Perencanaan Pengelolaan Hutan dalam Perspektif Sistem dan Kompleksitas

23
TUGAS M.K PENDEKATAN SISTEM Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, MS PERENCANAAN PENGELOLAAN HUTAN DALAM PERSPEKTIF SISTEM DAN KOMPLEKSITAS LUKMAN HAKIM P02 021 2502 KONSENTRASI MANAJEMEN PERENCANAAN

Transcript of Perencanaan Pengelolaan Hutan dalam Perspektif Sistem dan Kompleksitas

TUGAS M.K PENDEKATAN SISTEM

Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, MS

PERENCANAAN PENGELOLAAN HUTAN DALAM PERSPEKTIFSISTEM DAN KOMPLEKSITAS

LUKMAN HAKIM

P02 021 2502

KONSENTRASI MANAJEMEN PERENCANAAN

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

2013

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sistem merupakan keseluruhan inter-aksi antar unsur darisebuah objek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerjamencapai tujuan. Dimana keseluruhan berarti bukan hanyasekedar penjumlahan tetapi lebih terletak pada kekuatan yangdihasilkan oleh keseluruhan. Dalam sebuah sistem, interaksimultak diperlukan dalam rangka menjalankan proses dari sebuahsistem. Di dalam sistem terdapat interaksi yang berartipenghubung antar objek yang memberi bentuk pada objek danmembedakannya dengan objek yang lain.

Sistem disusun oleh beberapa objek. Objek adalah bendabaik konkrit maupun abstrak yang menyusun objek sistem. Objeksistem disini diartikan sebagai sistem yang menjadi perhatiandalam suatu batas tertentu sehingga dapat dibedakan antarasistem dengan lingkungan sistem. Setiap sistem memilikikarakteristik yang berbeda-beda, ada yang merupakan sistemtertutup ada juga sistem terbuka. Sistem tertutup diartikansebagai sistem yang tidak dipengaruhi oleh lingkungannya,sistem ini berdiri sendiri secara independen. Sedangkansistem terbuka berarti sistem yang sangat dipengaruhi olehlingkungannya. Pada sistem terbuka, lingkungan memiliki peranyang sangat besar terhadap hasil dari sebuah sistem.

Setiap sistem memiliki tujuan tertentu dimana tujuanadalah unjuk kerja sistem yang teramati atau diinginkan.Tujuan dari sistem ini yang akan sangat menentukan prosesdari sebuah sistem. Karena tujuan yang berbeda dari sebuahsistem maka memiliki proses yang berbeda pula. Oleh karenanyatujuan dari sebuah sistem menjadi sangat peting.

Sistem dapat dianggap sebagai sesuatu yang memilikibagian-bagian atau subsistem-subsistem yang dijalankan ataudioperasikan dalam rangka mencapai tujuan/sasaran. Namun

demikian, sistem ini dapat dilihat dari berbagai sudutpandang, antara lain :

a. Abstrak dan konkritb. Mekanistik dan organistikc. Sederhana dan kompleksd. Terbuka dan tertutup, dll

Berdasarkan hal tersebut di atas, tidak ada yangmenyatakan bahwa sebuah sistem itu benar atau salah, yangmenjadi pokok persoalan adalah apakah sistem tersebut dapatdiaplikasikan atau tidak.

Suatu sistem dapat menjadi sebuah subsistem dari suatusistem yang lebih kompleks. Hal ini mengandung pengertianbahwa adanya suatu sistem itu dipengaruhi oleh pertimbangankita yang menganggap sesuatu itu merupakan suatu sistem. Kitasendiri yang menentukan batas-batas antara sistem dankomponen-komponen suatu sistem. Dengan kata lain, perpaduansub-sub sistem ditentukan oleh yang menyatakan bahwa sesuatuitu adalah suatu sistem. Itu sebabnya suatu sistem padahakekatnya adalah system of interest. Berdasarkan rumusan inidapat dijelaskan hubungan-hubungan pokok antara sistem danlingkungan, yakni antara input dari lingkungan dengan sistemdan antara output dan sistem dengan lingkungan.

Konsep ini menjadi dasar untuk mengidentifikasi tujuansistem. Tujuan sistem dapat bersifat alami atau bersifatbuatan manusia. Tujuan yang alami tak mungkin menjadi tujuan-tujuan yang tinggi tingkatannya bahkan mungkin bernilaisangat rendah. Tujuan-tujuan buatan manusia (man made) dapatberubah, karena tujuan-tujuan itu dimaksudkan untuk memenuhituntutan lingkungan, sedangkan lingkungan senantiasa berubah,yang disebabkan adanya perubahan lingkungan atau karenatujuan itu bersifat perorangan. Misalnya : timbulnyaperubahan sistem ekologi dikarenakan terjadinya polusi.Timbulnya sistem sosial yang baru adalah sebagai reaksiterhadap perubahan peradaban/kebudayaan. Jelaslah perubahantujuan sistem adalah sebagai jawaban terhadap perubahan-perubahan dalam lingkungan.

Ada 3 (tiga) hal utama dalam pengklasifikasian sistemyaitu berdasarkan kepada :1. Efek lingkungan terhadap sistem,

Seberapa besar efek kondisi lingkungan mempengaruhi sebuahsistem. Jika sistem tersebut mandiri atau mengabaikanlingkungan, sistem tersebut dinamakan sistem tertutup. Jikatujuan atau output sistem tersebut banyak dipengaruhi olehperubahan lingkungan, sistem tersebut dinamakan sistemterbuka.

2. Jumlah kontrol internal dalam suatu sistem,Seberapa besar kemampuan internal pada sebuah sistem dalammenentukan keberlanjutan pencapaian tujuan dari sebuahsistem. Dalam hal ini dapat dilihat dari sistem yang tidakmemiliki alat umpan balik internal dan sistem yang memilikisimpul umpan balik yang sangat efektif.

3. Tujuan dari sistem tersebut, tetap atau adaptifMenggambarkan apakah suatu tujuan dari suatu sistem sudahtetap atau dapat berubah tergantung pada kondisi lingkungandan pembelajaran sistem.

Berdasarkan klasifikasi di atas, maka sistem dibagi atassistem statis, sistem dinamis, sistem homeostatis dan sistemsibernetik. Sistem kompleks adalah sistem yang jauh darikondisi ekuilibrium atau tetap. Sistem kompleks memilikiumpan balik untuk terus berubah dan berpropagasi. Sistemkompleks memiliki kemampuan dan pola untuk mengatur dirinyasendiri.

Kompleksitas disebabkan oleh adanya keterkaitan(interkoneksitas) yang intens antara berbagai “komponen” atau“bagian” sistem yang saling pengaruh mempengaruhi di manasetiap “komponen” memiliki otonomi untuk bereaksi sesuaidengan identitas masing-masing. Dengan pola keterkaitanseperti itu, kelakuan sistem menjadi tidak dapat lagidiprediksidan bersifat nonlinear.

Pengelolaan hutan di Indonesia merupakan salah satuwujud kompleksitas. Banyaknya stackholder yang merasa“berperan” terhadap hasil hutan, membuat pola dan aturandalam pengelolaan hutan senantiasa berubah terutama saatsebelum terjadinya otonomi daerah dan pasca reformasi. Olehsebab itu dibutuhkan suatu perencanaan yang tepat dalam usahamewujudkan pengelolaan hutan yang adil dan berkelanjutan.Perencanaan berdasarkan fenomena kompleksitas yang terjadidalam pengelolaan hutan harus difokuskan kepada penguatantatanan tiap-tiap entitas pengelola hutan agar dapat

beradaptasi secara kreatif terhadap setiap perubahan yangterjadi.

Tujuan

Adapun hal yang menjadi tujuan dalam penulisan makalahini adalah :

1. Menjelaskan konsep-konsep sistem2. Mengidentifikasi kasus pada suatu sektor kehutanan dalamkacamata sistem

3. Mengidentifikasi perencanaan dalam perspektif pendekatansistem dan kompleksitas

PEMBAHASAN

Sistem Umum

Sistem umum merupakan sebuah sistem yang membawahibeberapa subsistem, dimana sistem ini merupakan sistem yangmasih sangat luas dan umum. Penemu Teori Sistem Umum adalahseorang ahli biologi yaitu Ludwig Van Bertalanffy. menurutnyateori sistem umum adalah suatu bidang matematika logika yangberfungsi dalam menformulasikan dan mendapatkan prinsip-prinsip umum yang dapat diterapkan untuk sistem-sistem padaumumnya. Sedangkan Anatol Rapoport menyatakan," satu kesatuanyang berfungsi sebagai satu kesatuan karena bagian-bagianyang saling tergantung dan sebuah metode yang bertujuanmenemukan bagaimana sistem ini menyebabkan sistem yang lebihluas yang disebut sistem teori umum". Teori sistem umumdilandasi oleh asumsi bahwa hukum-hukum dan konsep-konsepmembentuk pondasi bidang-bidang yang beragam. Beberapa halyang menjadi dasar sistem umum secara secara mendasar yaitu :

1. Hubungan timbal balik dan ketergantungan dari masing-masing objek dalam sistem. Dimana setiap sistem terdiridari objek-objek yang saling berhubungan dan salingtergantung satu sama lain.

2. Holistik (menyeluruh). Pendekatan sebuah sistem tidakhanya melalui analisis tetapi ketika ada kerusakan makabagian lain belajar untuk mampu memperbaiki diri sehinggatidak merusak seluruh sistem.

3. Pencarian tujuan. Kemampuan dari identifikasi tujuansangat diperlukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

4. Input dan output. Setiap sistem menghasilkan output daninput tertentu.

5. Proses Transformasi. Setiap sistem memerlukan prosestransformasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

6. Entropy. Merupakan energi termal dalam sistemthermodinamik. Entropy menghasilkan energi agar sistemtersebut mampu bekerja secara maksimal.

7. Regulasi. Merupakan regulasi dalam sebuah sistem, dimanaobjek dari sistem tersebut saling tarik tertarik dalamkemandirian.

8. Hierarki. Sistem merupakan suatu bentuk yang kompleks yangumumnya terdiri dari beberapa sub sistem.

9. Diferensiasi. Dalam sistem yang kompleks spesialisasi dariunit-unit sistem akan membentuk spesialisasi fungsi.

10. Hasil akhir. Secara langsung mempengaruhi dan memberikanefek dalam hubungan dimana dapat ditemukan pada ciri-cirikondisi dan akhirnya menutup sistem tersebut.

Sistem secara umum merupakan keseluruhan interaksi antarunsur dari sebuah objek dalam batas lingkungan tertentu yangbekerja dalam mencapai tujuan. Jika definisi sistem umumtersebut dituangkan dalam sebuah gambar, maka secarasederhana dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 1. Sistem

Gambar 1 : Gambaran Sistem Umum

Input merupakan resources atau sumberdaya yangdibutuhkan dalam sebuah sistem. Misalkan dalam penyusunandinding, yang menjadi inputnya adalah semen, bata, pasir.Proses bisa dikatakan sebagai interaksi dari berbagai input,misal campuran antara semen, pasir dan bata. Sedangkan output

INPUT PROSES OUTPUT

merupakan suatu tujuan yang ingin dicapai, pembuatan dindingyang bertujuan dalam perlindungan terhadap gangguan. Garisputus-putus merupakan batas lingkungan.

Sistem Dinamis

Sistem dinamis merupakan sebuah pendekatan untukmemahami perilaku sistem yang kompleks dari waktu ke waktu.Ini berkaitan dengan umpan balik internal dan penundaan waktuyang mempengaruhi perilaku seluruh sistem. Adapun hal yangmenjadikan sistem dinamika berbeda dari pendekatan lain dalammempelajari sistem yang kompleks adalah penggunaan loop umpanbalik, stock dan aliran (flow). Unsur-unsur ini membantumenjelaskan bagaimana bahkan sistem yang tampaknya sederhanamenampilkan nonlinier membingungkan.

Stock adalah variabel jumlah yang terakumulasi dalamsistem yang berupa cadangan sumber daya, sedangkan flowadalah variabel yang melakukan perubahan pada stock selamaperiode waktu tertentu. Flow pada stock dapat bersifatmenambah dan dapat bersifat mengurangi. Pada suatu sistem,kadang kala perlu variabel tambahan yang akan membuat setiapunsur yang berpengaruh terhadap variabel menjadi lebih pasti.Variabel tersebut merupakan variabel tambahan (auxiliaryvariabel). Variabel tambahan dapat berupa konstanta, grafikhubungan dan hubungan perilaku.

Setiap sistem memiliki umpan balik (feed back) terhadaprespon yang diterimanya. Perubahan sistem yang terjadi secaradinamis akan menghasilkan unjuk kerja yang bisa diamatiperubahannya. Setiap sistem tidak tumbuh terus menerus secaratidak terbatas tetapi sebuah sistem memiliki batas unjukkerja. Hal ini karena kerusakan alami yang dialami olehsebuah sistem. Selain hal tersebut sebuah sistem biasanyasulit untuk berkembang karena pengaruh hambatan dari faktordalam dan luar sistem itu sendiri. Dalam pengambaran sistemnyata ke dunia model umumnya pengambaranya lebih sederhana.Sistem dinamik dapat dikatakan sebagai sebuah sistem yangtertutup. Pengaruh faktor luar terhadap sistem kemungkinanterjadi dan perubahan eksternal tersebut disebut dianggapsebagai variabel eksogen. Di dalam sebuah sistem ada hubungansebab akibat, dimana menghasilkan simpul negatif dan simpulpositif. Misalnya kelahiran akan mempengaruhi jumlah penduduk

(+) tetapi kematian juga mempengaruhi jumlah penduduk (-) halini akan membentuk sistem dinamis yang tertutup. Diagram yangdibuat untuk mempermudah upaya menstrukturalkan sistem yaitudiagram simpul kausal. Semakin banyak simpul yang ada makasemakin banyak variabel (unsur) dan parameter (waktu) yangberarti semakin rinci dan dinamis.

Penggambaran sistem dinamis secara sederhana dapatdilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 2. Sistem Dinamis

Sistem Sibernetik

Sistem sibernetik adalah suatu sistem yang dipengaruhioleh perubahan lingkungan akan tetapi memiliki alat atau caramelalui kontrol umpan balik (feedback) dalam menentukankeberlanjutan tujuan sistem. Selain itu, tujuan sistemmenjadi tidak tetap tetap dan adatif terhadap perubahankondisi dan responsif terhadap pemahaman baru. Sistemsibernetik ini didapat dari pengalaman dan pembelajaran.

Jika digambarkan dalam sebuah skema, maka sistemsibernetik dapat digambarkan sebagai berikut :

k

ontrol

Perbaikan sistem Prosedur adaptif mengukur daya hasil sistem

INPUT PROSES OUTPUT

FEED BACK

Input Proses output hasil

Gambar 3. Skema Sistem Sibernetik

Dalam sistem sibernetik terdapat beberapa konseppenting. Konsep tersebut adalah :

1. Hukum Mengenai perlunya variasi

Hukum ini menyatakan bahwa begitu suatu sistem menjadilebih kompleks, orang yang mengontrol sistem harus menjadilebih kompleks, karena fungsi-fungsi yang perlu diaturmenjadi lebih banyak. Dengan kata lain, semakin komplekssuatu sistem yang diatur, orang yang mengatur sistem ituharus semakin kompleks.

Dalam hal ini, kesesuaian antara variasi pengontrol andvariasi dalam sistem yang dikontrol tercapai tidak denganmeningkatkan kompleksitas pengontrol, tetapi denganmengurangi variasi dalam sistem yang dikontrol.

2. Sistem yang dapat mengontrol dirinya sendiri

Sistem yang dapat mengkoordinir diri sendiri adalah sistemyang menjadi lebih terkoordinir dalam prosesnya menujutitik keseimbangan (equilibrium). Ross Ashby mengamatibahwa setiap sistem yang proses internalnya atau peraturaninteraksinya tidak berubah adalah sistem yangmengkoordinir dirinya sendiri.

Sistem kompleks dan Kompleksitas

Sistem kompleks adalah sistem yang jauh dari kondisiekuilibrium atau tetap. Sistem kompleks memiliki umpan balikuntuk terus berubah dan berpropagasi. Sistem kompleksmemiliki kemampuan dan pola untuk mengatur dirinya sendiri.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sebuah sistemdikatakan kompleks jika sistem itu terdiri dari banyakkomponen atau sub-unit yang saling berinteraksi dan mempunyaiperilaku yang menarik, namun pada saat yang bersamaan tidak

kelihatan terlalu jelas jika dilihat sebagai hasil dariinteraksi antar sub-unit yang diketahui (Parwani, 2002).Pavard dan Dugdale (2002) memberikan definisi bahwa sistemkompleks adalah sistem yang sulit, yang tidak mungkin untukmembatasi deskripsi tentang sistem tersebut dengan beberapaparameter atau variabel penyusunnya tanpa kehilangan halfungsional dana esensialnya secara keseluruhan.

Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalamsistem kompleks yaitu :1. Sebab akibat dari sistem kompleks tidak selalu berhubungan

langsung. Untuk membuat model dari kompleks sistemdiperlukan pendalaman-pendalaman paramater. Kadang-kadangsuatu akibat dihasilkan dari sebab yang sudah berlangsunglama dan tidak terlihat pada awalnya. Malah untuk beberapakompleks sistem, akibat bisa datang dari beberapa kondisiyang saling melengkapi dalam jumlah tertentu. Sepertibekerjanya enzim dalam tubuh, bila dikombinasikan dengansuatu zat pada jumlah tertentu menjadi stimulus untukbeberapa orang tetapi tidak pada yang lain.

2. Terjadi trade-off antara long-term dan short-term. Kasusmengisi air ke dalam ember berhenti disuatu saat. Tujuansudah terpenuhi dan semua orang senang. Tetapi tidakseperti itu dengan kompleks sistem. Karena pada komplekssistem yang rumit terjadi tradeoff antara tujuan long-termdan short-term. Terpenuhinya tujuan dengan cepat berbedahasilnya dengan cara lambat, terhadap waktu yang akandatang.

3. Goal atau tujuan yang tidak pernah berhenti. Goal atautujuan pada sistem kompleks tidak pernah berhenti, karenabila goal sudah tercapai disuatu titik mempengaruhiketidakstabilan di titik yang lainnya. Sehingga di dalamsistem kompleks, sebenarnya tujuan tidak pernah berhenti.Yang ada pada kompleks sistem kita mengatur kestabilansistem, daripada mencapai goal atau tujuan tertentu.

Sistem kompleks berbeda dengan kompleksitas. Perbedaanini terlihat dalam sudut pandang terhadap suatu realitas.Realitas menurut sudut pandang modern-science dipandang sebagaisebuah objek yang terdapat sistem dan batas. Sedangkanmenurut pandangan New-Science, realita adalah sebuah

perwujudan dari suatu interkoneksitas. Interkoneksitas iniakan melahirkan emergence atau sesuatu yang baru. Sesuatuyang baru ini tidak akan mungkin lahir dari sebuah objekartinya tidak ada objek tunggal yang akan melahirkanemergence. Dalam pandangan new-science sudah tidak ada lagiyang dinamakan sebuah sistem, yang ada hanya variabel lokal.

Tatanan merupakan sebuah entitas yang terbentuk dariinterkoneksitas antar unsur. Setiap tatanan dibangun olehinterkoneksitas unsur-unsur yang merupakan variabel lokalnya,kemudian antar tatanan tersebut berinterkoneksi dengantatanan yang lain sedemikian rupa sehingga terbangun jejaringinterkoneksitas antar tatanan.

Dalam variabel lokal terdiri atas : pola pengaturan;proses pengaturan dan unsur yang dikelola atau diatur. Salinginterkoneksi antar tatanan akan menghasilkan resultantesaling pengaruh yang pada akhirnya menjelma sebagai kekuatanyang mempengaruhi keseluruhan dari variabel-variabel lokal.Kekuatan inilah yang disebut strange attractor yang di kemudianhari akan terakumulasi menjadi spirit zaman (zeitgeist).

Perencanaan dalam kacamata new-sciece atau kompleksitasmerupakan suatu proses dalam mempersiapkan tatanan agar dapatkreatif adaptif dalam mengahadapi situasi apapun di masa yangakan datang. Perencanaan menurut perspektif new-sciencemenganggap bahwa tidak yang linear dalam suatu kehidupan.Oleh sebab itu yang dibutuhkan oleh perencana adalahmenyiapkan tatanan agar dapat memiliki swatata sehingga mampuuntuk bertindak secara kreatif dan adaptif.

SEJARAH PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIAPengelolaan hutan di Indonesia senantiasa berubah dari

waktu ke waktu. Di era orde baru Pengelolaan sumber dayahutan dijalankan berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1967

tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan. Dalam tahun yangsama dikeluarkan pula Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentangPenanaman Modal Asing (PMA) yang membuka kesempatan bagiinvestor dari luar negeri untuk melakukan kegiatan usahanyadi Indonesia termasuk sektor kehutanan. Di akhir tahun 1960-an diperkenalkan sistem pengelolaan hutan di Indonesia dengansebutan Tebang Pilih Indonesia (TPI).

Perusahaan-perusahaan yang mendapatkan Hak PengusahaanHutan dalam bentuk HPH, baik perusahaan Badan Usaha MilikNegara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Swasta (BUMS),menerapkan sistem TPI di dalam kegiatan operasional pemanenanhutannya. Pengendalian HPH sepenuhnya berada di tanganpemerintah pusat. Segala bentuk pajak dan iuran hasil hutandisalurkan melalui pemerintah pusat.

Dalam sistem HPH dengan kendali penuh oleh pemerintahpusat selama masa Orde Baru, peran dan fungsi pemerintahdaerah dan masyarakat setempat sangat kecil atau hampir tidakada. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1967, masyarakat setempathanya diperbolehkan memungut hasil hutan non kayu untukkepentingan sendiri (subsistence needs). Peran dan partisipasimasyarakat dalam kegiatan HPH sangat sedikit atau hampirtidak ada. Pernyataan yang paling tepat untuk menggambarkanhal ini adalah “menjadi penonton di rumah sendiri”.

Walaupun HPH telah melaksanakan kewajiban untukmemberdayakan masyarakat setempat melalui program HPH BinaDesa, pengalaman pelaksanaan selama bertahun-tahunmenunjukkan bahwa hasil dari program tersebut tidak mencapaisasaran. Secara ekologis, praktek HPH meninggalkan beragamdampak negatif seperti rusaknya sumberdaya hutan,meningkatnya luasan lahan kritis, kebakaran hutan, pencemaranair dan udara. Semua ini berdampak negatif terhadapmasyarakat setempat. Pengelolaan hutan yang bersifat stated-based forestry membuat masyarakat di sekitar hutan malah semakinterpinggirkan.

Era orde baru pun berakhir setelah kejatuhan Soehartopada tahun 1998. Sistem pemerintahan terpusat termasuk dalampengelolaan hutan pun sudah tak lagi sesuai dengan tuntutanreformasi. Otonomi daerah pun menjadi tuntutan masyarakat diberbagai daerah yang ingin mendapat kewenangan lebih besardalam menangani berbagai urusan termasuk menuntut bagian yang

lebih besar dari hasil eksploitasi sumberdaya alam, termasuksumberdaya hutan yang ada di wilayah mereka.

Pada saat yang sama, masyarakat setempat mulai melakukanklaim kepemilikan lahan dan menuntut kompensasi dariperusahaan kayu atas kerusakan dan kerugian yang disebabkanoleh kegiatan logging (McCarthy 2004: hal 1202). Walaupundasar hukum penyelenggaraan otonomi daerah secara resmi sudahditetapkan pada tahun 1999, namun pelaksanaannya baru dimulaisecara efektif pada awal tahun 2001. Dibutuhkan waktu untukmenyiapkan ketentuan-ketentuan pelaksanaan UU 22/1999 dan UU25/1999 dan tatanan kelembagaan baik di pusat maupun daerah,termasuk misalnya peraturan pemerintah sebagai aturanpelaksanaan otonomi daerah dan proses penyerahan kewenanganadministratif dan pengaturan dari pemerintah pusat kepadapemerintah daerah. Oleh sebab itu, periode antara tahun 1998sampai akhir tahun 2000 sering dianggap sebagai periodetransisi.

Seiring dengan itu, otonomi daerah mengharuskanpemerintah daerah untuk mandiri dalam membiayai kegiatanperencanaan dan pelaksanaan program pembangunan. Dengankondisi seperti ini pemerintah daerah harus mencarialternatif untuk meningkatkan PAD nya. Hutan merupakan salahsatu sumberdayayang dijadikan sumber PAD terpenting di berbagai daerah.Perlombaan untuk meningkatkan PAD seringkali didorong olehkepentingan jangka pendek. Kaidah-kaidah konservasi dankepentingan sosial ekonomi masyarakat seringkalidikesampingkan. Satu-satunya cara untuk meningkatkanpendapatan dari sektor kehutanan adalah dengan memanfaatkankewenangan untuk mengeluarkan izin HPHH 100 ha. Sekalipundaerah mendapatkan penerimaan dari pengusahaan hutan dalambentuk HPH, namun DR dan PSDH lebih dulu masuk ke rekeningpemerintah pusat (Departemen Kehutanan) dan kemudiandisalurkan kembali ke daerah asal dalam proses yang relatifpanjang. Dalam prakteknya, pengelolaan sumberdaya hutan dalamera otonomi daerah menjadi lebih kompleks. Bila dilihat daripelaku yang terlibat, jumlahnya bertambah. Sebelum otonomidaerah, hanya pemegang HPH yang bisa menjual kayu. Setelahotonomi daerah, pelaku lama tetap melakukan kegiatannya,tetapi sekarang bertambah dengan hadirnya pelaku

baru seperti cukong yang sebagian berasal dari luar negeri.Mereka secara terang-terangan memanfaatkan masyarakatsetempat, baik yang tinggal di dalam maupun sekitar hutan.Selain itu, ada juga pihak luar yang memiliki akses terhadapsumberdaya hutan yang dikelola dengan sistem HPHH.

Kegiatan HPHH 100 ha dilandasi oleh Keputusan MenteriKehutanan No. 310/Kpts-II/1999 yang memberikan kewenangankepada pemerintah daerah (Bupati dan Walikota) untukmengeluarkan izin HPHH 100 ha, dan No.05.1/Kpts-II/2000tentang Kriteria dan Standar Perizinan Pemanfaatan HasilHutan dan Perizinan Pemungutan Hasil Hutan pada HutanProduksi Alam.

Tujuan utama dari Keputusan Menteri yang mengaturtentang HPHH 100 Ha adalah agar pengelolaan sumberdaya hutandapat memberikan manfaat langsung kepada masyarakat disekitar hutan. Kebijakan Menteri tersebut mengatur tata carapemungutan hasil hutan kayu sesuai dengan kemampuanmasyarakat setempat. Sebagai contoh, areal hutan yangditetapkan untuk HPHH relatif kecil dan penggunaan alat-alatberat tidak diperbolehkan.

Izin HPHH ini dapat diajukan oleh koperasi atauperorangan melalui Kelompok Usaha Tani (KUT). Karena beberapaalasan, masyarakat umumnya mengajukan HPHH melalui KUT karenasecara administratif lebih mudah dan tidak perlu menyediakanmodal awal dan surat-surat resmi seperti halnya koperasi.Beberapa KUT bergabung dan membentuk satu kelompok diketuaioleh satu orang koordinator, yang sering kali juga adalahorang yang sudah dikenal masyarakat seperti pegawaipemerintah, ketua adat atau kepala desa. Pada umumnya KUTmenggandeng HPH sebagai mitra kerja mereka. Setelah HPHHdinyatakan ilegal oleh pemerintah pusat, pengusaha HPHmenghentikan peranannya sebagai mitra kerja KUT. Pengusaha-pengusaha kayu lain yang tidak memiliki HPH kemudian menjadimitra kerja KUT.

Dalam pelaksanaan kegiatan penebangan kayu, peran mitraseperti HPH dan pengusaha kayu lainnya sangat sentral karenamerekalah yang melakukan penebangan. KUT hanya menerima feedari hasil penebangan tersebut. Bentuk lain dari kemitraanadalah dengan melakukan perjanjian sewa alat yang dianggap

lebih menguntungkan bagi KUT. Pada model ini mitrabertanggung jawab dalam mendatangkan peralatan ke lokasiHPHH. Biaya transportasi untuk mendatangkan dan memulangkanalat berat ditanggung oleh pihak KUT, sedangkan biayaoperasional dan tenaga kerja di lapangan ditanggung olehmitra kerja. Pembagian keuntungan masing-masing pihak sebesar50%.

Adanya HPHH yang awalnya ditujukan untuk memberikanmanfaat langsung kepada masyarakat sekitar hutan justrusemakin banyak penyimpangan. Banyak areal HPHH yang lokasinyaberada di dalam kawasan hutan produksi yang telah dibebaniizin HPH malah menjadikan modus baru dalam pencurian kayusecara besar-besaran. HPH yang dijadikan mitra oleh HPHHmalah mengeksploitasi kayu pada blok-blok HPHH sehinggaeksploitasi kayu tidak sesuai dengan RKT yang telahdiberikan. Pelaksanaan tata batas, survei potensi danidentifikasi areal hanya dilakukan “di atas kertas” sehinggabanyak areal HPHH di lapangan yang tumpang tindih dengan HPH,termasuk dalam kawasan hutan lindung. Hal ini justru menambahterjadinya konflik antara kelompok masyarakat.

Di era otonomi ada harapan besar bahwa partisipasimasyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan semakinmeningkat, dan keterlibatan masyarakat yang lebih besardiharapkan mereka dapat merasakan manfaat secara langsungdari pengelolaan hutan. Selain hanya menerima uang tunai yangtidak berapa besar yang diperoleh dari kegiatan eksploitasihutan untuk pertama kalinya, ternyata bagi masyarakat miskinharapan besar tersebut masih jauh dari kenyataan.

Dalam kasus HPHH 100 ha peran serta masyarakat terlihatsangat kecil. Peran sentral dimainkan oleh koordinator KUTdan mitra kerja seperti pemegang HPH lama, dan cukong kayu.Sedangkan masyarakat sendiri hanya berada pada posisi yangsangat lemah dan tidak bisa melakukan kontrol terhadapkeputusankeputusan yang diambil oleh koordinator KUT karenabelum terbentuknya lembaga pengelolaan hutan yang kuat ditingkat masyarakat. Peran masyarakat terbatas, dan hanyamendapatkan porsi fee hasil kegiatan HPHH. Sebagian besarkeuntungan kegiatan HPHH dinikmati oleh kelompok elit sepertikoordinator KUT, ketua KUT, mitra kerja dan pebisnis kayu.

Pada era di awal reformasi pun tampaknya kebijakan HPHH100 ha belum mampu mencapai tujuan peningkatan kesejahteraanmasyarakat yakni melalui pembagian keuntungan yang adil.Kebijakan tersebut tidak disusun berdasarkan kepentinganmasyarakat, tetapi didominasi oleh kepentingan penguasa dankelompok-kelompok elit, baik di tingkat desa maupunkabupaten. Akhirnya era HPHH 100 ha pun berakhir dengantragis.

Memberdayakan Masyarakat Sekitar HutanBaik di zaman orde baru maupun di awal era otonomi

daerah ternyata pengelolaan hutan belum mampu mensejahterakanmasyarakat di sekitar hutan yang sebenarnya merupakan “tuanrumah”. Selain banyaknya konflik yang terjadi, ternyata lajukerusakan hutan di era setelah orde baru malah semakinbertambah memprihatinkan. Berbagai upaya dilakukan olehpemerintah dalam usahanya menekan laju kerusakan hutansekaligus sekaligus mensejahterakan masyarakat di sekitarhutan. Paradigma pengelolaan hutan pun berubah dari State BasedForestry menjadi Community Based Forestry. Perubahan paradigmapengelolaan hutan tersebut bertujuan untuk melibatkanmasyarakat dalam pengelolaan hutan, masyarakat ikutdilibatkan dalam usaha pengelolaan hutan bukan sebagai pihakyang dikeluarkan atau dipinggirkan dari pengelolaan hutan.

Program-program pengelolaan hutan yang melibatkanmasyarakat ini diselenggarakan oleh banyak pihak sepertipihak pemerintah, LSM, Perguruan Tinggi. Berbagai kebijakanpemerintah terkait pengelolaan hutan mulai dari Hutan Rakyat,Hutan Tanaman Rakyat sampai dengan Hutan Kemasyarakatan pundikeluarkan. Tujuan pemerintah tidak lain adalah untukmemberdayakan masyarakat sekitar hutan untuk dapat terlibatdalam setiap pengelolaan hutan. Masyarakat diharapkan dapatmenjadi “tuan rumah” dan bukan lagi sebagai pihak yangtermarjinalkan. Dengan keterlibatan masyarakat ini diharapkanmasyarakat akan merasa bertanggung jawab akan kelestarianhutan sehingga berusaha untuk menjaganya. Dengan adanya HutanTanaman Rakyat, Hutan Rakyat maupun Hutan Kemasyarakatan,masyarakat dapat mendapatkan hasil dari pengelolaan hutantersebut. Pola pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakatini diharapkan mampu merubah kondisi perekonomian masyarakatsekitar hutan menjadi lebih baik.

PERENCANAAN PENGELOLAAN HUTAN

DALAM PERSPEKTIF SISTEM

Jika kita mengibaratkan pengelolaan hutan adalah sebuahsistem, maka sistem dalam pengelolaan hutan sangatlahkompleks. Banyak sekali komponen yang ada dalam pengelolaanhutan. Di era orde baru pihak yang terlibat dalam pengelolaanhutan otomatis hanya didominasi oleh pemerintah pusat danpara pengusaha HPH. Sistem pemerintahan terpusat termasukdalam pengelolaan hutan, membuat masyarakat sekitar hutanhanya bisa menjadi “penonton” di rumah sendiri.

Pada awal era reformasi, di mana otonomi daerah mulaidijalankan sistem pengelolaan pun otomatis berubah.Pemerintah Daerah lebih dominan dalam pemberian izinpemanfaatan hutan. Komponen yang terlibat dalam pengelolaanhutan pun mulai bertambah. Selain Pemerintah Daerah,pengusaha kayu bahkan cukong dari luar negeri pun merupakankomponen sistem pengelolaan saat itu. masyarakat yangdilibatkan hanya kelompok elit atau kepala desa saja. Lagi-lagi sistem pengelolaan hutan seperti itupun tidak menambahbaik keadaan masyarakat sekitar hutan. Konflik pun semakinbesar yang terjadi di masyarakat. Selain itu tingkatkerusakan hutan pun malah semakin parah.

Berkaca dari sistem pengelolaan di masa lalu, sudahsaatnya kita mencari sistem yang terbaik demi terwujudnyamasyarakat yang sejahtera serta hutan yang berkelanjutan.Pengelolaan hutan bukanlah dominasi para elit sepertipemerintah pusat, pemerintah daerah maupun para pengusaha.Masyarakat terutama yang berada di sekitar hutan merupakanpelaku utama dari pengelolaan hutan tersebut. Sudah saatnyamasyarakat dilibatkan dan diberdayakan. Pemerintah baik pusatmaupun Daerah sebagai pembuat regulasi hendaknya mengeluarkanregulasi pengelolaan hutan di mana masyarakat dapat ikuttelibat di dalamnya.

Hutan adalah milik bersama yang seharusnya hasilnya pundapat dinikmati oleh semua pihak terutama masyarakat sekitar.Masyarakat harus diberdayakan dalam tiap-tiap prosespengelolaan hutan sehingga masyarakat menjadi semakin“berdaya”. Selain menjadi berdaya, keterlibatan masyarakat didalam sistem pengelolaan hutan pun diharapkan akan semakinmenyadarkan mereka bahwa hutan merupakan sesuatu yang mestidijaga kelestariannya. Jadi hutan bukan hanya semata-matadipandang dari segi ekonomi saja melainkan dari segi ekologidan lingkungan.

Sistem pengelolaan hutan seperti Hutan Tanaman Rakyatdan Hutan Kemasyarakatan selain sebuah upaya dalammemberdayakan masyarakat sekitar hutan juga diharapkanmasyarakat dapat mendapatkan manfaat dengan adanya sistempengelolaan hutan tersebut. Sehingga masyarakat menjadisemakin termotivasi untuk dapat melestarikan keberadaan hutantersebut.

PERENCANAAN PENGELOLAAN HUTAN

DALAM PERSPEKTIF KOMPLEKSITAS

Pengelolaan hutan merupakan bentuk kompleksitas yang adadalam sektor kehutanan. Komponen yang terlibat di dalamnyasangat banyak dan sangat sulit untuk diprediksi perilakunyatermasuk hutan itu sendiri. Dalam usaha pengelolaan hutan,komponen-komponen saling berinteraksi kemudian terjadiinterkoneksi satu sama lain.

Pengelolaan hutan sempat mengalami keadaan chaos, ketikaterjadi ketidakseimbangan informasi maupun energi di antarakomponen yang terlibat. Akibatnya hutan semakin kritis akibatadanya eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh beberapapihak. Masyarakat sekitar hutan yang sebenarnya merupakankomponen yang penting dlam pengelolaan hutan malah menjadipihak yang termarjinalkan. Pengelolaan hutan yang diharapkan

dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat hanyamenguntungkan segelintir pihak.

Era otonomi daerah yang diharapkan dapat memberikan“angin segar” bagi masyarakat sekitar hutan untuk dapatmenikmati hasil hutan harus kembali menelan kesedihan yangmendalam. Eksploitasi hutan malah semakin menjadi-jadi danlagi-lagi masyarakat hanya kembali menjadi “penonton”.

Permasalahan pengelolaan hutan pun menjadi semakinkompleks. Jika dahulu ancaman kerusakan hutan hanya berkisarpada pencurian kayu dan kebakaran hutan, pada saat inikeberadaan hutan malah semakin terancam dengan adanyakegiatan pertambangan. Hutan yang dahulu kita kenal hanyamenghasilkan produk kayu dan non kayu ternyata sekarang malahterdapat “harta karun” lain yang terkandung di dalamnya yaituproduk pertambangan baik itu nikel, batu bara maupun emas.

Belum lagi isu-isu perubahan iklim yang sudah menjadiisu internasional. Berbagai lembaga donor mulai melancarkan“aksinya”. Berbagai program mulai ditawarkan dalam kerangkakonsep pengelolaan hutan yang ramah lingkungan. Selain ituproduk kayu yang dihasilkan pun ikut disoroti. Setiap produkkayu yang dihasilkan diharuskan telah mendapat sertifikasilegalitas kayu baik itu oleh lembaga skala nasional maupuninternasional.

Perencanaan pengelolaan hutan pun semakin sulit untukdiprediksi. Selain permasalahan tata batas yang belum kunjungselesai, pengelolaan hutan yang harus dapat menyentuhmasyarakat sekitar hutan, produk kayu yang harustersetifikasi keabsahannya juga harus dihadapkan pada“potensi” yang lainnya yaitu sektor tambang. Banyak sekaliketidak teraturan yang terjadi sepanjang sejarah perjalananpengelolaan hutan.

Hal yang mesti dilakukan dalam menghadapikekompleksitasan pengelolaan hutan adalah penyiapan tiap-tiapentitas dalam menghadapi setiap perubahan yang terjadi

sehingga tiap-tiap entitas tesebut memiliki swatatanyamasing-masing. Perencanaan pengelolaan hutan pun hendaknyadilaksanakan secara multi-skala. Hal ini dilakukan karenapada prakteknya dalam pengelolaan hutan banyak sekali pihakyang terlibat atau multi stackholder. Pengelolaan hutan yangsemakin kompleks selain isu lingkungan di dalamnya jugaadanya keterancaman terhadap potensi tambang yang ada dibawahnya membuat seluruh perencana yang terkait denganpengelolaan hutan harus memiliki pengetahuan yang beragamatau multi-knowledge.

Selain itu semua pemangku kepentingan dalam pengelolaanhutan diharapkan dapat bersama-sama untuk berubah atauadaptif terhadap setiap perubahan yang terjadi. Dan paraperencana dalam pengelolaan hutan hendaknya berupaya untukmenyediakan berbagai pilihan (choices) dan mengembangkankemampuan memilih (voices) dalam menemukan format pengelolaanhutan yang paling sesuai dengan spirit zaman yang ada.

KESIMPULAN

1. Sistem secara umum merupakan keseluruhan interaksi antarunsur dari sebuah objek dalam batas lingkungan tertentu yangbekerja dalam mencapai tujuan.

2. Berdasarkan klasifikasi efek lingkungan terhadapsistem, jumlah kontrol internal dalam suatu sistem dantujuan dari sistem tersebut baik tetap maupun adaptif,sistem dibagi menjadi sistem statis, sistem dinamis,sistem homeostatis dan sistem sibernetik.

3. Sistem kompleks adalah sistem yang jauh dari kondisiekuilibrium atau tetap. Sistem kompleks memiliki umpanbalik untuk terus berubah dan berpropagasi. Sistemkompleks memiliki kemampuan dan pola untuk mengaturdirinya sendiri.

4. Realitas dalam sudut pandang kompleksitas merupakanwujud interkoneksitas antar unsur dalam suatu tatanan.

5. Pengelolaan hutan dalam perspektif sistem merupakansistem yang kompleks, dimana banyak komponen yangterlibat di dalamnya dengan perilaku yang beragam.Keterlibatan masyarakat sekitar hutan dalam sistempengelolaan hutan sangat perlu dilakukan, karenamasyarakat merupakan pelaku utama di dalam pengelolaanhutan.

6. Pengelolaan hutan merupakan salah satu wujud realitasdan kompleksitas. Pengelolaan hutan yang berubah dariwaktu ke waktu termasuk kekompleksitasan komponen yangada di dalamnya membuat pengelolaan hutan semakin sulituntuk diprediksi. Hal yang terpenting untukdilaksanakan adalah menyiapkan masing-masing entitaspada pengelolaan hutan untuk dapat beradaptasiterhadap setiap perubahan yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Amien, A. Mappadjantji. 2005. Kemandirian Lokal, KonsepsiPembangunan, Organisasi dan Pendidikan dari Perspektif Sains Baru.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Salman, D., 2012. Sosiologi Desa, Revolusi Senyap dan TarianKompleksitas. Makassar: Inninawa.

Pavard, Bernard dan Dugdale, Julie (2002). An Introduction toComplexity in Social Complexity in Social Science, GRIC-IRIT,Toulouse, Perancis, publikasi on-line : URL :http://irit.fr/COSI/

Permana, Sidik (2003), Towards the Complexity of Science, dalamJournal of Social Complexity Vol. 1 No. 1, hal 1-6,Bandung Fe Institute Press