Review Psikologi Umum II
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Review Psikologi Umum II
BAB I
PENDAHULUAN
Sebelum masuk ke perkuliahan, penulis merasa sedikit
memiliki keberanian untuk mengikuti mata kuliah Psikologi Umum
2 yang diampu oleh dosen Dra. Indra Ratna Kusuma Wardani,
M.Si. Mengaa?. Karena penulis mendapatkan gosip-gosip yang
kurang mengenakkan, bahwa dosen pengampu ialah dosen yang
tegas dan mengharuskan mahasiswanya untuk selalu aktif.
Setelah memasuki perkuliahan, gosip-gosip tersebut benar
adanya. Dosen mengharuskan mahasiswanya uuntuk lebih aktif
dibandingkan dengan pengajar. Hal itu dilakukan untuk
mahasiswa itu sendiri yang akan menjadi bekal untuk
kedepannya. Tetapi, meskipun telah ditekankan sedemikian rupa,
mahasiswa yang aktif dapat dihitung dengan jari. Dosen
bertanya kepada mahasiswa, apa yang membuat mahasiswa tidak
aktif?. Penulis ingat betul jawaban-jawaban dari mahasiswa,
seperti: mahasiswa tidak aktif karena merasa gugup, takut. Ada
juga yang mengatakan karena belum terbiasa.
Terlepas dari itu semua, dosen juga selalu menekankan
bahwa untuk apa seorang dosen ditentakan sebagai pengajar dan
pendidik. Penulis ingat betul jawaban dari salah satu
mahasiswa, yaitu Kurniawan, mengatakan bahwa "selain sebagai
pengajar dan pendidik juga untuk pembentukan karakter. Jadi
tidak hanya sekedar transfer ilmu". Penulis setuju dengan
pernyataan tersebut, mengapa?, karena pengajar dan pendidik
harus selalu dibarengi, jika dosen hanya sebagai pengajar,
artinya pengajar tidak membentuk karakter mahasiswanya
sedemikian rupa seperti halnya apa yang diajarkannya.
1
Poin penting dalam resensi ini adalah, motivasi,
kepribadian, interaksi sosial dan karakteristik sunnah sosial
serta abnormalitas. Menurut KBBI, review/resensi ialah
pertimbangan atau pembicaraan tentang buku; ulasan buku. Jadi
resensi adalah mengulas kembali atau meninjau kembali isi
buku, dengan mengkritik memberikan kelebihan dan kekurangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MOTIVASI
Setiap individu memiliki motivasi yang berbeda-beda
yang dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti keadaan.
Keadaan yang positif cenderung menimbulkan motivasi yang
kuat dan sebaliknya.
Setiap manusia membutuhkan makanan, tanpa makan
manusia tidak akan bertahan hidup. Saat manusia merasa
adanya dorongan rasa lapar, maka rasa lapar itu akan
merangsang untuk melakukan kegiatan sampai rasa lapar itu
hilang.
Rasa lapar itu memang merupakan motivator yang kuat.
Untuk bertahan hidup manusia butuh makan.
2
Artinya, motivasi dipengaruhi oleh dorongan-dorongan
yang menghendakinya. Seseorang yang sehat, sempurna secara
fisik tidak akan bisa mengangkat sebuah buku jika tidak ada
kehendak yang mmendukungnya. Menurut penulis, kehendak
sangat dibututhkan untuk melakukan sesuatu. Seperti contoh
diatas, manusia tidak akan makan ketika lapar jika tidak
ada kehendak yang mendukungnya. Orang sakit juga bisa cepat
sembuh jika ada kehendaknya yang mendukungnya.
Dorongan-dorongan dalam diri manusia untuk melakukan
sesuatu perilaku/tindakan disebut dengan motif. Jadi,
contoh diatas adalah motif yang telah aktif.
Saat individu merasa orang lain sebagai penghambat
kemajuan hidupnya, itu salah besar, sejatinya penghambat
itu adalah dirinya sendiri. Mengapa?. Karena individu
tersebut terlalu memikirkan sebelah sisi orang lain tanpa
tau dimana dia berada (Indra RKW, 2008). Kita tidak perlu
menyalahkan orang lain, tidak perlu mengusik hidup orang
lain, introspeksi dirilah yang diperlukan agar hidup
menjadi lebih baik. Benahi diri jika ada sesuatu yang
salah.
Semua kekurangan yang ditemukan dalam kehidupan itu
adalah karena kurangnya kehendak.
Kehendak tanpa kebijakan samahalnya dengan kebijakan
tanpa kehendak. Maka dari itu, hendaklah keduanya selaras.
Apa yang dilisankan harus sesuai dengan apa yag ada didalam
hati. Lisan berkata iya, tetapi hati selalu mengatakan
tidak. Seseorang berkata, "saya ingin belajar dengan giat
agar dapat masuk perguruan tinggi negeri". Tetapi didalam
3
hatinya, "Tidak, saya tidak akan bisa masuk perguruan
tinggi negeri". Maka meski dengan sepenuh kehendaknya, itu
tidak akan dapat dilakukannya.
"Bukan di air beriak seseorang dapat dapat melihat citranya
terpantulkan, di air tenanglah dia bisa melihatnya secara jelas.
Hati kita bagai air, & bila hati tenang maka kebijakan akan
memencar dengan sendirinya. Kebersamaan antara kebijakan &
kehendak dalam mekanisme kerja, akan mengantar seseorang
kepada keberhasilan" (Indra RKW, 2008).
Sebisa mungkin, kebijakan dan kehendak harus selaras
dalam setiap tindakan atau perbuatan.
B. KEPRIBADIAN
Pada saat kuliah berlangsung, penulis merasa lucu pada
saat dosen bertanya apa yang dia jawab pada pertanyaan yang
diajukan oleh temannya via SMS, "Kepribadian dan karakter
beda atau tidak". Dosen meminta kepada mahasiswa untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Seperti biasa dosen
memerintahkan mahasiswa untuk aktif dalam perkuliahan.
Jawaban demi jawaban pun dilontarkan oleh mahasiswa. Dan
itu cukup menyita banyak waktu. Dan akhirnya dosenpun
memberitahukan apa yang dia jawab pada saat itu, jawabannya
adalah "sama".
Allport (1971) mengemukakan, "Kepribadian terletak
dibalik tindakan tertentu dan dalam individu dan sistem
yang menyusun kepribadian dalam segala hal adalah
kecenderungan yang menentukan" (Sobur, 2003: 300). Jadi
tindakan yang dilakukan oleh individu mencerminkan
4
bagaimana kepribadiannya. Kepribadian seseorang tersusun
dari semua sifat yang dimilikinya. Kepribadian juga berarti
ciri-ciri watak seorang individu.
Meski tidak semua orang dapat mengartikan apa itu
kepribadian.
Berdasarkan pendekatan tipologis (Hippocrates dan
Galenus) dalam Sobur (2003) yang penulis kutip ada empat
tipe kepribadian yang mendasarkan tipologinya pada cairan-
cairan tubuh yang mempengaruhi temperamen seseorang, yaitu:
1. Melankolisi dipengaruhi oleh empedu hitam. Orang-orang
tipe ini selalu bersikap murung atau muram, pesimistis
dan selalu menaruh rasa curiga.
Dan juga orang tipe ini, biasanya memiliki kecerdasan
dan estetika tinggi. Tipe melankolisi adalah tipe
pembelajar. Untuk beberapa kasus, mereka suka
menganggap dirinya tak lebih banyak tahu dari orang
lain. Padahal, mereka banyak memiliki pengetahuan.
Perasaan mereka sangat sensitif. Karena itulah, orang-
orang tipe ini memiliki intuisi kuat.
2. Sanguinisi dipengaruhi oleh darah. Orang-orang tipe
ini selalu menunjukkan wajah yang berseri-seri,
periang atau selalu gembira dan bersikap optimis.
Sanguin ialah orang yang ekstrover sangat jelas jika
sanguinisi mudah bersosialisasi, bahkan mampu membuat
orang yang baru saja diajak berkenalan merasa dekat.
Orang-orang sanguinisi adalah tipe yang suka bergaul
dan spontan. Meski demikian, mereka bukan pengambil
5
keputusan yang bijak, karena hampir semua keputusan
mereka ambil dengan dilandasi emosi dan perasaan.
3. Flegmatisi dipengaruhi oleh cairan lendir. Orang-orang
tipe ini sifatnya lamban dan pemalas, wajahnya selalu
pucat, pesimis, pembawaannya tenang, pendiriannya
tidak mudah berubah.
Flegmatisi merupakan orang yang introver (bersifat
tertutup). Soal hubungan, tipe flegmatisi termasuk
orang yang setia dalam hubungan percintaan maupun
pertemanan. Ketulusan membuat aura baiknya terpancar
jelas. Dalam urusan berpikir, mereka termasuk orang
yang praktis dan konvensional. Tipe ini cenderung
tenang dan bisa menguasai diri dengan baik. Karena
itulah, perubahan emosinya jarang bisa terlihat. Meski
demikian, orang tipe ini kebanyakan adalah orang yang
enggan mengambil resiko.
4. Kolerisi dipengaruhi oleh empedu kuning. Orang-orang
tipe ini bertubuh besar dan kuat, namun naik darah dan
sukar mengendalikan diri, sifatnya garang dan agresif.
Kolerisi biasanya ekstrover. Tetapi tidak mudah
berempati dan cenderung tak berbelas kasih. Meski
demikian, kolerisi biasanya memiliki disiplin tinggi
dan tidak pernah mangkir dari tugas.
Pendekatan tipilogi lainnya, yaitu Tipologi Kretschmer
yang mula-mula dikembangkan oleh Carl Gustav Jung lalu
dilanjutkan oleh H.J.Eyesenck. Dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu:
6
1. Tipe extrovert, adalah orang-orang yang perhatiannya
lebih diarahkan ke luar dirinya, kepada orang-orang
lain dan kepada masyarakat.
Orang dengan tipe ini banyak disenangi oleh orang
banyak karena mudah bergaul dan menyesuaikan diri,
lancar dalam bicara, tidak canggung dan suka bekerja
bersama orang-orang lain.
2. Tipe introvert, adalah orang-orang yang perhatiannya
lebih mengarah pada dirinya, ada "aku"-nya.
Orang dengan tipe ini lekas malu dan canggung, sulit
menyesuaikan diri dan kaku dalam pergaulan, lebih
tertutup dan lebih memilih bekerja sendiri. Seseorang
yang memiliki pribadi introvert akan susah untuk
memiliki teman yang baru karena sosialisasinya
terhambat dan komunikasinya kurang sehingga terkadang
membuat orang lain optimis dan selalu serius terhadap
lingkungan namun satu hal yang diunggulkan dalam
pribadi introvert ini yaitu dia penuh perhatian
terhadap sosialnya dan menjadikannya tenang dan damai
tidak suka keadaan yang ramai.
Yang menjadikan dasar perbedaan pribadi introvert dan
ekstrovert ialah sifat dasar biologis dan genetiknya
bukan terletak pada perilakunya.
Dari tipe-tipe kepribadian diatas, dalam kehidupan
sehari-hari, kita sebenarnya sering malakukan penilaian
kepribadian, bisa dari penampilan seseorang atau dari cara
bicaranya. Menurut penulis, tidak ada seseorang yang benar
introvert dan benar-benar ekstrovert.
7
Menurut penulis, kepribadian yang sehat itu ialah
dengan tindakan-tindakan yang dapat membuat kebahagian baik
untuk diri sendiri maupun orang lain serta berbuat baik dan
tidak merugikan orang lain. Sejatinya tidak ada kepribadian
yang benar-benar sehat.
Sedangkan kepribadian yang sakit ialah dengan tidak
mampu berhubungan dengan orang lain, bertindak dengan
tindakan yang merugikan diri sendiri terlebih merugikan
orang lain dan mengarah ke nilai-nilai negatif. Contohnya,
bermuka dua, dapat ditunjukkan dengan berbohong. Sombong,
curang, kikir, zalim dan masih banyak lainnya, itu juga
termasuk dalam kepribadian yang sakit.
Contoh lainnya, seorang dermawan yang selalu memberi
tidak dapat dibenarkan memiliki kepribadian yang sehat,
bisa saja ia melakukan itu semua karna setiap perbuatannya
ingin dipuji oleh orang lain. Maka dapat dikatakan individu
tersebut memiliki kepribadian yang sakit. karena memiliki
sifat riya.
Kemudian, dengan kepribadian yang sehat dan sakit itu
kita dapat menyeimbanginya dengan membuat kompromi diantara
keduanya. Artinya, dengan memenuhi berbagai kebutuhan fisik
dalam batas-batas tertentu dan di saat yang sama juga
berupaya memenuhi berbagai kebutuan spiritualnya (Indra
RKW, 2008)
Dengan kata lain, yang terbaik adalah dengan harus
bisa beramal baik untuk dunia maupun akhirat. Berbuat baik
tanpa pamrih, tanpa riya semata-mata untuk mendapatkan
ridho dari yang Maha Kuasa.
8
Handout materi kepribadian (rangkuman) oleh dosen
Indra RKW menurut penulis mudah dipahami sebab contoh-
contoh yang diberikan sesuai dengan kehidupan sehari-hari.
C. INTERAKSI SOSIAL
Manusia adalah makhluk sosial. Yaitu yang dalam
kehidupannya membutuhkan orang lain. Artinya, tidak dapat
dihindari bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan
orang lain dalam kehidupannya. Oleh karena itu, manusia
selalu membutuhkan hubungan itu. Jadi, hubungan manusia
dengan manusia lainnya atau kelompok dengan kelompok lainnya
yang disebut dengan interaksi sosial.
Materi ini ditulis oleh Dra. Indra RKW, M.Si sebagai
rangkuman dari materi interaksi sosial yang diadaptasi dari
buku Psikologi Umum Irwanto. Mahasiswa dapat lebih mudah
memahami dan mengerti karena bahasa yang digunakan tidak
rumit.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu ditemukan
oleh berbagai macam bentuk sikap, perilaku manusia lainnya
yang membuat manusia memiliki persepsi sosial yang cenderung
mengevaluasi penampilan fisik, baik itu dari raut wajah,
fisik, cara berpakaian, berjalan, cara menatap, berjabat
tangan, nada suara, dan seterusnya (slide 2 interaksi sosial
(rangkuman)). Kemudian informasi yang beragam tersebut hanya
informasi tertentu yang menjelaskan rangsang (pembentukan
kesan).
Bagaimana kesan pertama yang dibentuk dapat
mempengaruhi penilaian atau keputusan tentang orang lain.
9
Pembentukan kesan pertama terhadap individu yang baru
bertemu terjadi dalam waktu sangat pendek, relative singkat.
Karena dipengaruhi oleh stereotip-stereotip tentang ciri--
ciri atau gambaran pada obyek tersebut.
Lalu itu dikembangkan lagi dengan adanya persepsi diri
dengan menunjukkan adanya kecenderungan untuk melihat
kesamaan yang ada antara individu dengan individu yang
ditemuinya (Gage dan Cronbach, 1995 dalam Irwanto, 2002).
Selanjutnya hal itu didukung oleh situasi kondisi (setting)
yang memadai, misal pada saat itu memberikan tempat duduk
pada seorang wanita dan itu akan menimbulkan daya tarik
terhadap individu tersebut.
Bila kesan pertama terbentuk, maka akan menerapkan
penilaian itu pada individu tersebut. Proses mencari
informasi tentang ciri-ciri individu dan menerapkan padanya
untuk menentukan reaksi selanjutnya disebut atribusi. Kesan
pertama seringkali salah karena lebih percaya persepsi diri
sendiri daripada kenyataan.
Hubungan yang baik seorang individu dengan individu
lainnya akan menghasilkan sikap yang baik dan sebaliknya.
Jika sikap yang dimunculkan buruk, itu akan menghasilkan
prasangka yang buruk, yang sulit diubah, merugikan obyek,
stereotip, overgeneralisasi (slide 5 interaksi sosial
(rangkuman)).
Penulis ingat betul dengan pernyataan dosen saat
menjawab salah satu pertanyaan dari mahasiswa, "sikap tidak
sama dengan perilaku. Sikap yang linear dengan perilaku
adalah sikap yang dibuktikan oleh perilaku yang mendukung,
10
dan sebaliknya, sikap yang tidak linear dengan perilaku
adalah sikap yang tidak didukung oleh perilaku" (Sabtu, 28
Desember 2014). Penulis sangat setuju dengan pernyataan
tersebut, artinya kita sebagai individu berperilakulah
sedemikian rupa agar menciptakan sikap yang sesuai. Sebagai
contoh, si X tidak suka dengan si Y karena si Y terlalu
cerewet, si X menunjukkan ketidaksukaannya tersebut dengan
mengabaikan dan menjauhi si Y. Artinya sikap linear dengan
perilaku. Contoh kedua, sebenarnya si A tidak suka dengan
hasil karya (lukisan) si B, tetapi si A menunjukkan perilaku
bahwa ia suka dengan hasil karya si B. Artinya sikap tidak
linear dengan perilaku.
Penulis kerap sekali bertemu dengan individu-individu
yanng memiliki sikap tidak linear dengan perilaku. Menurut
penulis itu sama saja dengan bermuka dua atau berbohong
(muka dua dapat diartikan dengan orang yang mau beradaptasi
tapi faktanya ia cenderung bersikap tidak konsisten dengan
integritasnya). Yang sering penulis temui, sebut saja mawar,
mawar mengaku pada penulis tidak menyukai melati dengan
alasan melati seseorang yang berlebihan, tetapi beberapa jam
kemudian penulis melihat mawar dan melati bermain bersama.
Bagaimana itu tidak disebut dengan bermuka dua?. Individu
tersebutlah yang tau jawabannya.
Menurut penulis materi rangkuman interaksi sosial ini
terlalu singkat sebagai rangkuman, sehingga membuat
mahasiswa mencari referensi lain sebagai tambahan. Sebaiknya
diberikan bebrapa kalimat penjelas agar mahasiswa lebih
mudah memahaminya.
11
Interaksi sosial sangatlah diperlukan dalam kehidupan
sehari-sehari. Dosen berkata, "lemahnya pribadi seseorang
karena kurangnya interaksi sosial dalam kehidupannya".
Artinya setiap individu tanpa terkecuali sangat membutuhkan
interaksi sosial. Sombong baginya jika tidak mau berhubungan
dengan orang lain, entah dengan alasan apapun. Dan sekalinya
dia introvert, tidak ada yang benar-benar introvert, pasti
dia membutuhkan orang lain.
Pada zaman sekarang ini, sering penulis temui individu
yang sedikit memiliki interaksi sosial di dunia nyatanya.
Tak heran dengan berkembangnya teknologi semakin marak
penggunanya. Contohnya saja gadget. Sejatinya gadget
difungsikan sebagai mempermudah sarana komunikasi. Tetapi
itu justru dialih fungsikan sebagai memperkecil berinteraksi
sosial secara nyata. Pada saat kita bertemu dengan
katakanlah sahabat kita, tak jarang kita menunduk fokus pada
gadget kita padahal ada seseorang yang lebih nyata mungkin
lebih penting dibandingkan dengan teman-teman di media
sosial kita. Tak heran jika ada kasus seorang suami
menceraikan istrinya melalui pesan singkat. Contoh lain,
biasanya ini terjadi pada anak kost, kamar sebelahanpun
terkadang berkomunikasi melalui pesan singkat, padahal jarak
kamar hanya berbatasan dengan tembok yang menyatukan masing-
masing kamar mereka.
Apa yang dapat ditarik dari contoh diatas?. Masing-
masing pribadi memiliki pendapat yang berbeda.
Sejatinya gadget itu penting mengingat dengan semakin
berkembangnya teknologi. Tetapi lebih bijaklah dalam
12
penggunaannya. Berinteraksi secara nyata jauh lebih baik
dibandingkan dengan dunia maya. Bermain dunia maya boleh
saja asalkan tidak mengabaikan dunia nyata. Sebaik-baiknya
teman dunia maya masih jauh lebih baik teman dunia nyata.
***
Kita hidup di dunia ini memiliki hukum-hukum yag
berlaku, misalnya hukun alam. Hukum alam samahalnya dengan
hukum karma. Dan setiap manusia hendaklah tunduk kepadanya.
Karena setiap apapun tindakan baik atauun buruk pastilah ada
balasannya.
Ada 3 kaidah yang berlaku dalam sunnah sosial, yaitu:
a. Hukum Tuhan bersifat mapan dan tidak tergantikan.
Artinya setiap tindakan apapun pastilah ada ganjarannya
b. Berlaku umum, tanpa kecuali. Tidak tampang bulu,
siapapun itu setiap erbuatan akan ada balasannya.
c. Hukum sosial itu adil. Barangsiapa menanam maka ia akan
memetiknya.
D. ABNORMALITAS
Selasa, 13 Januari 2015 adalah kuliah tambahan untuk
mata kuliah Psikologi Dasar II. Terjadwal pada kuliah
tambahan ini akan membahas tentang abnormalitas. Tetapi
justru pembahasan tentang abnormalitas hanya sedikit. Hal
itu dikarenakan abnormalitas telah mahasiswa pelajari dalam
mata kuliah Kesehatan dan Gangguan Mental. Pernyataan dosen
13
yang mengatakan bahwa seharusnya ini (Psikologi Dasar
materi abnormalitas) terlebih dahulu yang dipelajari
kemudian dilanjutkan dengan mata kuliah itu (kesehatan dan
gangguan mental) karena mata kuliah ini mata kuliah dasar.
Penulis sangat setuju dengan pernyataan tersebut. Jadi
seolah-olah anak lebih jauh berpengalaman dibanding dengan
orang tua. Anak adalah mata kuliah itu dan orang tua adalah
mata kuliah ini. Yang seharusnya adalah Orang tua lebih
jauh berpengalaman dibandingkan dengan anak.
Dalam Irwanto (2002), abnormalitas memeiliki beberapa
konsep, yaitu pendekatan sosial-budaya, pendekatan
statistik, pendekatan medis, pendekatan model belajar yang
disetiap konsenya memiliki masing-masing kriteria normal
dan abnormalnya.
Mengingat pada salah satu pertanyaan mahasiswa yaitu
Henny Santika (pertemuan terakhir, Selasa 13 Januari 2015)
tentang konsep abnormalitas ialah "Normal berasosiasi
dengan nilai-nilai positif dan abnormalitas di asosiasikan
dengan nilai-nilai negatif. Sedangkkan yang normal juga ada
nilai-nilai negatifnya. Mengapa demikian?". Menurut
penulis, ini pertanyaan yang bagus karena pertanyaan
tersebut berdasarkan dengan kehidupan sehari-hari. Jawaban
dosen atas pertanyaan tersebut mengarah ada stereotip
masyarakat yang cenderung beranggapan bahwa jika abnormal
memiliki nilai negatif dan normal memiliki nilai positif.
Dalam kehiduan sehari-hari dapat kita ketahui bahwa anak
yang berperilaku agresif dan impulsif dapat dikatakan
abnormal karena memiliki nilai-nilai negatif. Contoh lain,
14
seseorang yang terlalu sering mencuci tangannya,
beranggapan bahwa tangannya selalu kotor dapat dikatakan
abnormal karena memiliki nilai-nilai negatif dengan sesuatu
yang dilakukan berulang-ulang (kompulsi).
Orang jenius pun bisa memiliki gangguan jiwa, psikopat
misalnya. Normal memiliki nilai positif bukan berarti tidak
memiliki nilai negatif. Namun pendapat umum mengatakan
bahwa normal lebih memiliki nilai positif ketimbang dengan
abnormal. Dan kita cenderung mencari seseorang yang normal
dibandingkan dengan yang abnormal.
Seseorang dapat dikatakan normal karena memenuhi
kriteria normal, adapun kriteria tersebut dalam Irwanto
(2002) ialah individu yang memiliki persepsi yang efisian
terhadap kenyataan dan cukup realistik terhadap kemampuan.
Mampu mengenak diri sendiri dan mengendalikan perilakunya.
Dengan hal itu, individu akan memiliki harga diri dan
diterima oleh lingkungannya dan mampu memberi perhatian dan
membina hubungan cinta kasih dan hidup akan lebih
produktif.
Individu yang tidak menyukai binatang, dapat dikatakan
"sakit" dalam arti abnormalitas. Mengapa?. Karena tidak
seorang pun berhak untuk tidak menyukai makhluk hidup
lainnya. Tuhan saja tidak pernah untuk tidak menyukai
makhluknya, kita yang makhluknya tidak pantas untuk tidak
menyukai makhluk lainnya.
Tidak menyukai sesuatu atau takut pada sesuatu dapat
dikatakan fobia. Fobia yang sering dialami pada masyarakat
15
umum adalah fobia binatang, atau yang disebut dengan
zoofobia.
Sejatinya, gangguan psikologis muncul ketikas
seseorang tidak mampu menjalani kehidupan pada suatu waktu
tertentu.
Terlepas dari itu semua, sejatinya individu yang
memiliki gangguan mental ingin bebas dari itu semua. Salah
satu jalan keluarnya adalah dengan melalukan psikoterapi.
Dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan psikologis
atau dengan pendekatan agama.
Dengan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta kita
dapat menghilangkan keresahn-kerasahan yang ada. Karena
keimanan keada Tuhan merupakan kekuatan yang luar biasa.
Ketika merasa berdosa kepada Tuhan atau orang lain,
hendaklah kita harus segera meminta maaf. Dengan meminta
maaf, tidak tau itu akan diterima atau tidak setidaknya
kita telah menghilangkan sedikit rasa bersalah.
Tidak pantas menutup hati, menututp hati akan menutup
hati kepada Tuhan.
16
BAB III
PENUTUP
A. KRITIK DAN SARAN
1. Motivasi
Banyak hal yang dicontohkan dalam materi motivasi
ini, terutama contoh-contoh dalam kehidupan sehari-
hari, seperti kurangnya motivasi belajar. Dosen
memberikan dorongan motivasi yang baik. Sebaiknya hal
itu selalu dipertahankan sebagai pengajar dan pendidik
agar menghasilkan mahasiswa yang baik secara lahir dan
batin.
2. Kepribadian
Pada saat kuliah berlangsung, dosen bertanya
kepada mahasiswa apa yang dia jawab untuk menjawab
pesan singkat dari temannya atas pertanyaan apakah
kepribadian dan karakter itu berbeda?. Seperti biasa
dosen mengharuskan mahasiswa untuk aktif dikelas.
Jawaban demi jawaban dilontarkan. Menurut penulis itu
sangat menyita banyak waktu, sekitar setengah jam
hanya untuk membahas hal itu.
Seharusnya dosen memberitahukan apa jawaban yang
sebenarnya dan memberikan penjelasan atas jawaban
tersebut guna untuk mempersingkat waktu. Karena pada
saat itu masih banyak materi yang harus dibahas.
3. Interaksi Sosial
17
Penulis tertarik pada sub materi ini, karena cara
dosen menyampaikan sub materi ini disertai dengan
contoh-contoh yang mudah dipahami dan sesuai dengan
kehiduan sehari-hari. Sehingga baik penulis maupun
mahasiswa lebih memahami secara nalar agar kelak
dikehidupan selanjutnya mampu menerapkannya lebih baik
dan lebih baik lagi.
4. Abnormalitas
Dalam materi abnormalitas ini sedikit dosen
menjelaskan materi, karena mahasiswa telah terlebih
dahulu mempelajarinya dalam mata kuliah lain.
Seharusnya dosen menjelaskan secara singkat dan garis
besar, agar mahasiswa bisa lebih dalam mempelajari
materi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Indra, RKW. 2008. Motivasi (Psikologi Umum 2). Materi
Disajikan dalam Perkuliahan Psikologi Umum 2. Yogyakarta.
(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.
. RKW. 2008. Interaksi Sosial (Rangkuman). Materi
Disajikan dalam Perkuliahan Psikologi Umum 2. Yogyakarta.
(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.
, RKW. 2008. Kepribadian (Rangkuman). Materi Disajikan
dalam Perkuliahan Psikologi Umum 2. Yogyakarta. (Tidak
diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.
18
, RKW. 2008. Abnormalitas (Psikologi Umum 2). Materi
Disajikan dalam Perkuliahan Psikologi Umum 2. Yogyakarta.
(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.
, RKW. 2008. Karakteristik Sunnah Sosial. Materi
Disajikan dalam Perkuliahan Psikologi Umum 2. Yogyakarta.
(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.
Irwanto, dkk. 2002. Psikologi Umum. Jakarta: Arcan.
Sobur, Alex. 2003. PSIKOLOGI UMUM Dalam Lintasan Sejarah.
Bandung: Pustaka Setia
LAMPIRAN
19
Format review, sebagian besar penulis mengikuti format dibawah
ini:
BAB I
PENDAHULUAN
A. Selayang Pandang
Sebelum masuk ke materi selayang pandang, penyusun ingin
mengutarakan sedikit perjalanan mata kuliah psikologi
pendidikan ini di pertemuan awal. Ketika pertama kali ibu
dosen pengampu mata kuliah psikologi pendidikan Indra Ratna
Kusuma Wardani masuk ke ruang kelas, semuanya seketika hening
dan saat mengajar beliau menekankan peranan mahasiswa yang
lebih aktif dibandingkan dosen atau dengan menggunakan sistem
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dimana peran siswa lebih
aktif dibanding pengajarnya. Akan tetapi sayangnya mahasiswa
belum bisa menerapkannya, mereka hanya menjadi pendengar setia
dan pasif dalam mengikuti mata kuliah meskipun ada yang
sedikit yang aktif tetapi jumlahnya masih bisa dihitung dengan
jari, yang aktif pun kebanyakan harus ditunjuk terlebih dahulu
oleh dosen. Penyusun terkesan dengan pernyataan salah satu
mahasiswa bernama Anggoro ketika menanggapi pertanyaan dosen
20
tentang mengapa diberlakukannya metode tersebut. Pernyataan
Anggoro adalah “Ibu memperlakukan kami seperti ini agar
nantinya kami dapat menerapkan ilmu yang ibu berikan dengan
baik, ibaratnya ibu memberi kami benih bunga yang nantinya
kami rawat dengan baik agar bisa menjadi bunga yang indah dan
bukan memberi langsung bunganya kepada kami.” Selain itu
kalimat dari dosen yang sampai sekarang masih penyusun ingat
adalah “Semoga kalian bisa menerima mata kuliah ini dengan
ikhlas dan bukan dari hati lagi tetapi sudah sampai ke kalbu.”
Awalnya ketika mendapat handout dari dosen pengampu,
penyusun merasa lucu melihat kata selayang pandang di handout
tersebut, akan tetapi penyusun kurang mempedulikan apa
sebenarnya makna dari selayang pandang tersebut. Setelah
beberapa minggu kuliah berlangsung, dosen sempat bertanya
kepada mahasiswa apa makna selayang pandang namun tak ada satu
pun mahasiswa di kelas penyusun yang mengetahui apa makna dari
selayang pandang tersebut, akhirnya penyusun memutuskan untuk
mencari pengertian dari selayang pandang di Kamus Besar Bahasa
Indonesia yang berarti secara singkat. Setelah membaca materi
dari selayang pandang, penyusun menyimpulkan bahwa materi
selayang pandang merupakan pandangan secara garis besar dari
21
materi-materi yang akan di bahas selama satu semester mata
kuliah psikologi pendidikan ini. Pada handout selayang pandang
terdapat poin penting, yaitu tentang keunikan masing-masing
individu (individual differences) yang harus di hormati karena
semua ciptaanNya diciptakan secara unik, khas dan tiada
duanya. Pada replika juga lebih banyak dijelaskan tentang
perbedaan individual yaitu mengenai keragaman kecakapan dan
kepribadian, serta tentang kecerdasan. Berkaitan dengan
individual differences menurut Woytila menjadikan orang lain
sebagai “aku lain”, sehingga orang lain merupakan “aku lain”
yang harus aku cintai dan bukan aku musuhi. Menurut Harefa
tugas, tanggung jawab dan panggilan pertama manusia di dunia
adalah menjadi manusia pembelajar dengan pelajaran utama,
yaitu menjadikan dirinya semanusiawi mungkin. Kalimat tersebut
menyarankan bahwa peserta didik harus mampu memahami, berpikir
dan berpendapat tidak hanya dari sudut pandang diri sendiri,
namun mempertimbangkan juga dari sudut pandang orang lain,
dengan memperlakukan dirinya semanusiawi mungkin, melalui
proses pembelajaran yang berpotensi dapat diekspresikan ke
dunia luar.
22
Poin penting lainnya tentang syarat belajar (dalam
pendidikan) yang ditegaskan oleh Harefa (2000) adalah membuka
diri, hati bersih dari prasangka, dan bebas dari penghakiman
dini. Ketiga syarat tersebut dimaksudkan sebagai individu
diharapkan kerelaannya ketika belajar untuk membuka diri agar
pelajaran yang dipelajari dapat diterima dengan baik, selain
membuka diri, hati juga harus bersih dari prasangka, baik
prasangka terhadap pengajar maupun materi yang diberikan dan
hal paling penting adalah bebas dari penghakiman dini. Hal
tersebut dimaksudkan agar menjadi mahasiswa jangan sok tahu
menganggap apa yang menurut diri sendiri benar tapi belum
tentu benar juga menurut orang lain, contohnya saat bertanya
dan menjawab setiap pertanyaan harus memiliki landasan teori
atau ibaratnya pondasi agar saat bertanya maupun menjawab
tidak hanya sekedar bertanya maupun menjawab dan ketika
menjawab harus obyektif jangan subyektif.
Landasan teori merupakan hal penting yang disertakan saat
bertanya maupun menjawab, namun hal tersebut yang membuat
mahasiswa menjadi kurang aktif dengan alasan karena terbiasa
“disuapi” oleh para pengajar sebelumnya jadi ketika sistem ini
diberlakukan semua enggan untuk bertanya apalagi menjawab
23
untuk mencari aman. Walaupun sudah diancam (dengan maksud
yang positif) jika tidak pernah aktif di dalam kelas jangan
harap mendapat skor lebih dari “C” tetapi tetap saja banyak
yang kurang aktif pada saat awal-awal perkuliahan termasuk
penyusun.
Penjelasan materi selayang pandang sangat baik dan rinci
mengenai ruang lingkup Psikologi Pendidikan. Hendaknya
mahasiswa telah mengetahui sedikitnya pandangan singkat mata
kuliah ini selama satu semester. Materi dalam selayang
pandang awalnya dirasa susah dipahami, karena bahasa yang
cukup ilmiah dan formal membuat penyusun berulang kali membaca
agar memahami dengan benar makna setiap katanya. Terdapat juga
sisi positif agar mahasiswa menjadi terbiasa untuk menggunakan
bahasa yang ilmiah dan formal dalam konteks yang tepat.
Situasi perkuliahan di kelas, dosen lebih banyak
memberikan peluang untuk mahasiswanya dalam menjawab
pertanyaan yang ditanyakan dibanding dosen menjawab
pertanyaannya langsung dengan tujuan membuat suasana lebih
hidup dan kelas lebih aktif, namun kenyatanya kelas kurang
aktif karena kurangnya pemahaman dari mahasiswa. Terkadang
mahasiswa juga disarankan agar mandiri untuk menyimpulkan
24
sendiri jawabannya dari setiap jawaban dari mahasiswa lainnya,
namun karena kurangnya konsentrasi, penyusun pun terkadang
merasa kurang bisa menangkap kesimpulan dari setiap jawaban
yang diberikan sehingga tidak mengetahui jawaban yang lebih
tepat.
25
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Psikologi, Pendidikan dan Pengajaran (Prolog)
Para ahli memberikan definisi yang beragam mengenai kata
psikologi, diantaranya dari Chaplin,1972 (dalam Syah, 2010)
yang mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan
mengenai perilaku manusia dan kerumitannya ketika mereaksi
arus dan perubahan alam sekitar dan peristiwa-peristiwa
kemasyarakatannya yang mengubah lingkungan. Gleitman,1986
(dalam Syah,2010) mendefinisikan psikologi merupakan ilmu
pengetahuan yang berusaha memahami perilaku manusia, alasan
dan cara melakukan sesuatu, dan juga memahami cara makhluk
tersebut berpikir dan berperasaan. Selain Chaplin dan Gleitman
menurut Poerbakawatja dan Harahap, 1982 (dalam Syah, 2010)
arti psikologi sebagai cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
mengadakan penyelidikan atas gejala-gejala dan kegiatan-
kegiatan jiwa. Berdasarkan pengertian diatas, dapat penyusun
simpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
tingkah laku dari ekspresi jiwa, sehingga psikologi pendidikan
merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku dari
26
ekspresi jiwa mengenai proses belajar mengajar. Hikmah yang
penyusun dapat dari psikologi pendidikan adalah penyusun lebih
memahami dan mengerti bagaimana memecahkan permasalahan yang
dihadapi mengenai cara dan proses belajar mengajar. Pendidikan
yang erat kaitannya dengan belajar berlaku sepanjang hayat,
sehingga dengan mengetahui dan menerapkannya, diharapkan
peserta didik akan menjadi lebih mengerti bagaimana cara
menghadapi dan menyelesaikan permasalahan tersebut.
Ketika perkuliahan, dosen sangat menekankan perbedaan
antara pendidik dan pengajar. Pengajar adalah seseorang yang
memindahkan ilmunya kepada orang yang diajar, sedangkan jika
pendidik adalah seseorang yang lebih menanamkan nilai-nilai
moral ditambah mengajar. Pada buku Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru, Muhibbin Syah menyatakan bahwa pengajaran hanya
menanamkan pengetahuan ke dalam aspek kognitif (ranah cipta)
dan sedikit memberi keterampilan psikomotor (ranah cipta)
sedangkan aspek afektif (ranah rasa) tak pernah tersentuh.
Sehingga mengajar merupakan salah satu bagian dari mendidik
dimana pada saat mendidik aspek-aspek siswa tidak hanya pada
tahap berpikir, namun siswa diharapkan sudah bisa merasakan
dan menerapkan pikiran tersebut melalui tindakan dan perilaku
27
tentunya ke arah yang lebih positif, karena pada tahap
mengajar siswa hanya sebatas tahu sesuatu tersebut baik, tapi
tidak mau melakukannya sampai menjadi bisa. Disisi lain, dosen
pun diharapkan tidak hanya mengajar namun juga dapat mendidik
mahasiswanya agar proses pendidikan dapat berjalan dengan
sangat baik dan diharapkan menghasilkan sumber daya manusia
yang berkualitas. Kalimat yang selalu penyusun ingat dari
penjelasan dosen adalah seseorang dapat dikatakan berilmu
apabila dia memiliki akhlak yang baik
Ketika mata kuliah psikologi pendidikan telah berlangsung
selama dalam beberapa kali pertemuan, walaupun masih banyak
mahasiswa yang tertekan namun sudah terdapat perubahan (ke
arah yang lebih positif) di kelas penyusun. Hal ini terlihat
pada mahasiswa yang biasanya tidak pernah aktif menjadi
sedikit aktif. Walaupun jumlah mahasiswa yang aktif belum
sebanyak yang diinginkan dosen tetapi setidaknya sudah ada
perkembangan dibandingkan semester sebelumnya. Perubahan
tersebut tidak hanya terjadi pada mata kuliah psikologi
pendidikan saja, tetapi juga dalam beberapa mata kuliah
lainnya yang membuat kelas menjadi lebih hidup dan suasana
proses belajar mengajar pun lebih tercipta.
28
Materi psikologi pendidikan yang dijabarkan dalam buku
karya Muhibbin Syah sangat rinci dengan cara penyampaiannya
mudah dipahami sehingga penyusun dapat dengan mudah menyerap
materi, selain itu poin-poin terpenting dalam materi ini sudah
dikaji ulang dalam replika. Sehingga penyusun makin mudah
dalam meresapi poin-poin pentingnya, akan tetapi dalam buku
Muhibbin Syah terdapat beberapa ayat–ayat Al-Quran yang
memungkinkan pembaca non-islam menjadi sedikit bingung.
Ketika dosen menerangkan materi, penyusun merasa dosen
cukup berhasil saat memancing agar pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkan sedikit demi sedikit dijawab oleh mahasiswa
walaupun mungkin kurang tepat sampai akhirnya menyimpulkan
sendiri jawaban dari jawaban-jawaban tersebut. Sehingga
penyusun merasa tidak ada kritik dan saran.
B. Perbedaan Individual
Setiap individu diciptakan berbeda-beda olehNya. Faktor-faktor yang memengaruhi
perbedaan individual tersebut adalah fisik, pola asuh, latar
belakang ekonomi-sosial-budaya-suku-etnik, dan agama. Adanya
perbedaan pada masing-masing individu semestinya harus
29
dihormati dan dihargai untuk mengakomodasikan multikultural
karena setiap manusia diciptaNya secara unik, khas dan tiada
duanya sehingga prinsip agama, ideologi itu seharusnya tidak
perlu dipermasalahkan. Dalam replika, dijelaskan tentang
keragaman kecakapan dan kepribadian serta tentang kecerdasan
memiliki keunikan tersendiri yang bersifat khas sehingga
membedakan individu satu dengan lainnya dan akan memengaruhi
kualitas perilaku individu tersebut dalam berinteraksi. Dosen
sempat bertanya kepada mahasiswa mengenai tingkat kesulitan
mengukur antara kepribadian dan kecakapan, setelah beragam
jawaban didapat dari mahasiswa, dosen pun menyimpulkan jika
kepribadian dan kecakapan sulit dipahami dan susah di ukur
karena keduanya sama-sama bersifat abstrak.
Pembahasan pada materi Psikologi Pendidikan dalam buku
Muhibbin Syah sudah diulas dengan sangat baik, hanya saja
kurang diberikan contoh, seperti contoh dalam kehidupan
sehari-hari agar lebih memudahkan dalam memahami materi.
Terkait materi ini penyusun merasa kurangnya penjelasan
dosen yang lebih rinci dikarenakan saat mata kuliah
berlangsung lebih membahas pada tugas UTS analisis kasus di
koran dibanding membahas materi. Akan tetapi keputusan dosen
30
lebih membahas tugas UTS pun juga tepat karena sebenarnya
tugas tersebut terkait dengan materi yang dibahas, selain itu
mahasiswa juga jauh lebih antusias bertanya tentang tugas
dibanding bertanya tentang materi. Sehingga positifnya
mahasiswa bisa mempelajari sendiri di rumah dan mencari
penjelasan yang lebih rinci agar dapat memahaminya.
C. Proses Perkembangan dan Hubungannya dengan Proses
Belajar
Setiap makhluk hidup di dunia ini mengalami perkembangan.
Pertumbuhan berbeda dengan perkembangan, menurut McLeod, 1989
(dalam Syah, 2010) dikatakan bahwa pertumbuhan merupakan
sebuah tahapan perkembangan. Adapun faktor-faktor yang
memengaruhi perkembangan dilandasi berdasarkan tiga aliran,
yaitu aliran nativisme yang disebabkan oleh faktor
keturunan/pembawaan/herediter, aliran empirisme yang
disebabkan oleh faktor lingkungan dan pengalaman, serta aliran
konvergensi yang merupakan gabungan dari aliran nativisme dan
empirisme. Sebelumnya ketiga aliran ini sudah sempat
dipelajari saat mata kuliah Psikologi Dasar I pada semester
31
satu, jadi selengkapnya bisa membaca lagi pada handout
Psikologi Dasar I dan untuk tambahannya bisa membaca di buku
Muhibbin Syah.
Pada materi ini beberapa poin pentingnya sudah dikaji
dengan baik dan penjelasan pentingnya sudah terdapat pada
handout dosen (Replika), jadi dosen lebih membahas materi di
replika. Ketika pembahasan, dosen menekankan perkembangan
mencakup area psikofisik yaitu afektif, kognitif, dan
psikomotorik yang tentunya terkait langsung dengan aktivitas
belajar peserta didik. Poin penting lainnya adalah bagaimana
kaitannya perkembangan kognitif dengan proses belajar peserta.
Ranah kognitif merupakan ranah psikologis peserta yang
terpenting karena merupakan sumber sekaligus pengendali dari
ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni afektif dan psikomotorik.
Contoh kegiatan sehari-hari yang berkaitan antara perkembangan
kognitif dengan proses belajar peserta didik salah satunya
adalah perilaku menulis saat dosen menjelaskan. Hal ini
dikarenakan ketika dosen menjelaskan, mahasiswa yang benar-
benar mendengarkan pasti akan berpikir kemudian menulis poin-
poin penting dari penjelasan dosen atau menyeleksi poin-poin
penting yang terdapat pada penjelasan dosen kemudian
32
terjadilah penyerapan informasi sehingga memunculkan adanya
proses kognitif. Sehingga diharapkan mahasiswa jangan sering
lupa saat kuliah karena nantinya akan memengaruhi kognitif
sehingga memengaruhi proses belajar.
Pada buku Muhibbin Syah sudah dijelaskan dengan cukup
padat jelas dan lengkap, walaupun tidak selengkap buku
Santrock yang lebih mengedepankan untuk mata kuliah Rentang
Perkembangan Manusia dan karena saat semester satu materi yang
dijelaskan baru memasuki tahap remaja awal, sehingga buku
Muhibbin Syah dan Santrock dapat membantu untuk memberi
gambaran kedepannya saat penyusun mendapat mata kuliah Rentang
Perkembangan Manusia II.
Tidak ada kritik maupun saran untuk dosen pada materi
ini, karena penyusun merasa tindakan dosen sudah benar untuk
mengarahkan mahasiswa mempelajari sendiri dan tidak terlalu
panjang lebar membahas tentang tahap perkembangan manusia
karena materi ini selengkapnya akan dijelaskan pada mata
kuliah Rentang Perkembangan Manusia, mungkin hanya pada judul
di sub bab replikanya saja kata mempengaruhi diubah menjadi
memengaruhi karena di KBBI seperti itu dan mungkin pada tahun
2009 kata memengaruhi belum diberlakukan.
33
D. Belajar, Peserta Didik, dan Faktor-Faktor yang
Memengaruhinya
Belajar merupakan istilah kunci yang paling vital dalam
setiap usaha pendidikan, sehingga kaitan belajar dengan
pendidikan sangat erat, yaitu tidak akan ada proses pendidikan
tanpa dilandasi proses belajar. Belajar memiliki makna yang
prinsipal atau esensinya adalah “perubahan/berubah” yang
tentunya untuk ke arah lebih positif. Pada buku Muhibbin Syah
banyak terdapat definisi belajar dari beberapa ahli salah
satunya dari Hintzman (dalam Syah, 2010) berpendapat bahwa
belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri
organisme (manusia/hewan) disebabkan oleh pengalaman yang
dapat memengaruhi tingkah lagu organisme tersebut. Dari
beberapa pendapat ahli pada buku Muhibbin Syah dan
mendengarkan penjelasan dosen, penyusun menyimpulkan definisi
belajar adalah sebuah proses perubahan (ke arah yang lebih
positif) dimana seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari
tidak bisa menjadi bisa, dan dari tidak mengerti menjadi
mengerti melalui tahapan perilaku kognitif, afektif,
psikomotorik.
34
Belajar biasanya lebih dikaitkan dengan ilmu tetapi
sebenarnya belajar juga jauh lebih ditekankan pada penegakan
nilai-nilai etik moral bahkan harus lebih didahulukan di atas
penegakan ilmu, sebab untuk menjadi seseorang yang berilmu
harus memiliki nilai etik moral dan akhlak yang baik. Selain
itu juga belajar tidak hanya pada pendidikan formal tetapi
pada pendidikan informal maupun nonformal, maka dari itu
belajar tidak hanya dengan membaca buku dan mendengarkan
penjelasan dosen melainkan juga dengan memperhatikan keadaan
sekitar, bagaimana menyikapi perilaku dalam kehidupan sehari-
hari bahkan dari pengalaman-pengalaman diri sendiri maupun
orang lain. Sehingga belajar dapat dilakukan dimana saja dan
kapan saja. Dalam belajar, diusahakan jangan terlalu
tergantung akan adanya faktor dari luar (ekstrinsik) melainkan
peserta didik harus termotivasi oleh faktor dari diri sendiri
(intrinsik) dengan ikhlas yang nantinya motivasi tersebut
dikembangkan kembali agar menjadi ilmu, karena ilmu merupakan
hasil dari proses belajar yang mengubah manusia menjadi
tau,mau,dan bisa. Contoh akibat faktor luar, rajin belajar
untuk mendapatkan skor tinggi agar dapat meminta sesuatu
35
kepada orang tua sebagai timbal balik, sehingga peserta didik
termotivasi untuk melakukan proses belajar.
Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan
perilaku kognitif, afektif, psikomotor. Menurut Wittig (dalam
Syah, 2010) proses belajar berlangsung dalam tiga tahap, yaitu
acquisition (tahap perolehan), storage, (tahap penyimpanan) retrieval.
(tahap mendapat kembali) Dimana pada tahap acquisition, siswa
memperoleh pemahaman baru tentang suatu informasi dan pada
tahap storage siswa mulai menyimpan pemahaman baru tersebut
untuk selalu diingat agar pada saat tahap retrieval siswa dapat
menerapkan informasi tersebut dalam perilakunya. Pada handout
dosen yang berjudul “peserta didik” disebutkan beberapa syarat
peserta didik dan syarat pertama adalah syarat yang menurut
penyusun paling penting, yaitu hati harus bersih dari kotoran
dan penyakit jiwa, alasannya adalah jika syarat pertama belum
terpenuhi maka syarat-syarat selanjutnya pun akan lebih susah
lagi untuk dilaksanakan. Sebagaimana telah diketahui jika pada
saat belajar hati tidak bersih (berprasangka buruk, tertekan)
dan tidak ikhlas maka akan berpengaruh buruk pada proses
pembelajaran yang salah satu penyebabnya adalah memori
melemah. Handout tersebut yang berjudul memori, saat tertekan
36
memori akan melemah karena tegangan yang diberikan terlalu
tinggi sehingga kurangnya konsentrasi dan mental ketika
belajar. Hal ini berpotensi menimbulkan lupa dan kejenuhan
belajar. Jika lupa dan kejenuhan belajar sudah sering terjadi
sebaiknya jangan dibiarkan begitu saja, dalam handout dosen
yang berjudul “lupa dan kejenuhan belajar” telah disebutkan
beberapa cara untuk mengatasi kelupaan dan kejenuhan dalam
belajar yang inti caranya harus lebih giat belajar, belajar,
dan belajar lagi. Sehingga cara yang benar-benar ampuh untuk
mengatasi lupa dan kejenuhan belajar adalah belajar yang
sungguh-sungguh serta dengan hati yang tulus ikhlas.
Hasil dari proses belajar siswa dipengaruhi oleh
bagaimana cara peserta didik mentransfer pengetahuan dan
keterampilannya. Pengaruh dapat dikatakan memiliki makna
sesuatu yang membawa penularan. Menurut Reber (dalam Syah,
2010) transfer belajar mengandung arti pemindahan keterampilan
hasil belajar dari situasi ke situasi lainnya. Contoh transfer
dalam kehidupan sehari-hari adalah saat TK sudah bisa mengenal
huruf lalu SD sudah bisa membaca dan menulis sampai akhirnya
SMA sudah bisa membuat karya tulis. Menurut Gagne (dalam Syah,
2010) transfer dapat dikategorikan menjadi empat.
37
1. Transfer positif, yaitu transfer yang memiliki pengaruh
baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Contohnya
siswa yang berjualan cenderung lebih cepat menghitung
saat mengerjakan soal statistika.
2. Transfer negatif, yaitu transfer yang memiliki pengaruh
buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Contohnya
siswa yang dari kecilnya sudah terbiasa makan dengan
tangan kiri atau melakukan kegiatan lebih sering
menggunakan dengan tangan kiri (kidal) cenderung saat
bersalaman dengan orang baru juga menggunakan tangan
kiri, sehingga takutnya orang yang baru mengenal
menganggap itu kurang sopan.
3. Transfer vertikal, yaitu transfer yang memiliki
pengaruh baik terhadap kegiatan belajar
pengetahuan/keterampilan yang lebih tinggi. Contohnya
ketika siswa sudah bisa memahami pelajaran IPA
nantinya dia juga akan bisa memahami pelajaran biologi,
fisika, dan kimia.
4. Transfer lateral, yaitu transfer yang memiliki pengaruh
baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan
yang sederajat. Contohnya ketika mahasiswa bisa
38
menerapkan cara berbahasa Indonesia yang baik dan
benar, mahasiswa tersebut pasti nantinya akan lebih
mudah dalam berargumentasi.
Itu adalah empat transfer dalam belajar menurut Gagne.
Sehingga penyusun menyimpulkan bahwa transfer merupakan sebuah
pemindahan kegiatan dimana hasil dari pengetahuan/keterampilan
sebelumnya memengaruhi tercapainya sesuatu
pengetahuan/keterampilan baru lainnya.
Tentunya dalam belajar peserta didik pasti pernah
mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar pada peserta
didik saat mengikuti mata kuliah seringnya disebabkan oleh
para pengajar yang kurang bisa mengajar dengan baik. Penyebab
lainnya dipengaruhi oleh karakteristik para pengajar tersebut
yang menyebabkan kegiatan proses belajar mengajar terhambat.
Seharusnya peserta didik tidak hanya menuntut pengajar agar
mengubah cara mengajarnya lebih baik dan dapat diterima oleh
peserta didik, tetapi peserta didik juga harus mengintrospeksi
diri apakah telah siap belajar dan mengikuti pelajaran
tersebut atau belum. Sopannya peserta didiklah yang semestinya
menyesuaikan diri dulu terhadap karakter pengajar tersebut,
setelah dirasa kurang bisa menerima pelajaran yang disampaikan
39
barulah peserta didik bisa mengkritik pengajar tersebut agar
pengajar mengetahui dimana letak kekeliruannya dalam mengajar
dan mungkin memberikan saran yang sopan dan baik tentunya agar
proses belajar mengajar berlangsung dengan baik dan nyaman.
Kasus yang terjadi adalah mahasiswa takut mengkritik dan
memberi saran, mahasiswa cenderung pasrah mengikuti cara
pengajaran yang dirasa kurang menarik tersebut, sehingga
pelajaran yang disampaikan menjadi tidak berguna karena tidak
adanya pemahaman pada materi yang dijelaskan. Sesungguhnya
mungkin beberapa mahasiswa akan menggunakan cara belajarnya
sendiri akan tetapi lebih banyak yang kurang peduli dan
membiarkannya berlalu begitu saja karena kurangnya antusias
dalam mempelajari pelajaran tersebut. Maka sebaiknya untuk
mengatasi kesulitan belajar siswa diminta untuk lebih
melaksanakan program perbaikan agar tercapainya hasil yang
baik dari proses belajar mereka.
Pada buku Muhibin Syah materi tentang belajar dapat
dimasukkan ke dalam tiga bab yang membuat penjelasan cukup
panjang tapi mudah untuk dipahami karena sudah diperjelas
dengan contoh-contohnya. Adapun handout-handout dari dosen
yang lebih memudahkan mempelajarinya karena materi di dalamnya
40
sudah terdapat poin-poin penting dari buku tersebut. Buku
Muhibbin Syah dalam ulasan materi ini lebih banyak menyebutkan
ayat-ayat suci di dalam Al-Quran, sebenarnya tidak terlalu
menjadi masalah yang besar karena masih terkait dengan materi
yang disampaikan akan tetapi ditakutkan kepada pembaca buku
yang non islam agak bingung dan merasa buku ini lebih
diperuntukkan untuk pembaca yang khususnya beragama Islam.
Penjelasan dosen pada materi ini sangat baik dengan
meminta mahasiswa untuk mencari dan menggaris bawahi kata
kunci materi tersebut yang tujuannya agar lebih mudah
mempelajari materi, selain itu dosen juga membahas poin-poin
penting dari materi ini dan sisanya dipelajari sendiri
sehingga tidak terlalu banyak menghabiskan waktu karena pada
materi ini penjelasannya cukup banyak. Penyusun juga
sependapat dengan pendapat dari Yudhistira tentang cara dosen
yang lebih mengedepankan pola pikir mahasiswanya dibanding
hanya memberi materi, jadi dosen tidak hanya sekedar mengajar
tetapi juga mendidik mahasiswa ke arah yang jauh lebih baik
untuk kedepannya karena jika pola pikir sudah ditanamkan,
otomatis ketika mempelajari materi secara mandiri, sudah bisa
memahami materi tersebut. Sempat juga terjadi kekeliruan pada
41
handout yang berjudul “peserta didik” mengenai syarat bagi
peserta didik poin ke empat, yaitu “wajib menghormati gurunya,
dan berusaha semaksimal mungkin meraih kerelaannya dengan
berbagai cara terpuji.” Awalnya menurut dosen maksud dari
“kerelaannya” itu ditujukan untuk peserta didik, tetapi
setelah mendengar pendapat dari salah satu mahasiswa dimana
menurut dia kata “kerelaannya” itu ditujukan untuk pendidik.
Setelah mendengar pendapat mahasiswa tersebut akhirnya dosen
memutuskan, “kerelaannya” tersebut dapat ditujukan untuk
peserta didik maupun pendidik. Pada materi ini juga suasana
kelas terasa lebih nyaman karena dosen banyak memberi contoh
kehidupan sehari-hari yang nyata dan berkaitan dengan materi,
serta cara penyampaiannya yang lebih humoris jadi mahasiswa
pun merasa lebih nyaman dan menjadi lebih aktif walaupun belum
semuanya aktif atau sebanyak yang diinginkan dosen setidaknya
sudah ada perubahan.
E. Mengajar, Pendidik, dan Proses Mengajar-Belajar
Selain belajar, mengajar pun merupakan istilah kunci yang
sangat vital pembahasannya dengan pendidikan. Sebagian orang
menganggap bahwa mengajar tak berbeda dengan mendidik, tetapi
sebenarnya terdapat perbedaan antara mengajar dan mendidik.
42
Mengajar merupakan kegiatan seorang guru yang hanya
menumbuhkembangkan ranah ciptanya sedangkan ranah rasa dan
karsa mereka terabaikan, sedangkan pendidik menumbuhkan ranah
cipta, rasa, dan karsa peserta didiknya. Dapat dikatakan bahwa
mengajar adalah satu bagian dari cara mendidik. sehingga
mengajar hanya lebih membahas teori dibanding praktiknya,
karena mengajar hanya sebatas tau ilmu tersebut baik dan benar
tetapi belum bisa benar-benar memahami, merasakan, dan
menerapkan ilmu-ilmu tersebut. Sebagaimana yang penyusun catat
ketika mendengarkan dosen saat menjelaskan adalah ilmu bukan
ilmu jika tidak diamalkan maka dari itu diharapkan guru selain
mengajar juga dapat mendidik peserta didiknya dengan baik agar
tercapainya tujuan pendidikan.
Pada buku Muhibin Syah terdapat dua aliran pandangan dalam
melihat profesi mengajar, yang pertama mengajar sebagai “ilmu”
dan aliran kedua adalah mengajar sebagai “seni”. Pada aliran
mengajar sebagai ilmu, ditekankan bahwa untuk menjadi seorang
pengajar yang baik dapat dipelajari dari pengalaman misalnya
belajar ilmu pendidikan/keguruan maupun lingkungan sekitar
(aliran empirisisme) sedangkan mengajar sebagai seni,
ditekankan bahwa menjadi seorang pengajar dibutuhkan bakat dan
43
keahlian khusus yang memang sudah dimiliki dari sejak lahir
(aliran nativisme). Maka saat mengajar, pengajar diharapkan
memiliki seni dalam mengajar, tujuannya adalah agar bisa
membuat siswa tertarik dan lebih mudah memahami pelajaran.
Memudahkannya pun tidak bisa sembarangan, pengajar harus bisa
bagaimana caranya agar tidak menghilangkan esensinya dan para
siswa tetap belajar tetapi dengan cara penyampaian yang lebih
menarik dan mudah untuk dipahami. Ini disebut dengan strategi
dalam mengajar, strategi mengajar berbeda dengan metode
mengajar. Menurut penjelasan dosen sesungguhnya metode tidak
dapat dilepaskan dari strategi, metode itu arasnya abstrak dan
wujudnya konsep. Karena metode mengajar pasti memiliki
keunggulan dan kelebihannya masing-masing, disinilah pengajar
harus pintar-pintar menyusun strategi dalam mengajar agar
metode pengajaran yang digunakan mendatangkan hasil yang baik.
Ada empat metode yang hingga saat ini masih sering
digunakan, yaitu metode ceramah, metode demonstrasi, metode
diskusi, dan metode ceramah plus. Dimana pada metode ceramah
yang aktif hanya para pengajar sedangkan peserta didiknya
cenderung pasif, metode demonstrasi dalam belajar sudah
melibatkan peran pengajar dan peserta didik mengenai pemahaman
44
materi dapat lebih mendalam, metode diskusi pengajar lebih
mendorong peserta didiknya untuk lebih aktif, berpikir kritis,
dan berani mengungkapkan pendapat, sedangkan metode ceramah
plus menggabungkan/menambahkan beberapa metode seperti plus
tanya jawab dan tugas, plus diskusi dan tugas, dan plus
demonstrasi dan pelatihan.
Hal lain yang mesti dimiliki guru adalah kepribadian,
kompetensi dan integritas profesionalisme pada guru.
Kepribadian yang baik pada guru adalah syarat pengajar yang
paling utama karena sekali lagi penegakan nilai etik moral
didahulukan diatas penegakan ilmu. Dalam buku Muhibbin Syah
disebutkan bahwa karakteristik kepribadian guru dibagi menjadi
dua, yaitu fleksibilitas kognitif guru dan keterbukaan
psikologis pribadi guru. Jadi guru harus luwes dan terbuka,
jangan kaku agar dapat menjalin kerjasama dengan siswa maupun
menyampaikan materi dengan baik. Dijelaskan juga oleh
Siswomiharjo (dalam Replika, 2009) di artikel yang berjudul
“Pendidik: Sebuah Pilihan Berdimensi Etis” menyebutkan bahwa
dunia kita sedang mengarungi masa penuh penderitaan spiritual,
maksudnya adalah banyak manusia yang lupa akan keberadaan dia
di dunia yang sesungguhnya tidak pernah lepas akibat kehendak
45
Tuhan, dan mereka sering berperilaku menurut pikiran mereka
sendiri yang tidak berlandaskan nilai etik-etik moral dan
menganggap hal yang awalnya haram menjadi halal di mata
mereka, sehingga dunia pun lambat laun akan semakin hancur.
Contohnya pejabat-pejabat tinggi yang korupsi, bagaimana bisa
pendidikan maju jika pejabat-pejabat tinggi negara yang
merupakan lulusan-lulusan terbaik dalam universitas yang
tentunya baik juga pun melakukan tindakan yang melanggar
nilai-nilai etik moral, bahkan cara mereka menyikapinya pun
dengan santai. Akibatnya adalah generasi penerus akan
menganggap hal tersebut bukan hal yang haram lagi untuk
dilakukan dan yang ditakutkan generasi penerus pun nantinya
akan mengikuti jejak para pejabat-pejabat tinggi yang tidak
bermoral tersebut.
Kompetensi guru dalam menjalankan kewenangan profesionalnya
harus memiliki kecakapan ranah cipta, rasa, karsa (kompetensi
kognitf, afektif. psikomotor) dimana kompetensi kognitif guru
terkait dengan ilmu yang dia miliki dan yang akan dia
sampaikan. Dalam kompetensi afektif terdapat konsep diri,
efikasi diri, dan penerimaan diri, disini guru harus memiliki
konsep diri agar dia memiliki acuan sikap yang akan dia
46
cerminkan dalam berperilaku agar harga dirinya tidak rendah,
karena seperti banyak kasus yang kita ketahui contohnya
pelecehan yang dilakukan siswa terhadap guru, maka dari itu
guru harus memiliki konsep diri. Efikasi diri merupakan
keyakinan guru terhadap kefektifan kemampuannya sendiri pada
saat melaksanakan kegiatan mengajar, tujuannya agar siswa
percaya bahwa dia mampu mengajar dengan baik. Sikap penerimaan
diri juga merupakan hal yang penting bagi guru, mengingat guru
adalah manusia sebagai ciptaanNya pasti memiliki kelebihan
serta kekurangan, jadi harus bisa menerima kekurangan kita dan
orang lain serta menjaga dengan baik kelebihan yang telah
diberikanNya kepada kita. Untuk kompetensi psikomotor pada
guru meliputi kecakapan fisik umum dan khusus, kecakapan fisik
umum lebih direfleksikan saat aktivitas mengajar sedang tidak
berlangsung sedangkan kecakapan fisik khusus direfleksikan
dalam proses mengajar-belajar yang didalamnya terdapat
keterampilan ekspresi verbal dan non verbal.
Dalam handout seni mengajar, disebutkan integritas
profesional yang meliputi sikap-sikap etis dan kewajiban
moral. Memang seharusnya guru memiliki sikap-sikap etis
(tanggung jawab, adil, dan cinta) dan kewajiban moral
47
(kebenaran, keadilan, kejujuran, berpikir dan berperilaku
ilmiah). Guru harus memiliki tanggung jawab, adil, dan cinta
karena jika tidak memiliki tanggung jawab berarti guru
tersebut tidak memiliki integritas, tentu saja menjadi guru
dibutuhkan sikap adil dan cinta terhadap profesinya maupun
dengan peserta didiknya agar peserta didik merasa dianggap dan
diperhatikan keberadaannya oleh pendidik. Diterangkan lebih
jelas oleh Indra Ratna (dalam Replika, 2009) menjadi manusia
berarti harus siap membela kebenaran, keadilan tanpa kompromi,
sebab kebenaran dan keadilan adalah perwujudan keberadaan
(manifestasi eksistensi) Tuhan Sang Segala Maha di alam
semesta. Sehingga manusia diharapkan dapat selalu jujur dan
adil terhadap semua ciptaanNya khususnya para pendidik, untuk
menghindari terjadinya kesenjangan antara peserta didik yang
satu dengan yang lainnya pendidik harus menegakkan keadilan
dengan tetap memiliki “kenetralan afektif”. Contoh kenetralan
afektif adalah saat dosen dan mahasiswa sepakat jika terlambat
masuk kelas lima belas menit akan diberikan sangsi, maka
mahasiswa yang terlambat sekalipun mahasiswa tersebut menurut
dosen sangat baik dan dekat apalagi masih memiliki hubungan
saudara, tetap saja jika yang bersangkutan terlambat harus di
48
beri sangsi agar mahasiswa lainnya tidak berpandangan jika
dosen tersebut tidak adil. Kewajiban moral pendidik juga
adalah berperilaku ilmiah, salah satu contoh berperilaku
ilmiah adalah mampunya pendidik berbahasa dengan baik dan
benar. Menurut penjelasan Indra Ratna (dalam Replika, 2009)
pada pembahasan artikel yang berjudul “Bahasa dan Pendidik”
disebutkan bahwa salah satu sarana berpikir ilmiah merupakan
faktor strategis yang mutlak dikuasai oleh seorang pendidik.
Hal ini dikarenakan proses belajar tidak akan berjalan dengan
baik jika pendidiknya sendiri tidak dapat berbahasa dengan
baik kepada mahasiswanya. Jika pendidiknya tidak bisa
berbahasa dengan baik, bagaimana dengan peserta didiknya?
Pastinya mereka akan lebih sulit lagi untuk bisa berbahasa
dengan baik dan benar kecuali peserta didik memiliki kemauan
yang keras untuk mempelajari sendiri bagaimana bahasa yang
baik dan benar. Selain berbahasa, berpikir, dan berperilaku
ilmiah sebagai pendidik juga harus bisa menerima pendapat
peserta didiknya sebagai referensi tambahan untuk
mengembangkan ilmunya bukan dengan memaksakan kehendak jika
hanya pemikirannya sendiri yang benar dan perbedaan pendapat
merupakan ancaman yang akan menurunkan harga dirinya sebagai
49
seorang pendidik. Jika cara berpikir dan berperilakunya
seperti demikian berarti dia belum bisa dikatakan sebagai
pendidik yang berpikir dan berperilaku ilmiah.
Pada buku Muhibbin Syah tentang mengajar dan proses mengajar
belajar, penjelasannya sudah sangat rinci dan cara
penyampaiannya mudah untuk dipahami, selain itu materi
tersebut dijelaskan lebih rinci dalam handout slide-slide
power point dan artikel-artikel dosen (dalam Replika, 2009)
yang sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Dalam
artikel dosen yang berjudul “Bahasa dan Pendidik” penyusun
merasa memerlukan penalaran yang tinggi untuk memahami maksud
dari penjelasan paragraf terakhir karena bahasanya yang sangat
puitis, yaitu “Harapan yang coba disanjungkan, ketika salah
satu mata rantai (yang mungkin sempat terputus) telah usai
dikaitkan, semoga ada ‘gayung yang bersambut’, sehingga akan
dilingkarkan lagi mata rantai-mata rantai lain sebagai
penyambungnya; dan sketsa ‘awal’ ini kelak akan tidak lagi
berepilog sketsa. Semoga diorama itu terjadi sebelum
‘berkering keringat-air mata’, salam!”
Mengenai penjelasan dosen mengenai materi ini, penyusun
merasa dosen sudah sangat baik menjelaskan makna-makna yang
50
sulit dipahami serta memancing pertanyaan-pertanyaan untuk
mengetahui pola pikir mahasiswanya. Hal tersebut diimbangi
dengan pendapat-pendapat dosen yang menyimpulkan jawaban-
jawaban dari para mahasiswa sehingga penyusun merasa tahu
jawaban yang lebih pastinya dibanding materi yang sebelumnya.
Selain itu pada materi ini juga dosen sangat menekankan agar
yang belum pernah aktif sama sekali, untuk aktif memberikan
pendapat agar nantinya tidak terjadi lagi kasus mahasiswa yang
sidang skripsi tidak dapat menyampaikan isi skripsinya karena
tidak terbiasa berargumentasi. Sehingga penyusun sangat
menghargai usaha dosen yang tidak ingin kasus tersebut
terulang lagi dengan para peserta didiknya yang lain dan bisa
dijadikan acuan bagi peserta didiknya untuk mengembangkan dan
memaksimalkan usaha yang dilakukan agar dapat berargumentasi
dan lebih mengedepankan pola pikir. Bahkan usaha dosen
menambah jam kuliah tambahan adalah salah satu wujud dosen
sangat ingin membantu peserta didiknya dalam memahami benar-
benar materi yang akan disampaikan sehingga peserta didik
dapat menerapkannya walaupun pada beberapa artikel belum
sempat dibahas, tetapi menurut penyusun, artikel-artikel
tersebut merupakan ulasan lengkap dari materi-materi yang
51
telah disampaikan oleh dosen. Sehingga alasan dosen
mengarahkan mahasiswa untuk mempelajari artikel-artikel
tersebut secara mandiri dirasa penyusun sudah sangat tepat.
F. Refleksi Utopis
Pada artikel yang berjudul “Refleksi Utopis” (dalam
Replika, 2009) terdapat poin penting mengenai pentingnya EQ
(Emotional Quotient) dibanding IQ (Intelligence Quotient)
karena IQ tidak banyak berarti tanpa EQ. Sebagaimana
dijelaskan pada materi-materi sebelumnya, yaitu jauh lebih
pentingnya nilai-nilai etik moral dibandingkan ilmu. Salah
satu upaya dalam rangka pencerdasan perasaan adalah dengan
pembinaan moral individu agar tercapainya kematangan moral
yang hakiki (tingkat penalaran yang mandiri). Kecerdasan akal
hanya akan membuat manusia menguasai ilmu tetapi cenderung
melupakan kecerdasan rasa/ emosinya. Tidak sedikit kasus yang
terjadi di dunia ini mengenai kurangnya penanaman moral dari
diri sejak dini yang menyebabkan orang-orang yang ternyata
“dianggap” memiliki intelektualitas tinggi pun secara tidak
langsung merusak moralnya sendiri dengan sikap dan
52
perilakunya, contohnya korupsi. Penyusun merasa beruntung
karena setidaknya tersadar setelah membaca artikel tersebut
akan problematika yang terjadi di dunia ini mengenai moral,
dan hal tersebut membuat penyusun mengusahakan sedapat mungkin
untuk lebih menanamkan nilai-nilai etik moral dan
mengamalkannya kepada orang lain.
Selain itu Ancok (dalam Replika, 2009) menegaskan bahwa
pendidikan di Indonesia belum mampu ajarkan etika, hanya
memfokuskan upaya pada alih keilmuan tanpa hirau pada tumbuh-
kembang watak kepribadian siswa. Awalnya pun penyusun merasa
mencari ilmu agar nantinya menjadi orang yang “sukses”, sukses
di sini lebih menekankan pada kehidupan yang lebih layak di
masa depan (mapan). Penyusun menyadari terdapat kesalahan
dalam menafsirkan arti sukses tersebut, sehingga setelah
membaca artikel ini penyusun lebih sadar akan tujuan hidup
sebenarnya yang tidak hanya mempelajari tentang ilmu kemudian
ilmu tersebut digunakan hanya untuk mencari materi, akan
tetapi bagaimana manusia sebagai ciptaaNya harus saling
menghormati, menghargai dan mengamalkan ilmu tersebut ke
perilaku sehari-hari yang sesuai dengan nilai-nilai etik moral
di masyarakat.
53
Sebenarnya inti materi pada artikel “Refleksi Utopis” (dalam
Replika, 2009) ini merupakan inti dari materi-materi
sebelumnya. Kata demi kata yang dirangkai oleh penulis
artikel, dijelaskan dengan sangat baik dan membekas di hati
penyusun karena cara penyampaiannya yang sangat mendalam dan
menjadi semacam renungan bagi yang membaca. Sehingga ketika
selesai membaca artikel tersebut penyusun merasa lebih
tersadar akan arti pentingnya memiliki moral yang baik dan
tergerak hatinya untuk benar-benar menanamkan dan mengamalkan
etika dan nilai-nilai moral yang baik demi masa depan dunia
yang lambat laun ditakutkan menjadi semakin hancur karena
kurangnya kesadaran akan pentingnya kecerdasan emosi dibanding
hanya kecerdasan akal.
Pada materi ini dosen tidak menjelaskan sehingga penyusun
merasa tindakan dosen untuk menyuruh mahasiswa membaca sendiri
di rumah dibanding menjelaskan secara langsung karena inti-
inti materi ini sebenarnya sudah banyak dijelaskan pada
materi-materi sebelumnya, hanya saja pada pembahasan materi
ini lebih banyak terdapat contoh kasus yang benar-benar
mengingatkan penyusun tentang artinya saling menghormati dan
menghargai “sesama” umat manusia. Materi ini belum sepenuhnya
54
dibahas karena kurangnya waktu jam kuliah, tetapi seharusnya
mahasiswa juga memahami maksud dosen untuk tidak menjelaskan
karena ini lebih merupakan bentuk upaya dalam penyadaran diri
sendiri agar kelak (diharapkan dapat) menjadi insan yang lebih
bermanfaat untuk bangsa dan negara.
55
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil review mengenai dosen dan materi, hikmah yang
penyusun dapat dari kegiatan perkuliahan satu semester ini
membawa dampak ke arah yang lebih positif. Penyusun merasakan
perbedaan dari yang awalnya menjadi mahasiswa pasif, sekarang
sudah mulai berusaha lebih aktif. Para mahasiswa lain juga
mengalami hal serupa dan tidak hanya di mata kuliah psikologi
pendidikan saja, keaktifan mahasiswa juga terlihat pada mata
kuliah yang lainnya. Jika dilihat dari sisi kacamata dosen,
mungkin keaktifan mahasiswa belum berhasil secara maksimal.
Kendala ini berada pada mahasiswa, karena kurangnya kesadaran
membaca sebelum perkuliahan di mulai sehingga akibatnya kelas
kurang aktif. Penyusun sangat menghargai usaha dosen
menanamkan pola berpikir ilmiah agar menjadi mahasiswa yang
tidak sok tau, tidak asal ucap, dan tidak subjektif. Jadi
setiap kata yang dilontarkan harus dipertanggung-jawabkan. Hal
tersebut mengakibatkan sebagian mahasiswa untuk tidak aktif,
mereka cenderung pasrah dan lebih memilih berada di zona yang
56
aman. Tidak hanya sekali dosen memperingatkan pentingnya
keaktifan di dalam kelas. Banyak contoh yang diutarakan
mengenai pentingnya keaktifan mahasiswa, misalnya untuk
mengikuti kuliah-kuliah selanjutnya sampai sidang skripsi,
karena banyak kasus yang terjadi mahasiswa tidak bisa “bicara”
mengenai tugas skripsinya. Hal tersebut yang menyebabkan dosen
mengarahkan agar mahasiswa untuk terbiasa aktif di dalam
kelas. Hingga saat ini penyusun pun masih merasa takut untuk
mengutarakan pendapat karena kurangnya pengetahuan yang
dimiliki untuk berpendapat (belum memiliki landasan teori).
Penyusun menyadari kebosanan dosen mendengar kata “takut
salah” dari mahasiswanya karena menurut dosen perkuliahan ini
sudah berjalan satu semester dan seharusnya rasa takut salah
tersebut sudah hilang, namun penyusun meminta kemakluman dosen
karena terbiasa “disuapi” oleh guru bertahun-tahun sehingga
mengalami kesulitan tiba-tiba mahasiswa dituntut untuk menjadi
aktif di kelas. Harapannya jika bertemu dengan dosen di mata
kuliah yang berbeda, semoga keaktifan di kelas yang diinginkan
oleh dosen dapat tercapai. Dari sisi materi, penyampaiannya
sangat baik walaupun awalnya penyusun kurang paham karena
kata-kata yang digunakan sangat ilmiah namun setidaknya
57
sekarang sudah sedikit mengerti, bahasa ilmiah yang digunakan
juga sebenarnya untuk kebaikan mahasiswa agar nantinya dapat
memberikan penyampaian yang ilmiah dan formal sesuai dengan
konteksnya. Contoh-contoh yang diberikan oleh dosen saat mata
kuliah berlangsung juga sangat bersangkutan dengan kehidupan
nyata sehari-hari, sehingga lebih mudah dipahami dan diserap
serta diharapkan nantinya bisa diamalkan dengan baik.
B. Saran
Sedikit saran yang bisa diberikan penyusun terhadap
dosen, mungkin pada awal-awal pertemuan sebaiknya dosen lebih
menunjukkan sikap friendly seperti di tengah dan akhir pertemuan,
agar keadaan kelas tidak menjadi tegang dan mahasiswa tidak
tertekan. Adapun usul dari penyusun agar kelas lebih aktif,
mungkin dosen bisa memberi beberapa pertanyaan dalam slide-
slide power poin yang bisa mahasiswa jawab di rumah/ menjadi
PR kemudian dibahas pada saat perkuliahan berlangsung. Dosen
dapat mengetahui pendapat-pendapat mahasiswa tentang soal
tersebut, kemudian mengaanalisis pendapat para mahasiswa
sehingga akan terlihat sejauhmana kemampuan mahasiswa untuk
memahami dan menanggapi soal tersebut. Keharusan mahasiswa
untuk menjawab soal membuat semua mahasiswa belajar agar dapat
58
berpartisipasi di dalam kelas saat kuliah berlangsung,
sehingga bagi mereka yang ingin aktif pun mendapat bayangan
mengenai materi yang akan dibahas.
Daftar Pustaka
Kusumawardani, Indra Ratna. 2009. “Replika” Psikologi Pendidikan (BekalPengantar). Materi Disajikan dalam Perkuliahan PsikologjPendidikan. Yogyakarta. (Tidak diterbitkan): Program MagisterSains Psikologi Fakultas Psikologi UMBY.
_____ . 2008. Lupa & Kejenuhan Belajar (Psikologi Pendidikan).Materi Disajikan dalam Perkuliahan Psikologi Pendidikan.Yogyakarta. (Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.
. 2008. Memori (Psikologi Pendidikan). MateriDisajikan dalam Perkuliahan Psikologi Pendidikan. Yogyakarta.(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.
. 2008. Mental Pembelajar (Sinopsis). Materi Disajikandalam Perkuliahan Psikologi Pendidikan. Yogyakarta. (Tidakditerbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.
. 2008. Pendidik (Psikologi Pendidikan). MateriDisajikan dalam Perkuliahan Psikologi Pendidikan. Yogyakarta.(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.
. 2008. Renungan (Psikologi Pendidikan). MateriDisajikan dalam Perkuliahan Psikologi Pendidikan. Yogyakarta.(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.
59
. 2007. Psikologi Pendidikan (Selayang Pandang). MateriDisajikan dalam Perkuliahan Psikologi Pendidikan. Yogyakarta.(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UNWAMA.
. 2007. (Seni) Mengajar. Materi Disajikan dalamPerkuliahan Psikologi Pendidikan. Yogyakarta. (Tidakditerbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
60