Analisis Kelainan pada Sistem Tubuh terhadap Gangguan Belajar (Retardasi Mental) pada Anak

63
MAKALAH OPSI 2013 Analisis Kelainan pada Sistem Tubuh terhadap Gangguan Belajar (Retardasi Mental) pada Anak Kelompok Bidang Penelitian : Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora Bidang Ilmu : Pendidikan dan Psikologi Peneliti Nama Lengkap : Kevinaldo Barevan NIS : 111210016 Kelas : XI Pembimbing Nama Lengkap : Annetha Novika Adnan NIP : 19841101 201001 2 017 Bidang studi yang diampu : Sosiologi SMA NEGERI 2 BOGOR

Transcript of Analisis Kelainan pada Sistem Tubuh terhadap Gangguan Belajar (Retardasi Mental) pada Anak

MAKALAH OPSI 2013

Analisis Kelainan pada Sistem Tubuhterhadap Gangguan Belajar (Retardasi

Mental) pada Anak

Kelompok Bidang Penelitian : Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora

Bidang Ilmu : Pendidikan dan Psikologi

PenelitiNama Lengkap : Kevinaldo BarevanNIS : 111210016Kelas : XI

PembimbingNama Lengkap : Annetha Novika AdnanNIP : 19841101 201001 2 017Bidang studi yang diampu

: Sosiologi

SMA NEGERI 2 BOGOR

Jalan Keranji Ujung No. 1 Budi Agung, Bogor. Telp(0251) 8318761

Kota Bogor Provinsi Jawa Barat.

2013

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul makalah : Analisis Kelainan pada SistemTubuh terhadap GangguanBelajar (Retardasi Mental) pada Anak

2. Kelompok Bidang Penelitian : Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora

3. Bidang Ilmu : Pendidikan dan Psikologi4. Ketua Tim Penelitian

Nama Lengkap : Kevinaldo BarevanNIS : 111210016Kelas : XIE-mail : [email protected] Asal Sekolah : SMAN 2 Bogor Alamat Sekolah : Jalan Keranji Ujung No.1 Budi

Agung, Tanah Sareal. Bogor, Jawa Barat.

Telepon/faks : (0251) 8318761

Menyatakan bahwa substansi ini, yang berjudul Analisis Kelainanpada Sistem Tubuh terhadap Gangguan Belajar (Retardasi Mental)pada Anak belum pernah disertakan dalam lomba apapun, dandikerjakan dengan melibatkan 1 (satu) orang peneliti, pembimbingsebanyak 1 orang, dengan rincian sebagai berikut:

PenelitiNama Lengkap : Kevinaldo BarevanNIS : 111210016Kelas : XI

PembimbingNama Lengkap : Annetha Novika Adnan,

S.SosNIP : 19841101 201001 2 017Bidang studi yang diampu

: Sosiologi

ii

Bogor, 29 Juli 2013

Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Bogor Peneliti,

Dra. Sri Eningsih, M.Pd KevinaldoBarevanNIP. 19590208 198501 2 001 NIS.111210016

iii

PERNYATAAN ORISIONALITASYang bertanda tangan dibawah ini,Nama Lengkap : Kevinaldo BarevanNIS : 111210016Kelas : XISekolah : SMA Negeri 2 BogorAlamat Sekolah : Jalan Keranji Ujung no.1 Budi Agung. Bogor 16165Telepon/Faximile : (0251) 8318761Alamat Rumah : Taman Sari Persada. Orchid, blok C3 No. 11. Bogor, Jawa BaratTelepon/Handphone : (0251) 7541377, 085714548559

Menyatakan bahwa makalah ini, yang berjudul Analisis Kelainanpada Sistem Tubuh terhadap Gangguan Belajar (Retardasi Mental)pada Anak adalah

1) Sepenuhnya ditulis oleh peneliti dengan rincian sebagai berikut

PenelitiNama Lengkap : Kevinaldo BarevanNIS : 111210016Kelas : XI

2) Dikerjakan di bawah pembimbingNama Lengkap : Annetha Novika Adnan,

S.SosNIP : 19841101 201001 2 017Bidang studi yang diampu

: Sosiologi

3) Orisinal karya tim peneliti ini, tanpa ada unsur plagiarismebaik dalam aspek substansi maupun penulisan.

Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya.Bila dikemudian hari ditemukan kekeliruan, maka kami bersediamenanggung semua risiko atas perbuatan yang kami lakukan sesuaidengan aturan yang berlaku.

Bogor, 29 Juli 2013

iii

Yang membuat pernyataanPembimbing Penelitian, Penelitian,

Annetha Novika Adnan, S.Sos Kevinaldo BarevanNIP. 19841101 201001 2 017 NIS. 111210016

Kepala Sekolah

Dra. Sri Eningsih, M.Pd NIP. 19590208 198501 2 001

Abstrak

Nama : Kevinaldo Barevan

Judul Karya Ilmiah : Analisis Kelainan pada Sistem Tubuh terhadap Gangguan Belajar (Retardasi Mental) pada Anak

Karya ilmiah ini membahas tentang Analisis Kelainan padaSistem Tubuh terhadap Gangguan Belajar (Retardasi Mental) padaAnak. Retardasi mental didefinisikan sebagai suatu keadaanperkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, terutamaditandai dengan terjadinya kendala dalam melakukan keterampilanselama masa perkembangan. Lebih lanjut hal ini akan berpengaruhpada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuankognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Retardasi mental merupakansuatu gejala yang terdiri dari fungsi intelektual yang subnormal,terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial dan dapat diamatipada masa perkembangan.

iv

Penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metodepenelitian kualitatif. Karena terjadinya kelainan pada sistemtubuh pada anak akibat faktor pranatal, psikososial, dan genetikyang menyebabkan terjadinya retardasi mental dan berakibat kepadagangguan belajar pada anak tersebut.

Hasil penelitian menemukan bahwa retardasi mental dapatmempengaruhi proses belajar. Retardasi mental dapat dicegahdengan memberikan nutrisi yang baik pada anak. Mengetahui denganmengkonsultasikan dengan dokter mengenai efek atau dampak yangterjadi pada anak ketika orangtua mengalami penyakit yang dapatmengakibatkan dampak yang buruk pada anak yang dilahirkan. Banyaksumber menyatakan bahwa retardasi mental dapat dideteksi sebelumterjadi kelahiran, melalui konsultsi mengenai genetik dandiagnosis antennal. Serta seorang penyandang retardasi mentaldapat berkembang seiring dengan proses perawatan dan prosesbelajar yang diberikan.

Pada akhirnya, gangguan belajar pada anak penyandangretardasi mental biasanya berupa masalah dalam memusatkanperhatian, kesulitan dalam mengingat informasi, mengalamiketerlambatan dalam perkembangan bahasa, mengalami kesulitandalam menentukan strategi self regulation-nya (kemampuanseseorang untuk mengatur tingkah lakunya sendiri), tidak tahubagaimana memulai interaksi dengan orang lain, kurang termotivasidan cenderung mudah putus asa, dan terhambat dalam hampir semuaprestasi akademis.

Kata Kunci:

Retardasi Mental, Kelainan Sistem Tubuh, Gangguan Belajar.

Kata Pengantar

v

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

dengan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan karya ilmiah yang

berjudul “Analisis Kelainan pada Sistem Tubuh terhadap Gangguan

Belajar (Retardasi Mental) pada Anak”.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun karya tulis ini masih

jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun guna sempurnanya makalah

ini. Penulis berharap semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi

penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Pertama saya sampaikan terima kasih kepada pembimbing saya,

Ibu Annetha Novika Adnan,S.Sos yang telah membantu dan membimbing

dalam mengerjakan karya ilmiah ini. Kami juga mengucapkan

terimakasih kepada teman-teman yang juga sudah memberi kontribusi

baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya ilmiah

ini. Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada

masyarakat dari hasil karya ilmiah ini. Karena itu kami berharap

semoga karya ilmiah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi

kita bersama. Tidak lupa saya berterimakasih kepada keluarga saya

yang telah banyak memberikan bantuan secara moril maupun materil.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka semua. Amin.

Bogor, 29 Juli 2013

vi

Penulis

Daftar IsiHalaman Judul.......................................... i

Lembar Pengesahan...................................... ii

Pernyataan Orisionalitas............................... iii

Abstrak ............................................. iv

Kata Pengantar......................................... v

Daftar Isi.............................................vi

Bab I: Pendahuluan

1.1 Latar Belakang.......................... 1

1.2 Rumusan Masalah......................... 3

1.3 Tujuan Penelitian....................... 3

Bab II: Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi Retardasi Mental............... 4

2.2 Definisi Gangguan Belajar............... 5

2.3 Faktor Penyebab Retardasi Mental........ 6

Bab III: Metodologi

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian......... 11

3.2 Waktu Penelitian........................ 12

3.3 Kehadiran Peneliti...................... 12

vii

3.4 Teknik Pengumpulan Data................. 12

3.5 Analisis Data........................... 14

3.6 Tahap-Tahap Penelitian.................. 16

Bab IV: Hasil dan Pembahasan........................... 17

Bab V :Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan............................ 23

5.2 Saran................................. 24

Daftar Pustaka.........................................25

Lampiran-lampiran...................................... 27

viii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan yang wajar dalam masyarakat maka seorang

individu harus dapat memenuhi pola-pola tingkah laku yang

benar. Pengetahuan mengenai pola-pola tingkah laku ini dapat

diperoleh oleh seorang individu melalui interaksi dengan

anggota-anggota masyarakat lainnya dalam kehidupan sehari-

hari; yaitu dengan cara mengamati, berlatih, dan menyerap

informasi mengenai pola-pola tingkah laku yang benar (Spencer,

1982 : 106-111)

Pada anak penyandang retardasi mental, keharusan untuk

menjalankan pola-pola tingkah laku yang benar ini, sukar untuk

dipenuhi. Hal ini disebabkan karena adanya suatu hambatan pada

diri anak penyandang retardasi mental tersebut, yang berupa

kelemahan-kelemahan atau kelainan-kelainan mental yang mereka

derita. Karena kelemahan-kelemahan atau kelainan-kelainan

mental yang dideritanya, anak penyandang retardasi mental ini

seringkali menunjukan tingkah laku yang aneh dan bisa dianggap

tidak sesuai atau tidak benar.

Salah satu contoh sederhana bisa kita lihat seorang anak

penyandang retardasi mental yang telah berusia delapan tahun,

tapi belum mampu untuk makan dan berpakaian sendiri. Dimana

untuk anak-anak yang normal, makan dan berpakaian sendiri

1

merupakan kegiatan yang amat mudah dan sudah mereka lakukan

sendiri rata-rata pada usia lima atau enam tahun.1

Inteligensi merupakan sesuatu yang dibanggakan oleh para

orang tua pada anak-anaknya. Jika anak mendapat prestasi

tinggi di sekolah, seringkali para orang tua berbesar hati dan

memberikan pujian dan hadiah-hadiah. Tetapi jika anak

berprestasi rendah, seringkali para orang tua menghukum anak

tersebut. Berbagai macam faktor mempengaruhi prestasi belajar,

di antaranya tingkat inteligensi (HI atau IQ = intelligence quotient

), skala nilai dan patokan sosial, serta kemampuan dididik

atau dilatih.2

Contoh lain kasus anak yang mengalami retardasi mental

terjadi pada Aji seorang anak berusia 12 tahun yang seharusnya

ia sudah kelas enam SD bersama teman-teman sebayanya, tetapi

karena kemampuan intelektualnya rendah ia masih saja duduk di

kelas empat SD. Menurut gurunya, ia agak lambat dalam

mengikuti pelajaran di sekolahnya. Oleh karena itu, Aji dari

kelas satu sampai kelas tiga SD untuk masing-masing tingkat

ditempuh dua tahun. Keadaan ini membuat orang tua Aji

memindahkan sekolah umum ke sekolah luar biasa (Wardoyo,

2006).

Contoh di atas merupakan gambaran penting dalam retardasi

mental yaitu fungsi intelektual umumnya berada di bawah rata-

rata. Diperjelas oleh Munzert (2002) bahwa intelegensi anak1 Diana Damayanti, Essay: “Cara pengasuhan anak penyandang retardasi mental : Tiga kasus keluarga Jawa di Jakarta” (Jakarta: Universitas Indonesia, 1984), 12 Andy Hidayat, Thesis: “Indeks Sefalometri dan Tangan Anak Laki-laki denganBerbagai Tingkat Retardasi Mental” (Jakarta: Universitas Indonesia, 2002), 1

2

yang mempunyai IQ sedang antara 95-100, sedangkan penderita

retardasi mental IQ di bawah 50. Ditambahkan oleh

Lombanotobing (2001) bahwa retardasi mental merupakan ganguan

perkembangan fungsi penyesuaian yang melibatkan kecakapan

dalam komunikasi, merawat diri, tinggal di rumah, kecakapan

sosial-interpersonal, bekerja, berekreasi, kesehatan, dan

keselamatan.3

Untuk mengetahui penyebab-penyebab gangguan belajar atau

Learning Disability (LD) yang dikarenakan oleh tiga komponen

yaitu kemampuan intelektual yang rendah, onset pada saat lahir

atau awal masa kanak-kanak, dan penurunan kemampuan

hidup/adaptif atau dalam garis besar retardasi mental.

Penelitian-penelitian menggunakan wawancara yang terstruktur

dengan baik, observasi perilaku yang rinci, dan wawancara

dengan pengasuh mengungkapkan bahwa prevalensi beberapa

gangguan psikiatri (termasuk gangguan perilaku) meningkat pada

orang dengan gangguan belajar, terutama mereka yang tinggal di

tempat perawatan, tetapi tidak menyatu dengannya. Namun

demikian, membuat diagnosis psikiatri yang spesifik sulit

untuk dilakukan (terutama pada orang dengan retardasi mental

sedang atau berat) karena adanya keterbatasan bahasa yang

timbul bersamaan. Gangguan perilaku lebih sering pada

retardasi mental yang lebih berat, terjadi pada hampir 40%

anak dan 20% orang dewasa dengan retardasi mental berat.

Berdasarkan etiologinya, retardasi mental dapat dibagi

menjadi retardasi mental primer dan sekunder. Penyebab

3 Gadiesz, “Retardasi Mental” (http://aquw-bian.blogspot.com/2010/02/retardasi-mental.html, diakses 10 Juni 2013)

3

retardasi mental primer dapat berupa kelainan kromosom atau

pengaruh pranatal yang tidak jelas. Retardasi mental sekunder

disebabkan oleh faktor-faktor luar yang diketahui dan

selanjutnya faktor-faktor ini mempengaruhi otak pada waktu

pranatal, perinatal, atau pascanatal.

Dalam usaha untuk mencari perbedaan ciri-ciri morfologi yang

disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, banyak dilakukan

penelitian terhadap penderita retardasi mental sekunder yang

telah dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya.

Penelitian-penelitian tersebut menunjukan adanya teratogen

yang menyebabkan kelainan organik sebagai etiologi retardasi

mental berat. Pada penelitian-penelitian tersebut, terdapat

penelitian yang menemukan adanya perbedaan fisik dan mental

antar penderita retardasi mental primer maupun retardasi

mental sekunder.4

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan gangguan belajar akibat

retardasi mental?

b. Faktor-faktor seseorang dapat mengalami retardasi

mental?

c. Bagaimana upaya pencegahan dan penanganan terhadap

retardasi mental?

d. Apakah kelainan pada sistem tubuh mempengaruhi gangguan

belajar?

4 Andy Hidayat, Op.Cit., 2.

4

1.3 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui gangguan belajar akibat retardasi

mental

b. Untuk mengetahui penyebab retardasi mental

c. Untuk mengetahui pencegahan dan penanganan retardasi

mental

d. Untuk mengetahui hubungan fungsi tubuh terhadap

gangguan belajar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Retardasi Mental

5

Retardasi mental didefinisikan sebagai suatu keadaan

perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, terutama

ditandai dengan terjadinya kendala dalam melakukan

keterampilan selama masa perkembangan. Lebih lanjut hal ini

akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh,

misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.

Retardasi mental merupakan suatu gejala yang terdiri dari

fungsi intelektual yang subnormal, terdapat kendala dalam

perilaku adaptif sosial dan dapat diamati pada masa

perkembangan.5

Menurut Dr.Nora L Sondakh,MA, ia mendefinisikan retardasi

mental ialah seseorang dengan kemampuan intelektual berada di

bawah angka rata-rata akibat perkembangan intelektual yang

abnormal dan dapat dilihat pada kesukaran dalam belajar dan

adaptasi sosial.6

Menurut Burton, seorang siswa dapat juga diduga mengalami

kesulitan belajar kalau yang bersangkutan menunjukan kegagalan

tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Kegagalan belajar

ini, seperti siswa dalam batas tertentu tidak mencapai ukuran

tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan minimal dalam

pengajaran tertentu, siswa tidak dapat mencapai prestasi yang

semestinya sesuai dengan potensinya, siswa gagal kalau tidak

dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangannya, dan lain–lain.

Untuk anak-anak dengan retardasi mental, sudah seharusnya

mendapatkan kelas khusus dimana guru mengajarkan keterampilan

5 Andy Hidayat, Op.Cit., 16 Andda Noorika, “Studi Kasus Retardasi Mental pada Anak” (http://pustakasari379.blogspot.com/2013/03/studi-kasus-retardasi-mental-pada-anak.html, diakses 3 Mei 2013)

6

pokok misalnya konsep uang, konsep waktu, keterampilan hidup

mandiri, perawatan diri dan kebersihan, akses masyarakat,

kegiatan rekreasi, dan pelatihan kejuruan dan melatih anak

agar anak dapat menerapkannya didalam kehidupannya. Sehingga

walaupun anak tersebut mengalami kekurangan dari segi

kognitif, dia tetap dapat bertahan dalam lingkungannya.7

Upaya pencegahan retardasi mental dapat dilakukan dengan

memberikan nutrisi yang baik pada anak. Mengetahui dengan

mengkonsultasikan dengan dokter mengenai efek atau dampak yang

terjadi pada anak ketika orangtua mengalami penyakit yang

dapat mengakibatkan dampak yang buruk pada anak yang

dilahirkan. Banyak sumber menyatakan bahwa retardasi mental

dapat dideteksi sebelum terjadi kelahiran, melalui konsultsi

mengenai genetik dan diagnosis antennal. Secara khusus

retardasi mental dapat diketahui melalui amniosentesis atau

sampel vili korion, dengan pilihan terminasi kehamilan.

Peningkatan perawatan pada saat perinatal juga mengurangi

resiko cidera otak. Serta dapat dilakukan penatalaksanaan dari

masalah hormonal atau metabolik sebelum terjadi retardasi

mental.8

2.2 Definisi Gangguan Belajar

Gangguan belajar (learning disability) mengacu kepada retardasi

mental pada sistem klasifikasi terbaru, memiliki tiga komponen7 Yohanti Viomanna, “Bagaimana cara pengajaran yang efektif terhadap anak dengan retardasi mental?” (http://10109yvs.blogspot.com/2011/04/bagaimana-cara-pengajaran-yang-efektiv.html, diakses 18 Mei 2013)8 Cornelius Katona, Claudia Cooper dan Mary Robertson, “At a Glance Psikiatri” (Jakarta: Erlangga,2012), h.50.

7

utama, yaitu kemampuan intelektual yang rendah, onset pada

saat lahir atau awal masa kanak-kanak dan penurunan

adaptif/hidup. Gangguan belajar terdapat pada sekitar 1,5%

dari populasi, dimana 80% mengalami gangguan belajar ringan,

12% mengalami gangguan belajar sedang, dan 7% mengalami

gangguan belajar berat. Hanya sekitar 1% dari jumlah total

menderita gangguan belajar yang sangat berat. Prevalensi

gangguan belajar belum menurun walaupun baru-baru ini terdapat

penurunan insidensi gangguan belajar berat.

Gangguan belajar dapat diartikan berdasarkan istilah,

sebagai gangguan utama yang menyebabkannya, ketidakmampuan

yang diakibatkannya, dan kerugian sosial yang dihasilkan

(termasuk masalah keluarga). Gangguan intelektual

diklasifikasikan sebagai ringan (IQ 50-70), sedang (IQ 35-49),

berat (IQ 20-34), dan sangat berat (IQ <20). Retardasi mental

ringan biasanya tidak dihubungkan dengan abnormalitas pada

penampilan atau perilaku, gangguan bahasa, gangguan sensorik,

dan gangguan motorik yang bersifat ringan atau tidak ada sama

sekali. Orang dewasa dengan gangguan belajar ringan mungkin

sulit menghadapi stress dan seringkali memerlukan bantuan

untuk are fungsi sosial yang lebih rumit, seperti mengasuh

anak dan mengatur keuangan. Namun demikian, sebagian besar

mampu untuk hidup mandiri dalam masyarakat dan melakukan

pekerjaan tertentu. Orang dengan gangguan belajar sedang

biasanya memiliki bahasa yang terbatas namun berguna. Gangguan

belajar berat dan sangat berat dikaitkan dengan kemampuan

verbal dan mengurus diri yang sangat terbatas serta

masalah/keterbatasan fisik terkait (epilepsi pada 33%,

inkontinensia pada 10%, ketidakmampuan untuk berjalan pada8

15%) sangat sering dijumpai. Komunikasi dapat difasilitasi

dengan teknik nonverbal seperti menunjuk atau isyarat.

Gangguan belajar ringan biasanya tidak berhubungan dengan

penyebab spesifik dan mewakili bagian akhir dari distribusi

normal kurva IQ. Terdapat kontribusi genetik yang cukup

bermakna yang mencerminkan tingginya pengaruh keturunan pada

IQ secara umum. Hubungan yang erat antara rendahnya IQ

orangtua dan IQ anak sebagian disebabkan hilangnya kesempatan

mendapat pendidikan dan status sosial. Gangguan belajar yang

lebih berat biasanya dikaitkan dengan kerusakan otak yang

spesifik.

Anak yang mengalami gangguan belajar sering kali akan

menunjukkan gangguan perilaku. Hal ini bisa berdampak pada

hubungan pasien dengan orang-orang di sekitarnya (keluarga,

guru dan teman-teman sebaya). Untuk itu anak perlu didampingi

untuk menghadapi situasi ini.

Orang tua merupakan guru yang pertama dan terdekat dengan

anak. Dengan demikian, peran orang tua sangat penting untuk

mengenali permasalahan apa yang dialami anak. Selain itu,

penting juga untuk menemukan kekuatan atau kemampuan yang

dimiliki anak. Hal ini akan membantu orang tua mendukung anak

mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat

meningkatkan kepercayaan diri anak.9 Penanganan pada penyandang

retardasi mental biasanya dengan tinggal dirumah bersama

keluarganya. Namun, tetap harus disediakan dukungan pusat

pelayanan perawatan primer, layanan pendidikan, dan layanan

9 Kania Inda, “Mengenal Gangguan Belajar” (http://dukunganmoralanakindigo.blogspot.com/2010/05/mengenal gangguan-belajar.html, diakses 16 Juni 2013)

9

sosial. Pada anak penyandang retardasi mental ringan biasanya

tetap diberikan dukungan pendidikan disekolah biasa meskipun

anak tersebut harus lebih bekerja keras agar dapat mengejar

anak yang tidak mengalami retardasi mental.10

2.3 Faktor Penyebab Retardasi Mental1. Faktor Pranatal

Penggunaan berat alkohol pada perempuan hamil

dapat menimbulkan gangguan pada anak yang mereka

lahirkan yang disebut dengan fetal alcohol syndrome.

Faktor-faktor pranatal lain yang memproduksi retardasi

mental adalah ibu hamil yang menggunakan bahan-bahan

kimia, dan nutrisi yang buruk. (Durand, 2007). Penyakit

ibu yang juga menyebabkan retardasi mental adalah

sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital.

Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen dan

cidera kepala, menempatkan anak pada resiko lebih besar

terhadap gangguan retardasi mental. Kelahiran premature

juga menimbulkan resiko retardasi mental dan gangguan

perkembangan lainnya. Infeksi otak, seperti

encephalitis dan meningitis juga dapat menyebabkan

retardasi mental. Anak-anak yang terkena racun, seperti

cat yang mengandung timah, juga dapat terkena retardasi

mental. (Nevid, 2003)

2. Faktor Psikososial

Seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin,

yaitu yang tidak memberikan stimulasi intelektual,

penelantaran, atau kekerasan dari orang tua dapat10 Cornelius Katona, Claudia Cooper dan Mary Robertson, Op.Cit., 50.

10

menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam

perkembangan retardasi mental.(Nevid,2002)

Anak-anak dalam keluarga yang miskin mungkin

kekurangan mainan, buku, atau kesempatan untuk

berinteraksi dengan orang dewasa melalui cara-cara yang

menstimulasi secara intelektual akibatnya mereka gagal

mengembangkan keterampilan bahasa yang tepat atau

menjadi tidak termotivasi untuk belajar keterampilan-

keterampilan yang penting dalam masyarakat kontemporer.

Beban-beban ekonomi seperti keharusan memiliki lebih

dari satu pekerjaan dapat menghambat orang tua untuk

meluangkan waktu membacakan buku anak-anak, mengobrol

panjang lebar, dan memperkenalkan mereka pada permainan

kreatif. Lingkaran kemiskinan dan buruknya perkembangan

intelektual dapat berulang dari generasi ke generasi

(Nevid, 2002). Kasus yang berhubungan dengan aspek

psikososial disebut sebagai retardasi budaya-keluarga

(cultural-familial retardation). Pengaruh cultural yang

mungkin memberikan kontribusi terhadap gangguan ini

termasuk penganiayaan, penelantaran, dan deprivasi

sosial. (Durand, 2007)

3. Faktor Biologis

a. Pengaruh genetik

Kebanyakan peneliti percaya bahwa di samping

pengaruh-pengaruh lingkungan, penderita retardasi

mental mungkin dipengaruhi oleh gangguan gen

majemuk (lebih dari satu gen) (Abuelo, 1991, dalam

Durand, 2007)

11

Salah satu gangguan gen dominan yang disebut

tuberous sclerosis, yang relatif jarang, muncul

pada 1 diantara 30.000 kelahiran. Sekitar 60%

penderita gangguan ini memiliki retardasi mental

(Vinken dan Bruyn, 1972, dalam Durand 2007).

Phenyltokeltonuria (PKU) merupakan gangguan genetis

yang terjadi pada 1 diantara 10.000 kelahiran

(Plomin, dkk, 1994, dalam Nevid, 2002). Gangguan

ini disebabkan metabolisme asam amino Phenylalanine

yang terdapat pada banyak makanan. Asam

Phenylpyruvic, menumpuk dalam tubuh menyebabkan

kerusakan pada sistem saraf pusat yang

mengakibatkan retardasi mental dan gangguan

emosional.

b. Pengaruh kromosomal

Jumlah kromosom dalam sel-sel manusia yang

berjumlah 46, baru diketahui 50 tahun yang lalu

(Tjio dan Levan, 1956, dalam Durand, 2007). Tiga

tahun berikutnya, para peneliti menemukan bahwa

penderita Sindroma Down memiliki sebuah kromosom

kecil tambahan. Semenjak itu sejumlah penyimpangan

kromosom lain menimbulkan retardasi mental telah

teridentifikasi yaitu Down syndrome dan Fragile X

syndrome.

a) Down syndrome

Sindroma down, merupakan bentuk retardasi

mental kromosomal yang paling sering dijumpai, di

identifikasi untuk pertama kalinya oleh Langdon12

Down pada tahun 1866. Gangguan ini disebabkan

oleh adanya sebuah kromosom ke 21 ekstra dan oleh

karenanya sering disebut dengan trisomi21.

(Durand,2007).

Anak retardasi mental yang lahir disebabkan

oleh faktor ini pada umumnya adalah Sindroma Down

atau Sindroma mongol (mongolism) dengan IQ antar

20 – 60, dan rata-rata mereka memliki IQ 30 – 50.

(Wade, 2000, dalam Nevid 2003). Menyatakan

abnormalitas kromosom yang paling umum

menyebabkan retardasi mental adalah sindrom down

yang ditandai oleh adanya kelebihan kromosom atau

kromosom ketiga pada pasangan kromosom ke 21,

sehingga mengakibatkan jumlah kromosom menjadi

47.

Anak dengan sindrom down dapat dikenali

berdasarkan ciri-ciri fisik tertentu, seperti

wajah bulat, lebar, hidung datar, dan adanya

lipatan kecil yang mengarah ke bawah pada kulit

dibagian ujung mata yang memberikan kesan sipit.

Lidah yang menonjol, tangan yang kecil, dan

berbentuk segi empat dengan jari-jari pendek,

jari kelima yang melengkung, dan ukuran tangan

dan kaki yang kecil serta tidak proporsional

dibandingkan keseluruhan tubuh juga merupakan

ciri-ciri anak dengan sindrom down. Hampir semua

anak ini mengalami retardasi mental dan banyak

diantara mereka mengalami masalah fisik seperti

13

gangguan pada pembentukan jantung dan kesulitan

pernafasan. (Nevid, 2003).

b) Fragile X syndrome

Fragile X syndrome merupakan tipe umum dari

retardasi mental yang diwariskan. Gangguan ini

merupakan bentuk retardasi mental paling sering

muncul setelah sindrom down (Plomin, dkk, 1994,

dalam Nevid, 2003). Gen yang rusak berada pada

area kromosom yang tampak rapuh, sehingga disebut

Fragile X syndrome. Sindrom ini mempengaruhi

laki-laki karena mereka tidak memiliki kromosom X

kedua dengan sebuah gen normal untuk mengimbangi

mutasinya. Laki-laki dengan sindrom ini biasanya

memperlihatkan retardasi mental sedang sampai

berat dan memiliki angka hiperaktifitas yang

tinggi. Estimasinya adalah 1 dari setiap 2.000

laki-laki lahir dengan sindrom ini Dynkens, dkk,

1998, dalamDurand, 2007).11

Berikut contoh lain dari penyebab retardasi mental akibat

kelainan pada sistem tubuh:

1. Infeksi (bawaan dan sesudah lahir)

- Rubella kongenitalis

- Meningitis

- Infeksi sitomegalovirus bawaan

- Ensefalitis

- Toksoplasmosis kongenitalis11 Atrof Ardiansyah, “Definisi dan Penyebab Retardasi Mental” (http://www.psycholovegy.com/2012/08/definisi-dan-penyebab-retardasi-mental.html, diakses 5 Juni 2013)

14

- Listeriosis

- Infeksi HIV

2. Kelainan kromosom

- Kesalahan pada jumlah kromosom (Sindroma Down)

- Defek pada kromosom (sindroma X yang rapuh, sindroma

Angelman, sindroma Prader-Willi)

- Translokasi kromosom dan sindroma cri du chat

3. Kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan

- Galaktosemia

- Penyakit Tay-Sachs

- Fenilketonuria

- Leukodistrofi metakromatik

4. Metabolik

- Sindroma Reye

- Dehidrasi hipernatremik

- Hipotiroid kongenital

- Hipoglikemia (diabetes melitus yang tidak terkontrol

dengan baik)12

12 Yulia Putri, “Penyebab Retardasi Mental” (http://yulia-putri.blogspot.com/2010/03/penyebab-retardasi-mental.html, diakses 5 Juni 2013)

15

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis

Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah

melalui pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif artinya

data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data

tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan,

dokumen pribadi, catatan, memo, dan dokumen resmi lainnya.

Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini

adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena

secara mendalam, rinci dan tuntas.13

Menurut Keirl dan Miller dalam Moleong yang dimaksud

dengan penelitian kualitatif adalah "tradisi tertentu dalam

ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung13 Lexy J Moleong, “Metode Penelitian Kualitatif” (Bandung:Remaja Rosda Karya,2004), Hlm: 131

16

pada pengamatan, manusia, kawasannya sendiri, dan berhubungan

dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan

peristilahannya".

Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan

untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana

peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan

data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat

induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan

makna dari pada generalisasi.

Pertimbangan penulis menggunakan penelitian kualitatif

ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Lexy Moleong14:

1. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apa bila

berhadapan dengan kenyataan ganda

2. Metode ini secara tidak langsung hakikat hubungan antara

peneliti dan responden

3. Metode ini lebih peka dan menyesuaikan diri dengan

manajemen pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang

dihadapi.

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif.

Menurut Whitney dalam Moh. Nazir bahwa metode deskriptif

adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.

Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam

masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat

serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan-

hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan,

14 Ibid, 13817

serta proses-proses yang sedang berlansung dan pengaruh-

pengaruh dari suatu fenomena.15

3.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian karya ilmiah ini dilaksanakan mulai pada

bulan April sampai bulan Juni. Dikarenakan sulit untuk mencari

narasumber dan keterbatasan peneliti mencari buku yang sesuai

dengan judul karya ilmiah ini. Maka narasumber melakukan

pendekatan kualitatif dengan studi literatur. Stusi literatur

merupakan penelusuran literatur yang bersumber dari buku,

media, pakar ataupun dari hasil penelitian orang lain yang

bertujuan untuk menyusun dasar teori yang kita gunakan dalam

melakukan penelitian. Salah satu sumber acuan di mana peneliti

dapat menggunakannya sebagai penunjuk informasi dalam

menelusuri bahan bacaan adalah dengan menggunakan buku

referensi.16

3.3 Kehadiran penelitiDalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai

pengumpul data dan sebagai instrument aktif dalam upaya

mengumpulkan data-data di lapangan. sedangkan instrument

pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai

bentuk alat-alat bantu dan berupa dokumen- dokumen lainnya

yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil

penelitian, namun berfungsi sebagai instrument pendukung. Oleh

karena itu, kehadiran peneliti secara langsung di lapangan15 Moh. Nazir Ph.D, “Metode Penelitian” (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2003), Hlm:1616 Sayudjauhari, “Study Literature” (http://sayudjberbagi.wordpress.com/2010/04/29/study-literature/, diakses 2Juli 2013)

18

sebagai tolak ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang

diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan

aktif dengan informan dan atau sumber data lainnya di sini

mutlak diperlukan.

3.4 Teknik Pengumpulan

Data Menurut Rachman, bahwa penelitian di samping menggunakan

metode yang tepat, juga perlu memilih teknik dan alat

pengumpulan data yang relevan. Metode yang digunakan untuk

proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

proses trianggulasi, yaitu:17

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu

pewancara (interviuwer) yang mengajukan pertanyaan dari

yang diwawancarai yang memberikan atas itu. Wawancara

digunakan oleh peneliti untuk menggunakan menilai

keadaan seseorang. Dalam wawancara tersebut biasa

dilakukan secara individu maupun dalam bentuk kelompok,

sehingga didapat data informatik yang orientik.

Metode interview adalah sebuah dialog atau Tanya

jawab yang dilakukan dua orang atau lebih yaitu

pewawancara dan terwawancara (nara sumber) dilakukan

secara berhadap-hadapan (face to face)18.

Sedangkan interview yang penulis gunakan adalah

17 Lexy J Moleong, Op.Cit., 13518 Rony Hanitijo, “Metode Penelitian Hukum dan Jurimeter” (Jakarta: Ghalis, 1994), Hlm: 57

19

jenis interview pendekatan yang menggunakan petunjuk

umum, yaitu mengharuskan pewawancara membuat kerangka

dan garis-garis besar atau pokok-pokok yang ditanyakan

dalam proses wawancara, penyusunan pokok-pokok ini

dilakukan sebelum wawancara. Dalam hal ini pewawancara

harus dapat menciptakan suasana yang santai tetapi

serius yang artinya bahwa interview dilakukan dengan

sungguh- sungguh, tidak main-main tetapi tidak kaku.19

2. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti

barang tertulis, metode dokumentasi berarti cara

pengumpulan data dengan mencatat data-data yang sudah

ada.20 Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai

hal-hal atau variabel yang berupa cacatan buku, surat,

transkip, majalah, prasasti, notulen, rapat, lengger,

agenda dan sebagainya.

Teknik atau studi dokumentasi adalah cara

pengumpulan data melalui peninggalan arsip-arsip dan

termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil-

dalil atau hukum-hukum dan lain-lain berhubungan dengan

masalah penelitian. Dalam penelitian kualitatif teknik

pengumpulan data yang utama karena pembuktian

hipotesisnya yang diajukan secara logis dan rasional

melalui pendapat, teori, atau hukum-hukum, baik mendukung

maupun menolak hipotesis tersebut.

19 Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakter” (Jakarta: Rineka Cipta,2002), Hlm:13320 Yatim Riyanto. “Metodologi Penelitian Pendidikan Tinjauan Dasar”.(Surabaya: SIC, 1996), hlm 83

20

3.5 Analisis Data Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis

data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap

permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini

menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan

metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau

fenomena sosial yang bersifat unik dan komplek. Padanya

terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan

variasi (keragaman).21

Analisa data adalah proses mengatur urutan data,

mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan

uraian dasar.22 Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati.23

Dalam proses analisis data terhadap komponen-komponen

utama yang harus benar-benar dipahami. Komponen tersebut adalah

reduksi data, kajian data dan penarikan kesimpulan atau

verifikasi. Untuk menganalisis berbagai data yang sudah ada

digunakan metode deskriptif analitik. Metode ini digunakan

untuk menggambarkan data yang sudah diperoleh melalui proses

analitik yang mendalam dan selanjutnya diakomodasikan dalam

bentuk bahasa secara runtut atau dalam bentuk naratif. Analisis

data dilakukan secara induktif, yaitu dimulai dari lapangan

atau fakta empiris dengan cara terjun ke lapangan, mempelajari21 Burhan Bungin, “Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi” (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 5322 Lexy J. Moleong, Op.Cit., 10323 Ibid., 3

21

fenomena yang ada di lapangan. Analisis data dalam penelitian

kualitaif dilakukan secara bersamaan dengan cara proses

pengumpulan data Menurut Miles dan Humberman tahapan analisis

data sebagai berikut:24

1. Pengumpulan data

Penelitian mencatat semua data secara obyektif

dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan

wawancara di lapangan.

2. Reduksi data

Reduksi data yaitu memilih hal-hal pokok yang

sesuai dengan fokus penelitian. Reduksi data

merupakan suatu bentuk analisis yang menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasikan data-data yang telah direduksi

memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil

pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencarinya

sewaktu-waktu diperlukan.

3. Penyajian data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang

tersusun yang memungkinkan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data

merupakan analisis dalam bentuk matrik, network,

cart, atau garfis, sehingga data dapat dikuasai.

4. Pengambilan keputusan atau

verifikasi

Setelah data disajikan, maka dilakukan penarikan

kesimpulan atau verifikasi. Untuk itu diusahakan

24 Milez, M. B. Dan Huberman, A. M. 1992. “Analisis Data Kualitatif”. Penerjemah Tjetjep Rohendi. Jakarta: UI-Press

22

mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal-

hal yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya. Jadi

dari data tersebut berusaha diambil kesimpulan.

Verifikasi dapat dilakukan dengan keputusan,

didasarkan pada reduksi data, dan penyajian data yang

merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam

penelitian.

Keempat komponen tersebut saling interaktif

yaitu saling mempengaruhi dan terkait. Pertama-tama

dilakukan penelitian di lapangan dengan mengadakan

wawancara atau observasi yang disebut tahap

pengumpulan data. Karena data-data, pengumpulan

penyajian data, Reduksi data, kesimpulan-kesimpulan

atau penafsiran data yang dikumpulkan banyak maka

diadakan reduksi data. Setelah direduksi maka kemudian

diadakan sajian data, selain itu pengumpulan data juga

digunakan untuk penyajian data. Apabila ketiga hal

tersebut selesai dilakukan, maka diambil suatu

keputusan atau verifikasi.

Setelah data dari lapangan terkumpul dengan

menggunakan metode pengumpulan data di atas, maka

peneliti akan mengolah dan menganalisis data tersebut

dengan menggunakan analisis secara deskriptif-

kualitatif, tanpa menggunakan teknik kuantitatif.

Analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu

tehnik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti

data-data yang telah terkumpul dengan memberikan

perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi

yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh

23

gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan

sebenarnya. Menurut M. Nazir bahwa tujuan deskriptif

ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau

lukisan secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar

fenomena yang diselidiki.25

3.6 Tahap-Tahap

Penelitian

1. Tahap Pra Lapangan

Menyusun karya ilmiah penelitian dengan mencari dari

berbagai sumber mengenai hal-hal yang menyangkut dari

tujuan atau isi karya ilmiah ini, mulai dari skripsi,

tesis dan sumber dari internet.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Dalam pengumpulan data, penulis mengumpulkan data dengan

mewawancarai psikolog

3. Menelaah teori-teori yang relevan

4. Mengidentifikasi data

Data yang sudah terkumpul melalui diidentifikasi untuk

memudahkan peneliti dalam

menganalisa sesuai tujuan yang diinginkan.

5. Tahap Akhir Penelitian

a. Menyajikan data dalam bentuk

dikripsi.

b. Menganalisis data sesuai dengan tujuan yang ingin 25 Moh. Nazir Ph.D. Op.Cit., 16

24

dicapai.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Retardasi Mental terhadap Gangguan Belajar

Retardasi mental merupakan suatu keadaan dimana

perkembangan jiwa seseorang terhenti atau tidak lengkap,

yang biasanya ditandai dengan terjadinya kendala dalam

melakukan keterampilan selama masa perkembangan. Maka

dari itu, tentu saja retardasi mental sangat mempengaruhi25

proses belajar seseorang atau orang tersebut mengalami

gangguan belajar. Menurut dapat kita ketahui bahwa

retardasi mental berpengaruh terhadap gangguan belajar.

Berikut adalah kutipan wawancaranya:

“Terdapat beberapa gangguan atau defisit yang dialamianak penyandang tunagrahita :a. Atensi

Kesulitan belajar pada anak tunagrahita, lebihdisebabkan karena masalah dalam dalam memusatkanperhatian. Anak tunagrahita sering memusatkanperhatian pada benda yang salah, serta sulitmengalokasikan perhatian mereka dengan tepat.

b. Daya ingatMereka mengalami kesulitan dalam mengingat

informasi.c. Perkembangan bahasa

Anak tunagrahita mengalami keterlambatandalam perkembangan bahasa dibanding dengan anak-anak umumnya, mereka lambat mengalami kemajuandan berakhir dengan tingkat perkembangan yang lebihrendah.

d. Self regulationPenyandang tunagrahita mengalami kesulitan

dalam menentukan strategi self regulation-nya(kemampuan seseorang untuk mengatur tingkahlakunyasendiri ), seperti misalnya, mengulang suatu materi,kesulitan melakukan strategi apa yang dibutuhkan untukmelakukan suatu tugas, keterbatasan dalamkemampuan merencanakan, bagaimana menggunakansuatu strategi tertentu, serta bagaimana mengevaluasiseberapa baik strategi tersebut bekerja.

e. Perkembangan sosialAnak tunagrahita cenderung sulit mendapatkan

teman dan mempertahankan pertemanan tersebut.Pada umumnya, anak tunagrahita tidak tahu bagaimanamemulai interaksi dengan orang lain, sejak mereka diusia dini. Seringkali mereka menampilkan perilaku yangmembuat teman-teman mereka menjauh, misalnyakarena kurang fokus, dan cenderung mengganggutemannya. Konsep diri mereka biasanya buruk dan

26

kemungkinan besar mereka kurang mendapatkesempatan untuk bersosialisasi dengan orang lain.

f. MotivasiKarena anak tunagrahita selalu mendapat

kegagalan untuk menyelesaikan tugas tugas anakseusianya, hal ini menyebabkan mereka kurangtermotivasi dan cenderung mudah putus asa ketikadihadapkan pada tugas yang menantang.

g. Prestasi akademisSecara akademis anak tunagrahita akan

terhambat dalam hampir semua prestasi akademis,dibanding dengan anak-anak yang seusia-nya.”26

2. Gangguan belajar yang terjadi akibat retardasi mental

Orang dewasa dengan gangguan belajar ringan mungkin

sulit menghadapi stress dan seringkali memerlukan bantuan

untuk are fungsi sosial yang lebih rumit, seperti

mengasuh anak dan mengatur keuangan. Namun demikian,

sebagian besar mampu untuk hidup mandiri dalam masyarakat

dan melakukan pekerjaan tertentu. Orang dengan gangguan

belajar sedang biasanya memiliki bahasa yang terbatas

namun berguna. Gangguan belajar berat dan sangat berat

dikaitkan dengan kemampuan verbal dan mengurus diri yang

sangat terbatas serta masalah/keterbatasan fisik terkait

(epilepsi pada 33%, inkontinensia pada 10%,

ketidakmampuan untuk berjalan pada 15%) sangat sering

dijumpai. Komunikasi dapat difasilitasi dengan teknik

nonverbal seperti menunjuk atau isyarat.

Berikut adalah kutipan wawancaranya:

Karakteristik anak terbelakang mental ringan (mild)adalah mereka termasuk yang mampu didik, bila dilihat darisegi pendidikan. Bila dilakukan observasi mendalam mereka

26 LE27

kurang dalam hal kekuatan, kecepatan dan koordinasi gerakmotorik/fisik, serta sering memiliki masalah kesehatan.

Karakteristik anak tunagrahita sedang adalah merekayang digolongkan sebagai anak yang mampu latih, dimanamereka dapat dilatih untuk beberapa ketrampilan tertentu.Meskipun seringkali berespon lama terhadap pendidikan danpelatihan, jika diberikan kesempatan pendidikan yang sesuaimereka dapat dididik untuk melakukan pekerjaan yangmembutuhkan kemampuan-kemampuan tertentu.

Karakteristik tunagrahita berat adalah mereka yangmemperlihatkan banyak masalah dan kesulitan, meskipundisekolahkan di sekolah khusus. Tidak mampu mengurus dirisendiri, tanpa bantuan orang lain meski pada tugas sederhana,sedikit sekali yang mampu berinteraksi sosial, dan merekahanya bisa berkomunikasi secara vokal setelah mendapatpelatihan intensif.

Pada karakteristik tunagrahita sangat berat, meskipunmereka dapat berjalan dan makan sendiri, namun kemampuanberbicara dan berbahasa mereka sangat rendah, dengankarakteristik, antara lain;

- Interaksi sosial sangat terbatas- Kepala yang besar dan sering bergoyang-goyang.- Penyesuaian diri sangat kurang, tanpa bantuan orang lain

mereka tidak dapat mandiri- Membutuhkan pelayanan medis yang intensif27

3. Kelainan pada tubuh yang paling sering menyebabkan

retardasi mental

Infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis

juga dapat menyebabkan retardasi mental.

Phenyltokeltonuria (PKU) merupakan gangguan genetis yang

terjadi pada 1 diantara 10.000 kelahiran (Plomin, dkk,

1994, dalam Nevid, 2002). Serta Down syndrome dan Fragile

X syndrome.

Berikut adalah wawancaranya:27 LE

28

Sebab-sebab yang bersumber dari luar, antara lain:

Keracunan atau efek zat tertentu/substansi waktu ibu hamil, seperti penyakit sifilis, keracunan, kokain, tembakau, alkohol (fetal alcohol syndrome/AFS). Kerusakan pada otak waktu kelahiran (prematur atau alat bantu saat kelahiran). Infeksi pada ibu hamil, seperti; rubella (campak jerman), virus tokso, herpes simplex, yang ditularkan ibu pada bayi. Gangguanpada otak, misalnya, infeksi otak, tumor, hydhrocephalus atau microcephalus

Sebab-sebab yang bersumber dari dalam , antara lain:

Disebabkan oleh faktor keturunan, dapat disebabkanoleh factor biologis/organism atau syndrome-syndrome yangsifatnya genetis. Contoh : chromosome abnormality, PraderWilly Syndrome, William Syndrome, Fragile-X pada wanita.28

4. Anak penyandang retardasi mental dapat tumbuh berkembang

menjadi tidak retardasi mental

Untuk anak-anak dengan retardasi mental, sudah

seharusnya mendapatkan kelas khusus dimana guru

mengajarkan keterampilan pokok misalnya konsep uang,

konsep waktu, keterampilan hidup mandiri, perawatan diri

dan kebersihan, akses masyarakat, kegiatan rekreasi, dan

pelatihan kejuruan dan melatih anak agar anak dapat

menerapkannya didalam kehidupannya. Sehingga walaupun

anak tersebut mengalami kekurangan dari segi kognitif,

dia tetap dapat bertahan dalam lingkungannya. Sehingga ia

mampu berkembang menjadi anak dengan tidak mengalami

retardasi mental.

Berikut adalah wawancaranya:

Anak yang mengalami keterbelakangan mental dapatmenunjukkan beberapa kemajuan melalui

28 LE29

dukungan/bimbingan yang tepat. Semakin rendah tingkatkecerdasan anak tunagrahita, semakin besar bimbingan danpendampingan diperlukan.29

5. Anak yang mengalami retardasi mental itu harus belajar di

sekolah biasa bukan SLB agar menjadi anak yang tidak

mengalami retardasi mental

Penanganan pada penyandang retardasi mental biasanya

dengan tinggal dirumah bersama keluarganya. Namun, tetap

harus disediakan dukungan pusat pelayanan perawatan

primer, layanan pendidikan, dan layanan sosial. Pada anak

penyandang retardasi mental ringan biasanya tetap

diberikan dukungan pendidikan disekolah biasa meskipun

anak tersebut harus lebih bekerja keras agar dapat

mengejar anak yang tidak mengalami retardasi mental.

Berikut adalah wawancaranya:

Anak yang mengalami keterbelakangan mental dapatmenunjukkan beberapa kemajuan melaluidukungan/bimbingan yang tepat. Semakin rendah tingkatkecerdasan anak tunagrahita, semakin besar bimbingan danpendampingan diperlukan.

Anak penyandang tunagrahita dapat mengikutipendidikan di sekolah reguler yang menyediakan programinklusi, dengan catatan melalui assessment terlebih dahuluyang dilakukan oleh seorang professional dibidang psikologipendidikan.30

6. Pencegahan retardasi mental pada anak

Upaya pencegahan retardasi mental dapat dilakukan

dengan memberikan nutrisi yang baik pada anak. Mengetahui

dengan mengkonsultasikan dengan dokter mengenai efek atau

29 LE30 LE

30

dampak yang terjadi pada anak ketika orangtua mengalami

penyakit yang dapat mengakibatkan dampak yang buruk pada

anak yang dilahirkan. Banyak sumber menyatakan bahwa

retardasi mental dapat dideteksi sebelum terjadi

kelahiran, melalui konsultsi mengenai genetik dan

diagnosis antennal. Secara khusus retardasi mental dapat

diketahui melalui amniosentesis atau sampel vili korion,

dengan pilihan terminasi kehamilan. Peningkatan perawatan

pada saat perinatal juga mengurangi resiko cidera otak.

Serta dapat dilakukan penatalaksanaan dari masalah

hormonal atau metabolic sebelum terjadi retardasi mental.

Berikut adalah wawancaranya:

Terdapat beberapa faktor penyebab retardasi mental,yaitu faktor biologis/organis dan faktor genetik. Upayapencegahan yang terkait dengan faktor organis/biologis antaralain dengan pola makan dan cara hidup yang sehat sertaterpenuhi kebutuhan nutrisi pada ibu hamil, memantau ataumemeriksa kesehatan ibu hamil maupun tumbuh kembangbayi/balita secara rutin. Sampai saat ini pencegahan yangdisebabkan faktor genetik masih dalam penelitian sebab terkaitrekayasa genetik, karena sifatnya menurun atau bawaan.Penting saat calon pasangan hendak menikah diperlukankonsultasi pre-wedding terkait dengan kesehatan reproduksi.Sehingga apapun yang terjadi saat merencanakan memilikianak, mereka siap menjadi orang tua yang baik.31

7. Penanganan retardasi mental pada anak

Penanganan pada penyandang retardasi mental biasanya

dengan tinggal dirumah bersama keluarganya. Namun, tetap

harus disediakan dukungan pusat pelayanan perawatan

primer, layanan pendidikan, dan layanan sosial. Pada anak

penyandang retardasi mental ringan biasanya tetap

diberikan dukungan pendidikan disekolah biasa meskipun

31 LE31

anak tersebut harus lebih bekerja keras agar dapat

mengejar anak yang tidak mengalami retardasi mental.

Berikut adalah wawancaranya:

- Untuk penanganan pada penyandang retardasi mental anak dengan cacat mental ringan (mild) masih bisa dididik di sekolah umum.

- Untuk penanganan retardasi mental sedang seringkali anak memilikirespon lama terhadap pendidikan dan pelatihan, jika diberikan kesempatan pendidikan yang sesuai mereka dapat dididik untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan-kemampuan tertentu.

- Untuk penanganan retardasi mental berat diharuskan sekolah di sekolah khusus/SLB.

- Untuk penanganan retardasi mental sangat berat juga diharuskan sekolah di sekolah khusus/SLB. Namun penanganan pada anak retardasi mental sangat berat harus diberikan perawatan atau penanganan lebih dibanding anak penyandang retardasi mental berat.32

8. Upaya mengatasi gangguan belajar pada anak retardasi

mental

Anak yang mengalami gangguan belajar sering kali

akan menunjukkan gangguan perilaku. Hal ini bisa

berdampak pada hubungan pasien dengan orang-orang di

sekitarnya (keluarga, guru dan teman-teman sebaya). Untuk

itu anak perlu didampingi untuk menghadapi situasi ini.

Orang tua merupakan guru yang pertama dan terdekat

dengan anak. Dengan demikian, peran orang tua sangat

penting untuk mengenali permasalahan apa yang dialami

anak. Selain itu, penting juga untuk menemukan kekuatan

atau kemampuan yang dimiliki anak. Hal ini akan membantu

orang tua mendukung anak mengembangkan kemampuan yang32 LE

32

dimilikinya sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri

anak.

Berikut adalah wawancaranya:

Upaya mengatasi gangguan belajar dapat dilakukandengan tetap memberikan pendidikan pada anak. Sertamemberikan pengawasan dan perawatan dari orang tua dalamkeluarga. Pengembangan pendidikan khusus untuk anaktunagrahita, lebih ditujukan agar tercapai penyesuaian dirisetelah mereka selesai mendapat pendidikan dasar.33

Jadi retardasi mental merupakan suatu keadaan dimana

perkembangan jiwa seseorang terhenti. Gangguan belajar

terjadi pada retardasi mental tergantung pada tingkatannya.

Dan beberapa kelainan pada tubuh dapat menyebabkan retardasi

mental. Dengan perawatan dan pendidikan khusus untuk anak

penyandang retardasi mental, maka anak tersebut dapat tumbuh

berkembang menjadi tidak retardasi mental seiring dengan

proses belajarnya. Sehingga peran orangtua sangat penting

dalam mendidik anaknya.

BAB V

33 LE33

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa retardasi mental merupakan salah

satu penyebab dari gangguan belajar pada anak, meskipun

retardasi mental bukan merupakan satu-satunya penyebab

retardasi mental. Gangguan belajar pada anak penyandang

retardasi mental biasanya berupa masalah dalam memusatkan

perhatian, kesulitan dalam mengingat informasi, mengalami

keterlambatan dalam perkembangan bahasa, mengalami kesulitan

dalam menentukan strategi self regulation-nya (kemampuan

seseorang untuk mengatur tingkah lakunya sendiri), tidak tahu

bagaimana memulai interaksi dengan orang lain, kurang

termotivasi dan cenderung mudah putus asa, dan terhambat dalam

hampir semua prestasi akademis.

Retardasi mental memiliki faktor-faktor penyebabnya,

yaitu

a. Sebab-sebab yang bersumber dari luar, antara lain:

- Maternal malnutrition. Yaitu kekurangan nutrisi pada

ibu hamil, tidak menjaga pola makan yang sehat.

- Keracunan atau efek zat tertentu/substansi waktu

ibu hamil, seperti penyakit sifilis, keracunan,

kokain, tembakau, alkohol (fetal alcohol

syndrome/AFS).

- Radiasi sinar X-rays atau radiasi nuklir.

- Kerusakan pada otak waktu kelahiran (prematur atau

alat bantu saat kelahiran).

34

- Infeksi pada ibu hamil, seperti; rubella (campak

jerman), virus tokso, herpes simplex, yang

ditularkan ibu pada bayi.

- Gangguan pada otak, misalnya, infeksi otak, tumor,

hydhrocephalus atau microcephalus.

- Pada kasus-kasus abusif (penyiksaan, penolakan atau

kurang stimulasi yang ekstrim).

b. Sebab-sebab yang bersumber dari dalam , antara lain:

Disebabkan oleh faktor keturunan, dapat

disebabkan oleh faktor biologis/organism atau

syndrome-syndrome yang sifatnya genetis. Contoh :

chromosome abnormality, Prader Willy Syndrome, William Syndrome,

Fragile-X pada wanita.

Dalam upaya pencegahan retardasi mental dapat dilakukan

dengan memberikan nutrisi yang baik pada anak. Mengetahui

dengan mengkonsultasikan dengan dokter mengenai efek atau

dampak yang terjadi pada anak ketika orangtua mengalami

penyakit yang dapat mengakibatkan dampak yang buruk pada anak

yang dilahirkan. Banyak sumber menyatakan bahwa retardasi

mental dapat dideteksi sebelum terjadi kelahiran, melalui

konsultasi mengenai genetik dan diagnosis antennal. Secara

khusus retardasi mental dapat diketahui melalui amniosentesis

atau sampel vili korion, dengan pilihan terminasi kehamilan.

Peningkatan perawatan pada saat perinatal juga mengurangi

resiko cidera otak. Serta dapat dilakukan penatalaksanaan dari

masalah hormonal atau metabolik sebelum terjadi retardasi

mental.

5.2 Saran

35

1. Seharusnya para calon orang tua yang akan menikah

melakukan konsultasi dan pemeriksaan kepada dokter

ahli, khususnya dibidang genetik untuk mendeteksi

kemungkinan retardasi mental pada anak jika terjadi

kelahiran. Dengan begitu penderita retardasi mental

dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan dalam kehidupan

manusia.

2. Kalaupun sudah terjadi. Sebaiknya bagi para orangtua

yang memiliki anak penyandang retardasi mental

melakukan usaha-usaha agar anak mereka diberikan

perawatan dan pendidikan yang sesuai dengan tingkat

retardasi pada anak di keluarga mereka.

Daftar Pustaka

Buku:36

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakter

(Jakarta: Rineka Cipta)

Bungi, Burhan. 2003. Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis

dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada)

Hanitijo, Rony. 1994. Metode Penelitian Hukum dan Jurimeter (Jakarta:

Ghalis)

Katona, Cornelius., Cooper, Claudia., & Robertson, Mary. 2012.

At a Glance Psikiatri (Jakarta: Erlangga)

Miles, Matthew B. & Huberman, A. M. 1992. Analisis Data Kualitatif.

Penerjemah Tjetjep Rohandi (Jakarta: UI-Press)

Moh. Nazir Ph.D. 2003. Metode Penelitian (Jakarta: PT. Ghalia

Indonesia)

Moleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif (Bandung:Remaja

Rosda Karya)

Riyanto, Yatim. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan Tinjauan Dasar.

(Surabaya: SIC)

Tesis:

Damayanti, Diana. 1984. Cara pengasuhan anak penyandang retardasi

mental : Tiga kasus keluarga Jawa di Jakarta. [Tesis]. Jakarta:

Universitas Indonesia.

Hidayat, Andy. 2002. Indeks Sefalometri dan Tangan Anak Laki-laki dengan

Berbagai Tingkat Retardasi Mental. [Tesis]. Jakarta: Universitas

Indonesia.

Internet:

37

Ardiansyah, Atrof . 2012. Definisi dan Penyebab Retardasi Mental

(http://www.psycholovegy.com/2012/08/definisi-dan-penyebab-

retardasi-mental.html, diakses 5 Juni 2013)

Gadiesz, 2010. Retardasi Mental

(http://aquw-bian.blogspot.com/2010/02/retardasi-

mental.html, diakses 10 Juni 2013)

Kania Inda, “Mengenal Gangguan Belajar” (http://dukunganmoralanakindigo.blogspot.com/2010/05/mengenal gangguan-belajar.html, diakses 16 Juni 2013)

Noorika, Andda. 2013. Studi Kasus Retardasi Mental pada Anak.

(http://pustakasari379.blogspot.com/2013/03/studi-kasus-

retardasi-mental-pada-anak.html, diakses 3 Mei 2013)

Sayudjauhari, “Study Literature” (http://sayudjberbagi.wordpress.com/2010/04/29/studyliterature/, diakses 2 Juli 2013)

Viomanna, Yohanti. Bagaimana cara pengajaran yang efektif terhadap anak dengan retardasi mental? (http://10109yvs.blogspot.com/2011/04/bagaimana-cara-pengajaran-yang-efektiv.html, diakses 18 Mei 2013)

38

39

Lampiran-lampiran

Lampiran

1) Adakah pengaruh retardasi mental terhadap gangguan

belajar?

Istilah-istilah yang sering digunakan untuk mereka

yang mengalami keterbelakangan mental atau mental

40

retardasi antara lain; feeble mindedness (lemah pikiran),

imbecile, dan cacat mental. Tuna Grahita, kata lain yang

digunakan untuk retardasi mental (mental retardation) yang

berarti terbelakang mental .

Definisi yang dikemukakan oleh AAMR (American

Asscosiation Mental Retardation) :

“Keterbelakangan mental menunjukan adanya keterbatasan yang

signifikan dalam berfungsi, baik secara intlektual maupun perilaku

adaptif yang terwujud melalui kemampuan adaptif konseptual, sosial

dan praktikal. Keadaan ini muncul sebelum usia 18 tahun“. (Hallaha

& Kauffman, 2006).

Untuk menentukan/mendiagnosa seseorang penyandang

tunagrahita, dapat diketahui melalui tes intelegensi,

yang merujuk pada kemampuan kinerja akademis. Sedangkan

untuk mengetahui kemampuan perilaku adapatif merujuk

pada kemampuan konseptual, sosial dan praktikal yang

dipelajari seseorang untuk dapat berfungsi dalam

kehidupan sehari-hari (life skill).

Dengan batasan diatas, maka untuk menentukan

seseorang apakah seseorang itu penyandang terbelakang

mental/tunagrahita atau tidak, maka diperlukan

assesment oleh seorang profesional dibidangnya, yang

meliputi kedua fungsi yaitu fungsi intelektual dan

keterampilan adaptif.

Gangguan atau defisit yang dialami anak penyandang

tunagrahita :

a) Atensi

41

Kesulitan belajar pada anak tunagrahita, lebih

disebabkan karena masalah dalam dalam memusatkan

perhatian. Anak tunagrahita sering memusatkan

perhatian pada benda yang salah, serta sulit

mengalokasikan perhatian mereka dengan tepat.

b) Daya ingat

Mereka mengalami kesulitan dalam mengingat

informasi.

c) Perkembangan bahasa

Anak tunagrahita mengalami keterlambatan dalam

perkembangan bahasa dibanding dengan anak-anak

umumnya, mereka lambat mengalami kemajuan dan

berakhir dengan tingkat perkembangan yang lebih

rendah.

d) Self regulation

Penyandang tunagrahita mengalami kesulitan dalam

menentukan strategi self regulation-nya (kemampuan

seseorang untuk mengatur tingkahlakunya sendiri ),

seperti misalnya, mengulang suatu materi, kesulitan

melakukan strategi apa yang dibutuhkan untuk

melakukan suatu tugas, keterbatasan dalam

kemampuan merencanakan, bagaimana menggunakan

suatu strategi tertentu, serta bagaimana

mengevaluasi seberapa baik strategi tersebut

bekerja.

e) Perkembangan sosial

Anak tunagrahita cenderung sulit mendapatkan teman

dan mempertahankan pertemanan tersebut. Pada

umumnya, anak tunagrahita tidak tahu bagaimana

42

memulai interaksi dengan oranglain, sejak mereka di

usia dini. Seringkali mereka menampilkan perilaku

yang membuat teman-teman mereka menjauh, misalnya

karena kurang fokus, dan cenderung mengganggu

temannya. Konsep diri mereka biasanya buruk dan

kemungkinan besar mereka kurang mendapat kesempatan

untuk bersosialisasi dengan orang lain.

f) Motivasi

Karena anak tunagrahita selalu mendapat kegagalan

untuk menyelesaikan tugas tugas anak seusianya, hal

ini menyebabkan mereka kurang termotivasi dan

cenderung mudah putus asa ketika dihadapkan pada

tugas yang menantang.

g) Prestasi akademis

Secara akademis anak tunagrahita akan terhambat

dalam hampir semua prestasi akademis, dibanding

dengan anak-anak yang seusia-nya.

2) Apa saja gangguan belajar yang terjadi setiap tingkat

retardasi mental?

a. Karakteristik Tunagrahita Ringan (Mild)

Karakteristik anak terbelakang mental ringan (mild)

adalah mereka termasuk yang mampu didik, bila dilihat

dari segi pendidikan. Mereka pun tidak memperlihatkan

kelainan fisik yang mencolok, meskipun perkembangan

fisiknya sedikit agak lambat dari pada anak yang

termasuk rata-rata. Tinggi dan berat badan mereka

tidak berbeda dengan anak-anak lain umumnya. Namun

43

bila dilakukan observasi mendalam mereka kurang dalam

hal kekuatan, kecepatan dan koordinasi gerak

motorik/fisik, serta sering memiliki masalah

kesehatan.

Anak dengan cacat mental ringan (mild) ini masih

bisa dididik di sekolah umum, meskipun sedikit lebih

rendah dalam kemampuan akademis dibanding dengan anak-

anak normal pada umumnya. Rentang perhatian mereka

juga pendek sehingga sulit berkonsentrasi dalam jangka

waktu lama. Mereka sering mengalami frustrasi ketika

diminta untuk menjalankan aktifitas sosial atau

menyelesaikan tugas-tugas sekolah/akademis sesuai usia

mereka, tingkah laku mereka bisa menjadi tidak baik,

acting out di kelas atau menolak untuk melakukan tugas

kelas, mereka kadang-kadang memperlihatkan rasa malu

atau pendiam. Berikut pandangan dan kenyataan

mengenai anak dengan tunagrahita ‘ringan’ dan

‘sedang’.

Tabel 1

Mitos dan Fakta Tentang Perkembangan Anak Penyandang Retardasi

Mental

MITOS FAKTAAnak tunagrahita memiliki

keterbatasan intelektual

seumur hidup

Fungsi intelektual tidak

statis. Khususnya bagi anak

dengan perkembangan kemampuan

yang ringan dan sedang,

perintah atau tugas yang terus

menerus dapat membuat perubahan44

yang besaru untuk dikemudian

hari.Anak tunagrahita hanya

dapat mempelajari hal-hal

tertentu saja

Belajar dan berkembang dapat

terjadi seumur hidup bagi semua

orang. Jadi siapapun dapat

mempelajari sesuat, begitu juga

dengan anak tunagrahitaSebagian besar anak dengan

keterbelakangan

perkembangan sudah

teridentifikasi pada saat

bayi

Dari kebanyakan kasus banyak

anak tunagrahita terdeteksi

setelah masuk sekolah

Tidak mungkin menggabukan

anak tunagrahita dalam

lingkungan belajar dengan

anak reguler

Siswa/I dengan masalah

intlektual selalu belajar lebih

keras dan belajar lebih baik

jika mereka berintegrasi dengan

siswa reguler.Hasil tes tunagrahita

biasanya mempunyai

kemampuan paling tidak pada

garis batas antara IQ rata-

rata dan IQ dibawah rata-

rata (borderline) dan tentu

kemampuan adaptifnya juga

dibawah normal

Tes IQ mungkin bisa dijadikan

indikator dari kemampuan mental

seseorang. Kemampuan adaptif

seseorang tidak selamanya

tercermin pada hasil tes IQ.

Latihan, pengalaman motovasi

dan lingkungan sosial sangat

besar pengaruhnya pada

perkembangan kemampuan adaptif

seseorang.Seseorang anak yang telah

terdiagnosa tunagrahita

Tingkat fungsi mental mungkin

saja dapat berubah terutama

45

tingkat tertentu, tidak

akan berubah selama

hidupnya

pada anak-anak tunagrahita yang

tergolong ringan.

b. Karakteristik anak Tunagrahita Sedang (Moderate)

Karakteristik anak tunagrahita sedang adalah

mereka yang digolongkan sebagai anak yang mampu latih,

dimana mereka dapat dilatih untuk beberapa ketrampilan

tertentu. Meskipun seringkali berespon lama terhadap

pendidikan dan pelatihan, jika diberikan kesempatan

pendidikan yang sesuai mereka dapat dididik untuk

melakukan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan-

kemampuan tertentu. Mereka dapat dilatih untuk

mengurus dirinya sendiri serta dilatih beberapa

kemampuan membaca dan menulis sederhana. Bila

dipekerjakan, mereka membutuhkan lingkungan yang

terlindungi dan juga dengan pengawasan. Mereka

memiliki kekurangan dalam kemampuan mengingat,

menggeneralisasikan, kemampuan bahasa yang terbatas,

kemampuan konseptual, perseptual dan kreatifitas,

sehingga mereka perlu diberikan tugas yang

sederhana/simple, singkat, relevan, berurutan dan

dirancang untuk keberhasilan mereka. Biasanya, mereka

menampakan kelainan fisik yang merupakan gejala

bawaan, namun kelainan fisik tersebut tidak seberat

anak penyandang pada kategori severe dan profound. Sering

kali mereka memiliki koordinasi fisik yang buruk dan

akan mengalami masalah pada banyak situasi sosial.

46

Mereka pun menampakkan adanya gangguan pada fungsi

bicara.

c. Karakteristik Tunagrahita Berat (Severe)

Karakteristik tunagrahita sedang adalah mereka

yang memperlihatkan banyak masalah dan kesulitan,

meskipun disekolahkan di sekolah khusus. Anak dengan

cacat mental ‘severe’ :

-Membutuhkan perlindungan hidup dan pengawasan

yang teliti.

-Membutuhkan pelayanan dan pemeliharaan yang

terus menerus.

-Tidak mampu mengurus diri sendiri, tanpa

bantuan orang lain meski pada tugas sederhana.

-Sedikit sekali yang mampu berinteraksi sosial.

-Mereka hanya bisa berkomunikasi secara vokal

setelah mendapat pelatihan intensif.

-Tanda-tanda fisik, seringkali lidah menjulur

keluar, bersamaan dengan keluarnya air liur.

-Kepala sedikit lebih besar dari biasanya.

-Kondisi fisik lemah.

-Mereka hanya bisa dilatih ketrampilan khusus

selama kondisi fisiknya memungkinkan.

d. Karakteristik Tunagrahita Sangat Berat (Profound)

Memiliki problem yang serius baik yang menyangkut

kondisi fisik, inteleglensi serta program pendidikan

yang tepat bagi mereka. Pada umumnya, terjadi

47

kerusakan pada otak serta kelainan fisik yang nyata,

seperti hydrocephalus, mongolism, dsb

Meskipun mereka dapat berjalan dan makan sendiri,

namun kemampuan berbicara dan berbahasa mereka sangat

rendah, dengan karakteristik, antara lain;

-Interaksi sosial sangat terbatas

-Kepala yang besar dan sering bergoyang-goyang.

-Penyesuaian diri sangat kurang, tanpa bantuan

orang lain mereka tidak dapat mandiri

-Membutuhkan pelayanan medis yang intensif

3) Apa saja kelainan pada tubuh yang paling sering

menyebabkan retardasi mental?

Sumber penyebab cacat mental/tunagrahita

diklasifikasikan kedalam 2 kategori :

a) Sebab-sebab yang bersumber dari luar, antara lain:

-Maternal malnutrition. Yaitu kekurangan nutrisi

pada ibu hamil, tidak menjaga pola makan yang

sehat.

-Keracunan atau efek zat tertentu/substansi

waktu ibu hamil, seperti penyakit sifilis,

keracunan, kokain, tembakau, alkohol (fetal

alcohol syndrome/AFS).

-Radiasi sinar X-rays atau radiasi nuklir.

-Kerusakan pada otak waktu kelahiran (prematur

atau alat bantu saat kelahiran).

-Infeksi pada ibu hamil, seperti; rubella (campak

jerman), virus tokso, herpes simplex, yang

ditularkan ibu pada bayi.48

-Gangguan pada otak, misalnya, infeksi otak,

tumor, hydhrocephalus atau microcephalus.

-Pada kasus-kasus abusif (penyiksaan, penolakan

atau kurang stimulasi yang ekstrim).

b) Sebab-sebab yang bersumber dari dalam , antara

lain:

Disebabkan oleh faktor keturunan, dapat disebabkan

oleh factor biologis /organism atau syndrome-syndrome

yang sifatnya genetis. Contoh : chromosome abnormality,

Prader Willy Syndrome, William Syndrome, Fragile-X pada wanita.

4) Jika ada seorang anak mengalami retardasi mental,

bisakah dia tumbuh berkembang menjadi tidak retardasi

mental?

The American Psychology Association (APA),

mengklasifikasikan anak tunagrahita sesuai dengan

tingkat keparahannya, yaitu :

Tabel 249

Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasarkan Skor IQ

Klasifikasi anak Tunagrahita berdasarkan skor

IQKlasifikasi Rentang IQ

Mild (ringan/mampu

didik)

55 – 77

Moderate (sedang/mampu

latih)

40 – 55

Severe ( cacat mental

berat )

25 – 40

Profound (cacat mental

sangat berat)

Dibawah 25

Berdasarkan klasifikasi tersebut, bahwa anak

yang mengalami keterbelakangan mental dapat

menunjukkan beberapa kemajuan melalui

dukungan/bimbingan yang tepat. Semakin rendah

tingkat kecerdasan anak tunagrahita, semakin besar

bimbingan dan pendampingan diperlukan.

5) Benar tidak anak yang mengalami retardasi mental itu

harus belajar di sekolah biasa bukan SLB agar menjadi

anak yang tidak mengalami retardasi mental?

Anak penyandang tunagrahita dapat mengikuti

pendidikan di sekolah reguler yang menyediakan program

inklusi, dengan catatan melalui assessment terlebih

dahulu yang dilakukan oleh seorang professional

dibidang psikologi pendidikan.

50

6) Bagaimana cara pencegahan retardasi mental pada anak?

Terdapat beberapa faktor penyebab retardasi

mental, yaitu faktor biologis/organis dan faktor

genetik. Upaya pencegahan yang terkait dengan faktor

organis/biologis antara lain dengan pola makan dan

cara hidup yang sehat serta terpenuhi kebutuhan

nutrisi pada ibu hamil, memantau atau memeriksa

kesehatan ibu hamil maupun tumbuh kembang bayi/balita

secara rutin. Sampai saat ini pencegahan yang

disebabkan faktor genetik masih dalam penelitian sebab

terkait rekayasa genetik, karena sifatnya menurun atau

bawaan.

Penting saat calon pasangan hendak menikah

diperlukan konsultasi pre-wedding terkait dengan

kesehatan reproduksi. Sehingga apapun yang terjadi

saat merencanakan memiliki anak, mereka siap menjadi

orang tua yang baik.

7) Bagaimana cara penanganan retardasi mental pada anak?

Untuk penanganan pada penyandang retardasi mental

anak dengan cacat mental ringan (mild) masih bisa

dididik di sekolah umum, meskipun sedikit lebih rendah

dalam kemampuan akademis dibanding dengan anak-anak

normal pada umumnya.

Untuk penanganan retardasi mental sedang

seringkali anak memiliki respon lama terhadap

pendidikan dan pelatihan, jika diberikan kesempatan

pendidikan yang sesuai mereka dapat dididik untuk

51

melakukan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan-

kemampuan tertentu. Mereka dapat dilatih untuk

mengurus dirinya sendiri serta dilatih beberapa

kemampuan membaca dan menulis sederhana.

Untuk penanganan retardasi mental berat

diharuskan sekolah di sekolah khusus/SLB. Namun masih

tetap mengalami kesulitan dalam melakukan proses

belajar di sekolah khusus tersebut.

Untuk penanganan retardasi mental sangat berat

juga diharuskan sekolah di sekolah khusus/SLB. Namun

penanganan pada anak retardasi mental sangat berat

harus diberikan perawatan atau penanganan lebih

dibanding anak penyandang retardasi mental berat.

8) Bagaimana upaya mengatasi gangguan belajar pada anak

retardasi mental?

Dengan tetap memberikan pendidikan pada anak.

Serta memberikan pengawasan dan perawatan dari orang

tua dalam keluarga. Pengembangan pendidikan khusus

untuk anak tunagrahita, lebih ditujukan agar tercapai

penyesuaian diri setelah mereka selesai mendapat

pendidikan dasar. Pada usia 18-19 tahun, mereka

diharapkan :

1. Menampilkan harga diri

- Mengenal diri sendiri

- Tidak tergantung pada orang lain

2. Mampu melakukan hubungan sosial

- Dapat bergaul

52

- Dapat menerima norma masyarakat

3. Dari sisi ekonomi, mereka mampu bekerja untuk

membantu dirinya dalam kegiatan produktif

4. Mampu memperlihatkan tanggung jawab, misalnya

dapat berpartisipasi dengan masyarakat umum.

5. Mampu berdiri sendiri, dan mampu mempertahankan

pekerjaan serta mengatur penghasilannya.

53