STUDI PROSES GEOMORFOLOGI PADA LEMBAH FLUVIAL SUNGAI CODE ANTARA POGUNG LOR DAN POGUNG KIDUL...

26
STUDI PROSES GEOMORFOLOGI PADA LEMBAH FLUVIAL SUNGAI CODE ANTARA POGUNG LOR DAN POGUNG KIDUL KECAMATAN MLATI KABUPATEN SLEMAN PADA PUNCAK MUSIM PENGHUJAN Febriana Anita Yustinawati 14405244011 [email protected] Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta ABSTRAK Sebagai planet yang dinamis, permukaan bumi senantiasa mengalami perubahan bentuk sepanjang waktu. Perubahan tersebut disebabkan oleh bekerjanya proses geomorfologi antara lain proses endogen, eksogen, dan ekstra terestrial. Salah satu proses eksogen adalah kerja aliran sungai, atau dikenal sebagai proses fluvial. Dalam proses fluvial terdapat tiga rangkaian proses yang saling berkaitan yaitu erosi, transportasi, dan deposisi. Erosi banyak terjadi pada bagian hulu, transportasi di bagian tengah, dan deposisi di bagian hilir. Masing-masing proses memiliki wilayah yang dapat diidentifikasi dengan jelas cakupan dan batasnya sehingga sering disebut zona erosi, zona transportasi, dan zona deposisi atau diistilahkan pula dengan tingkat perkembangan sungai muda, dewasa, dan tua. Pada zona transportasi laju erosi telah dapat diimbangi oleh proses deposisi. Wilayah ini dicirikan oleh pengangkutan material sedimen dari zona erosi menuju zona deposisi. Sungai Code pada wilayah antara Pogung Lor dan Pogung Kidul memiliki ciri tingkat perkembangan dewasa ditandai oleh adanya proses transportasi sedimen serta kenampakan hasil erosi dan deposisi pada satu lembah sungai yang sama. Dalam tulisan ini akan dideskripsikan hasil pengamatan proses fluvial mengenai karakteristik transportasi sedimen yang terjadi di Sungai Code antara Pogung Lor dan Pogung Kidul. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa 1

Transcript of STUDI PROSES GEOMORFOLOGI PADA LEMBAH FLUVIAL SUNGAI CODE ANTARA POGUNG LOR DAN POGUNG KIDUL...

STUDI PROSES GEOMORFOLOGI PADA LEMBAH FLUVIAL SUNGAI CODE

ANTARA POGUNG LOR DAN POGUNG KIDUL KECAMATAN MLATI KABUPATEN

SLEMAN PADA PUNCAK MUSIM PENGHUJAN

Febriana Anita Yustinawati

14405244011

[email protected]

Jurusan Pendidikan Geografi

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta

ABSTRAK

Sebagai planet yang dinamis, permukaan bumi senantiasamengalami perubahan bentuk sepanjang waktu. Perubahantersebut disebabkan oleh bekerjanya proses geomorfologiantara lain proses endogen, eksogen, dan ekstra terestrial.Salah satu proses eksogen adalah kerja aliran sungai, ataudikenal sebagai proses fluvial. Dalam proses fluvial terdapattiga rangkaian proses yang saling berkaitan yaitu erosi,transportasi, dan deposisi. Erosi banyak terjadi pada bagianhulu, transportasi di bagian tengah, dan deposisi di bagianhilir. Masing-masing proses memiliki wilayah yang dapatdiidentifikasi dengan jelas cakupan dan batasnya sehinggasering disebut zona erosi, zona transportasi, dan zonadeposisi atau diistilahkan pula dengan tingkat perkembangansungai muda, dewasa, dan tua. Pada zona transportasi lajuerosi telah dapat diimbangi oleh proses deposisi. Wilayah inidicirikan oleh pengangkutan material sedimen dari zona erosimenuju zona deposisi. Sungai Code pada wilayah antara PogungLor dan Pogung Kidul memiliki ciri tingkat perkembangandewasa ditandai oleh adanya proses transportasi sedimen sertakenampakan hasil erosi dan deposisi pada satu lembah sungaiyang sama. Dalam tulisan ini akan dideskripsikan hasilpengamatan proses fluvial mengenai karakteristik transportasisedimen yang terjadi di Sungai Code antara Pogung Lor danPogung Kidul. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa

1

Sungai Code pada musim hujan memiliki kecepatan arus yangbesar sehingga dapat mengangkut sedimen-sedimen dengan baik,pada sungai ini juga dijumpai kenampakan bentuklahan fluvialhasil deposisi seperti gosong pasir dan kenampakan hasilproses erosi.

PENDAHULUAN

Sejak bumi terbentuk dengan perkiraan waktu pada 4,56

miliar tahun yang lalu, permukaan bumi terus mengalami

perubahan bentuk oleh karena bekerjanya berbagai proses

geomorfologi baik proses endogen, eksogen, maupun ekstra

terestrial. Proses endogen terjadi karena adanya pengaruh

tenaga dari dalam bumi, proses eksogen dipengaruhi oleh

tenaga dari luar permukaan bumi, sedangkan proses ekstra

terestrial dipengaruhi oleh benda luar angkasa yang mencapai

permukaan bumi. Proses eksogen memiliki karakteristik yang

unik karena bekerjanya proses ini tidak terlepas dari

interaksi antara komponen atmosfer, hidrosfer, dan litosfer.

Dalam proses eksogen terdapat agen geomorfik yang mampu

mengikis dan mengangkut material bumi kemudian

mengendapkannya. Secara keseluruhan proses eksogen memiliki

sifat sebagai three phases of single activity yang terdiri dari erosi,

transportasi, dan deposisi (Pramono dan Ashari, 2014).

Pada daerah dengan iklim tropis basah seperti di

Indonesia salah satu proses eksogen yang paling dominan

adalah proses fluvial. Proses ini telah menghasilkan berbagai

kenampakan khususnya yang berkaitan dengan transportasi dan

deposisi. Bentanglahan fluvial merupakan wilayah yang telah

lama ditempati oleh masyarakat di Indonesia. Dengan demikian

pemahaman mengenai proses fluvial dan bentuklahan yang

2

dihasilkan sangat penting terutama berkaitan dengan terapan

studi geomorfologi antara lain dalam bidang survei dan

pemetaan, survei hidrologis, survei sumberdaya dan mitigasi

bencana, serta dalam mendukung proyek-proyek pembangunan

(Verstappen, 1983; Huggett, 2007).

Sungai Code merupakan salah satu sungai yang terdapat

dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Opak. Sungai ini berhulu

dari wilayah Gunungapi Merapi, kemudian bergabung dengan

Sungai Opak sebagai sungai utama di sekitar escarpment

Pegunungan Baturagung (Ashari, 2010). Sungai ini memiliki

kedudukan penting karena melalui wilayah Kota Yogyakarta yang

memiliki kepadatan penduduk tinggi. Aktivitas Sungai Code

sepanjang waktu banyak berpengaruh terhadap kehidupan

masyarakat sehingga perlu adanya kajian mengenai

karakteristik geomorfologi sungai ini khususnya mengenai

proses yang masih berlangsung. Daerah pengamatan dibatasi

pada wilayah antara Pogung Lor dengan Pogung Kidul, yaitu

sebelum memasuki wilayah Kota Yogyakarta, yang dicirikan oleh

proses transportasi sedimen.

Proses transportasi sedimen sangat berkaitan dengan

ukuran butir material terangkut dan laju aliran sebagai

tenaga pengangkut (Huggett, 2007; Morisawa, 1979) sehingga

kondisinya tidak tetap sepanjang waktu. Apabila aliran

berkurang dan sedimen bertambah maka proses transportasi akan

cenderung mengarah kepada deposisi, sebaliknya apabila aliran

bertambah dan sedimen berkurang maka akan mengarah pada

proses redistribusi sedimen. Kondisi ini selanjutnya akan

mempengaruhi kondisi lingkungan sekitar lembah sungai,

3

sehingga perlu ada kajian yang lebih rinci mengenai

karakteristik proses transportasi yang terjadi sebagai bentuk

monitoring perkembangan bentuklahan dan perubahan lingkungan

pada lembah Sungai Code.

KAJIAN PUSTAKA

Geomorfologi Fluvial

Definisi bentuklahan proses fluvial menurut Suharsono

(1988) dalam Pramono dan Ashari (2014:118) adalah bentuklahan

asal proses fluvial merupakan bentuklahan yang dihasilkan

oleh kerja aliran sungai, dalam hal ini terutama pada daerah-

daerah deposisi seperti lembah sungai besar dan dataran

alluvial. Proses kerja aliran sungai yang menghasilkan

bentuklahan fluvial meliputi tiga bagian, yaitu erosi,

transportasi dan sedimentasi. Karena saling berkaitan maka

ketiga proses ini sering disebut tiga tahap dari aktivitas

tunggal. Tahap dalam proses ini diawali oleh erosi, kemudian

pengangkutan, dan sedimentasi. Apabila lereng atau debit

aliran permukaan menjadi kecil, kecepatan dan energi aliran

juga menjadi kecil. Maka pada tahap ini terjadi sedimentasi

karena tenaga untuk mengangkut material hasil erosi juga

berkurang.

Proses deposisi pada awalnya berupa material berukuran

besar seperti bongkah, kerakal, dan kerikil. Kemudian disusul

pengendapan material yang lebih halus seperti pasir dan

lempung. Bentuk-bentuk fluvial pada daerah hulu biasanya

dikategorikan sebagai bentuklahan denudasional kecuali

apabila dijumpai pada sungai-sungai yang besar. Bila sungai

4

mencapai laut/danau terjadi peralihan ke bentuklahan asal

proses marin/lacustrine.

Menurut Van Sleen dkk (1974) dalam Pramono dan Ashari

(2014:118) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kondisi

alami dari sedimen fluvial yaitu: (1) muatan sedimen pada

tubuh perairan yang dikontrol oleh kecepatan aliran, gradien

dan pasokan (supply) dari muatan sedimen itu sendiri, (2) luas

dan kondisi alami daerah aliran sungai, mencakup kondisi

geologi, iklim, relief, tanah, vegetasi penutup, dan bentuk

DAS, dan (3) kondisi aliran air yang meliputi kecepatan,

kuantitas, dan arah aliran air serta variasinya.

Sedangkan menurut Charlton (2008) dalam Pramono dan

Ashari (2014:119) mengatakan bahwa sistem fluvial terdiri

atas tiga bagian yaitu zona erosi, zona transportasi dan zona

deposisi. Zona erosi merupakan bagian hulu daerah aliran

sungai, pada bagian ini kenampakan yang terbentuk adalah

kenampakan-kenampakan yang bersifat destruktif. Zona erosi

merupakan wilayah sungai berstadium muda. Zona transportasi

merupakan wilayah sungai berstadium dewasa, adapun zona

deposisi merupakan wilayah sungai berstadium tua yang banyak

dijumpai kenampakan hasil deposisi. Setelah erosi dan

transportasi, selanjutnya sedimen dari hasil proses fluvial

mengalami deposisi dalam berbagai bentuk dan ukuran.

Besarnya ukuran sedimen yang terangkut aliran air

ditentukan oleh interaksi faktor-faktor sebagai berikut:

ukuran butir sedimen yang masuk ke badan sungai/saluran air,

karakteristik saluran, debit, dan karakteristik fisik

5

partikel sedimen. Besarnya sedimen yang masuk sungai dan

besarnya debit dipengaruhi oleh:

a. Kondisi klimatologi dan hidrologi seperti hujan dan

debit aliran sungai.

b. Kondisi DAS dan perubahan penggunaan lahan seperti

topografi, vegetasi.

c. Faktor yang relatif tetap dari DAS sepajang waktu,

seperti batuan dan topografi.

Interaksi dari masing-masing faktor tersebut di atas akan

menentukan besarnya jumlah dan tipe sedimen serta kecepatan

pengangkutan sedimen. Pengangkutan sedimen dari tempat yang

lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah hilir dapat

menyebabkan pendangkalan waduk, sungai, saluran irigasi, dan

pembentukan delta-delta sungai. Dengan demikian, proses

sedimentasi dapat memberikan dampak yang menguntungkan dan

dampak yang merugikan. Dampak menguntungkan karena tingkat

tertentu adanya aliran sedimen kedaerah hilir dapat menambah

kesuburan tanah serta terbentuknya tanah garapan baru di

daerah hilir. Tetapi, pada saat bersamaan aliran sedimen juga

dapat menurunkan kualitas perairan dan pendangkalan badan

perairan.

Sungai merupakan alur air alami, mengalir menuju

samudera, danau, laut, maupun ke sungai yang lain, menjadi

satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya

terkumpul dari hasil presipitasi. Pada beberapa wilayah

tertentu, air sungai juga dapat berasal dari lelehan es atau

salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan

polutan. Sungai adalah sistem yang kompleks, terdiri dari

6

banyak komponen yang saling berhubungan dan berpengaruh dalam

suatu sistem yang sinergis dan mampu menghasilkan sistem

kerja yang efisien. Kompleksitas sungai dapat diketahui dari

bentuk alur dan percabangan sungai, formasi dasar sungai,

morfologi sungai, dan ekosistem sungai (Maryono, 2003).

Bagian terpenting pada proses geomorfologi di suatu alur

sungai adalah aliran air. Sungai memiliki peranan yang

penting, tidak hanya dalam dinamika permukaan bumi, akan

tetapi berpengaruh terhadap manusia di bumi (Morisawa,

1968). Beberapa bentuklahan asal proses fluvial sebagai

berikut:

1. Dataran Banjir

Dataran banjir (flood plain) terbentuk melalui pengendapan

muatan sungai berstadium dewasa.

2. Teras Aluvial

Merupakan bentuklahan yang dicirikan oleh dinding

berlereng curam pada satu sisi dan lereng datar/landai

pada sisi lainnya. Pembentukan teras diawali oleh

terjadinya pemotongan ke bawah (downcutting) atau

fegradasi pada dasar lembah yang lebar.

3. Point Bar

Point bar banyak dijumpai pada sungai yang sedang

mengalami meandering, yaitu kenampakan yang terbentuk

oleh pengendapan material di dalam alur sungai dan

berlangsung pada saat yang bersamaan dengan erosi ke

arah samping pada sisi yang berlawanan.

Muatan Sungai

7

Hubungan berlangsungnya erosi oleh air hujan di daerah

tangkapan air dan besarnya sedimentasi yang terpantau di

aliran sungai di bagian bawah daerah tangkapan air tersebut

erat kaitannya dengan sistem hidrologi DAS. Hujan sebagai

masukan dalam sistem hidrologi DAS setelah mengalami proses

akan menghasilkan keluaran berupa debit aliran dan muatan

sedimen. Komponen-komponen masukan, proses, dan keluaran

dalam sistem hidrologi DAS terkait satu sama lain dimana

keluaran yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh masukan dan

proses yang terjadi. Dengan demikian maka keluaran berupa

muatan suspensi selain dipengaruhi oleh karakteristik fisik

DAS sebagai komponen sistem proses, juga dipengaruhi oleh

hujan yang merupakan komponen masukan. Secara lebih lanjut

karakteristik aliran sungai juga berperan dalam transpor

muatan suspensi yang merupakan material hasil erosi. Dengan

demikian maka hujan dan karakteristik aliran memiliki

pengaruh nyata dalam proses erosi hingga transportasi muatan

suspensi sebagai material hasil erosi.

Muatan sedimen terbentuk dimulai dari pengaruh pukulan

tetesan hujan pada tanah sehingga memecah agregat tanah

menjadi butir-butir tanah yang telepas. Hujan sebagai faktor

masukan yang memasuki DAS sebagian terinfiltrasi dan sebagian

lagi menjadi aliran permukaan (overland flow) dipengaruhi oleh

faktor fisik DAS meliputi faktor lereng, tanah, vegetasi, dan

penggunaan lahan. Air hujan yang menjadi aliran permukaan

(overland flow) mengikis dan mengangkut butir-butir tanah

tersebut menuju sistem aliran. Aliran sungai selain berperan

dalam transportasi muatan sedimen juga berpengaruh pada

8

terjadinya erosi tebing sungai sehingga menambah jumlah

muatan sedimen yang terangkut. Pada proses akhirnya

dihasilkan keluaran berupa debit aliran, muatan sedimen, dan

unsur hara. Berdasarkan mekanisme pengangkutan sedimen

menurut Burgh (1972:238), muatan sedimen dibagi menjadi dua

yaitu: sedimen melayang (muatan suspensi) dan sedimen dasar

(muatan dasar). Sedimen melayang merupakan material tercampur

yang gerakannya dipengaruhi oleh aliran turbulensi sungai dan

terbawa secara tersuspensi. Muatan suspensi merupakan hasil

erosi permukaan atau erosi tebing sungai yang terbawa oleh

aliran dengan cara tersuspensi. Muatan suspensi tersusun oleh

partikel halus seperti debu dan tanah yang terangkut oleh

aliran sungai dalam bentuk terlarut. Sedangkan sedimen dasar

merupakan material yang meloncat, menggelinding, atau

menggeser pada dasar sungai. Muatan suspensi (suspended load)

merupakan material yang melayang dalam aliran sungai, sedikit

sekali interaksi dengan dasar sungai karena didorong ke atas

oleh turbulensi aliran (Soewarno, 1991), namun muatan sedimen

melayang (suspensi) pada saat tertentu sebagai muatan dasar yang

berada pada bagian dasar sungai. Muatan sedimen melayang

umumnya hanyut terbawa aliran, semakin kedasar sungai

kosentrasinya semakin besar. Penentuan muatan suspensi

meliputi tahapan pengambilan sampel, penyaringan,

penimbangan, perhitungan kadar suspensi, dan perhitungan

debit suspensi. Metode pengambilan sampel diantaranya dapat

dilakukan dengan cara depth integrating pada saat debit aliran

normal maupun point integrating pada saat debit puncak/banjir.

9

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksploratif survei

dengan pendekatan keruangan. Survei geomorfologi digunakan

dengan memperhatikan aspek morfologi, morfogenesa dan

morfometri. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi,

interpretasi citra penginderaan jauh dan studi pustaka,

pengambilan sampel sedimen dilakukan di bantaran sungai

dengan metode point integrating karena penelitian dilakukan pada

saat hujan sehingga sungai banjir. Data yang dikumpulkan

meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa

hasil pengukuran dan pengamatan lapangan mengenai morfologi

Kali Code meliputi: (1) debit air, lebar, sedimen, dan

kedalaman sungai, (2) bentuklahan fluvial. Data sekunder

meliputi kondisi geomorfologi wilayah sekitar Sungai Code,

Sinduadi, Mlati, Sleman yang diperoleh dari citra astrium

2014 google maps, (3) informasi geomorfologi yang diperoleh

dari sumber pustaka.

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan

menggunakan kombinasi antara analisis geomorfologi dengan

analisis deskriptif. Analisis geomorfologi digunakan untuk

mengidentifikasi morfometri sungai berdasarkan hasil

pengukuran lapangan, serta mengenali bentuklahan fluvial yang

dijumpai berkaitan dengan proses pembentukannya. Dalam

konteks ini, analisis geomorfologi memperhatikan tiga aspek

yaitu aspek morfologi dalam hal mengenali bentuk yang

dijumpai, serta aspek morfogenesa dalam hal pendugaan proses

yang telah bekerja sehingga menghasikan bentuk tersebut.

10

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Daerah Penelitian

Sungai Code yang membentang melintasi kota Yogyakarta

sepanjang 6,5 kilometer merupakan salah satu anak Sungai Opak

yang berhulu di lereng Gunung Merapi pada ketinggian 1125

mdpal, dan merupakan lanjutan dari Sungai Boyong yang berada

di kaki Gunung Merapi di utara kota Yogyakarta, membentang

dari Kabupaten Sleman di sisi utara, melintas kota Yogyakarta

di tengah, hingga terus ke selatan hingga Kabupaten Bantul.

Sungai Code, adalah salah satu ikon utama kota Yogyakarta,

karena keunikan dan fungsinya yang lengkap, mulai dari

lintasan air, sebagai wilayah pemukiman dan salah satu

indikator lingkungan utama di Yogyakarta. Penelitian

dilakukan pada Sungai Code wilayah antara Pogung Lor dan

Pogung Kidul tepatnya pada Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati,

Kabupaten Sleman (Gambar 1).

11

Gambar 1. Peta Daerah Penelitian

Proses geomorfologi Sungai Code tidak dapat terlepas

dari kegiatan vulkanisme, mengingat Sungai Code merupakan

salah satu anak Sungai Opak yang merupakan jalur utama aliran

material piroklastis yang berasal dari Gunungapi Merapi

setelah melewati Sungai Gendol. Kestabilan dasar alur Sungai

Code dipengaruhi oleh material Gunungapi Merapi berupa

batuan, pasir, dan lumpur. Dinamika Sungai Code dipengaruhi

oleh kondisi fisik wilayah, juga dipengaruhi oleh aktivitas

Gunungapi Merapi. Sedimen yang terangkut aliran Sungai Code

berasal dari agregat material hasil erupsi yang tererosi di

wilayah yang lebih tinggi yang dialirkan melalui sungai-

sungai sebelumnya dan berasal dari selokan mataram. Volume

aliran sedimen dari hasil erosi maupun reruntuhan tebing

sungai dimulai dari sumber mata air di daerah gunungapi

kemudian terangkut ke tempat yang lebih rendah. Sumber

sedimen lainnya yaitu aliran lahar yang membawa banyak

12

material piroklastis, dan mempunyai kemungkinan prosentase

volume sedimen pada saluran yang dilaluinya. Proses aliran

sedimen akan berbeda dari hulu ke hilir, hal tersebut

dipengaruhi oleh tenaga pengangkut. Tenaga tersebut adalah

kecepatan aliran yang merupakan fungsi dari intensitas dan

tebal hujan, gradien sungai, dan keseragaman dasar saluran.

Debit Aliran Sungai

Untuk mengetahui debit aliran Sungai Code, dilakukan

pengukuran tidak langsung menggunakan Area Velocity Method dengan

pelampung. Prinsip pengukuran dengan metode ini adalah

kecepatan aliran diukur dengan menggunakan pelampung, luas

penampang basah (A) ditetapkan berdasarkan pengukuran lebar

permukaan air dan kedalaman air.

Persamaan debit yang diperoleh adalah: Q=A×k×V dengan A=KedalamanAir×LebarSungai

V=JarakWaktu

Nilai k tergantung dari jenis pelampung yang digunakan,

nilai tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus Y.B

Francis sebagai berikut:

k=1−0,116 ¿

Dengan

α=kedalamantangkai (h ),yaitukedalamanpelampungyangtenggelam

kedalamanair(d)

Keterangan:

Q = debit aliran (m3dt)

A = luas penampang basah (m2)

13

V = kecepatan pelampung ( mdt )k = koefisien pelampung

Pengukuran untuk pengambilan data dilakukan di dua

bagian tempat, yaitu di bagian sungai dengan lembah yang

lurus (Gambar 2) dan bagian sungai dengan lembah yang

berkelok (Gambar 3).

Gambar 2. Sungai dengan lembah lurus

Pengambilan data untuk pengukuran debit aliran pada sungai di

Gambar 2 dilakukan pada pukul 15.35 WIB, saat itu hujan dan

terjadi kenaikan volume air, dari pengukuran didapatkan data

dan hasil sebagai berikut:

Tabel 1.1 Hasil Pengukuran pada Lembah Sungai Lurus

Lebar

sungai (m)

Kedalaman

tangkai (cm)

Kedalaman air

(cm)

Waktu

(detik)

14

8 20 150 28.726.227.526.7

Dari data di atas jika dimasukan ke persamaan debit area

velocity method , maka:

Luas penampang basah A=KedalamanAir×LebarSungaiA=1,5m×8m=12m2

Kecepatan pelampung V=JarakWaktu,

Vi=20

28,7=0,7 m

dt

Vii=20

26,2=0,8 m

dt

Viii= 2027,5

=0,7 mdt

Viv=20

26,7=0,7 m

dt

Jadi kecepatan pelampung (V) adalah 0,725 mdt

α=kedalamantangkai (h ),yaitukedalamanpelampungyangtenggelam

kedalamanair (d )

α= 20150

=0,13

Koefisien k=1−0,116 ¿

Maka debit aliran air yang diperoleh menggunakan area velocity

method pada lembah Sungai Code yang lurus adalah:

Q ¿A×k×V

15

Q ¿12×0,8×0,72

Q=7 m3dt

Gambar 3. Sungai dengan lembah berkelok

Pengambilan data untuk pengukuran debit aliran pada sungai di

Gambar 3 dilakukan pada pukul 15.02 WIB, disaat hujan, dan

didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 1.2. Hasil Pengukuran pada Lembah Sungai Berkelok

Lebar

sungai (m)

Kedalaman

tangkai (cm)

Kedalaman air

(cm)

Waktu

(detik)10 20 150 16.5

16.518

15.7

16

Dari data pengukuran di atas jika dimasukan ke persamaan

debit, maka:

Luas penampang basah A=KedalamanAir×LebarSungaiA=1,5m×10m=15m2

Kecepatan pelampung (V)=JarakWaktu,

Vi=1016.5

=0,6 mdt

Vii=10

16.5=0.6 m

dt

Viii=1018

=0.6 mdt

Viv=10

15.7=0.6 m

dt

Jadi kecepatan pelampung (V) adalah 0.6 mdt

α=kedalamantangkai (h ),yaitukedalamanpelampungyangtenggelam

kedalamanair (d )

α=20150

=0,13

Koefisien k=1−0,116 ¿

Maka debit aliran air yang diperoleh menggunakan area velocity

method pada lembah Sungai Code yang lurus adalah:

Q ¿A×k×VQ=15×0,8×0,6

Q=7,2 m3dt

17

Dari kedua hasil pengukuran dan penghitungan debit

aliran air menggunakan area velocity method tersebut di dapatkan

selisih angka sebesar 0,2 m3dt dengan debit aliran pada lembah

sungai yang berkelok lebih besar dibandingkan dengan debit

aliran pada sungai yang berlembah lurus. Perbedaan ini dapat

disebabkan oleh perbedaan lebar sungai. Selain lebar sungai

data yang lain relatif sama.

Gambar 3.1 Pengukuran pada Lembah Sungai yang Berkelok

Muatan Suspensi

Muatan suspensi yang menjadi sampel, diambil pada

pinggiran point bar (gosong sungai) Sungai Code dengan metode

point integrating, karena pada saat dilakukan pengambilan data

untuk pengukuran Sungai Code sedang mengalami debit puncak

(banjir) karena hujan. Sedimen yang sudah diambil kemudian

diukur besar butirannya menggunakan ayakan khusus, setiap

18

ayakan memiliki kode angka pada masing-masing rantangnya,

angka-angka ini kemudian dikonversikan menggunakan rumus:

φ= 110

inch

Gambar 4. Sample Sedimen (Suspensi)

Gambar 5. Ayakan sample sedimen

Setelah sampel muatan suspensi diayak, didapatkan hasil

konversi sebagai berikut:

Tabel 1.3 Ukuran Butir Sedimen

19

KODE UKURAN BUTIR

(inch)

UKURAN BUTIR

(cm)

UKURAN BUTIR

(mm)10 0,1 0,254 2.5420 0,5 0,127 1.2740 0,025 0,0635 0,63560 0,016 0,04064 0,406480 0,0125 0,03175 0,3175100 0,01 0,0254 0,254

Dari ukuran butir yang telah dikonversikan di atas lalu

kita cocokan dengan kurva Hjulstorm (1935) di bawah ini:

Gambar 6. Kurva Hjulstorm (1935)

Untuk sedimen yang berada pada rantang ayakan dengan

kode 10, 20, 40, 60, 80, dan 100 berkekuatan pelampung 0,6 mdt

berada pada zona erosi dengan material yang berbentuk pasir.

20

Gambar 7. Hasil Ayakan Pasir dan Sampel Batu Andesit

Bentuklahan Fluvial Sungai

Morfologi sungai adalah ilmu yang mempelajari tentang

geometri (bentuk dan ukuran), jenis, sifat dan perilaku

sungai dengan segala aspek dan perubahannya dalam dimensi

ruang dan waktu. Sungai akan terbentuk sesuai dengan kondisi

geografi, ekologi, dan hidrologi daerah setempat, serta dalam

perkembangannnya akan mencapai kondisi keseimbangan

dinamiknya (Kern, 1994 dalam Maryono, 2005). Kondisi

geografi menentukan letak dan bentuk alur sungai memanjang

dan melintang. Ekologi menentukan tampang melintang dan

keragaman hayati serta faktor resistensi sungai, sedangkan

hidrologi menentukan besar kecil dan frekuensi aliran sungai.

Disamping ketiga faktor tersebut, aktivitas manusia di sungai

turut mempengaruhi perubahan morfologi sungai, baik dalam

skala kecil, seperti akibat dari adanya penambang pasir

sungai secara tradisional, maupun dalam skala besar seperti

pembangunan Sabo DAM dan pelurusan alur sungai. Dengan

demikian, morfologi sungai akan menyangkut juga sifat dinamik21

sungai dan lingkungannya yang saling terkait. Morfologi

sungai akan mengalami perkembangan baik secara memanjang

ataupun melintang. Suatu aktivitas atau kejadian di wilayah

sungai akan menyebabkan perubahan baik fisik maupun biotik

dengan waktu yang lebih cepat dari perubahan secara alamiah.

Pada Sungai Code ini, bentuklahan yang teramati adalah

bentuklahan deposisi berupa gosong pasir dan gosong lengkung

dalam. Teramati juga bekas-bekas erosi pada bibir lembah

sungai. Hasil bentukan lahan seperti ini bisa terjadi karena

material sedimen yang diterima oleh Sungai Code pada musim

penghujan memiliki jumlah yang banyak, begitupun dengan

kecepatan aliran airnya yang deras.

Gambar 8. Gosong Pasir dan Gosong Lengkung Dalam

22

Gambar 8. Bekas-bekas Erosi

KESIMPULAN

Sungai Code merupakan salah satu sungai yang terdapat

dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Opak. Sungai ini berhulu

dari wilayah Gunungapi Merapi, kemudian bergabung dengan

Sungai Opak sebagai sungai utama di sekitar escarpment

Pegunungan Baturagung (Ashari, 2010). Sungai ini memiliki

kedudukan penting karena melalui wilayah Kota Yogyakarta yang

memiliki kepadatan penduduk tinggi. Aktivitas Sungai Code

sepanjang waktu banyak berpengaruh terhadap kehidupan

masyarakat sehingga perlu adanya kajian mengenai

karakteristik geomorfologi sungai ini khususnya mengenai

proses yang masih berlangsung. Kestabilan dasar alur Sungai

Code dipengaruhi oleh material Gunungapi Merapi berupa

batuan, pasir, dan lumpur. Dinamika Sungai Code dipengaruhi

oleh kondisi fisik wilayah, juga dipengaruhi oleh aktivitas

Gunungapi Merapi. Sedimen yang terangkut aliran Sungai Code

berasal dari agregat material hasil erupsi yang tererosi di

23

wilayah yang lebih tinggi yang dialirkan melalui sungai-

sungai sebelumnya dan berasal dari selokan mataram. Dari

sedimen yang diambil sampel, sedimen yang berada pada rantang

ayakan kode 10, 20, 40, 60, 80, dan 100 dengan kekuatan

pelampung 0,6 mdt berada pada zona erosi dengan material yang

berbentuk pasir. Pada Sungai Code ini, bentuklahan yang

teramati adalah bentuklahan deposisi berupa gosong pasir dan

gosong lengkung dalam. Teramati juga bekas-bekas erosi pada

bibir lembah sungai. Hasil bentukan lahan seperti ini bisa

terjadi karena material sedimen yang diterima oleh Sungai

Code pada musim penghujan memiliki jumlah yang banyak,

begitupun dengan kecepatan aliran airnya.

24

Dari kesimpulan di atas dapat diketahui bahwa bentuk pola

aliran Sungai Code yang cocok dengan gambar di atas ini

adalah suspended load dengan sungai yang berkelok dengan

adanya beberapa bentuklahan fluvial berupa beberapa gosong di

pinggirannya.

25

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 1995. Hidrologi Dan Pengelolaan DAS. Bandung: Fakultas

Pertanian

Universitas Padjajaran.1989.

Burgh, P. V. D. 1972. Veld Book of Apllied Hydrology. New York :

Mc

Graw-Hill Book Company.

Pramono, Heru dan Arif Ashari. 2014. Geomorfologi Dasar.

Yogyakarta: UNY Press.

Seyhan, Ersin. 1979. Application of Statistical Methodes to Hidrology.

Amsterdam :Intitute of Earth Science Free University.

Soewarno. 1991. Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai

(Hidrometri). Nova: Bandung.

26