MAKALAH PSIKOLOGI SOSIAL amanda

86
TUGAS PAPER PSIKOLOGI SOSIAL Amanda Belina Tetinsya (E31112015) Ilmu Komunikasi

Transcript of MAKALAH PSIKOLOGI SOSIAL amanda

TUGAS PAPER

PSIKOLOGI SOSIAL

Amanda Belina Tetinsya (E31112015)

Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Hasanuddin

2013

Bab 1

Perilaku ManusiaPerilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh

manusia  dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai,

etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika. Menurut

Skinner, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang

terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena

perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap

organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka

teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus –

Organisme – Respon.

Bimo Walgito (2003) berpendapat bahwa sikap yang ada pada

seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku atau

perbuatan orang yang bersangkutan. Sementara sikap pada

umumnya mengandung tiga komponen yang membentuk struktur

sikap, yaitu: komponen kognitif, komponen afektif, dan

komponen konatif

Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk

berpendapat, berfikir, bersikap, dan lain sebagainya yang

merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik

maupun non fisik. Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi

psikis seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud

digolongkan menjadi 2, yakni dalam bentuk pasif (tanpa

tindakan nyata atau konkrit), dan dalam bentuk aktif (dengan

tindakan konkrit). Sedangkan dalam pengertian umum

perilaku adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan

oleh makhluk hidup ( Soekidjo Notoatmodjo, 1987:1).

Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku

manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik

yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar.

A. Jenis-jenis Perilaku Manusia

Ada beberapa jenis perilaku yang ditinjau dari sudut pandangan

yang berbeda, antara lain:

a. Perilaku tertutup dan perilaku terbuka.

Perilaku tertutup artinya perilaku itu tidak dapat

ditangkap melalui indera, melainkan harus menggunakan alat

pengukuran tertentu, seperti psikotes. Perilaku tertutup

adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

terselubung atau tertutup (convert). Respon atau reaksi

terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi

pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum

dapat diamati secara jelas oleh orang lain (Notoatmodjo,

2003). Contohnya: berpikir; berfantasi, kreatifitas, dll. 

Sedangkan perilaku terbuka yaitu perilaku yang bisa

langsung dapat diobservasi melalui alat indera manusia.

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan

nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut

sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang

dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain

(Notoatmodjo, 2003). Contohnya: tertawa, berjalan,

berbaring, dll.

b. Perilaku reflektif dan perilaku non reflektif.

Perilaku Reflektif merupakan perilaku yang terjadi atas

reaksi secara spontan terhadap stimulus yang diterima oleh

individu tidak sampai ke pusat susunan saraf atau otak,

tapi langsung timbul begitu menerima stimulus. Dengan kata

lain, begitu stimulus diterima oleh reseptor respon timbul

melalui afektor tanpa melalui pusat kesadaran atau otak

(Walgito, 2004).Misal reaksi kedip mata bila kena sinar,

menarik jari bila kena panas, dan sebagainya. Perilaku

reflektif ini terjadi dengan sendirinya secara otomatis

tanpa perintah atau kehendak orang yang bersangkutan,

sehingga di luar kendali manusia. Lain halnya dengan

perilaku non reflektif. Perilaku Non – Reflektif merupakan

perilaku yang dikendalikan atau diatur oleh pusat

kesadaran atau otak. Setelah stimulus diterima oleh

reseptor akan diteruskan ke otak dan terjadi respon

melalui afektor. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat

kesadaran ini disebut sebagai proses psikologi. Perilaku

atau aktivitas atas dasar psikologis disebut sebagai

aktivitas psikologi atau perilaku psikologis (Branca, 1994

dalam Walgito).Perilaku ini dikendalikan atau diatur oleh

pusat kesadarn atau otak. Proses perilaku ini disebut

proses psikologis.

c. Perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Perilaku kognitif atau perilaku yang melibatkan

proses pengenalan yang dilakukan oleh  otak, yang terarah

kepada obyektif, faktual, dan logis, seperti berpikir dan

mengingat. Perilaku afektif adalah perilaku yang berkaitan

dengan perasaan atau emosi manusia yang biasanya bersifat

subyektif. Perilaku  motorik yaitu perilaku yang

melibatkan gerak fisik seperti memukul, menulis, lari, dan

lain  sebagainya.

B. Karateristik Perilaku Manusia

1. Perilaku adalah perkataan dan perbuatan individu. Jadi

apa yang dikatakan dan dilakukan oleh seseorang

merupakan karakteristik dari perilakunya.

2. Perilaku mempunyai satu atau lebih dimensi yang dapat

diukur, yaitu : frekuensi, durasi, dan intensitas.

3. Perilaku dapat diobservasi, dijelaskan, dan direkam

oleh orang lain atau orang yang terlibat dalam perilaku

tersebut.

4. Perilaku mempengaruhi lingkungan, lingkungan fisik

atau sosial.

5. Perilaku dipengaruhi oleh lingkungan (lawful).

6. Perilaku bisa tampak atau tidak tampak. Perilaku yang

tampak bisa diobservasi oleh orang lain, sedangkan

perilaku yang tidak tampak merupakan kejadian atau hal

pribadi yang hanya bisa dirasakan oleh individu itu

sendiri atau individu lain yang terlibat dalam perilaku

tersebut.

7. Perbedaan pengalaman yang dialami individu pada masa

silam dan cita-citanya di kemudian hari menentukan

perilaku individu dimasa kini yang berbeda-beda pula.

8. perilaku manusia sebenarnya tidak pernah berhenti pada

satu titik. Perilaku manusia pada masa lalu merupakan

lanjutan perilaku sebelumnya.

9. Perilaku manusia bersifat situasional, artinya

perilaku manusia akan berbeda pada situasi yang

berbeda.

C. Pembentukan Perilaku Manusia

Pada dasarnya bentuk perilaku dapat diamati, melalui sikap dan

tindakan, namun demikian tidak berarti bahwa bentuk perilaku

itu hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakannya saja,

perilaku dapat pula bersifat potensial, yakni dalam

bentuk pengetahuan, motivasi dan persepsi. Ada beberapa cara

pembentukan perilaku, antara lain sebagai berikut.

a. Melalui kondisioning atau pembiasaan, yaitu dengan cara

membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan,

yang akhirnya terbentuklah perilaku tersebut. Misalnya anak

dibiasakan bangun pagi,  atau menggosok gigi sebelum tidur,

mengucapkan terima kasih bila diberi sesuatu oleh orang

lain,  membiasakan diri untuk tidak terlambat datang ke

sekolah, dan sebagainya.. Cara ini didasarkan pada teori

behaviorisme, terutama teori konditioning Pavlov,

Thorndike, dan Skinner,

b. Melalui pengertian (insight), yaitu memberikan dasar pemahaman

atas alasan tentang perilaku yang akan dibentuk, misalnya

datang kuliah jangan terlambat, karena hal tersebut dapat

mengganggu teman-teman yang lain. Bila naik sepeda motor

pakai helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri, Salah

seorang tokoh  yang menganut teori ini adalah Kohler, yang

juga merupakan tokoh psikologi Gestalt..  Dia menemukan

dalam eksperimennya bahwa dalam belajar yang penting adalah

pengertian atau insight. 

c. Melalui penggunaan model, yaitu pembentukan perilaku melaui

model atau contoh teladan.Orang mengatakan bahwa orang tua 

sebagai contoh anak-anaknya, peminpin sebagai panutan yang

dipimpinnya, hal tersebut menunjukkan pembentukan perilaku

dengan menggunakan model. Cara ini disarakan atas teori

belajar sosial (social  learning theory) atau observational

learning theory yang dikemukakan oleh Bandura.

Perilaku manusia terjadi melalui suatu proses yang berurutan.

Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri

orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:

1. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari

atau mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest (tertarik), yaitu orang mulai tertarik kepada

stimulus.

3. Evaluation (menimbang baik dan tidaknya stimulus bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih

baik lagi.

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui

proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan

sikap yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi

kebiasaan atau bersifat langgeng (Notoatmodjo: 2003).

Proses pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor

yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri, faktor-

faktor tersebut antara lain

Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan

melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

dan sebagainya.

Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak

untuk mencapai sutau tujuan tertentu, hasil dari pada

dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk

perilaku

Perilaku juga dapat timbul karena emosi, Aspek

psikologis yang mempengaruhi emosi berhubungan erat

dengan keadaan jasmani, sedangkan keadaan jasmani

merupakan hasil keturunan (bawaan), Manusia dalam

mencapai kedewasaan semua aspek yang berhubungan

dengan keturunan dan emosi akan berkembang sesuai

dengan hukum perkembangan, oleh karena itu perilaku

yang timbul karena emosi merupakan perilaku bawaan.

Belajar diartikan sebagai suatu pembentukan perilaku

dihasilkan dari praktek-praktek dalam lingkungan

kehidupan. Barelson (1964) mengatakan bahwa belajar

adalah suatu perubahan perilaku yang dihasilkan dari

perilaku terdahulu.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Manusia.

Dalam memahami perilaku manusia, para ahli psikologi memiliki

pandangan yang berbeda-beda. Aliran Psikoanalisis, misalnya,

memandang manusia sebagai makhluk yang berkeinginan (Homo

Valens). Oleh karenanya, menurut pandangan ini perilaku

manusia ditentukan oleh keinginan-keinginan dan dorongan

libido. Sedangkan aliran Behaviorisme memandang bahwa manusia

adalah makhluk yang bersikap pasif terhadap lingkungan.

Sehingga perilaku manusia menurut teori ini merupakan bentukan

dari kondisi lingkungan. Selanjutnya dalam pandangan psikologi

humanistik berpendapat bahwa manusia adalah eksistensi yang

positif dan menentukan. Berangkat dari pandangan ini mereka

berpendapat bahwa perilaku manusia berpusat pada konsep diri.

Jika dicermati secara seksama, perbedaan pandangan dari

masing-masing aliran mengenai perilaku disebabkan adanya

perbedaan pandangan terhadap konsep tentang manusia.

Manusia memiliki banyak sekali kebutuhan. Di antaranya ada

yang yang bersifat biologis yang berhubungan dengan reaksi

organ tubuh. Pada umumnya, kebutuhan tersebut muncul untuk

memelihara keseimbangan organik dan kimiawi tubuh. Misalnya

saja kekurangan kadar makanan atau kekurangan kadar air dalam

organ tubuh. Ada pula yang bersifat psikologis dan

spiritual. Yang mana di antara kebutuhan ini ada yang bersifat

penting dan lazim yang bertujuan untuk menciptakan rasa aman

dan kebahagiaan jiwa. Dari kebutuhan-kebutuhan manusia

tersebut kemudian muncul berbagai macam motivasi yang

mendorong manusia untuk melakukan penyesuaian diri guna

memenuhi semua kebutuhan tersebut.

a. Faktor Biologis

Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki motivasi biologis

untuk mempertahankan eksistensi diri dan

kelangsungan spesies (keturunan). Mereka akan membutuhkan

makanan dan minuman untuk dapat bertahan hidup dan melarikan

diri ketika melihat musuh yang menakutkan serta membutuhkan

lawan jenis untuk kegiatan reproduktifnya. Oleh karena

itu, motivasi biologis memiliki pengaruh penting dalam

kehidupan manusia. Ketika motivasi itu muncul maka akan

mendorong manusia untuk melakukan upaya adaptasi yang

bertujuan untuk memuaskan kebutuhannya. Upaya pemuasan ini

bertujuan untuk menyeimbangkan kembali kondisi tubuhnya.

b. Faktor  Sosiopsikologis

Sebagai makhluk sosial, manusia akan memperoleh beberapa

karakteristik yang memengaruhi tingkah lakunya. Faktor

karakteristik ini sering disebut sebagai

faktor sosiopsikologis yang dapat memengaruhi perilaku

manusia.beberapa ahli mengklasifikasikannya ke dalam tiga

komponen, yaitu komponen afektif, kognitif, dan konatif.

Komponen pertama merupakan aspek emosional dari faktor

sosiopsikologis. Sementara komponen kognitif adalah aspek

intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.

Dan komponen konatif adalah aspek visonal yang berhubungan

dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.

Komponen afektif dari faktor sosiopsikologis terdiri dari

motifsosiogenesis, sikap dan emosi.

1) Motif sosiogenesis

Motif sosiogenesis merupakan motif sekunder yang dapat

memengaruhi perilaku sosial manusia. Secara singkat,

motif-motifsosiogenesis dapat dijelaskan meliputi motif

ingin tahu, yang meliputi mengerti, menata, menduga,

motif kompetensi, motif cinta, motif harga diri dan

kebutuhan untu mencari identitas, kebutuhan akan nilai

dan kedambaan akan makna kehidupan serta kebutuhan akan

pemenuhan diri.

2) Sikap

Sikap adalah salah satu konsep dalam psikologi

sosial yang paling banyak didefinisikan para ahli. Ada

yang menganggap sikap hanyalah sejenis

motif sosiogenesis yang diperoleh melalui proses

belajar. Ada pula yang melihat sikap dengan kesiapan

saraf sebelum memberikan respon. Dari beberapa definisi

yang ada, Jalaludin menyimpulkan beberapa hal berikut:

Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpresepsi,

berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide,

situasi atau nilai, sikap mempunyai daya pendorong atau

motivasi, relatif lebih menetap serta mengandung aspek

evaluatif dan muncul dari pengalaman.

3) Emosi

Emosi adalah kegoncangan organisme yang disertai oleh

gejala-gejala kesadaran, keperilakuan dan

proses fisiologis. Coleman dan Hammen mengungkapkan

bahwa emosi dapat berfungsi sebagai pembangkit energi,

pembawa informasi tentang diri seseorang, pembawa pesan

kepada orang lain dan sumber informasi tentang

keberhasilan.

Selanjutnya komponen kognitif dari faktor-

faktor sosiopsikologis adalah kepercayaan. Kepercayaan di sini

tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang ghaib. Akan tetapi

hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu ‘benar’ atau ‘salah’ atas

dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman atau intuisi. Dengan

demikian kepercayaan di sini adalah yang memberikan presepsi

pada manusia dalam mempresepsi kenyataan, memberikan dasar

bagi pengambilan keputusan dan menentukan sikap terhadap objek

sikap.

Sementara komponen konatif dari faktor sosiopsikologis terdiri

atas kebiasaan dan kemauan. Kebiasaan adalah aspek perilaku

manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis, tidak

direncanakan. kebiasaan merupakan hasil pelaziman yang

berlangsung pada waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang

diulangi seseorang berkali-kali. Sementara kemauan merupakan

usaha seseorang dalam mencapai tujuan. Usaha di sini tentu

sangat berkaitan dengan pengetahuan seseorang tentang hal yang

akan dicapai tersebut.

c. Faktor Spiritual (ruhani)

Selain motivasi biologis dan sosiopsikologis,

manusia juga memiliki motivasi yang bersifat spiritual.

Motivasi ini tidak berkaitan dengan kebutuhan mempertahankan

eksistensi diri atau memelihara kelanggengan spesies. Motivasi

spiritual erat hubungannya dengan upaya memenuhi kebutuhan

jiwa dan ruh. Sekalipun demikian, motivasi ini juga menjadi

kebutuhan pokok manusia. Karena motivasi inilah yang bisa

memberikan kepuasan hidup, rasa aman, tentram, dan bahagia.

d. Faktor Situasional

Perilaku manusia terkadang juga dapat dipengaruhi oleh faktor-

faktor yang berada di luar dirinya. Faktor ini sering disebut

sebagai  faktor situasional. Secara garis besar, faktor ini

dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu aspek-aspek objektif

dari lingkungan, lingkungan psikososial dan stimuli yang

mendorong dan memperteguh perilaku.

Sementara faktor-faktor sosial yang memengaruhi perilaku

manusia terdiri atas sistem peranan yang ditetapkan dalam

suatu masyarakat, struktur kelompok dan organisasi dan

karakteristik populasi. Presepsi seseorang tentang lingkungan

akan memengaruhi perilakunya dalam lilngkungan itu. Lingkungan

lazim disebut dengan iklim. Faktor-faktor situasional di atas,

tidaklah mengesampingkan faktor-faktor personal yang dimiliki

seseorang. Namun demikian juga tidak dapat dipungkiri besarnya

pengaruh situasi dalam menentukan perilaku manusia. Perlu

disadari bahwa manusia memberikan reaksi yang berbeda-beda

terhadap situasi yang dihadapi sesuai dengan karakteristik

personal yang dimilikinya. Dengan perkataan lain perilaku

manusia merupakan hasil interaksi antara keunikan individu

dengan keumuman situasional.

Adapun beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku

seseorang yaitu Faktor genetik atau keturunan merupakan

konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan

perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam

diri individu (endogen), antara lain:

a. Jenis Ras

Setiap ras yang ada di dunia memperlihatkan tingkah laku yang

khas. Tingkah laku khas ini berbeda pada setiap ras, karena

memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri perilaku ras Negroid

antara lain bertemperamen keras, tahan menderita, menonjol

dalam kegiatan olah raga. Ras Mongolid mempunyai ciri ramah,

senang bergotong royong, agak tertutup/pemalu dan sering

mengadakan upacara ritual. Demikian pula beberapa ras lain

memiliki ciri perilaku yang berbeda pula.

b. Jenis Kelamin

Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara

berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari, pria

berperilaku atas dasar pertimbangan rasional atau akal,

sedangkan wanita atas dasar pertimbangan emosional atau

perasaan. Perilaku pada pria di sebut maskulin sedangkan

perilaku wanita di sebut feminim.

c. Sifat Fisik

Kalau kita amati perilaku individu berbeda-beda karena sifat

fisiknya, misalnya perilaku individu yang pendek dan gemuk

berbeda dengan individu yang memiliki fisik tinggi kurus.

d. Sifat Kepribadian

Kepribadian adalah segala corak kebiasaan manusia yang

terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi serta

menyesuaikan diri terhadap segala rangsang baik yang datang

dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya, sehingga corak

dan kebiasaan itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang

khas untuk manusia itu. Dari pengertian tersebut, kepribadian

seseorang jelas sangat berpengaruh terhadap perilaku sehari-

harinya.

e. Bakat Pembawaan

Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang memungkinkannya

dengan suatu latihan khusus mencapai suatu kecakapan,

pengetahuan dan keterampilan khusus, misalnya berupa kemampuan

memainkan musik, melukis, olah raga, dan sebagainya.

f. Intelegensi

Menurut Terman intelegensi adalah : “kemampuan untuk berfikir

abstrak” (Sukardi, 1997). Sedangkan Ebbieghous mendefenisikan

intelegensi adalah : “kemampuan untuk membuat kombinasi”

(Notoatmodjo, 1997). Dari batasan terebut dapat dikatakan

bahwa intelegensi sangat berpengaruh terhadap perilaku

individu. Oleh karena itu, kita kenal ada individu yang

intelegen, yaitu individu yang dalam mengambil keputusan dapat

bertindak tepat, cepat dan mudah. Sebaliknya bagi individu

yang memiliki intelegensi rendah dalam mengambil keputusan

akan bertindak lambat.

Dalam sumber lain, dijelaskan bahwa perilaku manusia juga

dipengaruhi oleh faktor luar, diantarannya :

a. Pendidikan

Inti dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar.

Hasil dari proses belajar mengajar adalah seperangkat

perubahan perilaku. Dengan demikian pendidikan sangat besar

pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Seseorang yang

berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya dengan orang

yang berpendidikan rendah.

b. Agama

Agama akan menjadikan individu bertingkah laku sesuai dengan

norma dan nilai yang diajarkan oleh agama yang diyakininya.

a.    Kebudayaan

Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat istiadat atau

peradaban manusia. Tingkah laku seseorang dalam kebudayaan

tertentu akan berbeda dengan orang yang hidup pada kebudayaan

lainnya, misalnya tingkah laku orang Jawa dengan tingkah laku

orang Papua.

b.    Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,

baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan

berpengaruh untuk mengubah sifat dan perilaku individu karena

lingkungan itu dapat merupakan lawan atau tantangan bagi

individu untuk mengatasinya. Individu terus berusaha

menaklukkan lingkungan sehingga menjadi jinak dan dapat

dikuasainya.

c.       Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi seseorang akan menentukan tersedianya

suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,

sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi perilaku

seseorang.

E. Domain perilaku manusia.

Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi

perilaku itu didalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun

kawasan-kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas

dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan

tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan

ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari ranah

kognitif (kognitif domain), ranah affektif (affectife domain),

dan ranah psikomotor (psicomotor domain).

Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan

untuk kepentingan pengukuran hasil, ketiga domain itu diukur

dari :

a. Pengetahuan (knowlegde)

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar

untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap

masalah yang dihadapi.

b. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport (1954)

menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :

Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek

Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

c. Praktik atau tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan

(overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu

perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu

kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan

faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa

tingkatan :

1) Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan

yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2) Respon terpimpin (guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan

sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik

tingkat kedua.

3) Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan,

maka ia sudah mancapai praktik tingkat tiga

4) Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah

dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni

dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah

dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall).

Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan

mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

F. Teori-teori perilaku manusia.

Perilaku  manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu

itu sendiri dan lingkungannya. Perilaku itu didorong oleh

motif tertentu sehingga manusia itu berperilaku. Dalam hal ini

ada beberapa teori. Di antara teori tersebut sebagai berikut.

a. Teori Insting

Teori ini dikemukakan oleh McDougall, sebagai pelopor

dari psikologi sosial, yang menerbitkan buku psikologi

sosial pertama kali.Menurutnya, perilaku itu disebabkan

karena insting. Insting merupakan perilaku innate, yaitu

perilaku bawaan, dan insting akan mengalami perubahan

karena pengalaman. Pendapat ini mendapat tanggapan yang

cukup tajam dari Allport yang berpendapat bahwa perilaku

manusia itu disebabkan karena banyak faktor, termasuk

orang-orang yang ada disekitarnya dengan perilakunya.

b. Teori dorongan (drive theory)

Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme

itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive

tertentu.Dorongan-dorongan itu berkaitan dengan

kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme

berperilaku. Bila organisme itu mempunyai kebutuhan, dan

organisme ingin memenuhi kebutuhannya maka akan terjadi

ketegangan dalam diri organisme itu. Bila organisme

berperilaku dan dapat memenuhi kebutuhan itu, maka akan

terjadi pengurangan atau reduksi dari dorongan-dorongan

tersebut. Oleh karena itu, menurut Hull, teori ini

disebut juga teori drive reduction.

c. Teori Insentif (incentive theory)

Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku

organisme itu disebabkan karena adanya insentif. Dengan

insentif akan mendorong organisme itu berbuat atau

berperilaku. Insentif atau bisa disebut reinforcement ada

yang positif ada yang negatif. Reinforcement yang positif

berkaitan dengan hadiah, sedangkan reinforcement yang

negatif berkaitan dengan hukuman. Reinforcement yang

positif akan mendorong organisme dalam berbuat,

sedangkan  reinforcement negatif akan dapat menghambat

dalam organisme berperilaku. Ini berarti bahwa perilaku

timbul karena adanya insentif atau reinforcement.

d. Teori Atribusi

Teori ini ingin menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku

orang. Apakah perilaku itu disebabkan oleh disposisi

internal (misal motif, sikap, dan sebagainya) atau oleh

keadaan eksternal. Teori ini dikemukan oleh Fritz

Heider dan teori ini menyangkut lapangan psikologi

sosial. Pada dasarnya perilaku manusia itu dapat atribusi

internal, tetapi juga dapat atribusi eksternal. Mengenal

hal ini lebih lanjut akan dibicakan dalam psikologi

sosial.

e. Teori Kognitif

Apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang mesti

dilakukan, maka pada umumnya yang bersangkutan akan

mnemilih alternatif  perilaku yang akan memb aa manfaat

yang sebesar-besarnya bagi yang bersangkutan. Ini yang

disebut sebagai  model subjective expected utility (SEU).

Dengan kemampuan memilih ini berarti faktor berpikir

berperan dalam mementukan pilihannya. Dengan kemampuan

berpikir seseorang akan dapat melihat apa yang telah

terjadi sebagai bahan pertimbangannya di samping melihat

apa yang dihadapi pada waktu sekarang dan juga dapat

melihat ke depan apa yang akan terjadi dalam seseorang

bertindak. Dalam model SEU kepentingan pribadi yang

menonjol. Tetapi dalam seseorang berperilaku kadang-

kadang kepentingan pribadi dapat disingkirkan.

G. Perilaku manusia menurut berbagai aliran.

a.  Manusia menurut aliran psikoanalisis

Manusia menurut aliran yang dipelopori oleh Sigmund Freud ini

adalah makhluk yang digerakkan oleh suatu keinginan yang

terpendam dalam jiwanya (homo Volens). Aliran psikoanalis

secara tegas memperhatikan struktur jiwa manusia, Fokus aliran

ini adalah totalitas kepribadian manusia bukan pada bagian-

bagiannya yang terpisah.

Menurut aliran ini, perilaku manusia dianggap sebagai hasil

interaksi sub sistim dalam kepribadian manusia yaitu:

1. Id, yaitu bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-

dorongan biologis manusia merupakan  pusat insting yang

bergerak berdasarkan prinsip kesenangan dan cenderung

memenuhi kebutuhannya .Bersifat egoistis, tidak bermoral

dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat

hewani yang terdiri dari dua bagian:

Libido – insting reproduktif penyediaan energi dasar

untuk kegiatan – kegiatan kosntrukstif disebut juga

sebagai insting kehidupan (eros)

thanatos – insting destruktif dan agresif

2.  Ego, berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas

di dunia luar. Ego Adalah    mediator antara  hasrat-

hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik.

Egolah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat

hewaninya dan hidup sebgai wujud rasional. Ia bergerak

berdasarkan prinsip realitas.

3.  Super ego, yaitu unsur yang  menjadi polisi kepribadian,

mewakili sesuatu yang normatif atau ideal super ego

disebut juga sebagai hati nurani,merupakan internalisasi

dari norma-norma sosial dan kultur masyarakat. Super ego

memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tidak

berlainan dibawah alam sadar.

Dari hal tersebut di atas maka menurut psikoanalis perilaku

manusia adalh merupakan interaksi antara  komponen biologis /

unsur hewani (id), komponen psikologis / unsur akal rasional

(ego) dan komponen sosial / unsur moral (super ego ).

b. Manusia menurut  aliran behaviorisme

Manusia menurut aliran ini adalah homo mechanicus atau

perilakunya digerakkan oleh lingkungannya. Manusia berperilaku

sebagai hasil belajar yaitu perubahan perilaku akibat pengaruh

dari lingkungannya. Dari sini timbul “teori belajar” dan teori

“tabula rasa”.  Manusia dalam teori tersebut dianggap sebagai

kertas putih atau meja lilin ketika lahir  artinya manusia

belum memiliki “warna mental”. Pada perkembangannya yang

menyebabkan berubahnya dan bertambahnya warna mental tersebut

adalah pengalaman.  Secara singkat maka aliran ini menekankan

bahwa perilaku manusia, kepribadian manusia, serta tempramen

didasarkan pada pengalaman inderawi (sensory experience).

Konsep  perilaku manusia di atas oleh salah tokoh aliran ini

Ivan Pavlov disempurnakan dengan metode yang disebut pelaziman

klasik . Pada metode ini perilaku manusia disebabkan adanya

stimuli yang  terkondisi atau bersifat netral  dengan stimuli

yang tak terkondisikan. Hipotesis tersebut menunjukkan bahwa

organisme bisa diajar bertindak dengan pemberian sesuatu

rangsangan. Untuk menggambarkan metode ini oleh Pavlov

melakukan eksperimen dengan seekor anjing yang dikondisikan

dengan stimulus tertentu. Pada akhirnya didapati dalam

eksperimen tersebut bahwa apabila anjing melihat bekas makanan

maka air liur hewan itu keluar sebagai “hasil belajar’

mengaitkan bekas makanan yang dilihat dengan makanan yang akan

diberikan kelak.  Sebagai contoh illustrasi bahwa setiap kali

anak membaca majalah dan orang tuanya mengambil majlah

tersebut dengan paksa maka anak tersebut akan benci terhadap

majalah.

Konsep tentang perilaku manusia ini kemudian disempurnakan

oleh Skinner dengan metode yang disebut  operant conditioning

(pelaziman operan). Metode ini menerangkan bahwa apabila

organisme menghasilkan sesuatu respon karena mengoper atas

stimulus yang diterima disekitarnya. 

Perilaku manusia menurut aliran ini semakin diperkuat dengan

Social Learning Theori atau pembelajaran Sosial. Teori ini

dikemukankan oleh Albert Bandura  yang mengatakan salah satu

sifat manusia ialah meniru (imitate) tingkahlaku atau tindak

tanduk orang lain yang diterima masyarakat (socially accepted

behaviour) dan juga tingkah laku yang tidak diterima

masyarakat. Tingkahlaku yang diterima dan tidak diterima

tersebut berbentuk :

berbeda antara satu budaya dengan satu budaya yang

lain,

berbeda antara individu,

berbeda menurut situasi.

Dengan demikian, pembelajaran sosial tidak hanya melibatkan

mempelajari tingkahlaku yang diterima tetapi juga tingkahlaku

tidak diterima.

c.  Manusia menurut  aliran psikologi kognitif

Manusia dalam konsepsi  psikologi kognitif adalah mahkluk yang

aktif mengorganisasikan dan mengolah stimuli yang diterimanya

(homo sapiens). Artinya manusia adalah makhluk yang berpikir

dan tidak pasif dalam merespon lingkungannya  serta berusaha

memahai lingkungannya. Lebih tegasnya bahwa manusia adalah

organisme aktif yang menafsirkan dan bahkan mendistorsi

lingkungannya.

Logika dari perilaku manusia menurut aliran ini adalah bahwa

jiwa manusia menafsirkan pengalaman indrawi secara aktif

melalui proses mencipta, mengorganisasikan, menafsirkan,

mendistorsi  dan mencari  makna. Jadi manusialah yang

menentukan makna stimuli dan bukan stimuli itu sendiri.

Beberapa teori perilaku menurut aliran ini adalah  teori

dari Kurt Lewin yang mengatakan bahwa perilaku manusia bukan

sekedar respon dari stimulus melainkan produk dari berbagi

gaya yang mempengaruhinya secara spontan. Gaya tersebut oleh

Lewin dirumuskan dalam B = f ( P. E ). Behavior adalah hasil

interaksi antara Persons ( diri orang) dengan Enviroment

(lingkungan psikologisnya).

Teori lain dari aliran ini mengatakan bahwa manusia adalah

pencari konsistensi kognitif ( consistency seeker ). Manusia

merupakan mahkluk yang mejaga keajegan dalam sistem

kepercayaannya dan diantara sistem kepercayaan dengan

perilaku.  Asumsi ini melahirkan teori yang disebut denga

disonansi kognitif artinya  manusia akan akan mencari

informasi yang mengurangi  disonansi ( ketidakcocokan antara

dua kognisi). Manusia bila bertemu dengan informasi yang

disonan dengan keyakinannya maka ia akan menolak, meragukan

sumbernya, menacri konsonan atau mengubahnya.

d. Manusia menurut  aliran psikologi humanistik

Manusia menurut konsepsi psikologi humanistik adalah mahkluk 

aktif alam merumuskan strategi transaksional sengan

lingkungannya (homo ludens).  Pada asumsi aliran ini manusia

dipandang berada dalam dunia kehidupan ( berupa the I (aku),

me (Ku), my self (diriku)) yang dipersepsi dan diinterprestasi

secara subjektif. Perilaku manusia berpusat pada konsep

dirinya berupa persepsi manusia tentang identitas dirinya yang

bersifat fleksibel dan berubah-ubah. Selain itu perilaku

manusia juga didasarkan pada kebutuhannya dalam fungsi untuk

mempertahankan, meningkatkan serta mengaktualisasikan dirinya.

H. Pendekatan untuk memahami berbagai perilaku manusia.

Perilaku manusia sangat berbeda antara satu dengan lainnya.

Perilaku itu sendiri adalah suatu fungsi dari interaksi antara

seseorang individu dengan lingkungannya. Ditilik dari

sifatnya, perbedaan perilaku manusia itu disebabkan karena

kemampuan, kebutuhan, cara berpikir untuk menentukan pilihan

perilaku, pengalaman, dan reaksi affektifnya berbeda satu sama

lain.

Pendekatan yang sering dipergunakan untuk memahami perilaku

manusia adalah; pendekatan kognitif, reinforcement, dan

psikoanalitis. Berikut penjelasan ketiga pendekatan tersebut

dilihat dari; penekanannya, penyebab timbulnya perilaku,

prosesnya, kepentingan masa lalu di dalam menentukan perilaku,

tingkat kesadaran, dan data yang dipergunakan.

1. Penekanan

Pendekatan kognitif menekankan mental internal seperti

berpikir dan menimbang. Penafsiran individu tentang

lingkungan dipertimbangkan lebih penting dari lingkungan

itu sendiri.

Pendekatan penguatan (reinforcement) menekankan pada

peranan lingkungan dalam perilaku manusia. Lingkungan

dipandang sebagai suatu sumber stimuli yang dapat

menghasilkan dan memperkuat respon perilaku.

Pendekatan psikoanalitis menekankan peranan sistem

personalitas di dalam menentukan sesuatu perilaku.

Lingkungan dipertimbangkan sepanjang hanya sebagai ego

yang berinteraksi dengannya untuk memuaskan keinginan.

2. Penyebab Timbulnya Perilaku

Pendekatan kognitif, perilaku dikatakan timbul dari

ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian pada struktur

kognitif, yang dapat dihasilkan dari persepsi tentang

lingkungan.

Pendekatan reinforcement menyatakan bahwa perilaku itu

ditentukan oleh stimuli lingkungan baik sebelum

terjadinya perilaku maupun sebagai hasil dari perilaku.

Menurut pendekatan psikoanalitis, perilaku itu

ditimbulkan oleh tegangan (tensions) yang dihasilkan

oleh tidak tercapainya keinginan.

3. Proses

Pendekatan kognitif menyatakan bahwa kognisi

(pengetahuan dan pengalaman) adalah proses mental, yang

saling menyempurnakan dengan struktur kognisi yang ada.

Dan akibat ketidak sesuaian (inconsistency) dalam

struktur menghasilkan perilaku yang dapat mengurangi

ketidak sesuaian tersebut.

Pendekatan reinforcement, lingkungan yang beraksi dalam

diri individu mengundang respon yang ditentukan oleh

sejarah. Sifat dari reaksi lingkungan pada respon

tersebut menentukan kecenderungan perilaku masa

mendatang. Dalam pendekatan psikoanalitis, keinginan dan

harapan dihasilkan dalam Id kemudian diproses oleh Ego

dibawah pengamatan Superego.

4. Kepentingan Masa lalu dalam menentukan Perilaku

Pendekatan kognitif tidak memperhitungkan masa lalu

(ahistoric). Pengalaman masa lalu hanya menentukan pada

struktur kognitif, dan perilaku adalah suatu fungsi dari

pernyataan masa sekarang dari sistem kognitif seseorang,

tanpa memperhatikan proses masuknya dalam sistem.

Teori reinforcement bersifat historic. Suatu respon

seseorang pada suatu stimulus tertentu adalah menjadi

suatu fungsi dari sejarah lingkungannya. Menurut

pendekatan psikoanalitis, masa lalu seseorang dapat

menjadikan suatu penentu yang relatif penting bagi

perilakunya. Kekuatan yang relatif dari Id, Ego dan

Superego ditentukan oleh interaksi dan pengembangannya

dimasa lalu.

5. Tingkat dari Kesadaran

Dalam pendekatan kognitif memang ada aneka ragam

tingkatan kesadaran, tetapi dalam kegiatan mental yang

sadar seperti mengetahui, berpikir dan memahami,

dipertimbangkan sangat penting.

Dalam teori reinforcement, tidak ada perbedaan antara

sadar dan tidak. Biasanya aktifitas mental

dipertimbangkan menjadi bentuk lain dari perilaku dan

tidak dihubungkan dengan kasus kekuasaan apapun.

Aktifitas mental seperti berpikir dan berperasaan dapat

saja diikuti dengan perilaku yang terbuka, tetapi bukan

berarti bahwa berpikir dan berperasaan dapat menyebabkan

terjadinya perilaku terbuka.

Pendekatan psikoanalitis hampir sebagian besar aktifitas

mental adalah tidak sadar. Aktifitas tidak sadar dari Id

dan Superego secara luas menentukan perilaku.

6. Data

Dalam pendekatan kognitif, data atas sikap, nilai,

pengertian dan pengharapan pada dasarnya dikumpulkan

lewat survey dan kuestioner. Pendekatan reinforcement

mengukur stimuli lingkungan dan respon materi atau fisik

yang dapat diamati, lewat observasi langsung atau dengan

pertolongan sarana teknologi.

Pendekatan psikoanalitis menggunakan data ekspresi dari

keinginan, harapan, dan bukti penekanan dan bloking dari

keinginan tersebut lewat analisa mimpi, asosiasi bebas,

teknik proyektif, dan hipnotis.

Bab 2

Persepsi Sosial

            Moskowitz & Orgel berpendapat bahwa Persepsi merupakan

proses pengorganisasian penginterpretasian terhadap stimulus

yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan

sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integret

dalam diri individu (Psiko Social Bimo Walgito 2003 : 541).

Menurut Davidoff Persepsi merupakan proses pengorganisasian

dan menginterpretasikan terhadap stimulus oleh organisme atau

individu sehingga didapat sesuatu yang berarti dan merupakan

aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu. Menurut

Gibson Persepsi sebagai suatu proses pengenalan maupun proses

pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu.

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh

pengindraan. Pengindraan adalah merupakan suatu proses

diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu

alat indra.Namun proses tersebut tidak berhenti di situ saja,

pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak

sebagai pusat susunan syaraf, dan proses selanjutnya merupakan

proses persepsi.

A. Proses Persepsi dan Sifat Persepsi

Proses persepsi melalui tiga tahap, yaitu:

1. Tahap penerimaan stimulus, baik stimulus fisik maupun

stimulus sosial melalui alat indera manusia, yang dalam

proses ini mencakup pula pengenalan dan pengumpulan

informasi tentang stimulus yang ada.

2. Tahap pengolahan stimulus sosial melalui proses seleksi

serta pengorganisasian informasi.

3. Tahap perubahan stimulus yang diterima individu dalam

menanggapi lingkungan melalui proses kognisi yang

dipengaruhi oleh pengalaman, cakrawala, serta pengetahuan

individu.

Menurut Newcomb (dalam Arindita, 2003), ada beberapa sifat

yang menyertai proses persepsi, yaitu:

1. Konstansi (menetap): Dimana individu mempersepsikan

seseorang sebagai orang itu sendiri walaupun perilaku

yang ditampilkan berbeda-beda.

2.  Selektif: persepsi dipengaruhi oleh keadaan psikologis

si perseptor. Dalam arti bahwa banyaknya informasi dalam

waktu yang bersamaan dan keterbatasan kemampuan perseptor

dalam mengelola dan menyerap informasi tersebut, sehingga

hanya informasi tertentu saja yang diterima dan diserap.

3.  Proses organisasi yang selektif: beberapa kumpulan

informasi yang sama dapat disusun ke dalam pola-pola

menurut cara yang berbeda-beda.

B. Aspek-aspek Persepsi

Pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interelasi dari

berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut

Allport (dalam Mar'at, 1991) ada tiga yaitu:

1.     Komponen kognitif, Yaitu komponen yang tersusun atas

dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang

tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian

akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek

sikap tersebut.

2.  Komponen Afektif, Afektif berhubungan dengan rasa senang

dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang

berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau

sistem nilai yang dimilikinya.

3.   Komponen Konatif, Yaitu merupakan kesiapan seseorang

untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek

sikapnya.

           Persepsilah yang menentukan kita memilih pesan dan

mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan

persepsi indiviu semakin mudah dan semakin sering mereka

berkomunikasi dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung

membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas. Persepsi

meliputi :

1. Pengindraan (sensasi),melalui alat-alat indra kita (indra

perasa,indra peraba,indra pencium,indra pengecap,dan

indra pendengar) maka pesan dikirim ke otak dan di

pelajari.semua indra mempunyai andil dalam komunikasi

manusia,penglihatan menyampaikan pesan non verbal ke otak

untuk di tafsirkan,penciuman,sentuhan dan

pengecapan,terkadang memainkan peran penting dalam

berkomunikasi, seperti jabat tanggan yang kuat.

2.  Atensi atau Perhatian adalah pemrosesan secara sadar

sejumlah kecil infirmasi dari sejumlah besar informasi

yang didapatkan dari pengindraan,ingatan,dan proses

kognitif lain.Proses atensi membantu efisiensi penggunaan

sumber daya mental yang terbatas yang kemudian akan

membantu kecepatan reaksi terhadap rangsangan tertentu.

3.  Interpretasi adalah proses komunikasi  lisan atau

gerakan atau antara dua atau lebih pembicara yang dapat

menggunakan symbol-simbol yang sama,baik secara simultan

(dikenal dengan interpretasi simultan) atau berurutan

(dikenal sebagiai interpretasi berurutan).

C. Komunikasi Non Verbal

Yaitu merupakan komulikasi antar individu tanpa melibatkan isi

bahasa lisan, namun mengandalkan bahasa-bahasa  non lisan

melaluin expresi wajah, kontak mata, dan bahasa tubuh.

Perilaku nonverbal relative tidak bias dikekang dan sulit di

control. Petunjuk nonverbal yang ditampilkan oleh seseorang

dapat mempengaruhi perasaan kita meskipun kita tidak secara

sadar memperhatikan petunjuk ini,atau sengaja membaca

perasaanya. Saluran komunikasi nonverbal ada 4,yaitu :

1. Ekspresi Wajah “Wajah adalah Gambaran Jiwa”,Perasaan dan

emosi manusia seringkali terbaca di wajahnya dan dapat di

kenali melalui berbagai ekspresinya.emosi dasar manusia

ada 6 : Marah,Takut,Bahagia,Sedih,Terkejut,Jijik.contoh :

orang yang sedang marah maka raut mukanya akan memerah.

2. Kontak Mata “Mata adalah Jendela Hati”,Kita bisa

mengetahui perasaan orang lain melalui tatapan

mata.kontak mata yang intensitasnya tinggi bias di

interpretasikan sebagai bentuk rasa suka,tetapa ada

pengecualian jika seseorang memandangi kita secara terus

menerus dan memperhatikan kontak mata tanpa peduli apapun

yang sedang dikerjakanya,jenis pandangan ini sering

disebut staring(menatap).

3. Bahasa Tubuh (gesture,postur,dan gerakan).Bahasa tubuh

seringkali menggungkapkan emosional seseorang.makin

banyak pola gerakan tubuh juga menyerupai makna

tersendiri.gesture(sikap tubuh)didalamnya terdapat

emblem(gerakan tubuh yang menyaratkan makna khusus

menurut budaya tertentu).

4. Sentuhan,sentuhan merupak suatu hal yang dapat

membangkitkan perasaan positif orang yang di

sentuh.contohnya Jabat Tangan,Jabat tangan mengungkapkan

banyak hal tentang orang lain.misal jabat tangan yang

kuat merupakan teknik yang baik untuk menampilkan kesan

pertama yang menyenangkan pada orang lain.

D. Atribusi

Yaitu merupakan proses dimana kita mencoba mencari informasi

mengenai bagaimana seseorang berbuat dan mengapa mereka

berbuat demikian. Teori Atribusi Harold Kelley, memandang

individu sebagai psikologi amatir yang mencoba memahami sebab-

sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapi, ia

mencoba menemukan apa yang menyebabkanya ,atau apa yang

mendorong siapa melakukan apa.Respon yang kita berikan pada

suatu peristiwa tergantung pada interpretasi kita tentang

peristiwa itu. ada 3 sumber informasi penting untuk menjawab

mengapa dalam perilaku orang lain,yaitu :

1.  Konsensus, yaitu derajat kesamaan reaksi orang lain

terhadap stimulus atau peristiwa tertentu dengan orang

yang sedang kita observasi (apakah orang lain bertindak

sama seperti penanggap).

2. Konsistensi, yaitu derajat k3esamaan reaksi seseorang

terhadap suatu stimulus atau suatu peristiwa yang

berbeda-beda (apakah penanggap bertindak sama pada

situasi yang lain).

3.  Distingsi, yaitu derajat perbedaan reaksi seseorang

terhadap berbagai stimulus atau peristiwa yang berbeda

(apakah orang itu bertindak sama pada situasi lain atau

pada saat itu saja.

Kita mengatribusikan perilaku orang lain pada penyebab

internal bila (consensus dan distingsi rendah namun

konsistensi tinggi),namun sebaliknya,kita mengantribusikan

perilaku orang lain pada penyebab eksternal

bila(consensus,distingsi dan konsistensi tinggi).

E. Elemen Sosial

Ada 3 elemen yang merupakan petunjuk tidak langsung ketika

menilai seseorang :

1. Elemen pribadi, proses pembentukan persepsi social

berdasarkan penilaian pribadi,antara lain yang dilakukan

dengan cepat,ketika melihat penampilan fisik,jenis

kelamin,suku/ras,status social

ekonomi,pekerjaan,dll.contoh,seseorang laki-laki yang

menggunakan anting maka akan di persepsikan sebagai orang

yang nakal,

2. Elemen situasi, Semakin banyak atau kaya pengalaman hidup

seseorang,semakin bijak persepsi social yang dibentuk

dari situasi.contoh,seorang dosen yang berjalan dengan

siswanya bila mereka berjalan di kampus ,orang akan

menilai itu hanyalah mahasiswanya. tetapi apabila mereka

berjalan di bioskop maka orang akan menilai bahwa orang

itu selingkuhanya.

3. Elemen perilaku, Perilaku membutuhkan bukti-bukti yang

dapat diamati untuk mengidentifikasi aktivitas

seseorang.Ketajaman pengamatan seseorang menentukan

persepsi orang lain.orang mengandalkan perilaku nonverbal

untuk menguatkan perilakunya,namun hasilnya kadang akurat

karena terletak pada kata-kata dan ekspresi wajah.tombol

komunikasi sepenuhnya berada dibawah kenali orang yang

dinilai,sehinga ia dapat mengatur kata-kata dan

ekspresinya.namun isyarat bahasa tubuh dan perubahan

intonasi suara merupakan petunjuk yang sangat berharga

alam proses persepsi social bersumber paa elemen

perilaku. Contoh, penelitian terhadap siswa yang suka

ngantuk di dalam kelas, tentunya penelitian itu tidak

bisa jika hanya dilakukan satu atau dua kali saja,,maka

diperlukan waktu yang cukup banyak atau lama untuk bisa

mendapatkan kesimpulan tentang siswa yang suka nagntuk di

dalam kelas.

F. Pembentukan Kesan (Impression Formation)

Pembentukan kesan adalah Proses dimana kita membentuk kesan

tentang orang lain. pada banyak hasil penelitian, ternyata

banyak ditemukan bahwa kesan pertama sangat berpengaruh dan

sangat penting dalam kelanjutan persepsi orang lain terhadap

kita. Ketika memberi kesan pada suatu sesungguhnya kita tidak

memberikan kesan sebagian-sebagian tetapi keseluruhan dari apa

yang akan kita beri kesan.

Pembentukan kesan pertama kepada orang lain terjadi dalam

waktu yang relative pendek.penyebabnya adalah implicit

personality theory,yakni kecenderungan menggabungkan beberapa

sifst sentral dan peripheral.kesan pertama seringkali salah

karena lebih percaya teori sendiri daripada kenyataan.

G. Manajemen Kesan

Yaitu merupakan usaha yang ilakukan seseorang untuk

menampilkan kesan pertama yang disukai paa orang lain.Ada 2

bentuk Manajemen Kesan :

1. Strategi self-enhancenent,Suatu usaha yang dilakukan untuk

menampilkan kesan pertama yang disukai pada orang

lain.meliputi meningkatkan penampilan fisik melalui gaya

berbusana,charisma diri,dan penggunaan atribut sehingga

berusaha membuat deskripsi diri yang positif.misal,Pada

saat dating ke pesta pernikahan menggunakan pakaian yang

rapi,jas misalnya serta menggunakan jam tangan.

2. Strategi other-enhancement,Suatu upaya untuk membuat orang

yang dituju merasa nyaman.misaql dengan pujian (membuat

pernyataan yang memuji orang yang kita tuju,sifat-sifat

atau kesuksesannya).

Bab 3

Interaksi Sosial

Menurut Kimball Young dan Raymond, W. Mack, interaksi sosial

adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa

interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama.

Dengan kata lain bahwa interaksi sosial merupakan intisari

kehidupan sosial. Artinya, kehidupan sosial dapat terwujud

dalam berbagai bentuk pergaulan seseorang dengan orang lain.

Gillin dan Gillin mendefinisikan interaksi sosial sebagai

hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan

antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia,

maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.

Bertemunya orang-perorangan secara badaniah belaka tidak akan

menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial.

Pergaulan hidup scmacam itu baru akan terjadi apabila orang-

orang atau kelompok-kelompok manusia bekerjasama, saling

berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama.

A. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis,

menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun

antara individu dengan kelompok. Dua Syarat terjadinya

interaksi sosial :

a.       Adanya kontak sosial (social contact)

Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu antar

individu, antar individu dengan kelompok, antar kelompok.

Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung (face to

face) maupun tidak langsung atau sekunder. Yakni kontak sosial

yang dilakukan melaui perantara, seperti melalui telepon,

orang lain, surat kabar, dan lain-lain. Kontak sosial yang

bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan

yang bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau

bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial.

b.      Adanya Komunikasi Sosial

yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain,

perasaan-perassaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut.

Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap

perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Dengan

adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan suatu

kelompok manusia atau perseorangan dapat diketahui oleh

kelompok lain atau orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan

bahan untuk menentukan reaksi apa yang dilakukannya.

Interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1)        Pelaku lebih dari satu orang

2)        Adanya komunikasi di antara pelaku

3)        Adanya tujuan mungkin sama atau tidak sama antar pelaku

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai

faktor yang ada diluar individu, seperti faktor imitasi,

sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut

dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam

keadaan tergabung. Empat faktor yang menjadi dasar proses

interaksi sosial adalah sebagai berikut :

a.       Imitasi

Berarti meniru perilaku dan tindakan orang lain. Imitasi

memiliki segi positif dan negatif, dikatakan positif apabila

suatu individu meniru perilaku individu lain yang baik sesuai

nilai dan norma masyarakat, dikatakan negatif ketika

berlawanan dengan pernyataan diatas.

b.      Sugesti

Sugesti merupakan suatu proses dimana seorang individu

menerima suatu cara  pandangan tingkah laku dari orang lain

tanpa kritik terlebih dahulu. Akibatnya, pihak yang

dipengaruhi akan tergerak mengikuti pandangan itu dan

menerimanya secara sadar atau tidak sadar tanpa berpikir

panjang. Cepat atau lambatnya proses sugesti ini sangat

tergantung pada usia, kepribadian,  kemampuan intelektual, dan

keadaan fisik seseorang.

Sugesti dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu:

1. Sugesti kerumunan (crowd suggestion)

adalah penerimaan yang tidak didasarkan pada penalaran,

melainkan karena keanggotaan atau kerumunan.

2. Sugesti negatif (negative suggestion) ditujukan untuk

menghasilkan tekanan-

tekanan atau pembatasan tertentu.

3. Sugesti prestise (prestige suggestion) adalah sugesti

yang muncul sebagai akibat adanya prestise orang lain.

c.       Identifikasi

Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan atau keinginan

dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain.

Identifikasi merupakan bentuk lebih lanjut dari proses imitasi

dan proses sugesti yang pengaruhnya telah amat kuat. Orang

lain yang menjadi sasaran identifikasi dinamakan idola.

Sikap, prilaku, keyakinan, dan pola hidup yang menjadi idola

akan melembaga bahkan menjiwai para pelaku identifikasi,

sehingga sangat berpengaruh terhadap pembentukan dan

perkembangan kepribadiannya.

d.      Simpati

Merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada

pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang

sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah

keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama

dengannya.

C. Pola-pola Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan suatu proses yang dapat memberikan

pola interaksinya. Pola interkasi sosial merupakan bentuk

jalinan interaksi yang terjadi antara individu dengan

individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan

kelompok yang bersifat dinamis dan mempunyai pola tertentu.

Pola interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1)      Didasarkan atas kedudukan sosial (status) dan peranannya.

2)      Merupakan suatu kegiatan yang terus berlanjut dan

berakhir pada suatu titik yang merupakan hasil dari kegiatan

tadi.

3)      Mengandung dinamika. Artinya dalam proses interaksi

sosial terdapat berbagai keadaan nilai sosial yang diproses,

baik yang mengarah pada kesempurnaan maupun kehancuran.

4)      Tidak mengenal waktu, tempat, dan keadaan tertentu.

Dari pola-pola tersebut, berdasarkan bentuknya, interaksi

sosial dapat diklasifikasikan

menjadi tiga pola, yaitu:

1)      Pola interaksi individu dengan indiuidu

Dalam mekanismenya, interaksi ini dipengaruhi oleh pikiran dan

perasaan yang  mengakibatkan munculnya beberapa fenomena,

seperti: jarak sosial, perasaan simpati dan antipati,

intensitas dan frekuensi interaksi.

2)      Pola ini merupakan bentuk hubungan antara individu dengan

individu sebagai anggota suatu kelompok yang menggambarkan

mekanisme kegiatan kelompoknya. Dimana setiap perilaku

didasari kepentingan kelompok, diatur dengan tatacara yang

ditentukan kelompoknya, dan segala akibat dari hubungan

merupakan tanggung jawab bersama.

3)      Pola interaksi kelompok dengan kelompok

Hubungan ini mempunyai ciri-ciri khusus berdasarkan pola yang

tampak. Pola interaksi antar kelompok dapat terjadi karena

aspek etnis, ras, dan agama, termasuk juga di dalamnya

perbedaan jenis kelamin dan usia, institusi, partai,

organisasi, dan lainnya.

D. Bentuk-bentuk interaksi sosial

Gillin dan gillin menggolongkan proses sosial yang muncul

akibat dari adanya interaksi sosial menjadi dua jenis, yakni

proses yang mengarah pada terwujudnya persatuan dan integrasi

sosial (asosiatif) dan proses oposisi yang berarti cara

berjuang untuk melawan seseorang atau kelompok untuk mencapai

tujuan tertentu (disosiatif).

1. Asosiaatif

Asosiatif merupakan bentuk interaksi yang akan mendorong

terciptanya pola keteraturan sosial. Berikut adalah bentuk-

bentuk dari asosiatif :

a)      Kerja Sama (cooperation)

Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok

manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan

bersama. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila

orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama

dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian

hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim

yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa

yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya,

keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang

bekerja sama supaya rencana kerja samanya dapat

terlaksana dengan baik.

b)     Akomodasi

Akomodasi (accomodation) dalam sosiologi memiliki dua

pengertian, yaitu menggambarkan suatu keadaan dan proses.

Akomodasi yang menggambarkan suatu keadaan berarti adanya

keseimbangan interaksi sosial yang berkaitan dengan norma

dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan

akomodasi sebagai suatu proses menunjuk pada usaha-usaha

manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-

usaha manusia untuk mencapai kestabilan.

Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu

perngertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk

menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial

yang sama artinya dengan adaptasi dalam biologi.

Maksudnya, sebagai suatu proses dimana orang atau

kelompok manusia yang mulanya saling bertentangan,

mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-

ketegangan. Akomodasi merupakan suatu cara untuk

menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak

lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.

Akomodasi mempunyai beberapa bentuk, yaitu sebagai

berikut:

1)      Koersi (coercion), yaitu bentuk akomodasi yang

terjadi melalui pemaksaan kehendak pihak tertentu

terhadap pihak lain yang lebih lemah. Berarti, terjadi

penguasaan (dominasi) suatu kelompok atas pada kelompok

yang lemah. Contoh: dalam sistem perbudakan atau

penjajahan.

2)      Kompromi (compromise), yaitu bentuk akomodasi ketika

pihak-pihak yang terlibat perselisihan saling mengurangi

tuntutan agat tercapai suatu penyelesaian. Sikap dasar

untuk melaksanakan kompromi adalah semua pihak bersedia

untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya.

Contoh: Perjanjian antara Indonesia dengan Malaysia

tentang batas wilayah perairan.

3)      Arbitrasi (arbitration), yaitu bentuk akomodasi

apabila pihak-pihak yang berselisih tidak sanggup

mencapai kompromi sendiri, sehingga dilakukan melalui

pihak ketiga. Pihak ketiga di sini dapat ditunjuk oleh

dua belah pihak atau oleh suatu badan yang dianggap

berwenang. Contoh: pertentangan antara karyawan dan

pengusaha, diselesaikan melalui serikat buruh serta

Departemen Tenaga Kerja sebagai pihak ketiga.

4)      Mediasi (mediation), yaitu suatu bentuk akomodasi

yang hampir sama dengan arbitrasi. Namun, pihak ketiga

yang bertindak sebagai penengah bersikap netral dan tidak

mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-keputusan

penyelesaian perselisihan antara kedua belah pihak.

Contoh: mediasi pemerintah RI untuk mendamaikan faksi-

faksi yang berselisih di Kamboja. RI hanya menjadi

fasilitator, sedangkan keputusan mau berdamai atau tidak

tergantung niat baik masing-masing faksi yang bertikai.

5)      Konsiliasi (conciliation), yaitu bentuk akomodasi

untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak

yang bertikai untuk tercapainya kesepakatan bersama.

Konsiliasi bersifat lebih lunak dan membuka kesempatan

kepada pihak-pihak yang bertikai untuk mengadakan

asimilasi. Contoh: panitia tetap penyelesaian masalah

ketenagakerjaan mengundang perusahaan dan perwakilan

karyawan untuk menyelesaikan pemogokan.

6)      Toleransi (toleration), yaitu bentuk akomodasi yang

terjadi tanpa persetujuan yang resmi. Kadang-kadang

toleransi terjadi secara tidak sadar dan tanpa

direncanakan karena adanya keinginan-keinginan untuk

sedapat mungkin menghindarkan diri dari perselisihan yang

saling menrugikan kedua belah pihak. Contoh: umat yang

tidak berpuasa pada bulan Ramadhan, tidak makan di

sembarang tempat.

7)      Stalemate, yaitu bentuk akomodasi ketika kelompok

yang bertikai mempunyai kekuatan yang seimbang. Lalu

keduanya sadar bahwa tidak mungkin lagi untuk maju atau

mundur, sehingga per-tentangan atau ketegangan antara

keduanya akan berhenti dengan sendirinya. Contoh:

pcrsaingan antara Blok Barat dan Blok Timur Eropa

berhenti dengan sendirinya tanpa ada pihak yang kalah

ataupun menang.

8)      Ajudikasi (adjudication), yaitu penyelesain masalah

atau sengketa melalui pengadilan atau jalur hukum.

Contoh: Persengketaan tanah warisan yang diselesaikan di

pengadilan.

9)      Displacement, yaitu bentuk akomodasi yang merupakan

untuk mengakhiri suatu pertentangan dengan cara

mengalihkan perhatian pada objek bersama. Contoh: adanya

persengketaan Indonesia-Australia tentang batas ZEE

berakhir setelah dilakukan pembagian eksplorasi dan

eksploitasi minyak bumi di Cclah Timor. Persengketaan

yang terjadi karena keberadaan sumberdaya alam, dan bukan

ZEE.

10)  Konversi, yaitu bentuk akomodasi dalam menyelesaikan

konflik dimana salah satu pihak bersedia mengalah dan mau

menerima pendirian pihak lain. Contoh: dua keluarga besar

bermusuhan karena perbedaan prinsip, tetapi karena anak

mereka saling menjalin cinta yang tidak mungkin

dipisahkan, sikap permusuhan pun luluh dan bersedia

saling menerima pertunangan anak-anaknya.

c)      Asimilasi

Asimilasi (assimilation) berarti proses penyesuaian

sifat-sifat asli yang dimiliki dengan Sifat-sifat

lingkungan sekitar. Gillin dan Gillin menjelaskan bahwa

suatu proses sosial dikategorikan pada asimilasi apabila

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

1)      Berkurangnya perbedaan karena adanya usaha-usaha

untuk mengurangi dan menghilangkan perbedaan antara orang

atau kelompok.

2)      Mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan

dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.

3)      Setiap orang sebagai kelompok melakukan interaksi

secara langsung dan intensif secara terus-menerus.

4)      Setiap individu melakukan identifikasi diri dengan

kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya

dengan kemauan kelompok. Demikian pula antara kelompok

yang satu dengan kelompok lain, sehingga perbedaan-

perbedaan yang ada akan hilang atau melebur menjadi satu.

Asimilasi merupakan proses sosial tahap lanjut atau tahap

penyempurnaan. Artinya, asimilasi terjadi setelah melalui

tahap kerjasama dan akomodasi. Asimilasi dapat terbentuk

apabila terdapat tiga persyaratan berikut :

1)      Terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan

berbeda.

2)      Terjadi pergaulan antar individu atau kelompok

secara intensif dalam waktu yang relatif lama.

3)      Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling

berubah dan menyesuaikan diri.

d)     Akulturasi

Akulturasi (acculturation) adalah berpadunya unsur-unsur

kebudayaan yang berbeda dan membentuk suatu kebudayaan

baru, tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaannya yang

asli.

Lamanya proses akulturasi sangat tergantung pada persepsi

masyarakat setempat terhadap budaya luar yang masuk.

Akulturasi bisa terjadi dalam waktu yang relatif lama

apabila masuknya melalui proses pemaksaaan. Sebaliknya,

apabila masuknya melalui proses damai, akulturasi

tersebut akan relatif lebih cepat. Contoh: Candi

Borobudur merupakan  perpaduan kebudayaan India dengan

kebudayaan Indonesia; musik Melayu bertemu dengan musik

Spanyol menghasilkan musik keroncong.

2. Disosiatif

Walaupun proses sosial ini kurang mendorong terciptanya

keteraturan sosial. Bahkan cenderung ke arah oposisi yang

berarti cara yang bententangan dengan seseorang ataupun

kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Walau demikian, ada

juga manfaatnya demi tercipta suatu keteraturan sosial.

Proses disosiatif dapat dibedakan ke dalam empat bentuk

sebagai berikut :

1)      Persaingan

Persaingan (Competition) merupakan suatu proses sosial

ketika berbagai pihak saling berlomba dan berbuat sesuatu

untuk mencapai tujuan tertentu. Persaingan terjadi

apabila beberapa pihak menginginkan sesuatu yang

jumlahnya sangat terbatas atau sesuatu yang menjadi pusat

perhatian umum. Contoh: dalam sepakbola dikenal istilah

fair play. Hasil dari suatu persaingan akan diterima

dengan kepala dingin oleh berbagai pihak yang bersaing,

tanpa ada rasa dendam. Karena sejak awal, masing—masing

pihak telah menyadari akan ada yang menang dan kalah.

Persaingan memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :

a.       Menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang

sama-sama menuntut dipenuhi, padahal sulit dipenuhi

semuanya secara serentak.

b.      Menyalurkan kepentingan serta nilai-nilai dalam

masyarakat, terutama yang menimbulkan konflik.

c.       Menyeleksi individu yang pantas memperoleh status

dan peran yang sesuai dengan kemampuannya.

2)      Kontravensi

Kontravensi (contravension) merupakan proses sosial yang

ditandai adanya ketidakpuasan, ketidakpastian, keraguan,

penolakan, dan penyangkalan terhadap kepribadian

seseorang atau kelompok yang tidak diungkapkan secara

terbuka.

Kontravcnsi adalah sikap menentang secara tersembunyi,

agar tidak sampai terjadi perselisihan secara terbuka.

Penyebab kontravensi antara lain perbedaan pendirian

antara kalangan tertentu dengan kalangan lain dalam

masyarakat, atau bisa juga dengan pendirian masyarakat.

Perang dingin merupakan kontravensi karena tujuannya

membuat lawan tidak tenang atau resah. Dalam hal ini,

lawan tidak diserang secara fisik, melainkan secara

psikologis.

Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker, terdapat

lima bentuk kontravensi sebagai berikut :

a.       Kontravensi umum, contoh: penolakan, perlawanan,

protes, gangguan, mengancam pihak lawan.

b.      Kontravensi sederhana, contoh: menyangkal pernyataan

orang di depan umum, memaki melalui Surat selebaran,

atau mencerca.

c.       Kontravensi intensif, contoh: penghasutan,

penyebaran desas-desus, memfitnah.

d.      Kontravensi rahasia, contoh: pembocoran rahasia,

khianat, subversi.

e.       Kontravensi taktis, contoh: mengejutkan pihak

lawan, provokasi, dan intimidasi.

3)      Pertikaian

Pertikaian merupakan proses sosial bentuk lanjut

dari kontravensi. Sebab, perselisihan sudah bersifat

terbuka. Pertikaian terjadi karena semakin tajamnya

perbedaan antara kalangan tertentu dalam masyarakat.

Semakin tajam perbedaan mengakibatkan amarah dan rasa

benci yang mendorong tindakan untuk melukai,

menghancurkan atau menyerang pihak lain. Pertikaian jelas

sekali mengarah pada disintegrasi antar individu maupun

kelompok. 

4)      Konflik

Pertentangan atau konflik (conflict) adalah suatu

perjuangan individu atau kelompok sosial untuk memenuhi

tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang

disertai ancaman dan kekerasan. Pengertian konflik yang

paling sederhana adalah saling memukul (configere).

Namun, konflik tidak hanya berwujud pertentangan fisik

semata. Dalam definisi yang lebih luas, konflik diartikan

sebagai suatu proses sosial antara dua pihak atau lebih,

di mana pihak yang satu berusaha menyingkirkan pihak lain

dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya konflik

adalah sebagai berikut :

a.       Perbedaan individu yang meliputi perbedaan

pendirian dan perasaan.

b.      Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga

membentuk pribadi-pribadi yang berbeda pula.

c.       Perbedaan kepentingan antara individu dan

kelompok, diantaranya menyangkut bidang ekonomi,

politik, dan sosial.

d.      Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak

dalam masyarakat.

Konflik kadang-kadang diperlukan dalam suatu

kelompok atau organisasi sosial. Adanya pertentangan

dalam suatu kelompok atau organisasi sosial merupakan hal

biasa. Apabila dari pertentangan tersebut dapat

dihasilkan kesepakatan, maka akan terwujud integrasi yang

lebih erat dari sebelumnya. Konflik juga akan membawa

akibat positif asalkan masalah yang dipertentangkan dan

kalangan yang bertentangan memang konstruktif. Artinya,

konflik itu sama-sama dilandasi kepentingan menjadikan

masyarakat lebih baik..

Hasil dan akibat suatu konflik adalah sebagai berikut :

a.       Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok

yang mengalai konflik dengan kelompok lain.

b.      Keretakan hubungun antara anggota kelompok,

misalnya akibat konflik antarsuku.

c.       Perubahan kepribadian pada individu, misalnya

adanya rasa benci dan saling curiga akibat perang.

d.      Kerusakan harta benda dan hilangnya nyawa

manusia.

e.       Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang

terlibat dalam konflik.

Bab 4

Kelompok Sosial

Ada beberapa pengertian kelompok sosial menurut para ahli,

dianataranya:

1) Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, kelompok sosial

sebagai kumpulan manusia yang memiliki kesadaran akan

keanggotaannya dan saling berinteraksi.

2) Soerjono Soekanto, kelompok sosial adalah himpunan

atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama

karena adanya hubungan antara mereka secara timbal

balik dan saling mempengaruhi.

3) Hendropuspito, kelompok sosial sebagai suatu kumpulan

nyata, teratur dan tetap dari individu-individu yang

melaksanakan peran-perannya secara berkaitan guna

mencapai tujuan bersama.

4) R.M. Macler & Charles H. Page, Kelompok-kelompok

sosial merupakan himpunan manusia yang saling hidup

bersama dan menjalani saling ketergantungan dengan

sadar dan tolong menolong.

Jadi menurut penjelasan di atas, dapat sebutkan bahwa kelompok

sosial adalah kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama

akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Kelompok diciptakan

oleh anggota masyarakat. Kelompok juga dapat memengaruhi

perilaku para anggotanya.

A. Jenis-Jenis Kelompok Sosial

Dalam psikologi sosial dikenal empat jenis kelompok sosial,

yaitu :

Kelompok primer

Kelompok primer adalah kelompok-kelompok yang terjalin antar

anggota yang biasa ditandai dan bersifat intensif, lebih

erat, lebih akrab, lebih personal. Kelompok ini biasanya

bercorak kekeluargaan dan berdasarkan simpati. Peranan

kelompok primer dalam kehidupan individu sehari-hari besar

sekali karena di dalam kelompok primer manusia pertama kali

berkembang dan didik sebagai makhluk sosial. Di sini

direpresentasikan dengan beberapa hal diantaranya,

mengindahkan norma-norma, mengutamakan kepentingan kelompok

sosialnya dari pada dirinya sendiri, belajar bekerja sama

dengan individu-individu lainnya, dan mengembangkan skill dan

kecakapannya guna kepentingan kelompok. Contoh-contoh kelompok

primer adalah: keluarga, rukun tetangga, kelompok bermain di

sekolah atau kampus, kelompok belajar, kelompok agama dan

sebagainya. Sebagaimana definisi di atas kelompok ini

mempunyai ciri yang lebih akrab dan bersifat kekeluargaan dan

lebih berdasarkan simpati.

Kelompok sekunder

Kelompok sekunder secara kasar merupakan kebalikan dari

kelompok primer yaitu kelompok yang diantara anggota

kelompoknya terdapat hubungan tak langsung, tidak akrab, jauh

dari formal, dan kurang bersifat kekeluargaan. Kelompok ini

cenderung objektif dan rasional. Peran kelompok sekunder dalam

kehidupan manusia adalah untuk mencapai suatu tujuan tertentu

dalam masyarakat dengan bersama secara objktif dan rasional.

Beberapa contoh dari kelompok sekunder antara lain: partai

politik, perhimpunan serikat kerja, organisasi profesi,

organisasi massa, dan lain sebagainya yang bersifat interksi

rasional atas dasar pertimbangan untung-rugi tertentu.

Dari kedua poin diatas dapat ditemukan beberapa perbedaan

dalam segi komunikasinya, yaitu:

Kelompok primer Kelompok sekunder

1.     Kualitas komunikasi pada

kelompok bersifat dalam dan

meluas.

Komunikasi bersifat

dangkal dan terbatas.

Komunikasi cenderung bersifat

personal.

Komunkasi cenderung

bersifat impersonal. Komunikasi lebih menekankan

aspek hubungan dari pada

aspek isi.

Komunikasi lebih mengarah

kepada isi atau tujuan.

Kelompok formal

Kelompok formal adalah kelompok-kelompok yang mempunyai

peraturan-peraturan yang tegas dan dengan sengaja diciptakan

oleh anggotanya untuk mengatur hubungan di antara anggota-

anggaotanya. Pada kelompok ini biasanya didukung dengan adanya

anggaran dasar (AD), dan anggaran rumah tangga (ART). Di

samping itu kelompok ini juga memiliki pembagian kerja, peran-

peran, dan hierarki tertentu. Hal ini biasanya dirumuskan

secara tegas dan tertulis. Contohnya: OSIS, parpol, OSPAM,

BEM, dan lain sebagainya.

Kelompok informal

Selain kelompok formal, tentu ada juga kelompok informal yaitu

kelompok yang tidak memiliki struktur tertentu atau pasti dan

kelompok ini terbetnuk karena adanya pertemuan yang

berulangkali, sehingga menjadi dasar timbulnya kepentingan-

kepentingan dan pengalaman-pengalaman yang sama. Seperti

contoh, pertemuan berulang, yang kerap terjadi pada anggota

sebuah organisasi.

B. Ciri-ciri Dan Syarat Kelompok Sosial

Berikut ini akan disebutkan beberapa ciri kelompok sosial.

Terdapat dorongan atau motif yang sama antar individu

satu dengan yang lain

Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan terhadap

individu satu dengan yang lain berdasarkan rasa dan

kecakapan yang berbeda-beda antara individu yang

terlibat di dalamnya.

Adanya penegasan dan pembentukan struktur atau

organisasi kelompok yang jelas dan terdiri dari peranan-

peranan dan kedudukan masing-masing

Adanya peneguhan norma pedoman tingkah laku anggota

kelompok yang mengatur interaksi dalam kegiatan anggota

kelompok untuk mencapai tujuan yang ada.

Berlangsungnya suatu kepentingan.

Adanya pergerakan yang dinamik.

Adapun syarat kelompok sosial sebagai berikut:

a. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia

merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan.

b. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan

anggota lainnya.

c. Terdapat suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-

anggota kelompok itu, sehingga hubungan antara mereka

bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib yang sama,

kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang

sama dan lain-lain.

d. Berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku.

C. Faktor Pembentuk

Bergabung dengan sebuah kelompok merupakan sesuatu yang murni

dari diri sendiri atau juga secara kebetulan. Misalnya,

seseorang terlahir dalam keluarga tertentu. Namun, ada juga

yang merupakan sebuah pilihan. Dua faktor utama yang tampaknya

mengarahkan pilihan tersebut adalah kedekatan dan kesamaan.

Kedekatan

Pengaruh tingkat kedekatan, atau kedekatan geografis, terhadap

keterlibatan seseorang dalam sebuah kelompok tidak bisa

diukur. Kita membentuk kelompok bermain dengan orang-orang di

sekitar kita. Kita bergabung dengan kelompok kegiatan sosial

lokal. Kelompok tersusun atas individu-individu yang saling

berinteraksi. Semakin dekat jarak geografis antara dua orang,

semakin mungkin mereka saling melihat, berbicara, dan

bersosialisasi. Singkatnya, kedekatan fisik meningkatkan

peluang interaksi dan bentuk kegiatan bersama yang

memungkinkan terbentuknya kelompok sosial. Jadi, kedekatan

menumbuhkan interaksi, yang memainkan peranan penting terhadap

terbentuknya kelompok pertemanan.

Kesamaan

Pembentukan kelompok sosial tidak hanya tergantung pada

kedekatan fisik, tetapi juga kesamaan di antara anggota-

anggotanya. Sudah menjadi kebiasaan, orang lebih suka

berhubungan dengan orang yang memiliki kesamaan dengan

dirinya. Kesamaan yang dimaksud adalah kesamaan minat,

kepercayaan, nilai, usia, tingkat intelejensi, atau karakter-

karakter personal lain. Kesamaan juga merupakan faktor utama

dalam memilih calon pasangan untuk membentuk kelompok sosial

yang disebut keluarga.

D. Pola Hubungan antar Kelompok dalam Masyarakat

Hubungan antar kelompok banyak diwarnai dengan pola-pola

tertentu yang khas. Di antaranya adalah :

1.      Akulturasi

Akulturasi adalah percampuran dua kebudayaan yang menghasilkan

budaya baru akan tetapi tidak menghilangkan ciri khas

kebudayaan aslinya.

2.      Genosida

Yaitu pembunuhan secara sistematis dalam rangka menghancurkan

ras, etnik, atau agama tertentu.

3.      Perbudakan

Yaitu sistem perhambaan yang terlembagakan.

4.      Diskriminasi

Yaitu perlakuan tidak adil yang dilakukan secara sengaja

terhadap orang/kelompok lain yang didasarkan pada prasangka

mengenai ras, kepercayaan yang dianut, budaya, maupun etnik.

5.      Amalgamasi

Yaitu perkawinan campuran antar kelompok yang berbeda.

6.      Asimilasi

Yaitu percampuran dua kebudayaan yang berbeda dan menghasilkan

kebudayaan yang baru.

7.      Pluralisme

Yaitu suatu keadaan di mana kelompok yang berbeda ras, etnik,

atau agama saling memelihara identitas budaya dan jaringan

sosial, serta tetap bersama-sama berpartisipasi dalam sistem

ekonomi dan politik.

8.      Multikulturalisme

Yaitu kebijakan publik yang mendorong seluruh kelompok budaya

dalam masyarakat untuk bersedia menerima dan berinteraksi

dengan kelompok lain secara sederajat.

E. Pembentukan Norma Kelompok

Perilaku kelompok, sebagaimana semua perilaku sosial, sangat

dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku dalam kelompok itu.

Sebagaimana dalam dunia sosial pada umumnya, kegiatan dalam

kelompok tidak muncul secara acak. Setiap kelompok memiliki

suatu pandangan tentang perilaku mana yang dianggap pantas

untuk dijalankan para anggotanya, dan norma-norma ini

mengarahkan interaksi kelompok.

Norma muncul melalui proses interaksi yang perlahan-lahan di

antara anggota kelompok. Pada saat seseorang berprilaku

tertentu pihak lain menilai kepantasan atau ketidakpantasan

perilaku tersebut, atau menyarankan perilaku alternatif

(langsung atau tidak langsung). Norma terbentuk dari proses

akumulatif interaksi kelompok. Jadi, ketika seseorang masuk ke

dalam sebuah kelompok, perlahan-lahan akan terbentuk norma,

yaitu norma kelompok.

Bab 5

Sikap dan Perilaku

 A.    Perbedaan Sikap dan Perilaku

Menurut Bimo Walgito dalam bukunya Psikologi Sosial

suatu pengantar: Psikologi merupakan ilmu tentang prilaku atau

aktivitas-aktivitas individu (Branca,1994;Morgan,dkk) Prilaku

atau aktivitas-aktivitas tersebut dalam pengertian yang luas,

yaitu prilaku yang menampak (over behavior) dan prilaku yang

tidak menampak(inner behavior), demikian pula aktivitas-

aktivitas tersebut di samping aktivitas motorik yang termasuk

aktivitas emosional dan kognitif.

Sebagaimana diketahui perilaku  atau aktivitas yang ada pada

individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya,

tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh

organisme yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupun

stimulus internal. Namun demikian, sebagian terbesar dari

perilaku arganisme itu sebagai respon terhadap stimulus

eksternal. Ada ahli yang memandang bahwa perilaku sebagai

respon terhadap stimulus, akan sangat ditentukan oleh keadaan

stimulusnya dan individu atau organisme seakan-akan tidak

mempunyai kemampuan untuk  menentukan perilakunya, hubungan

stimulus dan respon seakan-akan bersifat mekanistis. Pandangan

semaca ini umumnya merupakan pandangan yang bersifat

behavioritis.

Berbeda dengan pandangan kaum behavioris adalah pandangan dari

aliran kognitif, yaitu yang memandang perilaku individu

merupakan respon dari stimulus, namun dalam diri individu itu

ada kemampuan untuk menentukan perilaku yang diambilnya. Ini

berarti individu dalam keadaan aktif dalam menentukan perilaku

yang diambilmya(psikologi social, prof. Dr. Bimo Walgito).

Menurut Sarlito Warawan Sarwono, dalam bukunya Psikologi

sosial:

Walaupun sikap merupakan salah satu pokok bahasan  yang

penting dalam psikologi sosial, para pakar tidak selalu

sepakat tentang definisinya:

1.      Attitude is a favourable or unfavourable evaluative

reaction to ward something or someone, exhibitted in one’s

belief. Feelings or intended behavior (Myers, 1996). Myers

menyatakan bahwa sikap adalah suatu reaksi nilai yang bisa

disukai atau tidak disukai untuk melindungi sesuatu atau

seseorang, yang ditunjukan dalam perasaan atau keinginan

bersikap.

2.      An attitude is a disposition to respond favourably or

unfavourably to an object, person, institution or event

(Azjen, 1998). Sedangkan Azjen menyatakan sebuah sikap adalah

sebuah kecenderungan untuk merespon secara suka atau tidak

suka kepada  sebuah objek, orang, lembaga atau kejadian.

3.      Attitude is a psichologycal tendency that is expressed

by evaluating a particular entity with some degree of favour

or disfavour (Eagly and Chaiken, 1997). Mereka berpendapat

bahwa adalah sebuah kecenderungan psikologi yang diekspresikan

dengan penilaian sebuah identitas tertentu dengan beberapa

tingkatan yang disukai atau tidak disukai.

Dari definisi-definisi tersebut, tampak bahwa meskipun ada

perbedaan, semua sependapat bahwa ciri khas dari sikap adalah:

1.      Mempunyai objek tertentu (orang, prilaku, konsep,

situasi, benda, dan sebagainya)

2.      Mengandung penilaian (setuju atau tidak setuju, suka

atau tidak suka)(Sarlito Wirawan Sarwono).

Dikutip dalam internet: perbedaan terletak pada proses

terjadinya dan penerapan dari konsep tentang sifat ini.

Mengenai proses terjadinya  sebagian besar pakar berpendapat

bahwa sikap adalah suatu yang dipelajari(bukan bawaan). Oleh

karena itu sikap sikap lebih bisa untuk dibentuk,

dikembangkan, dipengaruhi dan diubah.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia oleh W.J.S. Poerwodarminto

pengertian sikap adalah perbuatan yang didasari oleh keyakinan

berdasarkan norma-norma yang ada di masyarakat dan biasanya

norma agama. Namun demikian perbuatan yang akan dilakukan

manusia biasanya tergantung pada apa permasalahannya serta

benar-benar berdasarkan keyakinan atau keprcayaanny masing-

masing.

Ada tiga macam sikap, yaitu:

1.      Negatif : isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai.

Isi ajaran dan penganutnya hanya dibiarkan saja karena dalam

keadaan terpaksa. Conth PKI atau orang-orang yang beraliran

komunis di Indonesia pada zaman Indonesia baru merdeka.

2.      Positif : isi ajarannya ditolak, namun penganutnya

diterima serta dihargai. Contoh  Anda beragama Islam  wajib

menolak agama lain didasari oleh keyakinan pada ajaran agama

Anda, tetapi penganutnya atau manusiannya Anda hargai.

3.      Ekumenis : isi ajaran serta penganutny dihargai,

karena dalam ajaran mereka itu terdapat unsur-unsur kebenaran

yang berguna untuk memperdalam pendirian dan keprcayaan

sendiri. Contoh Anda dengan teman Anda sama-sama beragama

Islam atau Kristen tetapi berbeda aliran atau paham.

Sikap merupakan pengalaman subjektif, asumsi ini menjadi dasar

untuk definisi-definisi pada umumnya, meskipun beberapa

penulis terutama Bem (1967), menganggap bahwa berbagai

pernyataan seseorang mengenai sikapnya merupakan kesimpulan

dari pengamatannya atas prilakunya sendiri.

B.     Pengertian perilaku

Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah

laku manusia atau human behavior. Bentuk tingkah laku manusia

adalah segala aktivitas, perbuatan dan penampilan diri

sepanjang hidupnya. Bentuk tingkah laku manusia adalah

aktivitas individu dengan relasinya dalam lingkungannya

behavior(tingkah laku) adalah reaksi total, motor, dan

kalenjer yang digerikan sewaktu organisme kepada sesuatu

situasi yang dihadapi(Veithzal Rivai, kepemimpinan dan

perilaku Organisasi).

Setelah lama membangun teori dan dilakukan penelitian,

disepakati bahwa prerilaku adalah:

1.      Prilaku adalah akibat

Contoh: seseorang yang akan dipecat dari perusahaan akan

bekerja keras mencari lowongan kerja untuk mempertahankan

hidupnya.

2.      Perilaku diarahkan oleh tujuan

Contoh: seorang manager melihat tingkah efektifitas kerja

bawahannya rendah karena pendidikannya yang rendah maka

diperlukan pelatihan atau kursus untuk meningkatkan

produktifitasnya.

3.      Perilaku yang diamati bisa diukur

Contoh: membuat laporan, menyusun program

4.      Perilaku yang tidak dapat secara langsung diamati

Contoh: berpikir

5.      Perilaku dimotivasi atau didorong

Contoh: seseorang akan termotivasi dengan adanya sesuatu yang

lebih baik.

Jadi dapat kita simpulkan, bahwa perilaku menghasilkan sikap

dalam arti kata perilaku adalah sesuatu sifat yang ada dalam

diri kita yang melahirkan sikap.

C.    Teori Pembentukan Sikap

Dalam hal ini yang saya temukan hanyalah “pembentukan dan

perubahan sikap”. Sikap setiap orang sama dalam

perkembangannya, tetapi berbeda dalam pembentukannya(Krech,

Crutchfield, dan Ballachey, 1965) hal ini meyebabkan adanya

perbedaan sikap seseorang individu dengan sikap temannya,

familinya, dan tetangganya.

Banyak hal yang harus kita ketahui untuk mengetahui

karakteristik sikap. Umpamaannya, jika kita meramalkan tingkah

laku seseorang dalam waktu tertentu atau jika kita ingin

mengontrol tindakannya, kita harus mengetahui cara sikap itu

berkembang dan berubah.

Sikap dapat terbentuk atau berubah melalui 4 macam cara:

1. Adopsi

Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi

berulang-ulang dan terus-menerus, lama-kelamaan secara

bertahap diserap ke dalam diri individu dan mempengaruhi

terbentuknya suatu sikap.

2.      Diferensiasi

Dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman,

sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang

tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas

dari jenisnya.

3.      Integrasi

Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai

dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal

tertentu sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal

tersebut.

4.      Trauma

Pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan

kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan.

Pembentukan sikap dipengaruhi oleh:

1. Pengalaman pribadi

2. Kebudayaan

3. Orang lain yang dianggap penting

4. Media Massa

5. Institusi/Lembaga Pendidikan dan Agama

6. Emosi

D.    Teori Perilaku dan Jenis Perilaku

Telah dipaparkan di depan bahwa perilaku manusia tidak dapat

lepas dari adanya individu itu sendiri dan lingkungn dimana

individu itu berperilaku manusia didorong oleh motif tertentu

sehingga manusia itu berperilaku. Dalam hal ini ada beberapa

teori, diantara teori-teori tersebut dapat dikemukakan:

1.      Teori insting

Teori ini dikemukakan oleh Mc. Dougal sebagai pelopor dari

psikologi sosial yang menerbitkan buku psikologi sosial

pertama kali. Menurutnya, perilaku itu disebakan oleh insting.

Mc. Dougal mengajukan suatu daftar insting, insting merupakan

suatu innate, perilaku bawaan dan insting akan mengalami

perubahan karena pengalaman.

2.      Teori dorongan (drive theory)

Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu

mempunyai dorongan-dorongan.

3.      Teori insentif

Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku

organisme itu disebabkan karena adanya insentif-insentif.

Dengan insentiv akan mendorong organisme berbuat atau

berperilaku.

4.      Teori atribusi

Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab prilaku seseorang.

5.      Teori kognitif

Apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang harus

dilakukan, maka yang bersangkutan akan memilih alternative

karena akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya.

E.     Kesesuaian Sikap dan Perilaku

Adanya ketidaksamaan antara sikap dan perilaku, sudah

diketahui oleh para pakar sejak lama. Hartshorne and May

(1928) misalnya, menemukan bahwa kecurangan dalam hubungan

dalam situasi tertentu(mencontek ulangan) belum tentu

berkorelasi dengan kecurangan dalam situasi yang

lain(misalnya, berbohong kepada teman di luar kelas).

Penelitian yang dilakukan oleh bagian psikologi sosial,

fakultas psikologi Universitas Indonesia dikalangan sejumlah

ibu dan balita di Jakarta, menunjukan bahwa sikap mereka

terhadap pengobatan dengan oralit bagi anak-anak mereka yang

menderita muntah berat adalah positif. Akan tetapi, pada saat

kejadian yang sesungguhnya mereka akan menggunakan pengobatan

tradisioanal(Sarwono dkk, 1989 dan 1990).

Hubungan dengan hasil penelitian yang kontradiktif (Warner dan

Defleur) mengemukakan tiga postulat, untuk mengidentifikasi

tiga pandangan umum mengenai hubungan sikap dan perilaku,

yaitu:

1.      Postulat konsistensi

Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal merupakan

petunjuk yang cukup akurat untuk memprediksikan apa yang akan

dilakukan seseorang bila ia dihadapkan pada suat objek sikap.

2.      Postulat Variasi independent

Postulat Variasi independent menyatakan bahwa tidak ada alasan

untuk menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku berhubungan secara

konsisten.

3.      Postulat konsistensi tergantung

Postulat konsistensi tergantung menyatakan bahwa hubungan

sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor

situasional tertentu.

Tampaknya postulat terakhir ini adalah postulat yang paling

masuk akal dan paling berguna menjelaskan hubungan sikap

dengan perilaku.

F. Karakteristik Sikap

1. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.

2. Sikap mengarah kepada obyek psikologis atau kategori,

dalam hal ini skema yang dimiliki orang menentukan

bagaimana mereka mengkategorisasikan target obyek dimana

sikap diarahkan.

3. Sikap dipelajari.

4. Sikap mempengaruhi perilaku. Pengukuhan sikap yang

mengarah pada satu obyek memberikan alasan untuk

berperilaku mengarah pada obyek itu dengan suatu cara

tertentu.

G. Fungsi Sikap

1. Utilitarian Function, dimana sikap memungkinkan untuk

memperoleh atau memaksimalkan ganjaran (reward) atau

persetujuan dan meminimalkan hukuman. Dengan kata lain

sikap dapat berfungsi sebagai penyesuaian sosial,

misalnya seseorang dapat memperbaiki ekspresi dari

sikapnya terhadap sesuatu obyek tertentu untuk

mendapatkan persetujuan atau dukungan.

2. Knowledge Function, yaitu bahwa sikap membantu dalam

memahami lingkungan (sebagai skema) dengan melengkapi

ringkasan evaluasi tentang obyek dan kelompok obyek atau

segala sesuatu yang dijumpai di dunia ini.

3. Value-Expressive Function, yaitu sikap kadang-kadang

mengkomunikasikan nilai dan identitas yang dimiliki

seseorang terhadap orang lain.

4. Ego-Defensive Function, yaitu sikap melindungi diri,

menutupi kesalahan, agresi dan sebagainya dalam rangka

mempertahankan diri.

H. Dampak sikap terhadap tingkah laku tergantung aspek-

aspek dari situasi, sikap & individunya

1. Jika situasi memungkinkan (tidak ada hambatan norma),

maka individu lebih bebas menampilkan tingkah lakunya.

2. Jika ada tekanan/keterbatasan waktu individu, tidak

lama berpikir, sikap sama dengan tingkah laku.

3. Jika situasinya sesuai dengan sikap yang kita miliki,

maka individu cenderung menampilkan tingkah lakunya

I. Proses Perubahan Sikap

1. Compliance, yaitu proses yang terjadi ketika orang menerima

pengaruh (dari orang lain atau suatu kelompok).

2. Identifikasi, yang terjadi ketika seseorang menerima

pengaruh untuk mempertahankan suatu hubungan yang

memuaskan.

3. Internalisasi, yang terjadi ketika seseorang menerima

pengaruh karena perilaku yang dibujuk secara intrinsik

mendapat ganjaran.

Bab 6

Prasangka Sosial

A. Definisi Prasangka Sosial

Menurut Worchel dan kawan-kawan (2000) prasangka dibatasi

sebagai sifat negatif yang tidak dapat dibenarkan terhadap

suatu kelompok dan individu anggotanya. Prasangka atau prejudice

merupakan perilaku negatif yang mengarahkan kelompok pada

individualis berdasarkan pada keterbatasan atau kesalahan

informasi tentang kelompok. Prasangka juga dapat didefinisikan

sebagai sesuatu yang bersifat emosional, yang akan mudah

sekali menjadi motivator munculnya ledakan sosial. Menurut

Mar’at (1981), prasangka sosial adalah dugaan-dugaan yang

memiliki nilai positif atau negatif, tetapi biasanya lebih

bersifat negatif.

Sedangkan menurut David O. Sears dan kawan-kawan (1991),

prasangka sosial adalah penilaian terhadap kelompok atau

seorang individu yang terutama didasarkan pada keanggotaan

kelompok tersebut, artinya prasangka sosial ditujukan pada

orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya atau

kelompoknya.

Selanjutnya Kartono, (1981) menguraikan bahwa prasangka

merupakan penilaian yang terlampau tergesa-gesa, berdasarkan

generalisasi yang terlampau cepat, sifatnya berat sebelah dan

dibarengi tindakan yang menyederhanakan suatu realitas.

Prasangka sosial menurut Papalia dan Sally, (1985) adalah

sikap negatif yang ditujukan pada orang lain yang berbeda

dengan kelompoknya tanpa adanya alasan. yang mendasar pada

pribadi orang tersebut.

Menurut Sears individu yang berprasangka pada umumnya memiliki

sedikit pengalaman pribadi dengan kelompok yang diprasangkai.

Prasangka cenderung tidak didasarkan pada fakta-fakta

objektif, tetapi didasarkan pada fakta-fakta yang minim yang

diinterpretasi secara subjektif. Jadi, dalam hal ini prasangka

melibatkan penilaian apriori karena memperlakukan objek

sasaran prasangka (target prasangka) tidak berdasarkan

karakteristik unik atau khusus dari individu, tetapi

melekatkan karakteristik kelompoknya yang menonjol.

B. Ciri-ciri Prasangka Sosial

Ciri-ciri prasangka sosial menurut Brigham (1991) dapat

dilihat dari kecenderungan individu untuk membuat kategori

sosial (social categorization). Kategori sosial adalah kecenderungan

untuk membagi dunia sosial menjadi dua kelompok, yaitu

“kelompok kita” (in group) dan “kelompok mereka” (out group). In

group adalah kelompok sosial dimana individu merasa dirinya

dimiliki atau memiliki (“kelompok kami”). Sedangkan out group

adalah grup di luar grup sendiri (“kelompok mereka”). Ciri-

ciri dari prasangka sosial berdasarkan penguatan perasaan in

group dan out group adalah:

1. Proses generalisasi terhadap perbuatan anggota kelompok

lain

Menurut Ancok dan Suroso (1995), jika ada salah seorang

individu dari kelompok luar berbuat negatif, maka akan

digeneralisasikan pada semua anggota kelompok luar.

Sedangkan jika ada salah seorang individu yang berbuat

negatif dari kelompok sendiri, maka perbuatan negaitf

tersebut tidak akan digeneralisasikan pada anggota

kelompok sendiri lainnya.

2. Kompetisi sosial

Kompetisi sosial merupakan suatu cara yang digunakan oleh

anggota kelompok untuk meningkatkan harga dirinya dengan

membandingkan kelompoknya dengan kelompok lain dan

menganggap kelompok sendiri lebih baik daripada kelompok

lain.

3. Penilaian ekstrim terhadap anggota kelompok lain

Individu melakukan penilaian terhadap anggota kelompok

lain baik penilaian positif ataupun negatif secara

berlebihan. Biasanya penilaian yang diberikan berupa

penilaian negatif.

4. Pengaruh persepsi selektif dan ingatan masa lalu

Pengaruh persepsi selektif dan ingatan masa lalu biasanya

dikaitkan dengan stereotipe. Stereotipe adalah keyakinan

(belief) yang menghubungkan sekelompok individu dengan

ciri-ciri sifat tertentu atau anggapan tentang ciri-ciri

yang dimiliki oleh anggota kelompok luar. Jadi,

stereotipe adalah prakonsepsi ide mengenai kelompok,

suatu image yang pada umumnya sangat sederhana, kaku, dan

klise serta tidak akurat yang biasanya timbul karena

proses generalisasi. Sehingga apabila ada seorang

individu memiliki stereotipe yang relevan dengan individu

yang mempersepsikannya, maka akan langsung dipersepsikan

secara negatif.

5. Perasaan frustasi (scope goating)

Menurut Brigham (1991), perasaan frustasi (scope goating)

adalah rasa frustasi seseorang sehingga membutuhkan

pelampiasan sebagai objek atas ketidakmampuannya

menghadapi kegagalan. Kekecewaan akibat persaingan antar

masing-masing individu dan kelompok menjadikan seseorang

mencari pengganti untuk mengekspresikan frustasinya

kepada objek lain. Objek lain tersebut biasanya memiliki

kekuatan yang lebih rendah dibandingkan dengan dirinya

sehingga membuat individu mudah berprasangka.

6. Agresi antar kelompok

Agresi biasanya timbul akibat cara berpikir yang

rasialis, sehingga menyebabkan seseorang cenderung

berperilaku agresif.

7. Dogmatisme

Dogmatisme adalah sekumpulan kepercayaan yang dianut

seseorang berkaitan dengan masalah tertentu, salah

satunya adalah mengenai kelompok lain. Bentuk dogmatisme

dapat berupa etnosentrisme dan favoritisme. Etnosentrisme

adalah paham atau kepercayaan yang menempatkan kelompok

sendiri sebagai pusat segala-galanya. Sedangkan,

favoritisme adalah pandangan atau kepercayaan individu

yang menempatkan kelompok sendiri sebagai yang terbaik,

paling benar, dan paling bermoral.

C. Sumber-Sumber Penyebab Prasangka Sosial

Sumber penyebab prasangka secara umum dapat dilihat

berdasarkan tiga pandangan, yaitu:

Ketidaksetaraan Sosial

Ketidaksetaraan sosial ini dapat berasal dari ketidaksetaraan

status dan prasangka serta agama dan prasangka.

Ketidaksetaraan status dan prasangka merupakan kesenjangan

atau perbedaan yang mengiring ke arah prasangka negatif.

Sebagai contoh, seorang majikan yang memandang budak sebagai

individu yang malas, tidak bertanggung jawab, kurang

berambisi, dan sebagainya, karena secara umum ciri-ciri

tersebut ditetapkan untuk para budak. Agama juga masih menjadi

salah satu sumber prasangka. Sebagai contoh kita menganggap

agama yang orang lain anut itu tidak sebaik agama yang kita

anut.

Identitas Sosial

Identitas sosial merupakan bagian untuk menjawab “siapa aku?”

yang dapat dijawab bila kita memiliki keanggotaan dalam sebuah

kelompok. Kita megidentifikasikan diri kita dengan kelompok

tertentu (in group), sedangkan ketika kita dengan kelompok lain

kita cenderung untuk memuji kebaikan kelompok kita sendiri.

Konformitas

Konformitas juga merupakan salah satu sumber prasangka sosial.

Menurut penelitian bahwa orang yang berkonformitas memiliki

tingkat prasangka lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak

berkonformitas.

1. Prasangka secara Emosional

Prasangka sering kali timbul dipicu oleh situasi sosial,

padahal faktor emosi juga dapat memicu prasangka sosial.

Secara emosional, prasangka dapat dipicu oleh frustasi dan

agresi, kepribadian yang dinamis, dan kepribadian otoriter.

2. Prasangka Kognitif

Memahami stereotipe dan prasangka akan membantu memahami

bagaimana otak bekerja. Selama sepuluh tahun terakhir,

pemikiran sosial mengenai prasangka adalah kepercayaan yang

telah distereotipekan dan sikap prasangka timbul tidak hanya

karena pengkondisian sosial, sehingga mampu menimbulkan

pertikaian, akan tetapi juga merupakan hasil dari proses

pemikiran yang normal. Sumber prasangka kognitif dapat dilihat

dari kategorisasi dan simulasi distinktif.

Menurut Blumer, (dalam Zanden, 1984) salah satu penyebab

terjadinya prasangka sosial adalah adanya perasaan berbeda

dengan kelompok lain atau orang lain misalnya antara kelompok

mayoritas dan kelompok minoritas. Prasangka sosial terhadap

kelompok tertentu bukanlah suatu tanggapan yang dibawa sejak

lahir tetapi merupakan sesuatu yang dipelajari. Menurut Kossen

(1986) seseorang akan belajar dari orang lain atau kelompok

tertentu yang menggunakan jalan pintas mental prasangka. Jadi,

seseorang memiliki prasangka terhadap orang lain karena

terjadinya proses belajar.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prasangka Sosial

Proses pembentukan Prasangka sosial menurut Mar’at (1981)

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Pengaruh Kepribadian

Dalam perkembangan kepribadian seseorang akan terlihat

pula pembentukan prasangka sosial. Kepribadian otoriter

mengarahkan seseorang membentuk suatu konsep prasangka

sosial, karena ada kecenderungan orang tersebut selalu

merasa curiga, berfikir dogmatis dan berpola pada diri

sendiri.

2. Pendidikan dan Status

Semakin tinggi pendidikan seseorang dan semakin tinggi

status yang dimilikinya akan mempengaruhi cara

berfikirnya dan akan meredusir prasangka sosial.

3. Pengaruh Pendidikan Anak oleh Orangtua

Dalam hal ini orang tua memiliki nilai-nilai tradisional

yang dapat dikatakan berperan sebagai famili ideologi

yang akan mempengaruhi prasangka sosial.

4. Pengaruh Kelompok

Kelompok memiliki norma dan nilai tersendiri dan akan

mempengaruhi pembentukan prasangka sosial pada kelompok

tersebut. Oleh karenanya norma kelompok yang memiliki

fungsi otonom dan akan banyak memberikan informasi secara

realistis atau secara emosional yang mempengaruhi sistem

sikap individu.

5. Pengaruh Politik dan Ekonomi

Politik dan ekonomi sering mendominir pembentukan

prasangka sosial. Pengaruh politik dan ekonomi telah

banyak memicu terjadinya prasangka social terhadap

kelompok lain misalnya kelompok minoritas.

6. Pengaruh Komunikasi

Komunikasi juga memiliki peranan penting dalam memberikan

informasi yang baik dan komponen sikap akan banyak

dipengaruhi oleh media massa seperti radio, televisi,

yang kesemuanya hal ini akan mempengaruhi pembentukan

prasangka sosial dalam diri seseorang.

7. Pengaruh Hubungan Sosial

Hubungan sosial merupakan suatu media dalam mengurangi

atau mempertinggi pembentukan prasangka sosial.

Sehubungan dengan proses belajar sebagai sebab yang

menimbulkan terjadinya prasangka sosial pada orang lain,

maka dalam hal ini orang tua dianggap sebagai guru utama

karena pengaruh mereka paling besar pada tahap modelling

pada usia anak-anak sekaligus menanamkan perilaku

prasangka sosial kepada kelompok lain. Modelling sebagai

proses meniru perilaku orang lain pada usia anak-anak,

maka orang tua dianggap memainkan peranan yang cukup

besar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Ashmore dan DelBoka, (dalam Sears et all, 1985) yang

menunjukkan bahwa orang tua memiliki peranan yang penting

dalam pembentukan prasangka sosial dalam diri anak.

Dari uraian singkat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

prasangka social terjadi disebabkan adanya perasaan berbeda

dengan orang lain atau kelompok lain. Selain itu prasangka

sosial disebabkan oleh adanya proses belajar, juga timbul

disebabkan oleh adanya perasaan membenci antar individu atau

kelompok misalnya antara kelompok mayoritas dan kelompok

minoritas.

Prasangka sosial pada diri seseorang menurut Kossen (1986)

dipengaruhi oleh ketidaktahuan dan ketiadaan tentang objek

atau subjek yang diprasangkainya. Seseorang sering sekali

menghukum atau memberi penilaian yang salah terhadap objek

atau subjek tertentu sebelum memeriksa kebenarannya,

sehingga orang tersebut memberi penilaian tanpa mengetahui

permasalahannya dengan jelas, atau dengan kata lain

penilaian tersebut tidak didasarkan pada fakta-fakta yang

cukup.

E. Cara Mengurangi Prasangka Sosial

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi

dan mencegah timbulnya prasangka, yaitu:

1.Melalukan kontak langsung

2.Mengajarkan pada anak untuk tidak membenci

3.Mengoptimalkan peran orang tua, guru, individu dewasa

yang dianggap penting oleh anak dan media massa untuk

membentuk sikap menyukai atau tidak menyukai melalui

contoh perilaku yang ditunjukkan (reinforcement positive).

4.Menyadarkan individu untuk belajar membuat perbedaan

tentang individu lain, yaitu belajar mengenal dan

memahami individu lain berdasarkan karakteristiknya yang

unik, tidak hanya berdasarkan keanggotaan individu

tersebut dalam kelompok tertentu. Menurut Worchel dan

kawan-kawan (2000), upaya tersebut akan lebih efektif

jika dibarengi dengan kebijakan pemerintah melalui

penerapan hukum yang menjunjung tinggi adanya persamaan

hak dan pemberian sanksi pada tindakan diskriminasi baik

berdasarkan ras, suku, agama, jenis kelamin, usia, dan

faktorfaktor lainnya.

F. Terbentuknya Jarak Sosial

Prasangka sosial merupakan gejala psikologi sosial, prasangka

sosial ini merupakan masalah yang penting di bahas di dalam

intergroup relation, prasangka sosial atau juga prasangka kelompok

yaitu suatu prasangka yang diperlihatkan anggota-anggota suatu

kelompok terhadap kelompok-kelompok lain termasuk para

anggotanya satu kelompok menilai kelompok lain dengan norma

atau ukuran yang terdapat di dalam kelompoknya sendiri.

1. Dengan adanya penyelidikan yang cukup lama terlihat bahwa

sosial distance di hembuskan dari grup yang dominan sesuai

dengan status dan sudut pandangannya. Agar grup-grup yang

lemah atau gruop minoritas dapat di terima kedalam grup

moyoritas mau tidak mau harus mnyesuaikna diri dengan kelompok

mayoritas dan ia harus mnerima status yang diberikan.

2. Adanya rasa superioritas atau keunggulan kelompok atas

kelompok yang lain, rasa superioritas bisa bersumber pada

agama, geografis rasa, warna kulit dan sebagainya, anggota

keolompok di sini menganggap bahwa kelompok lain berada jauh

di bawah kelompoknya.

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan prasangka antara lain:

Warna kulit, tingkat hidup, agama dan sebagainya. Pada tahun

1935 dodd di dalam penelitianya menemukan bahwa social

distance yang terbesar ada pada kelompok keagamaan. Timbulnya

prasangka dapat diperkuat oleh keadaan politik individu atau

kelompok yang diliputi prasangka memiliki sikap serta

pandangan yang tidak obyektif dan wajar. Hal ini tentu saja

merupakan perkembangan kepribadianya.

G. Usaha Mengurangi Prasangka Sosial

Usaha-usaha mengurangi prasangka sosial antara golongan itu

kiranya jelas harus dimulai pada didikan, jelasnya bahwa

opasangka sosial itu sebenarnya adalah karena salah sangka,

miss informasi, miss interpretasi. Oleh karena itu usah untuk

mengurangi atau menghilangkan prasangka tetap dijalankan,

dikembangkan dan diusahakan perbaikannya. Usaha mengurangi

prasangka ini dibedakan atas atas dua usaha.

a. Usaha preventif: ini berupa usaha jangan sampai orang

atau kelompok terkena prasangaka. Menciptakan situasi

atau susasana yang tentram, damai, jauh dari rasa

permusahan. Melainkan dalam arti lapang dada dalam

bergaul dengan sessama manusia meskipun ada perbedaan,

perbedaan bukan berarti pertentangan , memperpendek jarak

sosial sehingga tidak sempat timbul prasangka. Usaha ini

sebaiknya harus di lakukan oleh orang tua pada anak, guru

terhadap anak didiknya, masyarkat, media dan sebagainya.

b. Usaha curatif. Usaha ini menyembuhkan orang yang sudah

terkena prasangka, usaha disini berupa usaha menyadarkan.

Prasangka adalah hal yang selalu merugikan tidak ada hal

yang bersifat positif bagi kehidupan bersama , justru

adanya prasangka itu pihak luar/pihak ketiga melahan

dapat menarik kuntungan dengan jalan memperalat atau

menimbulkan suasana panas dan kacau dari golongan yang

diprasangkai demi keuntungan pihak ketiga

H. Stereotip

Stereotip merupakan gambaran atau tanggapan tertentu seseorang

terhadap individu/kelompok yang diprasangkai. Menurut Johnson

& Johnson stereotipe  dilestarikan dan  dikukuhkan  dalam empat

cara:

1. Stereotipe mempengaruhi apa yang kita rasakan dan kita

ingat berkenaan dengan tindakan orang-orang dari kelompok

lain.

2. Stereotipe membentuk penyederhanaan gambaran secara

berlebihan pada anggota kelompok lain. Individu cenderung

untuk begitu saja menyamakan perilaku individu-individu

kelompok lain sebagi tipikal sama.

3. Stereotipe dapat menimbulkan pengkambing hitaman.

I. Dampak Prasangka Sosial

Prasangka sosial menurut Rose, (dalam Gerungan, 1981) dapat

merugikan masyarakat secara dan umum dan organisasi khususnya.

Hal ini terjadi karena prasangka sosial dapat menghambat

perkembangan potensi individu secara maksimal.

Selanjutnya Steplan (1978) menguraikan bahwa prasangka sosial

tidak saja mempengaruhi perilaku orang dewasa tetapi juga

anak-anak sehingga dapat membatasi kesempatan mereka

berkembang menjadi orang yang memiliki toleransi terhadap

kelompok sasaran misalnya kelompok minoritas. Rosenbreg dan

Simmons, (1971) juga menguraikan bahwa prasangka sosial akan

menjadikan kelompok individu tertentu dengan kelompok individu

lain berbeda kedudukannya dan menjadikan mereka tidak mau

bergabung atau bersosialisasi. Apabila hal ini terjadi dalam

organisasi atau perusahaan akan merusak kerjasama. Selanjutnya

diuraikan bahwa prasangka sosial dapat bertahan dalam jangka

waktu yang lama karena prasangka sosial merupakan pengalaman

yang kurang menyenangkan bagi kelompok yang diprasangkai

tersebut.