Makalah Take home
-
Upload
pustral-ugm -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Makalah Take home
Makalah Kebijakan Dan Manajemen Transportasi Publik
RELOKASI BANDARA ADI SUTJIPTOYOGYAKARTA
Implikasi dan Rekomendasi Bagi
Pembangunan Daerah
Dosen :Dra. Ambar Teguh Sulistiyani,
M.SiPuguh Prasetya Utomo, S.IP, MPA
Disusun Oleh :Tri Nugrahani Novita Sari
09/283063/SP/23663
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
JURUSAN MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2012
Page2
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
A. DESKRIPSI RENCANA RELOKASI BANDARA ADI SUTJIPTO
Rencana relokasi Bandara Adi Sutjipto yang terletak di Sleman
mendesak untuk dilakukan karena bandara ini dinilai tak memadai
lagi sebagai bandara internasional. Oleh karena itu, relokasi
dinilai perlu dilakukan ke lokasi yang lebih strategis dan
memadai untuk mendukung pertumbuhan penerbangan di masa depan.
Faktor-faktor yang mendorong perlunya dilakukan relokasi antara
lain karena adanya overlapping antara penerbangan sipil dan militer
dimana koridor penerbangan sipil tumpang tindih dengan kawasan
training Angkatan Udara. Airspace Bandara Adi Sutjipto sudah sangar
mendesak dan dapat mengganggu pertumbuhan penerbangan di masa
mendatang. Panjang landasan pacu tidak cukup untuk mengakomodasi
Code Eaircraft serta pesawat dengan Code C akan dioperasikan di bawah
pinalti. Panjang landasan pacu Bandara Adi Sutjipto sendiri
hanya sepanjang 2.200 meter sedangkan panjang landasan ideal
bandara internasional adalah 3.200 meter. Selain itu bangunan
terminal Bandara Adi Sutjipto tidak mampu memenuhi level
kelayakan pelayanan yakni 17 m2 per jam per penumpang pada titik
puncak penumpang. Sampai tahun 2011 Bandara Adi Sutjipto sudah
melayani 55.000 penerbangan dan sudah melayani hampir 5 juta
penumpang. Hal inilah yang melandasi perlunya lokasi baru yang
mampu mendukung perkembangan penerbangan di DIY.1
Rencana pembangunan Bandara di Kulon Progo dimulai tahun 2007
melalui Pra FS yang dibuat MOTT MAC DONALD di Desa Garongan,
Pleret, dan Bugel. Kajian awal Pra FS tidak dapat dilanjutkan
karena adanya overlapping dengan kawasan kontrak tambang pasir besi
di Kulon Progo. Kajian awal rencana lokasi bandara baru
1 Lihat dalam Triyono. 2012. Pembangunan New International Airport Yogyakarta diKabupaten Kulon Progo. Yogyakarta: Disampaikan dalam Diskusi Panel Relokasi BandaraAdi Sutjipto Yogyakarta pada tanggal 5 Juni 2012 di Fisipol UGM.
Page 1
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
dilanjutkan oleh PT Angkasa Pura bekerjasama dengan GVK Airport
Developer PVT Ltd (India) dan Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan
Publik UGM. FS ini memberikan long list alternatif lokasi yakni
tetap di Bandara Adi Sutjipto (Sleman); Selomartani (Sleman);
Bandara Gading (Gunung Kidul); Gadingharjo (Bantul); Bugel,
Temon, serta Bulak Kayangan (Kulon Progo). FS dimulai tanggal 5
Desember 2011 dan selesai 5 Maret 2012. Hasil studi ini
memperoleh hasil bahwa Palihan, Temon, Kulon Progo merupakan
alternatif lokasi yang memperoleh penilaian tertinggi
dibandingkan dengan lokasi lainnya. Pembangunan bandara baru
membutuhkan lahan seluas 669 Ha. Lokasi di daerah Temon memenuhi
syarat ketersediaan lahan dan dampak sosial paling minim, dimana
di lokasi ini terdapat 18% tanah Paku Alam, hanya akan
merelokasi 670 rumah dan 70 Ha tanah persawahan.2
Kulon Progo memiliki pointers kelayakan sebagai lokasi baru
karena memenuhi berbagai kriteria, diantaranya pengembangan
regional, ketersediaan lahan, keberlanjutan operasional, sosio-
ekonomi dan budaya, keadaan alam, akses bandara, aspek teknis,
serta komparatif taksiran finansial. Kulon Progo dinilai layak
menjadi lokasi baru karena tidak adanya bentang alam yang
menjadi obstacle untuk pengembangan bandara baru. Wilayah Kulon
Progo juga aman karena bukan merupakan daerah bahaya bencana
alam (erupsi Merapi atau sesar gempa). Tersedianya dukungan
jaringan jalan raya, jaringan transportasi kereta api, dan
kemungkinan pengembangan pelabuhan laut. Penggunaan lahan existing
di pesisir Kulon progo didominasi lahan pertanian pantau non-
irigasi teknis, hunian penggarap lahan dengan kerapatan jarang,
serta fasilitas penunjang pariwisata pantai. Faktor-faktor
2Ibid.
Page 2
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
tersebut menjadi daya dorong kelayakan wilayah pesisir pantai
Kulon Progo tepat menjadi lokasi bandara baru.
Relokasi Bandara Kulon Progo dilakukan untuk membangun
bandara dengan kelas internasional menggantikan Bandara Adi
Sutjipto yang dinilai tak lagi memadai. Bandara baru yang
dikhususkan untuk penerbangan sipil dan komersial saja tanpa
overlapping dengan penerbangan militer. Bandara yang mampu
menyediakan pelayanan penerbangan baik domestik, internasional,
maupun pesawat carter di Yogyakarta. Pembangunan bandara baru
akan menjadi bandara utama yang akan mendukung pembangunan
pariwisata, perdagangan, serta investasi. Bandara Adi Sutjipto
akan dijadikan bandara militer murni dan menjadi bandara untuk
tamu VVIP di Yogyakarta.3 Kini, rencana relokasi bandara baru
tinggal menunggu untuk direalisasikan di Kulon Progo.
B. IMPLIKASI SOSIAL DAN EKONOMI RELOKASI BANDARA ADI SUTJIPTO
Implikasi yang terjadi akibat relokasi bandara Adi Sutjipto
akan memberikan implikasi bukan hanya pada Kulon Progo sebagai
lokasi baru melainkan bagi Sleman sebagai lokasi lama yang
dulunya pernah ditempati bandara. Kulon Progo yang menjadi
lokasi baru pembangunan bandara tentunya akan mendapatkan dampak
dari adanya pembangunan bandara baru. Bandara memegang peranan
penting dalam perkembangan suatu wilayah seperti yang
diungkapkan Herdiana (2012) bahwa keberadaan bandara selain
menjadi pendukung utama transportasi udara letak bandara telah
berkembang menjadi suatu kawasan yang penting dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah. Maka dari itu,
relokasi tentu juga akan memberikan imbas pula bagi Sleman
3 Ibid.
Page 3
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
mengingat selama ini Sleman menjadi wilayah yang berkembang
salah satunya dikarenakan keberadaan bandara di kabupaten
tersebut. Imbasnya pun bukan hanya dirasakan oleh pemerintah
semata melainkan oleh masyarakat daerah.
Dampak adanya relokasi Bandara Adi Sutjipto bagi pemerintah
Kulon Progo diantaranya adalah peningkatan pendapatan daerah
karena keberadaan bandara di Kulon Progo. Bandara yang
direncanakan di bangun di Kulon Progo merupakan bandara sipil
maka pengelolaannya akan dilakukan oleh instansi pemerintah di
wilayah terkait sehingga melalui pengelolaan bandara tersebut
secara otomatis akan turut menambah pendapatan daerah Kulon
Progo. Terlebih adanya bandara akan turut berpengaruh pada
pengembangan investasi, perdagangan, maupun jasa yang juga akan
turut meningkatkan pendapatan dan keuntungan finansial bagi
Kulon Progo. Selain itu, kemungkinan keuntungan ekonomi juga
ajan diterima masyarakat. Pergerakan aktivitas ekonomi yang juga
akan bergerak ke arah bandara akan memunculkan geliat berbagai
aktivitas ekonomi yang juga dapat meningkatkan pendapatan
ekonomi masyarakat terutama yang mampu mengambil peluang bisnis
dari relokasi bandara. Implikasi ekonomi juga akan berdamak pada
perubahan bentuk dan jenis usaha perdagangan di Kulon Progo.
Pergeseran usaha umumnya akan beralih ke sektor jasa,
perdagangan, dan pariwisata.
Implikasi lainnya adalah bergesernya kultur masyarakat di
lokasi bandara yang baru. Kondisi sosial dan kultur sebagai
masyarakat petani akan bergeser dan berubah menjadi masyarakat
sektor jasa. Keberadaan bandara baru dapat membuka peluang
bisnis sektor pariwisata di Kulon Progo. Selama ini kawasan
pariwisata Kulon Progo relatif kurang terekspos karena letak
Page 4
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
Kulon Progo yang berada di paling selatan Yogyakarta. Relokasi
bandara menimbulkan peluang besar untuk pengembangan pariwisata
di Kulon Progo. Perubahan fungsi tata ruang di Kulon Progo juga
berubah dimana akan banyak investasi yang masuk ke Kulon Progo.
Banyaknya investasi yang masuk akan meningkatkan investasi
terutama di sektor jasa. Sehingga dampak kemudian adalah
meningkatnya pembangunan di Kulon Progo sebagai daya dukung
pergeseran aktivitas menuju bandara.
Pertumbuhan aglomerasi akan bergeser ke Kulon Progo sebagai
imbas relokasi bandara ke Kulon Progo dan akan merusak sektor
pertanian Kulon Progo. Padahal selama ini sektor pertanian amat
menjadi sektor penting sebagai penyangga pangan. Perubahan tata
guna lahan akan terjadi sebagai pengaruh relokasi bandara.
Jalur menuju bandara juga akan mengalami perubahan tata guna
lahan. Hal ini akan disebabkan oleh masuknya investasi dan
bergesernya sektor pertanian ke jasa. Namun, sebagai implikasi
dari seluruh keuntungan akibat pereseran aglomerasi aktivitas
yang akan diperoleh oleh Kulon Progo, mereka bertanggung jawab
menyediakan jaringan transportasi yang memadai. Oleh karena itu,
pemerintah Kulon Progo harus melakukan perencanaan ulang sistem
transportasi menuju bandara baru. Pemerintah harus meningkatkan
kualitas daya dukung sarana transportasi terutama di jalur
menuju bandara. Pemerintah Kulon Progo harus melakukan
perencanaan ulang terhadap RTRW di jalur bandara dan lokasi
sekitar bandara. Dari berbagai implikasi yang kemudian dialami
dan diterima oleh Kulon Progo, pemerintah memiliki kewajiban
pula untuk melakukan penyesuaian program-program pembangunan
utnuk sektor pendidikan, budaya, ekonomi, serta pariwisata di
lokasi bandara baru. Implikasi utama yang akan diperoleh oleh
Page 5
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
Kulon Progo tentunya adalah bergesernya kegiatan dan aktivitas
yang akan mengikuti pembangunan bandara baru yang akan
meningkatkan keuntungan finansial dan memberi dampak positif
pada pembangunan di Kulon Progo karena sejatinya bandara akan
menjadi tarikan perkembangan ekonomi.
Sedangkan implikasi yang akan terjadi dan dialami oleh Sleman
selaku lokasi lama keberadaan bandara Adi Sutjipto juga tak
kalah banyak. Bandara Adi Sutjipto selama ini telah
berkontribusi besar dalam mendorong pergerakan ekonomi di Sleman
selama ini. Keberadaan Bandara Adi Sutjipto di Sleman juga telah
menggeser pola kehidupan masyarakat dari sektor pertanian ke
sektor jasa. Bandara Adi Sutjipto yang dioperasikan di Maguwo
telah mampu menciptakan moda transportasi pendukung yang
tersusun dengan baik, mulai dari bus, taksi, hingga kereta api.
Relokasi Bandara Adi Sutjipto tentu saja akan memberikan
implikasi besar pula pada Sleman mengingat keberadaan bandara
selama ini telah menjadi salah satu pilar perekonomian Sleman.
Pendapatan daerah Sleman tidak berpengaruh secara langsung
akibat relokasi bandara. Seperti yang diungkapkan Endiarto4,
pendapatan daerah Sleman tidak akan terpengaruh langsung karena
selama ini perparkiran dan pengelolaan Bandara Adi Sutjipto
dilakukan oleh PT Angkasa Pura sehingga pendapatannya tidak
masuk ke daerah melainkan masuk atau dikelola oleh PT Angkasa
Pura. Dampak terbesar yang akan dialami Sleman adalah perubahan
arah aktivitas bandara, bukan lagi ke Sleman melainkan bergeser
ke Kulon Progo.
4 Lihat dalam Agoes Soesilo Endiarto. 2012. Implikasi Pemindahan Bandara Adi Sutjiptobagi Pemkab Sleman. Yogyakarta: Disampaikan dalam Diskusi Panel Relokasi BandaraAdi Sutjipto Yogyakarta pada tanggal 5 Juni 2012 di Fisipol UGM
Page 6
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
Implikasi yang akan dialami Sleman adalah terjadinya perubahan
jalur moda transportasi pendukung bandara. Bandara Adi Sutjipto
yang selama ini didukung oleh moda transportasi dengan konsep
transportasi antar moda atau yang lebih dikenal dengan terminal
junction namun seiring proses relokasi bandara ke Kulon Progo
otomatis akan terjadi perubahan jalur moda transportasi. Jalur
transportasi yang semula menuju Sleman akan bergeser ke arah
Kulon Progo. Sehingga konsep terminal junction yang telah tersusun
dimungkinkan berubah. Akan terjadi pula perubahan daya dukung
sarana transportasi di wilayah Sleman bagian barat, yakni di
Kecamatan Minggir, Moyudan, Tempel, dan Gamping selaku jalur
menuju bandara baru di Kulon Progo. Perubahan itu meliputi
perubahan kualitas jalan, perubahan rambu jalan, dan berbagai
perubahan lainnya yang terkait dengan perubahan daya dukung
sarana transportasi. Implikasi lainnya adalah terjadinya
perubahan arah aglomerasi meninggalkan Sleman dan beralih serta
bergerak menuju Kulon Progo sebagai lokasi bandara baru. Sleman
juga harus memikirkan upaya mengatasi persoalan transportasi
menuju Kulon Progo. Sleman terletak di sebelah utara DIY
sedangkan lokasi bandara baru di Kulon Progo terletak di paling
selatan DIY sehingga isu utama yang terkait relokasi adalah
masalah keterjangkauan menuju bandara. Relokasi badara akan
membuat semakin jauhnya jarak tempuh menuju lokasi bandara baru
khususnya bagi pengguna layanan transprotasi udara yang
berdomisili di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan daerah-
daerah di sekitarnya. Pe-eR utama yang harus dilakukan untuk
mengatasi masalah keterjangkauan ini adalah melakukan perbaikan
sarana dan daya dukung transportasi untuk mengatasi maslah
Page 7
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
keterjangkauan dan menghindari kemacetan menuju jalur bandara
baru.
Implikasi lain yang akan dialami Sleman adalah terjadinya
perubahan fungsi atau ruang di Sleman. Perubahan fungsi tata
ruang wilayah terutama akan terjadi di wilayah Sleman Barat
dimana investasi akan bergeser ke wilayah menuju bandara.
Wilayah Sleman Barat yang selama ini bergerak di sektor
pertanian akan beralih menjadi sektor jasa yang berkembang
mengikuti arah pembangunan bandara. Perubahan tata ruang akan
turut mempengaruhi pertumbuhan aglomerasi di wilayah Sleman
Barat sebagai jalur menuju bandara baru. Padahal secara tata
ruang kawasan Sleman Barat merupakan wilayah pertanian yang
menjadi penyangga pangan DIY. Perubahan menuju sektor jasa akan
merusak sektor pertanian sehingga dapat mengganggu pasokan
pangan DIY. Perubahan sektor pertanian ke sektor jasa ini juga
akan mendorong perubahan tat guna lahan di jalur barndara baru.
Perubahan ini menyangkut perubahan dari areal persawahan menjadi
beragam bangunan pendukung pergeseran aktivitas di bandara baru,
seperti toko-toko, hotel, serta bangunan-bangunan sektor jasa
lainnya.
Implikasi ekonomi yang akan terjadi kemudian ialah terjadinya
pergeseran bentuk usaha perekonomian di wilayah sekitar Bandara
Adi Sutjipto. Selama ini bentuk usaha yang terletak di sekitar
wilayah Bandara Adi Sutjipto berkaitan erat menunjang keberadaan
Bandara Adi Sutjipto beserta seluruh pengguna jasa penerbangan
di bandara tersbut. Seiring relokasi ke bandara baru di Kulon
Progo secara otomatis akan merubah bentuk usaha yang selama ini
ada di wilayah Bandara Adi Sutjipto. Kemungkinan yang terjadi
adalah pelaku usaha merubah bentuk usaha atau berpindah
Page 8
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
mengikuti relokasi bandara baru. Perubahan terkait dengan bentuk
usaha secara otomatis akan terjadi pula di jalur menuju bandara.
Bentuk usaha akan berubah mengikuti permintaan masyarakat yang
menggerakkan aktivitasnya menuju bandara baru. Perubahan ini
akan memicu sikap kreativitas serta kompetisi untuk membangun
usaha demi memenuhi permintaan masyarakat.
Sama seperti yang terjadi di Kulon Progo, di kawasan Sleman
Barat yang menjadi jalur bandara baru juga akan mengalami
pergeseran kultur masyarakat. Masyarakat petani akan beralih
menjadi masyarakat yang bergerak di bidang jasa, perdagangan,
maupun pariwisata. Kultur masyarakat akan berubah dari menjadi
masyarakat kompetitif untuk melakukan penawaran baik produk
maupun jasa terkait dengan pergeseran aktivitas menuju bandara
baru. Relokasi juga akan mampu membuka peluang bisnid sektor
pariwisata di jalur menuju bandara baru. Selama ini pariwisata
Sleman lebih banyak bergerak di Sleman bagian tengah yang
berdekatan dengan Kota Yogyakarta dan kurang menyentuh Sleman
bagian Barat. Oleh karena itu, relokasi bandara dapat
memunculkan peluang bisnis di sektor pariwisata terutama di
wilayah Sleman yang menjadi jalur menuju bandara baru.
Dari berbagai implikasi tersebut, Sleman memiliki beberapa
orientasi pembangunan supaya tingkat pertumbuhan dan pembangunan
di Sleman menurun akibat bergesernya arah aktivitas menuju Kulon
Progo. Sleman dapat mencegah dampak buruk dari relokasi bandara
yang selama ini menjadi tonggak majunya pembangunan wilayah dan
pertumbuhan ekonomi di Sleman. Sleman dapat memaksimalkan
keuntungan atau potensi dari daerah-daerah yang masuk Kabupaten
Sleman yang menjadi jalur menuju bandara baru. Pada intinya
relokasi Bandara Adi Sutjipto ke Kulon Progo harus mampu dibaca
Page 9
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
sebagai peluang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan wilayah sehingga dampak keberadaan bandara dapat
memberikan keuntungan bukan saja bagi pemerintah namun juga bagi
masyarakat serta bagi daerah sekitarnya. Hal ini karena pada
hakikatnya relokasi bandara secara tidak langsung akan
mempengaruhi kebijakan pembangunan kabupaten/kota disekitarnya.
Relokasi juga akan memberikan dampak baik pada aspek
transportasi, ekonomi, sosial, budaya, tata ruang, mapun dampak
lingkungan. Relokasi Bandara Adi Sutjipto pun juga memberikan
implikasi pada Kulon Progo sebagai lokasi relokasi serta Sleman
sebagai lokasi lama bandara seperti yang telah diuraikan di
atas.
C. REKOMENDASI ALTERNATIF PENYEDIAAN TRANSPORTASI
Relokasi Bandara Adi Sutjipto ke Kulon Progo mau tidak mau
mengharuskan pemerintah menjamin kelancaran lalu lintas menuju
bandara baru di Kulon Progo, terutama bagi pengguna layanan
transportasi udara di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan
wilayah-wilayah di sekitarnya. Berbagai alternatif penyediaan
transportasi untuk mengatasi masalah kelancaran transportasi
menuju bandara baru diantaranya adalah:
1. Mass Rapid Transit berbasis rel
Mass Rapid Transit atau MRT merupakan moda transportasi massal
yang berasis rel yang mengandalkan kenyaman, kecepatan,
kapasitas, dan reliabilitas dalam pelayanan transportasinya.
Pilihan MRT dapat menjadi salah satu alternatif trasnportasi
menuju bandara baru di Kulon Progo dikarenakan Kulon Progo
memiliki atau dilewat jalur kereta api. Selain itu, terdapat
Stasiun Wates yang merupakan stasiun di Kulon Progo. Adanya
Page10
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
jaringan rel kereta api dan terdapat stasiun memunculkan MRT
sebagai salah satu alternatif transportasi menuju bandara
baru di Kulon Progo. MRT merupakan salah satu moda
transportasi massal yang dapat mengangkut penumpang dari dan
menuju Kulon Progo.
MRT berbasis rel dengan memanfaatkan Stasiun Wates menjadi
stasiun untuk menuju ke bandara baru di Kulon Progo dapat
menjadi salah satu alternatif memecahkan masalah transportasi
menuju Kulon Progo. Adanya kepastian jadwal kedatangan dan
keerangkatan kereta menjadi salah satu daya dukung
pengembangannya sebagai salah satu alternatif pemecahan
solusi penyediaan transportasi. Mengingat letak Stasiun Wates
yang masih relatif jauh dengan lokasi yang akan di jadikan
bandara yakni di Palihan, Temon maka penggunaan MRT dapat
diintegrasikan dengan angkutan lain, misalnya bus yang khusus
mengantar penumpang menuju bandara. Pengadaan bus menuju
bandara penting mengingat letak stasiun yang masih jauh dari
bandara baru Temon dan akan sangat menyulitkan jika tidak
tersedia fasilitas transportasi menuju bandara.
Namun penerapan MRT sedikit sulit dilakukan terutama
terkait dengan pengadaan kereta sebagai fasilitas utama
pelaksanaan MRT. Seperti yang diketahui kondisi kereta api di
Indonesia sangat memprihatinkan. Kebanyakan kereta api yang
dibeli pun merupakan kereta api bekas pakai dari negara lain.
Kegiatan penerbangan membutuhkan ketepatan waktu yang tinggi
sehingga jika fasilitas MRT yang diterapkan maka kereta yang
digunakan juga perlu memiliki ketepatan waktu yang tinggi.
Untuk itu, kereta yang menjadi fasilitas MRT haruslah kereta
yang berkualitas dan berstandar. Pengadaan kereta yang
Page11
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
berkualitas dan sesuai standar tentunya memerlukan pendanaan
yang besar. Ditambah pula perbaikan stasiun untuk menunjang
kelancaran MRT yang juga memakan biaya. Hal inilah yang
menjadi kendala utama untuk mewujudkan MRT sebagai
transportasi penunjang relokasi bandara. Jika hanya
mengandalkan Prameks yang melayani rute Kutoarjo – Solo tidak
akan mampu mengakomodasi penumpang yang akan menuju bandara
baru karena dalam sehari PT Kereta Api hanya mengoperasikan
jalur Solo – Kutoarjo selama dua kali dalan sehari. Sehingga
tidak memungkinkan untuk menggunakan Prameks sebagai
transportasi menuju bandara dan memerlukan kereta baru dengan
rute baru sebagai basis MRT. Pengadaan kereta baru itulah
yang membutuhkan dana yang besar sehingga membuat kemungkinan
besar MRT menjadi sulit untuk direalisasikan menjadi
alternatif penyediaan transportasi menuju bandara baru.
Terlebih dibutuhkan juga moda transportasi pendukung untuk
mempermudah transportasi dari Stasiun Wates menuju bandara di
daerah Temon karena letak stasiun relatif masih jauh dengan
bandara. Kalaupun direalisasikan tentu saja membutuhkan dana
pinjaman untuk mengembangkannya seperti yang terjadi di
Jakarta dimana untuk mengembangkan MRT di Jakarta melalui
pembangunan stasiun dan pembelian kereta, pemerintah harus
melakukan pinjaman sebesar 1,869 milyar yen pada JBIC untuk
pembiayaan terwujudnya MRT di ibukota.5 Peluang penerapan MRT
harus dikaji lebih lanjut baik teknisnya maupun pendanaannya.
2. Penyediaan jalan tol Yogyakarta/Sleman – Kulon Progo
5 Lihat dalam PT MRT Jakarta. 2009. Jakarta Mass Rapid Transit (MRT). Diakses melaluihttp://www.lintasjakarta.com/category/sekitar-kita/jakarta-mass-rapid-transit-(MRT).html pada 26 Juni 2012.
Page12
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
Jalan tol merupakan jalan bebas hambatan yang dibuat untuk
mengurangi kemacetan. Jalan tol merupakan jalan berbayar yang
dibangun sebagai solusi mengatasi kemacetan serta untuk
mempersingkat waktu. Pembangunan jalan tol dapat menjadi
salah satu alternatif penyediaan transportasi menuju bandara
baru di Kulon Progo. Jalan tol dapat dibangun mulai dari Kota
Yogyakarta atau Kabupten Sleman hingga Kabupaten Kulon Progo.
Seperti yang telah diungkapkan diatas bahwa jadwal
penerbangan umumnya memerlukan ketepatan waktu yang tinggi
sehingga menjadi perlu adanya jaminan jaringan transportasi
yang mampu mengakses bandara baru dengan ketepatan waktu dan
kenyamanan bagi pengguna layanan transportasi udara. Jalan
tol dapat menjadi pilihan untuk memudahkan jangkauan
transportasi dari dan menuju bandara bagi pengguna layanan
transportasi udara yang tinggal di Kota Yogyakarta, Sleman,
dan berbagai daerah di sekitarnya. Keberadaan jalan tol akan
membantu mempermudah mencapai bandara baru mengingat jarak
tempuh menuju bandara baru relatif jauh jika ditempuh dari
Kota Yogyakarta, Sleman, dan berbagai daerah di sekitarnya
sehingga memelukan suatu prasarana transportasi yang mampu
diprediksi waktunya, dan jalan tol mampu memenuhi hal itu
meskipun terkadang perhitungan pun dapat meleset. Namun
setidaknya keberadaan jalan tol akan mampu mempermudah dan
memperlancar jangkauan menuju bandara yang terletak di paling
selatan Provinsi DIY.
Jalan tol memiliki peluang besar untuk dikembangkan
mengingat selama ini pengguna layanan transportasi udara
banyak melakukan mobilitas menggunakan kendaraan bermotor,
baik pribadi maupun kendaraan umum. Meskipun bandara
Page13
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
berpindah ke Kulon Progo kemungkinan besar pengguna layanan
akan tetap mengandalkan moda transportasi ini. Jalan tol
memiliki prospek untuk dikembangkan demi memenuhi permintaan
yang tentunya akan muncul akibat relokasi bandara, yakni
tersedianya jaringan jalan yang mampu mendukung mobilitas
menuju bandara. Jaringan jalan yang disediakan juga harus
memenuhi kriteria mampu diperhitungkan dan diprediksi
waktunya dan jalan tol akan mampu memenuhi hal itu. Jalan tol
yang dibangun hendaknya harus memperhatikan perhitungan
penggunaan bukan hanya di masa awal relokasi namun juga sudah
harus memprediksi pertumbuhan di masa mendatang. Sehingga
jalan tol diusahakan dibangun dengan memperhitungkan
penggunaan di masa mendatang untuk menghindari terjadinya
kemacetan mengingat keberadaan bandara mutlak akan menjadi
penarik terciptanya pergerakan aktivitas di sekitarnya.
Pembangunan infrastruktur transportasi dimanapun tentunya
akan memerlukan dana yang besar. Pembangunan jalan tol pun
hendaknya harus memperhitungkan dampak positif dan negatif
bagi perkembangan transportasi, jangan sampai keberadaan
jalan tol tidak efektif untuk mendukung jaringan
transportasi. Jalan tol juga harus dibangun di lokasi yang
mudah dijangkau dari Kota Yogyakarta, Sleman, maupun daerah
disekitarnya jangan sampai jalan tol dibangun di lokasi yang
sulit terjangkau dan jauh yang akan membuat orang enggan
memanfaatkan dan lebih memilih menggunakan Bandara Adi
Sumarmo di Solo untuk menjadi layanan transportasi udara. Hal
ini mengingat akses jalan ke Solo yang cukup memadai dan
relatif mudah dijangkau. Pembangunan tol hendaknya dilakukan
dengan mempertimbangkan tata guna lahan, mengingat selama ini
Page14
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
proyek tol menjadi lama terhambat pada pembelian lahan dari
masyarakat yang dilalui pembangunan.
3. Kombinasi Bus Rapid Transit dengan jalan tol
Bus Rapid Transit atau BRT merupakan suatu sistem transit yang
menggunakan bus pada jalur khusus yang diperuntukkan bagi bus
sehingga mampu menyediakan layanan yang lebih cepat dan
efisien dibandingkan dengan bus pada umumnya. BRT umumnya
dipahami sebagai suatu sistem yang menekankan prioritas pada
perpindahan menggunakan bus dengan cepat melalui jaminan
pemisahan jalur bus (busway), meskipun hingga kini tidak ada
definisi yang tepat untuk menjelaskan apa itu BRT (Wright,
2005)6. BRT merupakan suatu sistem perpindahan atau
transportasi yang mengandalkan bus namun dengan kualitas
tinggi dengan transit yang berorientasi klien yang menawarkan
kecepatan, kenyamanan, dan dengan harga terjangkau. BRT
memiliki empat atribut kunci, yakni kecepatan, reliabilitas,
identitas dan image, serta desain yang nyaman bagi penumpang
sedangkan komponen yang dibutuhkan bagi penerapan adalah bus,
jalur khusus, stasiun/shelter dan terminal, sistem, serta
desain pelayanan.7 BRT mampu menjadi salah satu alternatif
penyediaan transportasi menuju bandara baru.
Penerapan BRT dapat dikompilasikan dengan jalan tol
Yogyakarta/Sleman – Kulon Progo untuk mendukung atribut kunci
penerapan BRT yakni kecepatan dan reliabilitas. BRT dapat
menjadi salah satu alternatif solusi transportasi publik
menuju bandara baru yang memiliki ketepatan dan kepastian6 Lihat dalam dalam Naoko Matsumoto. 2006. Analysis of Policy process to Introduce Bus
Rapid Transit System in Asian Cities from the Perspective of Lesson-drawing: Cases of Jakarta, Seoul, andBeijing. Paper ditulis sebagai the Urban Environmental Management Project of IGES.
7 Lihat dalam dalam Alan R. Danaher. 2009. What is BRT?. Madison: Disampaikandalam Seminar bertajuk City of Madison/Madison Transit BRT Seminar pada 1 Oktober 2009.
Page15
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
waktu paling tinggi. Penerapan BRT dapat dilakukan dengan
mengintegrasikan pembuatan jalur khusus BRT di jalan tol. Hal
ini dilakukan untuk menjamin ketepatan waktu yang menjadi
daya dukung BRT. Untuk mampu menyediakan transportasi yang
efektif menuju bandara baru diperlukan desain BRT yang benar-
benar matang dan mampu menarik masyarakat untuk menggunakan
moda transportasi ini. BRT yang diintergrasikan dengan jalan
tol harus dibuat dengan memperhatikan berbagai hal mulai dari
tempat pemberhentian bus/shelter, prasarana jalan khusus bus,
sarana jalan khusus bus, serta sistem tiket.
Desain shelter BRT harus disusun untuk memberikan
kenyamanan sebaik-baiknya bagi pengguna. Hal yang harus
diperhatikan mulai dari desain fisik halte, jumlah pintu
masuk menuju bus, fasilitas bagi difabel, hingga tempat
penjualan tiket. Penerapan BRT membutuhkan pembuatan jalur
khusus bus dan ini dapat dikompilasikan dengan jalan tol.
Jalan tol dapat dibuat lebih lebar untuk menyediakan jalur
khusus bagi BRT menuju bandara. Ini dilakukan selain sebagai
prasyarat penerapan BRT juga sebagai branding untuk
mempromosikan BRT agar masyarakat mau menggunakannya. Jalur
khusus akan meningkatkan efektivitas penerapan BRT. Bus yang
digunakan juga harus disesuaikan dengan demand masyarakat.
Hal ini untuk mencegah kerugian yang timbuk akibat kesalahan
penerapan ukuran bus. Hal terakhir yang harus diperhatikan
adalah sistem tiket melalui pembayaran langsung di shelter
maupun menggunakan kartu prabayar. Elemen itulah yang harus
diperhatikan untuk menerapkan BRT yang dikompilasikan dengan
jalan tol untuk jalur khususnya. BRT yang pembuatan jalur
khususnya dilakukan di jalan tol dapat menjadi alternatif
Page16
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
penyediaan transportasi menuju bandara baru. Selain akan
munculnya jaminan ketepatan waktu karena keberadaan jalur
khusus yang melewati jalan tol, kemungkinan masyarakat untuk
menggunakan juga akan besar karena biaya operasionalnya juga
lebih rendah dibandingkan dengan MRT sehingga biaya
perjalanan pun juga akan lebih rendah.
4. Road Pricing
Road Pricing merupakan retribusi pengendalian lalu lintas
yang dikenakan kepada setiap kendaraan bermotor yang melewati
suatu ruas jalan tertentu di kawasan tertentu pada waktu
tertentu.8 ERP umumnya menjadi salah satu upaya untuk
mencegah terjadinya kemacetan dengan menarik pungutan bagi
kendaraan ketika melewati ruas jalan tertentu. ERP dapat
menjadi alternatif untuk menjamin kelancaran transportasi
menuju bandara. Namun, ERP tidak dapat langsung diterapkan di
jalur menuju bandara begitu relokasi dilakukan dan bandara
digunakan. Pergerakan kendaraan menuju bandara baru tidak
akan sekejap terjadi dan pastinya membutuhkan waktu. Untuk
efektivitas penerapannya ERP dapat diterapkan ketika
kapasitas jalan yang disediakan menuju bandara tidak lagi
memadai sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas. Penerapa
ERP harus dilakukan dengan perhitungan efektivitas dan
keuntungan mengingat pengadaan ERP yang membutuhkan dana
besar dalam operasionalnya.
Dari keempat alternatif penyediaan transportasi guna menjamin
kelancaran lalu lintas menuju bandara baru di Kulon Progo
8 Lihat dalam Puguh Prasetya Utomo. 2012. Road Pricing sebagai Bagian dariTransportation Demand Management. Yogyakarta: Disampaikan dalam kuliah Kebijakan danManajemen Transportasi Publik Jurusan MKP Fisipol UGM tanggal 27 Maret 2012
Page17
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
tersebut, alternatif yang paling efektif dan paling mungkin
diterapkan adalah BRT yang dikompilasikan dengan jalan tol. BRT
merupakan alternatif paling minim biaya operasionalnya
dibandingkan dengan penerapan MRT sekaligus menjadi alternatif
yang kemungkinan besar lebih mengurangi atau meminimalisir
kemacetan dibandingkan hanya menerapkan pembangunan jalan tol
semata. BRT yang menggunakan jalur khusus yang dibangun di jalan
tol dapat menjadi alternatif yang mampu menjawab penyediaan
transportasi dan kelancaran lalu lintas baik sejak dimulainya
operasionalisasi bandara maupun menjawab tantangan transpotasi
di masa depan. BRT yang dibangun dengan jalur khusus di tol yang
kini pembangunannya direncanakan pemerintah akan mampu mendorong
penggunaan moda transportasi publik menuju bandara dengan
catatan BRT harus konsisten mengutamakan jaminan ketepatan
waktu, kenyamanan, dan biaya yang terjangkau bagi para
penggunanya. Jarak antara Kota Yogyakarta, Sleman, dan berbagai
daerah di sekitarnya dengan Temon, Kulon Progo relatif jauh
sehingga butuh sarana transportasi yang nyaman, dan BRT dapat
didorong menjadi salah satu solusinya. Jarak yang jauh akan
membuat masyarakat berpikir ulang menggunakan kendaraan pribadi
terutama untuk mengantarkan satu atau dua orang saja ke bandara
baru sehingga BRT dapat digunakan sebagai moda menuju dan dari
bandara.
Penerapan BRT yang dikombinasikan dengan jalan tol sebagai
jalur khususnya juga akan realistis dengan pembangunan daerah.
BRT tidak akan mengganggu pembangunan wilayah karena jalurnya
telah jelas dibangun di jalan tol. Selain itu, juga tidak akan
mengganggu trayek bus umum yang selama ini beroperasi di Kulon
Progo. Selain itu, karakteristik utama masyarakat yang umumnya
Page18
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
memperhitungkan maksimalisasi kenyamanan dan minimalisasin biaya
dapat diakomodasi melalui BRT. BRT yang menonjolkan kenyamanan
bagi penumpang, reliabilitas, serta kecepatan akan menjadi
alternatif yang akan diperhitungkan oleh masyarakat untuk
digunakan. Apalagi pengguna jasa layanan transportasi udara
memelukan jaminan ketepatan waktu agar pengguna tidak
ketinggalan pesawat. Dengan begitu, sistem BRT dengan jalur
khusus di jalan tol akan menjadi efektif diterapkan menjawab
penyediaan transportasi menuju bandara baru yang memberi jaminan
baik dari segi kenyamanan, kecepatan, dan biaya. Selain itu, BRT
juga dapat menurunkan angka penggunaan kendaraan pribadi menuju
lokasi bandara baru asalkan BRT menonjolkan kualitas dan sesuai
dengan standar.
Meskipun BRT dengan jalur khusus di jalan tol diterapkan
tentunya pembangunan jalan tol tetap dilakukan oleh pemerintah
untuk menjamin kelancaran penggunaan kendaraan pribadi menuju
Kulon Progo. Pembangunan jalan tol harus diperlebar untuk
membuat jalur khusus BRT menuju bandara baru. Sehingga penerapan
jalan tol bukan hanya dikhususkan bagi pemilik dan pengguna
kendaraan pribadi semata melainkan bagi pengguna transportasi
publik menggunakan BRT. Ini akan memberikan pilihan pada
msyarakat untuk memilih dan memperhitungkan efektivitas antara
menggunakan kendaraan pribadi atau menggunakan BRT. Pembangunan
jalan tol juga menjadi jawaban penyediaan transportasi di masa
mendatang sebagai imbas berdirinya bandara di Kulon Progo. Road
pricing dapat diterapkan ketika kendaraan di jalan tol mengalami
over capacity yang menyebabkan kemacetan akibat bedirinya bandara.
Namun, penerapannya kemungkinan masih lama mengingat pertumbuhan
di bandara tidak akan berlangsung dengan cepat melainkan
Page19
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
membutuhkan proses. Sehingga alternatif ini dapat diterapkan
ketika jalan tol tak lagi mampu menampung kendaraan yang pada
akhirnya menyebabkan kemacetan di berbagai ruas jalan utama di
Kulon Progo. Sedangkan MRT dapat diterapkan jika terdapat
permintaan yang tinggi dari masyarakat terkait dengan rute
kereta menuju Stasiun Wates tinggi. Selain itu, MRT dapat
diterapkan jika telah tercipta moda pendukung menuju bandara
dari Stasiun Wates.
D. IDENTIFIKASI ASPEK SOSIAL, EKONOMI, DAN POLITIK YANG
DIPERHATIKAN DALAM PENERAPAN ALTERNATIF
Pembangunan jalan tol yang kemudian dikombinasi dengan
penerapan BRT dengan jalur khusus di lajur tol menjadi
alternatif paling masuk akan untuk menyediakan transportasi
menuju bandara baru sekaligus relatif sesuai dengan
karakteristik masyarakat, perkembangan pembangunan daerah, serta
transportasi di masa datang. Untuk menerapkannya diperlukan
berbagai pertimbangan dari aspek sosial, ekonomi, maupun politik
untuk mencegah timbulnya permasalahan dari penerapan alternatif
tersebut. Aspek ekonomi yang harus diperhatikan adalah
ketersediaan pendanaan proyek. Sedari awal diperlukan adanya
jaminan ketersediaan sumber daya ekonomi, mulai dari pembebasan
lahan hingga pembelian sarana BRT yang sesuai standar. Sehingga
ketika diimplementasikan pendanaan yang dikeluarkan sebanding
dengan keuntungan yang akan diperoleh. Dalam artian karena
keterbatasan pendanaan namun keharusan penyelesaian maka proyek
berjalan disesuaikan dengan pendanaan seadanya sehingga yang
terjadi kemudian adalah kualitas proyek buruk yang membuat
Page20
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
kenyamanan transportasi terganggu sehingga masyarakat enggan
menggunakan lagi.
Selain itu, aspek ekonomi yang harus diperhatikan adalah
kemampuan masyarakat. Jangan dikarenakan mengejar penerapan BRT
yang berkualitas dengan ITS yang canggih seperti di negara-
negara barat lantas biaya operasional menjadi mahal yang
berakibat pada ketidakmapuan masyarakat menjangkau dikarenakan
biaya yang mahal. Sehingga diperlukan rasionalitas perhitungan
ekonomi dalam penerapan BRT. Dimana BRT yang diterapkan tetap
sesuai dengan standar dan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi
masyarakat. Jangan sampai biaya penggunaan transportasi publik
justru menjadi lebih mahal dibandingkan dengan penggunaan
kendaraan pribadi, seperti mobil yang akhirnya membuat
masyarakat enggan menggunakan BRT sebagai sarana transportasi
menuju bandara baru.
Aspek sosial yang harus diperhatikan adalah perubahan kultur
masyarakat, baik di lokasi lama maupun lokasi baru. Orang
Indonesia umumnya konsumif terutama jika mengalami peningkatan
pendapatan. Pengguna layanan transportasi udara rata-rata
kalangan menengah ke atas sehingga penyediaan fasilitas,
terutama BRT diusahakan senyaman mungkin. Tidak harus
menggunakan sarana berkualitas internasional dan serba canggih
namun tetap mementingkan kenyamanan pengguna, kecepatan, serta
ketepatan waktu. Hal ini dilakukan untuk mendorong masyarakat
mau untuk menggunakan BRT sebagai moda transportasi dibandingkan
dengan menggunakan mobil pribadi. Relokasi bandara memberikan
implikasi di bidang ekonomi yakni peningkatan pendapatan
masyarakat terutama yang mampu membaca peluang usaha sehingga
akan muncul banyak ‘orang kaya baru’ di Kulon Progo sehingga
Page21
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
pembangunan jalan tol harus memperhitungkan hal ini pula.
Perilaku konsumtif akan muncul dan bukan tidak mungkin angka
pembelian kendaraan pribadi meningkat dan berpengaruh pada
jaringan transportasi sehingga aspek ini menjadi salah satu yang
harus diperhatikan pula. Kemunculan perilaku konsumtif melalui
pembelian kendaraan pribadi dapat menurunkan pemakaian
transportasi publik, dapat meningkatkan pemakaian kendaraan
pribadi, dan memunculkan kemacetan.
Aspek politik yang harus diperhatikan baik mulai dari
pembangunan hingga operasionalisasi jalan tol dan BRT adalah
sikap birokrat. Sistem birokrasi Indonesia identik dengan
birokrasi yang korup dan berbelit-belit yang membuat pelayanan
di segala bidang menjadi tidak maksimal akibat kedua sikap
tersebut. Aspek politik yang diperhatikan adalah sikap dan
perilaku birokrat yang dapat mengganggu kenyamanan pelayanan
yang mampu memicu keengganan masyarakat menggunakan BRT sebagai
moda trasnportasi. Sikap korup birokrat juga harus menjadi
perhatian terutama jika terkait dengan pelayanan. Perlu adanya
sikap proaktif dan tegas untuk menghindari terjadinya korupsi
dalam pemberian pelayanan. Jangan sampai sikap ini memuculkan
keengganan masyarakat untuk menggunakan BRT sebagai moda
transportasi menuju bandara baru.
Aspek politik yang juga harus diperhatikan adalah sikap
egosektoral antar pemerintah daerah. Desentralisasi memunculkan
sikap persaingan antar daerah untuk memperoleh pendapatan daerah
yang tinggi. Sehingga tak jarang pembangunan antar daerah tidak
saling melengkapi melainkan saling berkompetisi. Pembangunan
jalan tol dan pelaksanaan BRT tentunya akan melibatkan kerjasama
antar daerah, bukan hanya satu daerah saja entah Kulon Progo,
Page22
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
Sleman, atau Yogyakarta melainkan kerjasama dua atau lebih
daerah untuk mewujudkan sistem transportasi yang baik. Kenyataan
bahwa kerjasama menjadi hal mutlak yang perlu dilakukan untuk
menunjang penyediaan transportasi terkait rencana relokasi
bandara Kulon Progo maka sikap pemerintah juga perlu menjadi
aspek yang diperhatikan. Jangan sampai sikap egosektoral
mendominasi yang pada akhirnya dapat mengganggu pertumbuhan dan
pembangunan daerah serta memberikan imbas pada masyarakat.
Aspek-aspek inilah yang harus diperhatikan untuk mencegah
timbulnya masalah berkaitan dengan implementasi pembangunan
jalan tol yang dikombinasikan dengan moda transportasi publik
BRT. Sejatinya pembangunan bandara baru yang didahului relokasi
merupakan proses penting yang akan mempengaruhi pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi suatu daerah, baik di lokasi lama maupun di
lokasi baru. Sehingga pembangunannya membutuhkan perhitungan
yang matang disertai prediksi dampak yang akan terjadi untuk
menghindari kerugian atau kemunduran yang akan terjadi akibat
proses relokasi, baik di lokasi lama maupun lokasi baru.
Page23
Makalah Kebijakan dan Manajemen Transportasi Publik 2012
DAFTAR PUSTAKA
Danaher, Alan R.. 2009. What is BRT?. Madison: Disampaikan dalamSeminar bertajuk City of Madison/Madison Transit BRT Seminar pada 1Oktober 2009.
Endiarto, Agoes Soesilo. 2012. Implikasi Pemindahan Bandara Adi Sutjiptobagi Pemkab Sleman. Yogyakarta: Disampaikan dalam Diskusi PanelRelokasi Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta pada tanggal 5 Juni2012 di Fisipol UGM
Herdiana, Lisa. 2012. Transportasi Udara. Diakses melalui websitehttp://lisaherdiana.blog spot.com/2012/04/transportasi-udara.html pada 21 Juni 2012 pukul 15.33 WIB
Matsumoto, Naoko. 2006. Analysis of Policy process to Introduce Bus Rapid TransitSystem in Asian Cities from the Perspective of Lesson-drawing: Cases of Jakarta, Seoul,and Beijing. Paper ditulis sebagai the Urban Environmental ManagementProject of IGES.
PT MRT Jakarta. 2009. Jakarta Mass Rapid Transit (MRT). Diakses melaluihttp://www.lintasjakarta.com/category/sekitar-kita/jakarta-mass-rapid-transit-(MRT).html pada 26 Juni 2012.
Triyono. 2012. Pembangunan New International Airport Yogyakarta di KabupatenKulon Progo. Yogyakarta: Disampaikan dalam Diskusi PanelRelokasi Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta pada tanggal 5 Juni2012 di Fisipol UGM
Utomo, Puguh Prasetya. 2012. Road Pricing sebagai Bagian dari TransportationDemand Management. Yogyakarta: Disampaikan dalam kuliahKebijakan dan Manajemen Transportasi Publik Jurusan MKPFisipol UGM tanggal 27 Maret 2012
Page24