Hasil Penelitian Dan Pembahasan

57
73 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM LOKASI Berdasarkan sistem kerja surveilans di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian dengan mengambil lokasi penelitian yang disesuaikan dengan wilayah zona kerja surveilans di wilayah kota Yogyakarta. Zona kerja yang menjadi wilayah penelitian ini ialah Zona D yang membawahi wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo I, Umbulharjo II, Kotagede I, dan Kotagede II di Kota Yogyakarta dengan jumlah kelurahan sebanyak 10 kelurahan dalam Zona D terdiri dari Kelurahan Tahunan, Kelurahan Semaki, Kelurahan Mujamuju, Kelurahan Warungboto, Kelurahan Pandeyan, Kelurahan Sorosutan, dan Kelurahan Giwangan yang berada dalam wilayah Kecamatan Umbulharjo serta wilayah Kecamatan Kotagede yang terdiri dari Kelurahan Rejowinangun, Kelurahan Purbayan Dan Kelurahan Prenggan. 1. Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo I a. Kelurahan Pandeyan 1) Kondisi Geografis Kelurahan pandeyan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kelurahan Tahunan Dan Kelurahan Warungboto Sebelah Selatan : Kelurahan Giwangan Dan Kelurahan Sorosutan Sebelah Timur : Kecamatan Kotagede Sebelah barat : Kecamatan Mergangsan

Transcript of Hasil Penelitian Dan Pembahasan

73

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM LOKASI

Berdasarkan sistem kerja surveilans di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta

peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian dengan mengambil lokasi

penelitian yang disesuaikan dengan wilayah zona kerja surveilans di wilayah kota

Yogyakarta. Zona kerja yang menjadi wilayah penelitian ini ialah Zona D yang

membawahi wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo I, Umbulharjo II, Kotagede I,

dan Kotagede II di Kota Yogyakarta dengan jumlah kelurahan sebanyak 10

kelurahan dalam Zona D terdiri dari Kelurahan Tahunan, Kelurahan Semaki,

Kelurahan Mujamuju, Kelurahan Warungboto, Kelurahan Pandeyan, Kelurahan

Sorosutan, dan Kelurahan Giwangan yang berada dalam wilayah Kecamatan

Umbulharjo serta wilayah Kecamatan Kotagede yang terdiri dari Kelurahan

Rejowinangun, Kelurahan Purbayan Dan Kelurahan Prenggan.

1. Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo I

a. Kelurahan Pandeyan

1) Kondisi Geografis

Kelurahan pandeyan memiliki batas-batas wilayah sebagai

berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Tahunan Dan Kelurahan Warungboto

Sebelah Selatan : Kelurahan Giwangan Dan Kelurahan Sorosutan

Sebelah Timur : Kecamatan Kotagede

Sebelah barat : Kecamatan Mergangsan

74

Luas wilayahnya ± 118 Ha dengan luas area pemukiman seluas ±

105 Ha. Pada area perbatasan kelurahan sebelah timur dialiri oleh

sungai gadjah wong.

2) Kodisi Demografis

Kelurahan Pandeyan memiliki jumlah penduduk sebesar 11.940

jiwa, dengan jumlah laki-laki sebanyak 5.674 orang, jumlah

perempuan sebanyak 6.266 orang. Jumlah penduduk dengan usia < 12

tahun sebanyak 1.853 jiwa, usia ≥12 tahun sebanyak 10.087 jiwa.

Sebagian besar penduduk di kelurahan pandeyan merupakan pelajar

dengan jumlah 4.142 orang.

b. Kelurahan Warungboto

1) Kondisi Geografis

Kelurahan Warungboto memiliki batas-batas wilayah sebagai

berikut:

Sebelah utara : Kelurahan Mujamuju

Sebelah selatan : Kelurahan Pandeyan

Sebelah timur : Kelurahan Rejowinangun

Sebelah barat : Kelurahan Tahunan

Luas wilayah administrasi ± 30,48 Ha dengan luas area

pemukiman seluas ± 0,66 Ha. Pada area perbatasan kelurahan sebelah

timur dialiri sungai gadjah wong.

75

2) Kondisi Demografis

Kelurahan warungboto memiliki jumlah penduduk sebanyak

9.547 jiwa, dengan penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak

4.746 jiwa, perempuan sebanyak 4.801 jiwa. Sedangan jumlah

penduduk menurut usia <12 tahun sebanyak 1.523 jiwa, usia ≥12 tahun

sebanyak 8.024 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan warungboto

merupakan karyawan swasta dengan jumlah 9.56 orang.

c. Kelurahan Sorosutan

1) Kondisi Geografis

Kelurahan Sorosutan memiliki batas-batas wilayah sebagai

berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Pandeyan Dan Wirogunan

Sebelah Selatan : Kelurahan Tamanan

Sebelah Timur : Kelurahan Giwangan

Sebelah Barat : Kelurahan Brontokusuman Dan Bangunharjo

Luas wilayah administrasi ± 163,29 Ha dengan luas area

pemukiman seluas ± 144,01 Ha. Pada wilayah batas kelurahan sebelah

barat dialiri sungai.

2) Kondisi Demografis

Kelurahan Sorosutan memiliki jumlah penduduk sebanyak 14.291

jwa, dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 7053 jiwa dan

perempuan sebanyak 7238 orang. Sedangkan menurut kategori usia

<12 tahun sebanyak 2.488 jiwa dan ≥12 tahun sebanyak 11.803 jiwa.

76

Sebagian besar penduduk kelurahan Sorosutan merupakan karyawan

swasta dengan jumlah 1.933 orang.

d. Kelurahan Giwangan

1) Kondisi Geografis

Batas wilayah administrasi kelurahan giwangan sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Sorosutan, Kelurahan Pandeyan Dan

Prenggan.

Sebelah Selatan : Dusun Tamanan Kecamatan Banguntapan,

Kabupaten Bantul.

Sebelah Barat : Kelurahan Sorosutan Dan Dusun Tamanan,

Kabupaten Bantul.

Sebelah Timur : Kelurahan Prenggan Kotagede, Jagalan Dan

Singosaren Kabupaten Bantul.

Luas wilayah administrasi ± 126,0 Ha. Pada daerah batas

kelurahan sebelah timur dan utara merupakan daerah bantaran sungai.

2) Kondisi Demografis

Kelurahan giwangan memiliki jumlah penduduk sebanyak 7.352

jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 3.647 jiwa dan perempuan

sebanyak 2.720 jiwa. Sedangkan menurut usia 0-15 tahun sebanyak

1.689 jiwa, usia 15-65 sebanyak 5.261 jiwa dan usia 65 tahun keatas

402 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan giwangan merupakan

karyawan swasta dengan jumlah 1.519 orang.

77

2. Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo II

a. Kelurahan Tahunan

1) Kondisi Geografis

Batas wilayah kelurahan Tahunan sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Semaki

Sebelah Selatan : Kelurahan Pandeyan

Sebelah Barat : Kecamatan Mergangsan

Sebelah Timur : Kelurahan Warungboto

Luas wilayah administrasi ± 780 Ha. Pada wilayah batas

kelurahan sebelah barat merupakan daerah bantaran sungai.

2) Kondisi Demografis

Kelurahan tahunan memiliki jumlah penduduk sebanyak 8.943

jiwa dengah jumlah laki-laki sebanyak 4.455 jiwa dan perempuan

sebanyak 4.488 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk menurut usia 0-15

tahun sebanyak 2.159 jiwa, usia 16-65 tahun sebanyak 6.257 jiwa dan

>65 tahun sebanyak 527 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan

tahunan merupakan karyawan swasta.

b. Kelurahan Semaki

1) Kondisi Geografis

Batas wilayah kelurahan semaki sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kecamatan Gondokusuman

Sebelah Selatan : Kelurahan Tahunan

Sebelah Timur : Kelurahan Mujamuju

78

Sebelah Barat : Kecamatan Mergangsan

Luas wilayah administrasi ± 19,76 Ha dengan luas pemukiman ±

3,46 Ha. Pada daerah batas kelurahan sebelah barat merupakan daerah

bantaran sungai.

2) Kondisi Demografis

Kelurahan semaki memiliki jumlah penduduk sebanyak 5.310

jiwa dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 2.598 jiwa dan

perempuan sebanyak 2.712 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk

menurut usia <12 tahun sebanyak 917 jiwa dan usia ≥12 tahun

sebanyak 4.827 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan semaki

merupakan karyawan swasta.

c. Kelurahan Mujamuju

1) Kondisi Geografis

Batas-batas wilayah Kelurahan Mujamuju sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kecamatan Gondokusuman

Sebelah Selatan : Kelurahan Warungboto

Sebelah Timur : Kelurahan Rejowinangun

Sebelah Barat : Kelurahan Semaki

Luas wilayah administrasi ± 939 Ha dengan luas pemukiman ± 77

Ha. Pada wilayah batas kelurahan sebelah utara sampai dengan barat

merupakan daerah bantaran sungai.

79

2) Kondisi Demografis

Kelurahan Mujamuju memiliki jumlah penduduk sebanyak 10.986

jiwa dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 5.402 jiwa dan

perempuan sebanyak 5.584 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk

menurut usia <12 tahun sebanyak 1.834 jiwa dan usia ≥12 tahun

sebanyak 9.152 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan mujamuju

merupakan karyawan perusahaan swasta dan karyawan swasta.

3. Wilayah Kerja Puskesmas Kotagede I

a. Kelurahan Prenggan

1) Kondisi Geografis

Batas wilayah kelurahan Prenggan sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Rejowinangun

Sebelah Selatan : Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul

Sebelah Barat : Kelurahan Pandeyan

Sebelah Timur : Kelurahan Purbayan

Luas wilayah administrasi ± 99 Ha. Pada wilayah batas kelurahan

sebelah barat merupakan daerah bantaran sungai.

2) Kondisi Demografis

Kelurahan Prenggan memiliki jumlah penduduk sebanyak 11.903

jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 5.534 jiwa dan perempuan

sebayak 5.943 jiwa. Sedangan jumlah penduduk menurut usia 0-15

tahun sebanyak 2.514 jiwa, usia 16-65 tahun sebanyak 8.020 jiwa dan

80

usia >65 tahun sebanyak 750 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan

prenggan merupakan karyawan swasta.

b. Kelurahan Purbayan

1) Kondisi Geografis

Batas-batas wilayah kelurahan Purbayan sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Banguntapan, Bantul

Sebelah Selatan : Desa Singosaren Dan Desa Wirokerten, Bantul

Sebelah Barat : Kelurahan Prenggan

Sebelah Timur : Desa Bangutapan, Bantul

Luas wilayah administrasi ± 83 Ha. Kelurahan Purbayan tidak

memiliki daerah bantaran sungai.

2) Kondisi Demografis

Kelurahan Purbayan memiliki jumlah penduduk sebanyak 11.284

jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 4.794 jiwa dan perempuan

sebanyak 5.750 jiwa. Sedangakan jumlah penduduk menurut usia 0-15

tahun sebanyak 2.256 jiwa, usia 16-65 tahun sebanyak 6.875 jiwadan

usia >65 tahun sebanyak 660 jiwa. Sebagian penduduk kelurahan

Purbayan merupakan karyawan swasta.

81

4. Wilayah Kerja Puskesmas Kotagede II

Kelurahan Rejowinangun

1) Kondisi Geografis

Batas-batas wilayah kelurahan Rejowinangun sebagai berikut:

Sebelah utara : Desa Banguntapan

Sebelah selatan : Kelurahan Prenggan

Sebelah barat : Kelurahan Warungboto

Sebelah timur : Desa Banguntapan

Luas wilayah administrasi ± 1250 Ha. Pada batas wilayah

kelurahan sebelah barat merupakan daerah bantaran sungai.

2) Kondisi Demografis

Kelurahan Rejownangun memiliki jumlah penduduk sebanyak

11.913 jiwa dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 5.970 jiwa dan jenis

kelamin perempuan sebanyak 5.943 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk

menurut usia 0-15 tahun sebanyak 3.099 jiwa, usia 16-65 tahun sebanyak

11.382 jiwa dan usia >65 tahun sebanyak 533 jiwa. Sebagian besar

penduduk kelurahan rejowinangun merupakan karyawan swasta.

82

Gambar 4.1

Peta Lokasi Penelitian (Wilayah Zona D) Kota Yogyakarta

Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo I, Puskesmas Umbulharjo II, Puskesmas Kotagede I, Dan Puskesmas Kotagede II

82

83

B. HASIL PENELITIAN

1. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini diperoleh sampel berjumlah 104 sampel yang

merupakan penderita demam berdarah dengue (DBD) dalam Zona D wilayah

kota Yogyakarta pada tahun 2012. Karakteristik responden dalam penelitian ini

meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.

a. Menurut Umur

Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D

kota Yogyakarta menurut kategori umur disajikan pada tabel 4.1

Tabel 4.1

Karakteristik Responden Menurut Umur

Dalam Zona D Wilayah

Kota Yogyakarta

Tahun 2013

No. Kategori Umur Frekuensi Prosentase (%)

1. < 12 tahun 50 48,1%

2. ≥ 12 tahun 54 51,9%

Total 104 100%

Sumber: Data Primer Terolah

Berdasarkan tabel 4.1. dari total 104 penderita demam berdarah

dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD dibawah umur 12

tahun berjumlah 50 penderita dengan prosentase 48,1% dan penderita DBD

umur 12 tahun keatas berjumlah 54 penderita dengan prosentase 51,9%.

84

b. Menurut Jenis Kelamin

Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D

kota Yogyakarta menurut jenis kelamin disajikan pada tabel 4.2

Tabel 4.2

Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin

Dalam Zona D Wilayah

Kota Yogyakarta

Tahun 2013

No. Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%)

1. Laki-laki 48 46,2%

2. Perempuan 56 53,8%

Total 104 100%

Sumber: Data Primer Terolah

Berdasarkan tabel 4.2. dari total 104 penderita demam berdarah

dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD dengan jenis kelamin

laki-laki berjumlah 48 penderita dengan prosentase 46,2% dan penderita

DBD dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 56 penderita dengan

prosentase 53,8%.

c. Menurut Pendidikan

Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D

kota Yogyakarta menurut pendidikan disajikan pada tabel 4.3

85

Tabel 4.3

Karakteristik Responden Menurut Pendidikan

Dalam Zona D Wilayah

Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Sumber: Data Primer Terolah

Berdasarkan tabel 4.3. dari total 104 penderita demam berdarah

dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD berpendidikan

tidak/belum tamat SD berjumlah 52 penderita dengan prosentase 50%,

penderita DBD berpendidikan tamat SD berjumlah 8 penderita dengan

prosentase 7,7%, penderita DBD berpendidikan tamat SMP/Sederajat

berjumlah 9 penderita dengan prosentase 8,7%, penderita DBD

berpendidikan tamat SMA/Sederajat berjumlah 27 penderita dengan

prosentase 26%, dan penderita DBD berpendidikan tamat perguruan tinggi

berjumlah 8 penderita dengan prosentase 7,7%.

d. Menurut Pekerjaan

Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D

kota Yogyakarta menurut pekerjaan disajikan pada tabel 4.4

No. Pendidikan Frekuensi Prosentase (%)

1. Tidak/Belum Tamat SD 52 50,0%

2. Tamat SD 8 7,7%

3. Tamat SMP/Sederajat 9 8,7%

4. Tamat SMA/Sederajat 27 26,0%

5. Tamat Perguruan Tinggi 8 7,7%

Total 104 100%

86

Tabel 4.4

Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan

Dalam Zona D Wilayah

Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Sumber: Data Primer Terolah

Berdasarkan tabel 4.4 dari total 104 penderita Demam Berdarah

Dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD bekerja sebagai

PNS/TNI/POLRI berjumlah 5 penderita dengan prosentase 4,8%, bekerja

sebagai karyawan swasta berjumlah 5 penderita dengan prosentse 4,8%,

bekerja sebagai buruh berjumlah 3 penderita dengan prosentase 2,9%,

bekerja sebagai wiraswasta berjumlah 8 penderita dengan prosentase 7,7%

dan penderita DBD untuk kalangan mahasiswa/pelajar berjumlah 33

penderita dengan prosentase 31,7%, kalangan ibu rumah tangga berjumlah

2 penderita dengan prosentase (1,9%) dan kalangan tidak bekerja berjumlah

48 penderita dengan prosentase 46,1%.

No. Pekerjaan Frekuensi Prosentase (%)

1. PNS/TNI/POLRI 5 4,8%

2. Karyawan Swasta 5 4,8%

3. Buruh 3 2,9%

4. Wiraswasta 8 7,7%

5. Mahasiswa/Pelajar 33 31,7%

6. Ibu rumah tangga 2 1,9%

7. Tidak bekerja 48 46,1%

Total 104 100%

87

2. Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah

Dalam penelitian ini katakteristik kondisi lingkungan rumah meliputi

keberadaan tanaman hias, keberadaan barang-barang bekas dan kondisi

ventilasi rumah.

a. Keberadaan Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan

Keberadaan tanaman hias dan tanaman pekarangan merupakan faktor

risiko yang dapat mempengaruhi penyebaran penyakit Demam Berdarah

Dengue (DBD) dari segi kondisi lingkungan rumah. Pada tabel 4.5

disajikan frekuensi penderita DBD menurut keberadaan tanaman hias dan

tanaman pekarangan dalam Zona D kota Yogyakarta.

Tabel 4.5

Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah Menurut Keberadaan

Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan

Dalam Zona D Wilayah

Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Keberadaan Tanaman Hias dan

Tanaman Pekarangan

Frekuensi Prosentase (%)

Ada 87 83,7%

Tidak ada 17 16,3%

Total 104 100%

Sumber: Data Primer Terolah

Melihat pada tabel 4.5. Distribusi penderita DBD menurut

keberadaan tanaman hias dan tanaman pekarangan dengan total 104

penderita. Penderita DBD yang ditemukan atau memiliki tanamah hias dan

tanaman pekarangan berjumlah 87 penderita dengan prosentase 83,7% dan

tidak ditemukan atau tidak memiliki tanaman hias dan tanaman pekarangan

berjumlah 17 penderita dengan prosentase 16,3%.

88

b. Keberadaan Barang-barang Bekas

Keberadaan barang-barang bekas merupakan kondisi lingkungan

rumah yang dapat menjadi tempat hidup jentik-jentik nyamuk pada

penyebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD). Tabel 4.6 disajikan

frekuensi keberadaan barang-barang bekas dalam Zona D kota Yogyakarta.

Tabel 4.6

Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah

Menurut Keberadaan Barang-barang Bekas

Dalam Zona D Wilayah

Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Keberadaan Barang-barang

Bekas

Frekuensi Prosentase (%)

Ada 53 51,0%

Tidak ada 51 49,0%

Total 104 100%

Sumber: Data Primer Terolah

Pada tabel 4.6. distribusi penderita DBD menurut keberadaan

barang-barang bekas dapat dilihat penderita DBD yang ditemukan atau

menyimpan barang-barang bekas di lingkungan rumah berjumlah 53

penderita dengan prosentase 51,0% dan penderita DBD yang tidak

ditemukan atau tidak menyimpan barang-barang bekas di lingkungan

rumah berjumlah 51 penderita dengan prosentase 49,0%.

c. Kondisi Ventilasi Rumah

Kondisi ventilasi rumah merupakan faktor yang menjadi jalan

masuknya vektor nyamuk penyebab DBD kedalam rumah. Tabel 4.7

disajikan distribusi frekuensi kondisi ventilasi rumah pada penyebaran

penyakit DBD dalam zona D di kota Yogyakarta.

89

Tabel 4.7

Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah

Menurut Kondisi Ventilasi Rumah

Dalam Zona D Wilayah Kota

Yogyakarta

Tahun 2013

Kondisi Ventilasi Rumah Frekuensi Prosentase (%)

Tertutup Kawat Kasa 11 10,6%

Tidak Tertutup Kawat Kasa 93 89,4%

Total 104 100%

Sumber: Data Primer Terolah

Dari tabel 4.7. distribusi penderita DBD menurut kondisi ventilasi

rumah dapat dilihat kondisi ventilasi rumah penderita DBD tertutup kawat

kasa berjumlah 11 penderita dengan prosentase 10,6% dan kondisi

ventilasi rumah yang tidak tertutup kawat kasa berjumlah 93 penderita

dengan prosentase 29,8%.

3. Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta

Zona D merupakan salah satu bagian dari zona kerja sistem surveilans

dengan membawahi wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo I, Puskesmas

Umbulharjo II, Puskesmas Kotagede I Dan Puskesmas Kotagede II yang

menjadi daerah endemis demam berdarah dengue di wilayah kota Yogyakarta.

Data pada tahun 2012 menunjukkan jumlah kejadian demam berdarah dengue

paling tinggi berada dalam Zona D dan kejadian kasus demam berdarah dengue

dalam Zona D dapat dilihat pada tabel 4.8 sementara untuk peta persebaran

kasus demam berdarah dengue dalam Zona D dapat dilihat pada gambar 4.2

90

Tabel 4.8

Kejadian DBD Dalam Zona D Di Wilayah

Kota Yogyakarta

Tahun 2012

Kelurahan Puskesmas Jumlah

Kasus DBD

Jumlah

Penduduk

IR Per

10.000

Penduduk

Pandeyan Pusk.

Umbulharjo I

12 11940 10,05

Giwangan 8 7352 10,88

Sorosutan 24 14291 16,79

Warungboto 17 9547 17,80

Mujamuju Pusk.

Umbulharjo II

6 10986 5,46

Tahunan 13 8943 14,53

Semaki 8 5310 15,06

Purbayan Pusk.

Kotagede I

7 11284 6,20

Prenggan 10 11903 8,40

Rejowinangun Pusk.

Kotagede II

16 11913 13,43

Sumber: Profil Kelurahan & DINKES Kota Yogyakarta, 2012

Pada tabel 4.9 menunjukkan persebaran kasus demam berdarah dengue

dengan angka kejadian atau insiden rate masing-masing pada setiap kelurahan

yang berada dalam Zona D wilayah kota Yogyakarta. Persebaran kasus dengan

insiden rate paling tinggi (IR per 10.000 penduduk) berada di kelurahan

Warungboto. Sementara persebaran kasus dengan insiden rate (IR per 10.000

penduduk) paling rendah berada di kelurahan Mujamuju.

91

Gambar 4.2

Peta Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Tahun 2012

91

92

4. Curah Hujan Dengan Kasus DBD Dalam Zona D

Curah hujan merupakan salah satu faktor iklim yang dapat

mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue terutama terhadap

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor

(pembawa) penyakit. Curah hujan akan menambah banyaknya

genangan air sehingga akan menyebabkan juga banyaknya tempat

perkembangbiakan vektor (breeding place). Curah hujan dengan kasus

demam berdarah dengue dapat dilihat pada tabel 4.9

Tabel 4.9

Curah Hujan Dan Hari Hujan Dengan Kasus

Demam Berdarah Dengue (DBD) Dalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2012

Bulan Curah Hujan

(mm)

Jumlah

Hari Hujan

Jumlah

Kasus

DBD

Januari 242,0 19 3

Februari 278,0 17 13

Maret 142,0 12 3

April 119,0 13 14

Mei 38,0 2 13

Juni 0 0 15

Juli 0 0 7

Aguatus 0 0 2

September 0 0 5

Oktober 63,0 5 4

November 170,0 12 12

Desember 409,0 8 30

Sumber: BMKG Yogyakarta & DINKES Kota Yogyakarta, 2012

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa curah hujan terendah sebesar 38,0

mm dengan jumlah hari hujan selama 2 hari pada bulan mei dan curah

hujan tertinggi sebesar 409,0 mm dengan jumlah hari hujan selama 8

93

hari pada bulan desember. Curah hujan di wilayah kota Yogyakarta

berkisar antara 38,0 mm - 409,0 mm. Kasus demam berdarah dengue

tertinggi berada pada bulan desember sebanyak 30 kasus dengan curah

hujan sebesar 409,0 mm, sementara kasus terendah berada pada bulan

agustus sebanyak 2 kasus dengan curah hujan sebesar 0 mm.

Keterkaitan antara curah hujan dengan kejadian demam berdarah

dengue dalam Zona D wilayah Kota Yogyakarta disajikan pada

gambar 4.7

Gambar 4.3 menerangkan bahwa kasus demam berdarah dengue

banyak terjadi pada bulan oktober – april yang merupakan musim

penghujan dengan durasi hari hujan yang cukup lama dan terjadi

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des

Curah Hujan (mm) 242 278 142 119 38 0 0 0 0 63 170 409

Jumlah Hari Hujan 19 17 12 13 2 0 0 0 0 5 12 8

Jumlah Kasus DBD 3 13 3 14 13 15 7 2 5 4 12 30

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Gambar 4.3

Curah Hujan Dan Hari Hujan Dengan Kasus DBD Dalam Zona

D Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2012

94

penurunan kasus demam berdarah dengue terjadi pada bulan juli –

september yang merupakan puncak musim kemarau.

5. Suhu Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D

Suhu udara juga merupakan faktor kondisi iklim yang dapat

mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue dengan berpengaruh

pada perkembangan vektor nyamuk penyebab penyakit. Pada suhu

udara rendah nyamuk dapat bertahan tetapi dengan metabolisme

menurun dan akan berhenti sama sekali apabila suhu turun di bawah

suhu kritis. Pada suhu optimal untuk perkembangan nyamuk akan

berkembang dengan cepat. Keadaaan suhu udara dengan kasus demam

berdarah dengue dapat dilihat pada tabel 4.10

Tabel 4.10

Suhu Udara Dengan Kasus Demam Berdarah

Dengue (DBD) Dalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2012

Bulan Rata-rata Suhu Udara

(oC)

Jumlah Kasus

DBD

Januari 27,4 3

Februari 27,2 13

Maret 27,1 3

April 27,7 14

Mei 27,3 13

Juni 26,6 15

Juli 25,2 7

Agustus 25,2 2

September 26,8 5

Oktober 28,0 4

November 28,1 12

Desember 27,6 30

Sumber: BMKG Yogyakarta & DINKES Kota Yogyakarta, 2012

95

Tabel 4.10 menerangkan bahwa suhu terendah sebesar 25,2oC pada

bulan juli dan agustus dan suhu tertinggti terjadi pada bulan november

sebesar 28,1oC. Kisaran suhu udara di wilayah kota Yogyakarta

berkisar antara 25,2oC – 28,1

oC. Kejadian demam berdarah dengue

tertinggi terjadi pada bulan desember sebanyak 30 kasus dan terendah

terjadi pada bulan agustus sebanyak 2 kasus. Pada bulan desember

merupakan puncak musim penghujan sehingga meningkatkan suhu

udara dan kelembaban udara.

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa pada suhu diatas 27oC kasus

demam berdarah dengue mengalami peningkatan. Pada bulan

desember jumlah kasus demam berdarah dengue paling tinggi.

Gambar 4.4

Suhu Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2012

0

5

10

15

20

25

30

35

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Suhu Udara Kasus DBD

96

6. Kelembaban Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D

Selain curah hujan dan suhu udara, kondisi iklim yang dapat

mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue ialah kelembaban

udara. Kelembaban udara yang tinggi dapat mempercepat penetasan

telur nyamuk Aedes aegypti. Keadaan kelembapan udara dengan kasus

demam berdarah dengue dapat dilihat pada tabel 4.11

Tabel 4.11

Kelembaban Udara Dengan Kasus Demam

Berdarah Dengue (DBD)Dalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2012

Bulan Rata-rata Kelembaban

Udara (%)

Jumlah Kasus

DBD

Januari 82,4 3

Februari 82,9 13

Maret 82,2 3

April 81,8 14

Mei 82,0 13

Juni 80,6 15

Juli 78,0 7

Agustus 75,4 2

September 74,5 5

Oktober 77,7 4

November 82,0 12

Desember 82,7 30

Sumber: BMKG Yogyakarta & DINKES Kota Yogyakarta,2012

Tabel 4.11 menunjukkan bahwa kelembaban udara tertinggi

sebesar 82,9% terjadi pada bulan februari dan kelembaban udara

paling rendah sebesar 74,5% terjadi pada bulan september. Kisaran

kelembaban udara di wilayah kota Yogyakarta berkisar 74,5% -

97

82,9%. Kejadian demam berdarah dengue paling rendah sebesar 2

kasus pada bulan agustus dengan kelembaban udara sebesar 75,2%.

Gambar 4.5 menerangkan keterkaitan kelembaban udara dengan

kejadian demam berdarah dengue dalam Zona D di wilayah kota

Yogyakarta. Kelembaban udara diatas 80% dapat meningkatkan

jumlah kasus demam berdarah dengue. Kelembaban udara optimum

untuk perkembangan telur nyamuk berkisar anatara 60% - 80%.

Gambar 4.5

Kelembapan Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2012

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Kelembapan Udara Kasus DBD

98

7. Kepadatan Penduduk Dengan Kasus DBD Dalam Zona D

Kota Yogyakarta sebagai ibu kota provinsi DIY merupakan pusat

perekonomian dan kota pelajar sebagai tempat berkumpulnya para

mahasiswa dari berbagai daerah menyebabkan tingginya kepadatan

penduduk kota. Distribusi Kepadatan penduduk dengan kasus demam

berdarah dengue dalam Zona D wilayah kota Yogyakarta tahun 2012

disajikan pada tabel 4.12

Tabel 4.12

Kepadatan Penduduk Dengan Kasus Demam

Berdarah Dengue (DBD)Dalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2012

Kelurahan Kepadatan Penduduk

(Jiwa/km2)

Jumlah

Kasus

DBD

IR Per

10.000

Penduduk

Mujamuju 1170 6 5,46

Purbayan 13596 7 6,20

Prenggan 12024 10 8,40

Pandeyan 10119 12 10,05

Sorosutan 8768 24 16,79

Warungboto 31405 17 17,80

Semaki 27948 8 15,06

Rejowinangun 9531 16 13,43

Giwangan 5835 8 10,88

Tahunan 11466 13 14,53

Sumber: Profil kelurahan & DINKES Kota Yogyakarta, 2012

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa penduduk paling padat bearada di

kelurahan warungboto sebesar 31405 jiwa/km2 sedangkan kepadatan

penduduk paling rendah berada di kelurahan Mujamuju sebesar 1170

jiwa/km2. Insiden Rate (IR) demam berdarah dengue paling tinggi

99

berada di kelurahan Warungboto sebesar IR = 17,80 per 10.000

penduduk. Sementara insiden rate kasus demam berdarah paling

rendah berada di kelurahan Mujamuju sebesar IR = 5,46 per 10.000

penduduk. Overlay kepadatan penduduk dan sebaran kasus demam

berdarah dengue dapat dilihat pada gambar 4.6

100

Gambar 4.6

Overlay Kepadatan Penduduk Dan Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Di Wilayah Kota Yogyakarta

99

101

8. Angka Bebas Jentik (ABJ) Dengan Kasus DBD Dalam Zona D

Angka bebas jentik juga berpengaruh pada kejadian demam

berdarah dengue. ABJ dapat memberikan gambaran tentang kepadatan

vektor nyamuk Aedes aegypti pada suatu wilayah.

Tabel 4.13

Angka Bebas Jentik (ABJ) Dengan Kasus Demam

Berdarah Dengue Dalam Zona D Wilayah

Kota Yogyakarta

Tahun 2012

Wilayah Kerja

Angka

Bebas

Jentik

(ABJ) (%)

Jumlah

Penduduk

Jumlah

Kasus

DBD

IR Per

10.000

Penduduk

Pusk. Umbulharjo I 75,68 43130 67 15,53

Pusk. Umbulharjo II 76,28 25673 24 9,34

Pusk. Kotagede I 75,97 23187 17 7,33

Pusk. Kotagede II 77,73 11913 16 13,43

Sumber: Profil Kelurahan & DINKES Kota Yogyakarta, 2012

Tabel 4.13 menunjukkan bahwa angka bebas jentik paling tinggi

sebesar 77,73% berada di wilayah kerja puskesmas Kotagede II

dengan jumlah kasus demam berdarah dengue sebanyak 16 kasus (IR

= 13,43). Sedangkan ABJ paling rendah sebesar 75,68% berada di

wilayah kerja puskesmas Umbulharjo I dengan jumlah kasus demam

berdarah dengue sebanyak 68 kasus (IR = 15,53). Overlay Angka

Bebas Jentik (ABJ) dan sebaran kasus DBD pada gambar 4.7

102

Gambar 4.7

Overlay ABJ Dan Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Kota Yogyakarta

101

103

9. Pola Persebaran Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)

Untuk melihat pola persebaran kasus demam berdarah dengue dalam

Zona D wilayah Kota Yogyakarta dengan menggukan buffer jarak terbang

nyamuk radius 200 meter dan pengelompokan kasus (Cluster). Pola

sebaran kasus demam berdarah dengue dalam Zona D berdasarkan buffer

jarak terbang nyamuk dapat dilihat pada gambar 4.8 terlihat bahwa pola

persebarannya cenderung menjalar melalui suatu polulasi dari satu daerah

ke daerah lain dimana proses menjalarnya terjadi kontak langsung antara

manusia dengan vektor penyebab penyakit.

Pada penelitian ini untuk melihat pengelompokan/clustering penyakit

demam berdarah dengue menggunakan satu pendekatan yakni analisis

tetangga terdekat dengan menggunakan Average Nearst Neighbor.

Analisis tetangga terdekat merupakan suatu pendekatan untuk melihat

pola persebaran penyakit demam berdarah dengue. Adapun pola dalam

pendekatan ini adalah seragam (uniform), acak (random), dan

mengelompok (cluster). Hasil analisis tetangga terdekat diperoleh nilai Z

= -17,002937 dan p = 0,000000. Dengan melihat nilai p < 0,05 maka dapat

dinyatakan bahwa pola persebaran penyakit demam berdarah dengue

mempunyai kecenderungan kearah pola cluster atau mengelompok. Peta

cluster demam berdarah dengue dapat dilihat pada gambar 4.9. Serta peta

arah trend persebaran kasus DBD dapat dilihat pada gambar 4.10.

104

Gambar 4.8

Buffer Berdasarkan Jarak Terbang Nyamuk Aedes aegypti Radius 200 meter

Pola Sebaran Cenderung Menjalar Dan Terjadi Kontak Antara Vektor Dengan Host

103

105

Gambar 4.9

Cluster Persebaran Kasus DBD Dalam Zona D

Membentuk Pola Sebaran Mengelompok Dalam Ruang (Spasial)

104

106

105

Gambar 4.10

Arah Trend Persebaran Kasus DBD Dalam Zona D Di Wilayah Kota Yogyakarta

Arah Pola Pergerakan Persebaran Kasus Menuju Barat Daya – Timur Laut

107

10. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui kecenderungan

variabel penelitian dalam penyebaran penyakit demam berdarah

dengue dengan menggunakan uji chi kuadrat/chi square (X2) satu

sampel. Variabel yang masuk dalam analisis ini ialah karakteristik

responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.

Serta dari karakteristik kondisi lingkungan rumah meliputi keberadaan

tanaman hias/pekarangan, keberadaan barang-barang bekas dan

kondisi ventilasi rumah.

a. Umur

Umur merupakan salah satu faktor risiko dari karakteristik

penderita demam berdarah dengue sebagai pejamu (host) yang

dihinggapi virus dengue dan sasaran gigitan nyamuk Aedes

aegypti.

Tabel 4.14

Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD

Menurut Umur Pada Penyebaran

Penyakit DBD Dalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Kategori Umur Frekuensi X2 X

2 tabel

Asymp.sig

(p-value)

< 12 tahun 50 0,615 3,841 0,433

≥ 12 tahun 54

Sumber: Data Primer Terolah

Tabel 4.14 menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan

penderita demam berdarah dengue untuk karakteristik umur dalam

108

penyebaran penyakit DBD. Dapat dilihat dari nilai p-value >0,05

atau nilai chi kuadrat hitung < chi kuadrat tabel.

b. Jenis Kelamin

Tabel 4.15

Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD

Menurut Jenis Kelamin Pada Penyebaran

Penyakit DBD Dalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Jenis Kelamin Frekuensi X2 X

2 tabel

Asymp.sig

(p-value)

Laki-laki 48 0,154 3,841 0,695

Perempuan 56

Sumber: Data Primer Terolah

Tabel 4.15 menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan

penderita demam berdarah dengue dari karakteristik jenis kelamin

dalam penyebaran penyakit DBD, karena dilihat dari nilai p-value

>0,05 atau nilai chi kuadrat hitung < chi kuadrat tabel.

c. Pendidikan

Tabel 4.16

Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD

Menurut Pendidikan Pada Penyebaran

Penyakit DBD Dalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Pendidikan Frekuensi X2

X2

tabel

Asymp.sig

(p-value)

Tidak/Belum Tamat SD 52

71,096 9,488 0,000

Tamat SD 8

Tamat SMP/Sederajat 9

Tamat SMA/Sederajat 27

Tamat Perguruan Tinggi 8

Sumber: Data Primer Terolah

109

Tabel 4.16 menunjukkan bahwa ada kecenderungan penderita

demam berdarah dengue dari karakteristik pendidikan dalam

penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Dapat dilihat dari

nilai p-value <0,05 atau nilai chi kuadrat hitung > chi kuadrat tabel.

d. Pekerjaan

Tabel 4.17

Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD

Menurut Pekerjaan Pada Penyebaran

Penyakit DBD Dalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Pekerjaan Frekuensi X2

X2

tabel

Asymp.sig

(p-value)

PNS/TNI/POLRI 5

132,923 12,592 0,000

Swasta 5

Buruh 3

Wiraswasta 8

Mahasiswa/Pelajar 33

Ibu rumah tangga 2

Tidak Bekerja 48

Sumber: Data Primer Terolah

Tabel 4.17 menunjukkan bahwa ada kecenderungan yang

signifikan penderita demam berdarah dengue dari karakteristik

pekerjaan dengan penyebaran penyakit DBD. Karena dilihat dari

nilai p-value <0,05 atau nilai chi kuadrat hitung > chi kuadrat tabel.

110

e. Keberadaan Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan

Tabel 4.18

Kecenderungan Keberadaan Tanaman Hias dan

Tanaman Pekarangan Pada Penyebaran

Penyakit DBD Dalam Zona D Wilayah

Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Keberadaan Tanaman

Hias/Pekarangan Frekuensi X

2

X2

tabel

Asymp.sig

(p-value)

Ada 87 47,115 3,841 0,000

Tidak ada 17

Sumber: Data Primer Terolah

Tabel 4.18 menunjukkan bahwa ada kecenderungan kondisi

lingkungan rumah pada penyebaran penyakit demam berdarah

dengue dari karakteristik keberadaan tanaman hias dan tanaman

pekarangan. Dilihat dari nilai p-value < 0,05 atau nilai chi kuadrat

hitung > chi kuadrat tabel.

f. Keberadaan Barang-barang Bekas

Tabel 4.19

Kecenderungan Keberadaan Barang-barang Bekas

Pada Penyebaran Penyakit DBDDalam Zona D

Wilayah Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Keberadaan

Barang-barang

Bekas

Frekuensi X2

X2

tabel

Asymp.sig

(p-value)

Ada 53 0,038 3,841 0,845

Tidak ada 51

Sumber: Data Primer Terolah

Tabel 4.19 menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan

keberadaan barang-barang bekas pada penyebaran penyakit demam

111

berdarah dengue. Dilihat dari nilai p-value > 0,05 atau nilai chi

kuadrat hitung < chi kuadrat tabel.

g. Kondisi Ventilasi Rumah

Tabel 4.20

Kecenderungan Kondisi Ventilasi Rumah

Pada Penyebaran Penyakit DBD

Dalam Zona D Wilayah

Kota Yogyakarta

Tahun 2013

Kondisi Ventilasi

Rumah Frekuensi X

2

X2

tabel

Asymp.sig

(p-value)

Tertutup Kawat Kasa 11

64,654 3,841 0,000 Tidak Tertutup Kawat

Kasa 93

Sumber: Data Primer Terolah

Tabel 4.20 menunjukkan bahwa ada kecenderungan kondisi

ventilasi rumah pada penyebaran penyakit demam berdarah

dengue. Dapat dilihat dari nilai p-value < 0,05 atau nilai chi kuadrat

hitung > chi kuadrat tabel.

112

C. PEMBAHASAN

1. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan Umur

Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada

kecenderungan penderita demam berdarah dengue dari karakteristik umur

pada penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Sehingga dapat

dikatakan penderita demam berdarah dengue dalam Zona D menyerang

semua kategori umur.

Penyakit demam berdarah dengue dapat menyerang semua

kelompok umur bukan hanya pada kelompok umur dibawah umur 12

tahun saja yakni anak-anak akan tetapi dapat juga menyerang kelompok

umur 12 tahun keatas yakni dewasa muda dan dewasa tua. Soegeng

Soegijanto dalam bukunya yang berjudul “Demam Berdarah Dengue”

menyatakan penyakit demam berdarah dengue tidak hanya cenderung

terjadi pada anak kelompok usia 4-5 tahun. Namun telah terjadi

pergeseran kasus yang mengarah juga pada kelompok usia 15 – 44 tahun.

Berarti penyakit ini menyerang kelompok masyarakat yang mempunyai

potensi dalam pembangunan.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya kebanyakan kasus demam

berdarah dengue di malaysia pada kalangan umur adalah sama (Bakar

et.al, 2004). Sementara dalam penelitian yang dilakukan oleh Ipa et.al

pada tahun 2004 di daerah ciamis, jawa barat menghasilkan infeksi virus

dengue banyak terjadi pada usia 10 – 19 tahun. Hal ini dikarenakan orang

113

dewasa yang terinfeksi satu strain virus tidak kebal. Beberapa penyakit

tertentu pada bayi (anaka balita) dan orang tua lebih mudah terserang.

Sedangkan pada usia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal

terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan

karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah

(Notoatmodjo, 2007).

Menurut Depkes (2011) menjelaskan bahwa semua orang rentan

terhadap penyakit demam berdarah dengue. Penderita yang sembuh dari

infeksi dengan satu jenis serotipe akan memberikan kekebalan homolog

seumur hidup. Tetapi tidak memberikan perlindungan yang sama terhadap

infeksi serotipe yang berbeda.

2. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan Jenis

Kelamin Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Jenis kelamin merupakan salah satu dari faktor-faktor yang

mempengaruhi kekebalan selain usia. Kekebalan berdasarkan jenis

kelamin hanya berpengaruh pada penyakit menular tertentu

(Notoatmodjo, 2007).

Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada kecenderungan

penderita demam berdarah dengue dari karakteristik jenis kelamin pada

penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Jadi, penderita demam

berdarah dengue dalam Zona D terjadi pada laki-laki dan perempuan.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya pada lima RSUD di Jakarta

tidak ada perbedaan penderita demam berdarah dengue berdasarkan usia

114

dan jenis kelamin (Avrina et.al, 2010). Hal yang berbeda diungkapkan

oleh Bakar et.al, (2004) dalam penelitiannya di malaysia bahwa penderita

demam berdarah dengue lebih banyak terjadi pada kaum laki-laki

daripada perempuan. Dikarenakan pada penelitian sebelumnya

menyatakan berkaitan dengan aktivitas luar rumah dan jangkitan di

lingkungan tempat bekerja.

Hasyimi et.al, dalam penelitiannya menghasilkan responden jenis

kelamin laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang hampir sama

(OR 1 dan 0,98 (0,72-1,33). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa antara

laki-laki dan perempuan memiliki peluang untuk terjangkit DBD adalah

sama (M. Hasyimi et.al, 2007). Hal yang serupa dikemukakan oleh

Kemenkes RI, 2010 dalam “Buletin Jendela Epidemiologi Demam

Berdarah Dengue” bahwa risiko terkena demam berdarah dengue untuk

laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin.

3. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan

Pendidikan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada

kecenderungan karakteristik penderita demam berdarah dengue

berdasarkan pendidikan pada penyebaran penyakit demam berdarah

dengue dalam Zona D di wilayah Kota Yogyakarta tahun 2012. Penderita

demam berdarah dengue di dominasi oleh pendidikan tidak/belum tamat

sekolah dasar sebanyak 52 penderita (50,0%) dari total 104 penderita

demam berdarah dengue.

115

Pada penderita dengan pendidikan tidak/belum tamat sekolah dasar

(balita dan anak usia sekolah) belum dapat memahami tentang perilaku

pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan derajat kesehatannya. Sehingga

diperlukan peran orang yang lebih dewasa dan matang dalam

membimbing mereka. Notoatmodjo (2007) dalam bukunya yang berjudul

“Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni” menjelaskan bahwa Pendidikan

merupakan proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah

yang lebih dewasa, lebih matang pada diri individu dan kelompok atau

masyarakat. Berdasar pada asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial

dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat

selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih

dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu dan sebagainya). Dalam

mencapai tujuan tersebut seorang individu, kelompok atau masyarakat

tidak terlepas dari belajar.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa di daerah Cimanggis,

Depok, Jawa Barat kebanyakan penderita demam berdarah dengue adalah

pada tingkat pendidikan belum sekolah dan SD (61%) (Wahyono et.al

dalam Kemenkes RI, 2010).

4. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan

Pekerjaan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Hasil penelitian menyatakan bahwa ada kecenderungan

karakteristik pekerjaan pada penyebaran penyakit DBD. Penderita demam

berdarah dengue paling banyak terjadi pada kalangan tidak bekerja

116

sebanyak 48 penderita dan kalangan mahasiswa/pelajar sebanyak 33

penderita. Pada penderita kalangan tidak bekerja kebanyakan waktunya

dihabiskan di rumah sehingga kemungkinan mendapat gigitan nyamuk di

lingkungan rumah. Sementara untuk kalangan mahasiswa/pelajar lebih

banyak beraktifitas di lingkungan sekolah atau kampus kemungkinan

memiliki ancaman yang sama dengan lingkungan rumah.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya penderita demam berdarah

dengue di malaysia banyak terjadi pada kalangan ibu rumah tangga (IRT)

dan pelajar. Kemungkinan ibu rumah tangga dan pelajar mendapat gigitan

nyamuk ketika beraktifitas didalam rumah bahkan mungkin ketika

beraktifitas di lingkungan sekolah untuk para pelajar (Bakar et.al, 2004).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Essy Mandriani, karakteristik

penderita demam berdarah dengue di Medan tahun 2008 paling banyak

dari kalangan pelajar/mahasiswa.

Penyebaran penyakit demam berdarah dengue melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti. Larva/jentik nyamuk umumnya ditemukan di

drum, tempayan, gentong atau bak mandi di rumah keluarga indonesia

yang kurang diperhatikan kebersihannya (Soedarmo, 2009). Penularan

tidak hanya dirumah tetapi di sekolah atau di tempat kerja (Kemenkes RI,

2010). Penderita demam berdarah dengue banyak terjadi pada kalangan

tidak bekerja dan kalangan mahasiswa/pelajar. Dikarenakan pada

lingkungan sebagai tempat beraktifitas rutin memiliki ancaman yang

sama.

117

5. Kecenderungan Keberadaan Tanaman Hias Dan Tanaman

Pekarangan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Hasil penelitian menyatakan bahwa ada kecenderungan keberadaan

tanaman hias dan tanaman pekarangan pada penyebaran penyakit demam

berdarah dengue dalam Zona D. Penderita demam berdarah dengue rata-

rata memiliki atau ditemukan tanaman hias seperti bunga yang tumbuh

pada media tanah maupun pot bunga dan berbagai jenis tanaman pekarang

di sekitar halaman rumah penderita.

Menurut Prasetyo (2012) Lingkungan biologi yang berpengaruh

terhadap perkembangbiakan vektor penyakit Demam Berdarah Dengue

adalah jumlah tanaman hias dan tanaman pekarangan, karena banyaknya

tanaman akan mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan di dalam

rumah dan halaman. Semakin banyak tanaman hias dan tanaman

pekarangan akan menambah tempat untuk istirahat nyamuk dan

memperpanjang umur nyamuk.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya, salah dua dari faktor

lingkungan rumah yang mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue

di wilayah kerja puskesmas tegal timur kota Tegal ialah keberadaan

tanaman hias dan keberadaan tanaman pekarang (Agustin, 2010). Dalam

penelitian lainnya menghasilkan keberadaan tanaman hias dan pekarangan

memiliki perbedaan risiko dalam kejadian demam berdarah dengue antara

kelompok kontrol dengan kelompok kasus sebesar 0,28 kali dibandingkan

118

dengan yang tidak menderita penyakit demam berdarah dengue (Djarjito

et.al, 2008).

6. Kecenderungan Keberadaan Barang-barang Bekas Pada Penyebaran

Penyakit DBD Dalam Zona D

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada

kecenderungan keberadaan barang-barang bekas pada penyebaran

penyakit demam berdarah dengue dalam Zona D. Dari hasil survei dapat

dilihat baik di lingkungan rumah penderita yang tidak memiliki atau tidak

ditemukan barang-barang bekas hampir sebanding dengan penderita yang

memiliki atau ditemukan barang-barang bekas di lingkungan rumah. Pada

lingkungan rumah penderita yang ditemukan barang-barang bekas,

kebanyakan barang-barang bekas berupa kaleng, botol, ember dan lain-

lain yang tidak berisi air atau berisi sedikit air dalam kondisi terbuka lebar

dan terkena oleh sinar matahari secara langsung sehingga kurang disukai

oleh nyamuk sebagai tempat perindukan.

Penderita demam berdarah dengue tidak cenderung menyimpan

barang-barang bekas di lingkungan rumah. Hal ini dikarenakan pada

kebiasaan setiap individu yang berdeba dalam menjaga kebersihan

lingkungan rumah. Penderita demam berdarah dengue yang berada di

lingkungan perumahan elite biasanya tidak ditemukan barang-barang

bekas.

Soedarmo (2009) dalam bukunya yang berjudul “Demam Berdarah

Dengue Pada Anak” menjelaskan bahwa di daerah perkotaan Aedes

119

aegypti biasanya ditemukan dan hampir selalu mengigit dalam rumah.

Nyamuk Aedes aegypti betina suka bertelur diatas permukaan air pada

dinding vertikal bagian dalam yang berisi sedikit air. Air harus jernih dan

terlindung dari cahaya matahari langsung. Tempat air yang dipilih ialah

tempat air didalam dan dekat rumah.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya di wilayah kerja puskesmas

tegal timur kota Tegal, mengubur barang-barang bekas tidak selalu dapat

mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue (Agustin, 2010).

7. Kecenderungan Kondisi Ventilasi Rumah Pada Penyebaran Penyakit

DBD Dalam Zona D

Hasil penelitian menyatakan bahwa ada kecenderungan kondisi

ventilasi rumah pada penyebaran penyakit demam berdarah dengue dalam

Zona D. Jadi, penderita demam berdarah dengue rata-rata ditemukan

kondisi ventilasi rumah yang tidak tertutup kawat kasa. Dalam artikel

yang dimuat oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang berjudul

“Waspada Demam Berdarah” untuk mencegah gigitan nyamuk ialah

dengan menggunakan obat nyamuk, memakai obat repelent, dan

memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi. Pada daerah penelitian

banyak penderita demam berdarah dengue yang ventilasi rumahnya tidak

tertutup kawat kasa.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya ada hubungan antara

Pemasangan kawat kasa pada ventilasi dengan kejadian Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar

120

Lampung. Rumah dengan kondisi ventilasi tidak terpasang kasa

nyamuk/strimin, akan memudahkan nyamuk untuk masuk ke dalam

rumah untuk menggigit manusia dan untuk beristirahat. Keadaan ventilasi

rumah yang tidak ditutupi kawat kasa akan menyebabkan nyamuk masuk

ke dalam rumah. Dengan tidak adanya kasa nyamuk pada ventilasi rumah,

akan memudahkan nyamuk Aedes aegypti masuk ke dalam rumah pada

pagi hingga sore hari. Hal ini tentunya akan memudahkan terjadinya

kontak antara penghuni rumah dengan nyamuk penular Demam Berdarah

Dengue (DBD), sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya penularan

Demam Berdarah Dengue (DBD) yang lebih tinggi dibandingkan dengan

rumah yang ventilasinya terpasang kasa (Tamza, 2013).

8. Curah Hujan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Curah hujan bulanan di wilayah kota Yogyakarta berkisar antara 38,0-

409,0 mm dengan rata-rata curah hujan sebesar 120 mm dan curah hujan

mingguan berkisar antara 9,5 mm–102,2 mm. Terjadi peningkatan kasus

demam berdarah dengue pada musim penghujan yang dimulai pada bulan

oktober - april dengan durasi hujan yang cukup lama dan terjadi penurunan

pada musim kemarau bulan mei – september.

Menurut Hidayati (2008) dalam Sulasmi (2013) menjelaskan bahwa

Setiap 1 mm curah hujan menambah kepadatan nyamuk satu ekor, akan

tetapi curah hujan sebesar 140 mm dalam seminggu akan menyebabkan

nyamuk hanyut dan mati. Curah hujan mempunyai kontribusi dalam

121

tersedianya habitat vektor. Curah hujan akan menambah genangan air

sebagai tempat perindukan nyamuk.

Dalam Soedarmo (2009) menjelaskan bahwa Perubahan musim akan

mempengaruhi frekuensi gigitan nyamuk atau panjang umur nyamuk. Di

daerah jakarta survei terhadap kebiasaan mengigit nyamuk Ae. aegypti

menunjukkan bahwa pada musim kemarau nyamuk itu paling sering

mengigit pada pagi hari, sedangkan pada musim hujan puncak jumlah

gigitan terjadi pada siang-sore hari. Pergeseran ini memungkinkan vektor

Ae. aegypti melakukan gigitan yang tidak terputus pada waktu orang tidur

siang hari selama musim hujan. Kemungkinan lain ialah perubahan musim

mempengaruhi virus atau manusia sendiri yang mengubah sikapnya

terhadap gigitan nyamuk, misalnya menggunakan waktu untuk lebih

banyak tinggal dalam rumah selama musim hujan.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya curah hujan berkisar antara

0,5– 127,5 mm per minggu dapat meningkatkan kejadian demam berdarah

dengue di kota Kupang pada tahun 2010 – 2011 (Maran et.al, 2012). Curah

hujan yang tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama dapat

menyebabkan banjir sehingga dapat menghilangkan tempat perindukan

nyamuk Aedes yang biasanya hidup di air bersih. Akibatnya jumlah

perindukan nyamuk akan berkurang sehingga populasi nyamuk akan

berkurang. Namun jika curah hujan kecil dan dalam waktu yang lama akan

menambah tempat perindukan nyamuk dan meningkatkan populasi

nyamuk. Seperti penyakit berbasis vektor lainnya, DBD menunjukkan pola

122

yang berkaitan dengan iklim terutama curah hujan karena mempengaruhi

penyebaran vektor nyamuk dan kemungkinan menularkan virus dari satu

manusia ke manusia lain (EHP, 2008 Dalam Dini et.al, 2010).

9. Suhu Udara Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suhu udara di wilayah kota

Yogyakarta berkisar antara 25,2oC – 28,1

oC dengan rata-rata suhu udara

sebesar 27oC. Kasus demam berdarah dengue dalam Zona D banyak

terjadi pada suhu diatas 27oC. Rentang suhu tersebut merupakan suhu yang

optimal untuk perkembangan nyamuk Aedes aegypti dan juga merupakan

suhu yang optimal dalam peningkatan kasus demam berdarah dengue.

Dalam Prasetyo (2012) menjelaskan bahwa Suhu udara dapat

mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk. Pada suhu rendah nyamuk

dapat bertahan akan tetapi dengan metabolisme menurun dan akan

berhenti sama sekali apabila suhu turun dibawah suhu kritis. Pada suhu

yang sangat tinggi dapat mempengaruhi proses fisiologis nyamuk. Dalam

hal persebaran kasus demam berdarah dengue, suhu berpengaruh terhadap

perkembangan vektor penyakit yakni nyamuk Aedes aegypti.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa rata-rata suhu udara di

Daerah Istimewa Yogyakarta berkisar antara 26oC – 32

oC pada kejadian

demam berdarah dengue di provinsi DIY. Suhu tersebut merupakan suhu

yang ideal untuk perkembangan nyamuk Aedes aegypti, nyamuk tersebut

bisa bertelur dan menetaskan telur dalam siklus kehidupannya. Suhu yang

123

ideal menyebabkan populasi vektor menjadi tinggi dan menyebabkan

kontak antara vektor dan manusia menjadi sering (Mukhlisin, 2008).

10. Kelembaban Udara Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Kelembaban udara di wilayah kota Yogyakarta berkisar antara 74,5%

sampai 82,9% dengan rata-rata kelembapan udara sebesar 80%.

Berdasarkan hasil penelitian banyak terjadi peningkatan kasus demam

berdarah dengue pada kelembapan diatas 80%. Kaitan kelembaban udara

dengan kejadian DBD adalah dalam hal kemampuan nyamuk untuk

bertahan hidup.

Dalam makalah publikasi oleh Sugeng Juwono Mardihusodo (1974–

1992) mengungkapkan bahwa kelembaban udara optimum untuk

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang berada di daerah

Yogyakarta berkisar antara 81,5% - 89,5%. Kelembaban udara yang

tinggi, akan meyebabkan tingkat kematian nyamuk Ae.Aegypti akan

semakin rendah, hal ini menyebabkan vektor dapat bertahan hidup lebih

lama (Daud, 2008).

Sejalan dengan penelitian sebelumnya kelembaban udara yang tinggi

dapat meningkatkan kejadian demam berdarah dengue di Provinsi

Sumatera Selatan (Hasyim, 2009). Pada penelitian lain kelembaban udara

diatas 70% mampu menigkatkan angka kejadian demam berdarah dengue

hampir sepanjang tahun di Kabupaten Banjar (Sulasmi, 2013).

124

11. Kepadatan Penduduk Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Hasil penelitian menungkapkan kepadatan penduduk paling tinggi

berada di Kelurahan Warungboto sebesar 31405 jiwa/km2. Sementara

kepadatan penduduk paling rendah berada di kelurahan Mujamuju sebesar

1170 jiwa/km2. Kejadian demam berdarah paling tinggi sebesar IR = 17,80

per 10.000 penduduk di kelurahan Warungboto. Sementara kejadian

demam berdarah dengue paling rendah sebesar IR = 5,46 per 10.000

penduduk di kelurahan Mujamuju.

Dalam Mukhlisin (2008) menjelaskan bahwa nyamuk Aedes aegypti

memiliki sifat multiple bitting dan cenderung lebih suka darah manusia,

kebiasaan mengigit pada siang hari dan sore hari. Mobilitas, aktifitas dan

kepadatan penduduk kota yang tinggi menyebabkan peningkatan risiko

terjadi transmisi virus dengue dari nyamuk Aedes aegypti ke manusia. Hal

yang serupa dikemukakan oleh Sukowati (2010) dalam artikelnya yang

berjudul “Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue dan Pengendaliannya

Di Indonesia” bahwa sifat dari nyamuk tersebut meningkatkan risiko

penularan DB/DBD di wilayah perumahan yang penduduknya lebih padat,

satu individu nyamuk yang infektif dalam satu periode waktu mengigit

akan mampu menularkan virus kepada lebih dari satu orang (Kemenkes

RI, 2010).

Sejalan dengan penelitian sebelumnya ada hubungan kepadatan

penduduk dengan kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Palu.

Keberadaan nyamuk ini berkaitan dengan aktivitas manusia dan mobilitas

125

penduduk. Semakin padat penduduk di suatu wilayah maka semakin rentan

terhadap penyakit DBD, terutama di negara berkembang dimana penduduk

yang padat diiringi dengan kurangnya kebersihan lingkungan (Daud,

2008).

12. Angka Bebas Jentik Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Dari data yang ada dapat dilihat bahwa seluruh wilayah kerja

puskesmas yang berada dalam Zona D memiliki angka bebas jentik kurang

dari 95% berarti bahwa seluruh kelurahan yang berada dalam wilayah

kerja puskesmas berpotensial dalam terjadinya penyebaran penyakit

demam berdarah dengue. Angka bebas jentik paling rendah berada di

wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo I jumlah kasus sebanyak 68 kasus

dengan angka insiden rate (IR = 15,76). Sementara angka bebas jentik

yang paling tinggi berada di wilayah kerja Puskesmas Kotegede II jumlah

kasus sebanyak 16 kasus dengan angka insiden rate (IR = 13,43). Angka

insiden rate paling rendah berada di wilayah kerja Puskesmas Kotagede I

(IR = 7,33) sebanyak 17 kasus.

Angka bebas jentik (ABJ) lebih menggambarkan luasnya persebaran

nyamuk disuatu wilayah. Indikator dalam keberhasilan pemberantasan

sarang nyamuk dapat diukur dengan angka bebas jentik (ABJ). ABJ <95%

dapat berpotensi dalam penularan penyakit sedangkan ABJ ≥95% tidak

menjadi potensial dalam penularan penyakit demam berdarah dengue

(Kemenkes RI, 2010).

126

Sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Hasyim tahun 2009 bahwa

Angka Bebas Jentik yang rendah (ABJ rendah) dapat meningkatkan

kejadian demam berdarah dengue di Sumatera Selatan. Angka bebas jentik

(ABJ) dapat menggambarkan besaran masalah DBD. Penyebaran habitat

nyamuk Ae.aegypti, mungkin disebabkan meningkatnya mobilitas

penduduk dan transportasi dari suatu daerah ke daerah lain serta adanya

perubahan lingkungan misalnya banyaknya tanaman yang ditebang

sehingga suhu udara menjadi tinggi, dan penduduk makin padat, sehingga

keadaan tersebut sesuai dengan habitat nyamuk (Hasyim, 2009).

13. Persebaran Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Dalam Zona D

Kejadian kasus demam berdarah dengue tertinggi berada di tujuh

kelurahan yakni Warungboto sebanyak 17 kasus (IR = 17,80), Sorosutan

sebanyak 24 kasus (IR = 16,79), Tahunan sebanyak 13 kasus (IR = 14,53),

Semaki sebanyak 8 kasus (IR = 15,06), Rejowinangun sebanyak 16 kasus

(IR = 13,43), Giwangan sebanyak 8 kasus (IR = 10,88), dan Pandeyan

sebanyak 12 kasus (IR = 10,05). Sementara kelurahan yang paling rendah

kejadian demam berdarah dengue berada di tiga kelurahan yaitu Mujamuju

sebanyak 6 kasus (IR = 5,46), Purbayan sebanyak 7 kasus (IR = 6,20), dan

Prenggan sebanyak 10 kasus (IR = 8,40).

Dari hasil pemetaan, kasus demam berdarah dengue tersebar pada

hampir seluruh kelurahan dalam Zona D. Kelurahan dengan insiden rate

paling tinggi ialah Kelurahan Warungboto dan insiden rate paling rendah

berada di kelurahan Mujamuju. Pada daerah penelitian persebaran

127

penduduk tidak merata, dimana persebarannya hanya terpusat pada

wilayah pengembangan kawasan baru. Kelurahan Warungboto adalah

salah satunya, karena kelurahan warungboto merupakan kawasan yang

ramai dengan kompleks pertokoan, pemukiman dan berada di pinggir kota

serta ramai dikunjungi oleh para pendatang dari berbagai daerah. Dalam

Soedarmo (2009) menjelaskan bahwa penyakit demam berdarah dengue

biasanya menjalar dimulai dari suatu pusat sumber penularan, kemudian

mengikuti lalu lintas penduduk. Makin ramai lalu lintas itu maka semakin

besar kemungkinan penyebaran.

Dalam penelitian lain yang sejenis menyatakan pola pergerakan kasus

demam berdarah dengue berputar pada pemukiman padat yang merupakan

faktor risiko penularan DBD (Lasut et.al, 2009).

14. Pola Persebaran Penyakit DBD Dalam Zona D

Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit arthropod-

borne viruses, artinya virus yang ditularkan melalui gigitan artropoda,

salah satunya adalah nyamuk. Penyakit demam berdarah dengue ini

termasuk dalam penyakit menular (contagius disease) atau juga disebut

communicabel disease dimana persebaran penyakit ini disebarkan oleh

manusia atau binatang ke manusia atau binatang lainnya (Soedarmo,

2009).

Dari hasil penelitian diperoleh peta buffer berdasarkan jarak terbang

nyamuk radius 200 meter. Pada peta tersebut terlihat bahwa pola

128

persebaran penyakit demam berdarah dengue menjalar melalui suatu

populasi dari satu daerah ke daerah lain dimana proses menjalarnya terjadi

kontak langsung antara manusia dengan vektor penyakit demam berdarah

dengue. Sejalan dalam teori yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Soekidjo

Notoatmodjo dalam bukunya yang berjudul “Kesehatan Masyarakat Ilmu

dan Seni” penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan

(berpindah dari orang yang satu ke orang yang lain, baik secara langsung

maupun melalui perantara). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya

agent atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah. Penularan

ini salah satunya dapat melalui kontak lansung dengan penyebab penyakit

(Notoatmodjo, 2007).

Analisis tetangga terdekat merupakan suatu pendekatan untuk melihat

pola persebaran kasus penyakit demam berdarah dengue (Prasetyo, 2012).

Untuk analisis tetangga terdekat digunakan software Arc GIS tipe 9.3 dan

data yang dianalisis adalah titik koordinat lokasi kasus penyakit demam

berdarah dengue. Hasil analisis diperoleh nilai Z = -17,002937 dan p =

0,000000. Dengan melihat nilai p < 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa

pola persebaran penyakit demam berdarah dengue mempunyai

kecenderungan kearah pola cluster atau mengelompok.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh citra Indriani tahun 2010,

terjadi clustering kasus demam berdarah dengue di wilayah kota

Yogyakarta. Pengelompokan kasus banyak terjadi pada daerah dengan

nilai ABJ rendah (Indriani, 2010).

129

Peta arah trend persebaran kasus demam berdarah dengue

menunjukkan pola persebaran yang berhubungan dengan arah angin,

dimana secara umum angin bergerak dari barat ke timur yang disertai

dengan curah hujan yang optimum dalam durasi hujan yang cukup lama.

Hal ini akan sangat mendukung dalam pergerakan nyamuk.

Sejalan dengan penelitian sebelumnya di kecamatan Magetan

kabupaten Magetan arah trend persebaran kasus demam berdarah dengue

selama tahun 2008-2011 mengikuti arah angin yang menuju barat daya

sampai dengan timur laut (Prasetyo, 2012). Dalam artikel penelitian yang

disusun oleh Wahyono et.al yang berjudul “Faktor-faktor Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Dan Upaya

Penanggulangannya Di Kecamatan Cimanggis, Depok, Jawa Barat”

menjelaskan bahwa pola persebaran yang sistematis yaitu selalu dari barat

ke timur berhubungan dengan arah angin. Pada bulan Januari – Maret

merupakan Musim Muson Asia, secara umum angin bergerak dari barat ke

timur yang disertai dengan curah hujan yang tinggi. Kombinasi dari

fenomena itu sangat mendukung pergerakan nyamuk yang disertai dengan

ketersediaan genangan air (Kemenkes RI, 2010).