelangkaan

ini membuat harga BBM melonjak naik/mahal, dampak selanjutnya

banyak terjadi penimbunan BBM dan pada akhirnya mengakibatkan

inflasi dalam negeri. E) sudah cukup jelas akan mempengaruhi

jumlah subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Seperti yang

sudah dijelaskan pada poin D, salah satu dampak yang timbul

adalah maraknya penimbunan BBM dan mengakibatkan terjadinya

inflasi di dalam negeri akibat naiknya harga BBM di dalam

negeri, sehingga dengan kejadian seperti ini, kebijakan

pemerintah salah satunya subsidi yang dikeluarkan pemerintah

untuk BBM impor pun akan semakin tinggi.

2. Hutan daerah tropis merupakan paru-paru dunia yang dapat

mencegah proses terjadinya EFEK RUMAH KACA dan panas global.

Jelaskan tindakan/kebijakan yang harus dilakukan oleh

Pemerintah RI secara riil serta Negara-negara Industri dalam

UNFC3 (United Nations Framework Convention of Climate Change)

di Nusa Dua Bali tahun 2007, di Kophenhagen tahun 2009? Efek

rumah kaca yakni permukaan benda langit yang mengalami proses

pemanasan (dalam hal ini adalah planet termasuk bumi dan juga

satelit tetapi bukan satelit buatan) yang disebabkan karena

komposisi atmosfernya. Pada intinya proses terjadinya efek

rumah kaca adalah energi yang diserap bumi dipantulkan

kembali, bentuk dari pantulan itu adalah radiasi infra merah

oleh permukaan bumi dan awan, sebagian dari infra merah yang

dipancarkan bumi kembali di tahan oleh gas CO2 dan awan serta

gas lainnya dan akan di pantulkan lagi ke bumi. Efek rumah

kaca secara buatan yakni akibat kegiatan manusia yang

menyebabkan efek rumah kaca, atau disebut pemanasan global.

5

Hutan daerah tropis merupakan paru-paru dunia yang dapat

mencegah proses terjadinya efek rumah kaca dan pemanasan

global. Sesuai dengan UNFC3 (United Nations Framework

Convention of Climate Change) yang mempunyai tujuan

menstabilkan konsentrasi yang dilaksanakan di Nusa Dua Bali

tahun 2007 dan di Kophenhagen tahun 2009, tindakan atau

kebijakan yang harus dilakukan oleh Pemerintah RI secara riil

beserta dengan Negara-negara industri lainnya adalah sebagai

berikut: a. Untuk mengurangi efek rumah kaca pemerintah

bersama dengan departemen kehutanan mengadakan program

penghijauan, yaitu gerakan penanaman pohon kembali, b.Melarang

penggunaan minyak wangi atau pengharum yang menggunakan spray

sehingga menyebabkan kandungan ion tinggi di atmosfer menjadi

semakin berlubang, c. Mengadakan sterilisasi terhadap

cerobong/asap industry pabrik yang banyak mengandung karbon

monoksida (Co), d. Mengurangi barang-barang yang tidak dapat

di daur ulang, e. Melarang penggunaan AC / Freon yang

mengandung ion sehingga dapat mengakibatkan atmosfer menjadi

semakin berlubang, f. Pemerintah RI dan Norwegia sepakat

mengembangkan kerjasama di bidang kehutanan, ada dua hal yang

disepakati dalam kerjasama itu, yang pertama adalah kehutanan

harus lebih integral di masukkan ke dalam kesepakatan pasca-

Protokol Kyoto. Kedua, Norwegia sepakat untuk mendukung

program pengurangan emisi dari hutan gundul dan hutan rusak

(REDD/Reducing Emission from Deforestasi and Degradation)

Indonesia. Selain itu dalam bidang energi bersih yaitu

kerjasama dibidang penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon

capture storage/ccs), yakni tentang bagaimana karbon yang

dilepaskan dari kilang minyak dapat dicairkan dan dimasukkan

6

kembali kedalam tanah, inilah teknologi terbaru dan jarang

sekali digunakan, tetapi Negara Norwegia terdepan dalam bidang

ini, g. Pembuatan sistem drainase dan sumur untuk

mengantisipasi curah hujan yang tinggi dan kekeringan, h.

Pemerintah bekerjasama dengan perusahaan auto mobil untuk

melarang memproduksi mobil atau motor dengan gas pembuangan

yang mengandung gas Co (carbon monoksida / asam pekat/ yang

membahayakan pernafasan), i. Pemerintah harus mewajibkan

kepada semua pengendara kendaraan bermotor maupun pengemudi

mobil untuk melakukan tes uji emisi supaya gas hasil

pembuangan bersih dan ramah lingkungan, j. Pembangunan jalan

untuk pejalan kaki dan pengguna sepeda serta penanaman pohon

peneduh sehingga mendorong masyarakat untuk menggunakan sepeda

ontel ataupun dengan berjalan kaki. k. Pengelolaan Hutan

Berkelanjutan / Sustainable Forest Management (SFM) baik pada hutan

buatan maupun hutan alami, dan rehabilitasi lahan melalui

aforestasi dan reforestasi agar diperhitungkan sebagai program

pengurangan emisi, l. Adanya pembangunan sistem industri dan

transportasi yang tidak bergantung pada lahan bakar fosil

(minyak bumi dan batu bara), m. Berusaha melakukan efisiensi

energi dan memasyarakatkan penggunaan energi yang dapat

diperbarui (renewable energy) untuk mengurangi atau bahkan

menghentikan ketergantungan pada bahan bakar fosil, n.

Meningkatkan daya dukung DAS (Daerah Aliran Sungai) dengan

mencegah kerusakan dan memperbaiki daerah tangkapan (cathment

area) sebagai daerah resapan air melalui upaya konservasi

lahan, dengan menggunakan metode mekanis maupun vegetatif,

seperti: pembuatan terasering dan sumur resapan.

7

3. Tranportasi di Indonesia khususnya di kota-kota besar

semakin serius dan mengglobal mulai dari Produksi, Pemasaran,

Pengguna serta Sarana dan Pra-sarana yang kurang memadai, agar

rakyat dapat memanfaatkan transportasi secara optimal, murah

dan ramah lingkungan. Jelaskan tindakan/kebijakan yang harus

dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemda Tk I maupun Pemda TK II

untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dari transportasi?

Transportasi Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia

dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Arti dari transportasi

sendiri adalah perpindahan manusia atau barang dari satu

tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan

yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi yang ada

di Indonesia ada 3, yaitu transportasi udara, laut, dan darat.

Perkembangan transportasi di Indonesia yang notabennya sebagai

Negara yang sedang berkembang maka dalam bidang transportasi

juga masih selalu dikembangkan terutama sistemnya. Dalam

perencanaan sistem transportasi harus pula diprioritaskan

untuk menekan dampak negatifnya bagi lingkungan dengan melihat

semua aspek yang ada di dalam sistem transportasi, mulai dari

perencanaan sistem transportasi, model transportasi, sarana,

pola aliran lalu lintas, jenis mesin kendaraan dan bahan bakar

yang digunakan berdasarkan prinsip hemat energi dan berwawasan

lingkungan. Untuk menentukan model transportasi harus

ditentukan dengan mempertimbangkan persyaratan berikut ini:

pertama, yaitu pemindahan barang dan manusia dilakukan dalam

jumlah yang terbesar dan jarak yang terkecil. Transportasi

massal (dapat digunakan oleh orang dalam jumlah yang banyak)

merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan dengan

transportasi individual (seperti mobil dan motor pribadi).

8

Dengan mengurangi jumlah transportasi (kendaraan pribadi)

sekecil mungkin dan dalam waktu tempuh yang sekecil mungkin

akan diperoleh efisiensi yang tertinggi, sehingga diharapkan

pemakaian total energi setiap penumpang menjadi kecil, dan

intensitas emisi pencemar yang dikeluarkan akan berkurang.

Kedua, daya dukung wilayah (potensi wilayah setiap daerah yang

berbeda disesuaikan dengan perencanaan kota) dan sistem

transportasi terhadap jumlah kendaraan. Mengurangi jumlah

kendaraan sudah selayaknya dilaksanakan, karena menyesuaikan

dengan daya tampung dan daya dukung jalan raya, ketersediaan

lokasi parkir atau sarana pendukung transportasi lainnya.

Selama aspek sistem transportasi yang memadai sesuai

terlaksana dalam konteks perencanaan tata ruang melalui

manajemen transportasi dan efisiensi energi maka pencegahan

dampak bagi lingkungan dapat dilakukan. Tetapi, berkebalikan

dengan keadaan sekarang yang ditemui di lapangan, khususnya

pada daerah kota-kota besar di Indonesia. Program perencanaan

tata kota justru tidak serasi dengan sistem transportasi yang

ada, pertumbuhan kendaraan sangat pesat untuk setiap tahunnya,

dan hal ini tidak memerhatikan daya dukung wilayah yang ada.

Maka dari itu, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menata

sistem transportasi yang ada, upaya yang dilakukan ini dapat

memecahkan masalah walaupun dalam jangka pendek. Selain itu

upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah

transportasi yang timbul adalah, transportasi darat: 1)

meningkatkan proyek infrastruktur jalan sehingga transportasi

di Negara Indonesia berjalan dengan lancar, misalkan

pembangunan jalan tol, fly over, dan zebra cross; 2)

pemerintah mewajibkan kepada semua pengguna jalan raya untuk

9

memenuhi peraturan lalu lintas agar tercipta suasana yang

tertib dan aman; 3) Government to Citizens (G2C): membangun

suatu sistem layanan transportasi darat nasional terpadu yang

mudah ditemukan dan mudah untuk digunakan (accessible),

sehingga memudahkan masyarakat mengakses layanan transportasi

darat nasional; 4) pembangunan Sub Way (Angkutan Massal dengan

Jalan bawah Tanah). Karena jalan yang ada di permukaan kota-

kota hampir seluruhnya rawan macet, maka dari itu perlu dibuat

jalan bawah tanah. Harapannya adalah dapat mengurangi jumlah

kemacetan dan waktu tempuhnya akan lebih singkat, maka

masyarakat akan lebih senang untuk menggunakan angkutan massal

ini dari pada menggunakan angkutan pribadi; 5) Angkutan Massal

Kereta Api Listrik. Kereta Api listrik merupakan sarana

angkutan umum yang menggunakan listrik sebagai sumber tenaga

dan tidak menggunakan bahan bakar minyak serta

menggunakanjalan dari rel khusus yang tidak digunakan oleh

kendaraan lain selain hanya kereta api tersebut. Kelebihannya

kereta api listrik ini tidak mengakibatkan polusi udara dan

tidak terjebak kemacetan lalu lintas, sehingga waktu tempuhnya

menjadi semakin singkat.

4. Zona Exclusive Economics (ZEE), RI adalah 200 mil berarti

kekayaan laut dan kelautan semakin berlimpah. A) Mengapa RI

belum bisa menjadi Negara pengekspor ikan terbesar di dunia?

B) Mengapa harga ikan di dalam negeri relatif mahal? C)

Mengapa kehidupan para nelayan masih memprihatinkan <pra

sejahtera>? Jelaskan! A) Alasan mengapa RI masih belum bisa

menjadi negara pengekspor ikan terbesar di dunia adalah: 1)

kurangnya dukungan dari pemerintah terhadap sektor perikanan

dalam negeri. Perlindungan terhadap kesejahteraan nelayan juga

10

masih kecil, sehingga sering terjadi nelayan berada sebagai

pihak yang dirugikan. Salah satu kebijakan yang sangat

merugikan nelayan yaitu kebijakan untuk menaikkan harga BBM

seperti beberapa waktu lalu, menyebabkan pengeluaran nelayan

akan BBM semakin besar, sedangkan hasil tangkapannya pun belum

tentu banyak dan bahkan untuk kembali ke modal awal saja

sangat sulit; 2) rendahnya tingkat produksi ikan dalam negeri.

Hal ini terjadi karena sebagian besar nelayan Indonesia masih

menggunakan alat-alat yang sangat sederhana untuk menangkap

ikan, dengan penangkapan secara tradisional. Memang cara-cara

tersebut sangat membantu menjaga kelestarian ekosistem laut,

namun ditinjau dari segi hasil yang didapat dan produksi

perikanan masih sangat kecil; 3) pengetahuan pemasaran yang

masih kurang baik para pemasok hasil perikanan maupun para

nelayan itu sendiri. Pangsa pasar produk perikanan di

Indonesia yang masih sempit, mengakibatkan distribusi produk

perikanan masih kurang. Jangankan untuk diekspor, untuk

pemenuhan dalam negeri saja masih terdapat perbedaan harga

yang sangat mencolok antar daerah yang berbeda. B) Penyebab

mahalnya harga ikan di Indonesia adalah karena pemanfaatan

potensi ikan yang ada masih belum optimal. Sehingga

ketersediaan ikan/hasil perikanan masih belum bisa diandalkan

sebagai sektor utama. Di sisi lain, produksi ikan justru lebih

banyak diekspor ke luar negeri, sehingga makin terbataslah

pemenuhan kebutuhan ikan dalam negeri. Disamping itu, daya

beli masyarakat Indonesia terhadap ikan masih rendah sehingga

tak heran jika produsen pengolah ikan lebih memilih pasar

ekspor untuk menjual ikan tersebut, karena dirasa lebih

menguntungkan. Ini dapat dilihat dari faktanya bahwa produk

11

perikanan nasional lebih banyak dinikmati pasar luar negeri.

Sebagian besar pabrik pengolahan ikan di Indonesia lebih

memilih pasar luar negeri untuk menjual produknya, dikarenakan

daya beli masyarakat Indonesia yang rendah. Apabila produknya

diserap oleh pasar dalam negeri, umumnya yang merupakan excess

products (produk sisa) seperti kepala kakap dan tetelan

tenggiri, tetapi berbeda jika di luar negeri konsumsi ikan

cenderung meningkat dan daya beli juga tinggi. Ini yang

menyebabkan mahalnya harga ikan di dalam negeri adalah karena

terbatasnya pasokan ikan untuk dalam negeri disamping itu

masyarakat Indonesia juga kurang menyukai ikan (ada tetapi

mungkin jumlahya hanya sedikit) sehingga pasokan dalam negeri

oleh produsen dijual ke luar negeri. C) kehidupan masyarakat

nelayan untuk saat ini memang masih memprihatinkan. Hal ini

berawal dari nelayan yang memang dari awal sudah bergantung

hanya kepada tengkulak ikan. Jadi lebih banyak nelayan yang

hasil tangkapannya dijual kepada tengkulak, dan tentu dengan

harga yang lebih rendah dari harga pasarnya. Banyak alasan

yang mendasarinya, salah satunya adalah nelayan membutuhkan

uang dengan segera, maka solusinya menjual hasil tangkapannya

ke tengkulak, walaupun nelayan tersebut tahu bahwa mereka akan

merugi dengan menjual hasil tangkapannya ke tengkulak.

5. Indonesia adalah Negara agraris sektor pertanian dengan 5

sub sektornya merupakan andalan komodities ekspor. A) Mengapa

Petani sering menjadi fihak yang lemah/merugi (banyak kasus

telah terjadi)? B) Apa tindakan/kebijakan yang harus dilakukan

oleh Pemerintah secara riil untuk melindungi petani? Jelaskan!

A) Penyebab petani masih saja menjadi fihak yang lemah/merugi

adalah: 1) adanya kebijakan impor, contohnya: gula yang harus

12

ditinjau kembali, sebelum menjadi tindakan yang

kontraproduktif di tengah upaya pemerintah berpihak kepada

petani tebu dan pabrikan gula. Tindakan itu selain

inkonsisten, juga mengakibatkan banjir produksi gula di dalam

negeri, sehingga merusak harga pasaran gula di pasar lokal.

Akibatnya, harga gula turun drastis dan keadaan ini dapat

merugikan petani; 2) tidak adanya dukungan dari pemerintah,

karena pemerintah lebih menekankan komoditi eksport migas dari

pada hasil pertanian sehingga keuntungan petani menjadi kecil;

3) tindakan pemerintah akan ketergantungan terhadap produk

luar negeri (mengimpor) khususnya produk pertanian, seperti:

gula import, beras import; 4) kurangnya bantuan dana dari

pemerintah untuk peningkatan produksi pertanian seperti:

kurangnya bantuan teknologi, bantuan pupuk bersubsidi, dan

dana kredit usaha untuk petani; 5) meningkatnya harga pupuk

dalam negeri sehingga keuntungan produksi tidak sebanding

dengan biaya produksi (mengalami kerugian); 6) sektor

pertanian pangan (beras) menjadi korban dari liberalisasi

keuangan, yang tidak terkontrol. Tidak hanya subsektor pangan,

tetapi sektor pertanian secara keseluruhan menjadi marjinal di

dalam sistem keuangan selama ini, di mana persentase

perkreditan yang dikucurkan hanya sekitar 7%, dari total

kredit. Padahal kontribusi 'output' dan tenaga kerja sektor

pertanian tergolong paling besar; 8) ketidakberpihakan

kebijakan pangan kepada para petani, telah menurunkan gairah

pada sektor pertanian. Akibatnya para petani kian berbondong-

bondong meninggalkan kegiatan pertanian yang telah menjadi

tumpuan hidupnya selama ini. Di sisi lain, ketidakberpihakan

itu juga menjadikan petani terus menerus hidup dalam

13

kemiskinan dan pada akhirnya wilayah pedesaan yang secara umum

bergantung dari hasil pertanian tetap tertinggal jauh secara

terus menerus secara ekonomi. B) tindakan/kebijakan yang harus

dilakukan oleh pemerintah secara riil untuk melindungi petani

yaitu: 1) pemerintah harus meningkatkan produksi pertanian

melalui swasembada pangan (pemenuhan kebutuhan sendiri); 2)

pemerintah memberi dana/subsidi pertanian kepada para petani;

3) pemerintah harus meningkatkan dana kredit untuk UKMK; 4)

pemerintah memberikan bantuan pupuk bersubsidi sehingga harga

pupuk menjadi murah; 5) pemerintah lebih menekankan pada

eksport produk pertanian; 6) pemerintah meningkatkan

kesejahteraan petani dengan cara: memberikan stok harga yang

tinggi untuk produk pertanian, memberikan modal usaha, panca

usaha tani, melalui intensifikasi, diversifikasi, mekanisasi,

rasionalisasi, ekstendifikasi; 7) penetapan perbaikan harga

dasar gabah yang baru sehingga diharapkan dapat memberi

dorongan dan insentif bagi petani, meskipun tidak selalu harus

langsung naik secara signifikan dari harga dasar awal. Ini

perlu diikuti oleh Bulog sebagai (buffer) yang melindungi

harga (panen) dan melindungi konsumen pada saat paceklik.

6. Berkembangnya jumlah perusahaan/industri yang ada saat ini

berarti semakin meluasnya tingkat polusi baik udara, air,

tanah, suara berdampak pada kerusakan/gangguan ekosistem. A)

Bagaimana Pemerintah dalam kebijakannya untuk mencapai

Pembangunan Berwawasan Lingkungan (UU no.32/09)? B) Bagaimana

solusinya agar air tanah dan air permukaan tidak

terkontaminasioleh zat-zat yang membahayakan kehidupan (UU

No.7/2004)? Jelaskan! A) peran pemerintah dalam kebijakannya

untuk mencapai pembangunan berwawasan lingkungan (UU no. 32

14

2009) adalah sebagai berikut: sebagai salah satu ruang lingkup

Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup dalam Undang-

undang Nomor 32 tahun 2009 untuk mewujudkan pencapaian

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan adalah

“Penegakan Hukum”, dikenal juga dengan istilah “penerapan

hukum” dan dalam bahasa Belanda “rechtstoepassing,

rechtshandhaving, bahasan Inggris, “law enforcement,

“application”, role of law. Selain itu Peningkatan program

penghijauan/reboisasi/gerhan dan peningkatan program AMDAL.

Contoh: diadakannya program “prokasih” yaitu program kali

bersih. Meningkatkan pembangnan wahana tata lingkungan bersih

di beberapa daerah. Melarang pendirian pabrik di tengah kota

yang dapat mencemari udara. Mengadakan uji emisi pada setiap

kendaraan bermotor. Melarang pembuangan limbah di sungai.

Melarang penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan di

laut. Melarang pembuangan bahan-bahan yang mengandung bahan

kimiawi di sekitar. B) berikut ini yang dapat dilakukan untuk

mencegah pencemaran air tanah dan permukaan sesuai dengan UU

No. 7 tahun 2004, meliputi: 1) Mengadakan program penghijauan

dan AMDAL untuk mencegah pencemaran lingkungan termasuk tanah,

air, dan udara serta dapat menyerap CO2 yang dapat menurunkan

kualitas tanah. 2) Melarang pembuangan bahan kimia pada

lingkungan sekitar sehingga menyebabkan menyebabkan sumber air

menjasi tercemar. Contoh: penggunaan sumur artesis (air

permukaan bumi). 3) Mewajibkan setiap industri untuk memiliki

alat pengolahan limbah dan melarang membuang limbah cair dan

sampah ke sungai. 4) Mengadakan filterisasi/penjernihan air.

7. Mengapa RI dalam kerja sama dengan fihak asing (Joint

Venture), sering menjadi fihak yang dirugikan dalam

15

mengeksploitasi dan mengeksplorasi tambang MIGAS maupun

tambang MINERBA? Jelaskan dan beri contoh kasusnya! Hal ini

dikarenakan beberapa sebab, antara lain: a.Persoalan minyak

dan gas (migas) di Indonesia berpangkal pada kesalahan undang-

undang yang fatal. Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang

Migas yang disahkan Pemerintahan Megawati itu meliberalisasi

seluruh kegiatan usaha migas, mulai dari sektor hulu hingga

sektor hilir. Maka setelah UU itu disahkan pada 23 Nopember

2001, korporasi asing kian leluasa menguasai bisnis migas.

Jika sebelumnya korporasi asing itu sudah menguasai sektor

hulu, kini mereka segera merambah sektor hilir. Dalam UU Migas

ini kekuasaan negara atas migas benar-benar dikebiri. Peran

dan kewenangannya dipangkas hanya sebatas sebagai regulator.

Secara formal negara memang masih diakui sebagai pihak yang

menguasai migas (pasal 4 ayat 1). Akan tetapi, penguasaan itu

sekadar menjadikan Pemerintah sebagai pemegang Kuasa

Pertambangan (pasal 4 ayat 2). Yang dimaksud dengan kuasa

pertambangan adalah wewenang yang diberikan negara kepada

pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan eksplorasi dan

eksploitasi (Dalam pasal 1 ayat 5). Sebagai pemegang kuasa

pertambangan, Pemerintah diberi kewenangan membentuk Badan

Pelaksana (Pasal 4 ayat 3). Kendati disebut sebagai badan

pelaksana, fungsi dan tugasnya tidak melaksanakan kegiatan

eksplorasi maupun eksploitasi secara langsung. Badan ini hanya

berfungsi melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha hulu

(Pasal 44 ayat 2). Di antara tugasnya adalah melaksanakan

penandatanganan kontrak kerjasama, memonitor pelaksanaannya,

dan menunjuk penjual migas (Pasal 44 ayat 3). Adapun pelaksana

langsung kegiatan eksplorasi dan eksploitasi—disebut dengan

16

kegiatan usaha hulu—adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap

yang didasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana (Bab

IV, pasal 11, ayat 1). Ketentuan ini jelas sangat aneh dan

tidak masuk akal. Jika negara diakui sebagai pihak yang

menguasai migas, mengapa negara tidak diperkenankan melakukan

penyelenggaraan eksplorasi dan eksploitasi dan dipaksa harus

menyerahkan kepada pihak lain? Memang dalam pasal 9 ayat 1

disebutkan bahwa kegiatan usaha hulu bisa dilakukan BUMN atau

BUMD. Akan tetapi, kedua badan usaha itu hanya berkedudukan

sebagai pelaku usaha yang diletakkan sejajar dengan swasta,

termasuk korporasi asing. Untuk bisa mendapatkan proyek

penambangan migas, BUMN atau BUMD itu pun harus bersaing

dengan semua perusahaan swasta. Ketentuan serupa juga berlaku

dalam sektor hilir yang meliputi pengolahan, pengangkutan,

penyimpanan, dan niaga. Kewenangan Pemerintah hanya sebatas

membentuk Badan Pengatur yang bertugas melakukan pengaturan

dan pengawasan pada kegiatan usaha hilir (Bab I, pasal 1, ayat

24). Sebagaimana dalam sektor hulu, pelaku usaha pada sektor

hilir ini juga berupa BUMN, BUMD, koperasi, usaha kecil, dan

badan usaha swasta (Bab III, pasal 9, ayat 1). Jelaslah, dalam

UU Migas negara hanya diposisikan sebagai regulator yang

mengatur lalu lintas jalannya usaha migas. Di samping

mengebiri kepemilikan negara atas migas dan memangkas

kewenangannya hanya sebagai regulator, UU Migas juga

menjadikan seluruh kegiatan usaha migas, baik sektor hulu

maupun hilir, semata berdasarkan pada mekanisme pasar.

Realitas ini dapat ditemukan dalam banyak pasal-pasalnya.

Dalam pasal 3a dinyatakan, bahwa untuk menjamin efektivitas

pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha eksplorasi dan

17

eksploitasi dilakukan melalui mekanisme yang terbuka dan

transparan. Ungkapan ini jelas menjadikan mekanisme pasar

dalam penyelenggaraan kegiatan usaha hulu. Untuk dapat

memenangkan tender, semua pelaku usaha diharuskan menempuh

mekanisme itu. Ketentuan ini juga berlaku bagi BUMN. Bertolak

dari ketentuan ini, tak aneh jika Pertamina dibiarkan oleh

Pemerintah bersaing bebas dengan ExxonMobil dalam

memperebutkan Blok Cepu. Mekanisme pasar bebas juga

diberlakukan dalam kegiatan usaha hilir. Dalam pasal 3b

dinyatakan, bahwa untuk menjamin efektivitas pelaksanaan dan

pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan

niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme

persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan. Jika

sebelumnya hanya Pertamina yang diizinkan menguasai sektor

ini, kini terbuka lebar bagi masuknya swasta, termasuk

korporasi asing. Memang dalam pasal 9 ayat 2 disebutkan bahwa

Bentuk Usaha Tetap hanya dapat melakukan kegiatan usaha hulu

(Pasal 1 ayat 18: Bentuk Usaha Tetap adalah badan usaha yang

didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah NKRI yang

melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia). Akan tetapi, korporasi asing itu bisa saja

mendirikan anak perusahan di sini dengan menjadi badan hukum.

Kini sudah ada beberapa perusahaan asing yang turut dalam

kegiatan usaha hilir, seperti Shell (Belanda) dan Petronas

(Malaysia). Mekanisme pasar juga berlaku dalam penentuan harga

migas yang dijual kepada masyarakat. Dalam pasal 28 ayat 2

termaktub: Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi

diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan

wajar. Dengan ketentuan ini, Pemerintah tidak lagi berhak

18

mematok harga BBM seperti yang selama ini dilakukan, juga

tidak boleh memberi subsidi BBM. Harga harus diserahkan kepada

pasar. Memang oleh MK pasal ini telah dibatalkan. Namun, itu

menunjukkan bahwa UU Migas dibuat untuk meliberasasi seluruh

bisnis migas. Inilah yang dilakukan oleh Pemerintah selama

ini. Dengan berbagai alasan, Pemerintah berusaha menghapus

subsidi harga BBM di pasaran. Jika dicermati, berbagai

ketentuan itu membuka peluang lebar bagi korporasi asing untuk

menguasai bisnis minyak di Indonesia. Ketika negara hanya

ditempatkan sebagai regulator, sementara semua kegiatan

usahanya didasarkan pada mekanisme pasar, maka hampir

dipastikan pemenangnya adalah pemilik modal besar, teknologi

canggih, dan manajemen bagus. Kriteria itu lebih banyak

dimiliki oleh korporasi asing. Tanpa pemihakan dari negara,

tak sulit bagi korporasi-korporasi asing untuk melibas

perusahaan-perusahaan domestik. Selama ini, korporasi asing

sudah merajai migas di sektor hulu. Chevron Pacific Indonesia

(CPI), TOTAL, Exspan, Conocophillips, Petrochina, Vico,

ExxonMobil, dan korporasi asing lainnya menguasai sekitar 90%

produksi minyak bumi di Indonesia. Adapun Pertamina hanya

memproduksi 48.400 barel perhari atau 4,42% dari total

produksi 1.094.500 barel perhari. Produksi gas bumi juga tak

jauh berbeda. Pertamina hanya menyumbangkan sekitar 12,67%

dari total produksi. Perubahan Pertamina menjadi Persero dan

kedudukannya tak lebih dari koprorasi asing (pasal 60a dan

pasal 61b) diperkirakan akan membuat korporasi asing semakin

berjaya. Kondisinya akan makin parah ketika korporasi asing

juga diperkenankan ikut dalam sektor hilir yang selama ini

dikuasai Pertamina. Mereka sudah antre untuk mendapatkan izin

19

untuk bermain di sektor hilir migas, termasuk membuka stasiun

pengisian BBM untuk umum (SPBU). Mereka akan mengusai semua

bisnis migas, mulai dari eksplorasi dan eksploitasi hingga

menjualnya kepada konsumen. Sebaliknya, perusahaan domestik

akan tersingkir, termasuk Pertamina. Apalagi koperasi dan

usaha kecil yang juga disebut dalam UU Migas bisa

menyelenggarakan bisnis migas. Mereka hanya bisa gigit jari.

Sungguh, tidak dapat diterima dengan akal sehat; ada sebuah UU

yang justru melemahkan kedaulatan negara, membatasi peran

pemerintah, dan menyengsarakan rakyatnya sendiri. Lebih

tragis, UU Migas ini secara eksplisit lebih berpihak pada

kepentingan asing. Dalam Pasal 22 ayat 1 dinyatakan, “Badan

Usaha atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak

25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari hasil produksi

Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam

negeri.” Ketentuan ini jelas amat membahayakan ketercukupan

migas dalam negeri. Bagaimana jika persediaan migas makin

menipis sehingga produksinya tidak mencukupi kebutuhan dalam

negeri? apakah yang diserahkan hanya 25% saja? Bukankah

kebutuhan dalam negeri harus lebih dulu tercukupi, sisanya

baru diekspor? Pasal ini oleh Mahkamah Konstitusi telah

direvisi, namun hanya dengan menghilangkan kata “paling

banyak”. Penghilangan itu tetap saja bermasalah. Lalu apa

makna kata 25% itu? Tidak jelas! Pemihakan terhadap asing itu

menunjukkan besarnya intervensi asing dalam pembuatan UU Migas

itu. Pada tanggal 4 Februari 2000 Dewan Direksi IMF di

Washington mengadakan pertemuan untuk menyetujui langkah dan

jadwal reformasi “sektor energi” dengan kompensasi bantuan

sebesar 260 juta dolar AS dan sebesar lima miliar dolar AS

20

dalam tiga tahun berikutnya akan dikucurkan. Intervensi asing

itu kian jelas jika kita menyimak pernyataan USAID (United

States Agency for International Development), ‘’USAID has been

the primary bilateral donor working on energy sector reform

(USAID telah menjadi donor bilateral utama yang bekerja pada

reformasi sektor energi).’’ Khusus mengenai penyusunan UU

Migas, USAID secara terbuka menyatakan, ADB dan USAID telah

bekerjasama untuk membuat draf undang-undang gas dan minyak

yang baru pada tahun 2000.

8. Mengapa obat-obatan baik medicine maupun Pestisida relatif

mahal harganya? Jelaskan! Penyebab harga obat-obatan baik

medicine maupun pestisida menjadi mahal adalah disebabkan oleh

berbagai faktor antara lain: 1) bahan baku untuk pembuatan

obat yang relatif mahal, untuk menghasilkan kualitas obat yang

bagus maka diperlukan bahan baku yang bagus, dan bahan baku

tersebut biasanya di dapat dari impor. Dengan bahan baku yang

mahal tersebut jelas mempengaruhi pasaran untuk obat tersebut.

Solusi yang diberikan oleh pemerintah adalah dengan

menggunakan obat generik, obat ini di dapat dari Negara India.

Obat generik ini kualitasnya hampir sama dengan obat yang

kualitasnya lebih bagus (biasanya diproduksi oleh Negara

Eropa) tetapi mungkin dalam penggunaanya berbeda, misalkan 1:3

maksudnya adalah apabila menggunakan obat (medicine) hanya 1

tetapi jika menggunakan obat generik jumlahnya 3. Walaupun

dalam jumlah pemakaiannya berbeda tetapi khasiatnya dirasa

sama saja walaupun dosisnya berbeda. Penggunaan obat generik

di Indonesia ini dirasa sesuai dengan masyarakat Indonesia

yang sebagian besar masyarakatnya menengah ke bawah,

dikarenakan harganya yang masih relatif dapat dijangkau oleh

21

masyarakat kurang mampu, 2) setiap pembuatan obat terdapat

komponen biaya promosi/untuk pemasaran yang cukup tinggi yang

mencapai sekitar 50% dari HET (harga eceran tertinggi),

sedangkan untuk obat generik tidak dipromosikan atau masih

kurang disosialisasikan penggunaannya. Hal ini mengakibatkan

obat generik tidak popular atau jarang digunakan, 3) harga

obat nama dagang biasanya ditetapkan berdasarkan daya serap

pasar dengan memperhitungkan harga competitor, sedangkan harga

obat generik lebih didasarkan pada biaya kalkulasi nyata. 4)

Harga obat nama dagang biasanya mengikuti harga price leader dari

obat yang sama, sedangkan obat generik tidak. Price leader

adalah obat nama dagang dari pabrik penemu obat tersebut yang

dalam kalkulasi harganya harus memperhitungkan pengembalian

investasi untuk penelitian obat baru. Selain biaya promosi dan

marketing yang sangat tinggi, harga obat menjadi mahal karena

hampir sebagian besar komponen dan bahan pembuatan obat itu

masih diimpor. Belum ada pabrik dalam negeri yang memproduksi

bahan-bahan obat itu, 5) tidak adanya rule and policy mengenai

batas atas harga obat, 6) bahan baku obat kebanyakan masih

impor, walaupun Indonesia memiliki sumber daya alam yang

melimpah tetapi belum dimanfaatkan secara maksilmal.

9. Mengapa sub sektor Peternakan di Indonesia masih belum bisa

meng-EXPORT hasilnya ke Negara Lain, utama kambing ke Negara

Arab Saudi? Jelaskan! Banyak yang menyebabkan sub sektor

peternakan di Indonesia masih belum bisa maksimal sehingga

tidak bisa meng-EXPORT ke luar negeri dan bahkan memenuhi

permintaan kambing ke Negara Arab Saudi. Kondisi peternakan di

Indonesia telah mengalami pasang surut. Sejak terjadinya

krisis ekonomi dan moneter tahun 1997, telah membawa dampak

22

terpuruknya perekonomian nasional, yang diikuti penurunan

beberapa usaha khususnya sub sektor peternakan. Namun, dampak

krisis secara bertahap telah pulih kembali dan mulai tahun

1998-1999 pembangunan peternakan telah menunjukkan peningkatan

kembali. Kontribusi peternakan terhadap PDB pertanian terus

meningkat sebesar 6,35% pada tahun 1999. Bahkan tahun 2002

meningkat mencapai 9,4% tertinggi diantara sub sektor

pertanian. Namun pembangunan peternakan tidak terlepas dari

berbagai masalah dan tantangan. Globalisasi ekonomi merupakan

salah satu ancaman dan sekaligus peluang bagi sektor

peternakan. Menjadi ancaman jika Indonesia tetap menjadi

Negara importir untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dapat

dipenuhi dalam negeri. Ketergantungan pada impor jika tidak

ditunjang oleh usaha-usaha kemandirian yang produktif, akan

menjadikan ketergantungan ini semakin sulit untuk dipecahkan.

Indonesia mempunyai peluang untuk mengisi pangsa pasar dunia

karena Indonesia dianggap sebagai negara produsen yang aman

karena produk ternak yang masih murni dan bebas dari penyakit

mulut dan kuku. Tetapi masih ada saja kendala untuk memajukan

peternakan di Indonesia, kendala-kendala tersebut meliputi:

1)Struktur industri peternakan sebagian besar tetap bertahan

dalam bentuk usaha rakyat. Kebanyakan yang mempunyai ternak

mamalia hanya sebatas sebagai investasi bukan dalam ternak

besar yang jumlahnya banyak; 2) ketersedian bibit bermutu.

Penelitian tentang pembibitan telah banyak dilakukan namun

belum tersosialisasikan dalam skala besar. Terjadi kegagalan

komunikasi baik Badan Litbang maupun Perguruan Tinggi. Selain

itu, peternak tidak mempunyai insentif dalam mengadopsi

teknologi baru yang disertai peningkatan biaya yang minim; 3)

23

masalah agroindustri peternakan yang belum mampu menggerakkan

sektor peternakan. Misalnya, industri pengolahan susu,

sebagian besar menggunakan input dari negara asal dan industri

perhotelan membutuhkan daging dari impor; 4) derasnya impor

illegal produk-produk peternakan; 5) bencana penyakit

(mewabahnya virus flu burung dan antraks); 6) Ketergantungan

yang tinggi terhadap bahan baku pakan. Apabila ingin membuat

peternakan mamalia (kambing) dalam skala besar, maka yang

harus diperhitungkan adalah lahan yang akan digunakan untuk

mendirikan ternak tersebut. Karena seperti yang kita ketahui

lahan yang tersedia untuk saat ini hanya sedikit, khususnya

untuk daerah Pulau Jawa. Untuk daerah luar jawa atau pulau

lain memang bisa untuk dibuat ternak mamalia tetapi, selain

itu yang harus diperhatikan lagi adalah pakan ternak (rumput)

yang digunakan haruslah yang kualitasnya bagus dan tidak

sembarangan. Namun rumput yang terdapat di luar pulau jawa

kebanyakan masih kurang bagus kualitasnya, itu dikarenakan

tanahnya mengandung sedikit humus dan mayoritas mengandung

tanah gambut, membuat para peternak jumlahnya menjadi sedikit.

Maka dari itu, ini merupakan salah satu penyebab Indonesia

belum bisa meng-EXPORT kambing ke luar negeri khususnya ke

Arab Saudi.

10. Mengapa tambang-tambang MINERBA sekarang banyak dikelola

oleh fihak swasta, sangat bertentangan dengan pasal 33 ayat 3

UUD 1945? Jelaskan! Di dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945

menyebutkan, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-

besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebelumnya perlu diketahui

apa arti dari “dikuasai oleh Negara” dalam Pasal 33 ayat (3)

24

UUD 1945. Terkait ini kita perlu merujuk penafsiran dari

Mahkamah Konstitusi (“MK”). MK sebagai pengawal konstitusi

memberikan konsekuensi, MK berfungsi sebagai penafsir

konstitusi melalui proses judicial review (Pasal 10 ayat 1

huruf a UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi). MK

pernah melakukan penafsiran Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 melalui

Putusan MK No. 01-021-022/PUU-I/2003 yang isinya adalah

sebagai berikut: “... pengertian ”dikuasai negara” haruslah

diartikan mencakup makna penguasaan oleh Negara dalam arti

luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan

rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi dan air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, termasuk pula di

dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas

rakyat atas sumber sumber kekayaan yang dimaksud. Rakyat

secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan

mandat kepada negara untuk melakukan fungsinya dalam

mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan

(bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan

(beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) oleh

Negara...” Salah satu sumber daya alam (“SDA”) yang saat ini

pengusahaannya banyak dilakukan oleh pihak swasta misalnya

mineral atau batubara. Dari penafsiran di atas dapat

disimpulkan bahwa Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengandung

pengertian “penguasaan” mineral atau batubara adalah

penyelenggaraan kegiatan pertambangan oleh Negara. Pemerintah

dalam ranah politik (kekuasaan) terkait dengan prinsip

kedaulatan rakyat yang diakui sebagai sumber, pemilik dan

sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan

bernegara, dengan kewenangan yang dimiliki sebagai Penguasa

25

Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia sebagaimana disebutkan

dalam Bab IV UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara

(“UU Minerba”). Jadi, pengusahaan SDA bukan merupakan

penguasaan mutlak oleh pihak swasta. Konsep kedaulatan rakyat

untuk mencapai kemakmuran rakyat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD

1945 dilakukan dengan pokok-pokok pikiran Demokrasi Ekonomi

yaitu dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Pengusahaan

atau pemanfaatan mineral dan batubara oleh masyarakat

merupakan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku

kegiatan usaha pertambangan untuk mencapai kesejahteraan

rakyat yang optimal (welfare state). Pengertian dari

pengusahaan SDA bukan merupakan suatu penguasaan mutlak oleh

pihak swasta, dapat dijelaskan dengan melakukan sebuah

penafsiran. Sebuah penafsiran konstitusi bukan hanya dilakukan

secara tekstual, melainkan juga dengan cara konstekstual

sehingga konstitusi tetap aktual. Oleh karena itu, untuk

mengetahui makna pengusahaan SDA oleh swasta tersebut dapat

ditelusuri melalui suatu metode interpretasi tertentu. Sebuah

peraturan perundang-undangan yang sistematis dapat mempermudah

menjelaskan maksud dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 melalui

suatu metode intepretasi sistematis yang dilakukan dengan

menghubungkan pasal demi pasal dalam undang-undang. Sehubungan

dengan penguasaan mineral dan batubara oleh Swasta, terdapat

ketentuan di dalam UU Minerba yang merefleksikan penegasan

konsep penguasaan mineral atau batubara melalui beberapa

penafsiran sebagai berikut: a) Penguasaan Mineral dan

Batubara. Secara gramatikal, Pasal 4 ayat (1) UU Minerba

menyebutkan Mineral dan batubara sebagai sumber daya alam yang

takterbarukan merupakan kekayaan nasional yang dikuasaioleh

26

negara untuk kesejahteraan rakyat. Pasal tersebut sangat jelas

menyatakan secara harfiah bahwa penguasa dari mineral dan

batubara sesungguhnya adalah Negara. b) Larangan pengalihan

Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada Pihak Lain. Ketentuan

larangan pengalihan IUP sebagaimana diatur di dalam Pasal 93

ayat (1) UU Minerba merupakan penegasan bahwa IUP yang

diterbitkan melalui suatu kebijakan Pemerintah  merupakan hak

perorangan (in-personam right). Hak tersebut melekat pada diri

dari orang/badan tertentu, dan tidak dapat dialihkan dengan

cara apapun. Hal tersebut menegaskan bahwa IUP bukan merupakan

hak kebendaan (property right) yang dapat dimiliki secara

penuh oleh pemiliknya, karena melekatnya suatu hak dan

kewajiban terhadap si pemegang IUP itu sendiri. Dengan

demikian, larangan pengalihan IUP tersebut memberikan

kejelasan bahwa Negara memiliki kekuasaan atas hak pengusahaan

mineral atau batubara yang dimiliki oleh pemegang IUP. c)

Kepemilikan Mineral atau Batubara berdasarkan PemenuhanIuran

Eksplorasi atau Iuranproduksi (Royalti). Ketentuan di dalam

Pasal 92 UU Minerba secara tegas menyebutkan adanya hak

kepemilikan atas mineral atau batubara setelah adanya

pemenuhan royalti yang dihitung sebagai penerimaan negara

bukan pajak. Mineral atau batubara merupakan suatu wujud

kebendaan dari sumber daya alam yang dikuasai oleh Negara, dan

dapat diperoleh dengan cara pemenuhan royalti sebagaimana

diatur dalam Pasal 92 UU Minerba. Hak kepemilikan tersebut

dilakukan tanpa melalui sebuah penyerahan, tapi karena telah

adanya suatu hak yang melekat kepada si pemegang IUP untuk

mengusahakan mineral atau batubara tersebut. Dengan demikian

jelas, tidak ada pengaturan mengenai larangan pengelolaan

27

mineral atau batubara oleh pemegang IUP, namun terdapat

pembatasan kepemilikan batubara atau mineral oleh pemegang IUP

berdasarkan pemenuhan pembayaran royalti. d) Penjaminan

mineral atau batubara oleh Pemegang IUP. Timbulnya hak

kepemilikan atas mineral atau batubara oleh Pemegang IUP

berakibat juga kepada kemungkinan mineral atau batubara

tersebut dijadikan sebagai benda yang dapat dibebankan sesuai

dengan hukum jaminan (zekerheidsrechten) di Indonesia. Prinsip

dari jaminan kebendaan adalah adanya hak kepemilikan atas

suatu barang yang dapat dijadikan jaminan kepada pihak lain

karena suatu sebab tertentu. Dengan demikian, apabila mineral

atau batubara dijadikan jaminan, maka hal tersebut dapat

dilakukan dengan syarat bahwa telah terjadi pemenuhan

pembayaran royalti kepada Negara oleh pemegang IUP. Sehingga,

hal tersebut dapat menjelaskan bahwa pemegang IUP bukan

merupakan penguasa dari mineral atau batubara yang dapat

begitu saja menjaminkan mineral atau batubaranya sepanjang

belum terpenuhinya pembayaran royalti. Sudah cukup jelas

penjelasan di atas, melalui beberapa penafsiran dapat

diketahui, bahwa suatu kegiatan pertambangan oleh pihak swasta

adalah bukan merupakan suatu perbuatan yang inkonstitusional.

Karena pihak swasta tidak memiliki penguasaan atas mineral

atau batubara secara mutlak. Kepemilikan atau penguasaan atas

mineral atau batubara tetap berada pada Negara yang diberikan

kewenangan terhadap pengaturan dan pengurusan, pengelolaan dan

pengawasan oleh rakyat secara kolektif sesuai dengan prinsip

kedaulatan rakyat.