Teknologi Hasil Perikanan

46
1 LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN Laporan diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan pada kuliah teknologi hasil perikanan OLEH : SITTI HASRIANI HASAN I1A2 09 051 GUSTI MADE AYU ANDIRA I1A2 09 058 WA HAMSINA I1A2 09 056 ARDANA KURNIAJI I1A2 10 097 PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2012

Transcript of Teknologi Hasil Perikanan

1

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

Laporan diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan pada

kuliah teknologi hasil perikanan

OLEH :

SITTI HASRIANI HASAN I1A2 09 051

GUSTI MADE AYU ANDIRA I1A2 09 058

WA HAMSINA I1A2 09 056

ARDANA KURNIAJI I1A2 10 097

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2012

2

PENANGANAN IKAN

3

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perlu difahami bahwa mutu hasil perikanan (ikan) yang terbaik atau

”segar” adalah saat dipanen dimana hasil penanganan atau pengolahan selanjutnya

tidak akan pernah menghasilkan mutu yang lebih baik, oleh karena itu cara

penanganan pertama saat panen menjadi sangat penting karena akan berarti ikut

mempertahankan mutunya selama tahapan distribusi, penanganan dan pengolahan

selanjutnya sampai siap dikonsumsi.

Agar dapat melakukan penanganan hasil perikanan secara benar untuk

mempertahankan mutunya perlu diketahui ciri-ciri mutunya (ikan dan hasil

perikanan lainnya) yang baik dan penyebab kerusakaannya sehingga dapat dicari

dan dipilih cara penanganan yang paling efektif dan efisien untuk mencegah atau

menghambat aksi penyebab kerusakan tersebut.

Kondisi komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan saat dipanen

merupakan ciri atau kriteria mutu (kesegaran) -nya sekaligus merupakan penyebab

dominan kerusakan mutunya dibanding penyebab lainnya seperti kontaminasi dan

benturan/tekanan fisik.

Perubahan komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan yang terjadi

segera setelah dipanen dapat efektif dihambat dengan perlakuan suhu rendah.

Fakta telah menunjukkan bahwa perlakuan suhu rendah menggunakan es

merupakan salah satu cara yang paling cocok untuk menangani ikan setelah

dipanen sampai saat siap untuk diolah lebih lanjut. Cara ini erelatif murah dan

mudah untuk dikerjakan sesuai dengan kondisi tingkat pengetahuan teknik

maupun sosial-ekonomi nelayan, petani ikan dan pedagang ikan saat ini.

4

Untuk melakukan penanganan ikan dengan es secara baik dan mencegah

penyebab kerusakan lainnya seperti kontaminasi maupun benturan/tekanan fisik,

diperlukan sarana yang cocok dalam jumlah cukup. Oleh karena itu sarana

tersebut merupakan syarat mutlak yang harus disediakan diatas kapal penangkap

ikan dan di tempat penanganan ikan segar lainnya seperti di dermaga

pembongkaran, tempat pelelangan ikan (TPI) dan gudang pada pangkalan

pendaratan ikan (PPI) atau pelabuhan perikanan.

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari laporan ini adalah sebagai media informasi mengenai dasar-

dasar cara praktis menangani ikan dengan es setelah ditangkap di atas kapal

penangkap ikan dan di pangkalan pendaratan ikan atau pelabuhan perikanan.

Manfaat dari laporan ini yaitu dapat digunakan sebagai panduan bagi para

nelayan, petani ikan, pengelola PPI, pedagang ikan dan pihak-pihak lain yang

berkepentingan dan dipraktekkan dalam menangani ikan segar agar dapat dicapai

hasil produksi perikanan dengan mutu yang prima sehingga harganya menjadi

mahal dan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan petani ikan produsen.

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

6

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan pada hari Sabtu tanggal 8 Desember 2012 pada

pukul 05.30 WITA sampai selesai, Yang bertempat di Laboratorium Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, Kendari.

B. Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan dalam praktikum penanganan ikan ini

dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1. Alat Serta Kegunaannya yang Digunakan pada Praktikum Penanganan

Ikan Adalah Sebagai Berikut :

No. Alat Satuan Kegunaan

1. Wadah kedap air - Sebagai wadah untuk

menyimpan ikan

2. Timbangan elektrik G Untuk menimbang

3. Ember Plastik - Sebagai wadah untuk

menyimpan ikan

Tabel 2. Bahan serta Kegunaannya yang Digunakan pada Praktikum Penanganan

Ikan Adalah Sebagai Berikut :

No. Bahan Satuan Kegunaan

1. Ikan - Sebagai bahan uji

2. Es Batu - Sebagai media pendingin

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam penanganan ikan adalah sebagai berikut :

1. Memisahkan ikan berdasarkan jenis, tingkat kesegaran dan ukurannya,

kemudian menimbang ikan.

7

2. Menyusun ikan di dalam wadah dan sebelumnya wadah sudah ditaburi

bongkahan es batu. Susunan lapisannya adalah es batu, ikan, es batu, ikan, es

batu.

3. Mengupayakan seluruh tubuh ikan tertutup dengan bongkahan es batu

4. Menutup wadah sebaik mungkin agar tidak terjadi kontak langsung dengan

udara.

8

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

B. Pembahasan

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mudah membusuk. Hal

ini dapat dilihat pada ikan-ikan yang baru ditangkap dalam beberapa jam saja

kalau tidak diberi perlakuan atau penanganan yang tepat maka ikan tersebut

mutunya menurun. Penanganan ikan basah harus dimulai segera setelah ikan

diangkat dari air tempat hidupnya, dengan perlakuan suhu rendah dan

memeperhatikan faktor kebersihan dan kesehatan.

Salah satu cara penanganan ikan mati agar kesegaran tetap maksimal

adalah dengan menurunkan suhu tubuh ikan (pendinginan). semangkin besar

panas ikan yang di serap maka suhu ikan akan semangkin rendah. Pada suhu

rendah (dingin atau beku), proses-proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh

ikan yang mengarah pada kemunduran mutu ikan menjadi lebih lambat. Selain itu,

pada kondisi suhu rendah pertumbuhan bakteri pembusuk dalam tubuh ikan juga

dapat di perlambat. Dengan demikian, kesegaran ikan akan semangkin lama dapat

di pertahankan.

Es yang di gunakan untuk pendinginan ikan harus di hancurkan terlebih

dahulu menjadi bongkahan atau disebut menjadi butiran-butiran yang tidak terlalu

kecil dan tidak terlalu besar. Ukuran butiran bongkahan es kira-kira 1-2 cm³.

pemakaian bongkahan es yang terlalu besar dan runcing dapat mengakibatkan

kerusakan fisik ikan. Sementara butiran yang terlalu kecil akan menyebabkan

butiran es cepat melebur dan juga membendung aliran air ke bawah sehingga

terjadi genangan air antar lapisan ikan. Oleh karena itu, pemakaian es balok yang

9

di hancurkan akan lebih baik dari pada yang di serut karena akan di peroleh

butiran es yang berbeda-beda. Disarankan tidak menghancurkan es balok di atas

tumpukan ikan karena akan mengakibatkan kerusakan fisik pada ikan. Untuk

Ukuran dan jenis wadah yang digunakan, volume kotak yang lebih luas akan

mempercepat pencairan es. Hal ini dengan jumlah panas yang masuk ke dalam

kotak melalui permukaannya. Semakin besar luas permukaan maka panas yang

masuk ke dalam kotak semakin besar pula.

Jenis material kotak pengesan yang sering sering di gunakan saat ini oleh

para pelaku penanganan ikan di Indonesia antara lain: kayu, plastik polietilen,

fiberglass, dan Styrofoam. Dari berbagai macam kemasan tersebut urutan jenis

kemasan yang dapat memperlambat peleburan es adalah Styrofoam, kemudian di

ikuti dengan plastik polietilen, fiberglass, dan kayu. Namun, dalam praktiknya

kotak atau wadah untuk pendinginan ikan dengan es umumnya di buat dari

kombinasi berbagai jenis material, misalnya Styrofoam dengan kayu dan plastik

dengan kayu. Penggunaan isolasi dalam wadah pendinginan di maksudkan untuk

memperkecil jumlah panas yang masuk dari luar kemasan ke dalam kemasan

sehingga es menjadi lebih lama untuk melebur. Suhu luar kemasan yang tinggi

akan menyebabkan panas yang masuk kedalam kemasan juga besar sehingga

peleburan es semakin cepat.

Kondisi fisik ikan sebelum penanganan (sebelum di eskan) harus di

perhatikan. Ikan-ikan yang kondisi fisiknya jelek, misalnya lecet-lecet, memar,

sobek, atau luka pada kulit, sebaiknya dipisahkan dari ikan yang kondisi fisiknya

baik. Hal ini di sebabkan darah dari ikan yang luka akan mencemari atau

mengontaminasi ikan yang masih baik kondisinya.

10

Menurut Afrianto dan Liviawaty (2009) bahwa proses pembusukan ikan

dapat terjadi karena perubahan aktifitas enzim-enzim tertentu yang terdapat di

dalam tubuh, aktifitas bakteri dan mikroorganisme lain atau karena proses

oksidasi lemak oleh udara. Oleh sebab itu, dalam perlakuan yang dilakukan suhu

lingkungan (wadah) pengangkut diupayakan berada dalam kondisi suhu rendah

dan menutup rapat wadah untuk mencegah kontaminasi dengan udara. Karena jika

hal tersebut tidak dilakukan maka ikan akan mengalami proses oksidasi lemak dan

peningkatan aktivitas mikroba.

11

PENGGARAMAN

12

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak

dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat

mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui

semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk

mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan

bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang

bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan

seperti: menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan

yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan

ikan, antara lain dengan cara: penggaraman ikan, pengeringan, pemindangan,

perasapan, peragian, dan pendinginan ikan.

Pengolahan ikan asin dengan cara pengawetan ikan yang dianggap telah

kuno, masih banyak dilakukan orang di berbagai negara. Bahkan, di Indonesia

ikan asin masih menempati posisi sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok bagi

kehidupan rakyat banyak.

Disemua pusat produksi hasil perikanan, banyak dijumpai pengolahan ikan

asin.Semua jenis ikan, ukuran dan mutunya dapat diolah menjadi ikan asin.Oleh

karena itu, beragan jenis, ukuran, bentuk dan mutu ikan asin dijumpai dalam

pasar. Namun, untuk mendapatkan mutu ikan asin yang baik memerlukan

beberapa persyaratan mengenai bahan yang digunakan (ikan, garam) dan cara

pengolahannya.

13

Pengolahan ikan dengan cara penggaraman ikan, terdiri atas tiga metode,

yaitu penggaraman ikan kering (dry salting), penggaraman ikan basah (wet

salting) dan serupa dengan penggaraman ikan kering (kench salting). Ketiga

metode penggaraman ikan tersebut dapat dengan mudah dilakukan dan akan

mendapatkan hasil yang baik bergantung dari jenis garam yang digunakan. Garam

yang digunakan hendaknya garam dengan kandungan NaCl cukup tinggi.Selain

itu, jenis ikan dan proses pengolahannya juga dapat menentukan produk yang

dihasilkan.

Untuk lebih mengetahui pengolahan ikan dengan metode penggaraman

ikan, baik itu penggaraman ikan kering, penggaraman ikan basah dan

penggaraman ikan kench, sangat perlu dilakukan praktikum pengawetan ikan

dengan penggaraman ikan. Ikan yang digunakan dalam penggaraman ikan ini

pada umumnya adalah ikan-ikan pelagis seperti ikan kembung dan ikan selar.

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana prosedur

penggaraman ikan dengan metode wet salting, dry salting dan kench salting

dengan menggunakan ikan Lajang.

Manfaat dari praktikum ini adalah agar mahasiswa/praktikan mengetahui

proses pengawetan ikan dengan metode penggaraman ikan basah (wet salting),

penggaraman ikan kering (dry salting) dan penggaraman ikan kench (kench

salting), dengan menggunakan ikan Lajang.

14

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Karakteristik Bahan Baku

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak

dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat

mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui

semua lapisan masyarakat. Beberapa komposisi ikan segar per 100 gram bahan

dalam komponen kadar (%) adalah kandungan air 76,00, protein 17,00, lemak

4,50, serta mineral dan vitamin 2,52 – 4,50. Dari data ini dapat dilihat bahwa ikan

mempunyai nilai protein tinggi, dan kandungan lemaknya rendah sehingga banyak

memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh manusia (Saanin, 1984).

B. Bahan Tambahan

Bahan tambahan yang digunakan dalam proses penggaraman ikan adalah

garam. Garam merupakan faktor utama dalam proses penggaraman ikan ikan.

Sebagai bahan pengawet dalam proses penggaraman ikan. Kemurnian garam

sangat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan.Garam murni yang

digunakan adalah garam dengan kandungan NaCl cukup tinggi (90%) dan sangat

sedikit mengandung elemen-elemen yang dapat menimbulkan kerusakan

(Magnesium dan Kalsium), seperti sering dijumpai pada garam rakyat.Ikan asin

yang diolah dengan menggunakan garam murni memiliki daging berwarna putih

kekuning-kuningan dan luak.Jika dimasak, rasa ikan asin ini seperti ikan segar

(Anonim, 2011).

Kehalusan garam, kemurnian garam, dan kepekatan garam merupakan

faktor yang mempengaruhi banyaknya garam yang masuk ke dalam daging ikan

15

selama proses penggaraman ikan. Bila penggaraman ikan ikan dilakukan dengan

cara penggaraman ikan kering, makin halus kristal garam yang digunakan, makin

cepat larut dan diserap oleh daging ikan. Tetapi, penyerapan yang terlalu cepat

akan menyebabkan daging ikan cepat mengeras sehingga menghambat

penyerapan garam oleh otot daging bagian dalam. Karena iu, penggaraman ikan

kering biasanya menggunakan campuran kristal garam yang halus dan kasar

(Nahumury, 1994).

Pengawetan dengan penggaraman ikan menggunakan bahan garam kristal

sebagai bahan pengawet sedangkan biji kemiri yang sudah dimasak dipakai pada

wet salting yang berguna untuk mengetahui apakah larutan lewat jenuh atau tidak.

Bila biji kemiri mengapung diatas permukaan air, berarti larutan garam telah

mencapai lewat jenuh.Garam berfungsi juga sebagai penyebab bakteri pembusuk

dan menghambat pertumbuhan bakteri (Dirjen Perikanan dan Pertanian. 1998).

Garam yang murni lebih cepat diserap oleh daging ikan, karena kotoran

dalam garam selain mempengaruhi rupa, warna dan rasa ikan asin, juga

memperlambat penyerapan khususnya bila mengandung kalsium dan magnesium.

Bila penggaraman ikan menggunakan larutan garam (penggaraman ikan basah),

makin pekat larutan garam yang dipakai lebih cepat daging ikan menyerap garam.

Ikan yang digarami dengan larutan garam yang pekat dengan waktu pendek lebih

baik hasilnya, dibandingkan dengan menggunakan larutan garam encer dengan

waktu penggaraman ikan yang lebih lama (Anonim, 2009).

C. Difersifikasi Produk

Ikan asin adalah hidangan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan

dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan

16

yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar

untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat karena

ikan selalu mengalami berbagai jenis pengolahan maka kadar proteinnya akan

berbeda dari tiap-tiap jenis olahan. Menurut Athinson (1967) menyatakan bahwa

kadar protein dari berbagai jenis ikan olahan, kadar protein ikan dan kandungan

protein ikan per 1 kg sebagai berikut:

o Ikan segar ± 20 % , 200 gr

o Ikan pindang ± 27 % , 270 gr

o Ikan asap ± 30 % , 300 gr

o Ikan asin ± 50 % , 500 gr

Ikan asin adalah hidangan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan

dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan

yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar

untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup

rapat.Pengolahan ikan asin dalam skala kecil memerlukan waktu 3-5 hari untuk

mendapatkan hasil akhir ikan asin. Hal ini bergantung pada cuaca, karena

sebagian besar sangat bergantung pada sinar matahari (Anonim, 2009).

17

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan pada hari Sabtu tanggal 8 Desember 2012 pada

pukul 07.00 WITA sampai selesai, Yang bertempat di Laboratorium Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, Kendari.

B. Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan dalam praktikum penanganan ikan ini

dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 3. Alat Serta Kegunaannya yang Digunakan pada Praktikum Penggaraman

Ikan Adalah Sebagai Berikut :

No. Alat Satuan Kegunaan

1. Panci - Sebagai wadah untuk

menyimpan ikan

2. Timbangan elektrik g Untuk menimbang

3.

4.

5.

Ember plastik

Pisau

Tempat penjemuran/

para-para

-

-

-

Sebagai wadah untuk

menyimpan ikan

Sebagai alat pemotong

Sebagai tempat penjemuran

Tabel 4. Bahan serta Kegunaannya yang Digunakan pada Praktikum Penggaraman

Ikan Adalah Sebagai Berikut :

No. Bahan Satuan Kegunaan

1. Ikan - Sebagai bahan uji

2. Garam kristal - Sebagai pengawet

18

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam penggaraman ikan adalah sebagai berikut :

1. Memisahkan ikan berdasarkan jenis, tingkat kesegaran dan ukurannya.

2. Menyiangi ikan, sisik, insang dan isi perut dibersihkan. Membelah ikan yang

agak besar, membelah ikan yang ukurannya sedang dan kecil tidak perlu

cukup disiangi kemudian mencuci dengan air mengalir sampai bersih.

3. Meletakkan ikan yang telah bersih dan membiarkan beberapa saat hingga

tiris.

4. Menimbang ikan setelah agak kering kemudian dilakukan proses

penggaraman (Kench Salting).

Metode Kench Salting

a. Menumpuk ikan yang telah dibersihkan pada bidang datar lalu ditaburi garam

secukupnya sambil terus diaduk.

b. Menutup tumpukan ikan dengan penutup.

c. Tumpukan ikan dibiarkan sampai berubahnya tekstur daging ikan menjadi

lebih kencang dan padat, biasanya lebih dari 24 jam.

d. Membongkar tumpukan ikan kemudian menjemur ikan sampai kering.

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pada praktikum penggaraman ikan dapat dilihat pada

tabel 5.

Tabel 5. Hasil pengamatan berupa Score sheet produk penggaraman ikan

Kelompok Penilaian

Rupa Bau Rasa tekstur

1 8 8 4 8

2 8 8 4 8

3 8 8 4 8

4 8 8 4 8

5 8 8 4 8

Keterangan:

1 = amat sangat tidak suka

2 = sangat tidak suka

3 = tidak suka

4 = agak tidak suka

5 = biasa

6 = agak suka

7 = suka

8 = sangat suka

9 = amat sangat suka

B. Pembahasan

Pengolahan Hasil Perikanan adalah semua kegiatan setelah

penangkapan/pemanenan ikan untuk menghasilkan produk terakhir dari ikan

termasuk biota perairan lainnya yang ditangani atau diolah untuk dijadikan ikan

segar dan olahan lainnya yang digunakan untuk konsumsi manusia meliputi

penanganan, pengumpulan, pengemasan, penyimpanan, dan pendistribusian.

Penggaraman adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengawetkan

produk hasil perikanan dengan menggunakan garam. Garam yang digunakan

20

adalah jenis garam dapur (NaCl), baik berupa kristal maupun larutan (Budiman,

2004).

Pembahasan kali ini yaitu mengenai Pengolahan Hasil Perikanan dengan

sistem penggaraman. Bahan tambahan dari sistem penggaraman ini tentu saja

adalah garam. Garam ini berfungsi untuk menghambat kerja bakteri dalam tubuh

ikan, sehingga ikan tersebut menjadi lebih awet dan tahan lama. Anonim (2011),

menjelaskan bahwa garam merupakan faktor utama dalam proses penggaraman

ikan. Sebagai bahan pengawet dalam proses penggaraman ikan. Kemurnian garam

sangat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan. Garam murni yang

digunakan adalah garam dengan kandungan NaCl cukup tinggi (90%) dan sangat

sedikit mengandung elemen-elemen yang dapat menimbulkan kerusakan

(Magnesium dan Kalsium), seperti sering dijumpai pada garam rakyat. Ikan asin

yang diolah dengan menggunakan garam murni memiliki daging berwarna putih

kekuning-kuningan dan lunak. Jika dimasak, rasa ikan asin ini seperti ikan segar.

Metode penggaraman umumnya terbagi menjadi 3 yakni kench salting,

wet salting dan dry salting. Untuk metode penggaraman pada praktikum ini,

digunakan metode penggaraman kench salting. Tentu saja garam yang digunakan

harus dalam keadaan kering dan bersih. Mengenai penggaraman kench salting ini,

Nahumury (1994), menjelaskan bahwa kehalusan garam, kemurnian garam, dan

kepekatan garam merupakan faktor yang mempengaruhi banyaknya garam yang

masuk ke dalam daging ikan selama proses penggaraman ikan. Bila penggaraman

ikan ikan dilakukan dengan cara penggaraman ikan kering, makin halus kristal

garam yang digunakan, makin cepat larut dan diserap oleh daging ikan. Tetapi,

penyerapan yang terlalu cepat akan menyebabkan daging ikan cepat mengeras

21

sehingga menghambat penyerapan garam oleh otot daging bagian dalam. Karena

iu, penggaraman ikan kering biasanya menggunakan campuran kristal garam yang

halus dan kasar.

Hasil akhir dari praktikum penggaraman ini adalah ikan asin. Ikan asin

adalah hidangan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan dengan

menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang

biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk

jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat karena ikan

selalu mengalami berbagai jenis pengolahan maka kadar proteinnya akan berbeda

dari tiap-tiap jenis olahan.

Setelah ikan asin hasil penggaraman selesai di proses, ikan asin tersebut

diberikan kepada 5 responden untuk menentukan kelayakan ikan asin tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan, untuk kriteria rupa, bau dan tekstur didapatkan

nilai yang cukup baik yakni 8, yang berarti “sangat suka”. Sedangkan untuk rasa,

didapatkan nilai 4, yang berarti “agak tidak suka”. Hal ini disebabkan oleh

jumlah garam yang di berikan pada saat proses penggaraman terlalu berlebih,

sehingga menimbulkan rasa yang terlalu asin. Rasa yang terlalu asin inilah

membuat para responden memberikan nilai 4 (agak tidak suka). Untuk data hasil

pengamatan pada praktikum penggaraman ini, secara lengkap tercantum pada

tabel hasil pengamatan.

22

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1.

B. Saran

Saran yang dapat saya sampaikan pada praktikum ini yaitu pengamatan

yang dilakukan lebih teliti dan lebih baik lagi agar mendapatkan hasil yang lebih

baik.

23

PEMINDANGAN

24

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perairan Indonesia sangat luas dan banyak mengandung ikan, tetapi

potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal. Dengan demikian pemenuhan

kebutuhan akan protein hewani melalui pemanfaatan sumber daya perikanan

masih sangat memungkinkan. Protein sangat diperlukan oleh manusia karena

selain mudah dicerna juga mengandung asam amino dengan pola hampir sama

dengan pola asam amino yang terdapat dalam tubuh manusia. Produksi ikan di

Indonesia tahun 1997 sebesar 6,26 juta ton, sedangkan produksi ikan di Jawa

Timur tahun 2000 sebesar 388.140 ton yang meningkat 27,05% dari tahun 1998.

Ikan memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi, dengan kadar protein

sebesar 18-30%. Ikan digemari oleh semua lapisan masyarakat, dibanding produk

lainnya. Ikan memiliki efek yang baik bagi kesehatan, dagingnya relatif lunak,

lebih cepat dan mudah diolah serta harganya murah (Afrianto, 1993). Akan tetapi

dengan kandungan air dan protein yang tinggi dengan kondisi pH mendekati

netral, ikan juga menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri

pembusuk, sehingga ikan menjadi cepat mudah rusak. Dengan kelemahan tersebut

telah dirasakan sangat menghambat usaha pemasaran hasil ikan bahkan

menimbulkan kerugian besar, terutama pada saat produksi ikan melimpah. Oleh

karena itu perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan kualitas

produk perikanan melalui proses pengolahan atau pengawetan, salah satu

alternatifnya adalah dengan pemindangan.

Di indonesia produksi ikan pindang memang masih dibawah ikan asin,

bahkan pengolahan ikan masih mendominasi pemanfaatan hasil perikanan

25

Indonesia, yaitu sekitar 31,6% dari 6,26 ton ikan produksi indonesia pada tahun

1997. Suatu jumlah yang sangat besar mengingat pemindangan (menempati

urutan ke-2) tidak lebih dari 5,8% saja. Padahal dalam upaya pemenuhan gizi

masyarakat, ikan asin bukan pilihan yang tepat. Produk-produk berkadar garam

rendah yang dapat dikonsumsi dalam jumlah besar, seperti pindang merupakan

pilihan paling tepat (Ilyas, 1998).

Ikan pindang memiliki potensi besar untuk dikembangkan, terutama untuk

persediaan protein bagi masyarakat, lebih-lebih dengan kandungan asam lemak

esensialnya yang dapat memberikan efek cukup baik bagi kesehatan. Dilihat dari

segi penerimaan konsumen, ikan pindang mudah diterima dan mudah diolah

melalui proses pengolahan yang sederhana.

Disamping itu dengan model produk pindang yang sudah ada sekarang,

sering menimbulkan kendala dalam penyajian. Karena ikan pindang sebelum

dikonsumsi harus melalui tahapan pemasakan terlebih dahulu, dengan kondisi

duri-duri yang dikandungnya akan menyebabkan kendala dalam

pengkonsumsianya.

Oleh karena itu perlu adanya alternatif pengolahan ikan pindang menjadi

produk pindang siap saji melalui kombinasi penggaraman dan pemasakan

bertekanan (press cooking), pembumbuhan (seasoning) dan perbaikan

pengemasan (packing). Dengan perbaikan proses pemindangan tersebut akan

dihasilkan pindang dengan mutu lebih baik, daya simpan lebih tinggi, duri

menjadi renyah dan penyajiannya relatif lebih cepat dan praktis.

26

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan praktikum ini adalah untuk memperbaiki teknologi pemindangan

yang sudah ada melalui pembuatan pindang siap saji sebagai upaya untuk

meningkatkan mutu, penampilan dan daya simpan ikan pindang. Adapun tujuan

khusus penelitian ini adalah untuk: (1) mempelajari pengaruh press cooking

terhadap tekstur ikan dan menentukan lama press cooking yang tepat agar

dihasilkan ikan dengan tekstur duri yang remah tetapi tekstur daging masih

kompak, (2) mengetahui pengaruh metode pembumbuan (seasoning) terhadap

sifat-sifat ikan dan memilih cara pemberian bumbu yang sesuai, sehingga

dihasilkan ikan pindang siap saji dengan mutu baik dan diterima konsumen, (3)

mempelajari pengaruh pengemasan terhadap daya simpan ikan pindang dan

memilih cara pengemasan yang sesuai, sehingga dihasilkan ikan pindang siap saji

dengan mutu dan penampilan yang baik serta daya simpan yang lebih tinggi.

Manfaat praktikum ini adalah agar mahasiswa mengetahui cara

pengawetan ikan dengan cara pemindangan serta memiliki daya simpan lebih

lama.

27

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan pada hari Sabtu tanggal 8 Desember 2012 pada

pukul 07.00 WITA sampai selesai, Yang bertempat di Laboratorium Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, Kendari.

B. Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan dalam praktikum ikan pindang dengan

bahan tambahan daun jarak ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 6. Alat Serta Kegunaannya yang Digunakan pada Praktikum ikan pindang

dengan bahan tambahan daun jarak Adalah Sebagai Berikut :

No. Alat Satuan Kegunaan

1. Kompor - Alat memasak

2. Panci - Sebagai wadah untuk merebus

ikan

3.

4.

Baskom

Pisau

-

-

Sebagai wadah untuk

menyimpan ikan

Untuk memotong dan

membersihkan ikan

Tabel 7. Bahan serta Kegunaannya yang Digunakan pada Praktikum ikan pindang

dengan bahan tambahan daun jarak Adalah Sebagai Berikut :

No. Bahan Satuan Kegunaan

1. Ikan - Sebagai bahan uji

2.

3.

Garam

Asam jawa

-

-

Sebagai pengawet

Untuk memberi rasa khas

28

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam ikan pindang dengan bahan tambahan daun jarak

adalah sebagai berikut :

5. Menyiapkan ikan menurut ukurannya, buang sisik dan insangnya serta

membersihkan dari kotoran-kotoran dan lender yang terdapat pada bagian

luar ikan dengan menggunakan air mengalir.

6. Membuang isi perutnya dan membersihkan dengan air mengalir

7. Membersihkan wadah ikan dan memasukkan ikan ke dalam wadah dalam

susunan yang rapi .

8. Menimbang garam dan asam jawa dengan perbandingan sama selanjutnya

mencuci garam dan asam jawa dengan air mengalir kemudian mencampurkan

dalam satu wadah dengan air setengah sampai penuh pada permukaan garam.

9. Menyusun ikan ke dalam wadah secara berlapis kemudian menuang larutan

garam asam ke dalam susunan ikan

10. Merebus ikan selama 10-15 menit

11. Mendinginkan ikan

12. Mencoba ikan pindang dan menilai pada score sheet produk ikan.

29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pada praktikum pemindangan ikan dapat dilihta pada

tabel 8.

Tabel 8. Hasil Pengamatan pada praktikum berupa Score sheet produk

pemindangan ikan.

Kelompok Penilaian

Rupa Bau Rasa tekstur

1 8 8 7 8

2 8 8 7 8

3 8 8 8 8

4 8 8 8 8

5 8 8 7 8

Keterangan:

1 = amat sangat tidak suka

2 = sangat tidak suka

3 = tidak suka

4 = agak tidak suka

5 = biasa

6 = agak suka

7 = suka

8 = sangat suka

9 = amat sangat suka

B. Pembahasan

Pemindangan merupakan salah satu cara pengelolaan sekaligus

pengawetan ikan yang cukup populer di Indonesia. Umumnya pemindangan

secara tradisional dilakukan dengan merebus ikan dalam larutan garam jenuh

selama jangka waktu tertentu dalam wadah paso tanah liat, bandeng atau drum-

drum bekas (Betty, 2001). Berbagai hasil penelitian umur dan daya simpan ikan

pindang. Konsentrasi garam natrium klorida (NaCl) yang tinggi dapat

meningkatkan umur simpan pindang tetapi secara kontradiktif menyebabkan

jumlah yang dikonsumsi menurun.

30

Disamping itu, pemindangan merupakan hasil olahan ikan dengan cara

kombinasi perebusan/pemasakan dan penggaraman. Pindang mempunyai

penampakan, citarasa, tekstur dan keawetan khas dan bervariasi sesuai dengan

jenis ikan, kadar garam, dan lama perebusan. Jenis-jenis ikan yang umum diolah

dengan cara pemindangan adalah ikan pelagis seperti layang, selar, japu, tembang,

lemuru, kembung, tuna, cakalang, tongkol dan lain-lain.

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum, pengolahan ikan dengan

pemindangan dilakukan dengan menggunakan garam (NaCl), pemindangan jenis

ini disebut sebagai pemindangan garam. Dari hasil uji organoleptik, rata-rata

responden memberikan jawaban “sangat suka” dan sebagian lain memberikan

jawaban “suka”. Dimana untuk rupa olahan persentase jawaban dari responden

adalah 100% menjawab sangat suka, begitupula untuk bau dan tekstur, responden

menjawab bahwa olahan ikan pindang memiliki bau dan tekstur yang baik

sehingga 100% menjawab sangat suka. Sedangkan untuk rasa hanya 40%

responden menjawab sangat suka, dan 60% menjawab suka.

Meskipun demikian, Hal ini menunjukkan bahwa responden

mengkategorikan ikan hasil pindangan sebagai olahan yang banyak disukai. Ini

didasarkan pada penggunaan bahan baku yang segar dan komposisi garam yang

sesuai pada ikan yang diolah. Menurut Suwamba (2008) bahwa ikan yang

digunakan sebagai bahan baku ikan pindang sebaiknya ikan yang masih segar.

Ikan pindang dihasilkan dari yang kurang segar mempunyai penampakan jelek

(karena daging hancur selama perebusan dan rasa yang terlalu asin karena

penetrasi garam akan berlangsung cepat.

31

Pindangan umumnya tidak terlalu awet karena masih mempunyai AW

(Water Actifity) atau aktifitas air yang relatif tinggi dan sesuai dengan kondisi

lingkungan yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk tumbuh, terutama

bakteri pembentuk lendir dan kapang. Oleh sebab itu, dilakukan juga pemanasan

untuk menghilangkan dan mencegah semua mikroorgnaisme.

32

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

2.

B. Saran

Saran yang dapat saya sampaikan pada praktikum ini yaitu pengamatan

yang dilakukan lebih teliti dan lebih baik lagi agar mendapatkan hasil yang lebih

baik.

33

PRODUK ABON IKAN

34

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daging ikan mengandung senyawa-senyawa yang sangat potensial bagi

tubuh manusia. Bagian yang dapat dimakan hanya sekitar 70 % dari seluruh organ

tubuh yang terdapat pada ikan, sedangkan 30 % lagi seperti kepala, ekor, sirip dan

isi perut umumnya dibuang. Daging ikan memiliki serat halus tidak seperti

kebanyakan hewan mamalia darat. Daging ikan pari memiliki serat lebih halus

dan lebih pendek serta memiliki jaringan pengikat sehingga lunak bila

dibandingkan dengan hewan ternak lainnya.

Komoditas perikanan dikenal sebagai bahan pangan yang tergolong mudah

dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

yang mudah busuk karena kandungan protein dan air yang cukup tinggi pada

tubuhnya. Ikan hanya dapat bertahan 5-8 jam di udara terbuka sebelum mulai

mengeluarkan bau busuk dan makin cepat membusuk bila tidak segera mendapat

penanganan khusus sebagai tindakan pencegahan. Proses pembusukan ikan dapat

2 disebabkan oleh aktivitas enzim yang terdapat di dalam tubuh ikan sendiri,

aktivitas mikroorganisme, atau proses oksidasi pada lemak tubuh ikan oleh

oksigen dari udara. Aktivitas mikroorganisme terdapat dalam seluruh lapisan

daging ikan, terutama bagian insang, isi perut dan kulit (lendir). Aktivitas

mikroorganisme tersebut dibantu enzim. Beberapa enzim pada mulanya berfungsi

sebagai katalisator proses-proses metabolik berubah fungsi menjadi penghancur

jaringan tubuh ikan.

Kelemahan sifat ini memerlukan perhatian khusus. Sehubungan dengan

hal itu, pada penelitian ini akan dilakukan optimalisasi teknik proses pemanfaatan

35

ikan dengan mengubahnya menjadi abon ikan yang bergizi tinggi dan mempunyai

kualitas simpan yang lebih lama, dan pada akhirnya diperkirakan memiliki nilai

ekonomis yang lebih tinggi.

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari praktikum ini adalah mengolah ikan menjadi abon ikan yang

mempunyai nilai ekonomis dan kualitas simpan yang lebih baik, aroma dan cita

rasa yang khas dan kandungan gizi yang sesuai dengan SII (Standard Industri

Indonesia).

Manfaat dari praktikum ini adalah agar para pembaca dapat mengetahui

proses pembuatan abon serta produk yang dihasilkan memiliki nilai ekonomis dan

kualitas simpan yang lebih baik, aroma dan cita rasa yang khas dan kandungan

gizi yang sesuai SSI.

36

II. TINJAUAN PUSTAKA

Jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku abon belum selektif,

bahkan hamper semua jenis ikan dapat dijadikan abon. Namun demikian, akan

lebih baik bila dipilih jenis ikan yang mempunyai serat yang kasar dan tidak

mengandung banyak duri seperti tuna, cakalang, tongkol, marlin dan lele

(Leksono dan Syahrul, 2001).

Abon merupakan produk kering, dimana penggorengan merupakan salah

satu tahap yang umumnya dilakukan dalam pengolahannya (Fachruddin, 1997).

Pengolahan abon, baik abon daging maupun abon ikan, dilakukan dengan

menggoreng daging dan bumbu menggunakan banyak minyak (deep frying). Deep

frying adalah proses penggorengan dimana bahan yang digoreng terendam semua

dalam minyak. Pada proses penggorengan sistem deep frying, suhu yang

digunakan adalah 170-200°C dengan lama penggorengan 5 menit, perbandingan

bahan yang digoreng dengan minyak adalah 1 : 2 (Perkins and Errickson, 1996).

Dengan cara ini abon banyak mengandung minyak atau lemak yang akhir-

akhir ini banyak dihindari dengan alasan kesehatan. Pan frying merupakan proses

penggorengan bahan dengan menggunakan sedikit minyak dengan suhu

permukaan dapat mencapai lebih dari 100oC Jurnal Saintek Perikanan Vol.6. no.

1 , 2011: 6 – 127 (Muchlisin, 2002). Lama penggorengan dilakukan antara 30-60

menit atau tergantung bahan yang digoreng (Wibowo dan Peranginangin, 2004).

Ikan sebagai komoditi utama di sub sektor perikanan merupakan salahsatu

bahan pangan yang kaya protein. Manusia sangat memerlukan protein ikan karena

selain mudah dicerna, pola asam amino protein ikan pun hampir sama dengan

37

pola asam amino yang terdapat dalam tubuh manusia (Afrianto dan Liviawaty,

1989).

Pengolahan abon ini hanya merupakan pengeringan bahan baku yang telah

ditambahkan bumbu-bumbu untuk meningkatkan cita rasa dan memperpanjang

masa simpan. Jenis ikan yang dibuat sebagai bahan baku abon belum selektif,

bahkan hampir semua jenis ikan dapat dijadikan abon. Namun demikian, akan

lebih baik apabila dipilih jenis ikan yang mempunyai serat yang kasar dan tidak

mengandung banyak duri. Ikan yang biasa dibuat abon adalah ikan air laut antara

lain ikan tongkol atau ikan tenggiri (Hartina, 2000).

Bahan-bahan bumbu yang harus dipersiapkan untuk setiap 1 kg berat

daging ikanadalah: garam 2%, bawang putih 2%, bawang merah 3%, gula pasir

4%, asam jawa 1%, lengkuas 0,5%, daun salam 2 atau 3 lembar, dan santan

kelapa 2 gelas dari satu butir. Cara pembuatan bumbu adalah sebagai berikut:

bawang merah dan bawang putih dicampur dengan garam dan dihaluskan dengan

bumbu yang lain (Edi Sigar dan Ernawati, 1994).

38

III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan pada hari Sabtu tanggal 8 Desember 2012 pada pukul

07.00 WITA sampai selesai, Yang bertempat di Laboratorium Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo, Kendari.

B. Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan dalam praktikum pembuatan abon ikan

dengan bahan tambahan daun jarak ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 9. Alat Serta Kegunaannya yang Digunakan pada Praktikum pembuatan

abon ikan Adalah Sebagai Berikut :

No. Alat Satuan Kegunaan

1. Kompor - Alat memasak

2. Panci - Sebagai wadah untuk merebus

ikan

3.

4.

5.

Wajan

Pisau

Lumpang/alu

-

-

-

Sebagai wadah untuk

menggoreng abon ikan

Untuk memotong dan

membersihkan ikan

Sebagai alat untuk

menghancurkan daging ikan

Tabel 10. Bahan serta Kegunaannya yang Digunakan pada Praktikum pembuatan

abon ikan Adalah Sebagai Berikut :

No. Bahan Satuan Kegunaan

1. Ikan 1 Kg - Sebagai bahan uji

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Garam 15 gr

Asam jawa 90 gr

Bawang merah 20 gr

Bawang putih 15 gr

Ketumbar 30 gr

Gula 150 gr

Laos 10 gr

Santan 750 cc

Daun salam dan sereh

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Sebagai penyedap rasa

Untuk memberi rasa khas

Untuk mencegah agar ikan

tidak terasa gatal dan layak

dikonsumsi

Sebagai bumbu masak

Sebagai bumbu masak

Sebagai bumbu masak

Sebagai pemberi rasa manis

Sebagai bahan tambahan

Sebagai bahan tambahan

Sebagai rempah-rempah

39

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam pembuatan abon ikan adalah sebagai berikut :

a. Tahap Penyiangan

- Mengelompokkan ikan sebagai bahan baku pembuatan abon berdasarkan

jenis, ukuran dan tingkat kesegarannya. Selanjutnya menyiangi ikan

dengan cara membersihkan sisik, membuang bagian kepala, isi perut

maupun sirip ikan agar tidak mempengaruhi kualitas abon. Mencuci ikan

dengan air bersih yang mengalir, untuk menghilangkan darah, lender

maupun kotoran yang masih menempel.

b. Tahap Perebusan

- Merebus ikan yang telah dipotong dan dibersihkan agar daging ikan

menjadi lunak dan mudah dihancurkan. Setelah 20-40 menit, mentiriskan

daging ikan ke dalam wadah khusus agar air rebusnya cepat hilang.

c. Tahap Penghancuran

- Membuang tulang, kulit dan sisik ikan pada saat daging ikan dalam

keadaan panas. Mencabik-cabik dan meremas daging ikan dengan tangan

hingga terbentuk serat daging yang halus dan berukuran seragam.

d. Tahap Pembuatan Bumbu

- Menghaluskan garam, gula, ketumbar, bawang merah dan bawang putih.

Menyiapkan santan, lengkuas, daun salam dan daun sereh.

e. Tahap Penggorengan

- Mendidihkan santan kemudian memasukkan daun salam dan daun sereh

bersamaan dengan santan. Setelah mendidih, masukkan daging ikan yang

telah dihancurkan sedikit demi sedikit sambil terus mengaduk sampai

40

merata. Tahap penggorengan dianggap selesai bila abon telah kering dan

bila dipegang terasa gemersik.

f. Tahap Pengepakan

- Setelah penggorengan selesai membiarkan abon beberapa saat ditempat

terbuka dan berangin hingga dingin. Abon kemudian dimasukkan ke

dalam kantong plastic dengan takaran sesuai kebutuhan. Abon siap

dikonsumsi.

41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pada praktikum pembuatan produk abon ikan dapat

dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Hasil pengamatan berupa Score sheet produk abon ikan

Kelompok Penilaian

Rupa Bau Rasa tekstur

1 8 8 8 8

2 8 8 8 8

3 8 8 8 8

4 8 8 8 8

5 8 8 8 8

Keterangan:

1 = amat sangat tidak suka

2 = sangat tidak suka

3 = tidak suka

4 = agak tidak suka

5 = biasa

6 = agak suka

7 = suka

8 = sangat suka

9 = amat sangat suka

B. Pembahasan

Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat

selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan

dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada

ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan sangat tergantung pada

mutu bahan mentahnya. Abon merupakan salah satu produk olahan yang sudah

dikenal banyak orang. Pada umumnya, abon diolah dari daging sapi dan ayam.

Pembuatan abon merupakan salah satu alternatif pengolahan ikan. Hal ini

42

dilakukan untuk mengantisipasi kelimpahan produksi ataupun untuk

penganekaragaman produk perikanan.

Pada umumnya produk olahan dari hasil-hasil perikanan telah banyak

dikembangkan diberbagai daerah. Salah satu prodak yang banyak diminati adalah

produk abon ikan, produk ini merupakan salah satu produk olahan berbahan dasar

ikan. Pada prinsipnya abon ikan merupakan suatu metode pengawetan dengan

kombinasi antara perebusan / pengukusan dan penggorengan serta penambahan

bumbu-bumbu tertentu. Abon ikan adalah jenis makanan awetan yang terbuat dari

ikan laut yang diberi bumbu, deiolah dengan cara perebusan dan penggorengan.

Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan

mempunyai daya awet yang relatif lama. Selain itu, abon merupakan hasil

pengolahan yang berupa pengeringan bahan baku yang telah ditambahkan bumbu-

bumbu untuk meningkatkan cita rasa dan memperpanjang daya simpan. Jenis ikan

yang dibuat sebagai bahan baku jenis abon belum selektif, bahkan hampir semua

jenis ikan dapat dijadikan abon. Namun demikian, akan lebih baik bila dipilih

jenis ikan yang mempunyai serat yang kasar dan tidak mengandung banyak duri.

Sejauh ini ikan yang dibuat abon dan diteliti kandungan (Millah, 2009).

Pada praktikum ini, pembuatan abon dibuat berbahan dasar ikan layang

(D.russelli) sebanyak 1 kg. Setelah pengelolahan dilakukan uji organoleptik, dari

hasil uji organoleptik pada pembuatan produk abon ikan, diperoleh data dari 5

kelompok responden yang menunjukkan bahwa produk olahan abon ikan

memiliki cita rasa yang sangat disukai, berikut rupa prodak, bau dan tekstur,

100% responden menjawab produk olahan abon ikan sangat suka.

43

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, 2008. Pengelolaan Kualitas Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas haluoleo. Kendari.

Barus, T. A., 2002. Pengantar Limnologi. Medan. Universitas Sumatera Utara.

Betty, Sri Laksmi Jenie, Nuratifa, dan Suliantari. 2001. Peningkatan Keamanan

dan Mutu Simpan Pindang Ikan Kembung (Rastrelliger sp) dengan

Aplikasi Kombinasi Natrium Asetat, Bakteri Asam Laktat dan

Pengemasan Vakum. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol. XII (1).

Bogor.

Brotomidjoyo, 1995. Produktifitas Perairan Terkontrol. Penebar Swadaya. Jakarta.

Buwono, I., D., 1993. Tambak Udang Windu Sistem Pengelolaan Berpola

Intensif. Kanisius. Yogyakarta.

Indrayani, 2000. Pengelolaan Kualitas Air di Tambak. Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari.

Jeffri, 2011. Parameter fisika dan kimia.

http://jeffri022.student.umm.ac.id/2011/04/12/parameter-kimia-dan-fisika-

perairan/. Diakses pada tanggal 29 November 2012.

Kartamihardja, 1988. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Millah, Fitrotul. 2009. Produksi Abon Ikan Pari (Rayfish) Penentuan Kualitas Gizi

Abon. FMIPA-Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Jakarta.

Nybakken, 1992, Biologi Laut. Airlangga. Jakarta.

Odum, P. 1995. Dasar-Dasar Ekologi (Terjemahan). Yogyakarta. Gadjah Mada

University Press.

Person et al, 1984. Aquatic Photosynthesis. New York: Blacwell Science-USA.

Jones, R.I. dan R.C. Francis. 1982. Dispersion patterns of phytoplankton in

lakes. Hydrobiologia 86 (1-2): 21-28.

Pangerang, U.K. dan M. Taena. 1994. Studi Kualitas Perairan Teluk Kendari

Profinsi Sulawesi Tenggara. Lembaga Pendidikan Universitas Haluoleo.

Kendari.

Rizal, S. 2008. Laporan produktivitas perairan. http://saifulrizal.blogdetik.com/.

Diakses pada tanggal 1 Desember 2011.

44

Romimohtarto, K dan S, Juwana, 1991. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang

Biota Laut. Djambatan. Jakarta.

Salmin, 2005. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara

Karang dan Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator

Pencemaran, Hasil Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap. Tangerang.

P3O – LIPI.

Schworbel, 1987. Fundamentals of Aquatic Ecology. Oxford: Blackwell Scientific

Publication. Boehme, M. 2000. Primary Production in Stream.

Simanjuntak, M., 1996. Kondisi fosfat dan Nitrat di perairan teluk banten. Dalam

: “invertarissasi dan evaluasi lingkungan pesisir”. Oseanografi, geologi,

biologi dan ekologi. LIPI. Jakarta.

Suwamba, I. D. K. 2008. Proses Pemindangan dengan Mempergunakan Garam

dengan Konsentrasi yang Berbeda. http://www.smpsaraswatidps.

sch.id/artikel/3. Diakses 23 Desember 2012.

Ulqodry, T.Z, Yulisman, Syahdan, M., dan santoso. 2010. Karakterisitik dan

Sebaran Nitrat, Fosfat, dan Oksigen Terlarut di Perairan Karimunjawa

Jawa Tengah. FMIPA Universitas Sriwijaya.

Winanto, Tj. 2004. Memproduksi Benih Tiram Mutiara. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Winata, I dan M. Muchtar 1984. Zat hara fosfat, nitrat dan nitrit di perairan hutan

mangrove Cilacap. Prosiding Seminar II Ekosistem Mangrove, LIPI : 308-

312.

Yohim, 2008. Pengelolaan Kualitas Air dan Produksi Tambak Rakyat di Desa

Wadonggu Kec. Tinanggea, Sultra.

45

LAMPIRAN

Score sheet produk pemindangan ikan

Kelompok Penilaian

Rupa Bau Rasa tekstur

1 8 8 7 8

2 8 8 7 8

3 8 8 8 8

4 8 8 8 8

5 8 8 7 8

Score sheet produk abon ikan

Kelompok Penilaian

Rupa Bau Rasa tekstur

1 8 8 8 8

2 8 8 8 8

3 8 8 8 8

4 8 8 8 8

5 8 8 8 8

Score sheet produk penggaraman ikan

Kelompok Penilaian

Rupa Bau Rasa tekstur

1 8 8 4 8

2 8 8 4 8

3 8 8 4 8

4 8 8 4 8

5 8 8 4 8

Keterangan:

1 = AMAT SANGAT TIDAK SUKA

2 = SANGAT TIDAK SUKA

3 = TIDAK SUKA

4 = AGAK TIDAK SUKA

5 = BIASA

6 = AGAK SUKA

7 = SUKA

8 = SANGAT SUKA

9 = AMAT SANGAT SUKA

46

LAMPIRAN