Hasil Penelitian Dan Pembahasan
-
Upload
stikessuryaglobal -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Hasil Penelitian Dan Pembahasan
73
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM LOKASI
Berdasarkan sistem kerja surveilans di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
peneliti berinisiatif untuk melakukan penelitian dengan mengambil lokasi
penelitian yang disesuaikan dengan wilayah zona kerja surveilans di wilayah kota
Yogyakarta. Zona kerja yang menjadi wilayah penelitian ini ialah Zona D yang
membawahi wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo I, Umbulharjo II, Kotagede I,
dan Kotagede II di Kota Yogyakarta dengan jumlah kelurahan sebanyak 10
kelurahan dalam Zona D terdiri dari Kelurahan Tahunan, Kelurahan Semaki,
Kelurahan Mujamuju, Kelurahan Warungboto, Kelurahan Pandeyan, Kelurahan
Sorosutan, dan Kelurahan Giwangan yang berada dalam wilayah Kecamatan
Umbulharjo serta wilayah Kecamatan Kotagede yang terdiri dari Kelurahan
Rejowinangun, Kelurahan Purbayan Dan Kelurahan Prenggan.
1. Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo I
a. Kelurahan Pandeyan
1) Kondisi Geografis
Kelurahan pandeyan memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut:
Sebelah Utara : Kelurahan Tahunan Dan Kelurahan Warungboto
Sebelah Selatan : Kelurahan Giwangan Dan Kelurahan Sorosutan
Sebelah Timur : Kecamatan Kotagede
Sebelah barat : Kecamatan Mergangsan
74
Luas wilayahnya ± 118 Ha dengan luas area pemukiman seluas ±
105 Ha. Pada area perbatasan kelurahan sebelah timur dialiri oleh
sungai gadjah wong.
2) Kodisi Demografis
Kelurahan Pandeyan memiliki jumlah penduduk sebesar 11.940
jiwa, dengan jumlah laki-laki sebanyak 5.674 orang, jumlah
perempuan sebanyak 6.266 orang. Jumlah penduduk dengan usia < 12
tahun sebanyak 1.853 jiwa, usia ≥12 tahun sebanyak 10.087 jiwa.
Sebagian besar penduduk di kelurahan pandeyan merupakan pelajar
dengan jumlah 4.142 orang.
b. Kelurahan Warungboto
1) Kondisi Geografis
Kelurahan Warungboto memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut:
Sebelah utara : Kelurahan Mujamuju
Sebelah selatan : Kelurahan Pandeyan
Sebelah timur : Kelurahan Rejowinangun
Sebelah barat : Kelurahan Tahunan
Luas wilayah administrasi ± 30,48 Ha dengan luas area
pemukiman seluas ± 0,66 Ha. Pada area perbatasan kelurahan sebelah
timur dialiri sungai gadjah wong.
75
2) Kondisi Demografis
Kelurahan warungboto memiliki jumlah penduduk sebanyak
9.547 jiwa, dengan penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak
4.746 jiwa, perempuan sebanyak 4.801 jiwa. Sedangan jumlah
penduduk menurut usia <12 tahun sebanyak 1.523 jiwa, usia ≥12 tahun
sebanyak 8.024 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan warungboto
merupakan karyawan swasta dengan jumlah 9.56 orang.
c. Kelurahan Sorosutan
1) Kondisi Geografis
Kelurahan Sorosutan memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut:
Sebelah Utara : Kelurahan Pandeyan Dan Wirogunan
Sebelah Selatan : Kelurahan Tamanan
Sebelah Timur : Kelurahan Giwangan
Sebelah Barat : Kelurahan Brontokusuman Dan Bangunharjo
Luas wilayah administrasi ± 163,29 Ha dengan luas area
pemukiman seluas ± 144,01 Ha. Pada wilayah batas kelurahan sebelah
barat dialiri sungai.
2) Kondisi Demografis
Kelurahan Sorosutan memiliki jumlah penduduk sebanyak 14.291
jwa, dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 7053 jiwa dan
perempuan sebanyak 7238 orang. Sedangkan menurut kategori usia
<12 tahun sebanyak 2.488 jiwa dan ≥12 tahun sebanyak 11.803 jiwa.
76
Sebagian besar penduduk kelurahan Sorosutan merupakan karyawan
swasta dengan jumlah 1.933 orang.
d. Kelurahan Giwangan
1) Kondisi Geografis
Batas wilayah administrasi kelurahan giwangan sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kelurahan Sorosutan, Kelurahan Pandeyan Dan
Prenggan.
Sebelah Selatan : Dusun Tamanan Kecamatan Banguntapan,
Kabupaten Bantul.
Sebelah Barat : Kelurahan Sorosutan Dan Dusun Tamanan,
Kabupaten Bantul.
Sebelah Timur : Kelurahan Prenggan Kotagede, Jagalan Dan
Singosaren Kabupaten Bantul.
Luas wilayah administrasi ± 126,0 Ha. Pada daerah batas
kelurahan sebelah timur dan utara merupakan daerah bantaran sungai.
2) Kondisi Demografis
Kelurahan giwangan memiliki jumlah penduduk sebanyak 7.352
jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 3.647 jiwa dan perempuan
sebanyak 2.720 jiwa. Sedangkan menurut usia 0-15 tahun sebanyak
1.689 jiwa, usia 15-65 sebanyak 5.261 jiwa dan usia 65 tahun keatas
402 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan giwangan merupakan
karyawan swasta dengan jumlah 1.519 orang.
77
2. Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo II
a. Kelurahan Tahunan
1) Kondisi Geografis
Batas wilayah kelurahan Tahunan sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kelurahan Semaki
Sebelah Selatan : Kelurahan Pandeyan
Sebelah Barat : Kecamatan Mergangsan
Sebelah Timur : Kelurahan Warungboto
Luas wilayah administrasi ± 780 Ha. Pada wilayah batas
kelurahan sebelah barat merupakan daerah bantaran sungai.
2) Kondisi Demografis
Kelurahan tahunan memiliki jumlah penduduk sebanyak 8.943
jiwa dengah jumlah laki-laki sebanyak 4.455 jiwa dan perempuan
sebanyak 4.488 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk menurut usia 0-15
tahun sebanyak 2.159 jiwa, usia 16-65 tahun sebanyak 6.257 jiwa dan
>65 tahun sebanyak 527 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan
tahunan merupakan karyawan swasta.
b. Kelurahan Semaki
1) Kondisi Geografis
Batas wilayah kelurahan semaki sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Gondokusuman
Sebelah Selatan : Kelurahan Tahunan
Sebelah Timur : Kelurahan Mujamuju
78
Sebelah Barat : Kecamatan Mergangsan
Luas wilayah administrasi ± 19,76 Ha dengan luas pemukiman ±
3,46 Ha. Pada daerah batas kelurahan sebelah barat merupakan daerah
bantaran sungai.
2) Kondisi Demografis
Kelurahan semaki memiliki jumlah penduduk sebanyak 5.310
jiwa dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 2.598 jiwa dan
perempuan sebanyak 2.712 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk
menurut usia <12 tahun sebanyak 917 jiwa dan usia ≥12 tahun
sebanyak 4.827 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan semaki
merupakan karyawan swasta.
c. Kelurahan Mujamuju
1) Kondisi Geografis
Batas-batas wilayah Kelurahan Mujamuju sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Gondokusuman
Sebelah Selatan : Kelurahan Warungboto
Sebelah Timur : Kelurahan Rejowinangun
Sebelah Barat : Kelurahan Semaki
Luas wilayah administrasi ± 939 Ha dengan luas pemukiman ± 77
Ha. Pada wilayah batas kelurahan sebelah utara sampai dengan barat
merupakan daerah bantaran sungai.
79
2) Kondisi Demografis
Kelurahan Mujamuju memiliki jumlah penduduk sebanyak 10.986
jiwa dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 5.402 jiwa dan
perempuan sebanyak 5.584 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk
menurut usia <12 tahun sebanyak 1.834 jiwa dan usia ≥12 tahun
sebanyak 9.152 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan mujamuju
merupakan karyawan perusahaan swasta dan karyawan swasta.
3. Wilayah Kerja Puskesmas Kotagede I
a. Kelurahan Prenggan
1) Kondisi Geografis
Batas wilayah kelurahan Prenggan sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kelurahan Rejowinangun
Sebelah Selatan : Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul
Sebelah Barat : Kelurahan Pandeyan
Sebelah Timur : Kelurahan Purbayan
Luas wilayah administrasi ± 99 Ha. Pada wilayah batas kelurahan
sebelah barat merupakan daerah bantaran sungai.
2) Kondisi Demografis
Kelurahan Prenggan memiliki jumlah penduduk sebanyak 11.903
jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 5.534 jiwa dan perempuan
sebayak 5.943 jiwa. Sedangan jumlah penduduk menurut usia 0-15
tahun sebanyak 2.514 jiwa, usia 16-65 tahun sebanyak 8.020 jiwa dan
80
usia >65 tahun sebanyak 750 jiwa. Sebagian besar penduduk kelurahan
prenggan merupakan karyawan swasta.
b. Kelurahan Purbayan
1) Kondisi Geografis
Batas-batas wilayah kelurahan Purbayan sebagai berikut:
Sebelah Utara : Desa Banguntapan, Bantul
Sebelah Selatan : Desa Singosaren Dan Desa Wirokerten, Bantul
Sebelah Barat : Kelurahan Prenggan
Sebelah Timur : Desa Bangutapan, Bantul
Luas wilayah administrasi ± 83 Ha. Kelurahan Purbayan tidak
memiliki daerah bantaran sungai.
2) Kondisi Demografis
Kelurahan Purbayan memiliki jumlah penduduk sebanyak 11.284
jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 4.794 jiwa dan perempuan
sebanyak 5.750 jiwa. Sedangakan jumlah penduduk menurut usia 0-15
tahun sebanyak 2.256 jiwa, usia 16-65 tahun sebanyak 6.875 jiwadan
usia >65 tahun sebanyak 660 jiwa. Sebagian penduduk kelurahan
Purbayan merupakan karyawan swasta.
81
4. Wilayah Kerja Puskesmas Kotagede II
Kelurahan Rejowinangun
1) Kondisi Geografis
Batas-batas wilayah kelurahan Rejowinangun sebagai berikut:
Sebelah utara : Desa Banguntapan
Sebelah selatan : Kelurahan Prenggan
Sebelah barat : Kelurahan Warungboto
Sebelah timur : Desa Banguntapan
Luas wilayah administrasi ± 1250 Ha. Pada batas wilayah
kelurahan sebelah barat merupakan daerah bantaran sungai.
2) Kondisi Demografis
Kelurahan Rejownangun memiliki jumlah penduduk sebanyak
11.913 jiwa dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 5.970 jiwa dan jenis
kelamin perempuan sebanyak 5.943 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk
menurut usia 0-15 tahun sebanyak 3.099 jiwa, usia 16-65 tahun sebanyak
11.382 jiwa dan usia >65 tahun sebanyak 533 jiwa. Sebagian besar
penduduk kelurahan rejowinangun merupakan karyawan swasta.
82
Gambar 4.1
Peta Lokasi Penelitian (Wilayah Zona D) Kota Yogyakarta
Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo I, Puskesmas Umbulharjo II, Puskesmas Kotagede I, Dan Puskesmas Kotagede II
82
83
B. HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Responden
Pada penelitian ini diperoleh sampel berjumlah 104 sampel yang
merupakan penderita demam berdarah dengue (DBD) dalam Zona D wilayah
kota Yogyakarta pada tahun 2012. Karakteristik responden dalam penelitian ini
meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.
a. Menurut Umur
Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D
kota Yogyakarta menurut kategori umur disajikan pada tabel 4.1
Tabel 4.1
Karakteristik Responden Menurut Umur
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
No. Kategori Umur Frekuensi Prosentase (%)
1. < 12 tahun 50 48,1%
2. ≥ 12 tahun 54 51,9%
Total 104 100%
Sumber: Data Primer Terolah
Berdasarkan tabel 4.1. dari total 104 penderita demam berdarah
dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD dibawah umur 12
tahun berjumlah 50 penderita dengan prosentase 48,1% dan penderita DBD
umur 12 tahun keatas berjumlah 54 penderita dengan prosentase 51,9%.
84
b. Menurut Jenis Kelamin
Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D
kota Yogyakarta menurut jenis kelamin disajikan pada tabel 4.2
Tabel 4.2
Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
No. Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase (%)
1. Laki-laki 48 46,2%
2. Perempuan 56 53,8%
Total 104 100%
Sumber: Data Primer Terolah
Berdasarkan tabel 4.2. dari total 104 penderita demam berdarah
dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD dengan jenis kelamin
laki-laki berjumlah 48 penderita dengan prosentase 46,2% dan penderita
DBD dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 56 penderita dengan
prosentase 53,8%.
c. Menurut Pendidikan
Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D
kota Yogyakarta menurut pendidikan disajikan pada tabel 4.3
85
Tabel 4.3
Karakteristik Responden Menurut Pendidikan
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Sumber: Data Primer Terolah
Berdasarkan tabel 4.3. dari total 104 penderita demam berdarah
dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD berpendidikan
tidak/belum tamat SD berjumlah 52 penderita dengan prosentase 50%,
penderita DBD berpendidikan tamat SD berjumlah 8 penderita dengan
prosentase 7,7%, penderita DBD berpendidikan tamat SMP/Sederajat
berjumlah 9 penderita dengan prosentase 8,7%, penderita DBD
berpendidikan tamat SMA/Sederajat berjumlah 27 penderita dengan
prosentase 26%, dan penderita DBD berpendidikan tamat perguruan tinggi
berjumlah 8 penderita dengan prosentase 7,7%.
d. Menurut Pekerjaan
Frekuensi penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Zona D
kota Yogyakarta menurut pekerjaan disajikan pada tabel 4.4
No. Pendidikan Frekuensi Prosentase (%)
1. Tidak/Belum Tamat SD 52 50,0%
2. Tamat SD 8 7,7%
3. Tamat SMP/Sederajat 9 8,7%
4. Tamat SMA/Sederajat 27 26,0%
5. Tamat Perguruan Tinggi 8 7,7%
Total 104 100%
86
Tabel 4.4
Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Sumber: Data Primer Terolah
Berdasarkan tabel 4.4 dari total 104 penderita Demam Berdarah
Dengue (DBD) menerangkan bahwa penderita DBD bekerja sebagai
PNS/TNI/POLRI berjumlah 5 penderita dengan prosentase 4,8%, bekerja
sebagai karyawan swasta berjumlah 5 penderita dengan prosentse 4,8%,
bekerja sebagai buruh berjumlah 3 penderita dengan prosentase 2,9%,
bekerja sebagai wiraswasta berjumlah 8 penderita dengan prosentase 7,7%
dan penderita DBD untuk kalangan mahasiswa/pelajar berjumlah 33
penderita dengan prosentase 31,7%, kalangan ibu rumah tangga berjumlah
2 penderita dengan prosentase (1,9%) dan kalangan tidak bekerja berjumlah
48 penderita dengan prosentase 46,1%.
No. Pekerjaan Frekuensi Prosentase (%)
1. PNS/TNI/POLRI 5 4,8%
2. Karyawan Swasta 5 4,8%
3. Buruh 3 2,9%
4. Wiraswasta 8 7,7%
5. Mahasiswa/Pelajar 33 31,7%
6. Ibu rumah tangga 2 1,9%
7. Tidak bekerja 48 46,1%
Total 104 100%
87
2. Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah
Dalam penelitian ini katakteristik kondisi lingkungan rumah meliputi
keberadaan tanaman hias, keberadaan barang-barang bekas dan kondisi
ventilasi rumah.
a. Keberadaan Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan
Keberadaan tanaman hias dan tanaman pekarangan merupakan faktor
risiko yang dapat mempengaruhi penyebaran penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) dari segi kondisi lingkungan rumah. Pada tabel 4.5
disajikan frekuensi penderita DBD menurut keberadaan tanaman hias dan
tanaman pekarangan dalam Zona D kota Yogyakarta.
Tabel 4.5
Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah Menurut Keberadaan
Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Keberadaan Tanaman Hias dan
Tanaman Pekarangan
Frekuensi Prosentase (%)
Ada 87 83,7%
Tidak ada 17 16,3%
Total 104 100%
Sumber: Data Primer Terolah
Melihat pada tabel 4.5. Distribusi penderita DBD menurut
keberadaan tanaman hias dan tanaman pekarangan dengan total 104
penderita. Penderita DBD yang ditemukan atau memiliki tanamah hias dan
tanaman pekarangan berjumlah 87 penderita dengan prosentase 83,7% dan
tidak ditemukan atau tidak memiliki tanaman hias dan tanaman pekarangan
berjumlah 17 penderita dengan prosentase 16,3%.
88
b. Keberadaan Barang-barang Bekas
Keberadaan barang-barang bekas merupakan kondisi lingkungan
rumah yang dapat menjadi tempat hidup jentik-jentik nyamuk pada
penyebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD). Tabel 4.6 disajikan
frekuensi keberadaan barang-barang bekas dalam Zona D kota Yogyakarta.
Tabel 4.6
Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah
Menurut Keberadaan Barang-barang Bekas
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Keberadaan Barang-barang
Bekas
Frekuensi Prosentase (%)
Ada 53 51,0%
Tidak ada 51 49,0%
Total 104 100%
Sumber: Data Primer Terolah
Pada tabel 4.6. distribusi penderita DBD menurut keberadaan
barang-barang bekas dapat dilihat penderita DBD yang ditemukan atau
menyimpan barang-barang bekas di lingkungan rumah berjumlah 53
penderita dengan prosentase 51,0% dan penderita DBD yang tidak
ditemukan atau tidak menyimpan barang-barang bekas di lingkungan
rumah berjumlah 51 penderita dengan prosentase 49,0%.
c. Kondisi Ventilasi Rumah
Kondisi ventilasi rumah merupakan faktor yang menjadi jalan
masuknya vektor nyamuk penyebab DBD kedalam rumah. Tabel 4.7
disajikan distribusi frekuensi kondisi ventilasi rumah pada penyebaran
penyakit DBD dalam zona D di kota Yogyakarta.
89
Tabel 4.7
Karakteristik Kondisi Lingkungan Rumah
Menurut Kondisi Ventilasi Rumah
Dalam Zona D Wilayah Kota
Yogyakarta
Tahun 2013
Kondisi Ventilasi Rumah Frekuensi Prosentase (%)
Tertutup Kawat Kasa 11 10,6%
Tidak Tertutup Kawat Kasa 93 89,4%
Total 104 100%
Sumber: Data Primer Terolah
Dari tabel 4.7. distribusi penderita DBD menurut kondisi ventilasi
rumah dapat dilihat kondisi ventilasi rumah penderita DBD tertutup kawat
kasa berjumlah 11 penderita dengan prosentase 10,6% dan kondisi
ventilasi rumah yang tidak tertutup kawat kasa berjumlah 93 penderita
dengan prosentase 29,8%.
3. Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Wilayah Kota Yogyakarta
Zona D merupakan salah satu bagian dari zona kerja sistem surveilans
dengan membawahi wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo I, Puskesmas
Umbulharjo II, Puskesmas Kotagede I Dan Puskesmas Kotagede II yang
menjadi daerah endemis demam berdarah dengue di wilayah kota Yogyakarta.
Data pada tahun 2012 menunjukkan jumlah kejadian demam berdarah dengue
paling tinggi berada dalam Zona D dan kejadian kasus demam berdarah dengue
dalam Zona D dapat dilihat pada tabel 4.8 sementara untuk peta persebaran
kasus demam berdarah dengue dalam Zona D dapat dilihat pada gambar 4.2
90
Tabel 4.8
Kejadian DBD Dalam Zona D Di Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Kelurahan Puskesmas Jumlah
Kasus DBD
Jumlah
Penduduk
IR Per
10.000
Penduduk
Pandeyan Pusk.
Umbulharjo I
12 11940 10,05
Giwangan 8 7352 10,88
Sorosutan 24 14291 16,79
Warungboto 17 9547 17,80
Mujamuju Pusk.
Umbulharjo II
6 10986 5,46
Tahunan 13 8943 14,53
Semaki 8 5310 15,06
Purbayan Pusk.
Kotagede I
7 11284 6,20
Prenggan 10 11903 8,40
Rejowinangun Pusk.
Kotagede II
16 11913 13,43
Sumber: Profil Kelurahan & DINKES Kota Yogyakarta, 2012
Pada tabel 4.9 menunjukkan persebaran kasus demam berdarah dengue
dengan angka kejadian atau insiden rate masing-masing pada setiap kelurahan
yang berada dalam Zona D wilayah kota Yogyakarta. Persebaran kasus dengan
insiden rate paling tinggi (IR per 10.000 penduduk) berada di kelurahan
Warungboto. Sementara persebaran kasus dengan insiden rate (IR per 10.000
penduduk) paling rendah berada di kelurahan Mujamuju.
92
4. Curah Hujan Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Curah hujan merupakan salah satu faktor iklim yang dapat
mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue terutama terhadap
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor
(pembawa) penyakit. Curah hujan akan menambah banyaknya
genangan air sehingga akan menyebabkan juga banyaknya tempat
perkembangbiakan vektor (breeding place). Curah hujan dengan kasus
demam berdarah dengue dapat dilihat pada tabel 4.9
Tabel 4.9
Curah Hujan Dan Hari Hujan Dengan Kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Bulan Curah Hujan
(mm)
Jumlah
Hari Hujan
Jumlah
Kasus
DBD
Januari 242,0 19 3
Februari 278,0 17 13
Maret 142,0 12 3
April 119,0 13 14
Mei 38,0 2 13
Juni 0 0 15
Juli 0 0 7
Aguatus 0 0 2
September 0 0 5
Oktober 63,0 5 4
November 170,0 12 12
Desember 409,0 8 30
Sumber: BMKG Yogyakarta & DINKES Kota Yogyakarta, 2012
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa curah hujan terendah sebesar 38,0
mm dengan jumlah hari hujan selama 2 hari pada bulan mei dan curah
hujan tertinggi sebesar 409,0 mm dengan jumlah hari hujan selama 8
93
hari pada bulan desember. Curah hujan di wilayah kota Yogyakarta
berkisar antara 38,0 mm - 409,0 mm. Kasus demam berdarah dengue
tertinggi berada pada bulan desember sebanyak 30 kasus dengan curah
hujan sebesar 409,0 mm, sementara kasus terendah berada pada bulan
agustus sebanyak 2 kasus dengan curah hujan sebesar 0 mm.
Keterkaitan antara curah hujan dengan kejadian demam berdarah
dengue dalam Zona D wilayah Kota Yogyakarta disajikan pada
gambar 4.7
Gambar 4.3 menerangkan bahwa kasus demam berdarah dengue
banyak terjadi pada bulan oktober – april yang merupakan musim
penghujan dengan durasi hari hujan yang cukup lama dan terjadi
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des
Curah Hujan (mm) 242 278 142 119 38 0 0 0 0 63 170 409
Jumlah Hari Hujan 19 17 12 13 2 0 0 0 0 5 12 8
Jumlah Kasus DBD 3 13 3 14 13 15 7 2 5 4 12 30
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Gambar 4.3
Curah Hujan Dan Hari Hujan Dengan Kasus DBD Dalam Zona
D Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
94
penurunan kasus demam berdarah dengue terjadi pada bulan juli –
september yang merupakan puncak musim kemarau.
5. Suhu Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Suhu udara juga merupakan faktor kondisi iklim yang dapat
mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue dengan berpengaruh
pada perkembangan vektor nyamuk penyebab penyakit. Pada suhu
udara rendah nyamuk dapat bertahan tetapi dengan metabolisme
menurun dan akan berhenti sama sekali apabila suhu turun di bawah
suhu kritis. Pada suhu optimal untuk perkembangan nyamuk akan
berkembang dengan cepat. Keadaaan suhu udara dengan kasus demam
berdarah dengue dapat dilihat pada tabel 4.10
Tabel 4.10
Suhu Udara Dengan Kasus Demam Berdarah
Dengue (DBD) Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Bulan Rata-rata Suhu Udara
(oC)
Jumlah Kasus
DBD
Januari 27,4 3
Februari 27,2 13
Maret 27,1 3
April 27,7 14
Mei 27,3 13
Juni 26,6 15
Juli 25,2 7
Agustus 25,2 2
September 26,8 5
Oktober 28,0 4
November 28,1 12
Desember 27,6 30
Sumber: BMKG Yogyakarta & DINKES Kota Yogyakarta, 2012
95
Tabel 4.10 menerangkan bahwa suhu terendah sebesar 25,2oC pada
bulan juli dan agustus dan suhu tertinggti terjadi pada bulan november
sebesar 28,1oC. Kisaran suhu udara di wilayah kota Yogyakarta
berkisar antara 25,2oC – 28,1
oC. Kejadian demam berdarah dengue
tertinggi terjadi pada bulan desember sebanyak 30 kasus dan terendah
terjadi pada bulan agustus sebanyak 2 kasus. Pada bulan desember
merupakan puncak musim penghujan sehingga meningkatkan suhu
udara dan kelembaban udara.
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa pada suhu diatas 27oC kasus
demam berdarah dengue mengalami peningkatan. Pada bulan
desember jumlah kasus demam berdarah dengue paling tinggi.
Gambar 4.4
Suhu Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
0
5
10
15
20
25
30
35
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Suhu Udara Kasus DBD
96
6. Kelembaban Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Selain curah hujan dan suhu udara, kondisi iklim yang dapat
mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue ialah kelembaban
udara. Kelembaban udara yang tinggi dapat mempercepat penetasan
telur nyamuk Aedes aegypti. Keadaan kelembapan udara dengan kasus
demam berdarah dengue dapat dilihat pada tabel 4.11
Tabel 4.11
Kelembaban Udara Dengan Kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD)Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Bulan Rata-rata Kelembaban
Udara (%)
Jumlah Kasus
DBD
Januari 82,4 3
Februari 82,9 13
Maret 82,2 3
April 81,8 14
Mei 82,0 13
Juni 80,6 15
Juli 78,0 7
Agustus 75,4 2
September 74,5 5
Oktober 77,7 4
November 82,0 12
Desember 82,7 30
Sumber: BMKG Yogyakarta & DINKES Kota Yogyakarta,2012
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa kelembaban udara tertinggi
sebesar 82,9% terjadi pada bulan februari dan kelembaban udara
paling rendah sebesar 74,5% terjadi pada bulan september. Kisaran
kelembaban udara di wilayah kota Yogyakarta berkisar 74,5% -
97
82,9%. Kejadian demam berdarah dengue paling rendah sebesar 2
kasus pada bulan agustus dengan kelembaban udara sebesar 75,2%.
Gambar 4.5 menerangkan keterkaitan kelembaban udara dengan
kejadian demam berdarah dengue dalam Zona D di wilayah kota
Yogyakarta. Kelembaban udara diatas 80% dapat meningkatkan
jumlah kasus demam berdarah dengue. Kelembaban udara optimum
untuk perkembangan telur nyamuk berkisar anatara 60% - 80%.
Gambar 4.5
Kelembapan Udara Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Kelembapan Udara Kasus DBD
98
7. Kepadatan Penduduk Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Kota Yogyakarta sebagai ibu kota provinsi DIY merupakan pusat
perekonomian dan kota pelajar sebagai tempat berkumpulnya para
mahasiswa dari berbagai daerah menyebabkan tingginya kepadatan
penduduk kota. Distribusi Kepadatan penduduk dengan kasus demam
berdarah dengue dalam Zona D wilayah kota Yogyakarta tahun 2012
disajikan pada tabel 4.12
Tabel 4.12
Kepadatan Penduduk Dengan Kasus Demam
Berdarah Dengue (DBD)Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Kelurahan Kepadatan Penduduk
(Jiwa/km2)
Jumlah
Kasus
DBD
IR Per
10.000
Penduduk
Mujamuju 1170 6 5,46
Purbayan 13596 7 6,20
Prenggan 12024 10 8,40
Pandeyan 10119 12 10,05
Sorosutan 8768 24 16,79
Warungboto 31405 17 17,80
Semaki 27948 8 15,06
Rejowinangun 9531 16 13,43
Giwangan 5835 8 10,88
Tahunan 11466 13 14,53
Sumber: Profil kelurahan & DINKES Kota Yogyakarta, 2012
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa penduduk paling padat bearada di
kelurahan warungboto sebesar 31405 jiwa/km2 sedangkan kepadatan
penduduk paling rendah berada di kelurahan Mujamuju sebesar 1170
jiwa/km2. Insiden Rate (IR) demam berdarah dengue paling tinggi
99
berada di kelurahan Warungboto sebesar IR = 17,80 per 10.000
penduduk. Sementara insiden rate kasus demam berdarah paling
rendah berada di kelurahan Mujamuju sebesar IR = 5,46 per 10.000
penduduk. Overlay kepadatan penduduk dan sebaran kasus demam
berdarah dengue dapat dilihat pada gambar 4.6
100
Gambar 4.6
Overlay Kepadatan Penduduk Dan Sebaran Kasus DBD Dalam Zona D Di Wilayah Kota Yogyakarta
99
101
8. Angka Bebas Jentik (ABJ) Dengan Kasus DBD Dalam Zona D
Angka bebas jentik juga berpengaruh pada kejadian demam
berdarah dengue. ABJ dapat memberikan gambaran tentang kepadatan
vektor nyamuk Aedes aegypti pada suatu wilayah.
Tabel 4.13
Angka Bebas Jentik (ABJ) Dengan Kasus Demam
Berdarah Dengue Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2012
Wilayah Kerja
Angka
Bebas
Jentik
(ABJ) (%)
Jumlah
Penduduk
Jumlah
Kasus
DBD
IR Per
10.000
Penduduk
Pusk. Umbulharjo I 75,68 43130 67 15,53
Pusk. Umbulharjo II 76,28 25673 24 9,34
Pusk. Kotagede I 75,97 23187 17 7,33
Pusk. Kotagede II 77,73 11913 16 13,43
Sumber: Profil Kelurahan & DINKES Kota Yogyakarta, 2012
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa angka bebas jentik paling tinggi
sebesar 77,73% berada di wilayah kerja puskesmas Kotagede II
dengan jumlah kasus demam berdarah dengue sebanyak 16 kasus (IR
= 13,43). Sedangkan ABJ paling rendah sebesar 75,68% berada di
wilayah kerja puskesmas Umbulharjo I dengan jumlah kasus demam
berdarah dengue sebanyak 68 kasus (IR = 15,53). Overlay Angka
Bebas Jentik (ABJ) dan sebaran kasus DBD pada gambar 4.7
103
9. Pola Persebaran Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
Untuk melihat pola persebaran kasus demam berdarah dengue dalam
Zona D wilayah Kota Yogyakarta dengan menggukan buffer jarak terbang
nyamuk radius 200 meter dan pengelompokan kasus (Cluster). Pola
sebaran kasus demam berdarah dengue dalam Zona D berdasarkan buffer
jarak terbang nyamuk dapat dilihat pada gambar 4.8 terlihat bahwa pola
persebarannya cenderung menjalar melalui suatu polulasi dari satu daerah
ke daerah lain dimana proses menjalarnya terjadi kontak langsung antara
manusia dengan vektor penyebab penyakit.
Pada penelitian ini untuk melihat pengelompokan/clustering penyakit
demam berdarah dengue menggunakan satu pendekatan yakni analisis
tetangga terdekat dengan menggunakan Average Nearst Neighbor.
Analisis tetangga terdekat merupakan suatu pendekatan untuk melihat
pola persebaran penyakit demam berdarah dengue. Adapun pola dalam
pendekatan ini adalah seragam (uniform), acak (random), dan
mengelompok (cluster). Hasil analisis tetangga terdekat diperoleh nilai Z
= -17,002937 dan p = 0,000000. Dengan melihat nilai p < 0,05 maka dapat
dinyatakan bahwa pola persebaran penyakit demam berdarah dengue
mempunyai kecenderungan kearah pola cluster atau mengelompok. Peta
cluster demam berdarah dengue dapat dilihat pada gambar 4.9. Serta peta
arah trend persebaran kasus DBD dapat dilihat pada gambar 4.10.
104
Gambar 4.8
Buffer Berdasarkan Jarak Terbang Nyamuk Aedes aegypti Radius 200 meter
Pola Sebaran Cenderung Menjalar Dan Terjadi Kontak Antara Vektor Dengan Host
103
105
Gambar 4.9
Cluster Persebaran Kasus DBD Dalam Zona D
Membentuk Pola Sebaran Mengelompok Dalam Ruang (Spasial)
104
106
105
Gambar 4.10
Arah Trend Persebaran Kasus DBD Dalam Zona D Di Wilayah Kota Yogyakarta
Arah Pola Pergerakan Persebaran Kasus Menuju Barat Daya – Timur Laut
107
10. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui kecenderungan
variabel penelitian dalam penyebaran penyakit demam berdarah
dengue dengan menggunakan uji chi kuadrat/chi square (X2) satu
sampel. Variabel yang masuk dalam analisis ini ialah karakteristik
responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.
Serta dari karakteristik kondisi lingkungan rumah meliputi keberadaan
tanaman hias/pekarangan, keberadaan barang-barang bekas dan
kondisi ventilasi rumah.
a. Umur
Umur merupakan salah satu faktor risiko dari karakteristik
penderita demam berdarah dengue sebagai pejamu (host) yang
dihinggapi virus dengue dan sasaran gigitan nyamuk Aedes
aegypti.
Tabel 4.14
Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD
Menurut Umur Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Kategori Umur Frekuensi X2 X
2 tabel
Asymp.sig
(p-value)
< 12 tahun 50 0,615 3,841 0,433
≥ 12 tahun 54
Sumber: Data Primer Terolah
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan
penderita demam berdarah dengue untuk karakteristik umur dalam
108
penyebaran penyakit DBD. Dapat dilihat dari nilai p-value >0,05
atau nilai chi kuadrat hitung < chi kuadrat tabel.
b. Jenis Kelamin
Tabel 4.15
Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD
Menurut Jenis Kelamin Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Jenis Kelamin Frekuensi X2 X
2 tabel
Asymp.sig
(p-value)
Laki-laki 48 0,154 3,841 0,695
Perempuan 56
Sumber: Data Primer Terolah
Tabel 4.15 menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan
penderita demam berdarah dengue dari karakteristik jenis kelamin
dalam penyebaran penyakit DBD, karena dilihat dari nilai p-value
>0,05 atau nilai chi kuadrat hitung < chi kuadrat tabel.
c. Pendidikan
Tabel 4.16
Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD
Menurut Pendidikan Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Pendidikan Frekuensi X2
X2
tabel
Asymp.sig
(p-value)
Tidak/Belum Tamat SD 52
71,096 9,488 0,000
Tamat SD 8
Tamat SMP/Sederajat 9
Tamat SMA/Sederajat 27
Tamat Perguruan Tinggi 8
Sumber: Data Primer Terolah
109
Tabel 4.16 menunjukkan bahwa ada kecenderungan penderita
demam berdarah dengue dari karakteristik pendidikan dalam
penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Dapat dilihat dari
nilai p-value <0,05 atau nilai chi kuadrat hitung > chi kuadrat tabel.
d. Pekerjaan
Tabel 4.17
Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD
Menurut Pekerjaan Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Pekerjaan Frekuensi X2
X2
tabel
Asymp.sig
(p-value)
PNS/TNI/POLRI 5
132,923 12,592 0,000
Swasta 5
Buruh 3
Wiraswasta 8
Mahasiswa/Pelajar 33
Ibu rumah tangga 2
Tidak Bekerja 48
Sumber: Data Primer Terolah
Tabel 4.17 menunjukkan bahwa ada kecenderungan yang
signifikan penderita demam berdarah dengue dari karakteristik
pekerjaan dengan penyebaran penyakit DBD. Karena dilihat dari
nilai p-value <0,05 atau nilai chi kuadrat hitung > chi kuadrat tabel.
110
e. Keberadaan Tanaman Hias dan Tanaman Pekarangan
Tabel 4.18
Kecenderungan Keberadaan Tanaman Hias dan
Tanaman Pekarangan Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Keberadaan Tanaman
Hias/Pekarangan Frekuensi X
2
X2
tabel
Asymp.sig
(p-value)
Ada 87 47,115 3,841 0,000
Tidak ada 17
Sumber: Data Primer Terolah
Tabel 4.18 menunjukkan bahwa ada kecenderungan kondisi
lingkungan rumah pada penyebaran penyakit demam berdarah
dengue dari karakteristik keberadaan tanaman hias dan tanaman
pekarangan. Dilihat dari nilai p-value < 0,05 atau nilai chi kuadrat
hitung > chi kuadrat tabel.
f. Keberadaan Barang-barang Bekas
Tabel 4.19
Kecenderungan Keberadaan Barang-barang Bekas
Pada Penyebaran Penyakit DBDDalam Zona D
Wilayah Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Keberadaan
Barang-barang
Bekas
Frekuensi X2
X2
tabel
Asymp.sig
(p-value)
Ada 53 0,038 3,841 0,845
Tidak ada 51
Sumber: Data Primer Terolah
Tabel 4.19 menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan
keberadaan barang-barang bekas pada penyebaran penyakit demam
111
berdarah dengue. Dilihat dari nilai p-value > 0,05 atau nilai chi
kuadrat hitung < chi kuadrat tabel.
g. Kondisi Ventilasi Rumah
Tabel 4.20
Kecenderungan Kondisi Ventilasi Rumah
Pada Penyebaran Penyakit DBD
Dalam Zona D Wilayah
Kota Yogyakarta
Tahun 2013
Kondisi Ventilasi
Rumah Frekuensi X
2
X2
tabel
Asymp.sig
(p-value)
Tertutup Kawat Kasa 11
64,654 3,841 0,000 Tidak Tertutup Kawat
Kasa 93
Sumber: Data Primer Terolah
Tabel 4.20 menunjukkan bahwa ada kecenderungan kondisi
ventilasi rumah pada penyebaran penyakit demam berdarah
dengue. Dapat dilihat dari nilai p-value < 0,05 atau nilai chi kuadrat
hitung > chi kuadrat tabel.
112
C. PEMBAHASAN
1. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan Umur
Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada
kecenderungan penderita demam berdarah dengue dari karakteristik umur
pada penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Sehingga dapat
dikatakan penderita demam berdarah dengue dalam Zona D menyerang
semua kategori umur.
Penyakit demam berdarah dengue dapat menyerang semua
kelompok umur bukan hanya pada kelompok umur dibawah umur 12
tahun saja yakni anak-anak akan tetapi dapat juga menyerang kelompok
umur 12 tahun keatas yakni dewasa muda dan dewasa tua. Soegeng
Soegijanto dalam bukunya yang berjudul “Demam Berdarah Dengue”
menyatakan penyakit demam berdarah dengue tidak hanya cenderung
terjadi pada anak kelompok usia 4-5 tahun. Namun telah terjadi
pergeseran kasus yang mengarah juga pada kelompok usia 15 – 44 tahun.
Berarti penyakit ini menyerang kelompok masyarakat yang mempunyai
potensi dalam pembangunan.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya kebanyakan kasus demam
berdarah dengue di malaysia pada kalangan umur adalah sama (Bakar
et.al, 2004). Sementara dalam penelitian yang dilakukan oleh Ipa et.al
pada tahun 2004 di daerah ciamis, jawa barat menghasilkan infeksi virus
dengue banyak terjadi pada usia 10 – 19 tahun. Hal ini dikarenakan orang
113
dewasa yang terinfeksi satu strain virus tidak kebal. Beberapa penyakit
tertentu pada bayi (anaka balita) dan orang tua lebih mudah terserang.
Sedangkan pada usia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang kebal
terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan
karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah
(Notoatmodjo, 2007).
Menurut Depkes (2011) menjelaskan bahwa semua orang rentan
terhadap penyakit demam berdarah dengue. Penderita yang sembuh dari
infeksi dengan satu jenis serotipe akan memberikan kekebalan homolog
seumur hidup. Tetapi tidak memberikan perlindungan yang sama terhadap
infeksi serotipe yang berbeda.
2. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan Jenis
Kelamin Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Jenis kelamin merupakan salah satu dari faktor-faktor yang
mempengaruhi kekebalan selain usia. Kekebalan berdasarkan jenis
kelamin hanya berpengaruh pada penyakit menular tertentu
(Notoatmodjo, 2007).
Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada kecenderungan
penderita demam berdarah dengue dari karakteristik jenis kelamin pada
penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Jadi, penderita demam
berdarah dengue dalam Zona D terjadi pada laki-laki dan perempuan.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya pada lima RSUD di Jakarta
tidak ada perbedaan penderita demam berdarah dengue berdasarkan usia
114
dan jenis kelamin (Avrina et.al, 2010). Hal yang berbeda diungkapkan
oleh Bakar et.al, (2004) dalam penelitiannya di malaysia bahwa penderita
demam berdarah dengue lebih banyak terjadi pada kaum laki-laki
daripada perempuan. Dikarenakan pada penelitian sebelumnya
menyatakan berkaitan dengan aktivitas luar rumah dan jangkitan di
lingkungan tempat bekerja.
Hasyimi et.al, dalam penelitiannya menghasilkan responden jenis
kelamin laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang hampir sama
(OR 1 dan 0,98 (0,72-1,33). Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa antara
laki-laki dan perempuan memiliki peluang untuk terjangkit DBD adalah
sama (M. Hasyimi et.al, 2007). Hal yang serupa dikemukakan oleh
Kemenkes RI, 2010 dalam “Buletin Jendela Epidemiologi Demam
Berdarah Dengue” bahwa risiko terkena demam berdarah dengue untuk
laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin.
3. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan
Pendidikan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
kecenderungan karakteristik penderita demam berdarah dengue
berdasarkan pendidikan pada penyebaran penyakit demam berdarah
dengue dalam Zona D di wilayah Kota Yogyakarta tahun 2012. Penderita
demam berdarah dengue di dominasi oleh pendidikan tidak/belum tamat
sekolah dasar sebanyak 52 penderita (50,0%) dari total 104 penderita
demam berdarah dengue.
115
Pada penderita dengan pendidikan tidak/belum tamat sekolah dasar
(balita dan anak usia sekolah) belum dapat memahami tentang perilaku
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan derajat kesehatannya. Sehingga
diperlukan peran orang yang lebih dewasa dan matang dalam
membimbing mereka. Notoatmodjo (2007) dalam bukunya yang berjudul
“Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni” menjelaskan bahwa Pendidikan
merupakan proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah
yang lebih dewasa, lebih matang pada diri individu dan kelompok atau
masyarakat. Berdasar pada asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial
dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat
selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih
dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu dan sebagainya). Dalam
mencapai tujuan tersebut seorang individu, kelompok atau masyarakat
tidak terlepas dari belajar.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa di daerah Cimanggis,
Depok, Jawa Barat kebanyakan penderita demam berdarah dengue adalah
pada tingkat pendidikan belum sekolah dan SD (61%) (Wahyono et.al
dalam Kemenkes RI, 2010).
4. Kecenderungan Karakteristik Penderita DBD Berdasarkan
Pekerjaan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada kecenderungan
karakteristik pekerjaan pada penyebaran penyakit DBD. Penderita demam
berdarah dengue paling banyak terjadi pada kalangan tidak bekerja
116
sebanyak 48 penderita dan kalangan mahasiswa/pelajar sebanyak 33
penderita. Pada penderita kalangan tidak bekerja kebanyakan waktunya
dihabiskan di rumah sehingga kemungkinan mendapat gigitan nyamuk di
lingkungan rumah. Sementara untuk kalangan mahasiswa/pelajar lebih
banyak beraktifitas di lingkungan sekolah atau kampus kemungkinan
memiliki ancaman yang sama dengan lingkungan rumah.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya penderita demam berdarah
dengue di malaysia banyak terjadi pada kalangan ibu rumah tangga (IRT)
dan pelajar. Kemungkinan ibu rumah tangga dan pelajar mendapat gigitan
nyamuk ketika beraktifitas didalam rumah bahkan mungkin ketika
beraktifitas di lingkungan sekolah untuk para pelajar (Bakar et.al, 2004).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Essy Mandriani, karakteristik
penderita demam berdarah dengue di Medan tahun 2008 paling banyak
dari kalangan pelajar/mahasiswa.
Penyebaran penyakit demam berdarah dengue melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Larva/jentik nyamuk umumnya ditemukan di
drum, tempayan, gentong atau bak mandi di rumah keluarga indonesia
yang kurang diperhatikan kebersihannya (Soedarmo, 2009). Penularan
tidak hanya dirumah tetapi di sekolah atau di tempat kerja (Kemenkes RI,
2010). Penderita demam berdarah dengue banyak terjadi pada kalangan
tidak bekerja dan kalangan mahasiswa/pelajar. Dikarenakan pada
lingkungan sebagai tempat beraktifitas rutin memiliki ancaman yang
sama.
117
5. Kecenderungan Keberadaan Tanaman Hias Dan Tanaman
Pekarangan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada kecenderungan keberadaan
tanaman hias dan tanaman pekarangan pada penyebaran penyakit demam
berdarah dengue dalam Zona D. Penderita demam berdarah dengue rata-
rata memiliki atau ditemukan tanaman hias seperti bunga yang tumbuh
pada media tanah maupun pot bunga dan berbagai jenis tanaman pekarang
di sekitar halaman rumah penderita.
Menurut Prasetyo (2012) Lingkungan biologi yang berpengaruh
terhadap perkembangbiakan vektor penyakit Demam Berdarah Dengue
adalah jumlah tanaman hias dan tanaman pekarangan, karena banyaknya
tanaman akan mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan di dalam
rumah dan halaman. Semakin banyak tanaman hias dan tanaman
pekarangan akan menambah tempat untuk istirahat nyamuk dan
memperpanjang umur nyamuk.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya, salah dua dari faktor
lingkungan rumah yang mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue
di wilayah kerja puskesmas tegal timur kota Tegal ialah keberadaan
tanaman hias dan keberadaan tanaman pekarang (Agustin, 2010). Dalam
penelitian lainnya menghasilkan keberadaan tanaman hias dan pekarangan
memiliki perbedaan risiko dalam kejadian demam berdarah dengue antara
kelompok kontrol dengan kelompok kasus sebesar 0,28 kali dibandingkan
118
dengan yang tidak menderita penyakit demam berdarah dengue (Djarjito
et.al, 2008).
6. Kecenderungan Keberadaan Barang-barang Bekas Pada Penyebaran
Penyakit DBD Dalam Zona D
Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada
kecenderungan keberadaan barang-barang bekas pada penyebaran
penyakit demam berdarah dengue dalam Zona D. Dari hasil survei dapat
dilihat baik di lingkungan rumah penderita yang tidak memiliki atau tidak
ditemukan barang-barang bekas hampir sebanding dengan penderita yang
memiliki atau ditemukan barang-barang bekas di lingkungan rumah. Pada
lingkungan rumah penderita yang ditemukan barang-barang bekas,
kebanyakan barang-barang bekas berupa kaleng, botol, ember dan lain-
lain yang tidak berisi air atau berisi sedikit air dalam kondisi terbuka lebar
dan terkena oleh sinar matahari secara langsung sehingga kurang disukai
oleh nyamuk sebagai tempat perindukan.
Penderita demam berdarah dengue tidak cenderung menyimpan
barang-barang bekas di lingkungan rumah. Hal ini dikarenakan pada
kebiasaan setiap individu yang berdeba dalam menjaga kebersihan
lingkungan rumah. Penderita demam berdarah dengue yang berada di
lingkungan perumahan elite biasanya tidak ditemukan barang-barang
bekas.
Soedarmo (2009) dalam bukunya yang berjudul “Demam Berdarah
Dengue Pada Anak” menjelaskan bahwa di daerah perkotaan Aedes
119
aegypti biasanya ditemukan dan hampir selalu mengigit dalam rumah.
Nyamuk Aedes aegypti betina suka bertelur diatas permukaan air pada
dinding vertikal bagian dalam yang berisi sedikit air. Air harus jernih dan
terlindung dari cahaya matahari langsung. Tempat air yang dipilih ialah
tempat air didalam dan dekat rumah.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya di wilayah kerja puskesmas
tegal timur kota Tegal, mengubur barang-barang bekas tidak selalu dapat
mempengaruhi kejadian demam berdarah dengue (Agustin, 2010).
7. Kecenderungan Kondisi Ventilasi Rumah Pada Penyebaran Penyakit
DBD Dalam Zona D
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada kecenderungan kondisi
ventilasi rumah pada penyebaran penyakit demam berdarah dengue dalam
Zona D. Jadi, penderita demam berdarah dengue rata-rata ditemukan
kondisi ventilasi rumah yang tidak tertutup kawat kasa. Dalam artikel
yang dimuat oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang berjudul
“Waspada Demam Berdarah” untuk mencegah gigitan nyamuk ialah
dengan menggunakan obat nyamuk, memakai obat repelent, dan
memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi. Pada daerah penelitian
banyak penderita demam berdarah dengue yang ventilasi rumahnya tidak
tertutup kawat kasa.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya ada hubungan antara
Pemasangan kawat kasa pada ventilasi dengan kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar
120
Lampung. Rumah dengan kondisi ventilasi tidak terpasang kasa
nyamuk/strimin, akan memudahkan nyamuk untuk masuk ke dalam
rumah untuk menggigit manusia dan untuk beristirahat. Keadaan ventilasi
rumah yang tidak ditutupi kawat kasa akan menyebabkan nyamuk masuk
ke dalam rumah. Dengan tidak adanya kasa nyamuk pada ventilasi rumah,
akan memudahkan nyamuk Aedes aegypti masuk ke dalam rumah pada
pagi hingga sore hari. Hal ini tentunya akan memudahkan terjadinya
kontak antara penghuni rumah dengan nyamuk penular Demam Berdarah
Dengue (DBD), sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya penularan
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang lebih tinggi dibandingkan dengan
rumah yang ventilasinya terpasang kasa (Tamza, 2013).
8. Curah Hujan Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Curah hujan bulanan di wilayah kota Yogyakarta berkisar antara 38,0-
409,0 mm dengan rata-rata curah hujan sebesar 120 mm dan curah hujan
mingguan berkisar antara 9,5 mm–102,2 mm. Terjadi peningkatan kasus
demam berdarah dengue pada musim penghujan yang dimulai pada bulan
oktober - april dengan durasi hujan yang cukup lama dan terjadi penurunan
pada musim kemarau bulan mei – september.
Menurut Hidayati (2008) dalam Sulasmi (2013) menjelaskan bahwa
Setiap 1 mm curah hujan menambah kepadatan nyamuk satu ekor, akan
tetapi curah hujan sebesar 140 mm dalam seminggu akan menyebabkan
nyamuk hanyut dan mati. Curah hujan mempunyai kontribusi dalam
121
tersedianya habitat vektor. Curah hujan akan menambah genangan air
sebagai tempat perindukan nyamuk.
Dalam Soedarmo (2009) menjelaskan bahwa Perubahan musim akan
mempengaruhi frekuensi gigitan nyamuk atau panjang umur nyamuk. Di
daerah jakarta survei terhadap kebiasaan mengigit nyamuk Ae. aegypti
menunjukkan bahwa pada musim kemarau nyamuk itu paling sering
mengigit pada pagi hari, sedangkan pada musim hujan puncak jumlah
gigitan terjadi pada siang-sore hari. Pergeseran ini memungkinkan vektor
Ae. aegypti melakukan gigitan yang tidak terputus pada waktu orang tidur
siang hari selama musim hujan. Kemungkinan lain ialah perubahan musim
mempengaruhi virus atau manusia sendiri yang mengubah sikapnya
terhadap gigitan nyamuk, misalnya menggunakan waktu untuk lebih
banyak tinggal dalam rumah selama musim hujan.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya curah hujan berkisar antara
0,5– 127,5 mm per minggu dapat meningkatkan kejadian demam berdarah
dengue di kota Kupang pada tahun 2010 – 2011 (Maran et.al, 2012). Curah
hujan yang tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan banjir sehingga dapat menghilangkan tempat perindukan
nyamuk Aedes yang biasanya hidup di air bersih. Akibatnya jumlah
perindukan nyamuk akan berkurang sehingga populasi nyamuk akan
berkurang. Namun jika curah hujan kecil dan dalam waktu yang lama akan
menambah tempat perindukan nyamuk dan meningkatkan populasi
nyamuk. Seperti penyakit berbasis vektor lainnya, DBD menunjukkan pola
122
yang berkaitan dengan iklim terutama curah hujan karena mempengaruhi
penyebaran vektor nyamuk dan kemungkinan menularkan virus dari satu
manusia ke manusia lain (EHP, 2008 Dalam Dini et.al, 2010).
9. Suhu Udara Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suhu udara di wilayah kota
Yogyakarta berkisar antara 25,2oC – 28,1
oC dengan rata-rata suhu udara
sebesar 27oC. Kasus demam berdarah dengue dalam Zona D banyak
terjadi pada suhu diatas 27oC. Rentang suhu tersebut merupakan suhu yang
optimal untuk perkembangan nyamuk Aedes aegypti dan juga merupakan
suhu yang optimal dalam peningkatan kasus demam berdarah dengue.
Dalam Prasetyo (2012) menjelaskan bahwa Suhu udara dapat
mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk. Pada suhu rendah nyamuk
dapat bertahan akan tetapi dengan metabolisme menurun dan akan
berhenti sama sekali apabila suhu turun dibawah suhu kritis. Pada suhu
yang sangat tinggi dapat mempengaruhi proses fisiologis nyamuk. Dalam
hal persebaran kasus demam berdarah dengue, suhu berpengaruh terhadap
perkembangan vektor penyakit yakni nyamuk Aedes aegypti.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa rata-rata suhu udara di
Daerah Istimewa Yogyakarta berkisar antara 26oC – 32
oC pada kejadian
demam berdarah dengue di provinsi DIY. Suhu tersebut merupakan suhu
yang ideal untuk perkembangan nyamuk Aedes aegypti, nyamuk tersebut
bisa bertelur dan menetaskan telur dalam siklus kehidupannya. Suhu yang
123
ideal menyebabkan populasi vektor menjadi tinggi dan menyebabkan
kontak antara vektor dan manusia menjadi sering (Mukhlisin, 2008).
10. Kelembaban Udara Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Kelembaban udara di wilayah kota Yogyakarta berkisar antara 74,5%
sampai 82,9% dengan rata-rata kelembapan udara sebesar 80%.
Berdasarkan hasil penelitian banyak terjadi peningkatan kasus demam
berdarah dengue pada kelembapan diatas 80%. Kaitan kelembaban udara
dengan kejadian DBD adalah dalam hal kemampuan nyamuk untuk
bertahan hidup.
Dalam makalah publikasi oleh Sugeng Juwono Mardihusodo (1974–
1992) mengungkapkan bahwa kelembaban udara optimum untuk
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang berada di daerah
Yogyakarta berkisar antara 81,5% - 89,5%. Kelembaban udara yang
tinggi, akan meyebabkan tingkat kematian nyamuk Ae.Aegypti akan
semakin rendah, hal ini menyebabkan vektor dapat bertahan hidup lebih
lama (Daud, 2008).
Sejalan dengan penelitian sebelumnya kelembaban udara yang tinggi
dapat meningkatkan kejadian demam berdarah dengue di Provinsi
Sumatera Selatan (Hasyim, 2009). Pada penelitian lain kelembaban udara
diatas 70% mampu menigkatkan angka kejadian demam berdarah dengue
hampir sepanjang tahun di Kabupaten Banjar (Sulasmi, 2013).
124
11. Kepadatan Penduduk Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Hasil penelitian menungkapkan kepadatan penduduk paling tinggi
berada di Kelurahan Warungboto sebesar 31405 jiwa/km2. Sementara
kepadatan penduduk paling rendah berada di kelurahan Mujamuju sebesar
1170 jiwa/km2. Kejadian demam berdarah paling tinggi sebesar IR = 17,80
per 10.000 penduduk di kelurahan Warungboto. Sementara kejadian
demam berdarah dengue paling rendah sebesar IR = 5,46 per 10.000
penduduk di kelurahan Mujamuju.
Dalam Mukhlisin (2008) menjelaskan bahwa nyamuk Aedes aegypti
memiliki sifat multiple bitting dan cenderung lebih suka darah manusia,
kebiasaan mengigit pada siang hari dan sore hari. Mobilitas, aktifitas dan
kepadatan penduduk kota yang tinggi menyebabkan peningkatan risiko
terjadi transmisi virus dengue dari nyamuk Aedes aegypti ke manusia. Hal
yang serupa dikemukakan oleh Sukowati (2010) dalam artikelnya yang
berjudul “Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue dan Pengendaliannya
Di Indonesia” bahwa sifat dari nyamuk tersebut meningkatkan risiko
penularan DB/DBD di wilayah perumahan yang penduduknya lebih padat,
satu individu nyamuk yang infektif dalam satu periode waktu mengigit
akan mampu menularkan virus kepada lebih dari satu orang (Kemenkes
RI, 2010).
Sejalan dengan penelitian sebelumnya ada hubungan kepadatan
penduduk dengan kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Palu.
Keberadaan nyamuk ini berkaitan dengan aktivitas manusia dan mobilitas
125
penduduk. Semakin padat penduduk di suatu wilayah maka semakin rentan
terhadap penyakit DBD, terutama di negara berkembang dimana penduduk
yang padat diiringi dengan kurangnya kebersihan lingkungan (Daud,
2008).
12. Angka Bebas Jentik Pada Penyebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Dari data yang ada dapat dilihat bahwa seluruh wilayah kerja
puskesmas yang berada dalam Zona D memiliki angka bebas jentik kurang
dari 95% berarti bahwa seluruh kelurahan yang berada dalam wilayah
kerja puskesmas berpotensial dalam terjadinya penyebaran penyakit
demam berdarah dengue. Angka bebas jentik paling rendah berada di
wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo I jumlah kasus sebanyak 68 kasus
dengan angka insiden rate (IR = 15,76). Sementara angka bebas jentik
yang paling tinggi berada di wilayah kerja Puskesmas Kotegede II jumlah
kasus sebanyak 16 kasus dengan angka insiden rate (IR = 13,43). Angka
insiden rate paling rendah berada di wilayah kerja Puskesmas Kotagede I
(IR = 7,33) sebanyak 17 kasus.
Angka bebas jentik (ABJ) lebih menggambarkan luasnya persebaran
nyamuk disuatu wilayah. Indikator dalam keberhasilan pemberantasan
sarang nyamuk dapat diukur dengan angka bebas jentik (ABJ). ABJ <95%
dapat berpotensi dalam penularan penyakit sedangkan ABJ ≥95% tidak
menjadi potensial dalam penularan penyakit demam berdarah dengue
(Kemenkes RI, 2010).
126
Sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Hasyim tahun 2009 bahwa
Angka Bebas Jentik yang rendah (ABJ rendah) dapat meningkatkan
kejadian demam berdarah dengue di Sumatera Selatan. Angka bebas jentik
(ABJ) dapat menggambarkan besaran masalah DBD. Penyebaran habitat
nyamuk Ae.aegypti, mungkin disebabkan meningkatnya mobilitas
penduduk dan transportasi dari suatu daerah ke daerah lain serta adanya
perubahan lingkungan misalnya banyaknya tanaman yang ditebang
sehingga suhu udara menjadi tinggi, dan penduduk makin padat, sehingga
keadaan tersebut sesuai dengan habitat nyamuk (Hasyim, 2009).
13. Persebaran Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Dalam Zona D
Kejadian kasus demam berdarah dengue tertinggi berada di tujuh
kelurahan yakni Warungboto sebanyak 17 kasus (IR = 17,80), Sorosutan
sebanyak 24 kasus (IR = 16,79), Tahunan sebanyak 13 kasus (IR = 14,53),
Semaki sebanyak 8 kasus (IR = 15,06), Rejowinangun sebanyak 16 kasus
(IR = 13,43), Giwangan sebanyak 8 kasus (IR = 10,88), dan Pandeyan
sebanyak 12 kasus (IR = 10,05). Sementara kelurahan yang paling rendah
kejadian demam berdarah dengue berada di tiga kelurahan yaitu Mujamuju
sebanyak 6 kasus (IR = 5,46), Purbayan sebanyak 7 kasus (IR = 6,20), dan
Prenggan sebanyak 10 kasus (IR = 8,40).
Dari hasil pemetaan, kasus demam berdarah dengue tersebar pada
hampir seluruh kelurahan dalam Zona D. Kelurahan dengan insiden rate
paling tinggi ialah Kelurahan Warungboto dan insiden rate paling rendah
berada di kelurahan Mujamuju. Pada daerah penelitian persebaran
127
penduduk tidak merata, dimana persebarannya hanya terpusat pada
wilayah pengembangan kawasan baru. Kelurahan Warungboto adalah
salah satunya, karena kelurahan warungboto merupakan kawasan yang
ramai dengan kompleks pertokoan, pemukiman dan berada di pinggir kota
serta ramai dikunjungi oleh para pendatang dari berbagai daerah. Dalam
Soedarmo (2009) menjelaskan bahwa penyakit demam berdarah dengue
biasanya menjalar dimulai dari suatu pusat sumber penularan, kemudian
mengikuti lalu lintas penduduk. Makin ramai lalu lintas itu maka semakin
besar kemungkinan penyebaran.
Dalam penelitian lain yang sejenis menyatakan pola pergerakan kasus
demam berdarah dengue berputar pada pemukiman padat yang merupakan
faktor risiko penularan DBD (Lasut et.al, 2009).
14. Pola Persebaran Penyakit DBD Dalam Zona D
Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit arthropod-
borne viruses, artinya virus yang ditularkan melalui gigitan artropoda,
salah satunya adalah nyamuk. Penyakit demam berdarah dengue ini
termasuk dalam penyakit menular (contagius disease) atau juga disebut
communicabel disease dimana persebaran penyakit ini disebarkan oleh
manusia atau binatang ke manusia atau binatang lainnya (Soedarmo,
2009).
Dari hasil penelitian diperoleh peta buffer berdasarkan jarak terbang
nyamuk radius 200 meter. Pada peta tersebut terlihat bahwa pola
128
persebaran penyakit demam berdarah dengue menjalar melalui suatu
populasi dari satu daerah ke daerah lain dimana proses menjalarnya terjadi
kontak langsung antara manusia dengan vektor penyakit demam berdarah
dengue. Sejalan dalam teori yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Soekidjo
Notoatmodjo dalam bukunya yang berjudul “Kesehatan Masyarakat Ilmu
dan Seni” penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan
(berpindah dari orang yang satu ke orang yang lain, baik secara langsung
maupun melalui perantara). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya
agent atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah. Penularan
ini salah satunya dapat melalui kontak lansung dengan penyebab penyakit
(Notoatmodjo, 2007).
Analisis tetangga terdekat merupakan suatu pendekatan untuk melihat
pola persebaran kasus penyakit demam berdarah dengue (Prasetyo, 2012).
Untuk analisis tetangga terdekat digunakan software Arc GIS tipe 9.3 dan
data yang dianalisis adalah titik koordinat lokasi kasus penyakit demam
berdarah dengue. Hasil analisis diperoleh nilai Z = -17,002937 dan p =
0,000000. Dengan melihat nilai p < 0,05 maka dapat dinyatakan bahwa
pola persebaran penyakit demam berdarah dengue mempunyai
kecenderungan kearah pola cluster atau mengelompok.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh citra Indriani tahun 2010,
terjadi clustering kasus demam berdarah dengue di wilayah kota
Yogyakarta. Pengelompokan kasus banyak terjadi pada daerah dengan
nilai ABJ rendah (Indriani, 2010).
129
Peta arah trend persebaran kasus demam berdarah dengue
menunjukkan pola persebaran yang berhubungan dengan arah angin,
dimana secara umum angin bergerak dari barat ke timur yang disertai
dengan curah hujan yang optimum dalam durasi hujan yang cukup lama.
Hal ini akan sangat mendukung dalam pergerakan nyamuk.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya di kecamatan Magetan
kabupaten Magetan arah trend persebaran kasus demam berdarah dengue
selama tahun 2008-2011 mengikuti arah angin yang menuju barat daya
sampai dengan timur laut (Prasetyo, 2012). Dalam artikel penelitian yang
disusun oleh Wahyono et.al yang berjudul “Faktor-faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Dan Upaya
Penanggulangannya Di Kecamatan Cimanggis, Depok, Jawa Barat”
menjelaskan bahwa pola persebaran yang sistematis yaitu selalu dari barat
ke timur berhubungan dengan arah angin. Pada bulan Januari – Maret
merupakan Musim Muson Asia, secara umum angin bergerak dari barat ke
timur yang disertai dengan curah hujan yang tinggi. Kombinasi dari
fenomena itu sangat mendukung pergerakan nyamuk yang disertai dengan
ketersediaan genangan air (Kemenkes RI, 2010).