Skrpsi hasil

77
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bidang yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan menjadi kegiatan wirausaha adalah agribisnis. Agribisnis adalah setiap usaha yang berkaitan dengan kegiatan produksi pertanian, yang meliputi pengusahaan input pertanian, pengusahaan produksi itu sendiri, hingga pengusahaan pengelolaan hasil pertanian ( Sjarkowi dan Sufri, 2004) . Saat ini usaha di bidang agribisnis banyak dilakukan oleh generasi muda untuk berwirausaha terutama pada kegiatan pengolahan produk hasil pertanian atau di sektor hilir. Maka dari itu, perlu adanya kegiatan yang mendukung generasi muda agar dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Penciptaan lapangan pekerjaan baru dapat dimulai dengan menumbuhkan jiwa kewirausahaan generasi muda. Generasi muda yang termasuk di dalamnya mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi diharapkan dapat menjadi wirausahawan muda terdidik yang mampu merintis usahanya

Transcript of Skrpsi hasil

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu bidang yang memiliki peluang besar untuk

dikembangkan menjadi kegiatan wirausaha adalah

agribisnis. Agribisnis adalah setiap usaha yang

berkaitan dengan kegiatan produksi pertanian, yang

meliputi pengusahaan input pertanian, pengusahaan

produksi itu sendiri, hingga pengusahaan pengelolaan

hasil pertanian (Sjarkowi dan Sufri, 2004). Saat ini

usaha di bidang agribisnis banyak dilakukan oleh

generasi muda untuk berwirausaha terutama pada kegiatan

pengolahan produk hasil pertanian atau di sektor hilir.

Maka dari itu, perlu adanya kegiatan yang mendukung

generasi muda agar dapat menciptakan lapangan

pekerjaan. Penciptaan lapangan pekerjaan baru dapat

dimulai dengan menumbuhkan jiwa kewirausahaan generasi

muda.

Generasi muda yang termasuk di dalamnya mahasiswa

dan lulusan perguruan tinggi diharapkan dapat menjadi

wirausahawan muda terdidik yang mampu merintis usahanya

2

sendiri. Jumlah wirausahawan muda di Indonesia, yang

hanya sekitar 0,18% dari total penduduk, masih

tertinggal jauh dibandingkan negara-negara maju seperti

Amerika yang mencapai 11,5%, maupun Singapura yang

memiliki 7,2% wirausahawan muda dari total penduduknya.

Padahal secara konsensus, sebuah negara agar bisa maju,

idealnya memiliki wirausahawan sebanyak minimal 5% dari

total penduduknya yang dapat menjadi keunggulan daya

saing bangsa.

Zimmerer (2002) menyatakan bahwa salah satu faktor

pendorong pertumbuhan kewirausahaan di suatu negara

terletak pada peranan universitas melalui

penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan. Pihak

universitas bertanggung jawab dalam mendidik dan

memberikan kemampuan wirausaha kepada para lulusannya

dan memberikan motivasi untuk berani memilih

berwirausaha sebagai karir mereka. Pihak Perguruan

Tinggi perlu menerapkan pola pembelajaran kewirausahaan

yang kongkrit untuk membekali mahasiswa dengan

pengetahuan yang bermakna agar dapat mendorong semangat

3

mahasiswa untuk berwirausaha (Wu & Wu, 2008).

Persoalannya adalah bagaimana menumbuhkan motivasi

berwirausaha di kalangan generasi muda, dalam hal ini

mahasiswa dan faktor-faktor apa yang berpengaruh

terhadap motivasi atau niat mahasiswa untuk memilih

karir berwirausaha setelah mereka lulus sarjana, masih

menjadi pertanyaan dan memerlukan penelaahan lebih

jauh.

Kabupaten Sleman adalah salah satu Kabupaten di

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang paling banyak

memiliki Perguruan Tinggi yang besar baik negeri maupun

swasta, yang di mana DIY dikenal sebagai kota pelajar

karena banyaknya orang dari luar daerah menuntut ilmu.

Kabupaten Sleman memiliki 40 perguruan tinggi yang

banyak menjadi tujuan masyarakat lain dari beberapa

propinsi di Indonesia sehingga populasi mahasiswa

terbanyak ada di Kabupaten Sleman dengan jumlah

mahasiswa pada tahun 2011 adalah 153.021 mahasiswa.

(BPS Kabupaten Sleman, 2012) Banyaknya populasi

mahasiswa itu sendiri banyak yang melihatnya sebagai

4

lahan bisnis untuk berwirausaha. Tak ketinggalan

generasi muda atau mahasiswa dan lulusan Perguruan

Tinggi di Kabupaten Sleman dan sekitarnya yang tak

sekedar menuntut ilmu melainkan sebagai wirausahawan

membiayai kuliahnya sendiri.

Untuk memulai berwirausaha biasanya dipengaruhi

oleh berbagai faktor, baik yang menyangkut faktor

internal seperti karakteristik individu, sifat

individu, dan faktor kontekstual terhadap niat

kewirausahaan generasi muda. Seberapa besar pengaruh

faktor-faktor tersebut dapat dijadikan penelitian yang

lebih lanjut. Dari penelitian tersebut dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh faktor sosio demografi terhadap

niat berwirausaha generasi muda dalam bidang

agribisnis di Kabupaten Sleman?

2. Bagaimana sikap generasi muda terhadap niat untuk

berwirausaha di bidang agribisnis di Kabupaten

Sleman?

5

3. Bagaimana pengaruh faktor kontekstual terhadap niat

berwirausaha generasi muda dalam bidang agribisnis

di Kabupaten Sleman?

B. Tujuan

1. Mengetahui pengaruh faktor sosio demografi (jenis

kelamin, pekerjaan orangtua, pengalaman

berwirausaha, bidang studi) terhadap niat

berwirausaha generasi muda dalam bidang agribisnis

di Kabupaten Sleman.

2. Mengetahui pengaruh faktor-faktor sikap generasi

muda terhadap niat berwirausaha dalam bidang

agribisnis di Kabupaten Sleman.

3. Mengetahui pengaruh faktor-faktor kontekstual

(dukungan akademik, dukungan sosial, dan dukungan

lingkungan usaha) terhadap niat berwirausaha dalam

bidang agribisnis di Kabupaten Sleman.

C. Kegunaan

6

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

masukan bagi pengembangan kerangka pembelajaran

pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi yang lebih

kongkrit dalam rangka mendorong munculnya lulusan yang

memilih karir untuk berwirausaha. Dengan adanya sarjana

yang berwirausaha, tingkat pengangguran di negara kita

dapat berkurang.

Setelah mengetahui faktor-faktor generasi muda

untuk berwirausaha, hasil penelitian ini diharapkan

merubah pandangan generasi muda untuk membuat lapangan

kerja, bukan sebagai pencari kerja, terutama di bidang

agribisnis. Di sektor agribisnis sendiri, hasil

penelitian ini diharapkan membuka luas pandangan

generasi muda bahwa sektor agribisnis ini luas, tidak

terbatas pada sektor budidaya, terlebih kepada

pengolahan hasil pertanian.

7

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Wirausaha

Istilah entrepreneur sudah dikenal orang dalam

sejarah ilmu ekonomi sebagai ilmu pengetahuan sejak

tahun 1755. Cantillon (Tjakrawerdaya, 1997) memberikan

peranan utama kepada konsep entrepreneurship dalam ilmu

ekonomi. Cantillon menyatakan seorang entrepreneur

sebagai seorang yang membayar harga tertentu untuk

produk tertentu, untuk kemudian dijualnya dengan harga

yang tidak pasti, sambil membuat keputusan-keputusan

8

tentang upaya mencapai dan memanfaatkan sumber-sumber

daya, dan menerima resiko berusaha. (Winardi, 2003).

Konsep wirausaha di Indonesia mulai dikenal pada

sekitar tahun 70an, istilah yang digunakan adalah

“wiraswasta” sebagai terjemahan dari entrepreneur, dan

“jiwa kewiraswastaan” merupakan terjemahan dari

entrepreneurship (Suparman, 1980). Wiraswasta merupakan

istilah yang berasal dari kata “wira” dan “swasta”,

wira berarti berani, utama atau perkasa. Swasta

merupakan paduan dari dua kata “swa” dan “sta”, swa

artinya sendiri dan sta berarti berdiri. Swasta dapat

diartikan sebagai berdiri menurut kekuatan sendiri.

Bertolak dari segi etimologis pengertian wiraswasta

adalah keberanian, keutamaan serta keperkasaan dalam

memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup

dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri (Mustofa,

1996).

Menurut Zimmerer dalam Suryana (2001), wirausaha

adalah penerapan kreativitas dan keinovatifan untuk

memecahkan permasalahan dan upaya untuk memanfaatkan

9

peluang yang dihadapi setiap hari. Sukardi (1991)

menggunakan istilah entrepreneur, yang artinya seseorang

yang dapat memanfaatkan, mengatur, mengarahkan sumber

daya tenaga kerja, alat produksi untuk menciptakan

produk tertentu, di mana produk tersebut ditukarkan

atau dijual dalam situasi pasar, dan dengan demikian

mendapatkan penghasilan untuk kelangsungan hidupnya.

Pekerti (1988) memakai istilah kewirausahaan, yang

diartikan tanggapan terhadap peluang usaha yang

terungkap dalam perangkat tindakan serta membuahkan

hasil karya berupa organisasi usaha yang melembaga,

produktif dan inovatif. Pendapat-pendapat tersebut di

atas dapat disimpulkan bahwa seorang wirausaha adalah

seseorang yang mendirikan, mengelola, mengembangkan dan

melembagakan usaha yang dimilikinya, dan dilakukan

dengan penuh kreatif, inovatif, mempertimbangkan

kemampuan diri (swakendali), mampu mengambil resiko,

mampu melihat ke depan, mampu memanfaatkan peluang,

mampu bergaul, suka bekerja keras, penuh keyakinan dan

bersikap mandiri.

10

Sejarah kewirausahaan menunjukkan bahwa

kewirausahaan mempunyai karakteristik yang umum serta

berasal dari kelas yang sama (Suparman, 1980). Bronner

(Tawardi, 1999) mengemukakan bahwa rata-rata

wirausahawan adalah anak dari orang tua yang kondisi

keuangan memadai, tidak miskin, dan tidak kaya.

Wirausahawan tidak membentuk suatu kelas sosial tetapi

berasal dari semua kelas sosial. Cantilon dalam

(Tjakrawerdaya, 1997) mengatakan bahwa fungsi “risk

bearing” sebagai ciri utama wirausaha, dan Scumpeter

memperkenalkan fungsi inovasi dalam kewirausahaan.

Meiner dkk (1980) mengemukakan bahwa ada lima ciri

utama sifat-sifat kewirausahaan, yaitu:

(a) Self achievement, yaitu keinginan untuk selalu

memiliki prestasi yang lebih baik,

(b) Risk taking, yaitu kemampuan mengambil resiko

tertentu demi mempercepat mencapai tujuan,

(c) Feed back of result, yaitu keinginan untuk segera

mendapatkan umpan balik dari apa yang telah

dikerjakan,

11

(d) Personal inovation, yaitu sikap dan tindakan yang

selalu berorientasi kearah perbaikan dan kemajuan,

dan

(e) Planning for the future, yaitu sikap untuk bertindak

berdasarkan rencana yang telah disusun terlebih

dahulu.

Sukardi (1991) mendefenisikan wirausaha adalah

seseorang yang dapat memanfaatkan, mengatur,

mengarahkan sumber daya tenaga kerja, alat produksi

untuk menciptakan suatu produk tertentu, yakni produk

tersebut ditukarkan, atau dijual dalam suatu pasar, dan

dengan demikian mendapatkan sumber penghasilan untuk

kelangsungan hidupnya. Senada dengan pendapat Pekerti

(1988), bahwa perilaku kewirausahaan adalah sikap

selalu tanggap terhadap peluang usaha-usaha yang

terungkap dalam seperangkat tindakan serta membuahkan

hasil karya berupa

organisasi usaha yang melembaga, produktif, dan

inovatif.

12

Clelland (1987) mengemukakan ciri yang dimiliki

perilaku kewirausahaan adalah mempunyai kemiripan

dengan orang yang mempunyai motif berprestasi, yaitu:

(a) Senantiasa berusaha untuk memperoleh hasil yang

lebih baik dari apa yang telah diperoleh,

(b) Berani mengambil resiko pada taraf rata-rata,

(c) Mempunyai tanggung jawab pribadi, dan

(d) Senantiasa menginginkan segera umpan balik hasil

pekerjaannya untuk mengevaluasi dan memperbaiki

tindakannya di masa depan.

Lebih lanjut Mc. Clelland mengatakan, ciri orang

yang mempunyai sikap kewirausahaan, salah satu di

antaranya penuh semangat dan kreatif. Minner (1989)

berpendapat bahwa ciri utama perilaku kewirausahaan

adalah:

(a) Self achievement, yaitu keinginan untuk selalu

memiliki prestasi yang lebih baik,

(b) Feed back of result, yaitu keinginan untuk segera

mendapatkan umpan balik dari apa yang telah

dikerjakan.

13

Meredith (1996) mengemukakan bahwa ciri-ciri seseorang

yang memiliki sikap kewirausahaan, yaitu:

(a) Fleksibel dan supel dalam bergaul,

(b) Mampu dan dapat memanfaatkan peluang usaha yang

ada,

(c) Memiliki pandangan kedepan, cerdik dan lihai,

(d) Tanggap terhadap situasi yang berubah-ubah dan

tidak menentu,

(e) Mempunyai kepercayaan diri dan mampu bekerja

mandiri,

(f) Mempunyai pandangan yang optimis dan dinamis, serta

mempunyai jiwa kepemimpinan,

(g) Mempunyai motivasi yang kuat untuk menyelesaikan

tugasnya dengan baik dan teguh dalam pendiriannya,

(h) Sangat mengutamakan prestasi, dan memperhitungkan

faktor-faktor yang menghambat dan faktor penunjang,

(i) Memiliki disiplin diri yang tinggi, dan

(j) Berani mengambil resiko dengan memperhitungkan

tingkat kegagalannya.

14

Menurut Timmons (1974) berpendapat tentang

karakteristik wirausahawan yang berhasil adalah adanya

keyakinan pada dirinya, bahwa segala jerih payahnya

akan membawa hasil. Keyakinan diri ini termasuk

kepercayaan bahwa keberhasilannya tidaklah ditentukan

oleh faktor di luar dirinya. Di samping itu, mempunyai

sikap kesediaan untuk secara terus menerus mencurahkan

tenaganya setiap harinya untuk mencapai keberhasilan

usahanya, serta kesediaan dan kesungguhan untuk

memecahkan masalah yang dihadapi. Di sini terkandung

arti kekuatan kehendak pribadi untuk menyelesaikan

pekerjaan. Di samping itu, memiliki kemudahan dalam

bergaul yang merujuk pada ketersediaan wirausaha untuk

berhubungan dengan semua lapisan dalam masyarakat,

aneka ragam individu demi keberhasilan berusaha.

Sukardi (1991) berpendapat bahwa ciri-ciri utama

perilaku kewirausahaan seseorang adalah selalu terlibat

dalam setiap situasi kerja, tidak mudah menyerah, tidak

memberi kesempatan berpangku tangan. Lebih lanjut

dikatakan bahwa ada sembilan ciri psikologik yang

15

selalu dijumpai dan tampil pada perilaku wirausaha yang

berhasil, yaitu:

(a) Selalu tanggap terhadap peluang dan kesempatan

berusaha yang berkaitan dengan peluang kinerjanya.

(b) Selalu berusaha memperbaiki prestasi, menggunakan

umpan balik, menyenangi tantangan dan berupaya agar

hasil kerjanya selalu lebih baik dari sebelumnya.

(c) Selalu bergaul dengan siapa saja, membina kenalan,

mencari kenalan baru dan berusaha menyesuaikan diri

dalam berbagai situasi.

(d) Dalam berusaha selalu terlibat dalam situasi kerja,

tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai.

Tidak pernah memberi dirinya kesempatan berpangku

tangan, mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada

pekerjaan, dan memiliki tenaga terlibat terus

menerus dalam pekerjaannya.

(e) Optimisme bahwa usahanya akan berhasil. Percaya

diri dengan bergairah langsung terlibat dalam

kegiatan konkrit, jarang terlihat ragu-ragu.

16

(f) Tidak khawatir menghadapi situasi yang serba tidak

pasti, usahanya belum tentu membuahkan

keberhasilan. Berani mengambil antisipasi terhadap

kemungkinan-kemungkinan kegagalan. Segala tindakan

diperhitungkan secara cermat.

(g) Benar-benar memperhitungkan apa yang harus

dilakukan dan bertanggungjawab pada dirinya

sendiri, menunjukkan swakendali dalam mengarahkan

tingkah lakunya.

(h) Selalu bekerja keras mencari cara-cara baru untuk

memperbaiki kinerjanya dan terbuka untuk gagasan,

pandangan, penemuan-penemuan baru yang dapat

dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerjanya, serta

idak terpaku pada masa lampau, gagasan-gagasan

lama, tetapi berpandangan ke depan dan mencari ide-

ide baru.

(i) Apa yang dilakukan merupakan tanggung jawab

pribadinya.

Kata kewirausahaan hingga saat ini diakui belum

memiliki defenisi yang utuh dan tegas, mengingat kedua

17

kata tersebut memiliki makna yang bersifat universal.

Wirausaha pada prinsipnya memiliki makna yang khas

yaitu mencerminkan karakter yang tekun, giat, dan aktif

dalam bekerja atau berusaha, mampu mengambil prakarsa

dari peluang usaha dengan mengandalkan kemampuan orang

lain, berani mengambil resiko kerugian atau kegagalan

tanpa harus putus asa namun bertindak sebagai motivator

dan inovator (Pambudy, 1999)

Douglas dalam Pambudy (1999) menjelaskan ciri-ciri dari

wirausaha yang berhasil antara lain:

(a) Memiliki tujuan yang berkelanjutan,

(b) Pengetahuan tentang prinsip-prinsip dasar tentang

bagaimana suatu bisnis dapat bertahan dan berhasil,

(c) Memiliki kemampuan memecahkan masalah secara

efektif dengan banyak akal,

(d) Percaya diri terhadap kemampuan untuk mencapai

tujuan bisnis,

(e) Inovasi untuk menemukan hal-hal yang baru,

(f) Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, dan

(g) Memiliki kemampuan menjual terhadap produk barang.

18

Sikap mental yang diperlukan seorang wirausahawan

adalah unsur mencirikan respon, tanggapan atau situasi

mental/psikologis jika dihadapkan pada

situasi, sikap mental ini bersifat dinamis. Gagasan,

karsa, inisiatif, kreatifitas, keberanian, ketekunan,

semangat kerja keras, dan sebagainya dipengaruhi oleh

tingkat kepercayaan diri seseorang yang secara langsung

atau tidak mempengaruhi sikap mental seseorang, sikap

mental berbeda dengan kepribadian. Kepribadian

menunjukkan watak seseorang atau sikap mental yang

relatif mantap dan tetap (Wijandi, 1988). Selanjutnya,

Pambudy (1999) menjelaskan sikap dasar seorang

wirausahawan adalah kemauan, kemampuan dan memiliki

kesempatan untuk selalu memperhatikan usahanya.

Keterampilan adalah suatu kemauan dan kemampuan serta

kesempatan yang ada pada diri seseorang untuk selalu

menggunakan semua organ fisiknya dalam mengembangkan

usahanya tersebut, unsur ini berhubungan dengan kerja

fisik anggota badan terutama tangan, kaki dan mulut

(suara) untuk bekerja.

19

2. Niat Berwirausaha

Niat menurut Ajzen dan Fishbein (1980) adalah

komponen dalam diri individu yang mengacu pada

keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu.

Sedangkan, Bandura (1986) menyatakan bahwa intensi

merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan

aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan

tertentu di masa depan.

Niat berwirausaha dapat diartikan sebagai langkah

awal dari suatu proses pendirian sebuah usaha yang

umumnya bersifat jangka panjang (Lee & Wong, 2004).

Menurut Krueger (1993), niat berwirausaha mencerminkan

komitmen seseorang untuk memulai usaha baru dan

merupakan isu sentral yang perlu diperhatikan dalam

memahami proses kewirausahaan pendirian usaha baru.

Niat berwirausaha akhir-akhir ini mulai mendapat

perhatian untuk diteliti karena diyakini bahwa suatu

niat yang berkaitan dengan perilaku terbukti dapat

menjadi cerminan dari perilaku yang sesungguhnya. Dalam

teori perilaku terencana (Fishbein & Ajzen dalam

20

Tjahjono & Ardi, 2008) diyakini bahwa faktor-faktor

seperti sikap, norma subyektif akan membentuk niat

seseorang dan selanjutnya secara langsung akan

berpengaruh pada perilaku. Oleh karena itu, pemahaman

tentang niat seseorang untuk berwirausaha (entrepreneurial

intention) dapat mencerminkan kecendrungan orang untuk

mendirikan usaha secara riil (Jenkins & Johnson, 1997).

3. Faktor-Faktor Berwirausaha

Pada dasarnya pembentukan jiwa kewirausahaan

dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal

(Priyanto, 2008). Faktor internal yang berasal dari

dalam diri wirausahawan dapat berupa sifat-sifat

personal, sikap, kemauan dan kemampuan individu yang

dapat memberi kekuatan individu untuk berwirausaha.

Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri

pelaku wirausaha yang dapat berupa unsur dari

lingkungan sekitar seperti lingkungan keluarga,

lingkungan dunia usaha, lingkungan fisik, lingkungan

sosial ekonomi dan lain-lain.

21

Beberapa karakteristik psikologis ditemukan dalam

sejumlah studi sebagai determinan dari perilaku

kewirausahaan seperti:

(a) Kebutuhan untuk berprestasi

(b) Inisiatif dan kreativitas

(c) Kecendrungan mengambil resiko

(d) Kepercayaan diri,

(e) Menghargai diri sendiri and perilaku inovatif,

(f) Kepemimpinan

Selain faktor kepribadian, beberapa studi lain

menyoroti pengaruh sikap individual terhadap niat

berwirausaha. Gurbuz & Aykol (2008) dan Tjahjono & Ardi

(2010), menemukan beberapa unsur sikap yang terdapat

dalam model Theory of Planned Behavior dari Fishbein dan

Ajzen (TPB) berpengaruh terhadap niat kewirausahaan

mahasiswa. Unsur-unsur sikap yang terdapat dalam TPB

mencakup otoritas/wewenang, tantangan ekonomi,

realisasi, dan percaya diri, keamanan dan beban kerja,

menghindari, dan karir sosial. Beberapa studi juga

menemukan faktor karakteristik individu dapat mendorong

22

munculnya niat seseorang untuk berwirausaha. Faktor

karakteristik individu yang diteliti antara lain

meliputi jenis kelamin, umur dan pekerjaan orangtua

(Gerry et al., 2008; Nishanta, 2008).

Model penelitian niat kewirausahaan seseorang

kurang lengkap kalau tidak melibatkan faktor

kontekstual disamping faktor sosio demografi dan faktor

sikap seseorang, karena ketiga kelompok faktor tersebut

membentuk satu kesatuan yang integral di dalam model

penelitian niat kewirausahaan seseorang. Beberapa

faktor kontekstual yang cukup mendapat perhatian

peneliti adalah peranan pendidikan kewirausahaan dan

pengalaman kewirausahaan (Vesper & McMullan, 1988).

Secara teori diyakini bahwa pembekalan pendidikan dan

pengalaman kewirausahaan pada seseorang sejak usia dini

dapat meningkatkan potensi seseorang untuk menjadi

wirausahawan.

Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang

mendukung pernyataan tersebut. Selain pendidikan dan

pengalaman kewirausahaan, dukungan pihak akademik

23

(academic support), social support, dan dukungan lingkungan

usaha (Gurbuz & Aykol, 2008) juga diduga merupakan

faktor kontekstual.

4. TPB (Theory Planned Behavior) atau Teori Perilaku

Terencana

Manusia biasanya berperilaku dengan cara yang masuk

akal, mereka mempertimbangkan perilakunya berdasarkan

informasi yang tersedia, dan secara implisit atau

eksplisit juga mempertimbangkan akibat dari tindakan

mereka. Perilaku didasarkan faktor kehendak yang

melibatkan pertimbangan-pertimbangan untuk melakukan

atau tidak melakukan suatu perilaku; dimana dalam

prosesnya, berbagai pertimbangan tersebut akan

membentuk intensi untuk melakukan suatu perilaku.

Dalam Theory of Reasoned Action dinyatakan bahwa intensi

untuk melakukan suatu perilaku memiliki dua prediktor

utama, yaitu attitude toward the behavior dan subjective norm.

Pengembangan dari teori ini, Planned Behavior Theory,

menemukan prediktor lain yang juga mempengaruhi intensi

untuk melakukan suatu perilaku dengan memasukkan

24

konsep perceived behavioral control. Sehingga terdapat tiga

prediktor utama yang mempengaruhi intensi individu

untuk melakukan suatu perilaku, yaitu sikap terhadap

suatu perilaku (attitude toward the behavior), norma

subyektif tentang suatu perilaku (subjective norm), dan

persepsi tentang kontrol perilaku (perceived behavioral

control) (Ajzen, 2005).

Fishbein dan Ajzen (Yuliana, 2004)

memaparkan, Planned Behavior Theory didasarkan atas

pendekatan terhadap beliefs yang dapat mendorong individu

untuk melakukan perilaku tertentu. Pendekatan

terhadap beliefs dilakukan dengan mengasosiasikan

berbagai karakteristik, kualitas, dan atribut

berdasarkan informasi yang telah dimiliki, kemudian

secara otomatis akan terbentuk intensi untuk

berperilaku. Pendekatan dalam planned behavior

theory dikhususkan pada perilaku spesifik yang dilakukan

individu dan dapat digunakan untuk semua perilaku

secara umum.

25

Pengukuran sikap individual menggunakan indeks TPB

(Theory Planned Behavior) bagian I: occupational status choice

index yang bertujuan mengukur sikap seseorang untuk

berwirausaha. Instrumen ini berisi pernyataan mengenai

autonomy/ authority, economic challenge, self realization, security dan

workload, avoid responsibility, social career dan perceived confidence

(Gurbuz & Aykol, 2008).

Gambar 1. Proses Niat pada Teori Perilaku Berencana

5. Agribisnis

Agribisnis dalam arti sempit hanya menyinggung

sektor masukan yang hanya menunjuk pada para produsen

dan pembuat bahan masukan untuk produksi pertanian.

Sedangkan dalam arti luas, agribisnis mencakup semua

LatarBelaka

ng Faktor

Keyakinan akan Perilaku dan

evaluasi/hasil

Keyakinan normatif dan motivasi untuk

melakukan

Keyakinan akan sulit/tidaknya

kontrol perilaku

Sikap terhadap suatu perilaku

NormaSubjektif

Persepsi Kontrol Perilaku

NiatPada Suatu Perilaku

26

kegiatan mulai dari pengadaan sarana produksi pertanian

(farm supplies) sampai dengan tata niaga produk pertanian

yang dihasilkan usahatani atau hasil olahannya.

(Firdaus, 2008)

Menurut Davis and Goldbergh, Sonka and Hudson,

Farell and Funk (Saragih, 2000), agribisnis dinyatakan

sebagai suatu cara lain untuk melihat pertanian sebagai

suatu sistem bisnis yang terdiri dari subsistem-

subsistem yang terkait satu dengan yang lain.

a. Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness),

meliputi semua kegiatan untuk memproduksi dan

menyalurkan input-input pertanian dalam arti luas,

atau pengadaan sarana produksi, antara lain:

pembibitan, agro kimia, dan agro otomotif.

b. Subsistem agribisnis usahatani (on-farm

agribusiness), meliputi kegiatan mengelola input-

input berupa lahan, tenaga kerja, modal,

teknologi dan manajemen untuk menghasilkan

produk pertanian, atau budidaya, antara lain;

tanaman pangan, tanaman holtikultura, tanaman

27

obat-obatan, perkebunan, peternakan, perikanan,

dan kehutanan.

c. Subsistem agribisnis hilir (down-stream

agribusiness), disebut juga agroindustri,

aktivitasnya merupakan aktivitas industri dengan

menjadikan hasil-hasil pertanian sebagai bahan

bakunya. Kegiatannya yaitu pengolahan dan

pemasaran, meliputi: intermediate product, finished

product wholesaler, dan retailer consumer.

d. Subsistem jasa penunjang (supporting institution),

subsistem ini merupakan kegiatan jasa dalam

mendukung aktivitas pertanian seperti agro

institution dan agro services.

6. Generasi Muda

Generasi muda mengandung arti populasi remaja atau

anak muda atau pemuda yang sedang membentuk dirinya.

Melihat kata “generasi muda” yang terdiri dari dua kata

yang majemuk, kata yang kedua adalah sifat atau

keadaan, ialah kelompok individu yang masih berusia

muda yang diwarisi cita-cita dan dibebani hak dan

28

kewajiban, serta sejak dini telah diwarnai oleh

kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan kegiatan politik.

Pengertian generasi muda erat hubungannya dengan

arti generasi muda sebagai generasi penerus. Yang

dimaksud "generasi muda" secara pasti tidak terdapat

satu definisi yang dianggap paling tepat akan tetapi

banyak pandangan yang mengartikannya tergantung dari

sudut mana masyarakat melihatnya. Namun dalam rangka

untuk pelaksanaan suatu program pembinaan, seperti

dalam pengkatagorian lomba wirausaha yang kini marak

digalakkan baik oleh pemerintah maupun pihak swasta

bahwa "generasi muda" ialah bagian suatu generasi yang

berusia 18 sampai dengan 32 tahun yang merupakan usia-

usia mahasiswa atau lulusan suatu perguruan tinggi. Di

sisi lain, seseorang bisa saja dianggap muda jika yang

bersangkutan memiliki semangat sebagaimana kaum muda.

Bisa jadi usianya tua kira-kira 40 tahunan akan tetapi

masih berjiwa muda.

Generasi muda adalah pemimpin di masa depan.

Makanya di tangan kaum mudalah nasib sebuah bangsa

29

dipertaruhkan. Jika kaum mudanya memiliki semangat dan

kemampuan untuk membangun bangsa dan negaranya, maka

sesungguhnya semuanya itu akan kembali kepadanya. Hasil

pembangunan dalam aspek apapun sebenarnya adalah untuk

kepentingan dirinya dan masyarakatnya. (Syam, 2013)

7. Hasil Penelitian Terdahulu

Menurut Mahesa (2012), dalam penelitiannya

menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap minat

mahasiswa untuk menjadi seorang entrepreneur. Adapun

variabel bebas yang berpengaruh terhadap minat tersebut

adalah toleransi akan resiko berwirausaha, keberhasilan

diri, kebebasan dalam bekerja, dan perbedaan dari tiap

latar belakang pekerjaan orang tua.

Menurut Tama (2010), dalam penelitiannya

menunjukkan bahwa seluruh variabel baik itu

keberhasilan diri dalam berwirausaha, toleransi akan

resiko, dan keinginan merasakan pekerjaan bebas

berpengaruh positif terhadap motivasi mahasiswa untuk

menjadi entrepreneur. Sehingga dalam penelitian tersebut

30

variabel bebas signifikan terhadap variabel terikatnya

yaitu motivasi mahasiswa untuk menjadi entrepreneur.

B. Kerangka Pemikiran

Kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang

baru dan berbeda untuk menciptakan kesejahteraan

individu dan masyarakat. Saat ini, banyak generasi muda

dalam hal ini mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi

yang melakukan kegiatan wirausaha. Kegiatan

berwirausaha ini dilakukan oleh generasi muda karena

memiliki niat dari dalam diri generasi muda itu

sendiri. Niat berwirausaha itu berasal dari berbagai

faktor. Faktor-faktor tersebut berasal dari faktor

internal maupun eksternal dari setiap generasi muda.

Faktor eksternal terdiri dari dua yaitu faktor

demografi dan kontekstual, sedangkan faktor internal

berasal dari dalam diri generasi muda tersebut.

Seberapa besar pengaruh ketiga faktor tersebut perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut.

31

Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran

C. HIPOTESIS

1. Hipotesis 1: Diduga semua faktor-faktor sosio

demografi berpengaruh terhadap niat berwirausaha.

2. Hipotesis 2: Diduga semua faktor-faktor sikap

berpengaruh terhadap niat berwirausaha.

Faktor Sosio demografiGenderBidang StudiPekerjaan Orang tuaPengalaman berwirausaha

Faktor Sikap (attitude)Autonomy & authorityEconomic opportunity&challengeSecurity&workloadAvoid ResponsibilitySelf realization&participationSocial environmentPerceived confidence

Faktor kontekstualAcademic SupportSocial SupportEnvironmental Support

NiatBerwirausa

ha

32

3. Hipotesis 3: Diduga semua faktor-faktor kontekstual

berpengaruh positif terhadap niat berwirausaha

generasi muda di DIY.

III. METODE PENELITIAN

33

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif yaitu metode penelitian untuk

membuat gambaran mengenai situasi atau .kejadian.

Penelitian deskriptif mencakup metode penelitian yang

lebih luas di luar metode sejarah dan eksperimental.

Tujuan dari metode deskriptif ini adalah untuk membuat

deskripsi, gambaran, lukisan secara sistematis, faktual

dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta

hubungan antara fenomena-fenomena. Metode deskriptif

bukan saja memberikan gambaran terhadap fenomena-

fenomena, tetapi juga menerangkan hubungan-hubungan,

menguji hipotesa-hipotesa, memuat prediksi serta

mendapatkan makna dan implikasi dari masalah yang ingin

dipecahkan (Nazir, 1999).

A. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2004), populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang

34

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya. Berdasarkan kualitas dan ciri

tersebut, populasi dapat dipahami sebagai sekelompok

individu atau objek pengamatan yang minimal memiliki

satu persamaan karakteristik. Populasi dalam penelitian

ini adalah generasi muda yaitu mahasiswa ataupun

lulusan perguruan tinggi di Kabupaten Sleman.

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2011), sampel adalah bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.

Sampel merupakan bagian yang berguna bagi tujuan

penelitian populasi dan aspek-aspeknya. Data dari

Dinas Pendidikan DIY jumlah perguruan tinggi baik

negeri maupun swasta yang ada di Kabupaten Sleman

terdapat 40 perguruan tinggi. Dari 40 perguruan tinggi

tersebut diambil 5 perguruan tinggi, hal ini didasarkan

dari Arikunto (2006), bahwa populasi yang mendekati

homogen, jumlahnya kurang dari 10 maka diambil dari

35

seluruhnya untuk dijadikan sampel. Sedangkan jika

populasi lebih dari 10, maka diambil di antara 10%-15%

dari populasi.

Sementara itu responden dalam penelitian ini

dipilih dengan menggunakan teknik accidental sampling.

Dalam hal ini kriteria sampel adalah mahasiswa atau

lulusan perguruan tinggi di Kabupaten Sleman yang

memiliki atau pernah memiliki usaha di bidang

agribisnis. Jumlah responden yang ditargetkan adalah

100 orang. Hal ini diambil apabila populasi berukuran

besar dan jumlahnya tidak diketahui maka digunakan

rumus:

n = Z 2 n = 1,98 2 = 98,01dibulatkan 100 4(0,1)2 4(Moe)2

Keterangan:

n

=

Jumlah sampel

Z

=

Tingkat keyakinan yang dibutuhkan dalam

penentuan sampel 95%

α= 5%Moe Margin Of Error, yaitu tingkat kesalahan maksimal

36

= yang dapat ditoleransi, yaitu 10%.

B. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang akan diambil dalam penelitian ini

adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data

adalah prosedur sistematik dan standar untuk memperoleh

data yang diperlukan (Nazir, 2003). Data primer yaitu

data yang diperoleh secara langsung dari hasil

wawancara dengan mahasiswa maupun lulusan perguruan

tinggi di Kabupaten Sleman yang memiliki atau pernah

memiliki usaha di bidang agribisnis. Dalam penelitian

ini, data primer diambil dengan cara wawancara.

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil

bertatap muka antara pewawancara dengan mahasiswa atau

alumni yang menjadi responden dengan menggunakan alat

berupa kuisioner. Data yang diambil dari teknik

wawancara ini antara lain profil responden, faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap niat berwirausaha

37

(faktor sosio-demografi, faktor sikap, dan faktor

kontekstual).

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara

tidak langsung dengan cara mencatat data dari instansi

atau lembaga terkait yang berhubungan dengan

penelitian. Dalam hal ini, data sekunder yang diambil

adalah data tentang profil Kabupaten Sleman.

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah

Asumsi adalah hal-hal yang dianggap benar tanpa

dilakukan pembuktian. Asumsi pada penelitian ini adalah

pertama, agribisnis mencakup bidang pertanian,

perikanan, perkebunan, dan kehutanan. Kedua, generasi

muda adalah mahasiswa atau lulusan perguruan tinggi di

Kabupaten Sleman.

Pembatasan masalah pada penelitian ini responden

dibatasi pada mahasiswa atau lulusan perguruan tinggi

di Kabupaten Sleman yang memiliki atau pernah memiliki

usaha di bidang agribisnis. Adapun untuk usia responden

adalah generasi muda dengan rentang 18 – 32 tahun.

38

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Niat berwirausaha: tahapan kecenderungan individu

untuk bertindak sebelum keputusan terakhir untuk

berwirausaha benar-benar dilaksanakan.

2. Faktor sosio demografi: mempelajari struktur dan

proses penduduk di suatu wilayah.

a. Gender: pembeda antara responden satu dengan

yang lain dilihat sisi seksualitasnya. Jenis

kelamin dalam penelitian ini dibedakan menjadi

dua kategori yaitu perempuan dan laki-laki.

b. Bidang studi: bidang yang diambil saat

perkuliahan. Bidang dibagi menjadi dua yaitu

bidang eksakta dan non eksakta

c. Pekerjaan Orang Tua: kedudukan (posisi) yang

memiliki persamaan kewajiban yang dimiliki oleh

orang tua responden. Pekerjaan dikategorikan

menjadi dua yaitu berwirausaha atau tidak

berwirausaha.

39

d. Pengalaman berwirausaha: sesuatu yang telah

terjadi yang telah dialami responden dalam hal

ini adalah berwirausaha dan tidak wirausaha.

3. Faktor Sikap: kondisi kesiapan mental dan moral

yang terorganisir melalui pengalaman, penggunaan

pengaruh yang terarah dan dinamis pada respon

individu ke semua obyek dan situasi yang terkait.

a. Autonomy and authority: kewenangan/kebebasan yang

dimiliki seseorang.

b. Economic opportunity and challenge: sikap yang dimiliki

responden dilihat dari peluang atau tantangan

dalam bidang ekonomi

c. Security and workload: beban kerja yang dimiliki oleh

responden

d. Avoid Responsibility: tanggungjawab yang dimiliki

seseorang

e. Self realization and participation: realisasi dan

partisipasi yang diwujudkan oleh seseorang

f. Social environment: lingkungan sosial seseorang

40

4. Faktor Kontekstual: konsep belajar yang membantu

dosen mengaitkan antara materi dan mendorong

mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan

mereka sehari-hari

a. Academic Support: dukungan dari lingkungan

akademik di Universitas tempat responden

memilih.

b. Social Support: dukungan dari lingkungan sosial

responden.

c. Environment Support: dukungan dari lingkungan

sekitar responden.

5. Bidang Agribisnis: setiap usaha yang berkaitan

dengan kegiatan pertanian, yang meliputi usaha

input pertanian, usaha produksi itu sendiri, usaha

pengelolaan hasil pertanian, dan atau usaha

penunjang.

6. Generasi Muda:  keadaan kelompok individu itu masih

berusia muda dalam kelompok usia muda yang diwarisi

cita-cita dan dibebani hak dan kewajiban, sejak

41

dini telah diwarnai oleh kegiatan-kegiatan

kemasyarakatan dan kegiatan sosial.

E. Teknik Analisis Data

1. Analisis Deskripsi

Untuk menganalisis pengaruh faktor–faktor dari

sudut pandang sosio demografi terhadap niat

berwirausaha. Jenis data pada variabel sosio demografi

adalah nominal maka analisis yang digunakan adalah

analisis deskripsi.

2. Analisis Validitas dan Reabilitas

Untuk mendukung analisis regresi dilakukan uji

validitas dan uji reabilitas. Dalam penelitian ini

digunakan untuk menguji kevalidan kuisioner. Validitas

menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu

alat ukur dalam melakukan fungsi alat ukurnya.

Sementara itu, uji reabilitas adalah suatu indeks yang

menunjukkan sejauh mana hasil suatu penelitian pengukur

dapat dipercaya (Azwar, 2000). Hasil pengukuran dapat

dipercaya atau reliable hanya apabila dalam beberapa kali

42

pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang

sama, selama aspek yang diukur dalam dari subyek memang

belum berubah.

3. Uji Beda Mean

Uji Beda Mean adalah uji statistik yang

membandingkan mean (rata-rata) beberapa kelompok mean.

Dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis

pengaruh faktor sosio demografi terhadap niat

berwirausaha.

4. Analisis Regresi Linier Berganda

Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi

untuk menemukan atau mengetahui pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat dengan menggunakan program

komputer SPSS versi 20.

Analisis regresi adalah studi mengenai

ketergantungan variabel dependen dengan satu atau lebih

variabel independen, dengan tujuan untuk mengestimasi

dan memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata

variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen

yang diketahui. (Gujarati, 2003 dalam Ghozali 2006).

43

Regresi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

variabel bebas mempengaruhi variabel terikat dan lebih

dari satu variabel bebas. Dalam penelitian ini yang

menjadi variabel terikat adalah niat mahasiswa untuk

berwirausaha, sedangkan yang menjadi variabel bebas

adalah sikap mahasiswa dan kontekstual. Formula dari

model regresi linier berganda sebagai berikut :

Y = β1X1 + β 2X2 + β 3X3 dengan ketentuan:

Y = Variabel dependen (Niat) X1 = Independen 1 (Faktor SosioDemografi) X2 = Independen 2 (Faktor Sikap) X3 = Independen 3 (Faktor Kontekstual) β 1, 2, 3 = Koefisien regresi

Uji F atau uji koefisien regresi yang secara

bersama- sama digunakan untuk mengetahui apakah secara

bersama-sama variabel independen berpengaruh signifikan

terhadap varabel dependen. Sedangkan Uji T atau uji

koefisien regresi secara parsial digunakan untuk

mengetahui apakah secara parsial variabel independen

berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap

variabel dependen.

44

BAB IV. PROFIL KABUPATEN SLEMAN

Gambar 3. Lambang Kabupaten Sleman

Moto: Sembada (Sehat, Elok, Makmur dan Merata, Bersihdan Berbudaya, Aman dan Adil, Damai dan Dinamis,

Agamis)

A. Sejarah Kabupaten Sleman

Keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak pada

Rijksblad no. 11 Tahun 1916 tanggal 15 Mei 1916 yang

membagi wilayah Kasultanan Yogyakarta dalam 3

Kabupaten, yakni Kalasan, Bantul, dan Sulaiman (yang

kemudian disebut Sleman), dengan seorang bupati sebagai

kepala wilayahnya. Dalam Rijksblad tersebut juga

disebutkan bahwa Kabupaten Sulaiman terdiri dari 4

distrik yakni : Distrik Mlati (terdiri 5 onderdistrik dan

46 kalurahan), Distrik Klegoeng (terdiri 6 onderdistrik

dan 52 kalurahan), Distrik Joemeneng (terdiri 6

45

onderdistrik dan 58 kalurahan), Distrik Godean (terdiri 8

onderdistrik dan 55 kalurahan). Berdasarkan Perda no.12

Tahun 1998, tanggal 15 Mei tahun 1916 akhirnya

ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Sleman. Menurut

Almanak, hari tersebut tepat pada Hari Senin Kliwon,

Tanggal 12 Rejeb Tahun Je 1846 Wuku Wayang.

Berdasar pada perhitungan tahun Masehi, Hari Jadi

Kabupaten Sleman ditandai dengan surya sengkala "Rasa

Manunggal Hanggatra Negara" yang memiliki sifat

bilangan Rasa= 6, Manunggal=1, Hanggatra=9, Negara=1,

sehingga terbaca tahun 1916. Sengkalan tersebut,

walaupun melambangkan tahun, memiliki makna yang jelas

bagi masyarakat Jawa, yakni dengan rasa persatuan

membentuk negara. Sedangkan dari perhitungan tahun Jawa

diperoleh candra sengkala "Anggana Catur Salira

Tunggal". Anggana=6, Catur=4, Salira=8, Tunggal=1.

Dengan demikian dari candra sengkala tersebut terbaca

tahun 1846.

Beberapa tahun kemudian Kabupaten Sleman sempat

diturunkan statusnya menjadi distrik di bawah wilayah

46

Kabupaten Yogyakarta dan baru pada tanggal 8 April

1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX melakukan penataan

kembali wilayah Kasultanan Yogyakarta melalui

Jogjakarta Koorei angka 2 (dua). Penataan ini

menempatkan Sleman pada status semula, sebagai wilayah

Kabupaten dengan Kanjeng Raden T umenggung

Pringgodiningrat sebagai bupati. Pada masa itu, wilayah

Sleman membawahi 17 Kapenewon/Kecamatan (Son) yang

terdiri dari 258 Kalurahan (Ku). Ibu kota kabupaten

berada di wilayah utara, yang saat ini dikenal sebagai

desa Triharjo. Melalui Maklumat Pemerintah Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 tahun 1948 tentang

perubahan daerah-daerah Kelurahan, maka 258 Kelurahan

di Kabupaten Sleman saling menggabungkan diri hingga

menjadi 86 kelurahan/desa. Kelurahan/Desa tersebut

membawahi 1.212 padukuhan.

47

B. Keadaan Geografis Kabupaten Sleman

Gambar 4. Peta Lokasi Kabupaten Sleman

Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara

110° 33′ 00″ dan 110° 13′ 00″ Bujur Timur, 7° 34′ 51″

dan 7° 47′ 30″ Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten

Sleman sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten

Boyolali, Propinsi Jawa Tengah, sebelah timur

berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa

48

Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon

Progo, Propinsi DIY dan Kabupaten Magelang, Propinsi

Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasan dengan Kota

Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung

Kidul, Propinsi D.I.Yogyakarta.

Luas Wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau

574,82 Km2 atau sekitar 18% dari luas Propinsi Daerah

Istimewa Jogjakarta 3.185,80 Km2,dengan jarak terjauh

Utara – Selatan 32 Km, Timur – Barat 35 Km. Secara

administratif terdiri 17 wilayah Kecamatan, 86 Desa,

dan 1.212 Dusun. Berdasarkan karakteristik sumberdaya

yang ada, wilayah Kabupaten Sleman terbagi menjadi 4

wilayah, yaitu:

a. Kawasan lereng Gunung Merapi, dimulai dari jalan

yang menghubungkan kota Tempel, Turi, Pakem dan

Cangkringan (ringbelt) sampai dengan puncak

gunung Merapi. Wilayah ini merupakan sumber daya

air dan ekowisata yang berorientasi pada

kegiatan gunung Merapi dan ekosistemnya;

49

b. Kawasan Timur yang meliputi Kecamatan Prambanan,

sebagian Kecamatan Kalasan dan Kecamatan Berbah.

Wilayah ini merupakan tempat peninggalan

purbakala (candi) yang merupakan pusat wisata

budaya dan daerah lahan kering serta sumber

bahan batu putih;

c. Wilayah Tengah yaitu wilayah aglomerasi kota

Yogyakarta yang meliputi Kecamatan Mlati,

Sleman, Ngaglik, Ngemplak, Depok, dan Gamping.

Wilayah ini merupakan pusat pendidikan,

perdagangan dan jasa.

d. Wilayah Barat meliputi Kecamatan Godean,

Minggir, Seyegan, dan Moyudan merupakan

daerah   pertanian lahan basah yang tersedia

cukup air dan sumber bahan baku kegiatan

kerajinan serta gerabah.

Berdasar jalur lintas antar daerah, kondisi wilayah

Kabupaten Sleman dilewati jalur jalan yang merupakan

jalur ekonomi yang menghubungkan Sleman dengan kota

pelabuhan (Semarang, Surabaya, Jakarta). Jalur ini

50

melewati wilayah Kecamatan Prambanan, Kalasan, Depok,

Mlati, dan Gamping. Selain itu, wilayah Kecamatan

Depok, Mlati, dan Gamping juga dilalui jalan lingkar

yang merupakan jalan arteri primer. Untuk wilayah-

wilayah kecamatan merupakan wilayah yang cepat

berkembang, yaitu dari pertanian menjadi perdagangan

dan jasa.

Berdasarkan pusat-pusat pertumbuhan wilayah

Kabupaten Sleman merupakan wilayah hulu kota

Yogyakarta. Berdasar letak kota dan mobilitas kegiatan

masyarakat, dapat dibedakan fungsi kota sebagai berikut

:

a. Wilayah aglomerasi (perkembangan kota dalam

kawasan tertentu). Karena perkembangan kota

Yogyakarta, maka kota-kota yang berbatasan

dengan kota Yogyakarta yaitu Kecamatan Depok,

Gamping serta sebagian wilayah Kecamatan Ngaglik

dan Mlati merupakan wilayah aglomerasi kota

Yogyakarta.

51

b. Wilayah sub urban (wilayah perbatasan antar desa

dan kota). Kota Kecamatan Godean, Sleman, dan

Ngaglik terletak agak jauh dari kota Yogyakarta

dan berkembang menjadi tujuan/arah kegiatan

masyarakat di wilayah Kecamatan sekitarnya,

sehingga menjadi pusat pertumbuhan dan merupakan

wilayah sub urban.

c. Wilayah fungsi khusus/wilayah penyangga (buffer

zone). Kota Kecamatan Tempel, Pakem, dan

Prambanan merupakan kota pusat pertumbuhan bagi

wilayah sekitarnya dan merupakan pendukung dan

batas perkembangan kota ditinjau dari kota

Yogyakarta.

d. Kabupaten Sleman keadaan tanahnya di bagian

selatan datar kecuali daerah perbukitan

dibagian tenggara Kecamatan Prambanan dan

sebagian di Kecamatan Gamping. Makin ke utara

miring dan di bagian utara sekitar Lereng

Merapi serta terdapat sekitar 100 sumber mata

air. Hampir setengah dari luas wilayah

52

merupakan tanah pertanian yang subur dengan

didukung irigasi teknis di bagian barat dan

selatan. Topografi dapat dibedakan atas dasar

ketinggian tempat dan kemiringan lahan

(lereng).

Wilayah Kabupaten Sleman termasuk beriklim tropis

basah dengan musim hujan antara bulan Nopember – April

dan musim kemarau antara bulan Mei – Oktober. Pada

tahun 2000 banyaknya hari hujan 25 hari terjadi pada

bulan Maret, namun demikian rata-rata banyaknya curah

hujan terdapat pada bulan Februari sebesar 16,2 mm

dengan banyak hari hujan 20 hari.

Adapun kelembaban nisbi udara pada tahun 2000

terendah pada bulan Agustus sebesar 74 % dan tertinggi

pada bulan Maret dan Nopember masing-masing sebesar 87

%, sedangkan suhu udara terendah sebesar 26,1 derajat

Celcius pada bulan Januari dan Nopember dan suhu udara

yang tertinggi 27,4 derajat Celcius pada bulan

September.

53

Hampir setengah dari luas wilayah merupakan tanah

pertanian yang subur dengan didukung irigasi teknis di

bagian barat dan selatan. Keadaan jenis tanahnya

dibedakan atas sawah, tegal, pekarangan, hutan, dan

lain-lain. Perkembangan penggunaan tanah selama 5 tahun

terakhir menunjukkan jenis tanah sawah turun rata-rata

per tahun sebesar 0,96 %, tegalan naik 0,82 %,

pekarangan naik 0,31 %, dan lain-lain turun 1,57 %.

(www.slemankab.go.id)

C. Pendidikan Tinggi

Di Kabupaten Sleman berdiri lima Perguruan Tinggi

Negeri (PTN), yaitu UGM, UNY, UIN, STPN, dan AAU serta

28 unit Perguruan Tinggi Swasta (PTS). (BPS Kabupaten

Sleman, 2012). Jumlah mahasiswa yang mengikuti

pembelajaran di PTN tercatat sebanyak 74.667 orang dan

PTS sebanyak 78.354 orang. Jumlah ini terlihat menurun

bila dibandingkan tahun 2010. Mahasiswa yang terdaftar

di perguruan tinggi di Sleman ini tidak hanya berasal

dari wilayah Sleman dan wilayah-wilayah lain di

54

Propinsi DIY, tetapi juga berasal dari luar propinsi

bahkan luar pulau jawa.

Tabel 1. Statistik Pendidikan Tinggi Kabupaten Sleman,

2009-2010

Uraian2010 2011

PT Mahasiswa Dosen PT Mahasis

wa Dosen

PTN 5 74.274 3.967 5 74.667 3.944PTS 32 113.307 2.860 28 78.354 2.682

Jumlah 37 187.581 6.827 32 153.021 5.626

D. Sektor Industri dan Ketenagakerjaan

Sektor industri pengolahan merupakan salah satu

sektor unggulan di Kabupaten Sleman. Industri mikro dan

kecil banyak tersebar di wilayah Kabupaten Sleman

sebagai sumber mata pencaharian penduduk. Sementara

industri besar dan menengah membuka kesempatan bagi

tenaga kerja untuk dapat bekerja di pabrik-pabrik

seperti pabrik tekstil, garment, pemintalan benang,

lampu, produk plastik, dan produk lain.

Tabel 2. Banyaknya Perusahaan Industri Kecil, Besar,dan Menengah di Kabupaten Sleman, 2009-2011Uraian 2009 2010 2011Industri Kecil 15.012 15.289 15.448Industri Besar dan 100 107 115

55

MenengahTenaga Kerja 63.255 63.783 64.291

Industri kecil, besar, dan menengah yang berdiri di

Kabupaten Sleman diharapkan mampu menyediakan lapangan

kerja bagi masyarakat. Penyerapan tenaga kerja dari

kegiatan industri pada tahun 2011 sekitar 64.291 orang.

Tenaga kerja di sektor industri pengolahan adalah

pekerja dengan keahlian tertentu sehingga pendidikan

dan atau keterampilan menjadi kunci untuk mendapatkan

kesempatan bekerja di sektor ini.

Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

tahun 2011 dan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk

usia kerja di Kabupaten Sleman mencapai 862.547 orang.

Sebanyak 593.046 orang merupakan angkatan kerja, dengan

rincian 561.894 orang bekerja dan sisanya menganggur

atau mencari pekerjaan.

Adanya orang yang menganggur adalah akibat sebagian

angkatan kerja yang tersedia tidak semuanya dapat

terserap oleh lapangan kerja yang ada. Pengangguran ini

akan menjadi beban khususnya bagi mereka yang bekerja.

56

Di Kabupaten Sleman, sebanyak 31.152 orang menganggur

atau mencari pekerjaan sehingga tingkat pengangguran

terbuka mencapai 5,25 %.

Dari penduduk yang bekerja, sebagian besar bekerja

di sektor perdagangan, hotel, dan restoran (27,85%),

sektor jasa-jasa (24,70%), sektor pertanian (16,54%),

dan sektor industri pengolahan (12,76%). Sementara

sektor lainnya sekitar 18,15%.

Jika dilihat dari status bekerja, sebagian besar

penduduk Sleman berstatus sebagai

buruh/karyawan/pegawai yaitu sekitar 51,48%. Status

buruh/karyawan/pegawai merupakan status bekerja yang

dipandang mempunyai resiko paling kecil. Berbeda ketika

seseorang adalah pengusaha yang berusaha dengan dibantu

buruh tetap. Dalam kelompok ini, pengusaha harus siap

menanggung resiko merugi. Persentase jumlah penduduk

berusaha dengan buruh tetap terlihat relatif kecil

yaitu sekitar 5,46%.

Tabel 3. Persentase Penduduk Bekerja menurut LapanganUsaha dan Status Bekerja di Kabupaten Sleman

Uraian 2009 2010 2011

57

Menurut Lapangan UsahaPertanian 20,36 22,23 16,54Industri Pengolahan,Perdagangan, Hotel, danRestoran

13,4 14,59 12,76

Jasa-jasa 26,13 24,13 24,70Lainnya 16,55 13,64 18,15

Status BekerjaBerusaha sendiri 12,73 10,07 12,42Berusaha dengan buruhtidak tetap

16,96 20,6 12,49

Berusaha dengan buruhtetap

3,81 6,01 5,46

Buruh/karyawan/pegawai 57,55 49,49 51,48Pekerja tidak dibayar 8,95 13,82 8,74

58

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NIAT BERWIRAUSAHA DIBIDANG AGRIBISNIS

Dalam penelitian ini disebarkan sejumlah 100

kuesioner, dengan 5 perguruan tinggi besar di Kabupaten

Sleman menjadi sampel. Perguruan Tinggi tersebut antara

lain UNY, UGM, UIN, UII, dan UPN dengan masing-masing

perguruan tinggi diambil kurang lebih 20 responden.

Adapun gambaran umum dari 100 responden yang diteliti

adalah sebagai berikut: sebanyak 58 responden (58%)

adalah laki-laki dan sisanya 42 responden (42%) adalah

perempuan. Sebagian besar responden berusia antara 18-

22 tahun (53%), 23-27 tahun (38%), dan 28-32 tahun

(11%). Lebih banyak mahasiswa ataupun alumni berasal

dari bidang studi non eksakta yaitu sebesar 54% dan

sisanya 46% responden adalah mahasiswa ataupun alumni

yang berasal dari bidang studi eksakta.

Selanjutnya, dilihat dari pekerjaan orangtua,

sebanyak 45 responden (45%) memiliki orang tua yang

berwirausaha, lebih sedikit dari jumlah responden yang

memiliki orang tua yang tidak memiliki latar belakang

59

pekerjaan sebagai wirausaha, yaitu sebesar 55%. Untuk

pengalaman berwirausaha, jenis kegiatan kewirausahaan

di bidang agribisnis yang dilakukan responden adalah

sebagai berikut: bisnis kuliner, bisnis online shop,

bisnis jasa hidroponik, bisnis konsultan pertanian, dan

bisnis pemasaran hasil pertanian. Hal ini menunjukkan

responden yang berwirausaha di bidang agribisnis paling

banyak pada subsistem hilir dan jasa penunjang.

.

Tabel 4. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Faktor-

faktor Sikap

Variabel Validity(r)

CronbachAlfa

Autonomy and Authority (Kewenangan dan Kebebasan yang Dimiliki)Memiliki kuasa untuk membuat keputusan 0.366 0,65

8Memiliki kekuasaan/ otoritas 0,462

Memiliki kemampuan memilih pekerjaan saya sendiri

0,572

Menginginkan menjadi Bos bagi diri saya sendiri 0,302

Menginginkan pekerjaan yang Mandiri (Independence) 0,430

60

Menginginkan pekerjaan yang memiliki kebebasan (Freedom)

0,396

Economic opportunity and challenge (Sikap yang Dimiliki Dilihat dari Tantangan/Peluang Ekonomi)Menginginkan pekerjaan yang menantang 0,349

0,621

Menginginkan pekerjaan yang menarik 0,484

Menginginkan pekerjaan yang memotivasi 0,425

Mengharapkan kompensasi berdasarkan pada prestasi

0,497

Mengharapkan penghasilan yang besar 0,392

Memilih pekerjaan yang memiliki peluang ekonomis 0,304

Memilih pekerjaan yang dapat merealisasikan kemampuan diri

0,328

Security and Work load (Beban Kerja yang Dimiliki)

Menginginkan pekerjaan yang stabil 0,371

0,770

Menginginkan pekerjaan yang aman 0,591

Memilih pekerjaan yang jam kerjanya pasti 0,783

Menginginkan pekerjaan yang tidak kerja lembur 0,473

Menginginkan pekerjaan yang tidak menyebabkan stress

0,514

Avoid Responsibility (Tanggungjawab yang Dimiliki)

Menginginkan pekerjaan dengan tanggungjawab yangtidak terlalu besar

0,739

0,840

Menginginkan pekerjaan yang tidak kompleks 0,646

Menginginkan pekerjaan yang tidak menuntut komitmen

0,735

Self realization and participation (Realisasi dan Partisipasi yang Ditunjukkan)Berkeinginan menciptakan sesuatu 0,373 0,69

3Menginginkan pekerjaan yang dapat memanfaatkan daya kreativitas

0,444

Menyukai pekerjaan yang terstuktur dan teratur 0,381

61

Menyukai pekerjaan dengan keterlibatan dalam keseluruhan proses kegiatan

0,462

Social Environment and Career (Lingkungan Sosial dan Pekerjaan)Suka terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial dankeagamaan

0,462

0,670

Menjadi anggota / fungsionaris organisasi kemahasiswaan

0,301

Memiliki keyakinan mencapai kemajuan dalam karirkelak

0,466

Memiliki keyakinan akan memperoleh promosi dalamkarir kelak

0,342

Perceived confidence (Kepercayaan Diri untuk Wirausaha)Percaya akan sukses jika berwirausaha (memulai bisnis sendiri)

0,774

0,905

Memiliki kemampuan (kapabilitas) yang dipersyaratkan untuk sukses sebagai wirausaha

0,816

Memiliki ketrampilan (skill) untuk sukses sebagai wirausaha

0,846

Tabel 5. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Faktor-faktor Kontekstual

Variabel Validity(r)

CronbachAlfa

Dukungan Akademik1. Saya tahu beberapa orang di kampus saya

yang sukses berwirausaha (memulai usaha mereka sendiri)

2.Di kampus saya, orang secara aktif didorong untuk mengeluarkan ide-ide sendiri

3.Di kampus saya, saya bertemu dengan banyakorang yang memiliki ide bagus untuk memulai usaha baru (berwirausaha)

4.Dikampus saya, tersedia dukungan insfrastruktur yang baik untuk praktek pendirian usaha baru di tempat

0,522

0,644

0,655

0,528

0,777

Social Support (Dukungan Sosial)1. Jika saya memutuskan berwirausaha setelah

lulus sarjana, keluarga terdekat saya akanmenganggap keputusan saya tepat.

2. Jika saya memutuskan berwirausaha setelah lulus sarjana, teman-teman terdekat saya akan menganggap keputusan saya tepat.

3. Jika saya memutuskan berwirausaha setelah

0,801

0,787

0,847

0,901

62

lulus sarjana, orang-orang yang penting bagi saya akan menganggap keputusan saya tepat

Environment Factor Support (Dukungan dari Lingkungan)1. Sulit untuk saya memulai usaha sendiri

karena kurangnya dukungan financial.2. Sulit untuk saya memulai usaha sendiri

karena prosedur administrasi yang rumit.3. Sulit bagi saya untuk mendapatkan

informasi yang cukup tentang bagaimana memulai usaha.

4. Kondisi/iklim ekonomi saat ini tidak menguntungkan bagi orang yang ingin berwirausaha.

0,674

0,756

0,741

0,627

0,854

Entrepreneurial Intention (Niat Wirausaha)1. Saya akan memilih karir sebagai

wirausahawan setelah lulus nanti2. Saya lebih suka menjadi wirausahawan dalam

usaha saya sendiri daripada menjadi karyawan suatu perusahaan/organisasi

3. Saya memperkirakan dapat memulai usaha saya sendiri (berwirausaha) dalam 1-3 tahun kedepan

0,752

0,648

0,634

0,821

Hasil uji validitas dengan menggunakan pendekatan

korelasi item-total dikoreksi (corrected item-total

correlation) menunjukkan semua item yang digunakan dalam

penelitian ini valid, yang ditunjukkan dengan nilai r

kritis lebih atau sama dengan 0,30 dengan demikian,

maka semua item dari indikator empirik dapat digunakan

dalam pengolahan data selanjutnya. Hasil uji reabilitas

didasarkan pada nilai Alpha Cronbach (α), menunjukkan

63

semua variabel yang diteliti memenuhi unsur reabilitas

dengan Alpha Cronbach (α) lebih besar dari 0,60.

1) Faktor Sosio Demografi dengan Niat Berwirausaha

Untuk menganalisis pengaruh faktor sosio demografi

terhadap niat berwirausaha digunakan uji statistik beda

mean dan hasilnya dipaparkan dalam tabel:

Tabel 6. Hasil Uji Statistik Beda Mean Faktor SosioDemografi dengan Niat Wirausaha

Variabel Rata-RataNiat

Wirausaha

Signifikansi

Kesimpulan

Jenis Kelamin 1. Laki-laki2. Perempuan

4,224,00

0,110 TidakSignifikan

Pekerjaan Orangtua1. Tidak berwirausaha2. Berwirausaha

4,104,15

0,001 Signifikan99%

Pengalaman Berwirausaha1. Tidak Pernah2. Pernah

3,864,20

0,003 Signifikan99%

Bidang Studi1. Non eksakta2. Eksata

4,124,13

0,766 TidakSignifikan

Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji

beda mean memperlihatkan bahwa faktor jenis kelamin dan

bidang studi mahasiswa tidak berhubungan signifikan

dengan niat kewirausahaan mahasiswa baik pada tingkat

signifikansi 5% maupun 10%.

64

Studi mengenai niat kewirausahaan mahasiswa masih

terbuka luas untuk dielaborasi dalam berbagai konteks.

Dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya perbedaan

yang signifikan antara niat kewirausahaan generasi muda

baik laki-laki maupun perempuan di wilayah Kabupaten

Sleman. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa calon

wirausaha muda terdidik tidak dibatasi oleh jenis

kelamin. Data pelengkap yang diperoleh dalam penelitian

ini menunjukkan sebagian besar responden mahasiswi

telah menjalankan praktek berwirausaha sambil berkuliah

dalam bentuk usaha kuliner/makanan, menjual kosmetik

berbahan alami hasil pertanian, maupun berjualan secara

online dan terdapat kesan mahasiswi lebih luwes dalam

berwirausaha sambil kuliah ketimbang para mahasiswa.

Sejalan dengan jenis kelamin, dalam penelitian ini

tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan bidang

studi terhadap niat kewirausahaan mahasiswa dengan

tidak ditemukannya perbedaan yang signifikan antara

niat kewirausahaan generasi muda dari fakultas eksakta

dengan generasi muda fakultas non eksakta. Data

65

statistik deskriptif memperlihatkan nilai rata-rata

niat kewirausahaan yang relatif tinggi baik pada

mahasiswa fakultas eksakta maupun non eksakta yang

memberi indikasi adanya keinginan berwirausaha yang

tinggi setelah lulus sarjana nanti. Gencarnya dorongan

pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir

menghidupkan semangat kewirausahaan di kalangan

mahasiswa dan perguruan tinggi melalui berbagai program

hibah bersaing, program Co-op dan program kreativitas

mahasiswa kewirausahaan yang terbuka bagi mahasiswa

dari seluruh fakultas/program studi, diduga menjadi

salah satu faktor yang meningkatkan niat kewirausahaan

mahasiswa secara umum.

Hal yang berbeda diperlihatkan oleh variabel latar

belakang pekerjaan orangtua dan pengalaman berwirausaha

yang menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada

tingkat kepercayaan 1%. Mahasiswa maupun alumni yang

memiliki orangtua yang berwirausaha memiliki niat

kewirausahaan yang lebih tinggi daripada mahasiswa

ataupun alumni yang orangtuanya tidak berwirausaha.

66

Demikian juga, mahasiswa yang memiliki pengalaman

berwirausaha memiliki niat kewirausahaan yang lebih

tinggi dari mahasiswa yang tidak memiliki pengalaman

berwirausaha sebelumnya.

Faktor pekerjaan orangtua merupakan faktor yang

menarik untuk diteliti di Indonesia. Beberapa sumber

menggugat bahwa rendahnya minat dan pertumbuhan

wirausahawan muda di Indonesia disinyalir antara lain

disebabkan oleh minimnya contoh dan dorongan lingkungan

keluarga kepada sang anak. Masih banyak orangtua yang

bekerja sebagai pegawai juga mengharapkan anaknya

bekerja sebagai pegawai yang dinilai memiliki risiko

lebih kecil dibandingkan menjadi pengusaha. Menurut

Herdiman (2008), keluarga menjadi lingkungan pertama

yang dapat menumbuhkan mental kewirausahaan anak.

Pentingnya peranan keluarga dalam mendorong minat anak

dalam berwirausaha diakui sebagian besar responden

dalam penelitian yang dilakukan terhadap para mahasiswa

peminat berwirausaha di Bandung (Isdianto dkk., 2005).

Orangtua yang berprofesi sebagai wirausaha diyakini

67

dapat menjadi panutan (entrepreneurial role model) yang akan

membentuk minat anak untuk berwirausaha di masa depan

(Dunn & Holtz-Eakin, 2000; Galloway et al., 2006).

Penelitian ini mendukung berbagai temuan studi

dengan diterimanya hipotesis bahwa mahasiswa yang

memiliki orangtua dengan latar belakang pekerjaan

wirausaha memiliki memiliki niat kewirausahaan yang

lebih tinggi. Penelitian ini menemukan adanya perbedaan

yang signifikan niat kewirausahaan dari mahasiswa yang

memiliki orangtua wirausaha dengan mahasiswa yang

orangtuanya bukan wirausahawan, yang mana mahasiswa

yang memiliki orangtua wirausaha memiliki niat

kewirausahaan yang lebih tinggi.

Pengalaman kerja selalu dipercayai sebagai guru

yang baik yang dapat membekali seseorang dengan hal-hal

kongkrit sesuai dengan kondisi nyata kehidupan sehari-

hari. Dengan cara berpikir yang sama, diduga bahwa

generasi muda yang memiliki pengalaman kongkrit

berwirausaha (usaha sendiri atau ikut orangtua)

68

cenderung akan memiliki motivasi yang lebih kuat untuk

berwirausaha setelah lulus sarjana nanti.

Dengan demikian, maka hipotesis yang menyatakan

bahwa faktor jenis kelamin dan faktor bidang studi

berpengaruh terhadap niat kewirausahaan mahasiswa tidak

terdukung dalam penelitian ini. Sebaliknya hipotesis

tentang adanya pengaruh latar belakang pekerjaan

orangtua dan pengalaman berwirausaha mahasiswa terhadap

niat kewirausahaan terbukti dalam penelitian ini.

2) Faktor Sikap dengan Niat Berwirausaha

Untuk menguji hipotesis tentang adanya pengaruh

faktor-faktor sikap terhadap niat kewirausahaan

mahasiswa digunakan teknik analisis regresi linier

berganda dengan mengggunakan software SPSS (Statistical

Product and Service Solution) versi 20.00.

Tabel 7. Hasil Uji Regresi Faktor Sikap dengan NiatWirausahaVariabel Independen Hipotesi

st hitung

Sig.

Autonomy and AuthorityEconomic Opportunity and ChallengeSecurity and Work LoadAvoid ResponsibilitySelf Realization and Participation

H2.1H2.2H2.3H2.4H2.5

4,3092,2590,3981,6342,658

0,000*0,001*0,691

69

Social Environment and CareerPerceived Confidence

H2.6H2.7

0,2633,309

0,1060,001*0,7930,000*

RAdj. R SquareF HitungSig. F

0,7040,45712,8930,000

Hasil analisis regresi memperlihatkan sejumlah

unsur dari variabel sikap, yaitu authority dan autonomy,

economic opportunity, self realization dan perceived confidence

sesuai dengan hipotesis yang dirumuskan, terdukung

dalam penelitian ini. Keempat elemen sikap tersebut

terbukti berpengaruh secara positif terhadap niat

kewirausahaan mahasiswa dengan tingkat signifikansi 1%.

Dari keempat elemen sikap tersebut, authority and autonomy,

dan perceived confidence merupakan dua elemen yang memiliki

pengaruh yang cukup kuat terhadap niat kewirausahaan.

Ini berarti peningkatan niat kewirausahaan generasi

muda dapat dilakukan dengan meningkatkan keyakinan diri

mereka melalui penguasaan keterampilan berwirausaha dan

juga memberikan kebebasan penuh pada generasi muda

70

untuk menentukan pilihan karir mereka sendiri di masa

depan sesuai keinginan mereka.

Penelitian ini tidak menemukan adanya pengaruh yang

signifikan dari unsur security and work load, avoid responsibility,

dan social environment and carrier terhadap niat berwirausaha

pada generasi muda. Di sisi lain, berkaitan dengan

faktor sikap, penelitian ini tidak menemukan adanya

pengaruh yang signifikan dari unsur avoid responsibility, dan

social environment and carrier terhadap niat kewirausahaan

mahasiswa, yang mana kedua unsur tersebut

dihipotesiskan ber-pengaruh secara negatif terhadap

niat kewirausahaan.Walaupun hanya 4 dari 7 elemen sikap

yang diteliti menunjukkan pengaruh yang signifikan

namun hasil uji F menunjukkan hasil yang signifikan

dengan nilai R2 = 0.457 yang berarti sekitar 45% dari

model penelitian ini dijelaskan oleh variabel variabel

yang diteliti.

3) Faktor Kontekstual dengan Niat Berwirausaha

71

Tabel 8. Hasil Uji Regresi Faktor Kontekstual dengan Niat WirausahaVariabel Independen Hipote

sist hitung

Sig.

Dukungan AkademikDukungan SosialDukungan Lingkungan

H3.1H3.2H3.3

2,1194,6343,271

0,0370,0000,001

RAdj. R SquareF HitungSig. F

0,5910,32917,1450,000

Pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis

regresi memperlihatkan semua hipotesis berkaitan dengan

pengaruh faktor kontekstual terhadap niat kewirausahaan

generasi muda terdukung dalam penelitian ini. Hasil uji

statistik menemukan adanya pengaruh yang positif dan

signifikan antara variabel dukungan akademik, sosial,

maupun lingkungan dengan niat kewirausahaan generasi

muda di Kabupaten Sleman. Hasil uji F menunjukkan hasil

yang signifikan dengan nilai R2 = 0.329 yang berarti

hanya sekitar 33% dari model penelitian ini dijelaskan

oleh variabel variabel yang diteliti. Faktor

kontekstual dalam model penelitian ini berkaitan dengan

dukungan akademik (academic support), dan dukungan sosial

(social support) terhadap niat kewirausahaan mahasiswa

72

terdukung dalam penelitian ini.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem

pembelajaran kewirausahaan yang dapat memotivasi

munculnya ide-ide kreatif, penyediaan infrastruktur

untuk berlatih kewirausahaan di kampus serta adanya

contoh kesuksesan berwirausaha di lingkungan kampus

dapat meningkatkan niat kewirausahaan generasi muda.

Demikian juga, dorongan dari unsur-unsur lingkungan

sosial seperti motivasi dari teman dekat, orang-orang

yang dianggap penting serta keluarga ternyata terbukti

berpengaruh secara positif terhadap niat kewirausahaan

mahasiswa. Oleh karena itu, untuk mendorong timbulnya

niat mahasiswa untuk berwirausaha setelah lulus sarjana

nanti, perlu mendapat dukungan dari pihak keluarga dan

teman-teman terdekat. Lingkungan dunia usaha dalam

penelitian ini tidak terbukti berpengaruh terhadap niat

kewirausahaan mahasiswa. Hal ini dapat menjadi indikasi

adanya keraguan para mahasiswa terhadap dukungan

kondisi lingkungan usaha di Indonesia terhadap kegiatan

dunia usaha.

73

Rendahnya nilai R2 diduga disebabkan ditolaknya

tiga buah hipotesis penelitian dalam model ini. Di mana

R2 menunjukkan koefisien determinasi yaitu persentase

pengaruh variabel independen terhadap variabel

dependen. Artinya, persentase sumbangan pengaruh faktor

sikap sebesar 45% dan faktor kontekstual sebesar 33%

terhadap niat berwirausaha. Sisanya dipengaruhi

variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model ini.

Hal ini berbeda jika kedua faktor tersebut dimasukkan

dalam satu uji.

Tabel 9. Hasil Uji Regresi Faktor Sikap dan Konstektual

dengan Niat Wirausaha

Model R R SquareAdjusted RSquare

Std. Error of theEstimate

1 .922(a) .850 .735 .41940

a Predictors: (Constant), Environment Factor Support 4, Social Enviroment and Career 4, AcademicSupport 4, Autonomy and Authority 4, Security and Workload 3, Economic opportunity andchallenge 3, Economic opportunity and challenge 6, Social Enviroment and Career 2, Autonomyand Authority 1, Economic opportunity and challenge 7, Economic opportunity and challenge 1,Self Realization and Participation 2, Avoid Responsibility 3, Social Enviroment and Career 1, SelfRealization and Participation 1, Academic Support 1, Autonomy and Authority 2, Social Support 1,Environment Factor Support 1, Economic opportunity and challenge 4, Self Realization andParticipation 4, Perceived Confidence 1, Social Enviroment and Career 3, Academic Support 3,Security and Workload 5, Autonomy and Authority 5, Environment Factor Support 2, Security andWorkload 2, Autonomy and Authority 3, Economic opportunity and challenge 2, Economicopportunity and challenge 5, Security and Workload 4, Self Realization and Participation 3,Academic Support 2, Autonomy and Authority 6, Avoid Responsibility 1, Security and Workload 1,Perceived Confidence 2, Environment Factor Support 3, Social Support 3, Social Support 2, AvoidResponsibility 2, Perceived Confidence 3

Dalam hasil analisis regresi untuk faktor sikap dan

74

konstektual terhadap niat wirausaha, R2 meningkat

menjadi 85%. Hal ini menunjukkan keterikatan variabel

yang satu dengan yang lainnya sangat berpengaruh.

Berbeda jika hasil analisis hanya melibatkan satu

faktor nilai R2 menjadi kecil (di bawah 50%).

Adapun 15% variabel yang berpengaruh terhadap niat

generasi muda berwirausaha di bidang agribisnis dalam

penelitian ini dapat dimungkinkan dari faktor sosio

demografi yaitu pengalaman berwirausaha dan latar

belakang pekerjaan orangtua. Senada dengan penelitian

sebelumnya faktor yang mempengaruhi minat mahasiswa

berwirausaha adalah toleransi akan resiko berwirausaha,

keberhasilan diri, kebebasan dalam bekerja, dan

perbedaan dari tiap latar belakang pekerjaan orang tua

(Mahesa, 2012).

75

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada data-data yang diperoleh di

lapangan baik itu data sekunder maupun data primer

serta berdasarkan pada pembahasan yang dilakukan pada

bab sebelumnya ada beberapa hal yang dapat disimpulkan.

Kesimpulan ini nantinya dapat dijadikan dasar

pertimbangan penting dalam memajukan kegiatan wirausaha

di bidang agribisnis di Kabupaten Sleman pada

khususnya.

1. Faktor Sosio Demografi yang berpengaruh terhadap

niat generasi muda berwirausaha di bidang

agribisnis Kabupaten Sleman adalah pekerjaan orang

tua dan pengalaman berwirausaha. Jenis kelamin dan

bidang studi generasi muda tidak berpengaruh

terhadap niat berwirausaha di bidang agribisnis

Kabupaten Sleman.

2. Autonomy and Authority (Kewenangan dan Kebebasan yang

Dimiliki), Economic Opportunity and Challenge (Sikap yang

76

Dimiliki Dilihat dari Tantangan/Peluang Ekonomi),

Self Realization and Participation (Realisasi dan Partisipasi

yang Ditunjukkan), dan Perceived Confidence (Kepercayaan

Diri untuk Wirausaha) adalah faktor-faktor sikap

yang berpengaruh terhadap niat generasi muda

berwirausaha di bidang Agribisnis Kabupaten Sleman.

Sedangkan, Security and Work load (Beban Kerja yang

Dimiliki), Avoid Responsibility (Tanggungjawab yang

Dimiliki), dan Social Environment and Career (Lingkungan

Sosial dan Pekerjaan) adalah faktor dari sikap yang

tidak berpengaruh.

3. Faktor kontekstual dalam model penelitian ini

berkaitan dengan dukungan akademik (academic support)

dan dukungan sosial (social support) terhadap niat

kewirausahaan mahasiswa terdukung dalam penelitian

ini. Sedangkan, lingkungan dunia usaha (Environment

Factor Support) tidak mendukung atau tidak berpengaruh

terhadap niat berwirausaha.

B. Saran

Berdasar pada kesimpulan di atas, penulis ingin

77

menyarankan kepada pihak keluarga, lingkungan akademisi

dalam hal ini perguruan tinggi, dan pemerintah untuk

terus memacu timbulnya pengusaha-pengusaha baru. Dengan

makin banyaknya jumlah wirausahawan di Indonesia atau

melampaui 10% saja bisa menyatarakan Indonesia dengan

negara maju.