TUGAS PEMASARAN HASIL HUTAN ANALISIS PEMASARAN HASIL HUTAN DUSUN PRINGSURAT DESA KEDUNGKRIS GUNUNG...

18
TUGAS PEMASARAN HASIL HUTAN ANALISIS PEMASARAN HASIL HUTAN DUSUN PRINGSURAT DESA KEDUNGKRIS GUNUNG KIDUL Disusun Oleh: Benedictte Putri Wikandari 10/300969/KT/06709 LABORATORIUM EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN BAGIAN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Transcript of TUGAS PEMASARAN HASIL HUTAN ANALISIS PEMASARAN HASIL HUTAN DUSUN PRINGSURAT DESA KEDUNGKRIS GUNUNG...

TUGAS PEMASARAN HASIL HUTAN

ANALISIS PEMASARAN HASIL HUTAN DUSUN PRINGSURAT DESA

KEDUNGKRIS GUNUNG KIDUL

Disusun Oleh:

Benedictte Putri Wikandari

10/300969/KT/06709

LABORATORIUM EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN

BAGIAN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GAJAH MADA YOGYAKARTA

2013BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Keberadaan hutan merupakan sumber mata pencaharian bagi

masyarakat yang tingkat perekonomiannya masih rendah karena

memanfaatkan sumberdaya hutan secara tradisional. Seiring dengan

meningkatnya jumlah penduduk maka meningkat pula permintaan

kebutuhan masyarakat akan hasil hutan baik kayu maupun non kayu

sesuai dengan kebutuhan. Mengingat hal tersebut sebagian besar

penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada pemanfaatan hasil

hutan dan jasa hutan (DEPHUTBUN, 1998).

Pemasaran Hasil Hutan adalah konsep atau teori yang terkait

dengan analisis efisiensi dan strategi pengembangan pemasaran

komoditi hasil hutan dengan menggunakan variabel ekonomi, antara

lain: elastisitas, marjin pemasaran, marjin keuntungan, koefisien

korelasi, dan regresi pada marketing mix pemasaran hasil hutan

baik regional maupun internasional (Wahyu, 2009)

Sejarah terbentuknya pengelolaan hutan rakyat di sini, dari

Sumber Gedhe, bagian kanan, kiri, timur, selatan desa Kedungkris,

Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunung Kidul ini dikelilingi hutan

negara. Oleh Belanda karena tanahnya gundul kemudian ditanami

tanaman Jati.Ditetapkan dalam kesepakatan bila pohon dapat

ditebang setelah etat volume 50 m3 dijual tadinya di koperasi

diameter dibatasi khususnya 20 cm dengan syarat kayu bersertifikat

tetapi belum mencakup semua jenis kayu. Kayu kebanyakan dijual ke

tengkulak atau pengepul tidak dikoperasi. Apabila tebang butuh

saat butuh sekali uang tetapi diameter masih 15 cm maka dipinjami

dulu dari koperasi lalu diganti jaminan pohon yang mau ditebang

milik koperasi.

II. Tinjauan Pustaka

Usahatani adalah etiap organisasi dari alam, tenaga kerja, dan

modal yang ditunjukkan kepada produksi di lapangan pertanian.

Ketatalaksanaan organisasi ini dapat diusahakan oleh seorang

ataupun sekumpulan orang. Dalam hal ini istilah usahatani

mencangkup pengertian luas mulai dari bentuk sederhana yaitu hanya

untuk memenuhi kebutuhan keluarga sampai pada bentuk yang paling

modern yaitu mencari keuntungan atau laba (Bakhtiar Rifai dalam

Tjakrawiralaksana, 1987).

Menurut Tjakrawiralaksana (1987), organisasi usaha tani terdiri

dari 4 unsur pokok, yaitu lahan, kerja, modal, dan pengelolaan.

Keempat unsur ini dalam usaha tani kedudukannya sama pentingnya.

Lahan dan kerja seringkali disebut sebagai unsur produksi asli,

kedua unsur ini adalah yang pertama-tama digunakan oleh manusia

dalam kegiatan bertani. Sedangkan modal disebut sebagai unsur

produksi yang diturunkan dari kedua unsur yang pertama.

Pengelolaan adalah unsur produksi yang berlainan sifatnya dari

ketiga unsur sebelumnya, namun berperan sebagai dirigen untuk

menggerakkan ketiga unsur tersebut.

Secara sederhana agroforestry adalah kegiatan pengkombinasian

antara tanaman pertanian dengan tumbuhan berkayu (pohon). Definisi

yang lebih luas dikemukakan oleh para ilmuwan yang mengakibatkan

definisi agroforestry ini beragam tergantung dari sudut pandang

pembuat definisi dan latar belakang budaya tempat agroforestry

diterapkan. Menurut Hairiah dkk (2003)

Sistem pengelolaan yang berbeda-beda itu dapat disebabkan oleh

perbedaan kondisi biofisik (tanah dan iklim), perbedaan

ketersediaan modal dan tenaga kerja, serta perbedaan latar

belakang sosial- budaya. Oleh karena itu produksi yang dihasilkan

dari sistem agroforestri juga bermacam-macam, misalnya buah-

buahan, kayu bangunan, kayu bakar, getah, pakan, sayur-sayuran,

umbi-umbian, dan biji-bijian (Widianto dkk, 2003).

Beberapa kegiatan yang dikerjakan dan/atau diatur secara bersama-

sama akan lebih produktif dan efisien, antara lain:

a. Pengelolaan produksi, misalnya (a) penyediaan bibit tanaman

berkualitas, (b) pekerjaan pemangkasan/prunning, (c) pemanenan

kayu dan buah-buahan, serta (d) penanganan dan pengolahan pasca

panen.

b. Pengelolaan pemasaran, misalnya (a) pengaturan panen dan

pemasaran, yakni memenuhi kuantitas, kualitas dan pengiriman yang

sesuai dengan permintaan pasar, (b) pengaturan alat angkutan yang

murah dan lancar, serta (c) pemilahan ukuran dan kualitas.

c. Pengelolaan keuangan, misalnya tabungan dan simpan-pinjam antar

petani atau dengan pihak perbankan.

Menurut Irwanto (2008), ada beberapa keunggulan agroforestry

dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya, yaitu dalam hal:

1. Produktivitas (Productivity)

Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk total sistem

campuran dalam agroforestry jauh lebih tinggi dibandingkan pada

monokultur (penanaman satu jenis). Adanya tanaman campuran

memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis

tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis

tanaman lainnya.

2. Diversitas (Diversity)

Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih daripada sistem

agroforestry menghasilkan diversitas (keragaman) yang tinggi, baik

menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian dari segi ekonomi

dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar.

Sedangkan dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal

pemanen sebagaimana dapat terjadi pada penanaman satu jenis

(monokultur).

3. Kemandirian (Self-regulation)

Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestry diharapkan mampu

memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil dan

sekaligus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produk produk

luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam

arti tidak memerlukan banyak input dari luar antara lain pupuk dan

pestisida, dengan diversitas yang lebih tinggi daripada sistem

monokultur.

4. Stabilitas (Stability)

Praktek agroforestry yang memiliki diversitas dan produktivitas

yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang sepanjang

pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas (dan

kesinambungan) pendapatan petani

Menurut Sardjono dkk (2003), ada beberapa klasifikasi agroforestry

antara lain: Agrisilvikultur (Agrisilvicultural Systems),

Silvopastura (Silvopastural Systems), Agrosilvopastura

(Agrosilvopastural Systems)

Peran dan Fungsi Agroforestry Terhadap Aspek Ekonomi

Menurut Widianto dkk (2003), ada beberapa peran dan fungsi

agroforestry terhadap aspek ekonomi, antara lain:

1. Aspek Ekonomi Agroforestry Pada Tingkat Kawasan

Sistem agroforestry memiliki beberapa komponen berbeda yang saling

berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan/atau ternak)

membuat sistem ini memiliki karakteristik yang unik, dalam hal

jenis produk, waktu untuk memperoleh produk dan orientasi

penggunaan produk. Jenis produk yang dihasilkan sistem

agroforestry sangat beragam, yang bisa dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu:

a. Produk untuk komersial misalnya bahan pangan, buah-buahan,

hijauan makanan ternak, kayu bangunan, kayu bakar, daun, kulit,

getah, dan lain-lain.

b. Pelayanan jasa lingkungan, misalnya konservasi sumber daya alam

(tanah, air, dan keanekaragaman hayati)

Pola tanam itu dapat dilakukan dalam suatu unit lahan pada waktu

bersamaan (simultan) atau pada waktu yang berbeda/berurutan

(sekuensial), melibatkan beraneka jenis tanaman tahunan maupun

musiman. Pola tanam dalam sistem agroforestry memungkinkan

terjadinya penyebaran kegiatan sepanjang tahun dan waktu panen

yang berbeda-beda, mulai dari harian, mingguan, musiman, tahunan,

atau sewaktu-waktu.

Keragaman jenis produk dan waktu panen memungkinkan penggunaan

produk yang sangat beragam pula. Tidak semua produk yang

dihasilkan oleh sistem agroforestry digunakan untuk satu tujuan

saja. Ada sebagian produk yang digunakan untuk kepentingan

subsisten, sosial atau komunal dan komersial maupun untuk jasa

lingkungan.

2. Agroforestry dan Penyediaan Lapangan Kerja

Sistem agroforestry membutuhkan tenaga kerja yang tersebar merata

sepanjang tahun selama bertahun-tahun. Hal ini mungkin terjadi

karena kegiatan berkaitan dengan berbagai komponen dalam sistem

agroforestry yang memerlukan tenaga kerja terjadi pada waktu yang

berbeda-beda dalam satu tahun.

Kebutuhan tenaga kerja dalam sistem pertanian monokultur bersifat

musiman: ada periode di mana kebutuhan tenaga sangat besar

(misalnya musim hujan) dan periode di mana tidak ada kegiatan

(musim kemarau). Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan

kebutuhan tenaga kerja pada sistem agroforestry justru lebih

rendah dibandingkan sistem pertanian monokultur, baik tanaman

semusim

maupun tanaman tahunan.

Dalam perkembangan praktek agroforestry terdapat dua periode yang

perlu diperhatikan, yaitu:

a. Periode pengembangan, mulai saat persiapan sampai dengan mulai

memberikan keuntungan

b. Periode operasi, mulai memberikan keuntungan (cash flow

positif).

Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi pemasaran serta

memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Lembaga pemasaran

sangat beragam tergantung jenis produk yang dipasarkan. Beberapa

contoh lembaga pemasaran adalah sebagai berikut: produsen,

tengkulak, pedagang pengumpul, pedagang besar, agen penjualan,

pengecer, broker, eksportir serta importir. Pola-pola pemasaran

yang terbentuk selama pergerakan arus komoditi pertanian dari

petani produsen ke konsumen akhir disebut sistem pemasaran

(Sudiyono, 2004).

Secara umum, pola saluran tataniaga pertanian dapat dilihat pada

Gambar:

Margin Tataniaga

Ada dua pengertian margin tataniaga. Pertama, margin tataniaga

adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan harga yang

diterima petani. Kedua, margin tataniaga adalah imbalan yang

diberikan konsumen kepada lembaga tataniaga. Komponen margin

tataniaga terdiri dari biaya tataniaga atau biaya fungsional

(functional cost) yaitu biaya-biaya yang diperlukan lembaga-

lembaga tataniaga untuk melakukan fungsi-fungsi tataniaga dan

keuntungan (profit) lembaga tataniaga.

Selain itu, margin tataniaga juga dapat diketahui dengan

menghitung selisih harga antara yang dibayar konsumen dengan yang

diterima petani, yaitu dihitung dengan rumus:

M = Pr – Pf

Keterangan:

produsen konsumen

pengecerprodusen konsumen

produsen pengepul pengecer konsumen

M = margin pemasaran

Pr = harga di tingkat konsumen

Pf = harga di tingkat petani

Besarnya persentase yang diterima petani (farmer share) dari harga

tingkat konsumen

dihitung menggunakan rumus:

Sp = Pf/ Pr x 100%

Keterangan:

Sp = farmer share

Pf = harga di tingkat petani

Pr = harga di tingkat konsumen

Menurut Soekartawi (2002), besarnya biaya pemasaran berbeda-beda

tergantung faktor: macam komoditi pertanian, lokasi pengusahaan,

macam dan peranan lembaga pemasaran dan efektifitas pemasaran.

Semakin pendek rantai tataniaga, maka biaya tataniaga semakin

rendah, margin tataniaga juga semakin rendah dan harga yang harus

dibayar konsumen juga rendah serta harga yang diterima produsen

tinggi.

III. Rumusan Masalah:

1. Bagaimana sistem pemasaran yang ada di Desa KedungKris,

Gunung kidul?

2.

Bagaimana kaitan keunggulan aspek ekonomi pada penanaman

agroforestry di Desa Kedung Kris?

3. Bagaimana sistem tataniaga di Desa Kedung Kris, Gunung Kidul?

IV. Tujuan

1. Mengetahui sistem pemasaran yang ada di Desa KedungKris,

Gunung Kidul.

2. Mengetahui kaitan keunggulan aspek ekonomi pada penanaman

agroforestry di Desa KedungKris.

3. Mengetahui sistem tataniaga di Desa KedungKris, Gunung Kidul.

BAB II

METODE PENELITIAN

I. Metode Penelitian:

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi di Desa KedungKris, Kecamatan Nglipar, BDH Playen. Data ini

di ambil pada 25-26 Mei 2013

Alat dan Bahan

Pengambilan data menggunakan kalkulator, kuisioner, peralatan

inven.

Metode Pengumpulan data

Data yang diambil adalah data primer dan sekunder. Data primer

berupa pengamatan langsung dan observasi. Juga dilakukan wawancara

dengan metode simple random sampling.

BAB III

ISI

Hasil dan Pembahasan:

No Jenis Ternak Kuantitas Satuan Harga /satuan

Jumlah Jenis lahan

1 Kayu Tebang butuh

HR

Krencek-kayubakarEmpon-empon 10 kilo 1 kilo 8000 80

ribuPekarangan

garut 40 kilo 1 kilo 2000 80 ribu

pekarangan

NoJenis Pohon

Keliling diameter t

Keterangan

1 jati 48 15.28662 1 2 jati 39 12.42038 1 3 jati 60 19.10828 1 4 jati 41 13.05732 7 5 jati 52 16.56051 8 6 jati 43 13.69427 8 7 jati 59 18.78981 1 8 jati 53 16.87898 1 9 jati 55 17.51592 1 

10 jati 38 12.10191 1 11 mahoni 32 10.19108 8 12 mahoni 42 13.3758 1 13 mahoni 32 10.19108 1 

14 mahoni 42 13.3758 9 15 mahoni 52 16.56051 1 16 mahoni 33 10.50955 9 17 akasia 34 10.82803 1 18 mahoni 66 21.01911 1 19 mahoni 37 11.78344 1 20 mahoni 33 10.50955 1 21 mahoni 40 12.73885 1 22 mahoni 32 10.19108 1 23 akasia 64 20.38217 1 24 mahoni 53 16.87898 1 25 akasia 51 16.24204 1 26 mahoni 33 10.50955 1 27 mahoni 47 14.96815 1 28 sengon 112 35.66879 1 29         30         

JenisKeliling

Diameter

Tinggi

Jumlah pohon Volume

Produksibuah

  cm cm m   m3 Belum sudah

Kelapa 8025.4777

1 14 10.71337579

6   √

Kelapa 7523.8853

5 15 10.67177547

8   √

Kelapa 6019.1082

8 10 10.28662420

4   √Bambu                             

Analisis Marjin Pemasaran Empon-Empon:

Analisis Marjin Pemasaran Jati

Analisis Marjin Pemasaran Kayu Mahoni

Diversifikasi Produk

Diversitas produk karena ditanam dengan cara agroforestry

mendapat keuntungan maksimal. Diversifikasi yang tinggi dalam

agroforestry diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat,

dan petani kecil dan sekaligus melepaskannya dari ketergantungan

terhadap produk produk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi

akan lebih baik dalam arti tidak memerlukan banyak input dari luar

antara lain pupuk dan pestisida, dengan diversitas yang lebih

tinggi daripada sistem monokultur. Selain itu produk yang

komersial dan dapat dijual termasuk hijauan pakan ternak, kulit,

getah, bahkan kayu bakar.

Lembaga Pemasaran

Lembaga pemasaran yang terkait adalah Produsen dan Konsumen

dengan perbedaan tingkat harga di kedua subjek ini. Dengan saluran

pemasaran Produsen-Pengepul-Pengecer-Konsumen.

Pada tingkat Petani, biasanya petani mendapat keuntungan sedikit

dikarenakan harga jual atau harga tingkat konsumen lebih rendah

seperti contoh mahoni dalam bentuk kayu gelondongan dijual dengan

harga 1 juta dengan marjin 0,5 juta karena harga pasar atau harga

konsumen sebenarnya 1,5 juta. Sedang keuntungan yang didapat juga

0,5 juta juga.

Pada tingkat Pengepul, harga lebih mahal karena dikenai harga

beli dan transportasi dan tawar menawar.

Pada tingkat Pengecer, sama terjadi tawar-menawar tapi biasanya

harga melunjak karena pengecer semena-mena. Pada kayu jati harga

pasar 6 juta, dengan itu produsen mendapat keuntungan 2 juta dari

harga beli dan marjin 2 juta dari harga beli harga di tingkat

konsumen dikurangi harga di tingkat petani.

Semua melalui satu saluran yaitu koperasi, koperasi berdiri

setelah penetapan kayu komersial boleh di tebang dengan keliling

tertentu yaitu 32 ke atas, tetapi masih ada lembaga sertivikasi

yaitu SLVK yang menangani soal legalitas kayu, dengan masuknya

SVLK ke koperasi maka kayu komersial yang legal 40-50 cm untuk

keliling untuk diperdagangkan.

Dari Hutan Rakyat tersebut yang telah diinven dan didapatkan

perhitungannya dalam presentase dan marjinnya dan tentunya dalam

aspek tataniaga atau distribusi, sebaiknya untuk melalui koperasi

dengan kisaran harga di tingkat konsumen untuk empon-empon 8000

per kilogramnya, 4 juta per m3 untuk log jati dan 1,5 juta untuk

log mahoni.

Terbukti bahwa menurut Soekartawi (2002), besarnya biaya

pemasaran berbeda-beda tergantung faktor: macam komoditi

pertanian, lokasi pengusahaan, macam dan peranan lembaga pemasaran

dan efektifitas pemasaran. Semakin pendek rantai tataniaga, maka

biaya tataniaga semakin rendah, margin tataniaga juga semakin

rendah dan harga yang harus dibayar konsumen juga rendah serta

harga yang diterima produsen tinggi.

n

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan:

1. Sistem pemasaran di Dusun Pringsurat, Desa KedungKris bahwa

dilakukan di koperasi, warga mereka menanam dan menjual kayu

dengan syarat pelestarian alam dan dilakukan sertifikasi terhadap

legalitas kayu.

2. Kaitan keunggulan aspek ekonomi pada penanaman agroforestry

di Desa KedungKris adalah pada diversifikasi produk, karena produk

hasil hutan yang komersial dan pengurangan sifat monokultur

sehingga fungsi lahan dapat dimaksimalkan untuk aspek ekonomi.

3. Sistem tataniaga di Desa KedungKris, Gunung Kidul terdiri

produsen, pengepul, pengecer, dan konsumen. Lembaga pemasaran yang

terkait adalah Produsen dan Konsumen dengan perbedaan tingkat

harga di kedua subjek yang disebut marjin yaitu tingkat harga

konsumen dikurangi tingkat harga konsumen. Marjin terbesar adalah

di tingkat Pengecer karena biasanya harga melonjak dan keuntungan

masuk ke produsen lebih banyak.

Daftar Pustaka:

Andayani, Wahyu. 2009. Buku Ajar Pemasaran Hasil Hutan.

Yogyakarta: Fakultas Kehutanan UGM.

Anonim. Jurnal Tata Niaga Pertanian. Diakses 21 Desember 2013.

Cahyono, Eko Agung. 2002. Jurnal Analisis Pemasaran Hasil Hutan

Usaha Tani Di sekitah Hutan Pendidikan Gunung Walat,

Sukabumi. Bogor. IPB