Review Psikologi Umum II

60
BAB I PENDAHULUAN Sebelum masuk ke perkuliahan, penulis merasa sedikit memiliki keberanian untuk mengikuti mata kuliah Psikologi Umum 2 yang diampu oleh dosen Dra. Indra Ratna Kusuma Wardani, M.Si. Mengaa?. Karena penulis mendapatkan gosip-gosip yang kurang mengenakkan, bahwa dosen pengampu ialah dosen yang tegas dan mengharuskan mahasiswanya untuk selalu aktif. Setelah memasuki perkuliahan, gosip-gosip tersebut benar adanya. Dosen mengharuskan mahasiswanya uuntuk lebih aktif dibandingkan dengan pengajar. Hal itu dilakukan untuk mahasiswa itu sendiri yang akan menjadi bekal untuk kedepannya. Tetapi, meskipun telah ditekankan sedemikian rupa, mahasiswa yang aktif dapat dihitung dengan jari. Dosen bertanya kepada mahasiswa, apa yang membuat mahasiswa tidak aktif?. Penulis ingat betul jawaban-jawaban dari mahasiswa, seperti: mahasiswa tidak aktif karena merasa gugup, takut. Ada juga yang mengatakan karena belum terbiasa. Terlepas dari itu semua, dosen juga selalu menekankan bahwa untuk apa seorang dosen ditentakan sebagai pengajar dan pendidik. Penulis ingat betul jawaban dari salah satu mahasiswa, yaitu Kurniawan, mengatakan bahwa "selain sebagai pengajar dan pendidik juga untuk pembentukan karakter. Jadi tidak hanya sekedar transfer ilmu". Penulis setuju dengan pernyataan tersebut, mengapa?, karena pengajar dan pendidik harus selalu dibarengi, jika dosen hanya sebagai pengajar, artinya pengajar tidak membentuk karakter mahasiswanya sedemikian rupa seperti halnya apa yang diajarkannya. 1

Transcript of Review Psikologi Umum II

BAB I

PENDAHULUAN

Sebelum masuk ke perkuliahan, penulis merasa sedikit

memiliki keberanian untuk mengikuti mata kuliah Psikologi Umum

2 yang diampu oleh dosen Dra. Indra Ratna Kusuma Wardani,

M.Si. Mengaa?. Karena penulis mendapatkan gosip-gosip yang

kurang mengenakkan, bahwa dosen pengampu ialah dosen yang

tegas dan mengharuskan mahasiswanya untuk selalu aktif.

Setelah memasuki perkuliahan, gosip-gosip tersebut benar

adanya. Dosen mengharuskan mahasiswanya uuntuk lebih aktif

dibandingkan dengan pengajar. Hal itu dilakukan untuk

mahasiswa itu sendiri yang akan menjadi bekal untuk

kedepannya. Tetapi, meskipun telah ditekankan sedemikian rupa,

mahasiswa yang aktif dapat dihitung dengan jari. Dosen

bertanya kepada mahasiswa, apa yang membuat mahasiswa tidak

aktif?. Penulis ingat betul jawaban-jawaban dari mahasiswa,

seperti: mahasiswa tidak aktif karena merasa gugup, takut. Ada

juga yang mengatakan karena belum terbiasa.

Terlepas dari itu semua, dosen juga selalu menekankan

bahwa untuk apa seorang dosen ditentakan sebagai pengajar dan

pendidik. Penulis ingat betul jawaban dari salah satu

mahasiswa, yaitu Kurniawan, mengatakan bahwa "selain sebagai

pengajar dan pendidik juga untuk pembentukan karakter. Jadi

tidak hanya sekedar transfer ilmu". Penulis setuju dengan

pernyataan tersebut, mengapa?, karena pengajar dan pendidik

harus selalu dibarengi, jika dosen hanya sebagai pengajar,

artinya pengajar tidak membentuk karakter mahasiswanya

sedemikian rupa seperti halnya apa yang diajarkannya.

1

Poin penting dalam resensi ini adalah, motivasi,

kepribadian, interaksi sosial dan karakteristik sunnah sosial

serta abnormalitas. Menurut KBBI, review/resensi ialah

pertimbangan atau pembicaraan tentang buku; ulasan buku. Jadi

resensi adalah mengulas kembali atau meninjau kembali isi

buku, dengan mengkritik memberikan kelebihan dan kekurangan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. MOTIVASI

Setiap individu memiliki motivasi yang berbeda-beda

yang dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti keadaan.

Keadaan yang positif cenderung menimbulkan motivasi yang

kuat dan sebaliknya.

Setiap manusia membutuhkan makanan, tanpa makan

manusia tidak akan bertahan hidup. Saat manusia merasa

adanya dorongan rasa lapar, maka rasa lapar itu akan

merangsang untuk melakukan kegiatan sampai rasa lapar itu

hilang.

Rasa lapar itu memang merupakan motivator yang kuat.

Untuk bertahan hidup manusia butuh makan.

2

Artinya, motivasi dipengaruhi oleh dorongan-dorongan

yang menghendakinya. Seseorang yang sehat, sempurna secara

fisik tidak akan bisa mengangkat sebuah buku jika tidak ada

kehendak yang mmendukungnya. Menurut penulis, kehendak

sangat dibututhkan untuk melakukan sesuatu. Seperti contoh

diatas, manusia tidak akan makan ketika lapar jika tidak

ada kehendak yang mendukungnya. Orang sakit juga bisa cepat

sembuh jika ada kehendaknya yang mendukungnya.

Dorongan-dorongan dalam diri manusia untuk melakukan

sesuatu perilaku/tindakan disebut dengan motif. Jadi,

contoh diatas adalah motif yang telah aktif.

Saat individu merasa orang lain sebagai penghambat

kemajuan hidupnya, itu salah besar, sejatinya penghambat

itu adalah dirinya sendiri. Mengapa?. Karena individu

tersebut terlalu memikirkan sebelah sisi orang lain tanpa

tau dimana dia berada (Indra RKW, 2008). Kita tidak perlu

menyalahkan orang lain, tidak perlu mengusik hidup orang

lain, introspeksi dirilah yang diperlukan agar hidup

menjadi lebih baik. Benahi diri jika ada sesuatu yang

salah.

Semua kekurangan yang ditemukan dalam kehidupan itu

adalah karena kurangnya kehendak.

Kehendak tanpa kebijakan samahalnya dengan kebijakan

tanpa kehendak. Maka dari itu, hendaklah keduanya selaras.

Apa yang dilisankan harus sesuai dengan apa yag ada didalam

hati. Lisan berkata iya, tetapi hati selalu mengatakan

tidak. Seseorang berkata, "saya ingin belajar dengan giat

agar dapat masuk perguruan tinggi negeri". Tetapi didalam

3

hatinya, "Tidak, saya tidak akan bisa masuk perguruan

tinggi negeri". Maka meski dengan sepenuh kehendaknya, itu

tidak akan dapat dilakukannya.

"Bukan di air beriak seseorang dapat dapat melihat citranya

terpantulkan, di air tenanglah dia bisa melihatnya secara jelas.

Hati kita bagai air, & bila hati tenang maka kebijakan akan

memencar dengan sendirinya. Kebersamaan antara kebijakan &

kehendak dalam mekanisme kerja, akan mengantar seseorang

kepada keberhasilan" (Indra RKW, 2008).

Sebisa mungkin, kebijakan dan kehendak harus selaras

dalam setiap tindakan atau perbuatan.

B. KEPRIBADIAN

Pada saat kuliah berlangsung, penulis merasa lucu pada

saat dosen bertanya apa yang dia jawab pada pertanyaan yang

diajukan oleh temannya via SMS, "Kepribadian dan karakter

beda atau tidak". Dosen meminta kepada mahasiswa untuk

menjawab pertanyaan tersebut. Seperti biasa dosen

memerintahkan mahasiswa untuk aktif dalam perkuliahan.

Jawaban demi jawaban pun dilontarkan oleh mahasiswa. Dan

itu cukup menyita banyak waktu. Dan akhirnya dosenpun

memberitahukan apa yang dia jawab pada saat itu, jawabannya

adalah "sama".

Allport (1971) mengemukakan, "Kepribadian terletak

dibalik tindakan tertentu dan dalam individu dan sistem

yang menyusun kepribadian dalam segala hal adalah

kecenderungan yang menentukan" (Sobur, 2003: 300). Jadi

tindakan yang dilakukan oleh individu mencerminkan

4

bagaimana kepribadiannya. Kepribadian seseorang tersusun

dari semua sifat yang dimilikinya. Kepribadian juga berarti

ciri-ciri watak seorang individu.

Meski tidak semua orang dapat mengartikan apa itu

kepribadian.

Berdasarkan pendekatan tipologis (Hippocrates dan

Galenus) dalam Sobur (2003) yang penulis kutip ada empat

tipe kepribadian yang mendasarkan tipologinya pada cairan-

cairan tubuh yang mempengaruhi temperamen seseorang, yaitu:

1. Melankolisi dipengaruhi oleh empedu hitam. Orang-orang

tipe ini selalu bersikap murung atau muram, pesimistis

dan selalu menaruh rasa curiga.

Dan juga orang tipe ini, biasanya memiliki kecerdasan

dan estetika tinggi. Tipe melankolisi adalah tipe

pembelajar. Untuk beberapa kasus, mereka suka

menganggap dirinya tak lebih banyak tahu dari orang

lain. Padahal, mereka banyak memiliki pengetahuan.

Perasaan mereka sangat sensitif. Karena itulah, orang-

orang tipe ini memiliki intuisi kuat.

2. Sanguinisi dipengaruhi oleh darah. Orang-orang tipe

ini selalu menunjukkan wajah yang berseri-seri,

periang atau selalu gembira dan bersikap optimis.

Sanguin ialah orang yang ekstrover sangat jelas jika

sanguinisi mudah bersosialisasi, bahkan mampu membuat

orang yang baru saja diajak berkenalan merasa dekat.

Orang-orang sanguinisi adalah tipe yang suka bergaul

dan spontan. Meski demikian, mereka bukan pengambil

5

keputusan yang bijak, karena hampir semua keputusan

mereka ambil dengan dilandasi emosi dan perasaan.

3. Flegmatisi dipengaruhi oleh cairan lendir. Orang-orang

tipe ini sifatnya lamban dan pemalas, wajahnya selalu

pucat, pesimis, pembawaannya tenang, pendiriannya

tidak mudah berubah.

Flegmatisi merupakan orang yang introver (bersifat

tertutup). Soal hubungan, tipe flegmatisi termasuk

orang yang setia dalam hubungan percintaan maupun

pertemanan. Ketulusan membuat aura baiknya terpancar

jelas. Dalam urusan berpikir, mereka termasuk orang

yang praktis dan konvensional. Tipe ini cenderung

tenang dan bisa menguasai diri dengan baik. Karena

itulah, perubahan emosinya jarang bisa terlihat. Meski

demikian, orang tipe ini kebanyakan adalah orang yang

enggan mengambil resiko.

4. Kolerisi dipengaruhi oleh empedu kuning. Orang-orang

tipe ini bertubuh besar dan kuat, namun naik darah dan

sukar mengendalikan diri, sifatnya garang dan agresif.

Kolerisi biasanya ekstrover. Tetapi tidak mudah

berempati dan cenderung tak berbelas kasih. Meski

demikian, kolerisi biasanya memiliki disiplin tinggi

dan tidak pernah mangkir dari tugas.

Pendekatan tipilogi lainnya, yaitu Tipologi Kretschmer

yang mula-mula dikembangkan oleh Carl Gustav Jung lalu

dilanjutkan oleh H.J.Eyesenck. Dibagi menjadi dua golongan

besar, yaitu:

6

1. Tipe extrovert, adalah orang-orang yang perhatiannya

lebih diarahkan ke luar dirinya, kepada orang-orang

lain dan kepada masyarakat.

Orang dengan tipe ini banyak disenangi oleh orang

banyak karena mudah bergaul dan menyesuaikan diri,

lancar dalam bicara, tidak canggung dan suka bekerja

bersama orang-orang lain.

2. Tipe introvert, adalah orang-orang yang perhatiannya

lebih mengarah pada dirinya, ada "aku"-nya.

Orang dengan tipe ini lekas malu dan canggung, sulit

menyesuaikan diri dan kaku dalam pergaulan, lebih

tertutup dan lebih memilih bekerja sendiri. Seseorang

yang memiliki pribadi introvert akan susah untuk

memiliki teman yang baru karena sosialisasinya

terhambat dan komunikasinya kurang sehingga terkadang

membuat orang lain optimis dan selalu serius terhadap

lingkungan namun satu hal yang diunggulkan dalam

pribadi introvert ini yaitu dia penuh perhatian

terhadap sosialnya dan menjadikannya tenang dan damai

tidak suka keadaan yang ramai.

Yang menjadikan dasar perbedaan pribadi introvert dan

ekstrovert ialah sifat dasar biologis dan genetiknya

bukan terletak pada perilakunya.

Dari tipe-tipe kepribadian diatas, dalam kehidupan

sehari-hari, kita sebenarnya sering malakukan penilaian

kepribadian, bisa dari penampilan seseorang atau dari cara

bicaranya. Menurut penulis, tidak ada seseorang yang benar

introvert dan benar-benar ekstrovert.

7

Menurut penulis, kepribadian yang sehat itu ialah

dengan tindakan-tindakan yang dapat membuat kebahagian baik

untuk diri sendiri maupun orang lain serta berbuat baik dan

tidak merugikan orang lain. Sejatinya tidak ada kepribadian

yang benar-benar sehat.

Sedangkan kepribadian yang sakit ialah dengan tidak

mampu berhubungan dengan orang lain, bertindak dengan

tindakan yang merugikan diri sendiri terlebih merugikan

orang lain dan mengarah ke nilai-nilai negatif. Contohnya,

bermuka dua, dapat ditunjukkan dengan berbohong. Sombong,

curang, kikir, zalim dan masih banyak lainnya, itu juga

termasuk dalam kepribadian yang sakit.

Contoh lainnya, seorang dermawan yang selalu memberi

tidak dapat dibenarkan memiliki kepribadian yang sehat,

bisa saja ia melakukan itu semua karna setiap perbuatannya

ingin dipuji oleh orang lain. Maka dapat dikatakan individu

tersebut memiliki kepribadian yang sakit. karena memiliki

sifat riya.

Kemudian, dengan kepribadian yang sehat dan sakit itu

kita dapat menyeimbanginya dengan membuat kompromi diantara

keduanya. Artinya, dengan memenuhi berbagai kebutuhan fisik

dalam batas-batas tertentu dan di saat yang sama juga

berupaya memenuhi berbagai kebutuan spiritualnya (Indra

RKW, 2008)

Dengan kata lain, yang terbaik adalah dengan harus

bisa beramal baik untuk dunia maupun akhirat. Berbuat baik

tanpa pamrih, tanpa riya semata-mata untuk mendapatkan

ridho dari yang Maha Kuasa.

8

Handout materi kepribadian (rangkuman) oleh dosen

Indra RKW menurut penulis mudah dipahami sebab contoh-

contoh yang diberikan sesuai dengan kehidupan sehari-hari.

C. INTERAKSI SOSIAL

Manusia adalah makhluk sosial. Yaitu yang dalam

kehidupannya membutuhkan orang lain. Artinya, tidak dapat

dihindari bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan

orang lain dalam kehidupannya. Oleh karena itu, manusia

selalu membutuhkan hubungan itu. Jadi, hubungan manusia

dengan manusia lainnya atau kelompok dengan kelompok lainnya

yang disebut dengan interaksi sosial.

Materi ini ditulis oleh Dra. Indra RKW, M.Si sebagai

rangkuman dari materi interaksi sosial yang diadaptasi dari

buku Psikologi Umum Irwanto. Mahasiswa dapat lebih mudah

memahami dan mengerti karena bahasa yang digunakan tidak

rumit.

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu ditemukan

oleh berbagai macam bentuk sikap, perilaku manusia lainnya

yang membuat manusia memiliki persepsi sosial yang cenderung

mengevaluasi penampilan fisik, baik itu dari raut wajah,

fisik, cara berpakaian, berjalan, cara menatap, berjabat

tangan, nada suara, dan seterusnya (slide 2 interaksi sosial

(rangkuman)). Kemudian informasi yang beragam tersebut hanya

informasi tertentu yang menjelaskan rangsang (pembentukan

kesan).

Bagaimana kesan pertama yang dibentuk dapat

mempengaruhi penilaian atau keputusan tentang orang lain.

9

Pembentukan kesan pertama terhadap individu yang baru

bertemu terjadi dalam waktu sangat pendek, relative singkat.

Karena dipengaruhi oleh stereotip-stereotip tentang ciri--

ciri atau gambaran pada obyek tersebut.

Lalu itu dikembangkan lagi dengan adanya persepsi diri

dengan menunjukkan adanya kecenderungan untuk melihat

kesamaan yang ada antara individu dengan individu yang

ditemuinya (Gage dan Cronbach, 1995 dalam Irwanto, 2002).

Selanjutnya hal itu didukung oleh situasi kondisi (setting)

yang memadai, misal pada saat itu memberikan tempat duduk

pada seorang wanita dan itu akan menimbulkan daya tarik

terhadap individu tersebut.

Bila kesan pertama terbentuk, maka akan menerapkan

penilaian itu pada individu tersebut. Proses mencari

informasi tentang ciri-ciri individu dan menerapkan padanya

untuk menentukan reaksi selanjutnya disebut atribusi. Kesan

pertama seringkali salah karena lebih percaya persepsi diri

sendiri daripada kenyataan.

Hubungan yang baik seorang individu dengan individu

lainnya akan menghasilkan sikap yang baik dan sebaliknya.

Jika sikap yang dimunculkan buruk, itu akan menghasilkan

prasangka yang buruk, yang sulit diubah, merugikan obyek,

stereotip, overgeneralisasi (slide 5 interaksi sosial

(rangkuman)).

Penulis ingat betul dengan pernyataan dosen saat

menjawab salah satu pertanyaan dari mahasiswa, "sikap tidak

sama dengan perilaku. Sikap yang linear dengan perilaku

adalah sikap yang dibuktikan oleh perilaku yang mendukung,

10

dan sebaliknya, sikap yang tidak linear dengan perilaku

adalah sikap yang tidak didukung oleh perilaku" (Sabtu, 28

Desember 2014). Penulis sangat setuju dengan pernyataan

tersebut, artinya kita sebagai individu berperilakulah

sedemikian rupa agar menciptakan sikap yang sesuai. Sebagai

contoh, si X tidak suka dengan si Y karena si Y terlalu

cerewet, si X menunjukkan ketidaksukaannya tersebut dengan

mengabaikan dan menjauhi si Y. Artinya sikap linear dengan

perilaku. Contoh kedua, sebenarnya si A tidak suka dengan

hasil karya (lukisan) si B, tetapi si A menunjukkan perilaku

bahwa ia suka dengan hasil karya si B. Artinya sikap tidak

linear dengan perilaku.

Penulis kerap sekali bertemu dengan individu-individu

yanng memiliki sikap tidak linear dengan perilaku. Menurut

penulis itu sama saja dengan bermuka dua atau berbohong

(muka dua dapat diartikan dengan orang yang mau beradaptasi

tapi faktanya ia cenderung bersikap tidak konsisten dengan

integritasnya). Yang sering penulis temui, sebut saja mawar,

mawar mengaku pada penulis tidak menyukai melati dengan

alasan melati seseorang yang berlebihan, tetapi beberapa jam

kemudian penulis melihat mawar dan melati bermain bersama.

Bagaimana itu tidak disebut dengan bermuka dua?. Individu

tersebutlah yang tau jawabannya.

Menurut penulis materi rangkuman interaksi sosial ini

terlalu singkat sebagai rangkuman, sehingga membuat

mahasiswa mencari referensi lain sebagai tambahan. Sebaiknya

diberikan bebrapa kalimat penjelas agar mahasiswa lebih

mudah memahaminya.

11

Interaksi sosial sangatlah diperlukan dalam kehidupan

sehari-sehari. Dosen berkata, "lemahnya pribadi seseorang

karena kurangnya interaksi sosial dalam kehidupannya".

Artinya setiap individu tanpa terkecuali sangat membutuhkan

interaksi sosial. Sombong baginya jika tidak mau berhubungan

dengan orang lain, entah dengan alasan apapun. Dan sekalinya

dia introvert, tidak ada yang benar-benar introvert, pasti

dia membutuhkan orang lain.

Pada zaman sekarang ini, sering penulis temui individu

yang sedikit memiliki interaksi sosial di dunia nyatanya.

Tak heran dengan berkembangnya teknologi semakin marak

penggunanya. Contohnya saja gadget. Sejatinya gadget

difungsikan sebagai mempermudah sarana komunikasi. Tetapi

itu justru dialih fungsikan sebagai memperkecil berinteraksi

sosial secara nyata. Pada saat kita bertemu dengan

katakanlah sahabat kita, tak jarang kita menunduk fokus pada

gadget kita padahal ada seseorang yang lebih nyata mungkin

lebih penting dibandingkan dengan teman-teman di media

sosial kita. Tak heran jika ada kasus seorang suami

menceraikan istrinya melalui pesan singkat. Contoh lain,

biasanya ini terjadi pada anak kost, kamar sebelahanpun

terkadang berkomunikasi melalui pesan singkat, padahal jarak

kamar hanya berbatasan dengan tembok yang menyatukan masing-

masing kamar mereka.

Apa yang dapat ditarik dari contoh diatas?. Masing-

masing pribadi memiliki pendapat yang berbeda.

Sejatinya gadget itu penting mengingat dengan semakin

berkembangnya teknologi. Tetapi lebih bijaklah dalam

12

penggunaannya. Berinteraksi secara nyata jauh lebih baik

dibandingkan dengan dunia maya. Bermain dunia maya boleh

saja asalkan tidak mengabaikan dunia nyata. Sebaik-baiknya

teman dunia maya masih jauh lebih baik teman dunia nyata.

***

Kita hidup di dunia ini memiliki hukum-hukum yag

berlaku, misalnya hukun alam. Hukum alam samahalnya dengan

hukum karma. Dan setiap manusia hendaklah tunduk kepadanya.

Karena setiap apapun tindakan baik atauun buruk pastilah ada

balasannya.

Ada 3 kaidah yang berlaku dalam sunnah sosial, yaitu:

a. Hukum Tuhan bersifat mapan dan tidak tergantikan.

Artinya setiap tindakan apapun pastilah ada ganjarannya

b. Berlaku umum, tanpa kecuali. Tidak tampang bulu,

siapapun itu setiap erbuatan akan ada balasannya.

c. Hukum sosial itu adil. Barangsiapa menanam maka ia akan

memetiknya.

D. ABNORMALITAS

Selasa, 13 Januari 2015 adalah kuliah tambahan untuk

mata kuliah Psikologi Dasar II. Terjadwal pada kuliah

tambahan ini akan membahas tentang abnormalitas. Tetapi

justru pembahasan tentang abnormalitas hanya sedikit. Hal

itu dikarenakan abnormalitas telah mahasiswa pelajari dalam

mata kuliah Kesehatan dan Gangguan Mental. Pernyataan dosen

13

yang mengatakan bahwa seharusnya ini (Psikologi Dasar

materi abnormalitas) terlebih dahulu yang dipelajari

kemudian dilanjutkan dengan mata kuliah itu (kesehatan dan

gangguan mental) karena mata kuliah ini mata kuliah dasar.

Penulis sangat setuju dengan pernyataan tersebut. Jadi

seolah-olah anak lebih jauh berpengalaman dibanding dengan

orang tua. Anak adalah mata kuliah itu dan orang tua adalah

mata kuliah ini. Yang seharusnya adalah Orang tua lebih

jauh berpengalaman dibandingkan dengan anak.

Dalam Irwanto (2002), abnormalitas memeiliki beberapa

konsep, yaitu pendekatan sosial-budaya, pendekatan

statistik, pendekatan medis, pendekatan model belajar yang

disetiap konsenya memiliki masing-masing kriteria normal

dan abnormalnya.

Mengingat pada salah satu pertanyaan mahasiswa yaitu

Henny Santika (pertemuan terakhir, Selasa 13 Januari 2015)

tentang konsep abnormalitas ialah "Normal berasosiasi

dengan nilai-nilai positif dan abnormalitas di asosiasikan

dengan nilai-nilai negatif. Sedangkkan yang normal juga ada

nilai-nilai negatifnya. Mengapa demikian?". Menurut

penulis, ini pertanyaan yang bagus karena pertanyaan

tersebut berdasarkan dengan kehidupan sehari-hari. Jawaban

dosen atas pertanyaan tersebut mengarah ada stereotip

masyarakat yang cenderung beranggapan bahwa jika abnormal

memiliki nilai negatif dan normal memiliki nilai positif.

Dalam kehiduan sehari-hari dapat kita ketahui bahwa anak

yang berperilaku agresif dan impulsif dapat dikatakan

abnormal karena memiliki nilai-nilai negatif. Contoh lain,

14

seseorang yang terlalu sering mencuci tangannya,

beranggapan bahwa tangannya selalu kotor dapat dikatakan

abnormal karena memiliki nilai-nilai negatif dengan sesuatu

yang dilakukan berulang-ulang (kompulsi).

Orang jenius pun bisa memiliki gangguan jiwa, psikopat

misalnya. Normal memiliki nilai positif bukan berarti tidak

memiliki nilai negatif. Namun pendapat umum mengatakan

bahwa normal lebih memiliki nilai positif ketimbang dengan

abnormal. Dan kita cenderung mencari seseorang yang normal

dibandingkan dengan yang abnormal.

Seseorang dapat dikatakan normal karena memenuhi

kriteria normal, adapun kriteria tersebut dalam Irwanto

(2002) ialah individu yang memiliki persepsi yang efisian

terhadap kenyataan dan cukup realistik terhadap kemampuan.

Mampu mengenak diri sendiri dan mengendalikan perilakunya.

Dengan hal itu, individu akan memiliki harga diri dan

diterima oleh lingkungannya dan mampu memberi perhatian dan

membina hubungan cinta kasih dan hidup akan lebih

produktif.

Individu yang tidak menyukai binatang, dapat dikatakan

"sakit" dalam arti abnormalitas. Mengapa?. Karena tidak

seorang pun berhak untuk tidak menyukai makhluk hidup

lainnya. Tuhan saja tidak pernah untuk tidak menyukai

makhluknya, kita yang makhluknya tidak pantas untuk tidak

menyukai makhluk lainnya.

Tidak menyukai sesuatu atau takut pada sesuatu dapat

dikatakan fobia. Fobia yang sering dialami pada masyarakat

15

umum adalah fobia binatang, atau yang disebut dengan

zoofobia.

Sejatinya, gangguan psikologis muncul ketikas

seseorang tidak mampu menjalani kehidupan pada suatu waktu

tertentu.

Terlepas dari itu semua, sejatinya individu yang

memiliki gangguan mental ingin bebas dari itu semua. Salah

satu jalan keluarnya adalah dengan melalukan psikoterapi.

Dapat dilakukan melalui pendekatan-pendekatan psikologis

atau dengan pendekatan agama.

Dengan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta kita

dapat menghilangkan keresahn-kerasahan yang ada. Karena

keimanan keada Tuhan merupakan kekuatan yang luar biasa.

Ketika merasa berdosa kepada Tuhan atau orang lain,

hendaklah kita harus segera meminta maaf. Dengan meminta

maaf, tidak tau itu akan diterima atau tidak setidaknya

kita telah menghilangkan sedikit rasa bersalah.

Tidak pantas menutup hati, menututp hati akan menutup

hati kepada Tuhan.

16

BAB III

PENUTUP

A. KRITIK DAN SARAN

1. Motivasi

Banyak hal yang dicontohkan dalam materi motivasi

ini, terutama contoh-contoh dalam kehidupan sehari-

hari, seperti kurangnya motivasi belajar. Dosen

memberikan dorongan motivasi yang baik. Sebaiknya hal

itu selalu dipertahankan sebagai pengajar dan pendidik

agar menghasilkan mahasiswa yang baik secara lahir dan

batin.

2. Kepribadian

Pada saat kuliah berlangsung, dosen bertanya

kepada mahasiswa apa yang dia jawab untuk menjawab

pesan singkat dari temannya atas pertanyaan apakah

kepribadian dan karakter itu berbeda?. Seperti biasa

dosen mengharuskan mahasiswa untuk aktif dikelas.

Jawaban demi jawaban dilontarkan. Menurut penulis itu

sangat menyita banyak waktu, sekitar setengah jam

hanya untuk membahas hal itu.

Seharusnya dosen memberitahukan apa jawaban yang

sebenarnya dan memberikan penjelasan atas jawaban

tersebut guna untuk mempersingkat waktu. Karena pada

saat itu masih banyak materi yang harus dibahas.

3. Interaksi Sosial

17

Penulis tertarik pada sub materi ini, karena cara

dosen menyampaikan sub materi ini disertai dengan

contoh-contoh yang mudah dipahami dan sesuai dengan

kehiduan sehari-hari. Sehingga baik penulis maupun

mahasiswa lebih memahami secara nalar agar kelak

dikehidupan selanjutnya mampu menerapkannya lebih baik

dan lebih baik lagi.

4. Abnormalitas

Dalam materi abnormalitas ini sedikit dosen

menjelaskan materi, karena mahasiswa telah terlebih

dahulu mempelajarinya dalam mata kuliah lain.

Seharusnya dosen menjelaskan secara singkat dan garis

besar, agar mahasiswa bisa lebih dalam mempelajari

materi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Indra, RKW. 2008. Motivasi (Psikologi Umum 2). Materi

Disajikan dalam Perkuliahan Psikologi Umum 2. Yogyakarta.

(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.

. RKW. 2008. Interaksi Sosial (Rangkuman). Materi

Disajikan dalam Perkuliahan Psikologi Umum 2. Yogyakarta.

(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.

, RKW. 2008. Kepribadian (Rangkuman). Materi Disajikan

dalam Perkuliahan Psikologi Umum 2. Yogyakarta. (Tidak

diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.

18

, RKW. 2008. Abnormalitas (Psikologi Umum 2). Materi

Disajikan dalam Perkuliahan Psikologi Umum 2. Yogyakarta.

(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.

, RKW. 2008. Karakteristik Sunnah Sosial. Materi

Disajikan dalam Perkuliahan Psikologi Umum 2. Yogyakarta.

(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.

Irwanto, dkk. 2002. Psikologi Umum. Jakarta: Arcan.

Sobur, Alex. 2003. PSIKOLOGI UMUM Dalam Lintasan Sejarah.

Bandung: Pustaka Setia

LAMPIRAN

19

Format review, sebagian besar penulis mengikuti format dibawah

ini:

BAB I

PENDAHULUAN

A. Selayang Pandang

Sebelum masuk ke materi selayang pandang, penyusun ingin

mengutarakan sedikit perjalanan mata kuliah psikologi

pendidikan ini di pertemuan awal. Ketika pertama kali ibu

dosen pengampu mata kuliah psikologi pendidikan Indra Ratna

Kusuma Wardani masuk ke ruang kelas, semuanya seketika hening

dan saat mengajar beliau menekankan peranan mahasiswa yang

lebih aktif dibandingkan dosen atau dengan menggunakan sistem

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dimana peran siswa lebih

aktif dibanding pengajarnya. Akan tetapi sayangnya mahasiswa

belum bisa menerapkannya, mereka hanya menjadi pendengar setia

dan pasif dalam mengikuti mata kuliah meskipun ada yang

sedikit yang aktif tetapi jumlahnya masih bisa dihitung dengan

jari, yang aktif pun kebanyakan harus ditunjuk terlebih dahulu

oleh dosen. Penyusun terkesan dengan pernyataan salah satu

mahasiswa bernama Anggoro ketika menanggapi pertanyaan dosen

20

tentang mengapa diberlakukannya metode tersebut. Pernyataan

Anggoro adalah “Ibu memperlakukan kami seperti ini agar

nantinya kami dapat menerapkan ilmu yang ibu berikan dengan

baik, ibaratnya ibu memberi kami benih bunga yang nantinya

kami rawat dengan baik agar bisa menjadi bunga yang indah dan

bukan memberi langsung bunganya kepada kami.” Selain itu

kalimat dari dosen yang sampai sekarang masih penyusun ingat

adalah “Semoga kalian bisa menerima mata kuliah ini dengan

ikhlas dan bukan dari hati lagi tetapi sudah sampai ke kalbu.”

Awalnya ketika mendapat handout dari dosen pengampu,

penyusun merasa lucu melihat kata selayang pandang di handout

tersebut, akan tetapi penyusun kurang mempedulikan apa

sebenarnya makna dari selayang pandang tersebut. Setelah

beberapa minggu kuliah berlangsung, dosen sempat bertanya

kepada mahasiswa apa makna selayang pandang namun tak ada satu

pun mahasiswa di kelas penyusun yang mengetahui apa makna dari

selayang pandang tersebut, akhirnya penyusun memutuskan untuk

mencari pengertian dari selayang pandang di Kamus Besar Bahasa

Indonesia yang berarti secara singkat. Setelah membaca materi

dari selayang pandang, penyusun menyimpulkan bahwa materi

selayang pandang merupakan pandangan secara garis besar dari

21

materi-materi yang akan di bahas selama satu semester mata

kuliah psikologi pendidikan ini. Pada handout selayang pandang

terdapat poin penting, yaitu tentang keunikan masing-masing

individu (individual differences) yang harus di hormati karena

semua ciptaanNya diciptakan secara unik, khas dan tiada

duanya. Pada replika juga lebih banyak dijelaskan tentang

perbedaan individual yaitu mengenai keragaman kecakapan dan

kepribadian, serta tentang kecerdasan. Berkaitan dengan

individual differences menurut Woytila menjadikan orang lain

sebagai “aku lain”, sehingga orang lain merupakan “aku lain”

yang harus aku cintai dan bukan aku musuhi. Menurut Harefa

tugas, tanggung jawab dan panggilan pertama manusia di dunia

adalah menjadi manusia pembelajar dengan pelajaran utama,

yaitu menjadikan dirinya semanusiawi mungkin. Kalimat tersebut

menyarankan bahwa peserta didik harus mampu memahami, berpikir

dan berpendapat tidak hanya dari sudut pandang diri sendiri,

namun mempertimbangkan juga dari sudut pandang orang lain,

dengan memperlakukan dirinya semanusiawi mungkin, melalui

proses pembelajaran yang berpotensi dapat diekspresikan ke

dunia luar.

22

Poin penting lainnya tentang syarat belajar (dalam

pendidikan) yang ditegaskan oleh Harefa (2000) adalah membuka

diri, hati bersih dari prasangka, dan bebas dari penghakiman

dini. Ketiga syarat tersebut dimaksudkan sebagai individu

diharapkan kerelaannya ketika belajar untuk membuka diri agar

pelajaran yang dipelajari dapat diterima dengan baik, selain

membuka diri, hati juga harus bersih dari prasangka, baik

prasangka terhadap pengajar maupun materi yang diberikan dan

hal paling penting adalah bebas dari penghakiman dini. Hal

tersebut dimaksudkan agar menjadi mahasiswa jangan sok tahu

menganggap apa yang menurut diri sendiri benar tapi belum

tentu benar juga menurut orang lain, contohnya saat bertanya

dan menjawab setiap pertanyaan harus memiliki landasan teori

atau ibaratnya pondasi agar saat bertanya maupun menjawab

tidak hanya sekedar bertanya maupun menjawab dan ketika

menjawab harus obyektif jangan subyektif.

Landasan teori merupakan hal penting yang disertakan saat

bertanya maupun menjawab, namun hal tersebut yang membuat

mahasiswa menjadi kurang aktif dengan alasan karena terbiasa

“disuapi” oleh para pengajar sebelumnya jadi ketika sistem ini

diberlakukan semua enggan untuk bertanya apalagi menjawab

23

untuk mencari aman. Walaupun sudah diancam (dengan maksud

yang positif) jika tidak pernah aktif di dalam kelas jangan

harap mendapat skor lebih dari “C” tetapi tetap saja banyak

yang kurang aktif pada saat awal-awal perkuliahan termasuk

penyusun.

Penjelasan materi selayang pandang sangat baik dan rinci

mengenai ruang lingkup Psikologi Pendidikan. Hendaknya

mahasiswa telah mengetahui sedikitnya pandangan singkat mata

kuliah ini selama satu semester. Materi dalam selayang

pandang awalnya dirasa susah dipahami, karena bahasa yang

cukup ilmiah dan formal membuat penyusun berulang kali membaca

agar memahami dengan benar makna setiap katanya. Terdapat juga

sisi positif agar mahasiswa menjadi terbiasa untuk menggunakan

bahasa yang ilmiah dan formal dalam konteks yang tepat.

Situasi perkuliahan di kelas, dosen lebih banyak

memberikan peluang untuk mahasiswanya dalam menjawab

pertanyaan yang ditanyakan dibanding dosen menjawab

pertanyaannya langsung dengan tujuan membuat suasana lebih

hidup dan kelas lebih aktif, namun kenyatanya kelas kurang

aktif karena kurangnya pemahaman dari mahasiswa. Terkadang

mahasiswa juga disarankan agar mandiri untuk menyimpulkan

24

sendiri jawabannya dari setiap jawaban dari mahasiswa lainnya,

namun karena kurangnya konsentrasi, penyusun pun terkadang

merasa kurang bisa menangkap kesimpulan dari setiap jawaban

yang diberikan sehingga tidak mengetahui jawaban yang lebih

tepat.

25

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Psikologi, Pendidikan dan Pengajaran (Prolog)

Para ahli memberikan definisi yang beragam mengenai kata

psikologi, diantaranya dari Chaplin,1972 (dalam Syah, 2010)

yang mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan

mengenai perilaku manusia dan kerumitannya ketika mereaksi

arus dan perubahan alam sekitar dan peristiwa-peristiwa

kemasyarakatannya yang mengubah lingkungan. Gleitman,1986

(dalam Syah,2010) mendefinisikan psikologi merupakan ilmu

pengetahuan yang berusaha memahami perilaku manusia, alasan

dan cara melakukan sesuatu, dan juga memahami cara makhluk

tersebut berpikir dan berperasaan. Selain Chaplin dan Gleitman

menurut Poerbakawatja dan Harahap, 1982 (dalam Syah, 2010)

arti psikologi sebagai cabang-cabang ilmu pengetahuan yang

mengadakan penyelidikan atas gejala-gejala dan kegiatan-

kegiatan jiwa. Berdasarkan pengertian diatas, dapat penyusun

simpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang

tingkah laku dari ekspresi jiwa, sehingga psikologi pendidikan

merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku dari

26

ekspresi jiwa mengenai proses belajar mengajar. Hikmah yang

penyusun dapat dari psikologi pendidikan adalah penyusun lebih

memahami dan mengerti bagaimana memecahkan permasalahan yang

dihadapi mengenai cara dan proses belajar mengajar. Pendidikan

yang erat kaitannya dengan belajar berlaku sepanjang hayat,

sehingga dengan mengetahui dan menerapkannya, diharapkan

peserta didik akan menjadi lebih mengerti bagaimana cara

menghadapi dan menyelesaikan permasalahan tersebut.

Ketika perkuliahan, dosen sangat menekankan perbedaan

antara pendidik dan pengajar. Pengajar adalah seseorang yang

memindahkan ilmunya kepada orang yang diajar, sedangkan jika

pendidik adalah seseorang yang lebih menanamkan nilai-nilai

moral ditambah mengajar. Pada buku Psikologi Pendidikan dengan

Pendekatan Baru, Muhibbin Syah menyatakan bahwa pengajaran hanya

menanamkan pengetahuan ke dalam aspek kognitif (ranah cipta)

dan sedikit memberi keterampilan psikomotor (ranah cipta)

sedangkan aspek afektif (ranah rasa) tak pernah tersentuh.

Sehingga mengajar merupakan salah satu bagian dari mendidik

dimana pada saat mendidik aspek-aspek siswa tidak hanya pada

tahap berpikir, namun siswa diharapkan sudah bisa merasakan

dan menerapkan pikiran tersebut melalui tindakan dan perilaku

27

tentunya ke arah yang lebih positif, karena pada tahap

mengajar siswa hanya sebatas tahu sesuatu tersebut baik, tapi

tidak mau melakukannya sampai menjadi bisa. Disisi lain, dosen

pun diharapkan tidak hanya mengajar namun juga dapat mendidik

mahasiswanya agar proses pendidikan dapat berjalan dengan

sangat baik dan diharapkan menghasilkan sumber daya manusia

yang berkualitas. Kalimat yang selalu penyusun ingat dari

penjelasan dosen adalah seseorang dapat dikatakan berilmu

apabila dia memiliki akhlak yang baik

Ketika mata kuliah psikologi pendidikan telah berlangsung

selama dalam beberapa kali pertemuan, walaupun masih banyak

mahasiswa yang tertekan namun sudah terdapat perubahan (ke

arah yang lebih positif) di kelas penyusun. Hal ini terlihat

pada mahasiswa yang biasanya tidak pernah aktif menjadi

sedikit aktif. Walaupun jumlah mahasiswa yang aktif belum

sebanyak yang diinginkan dosen tetapi setidaknya sudah ada

perkembangan dibandingkan semester sebelumnya. Perubahan

tersebut tidak hanya terjadi pada mata kuliah psikologi

pendidikan saja, tetapi juga dalam beberapa mata kuliah

lainnya yang membuat kelas menjadi lebih hidup dan suasana

proses belajar mengajar pun lebih tercipta.

28

Materi psikologi pendidikan yang dijabarkan dalam buku

karya Muhibbin Syah sangat rinci dengan cara penyampaiannya

mudah dipahami sehingga penyusun dapat dengan mudah menyerap

materi, selain itu poin-poin terpenting dalam materi ini sudah

dikaji ulang dalam replika. Sehingga penyusun makin mudah

dalam meresapi poin-poin pentingnya, akan tetapi dalam buku

Muhibbin Syah terdapat beberapa ayat–ayat Al-Quran yang

memungkinkan pembaca non-islam menjadi sedikit bingung.

Ketika dosen menerangkan materi, penyusun merasa dosen

cukup berhasil saat memancing agar pertanyaan-pertanyaan yang

dilontarkan sedikit demi sedikit dijawab oleh mahasiswa

walaupun mungkin kurang tepat sampai akhirnya menyimpulkan

sendiri jawaban dari jawaban-jawaban tersebut. Sehingga

penyusun merasa tidak ada kritik dan saran.

B. Perbedaan Individual

Setiap individu diciptakan berbeda-beda olehNya. Faktor-faktor yang memengaruhi

perbedaan individual tersebut adalah fisik, pola asuh, latar

belakang ekonomi-sosial-budaya-suku-etnik, dan agama. Adanya

perbedaan pada masing-masing individu semestinya harus

29

dihormati dan dihargai untuk mengakomodasikan multikultural

karena setiap manusia diciptaNya secara unik, khas dan tiada

duanya sehingga prinsip agama, ideologi itu seharusnya tidak

perlu dipermasalahkan. Dalam replika, dijelaskan tentang

keragaman kecakapan dan kepribadian serta tentang kecerdasan

memiliki keunikan tersendiri yang bersifat khas sehingga

membedakan individu satu dengan lainnya dan akan memengaruhi

kualitas perilaku individu tersebut dalam berinteraksi. Dosen

sempat bertanya kepada mahasiswa mengenai tingkat kesulitan

mengukur antara kepribadian dan kecakapan, setelah beragam

jawaban didapat dari mahasiswa, dosen pun menyimpulkan jika

kepribadian dan kecakapan sulit dipahami dan susah di ukur

karena keduanya sama-sama bersifat abstrak.

Pembahasan pada materi Psikologi Pendidikan dalam buku

Muhibbin Syah sudah diulas dengan sangat baik, hanya saja

kurang diberikan contoh, seperti contoh dalam kehidupan

sehari-hari agar lebih memudahkan dalam memahami materi.

Terkait materi ini penyusun merasa kurangnya penjelasan

dosen yang lebih rinci dikarenakan saat mata kuliah

berlangsung lebih membahas pada tugas UTS analisis kasus di

koran dibanding membahas materi. Akan tetapi keputusan dosen

30

lebih membahas tugas UTS pun juga tepat karena sebenarnya

tugas tersebut terkait dengan materi yang dibahas, selain itu

mahasiswa juga jauh lebih antusias bertanya tentang tugas

dibanding bertanya tentang materi. Sehingga positifnya

mahasiswa bisa mempelajari sendiri di rumah dan mencari

penjelasan yang lebih rinci agar dapat memahaminya.

C. Proses Perkembangan dan Hubungannya dengan Proses

Belajar

Setiap makhluk hidup di dunia ini mengalami perkembangan.

Pertumbuhan berbeda dengan perkembangan, menurut McLeod, 1989

(dalam Syah, 2010) dikatakan bahwa pertumbuhan merupakan

sebuah tahapan perkembangan. Adapun faktor-faktor yang

memengaruhi perkembangan dilandasi berdasarkan tiga aliran,

yaitu aliran nativisme yang disebabkan oleh faktor

keturunan/pembawaan/herediter, aliran empirisme yang

disebabkan oleh faktor lingkungan dan pengalaman, serta aliran

konvergensi yang merupakan gabungan dari aliran nativisme dan

empirisme. Sebelumnya ketiga aliran ini sudah sempat

dipelajari saat mata kuliah Psikologi Dasar I pada semester

31

satu, jadi selengkapnya bisa membaca lagi pada handout

Psikologi Dasar I dan untuk tambahannya bisa membaca di buku

Muhibbin Syah.

Pada materi ini beberapa poin pentingnya sudah dikaji

dengan baik dan penjelasan pentingnya sudah terdapat pada

handout dosen (Replika), jadi dosen lebih membahas materi di

replika. Ketika pembahasan, dosen menekankan perkembangan

mencakup area psikofisik yaitu afektif, kognitif, dan

psikomotorik yang tentunya terkait langsung dengan aktivitas

belajar peserta didik. Poin penting lainnya adalah bagaimana

kaitannya perkembangan kognitif dengan proses belajar peserta.

Ranah kognitif merupakan ranah psikologis peserta yang

terpenting karena merupakan sumber sekaligus pengendali dari

ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni afektif dan psikomotorik.

Contoh kegiatan sehari-hari yang berkaitan antara perkembangan

kognitif dengan proses belajar peserta didik salah satunya

adalah perilaku menulis saat dosen menjelaskan. Hal ini

dikarenakan ketika dosen menjelaskan, mahasiswa yang benar-

benar mendengarkan pasti akan berpikir kemudian menulis poin-

poin penting dari penjelasan dosen atau menyeleksi poin-poin

penting yang terdapat pada penjelasan dosen kemudian

32

terjadilah penyerapan informasi sehingga memunculkan adanya

proses kognitif. Sehingga diharapkan mahasiswa jangan sering

lupa saat kuliah karena nantinya akan memengaruhi kognitif

sehingga memengaruhi proses belajar.

Pada buku Muhibbin Syah sudah dijelaskan dengan cukup

padat jelas dan lengkap, walaupun tidak selengkap buku

Santrock yang lebih mengedepankan untuk mata kuliah Rentang

Perkembangan Manusia dan karena saat semester satu materi yang

dijelaskan baru memasuki tahap remaja awal, sehingga buku

Muhibbin Syah dan Santrock dapat membantu untuk memberi

gambaran kedepannya saat penyusun mendapat mata kuliah Rentang

Perkembangan Manusia II.

Tidak ada kritik maupun saran untuk dosen pada materi

ini, karena penyusun merasa tindakan dosen sudah benar untuk

mengarahkan mahasiswa mempelajari sendiri dan tidak terlalu

panjang lebar membahas tentang tahap perkembangan manusia

karena materi ini selengkapnya akan dijelaskan pada mata

kuliah Rentang Perkembangan Manusia, mungkin hanya pada judul

di sub bab replikanya saja kata mempengaruhi diubah menjadi

memengaruhi karena di KBBI seperti itu dan mungkin pada tahun

2009 kata memengaruhi belum diberlakukan.

33

D. Belajar, Peserta Didik, dan Faktor-Faktor yang

Memengaruhinya

Belajar merupakan istilah kunci yang paling vital dalam

setiap usaha pendidikan, sehingga kaitan belajar dengan

pendidikan sangat erat, yaitu tidak akan ada proses pendidikan

tanpa dilandasi proses belajar. Belajar memiliki makna yang

prinsipal atau esensinya adalah “perubahan/berubah” yang

tentunya untuk ke arah lebih positif. Pada buku Muhibbin Syah

banyak terdapat definisi belajar dari beberapa ahli salah

satunya dari Hintzman (dalam Syah, 2010) berpendapat bahwa

belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri

organisme (manusia/hewan) disebabkan oleh pengalaman yang

dapat memengaruhi tingkah lagu organisme tersebut. Dari

beberapa pendapat ahli pada buku Muhibbin Syah dan

mendengarkan penjelasan dosen, penyusun menyimpulkan definisi

belajar adalah sebuah proses perubahan (ke arah yang lebih

positif) dimana seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari

tidak bisa menjadi bisa, dan dari tidak mengerti menjadi

mengerti melalui tahapan perilaku kognitif, afektif,

psikomotorik.

34

Belajar biasanya lebih dikaitkan dengan ilmu tetapi

sebenarnya belajar juga jauh lebih ditekankan pada penegakan

nilai-nilai etik moral bahkan harus lebih didahulukan di atas

penegakan ilmu, sebab untuk menjadi seseorang yang berilmu

harus memiliki nilai etik moral dan akhlak yang baik. Selain

itu juga belajar tidak hanya pada pendidikan formal tetapi

pada pendidikan informal maupun nonformal, maka dari itu

belajar tidak hanya dengan membaca buku dan mendengarkan

penjelasan dosen melainkan juga dengan memperhatikan keadaan

sekitar, bagaimana menyikapi perilaku dalam kehidupan sehari-

hari bahkan dari pengalaman-pengalaman diri sendiri maupun

orang lain. Sehingga belajar dapat dilakukan dimana saja dan

kapan saja. Dalam belajar, diusahakan jangan terlalu

tergantung akan adanya faktor dari luar (ekstrinsik) melainkan

peserta didik harus termotivasi oleh faktor dari diri sendiri

(intrinsik) dengan ikhlas yang nantinya motivasi tersebut

dikembangkan kembali agar menjadi ilmu, karena ilmu merupakan

hasil dari proses belajar yang mengubah manusia menjadi

tau,mau,dan bisa. Contoh akibat faktor luar, rajin belajar

untuk mendapatkan skor tinggi agar dapat meminta sesuatu

35

kepada orang tua sebagai timbal balik, sehingga peserta didik

termotivasi untuk melakukan proses belajar.

Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan

perilaku kognitif, afektif, psikomotor. Menurut Wittig (dalam

Syah, 2010) proses belajar berlangsung dalam tiga tahap, yaitu

acquisition (tahap perolehan), storage, (tahap penyimpanan) retrieval.

(tahap mendapat kembali) Dimana pada tahap acquisition, siswa

memperoleh pemahaman baru tentang suatu informasi dan pada

tahap storage siswa mulai menyimpan pemahaman baru tersebut

untuk selalu diingat agar pada saat tahap retrieval siswa dapat

menerapkan informasi tersebut dalam perilakunya. Pada handout

dosen yang berjudul “peserta didik” disebutkan beberapa syarat

peserta didik dan syarat pertama adalah syarat yang menurut

penyusun paling penting, yaitu hati harus bersih dari kotoran

dan penyakit jiwa, alasannya adalah jika syarat pertama belum

terpenuhi maka syarat-syarat selanjutnya pun akan lebih susah

lagi untuk dilaksanakan. Sebagaimana telah diketahui jika pada

saat belajar hati tidak bersih (berprasangka buruk, tertekan)

dan tidak ikhlas maka akan berpengaruh buruk pada proses

pembelajaran yang salah satu penyebabnya adalah memori

melemah. Handout tersebut yang berjudul memori, saat tertekan

36

memori akan melemah karena tegangan yang diberikan terlalu

tinggi sehingga kurangnya konsentrasi dan mental ketika

belajar. Hal ini berpotensi menimbulkan lupa dan kejenuhan

belajar. Jika lupa dan kejenuhan belajar sudah sering terjadi

sebaiknya jangan dibiarkan begitu saja, dalam handout dosen

yang berjudul “lupa dan kejenuhan belajar” telah disebutkan

beberapa cara untuk mengatasi kelupaan dan kejenuhan dalam

belajar yang inti caranya harus lebih giat belajar, belajar,

dan belajar lagi. Sehingga cara yang benar-benar ampuh untuk

mengatasi lupa dan kejenuhan belajar adalah belajar yang

sungguh-sungguh serta dengan hati yang tulus ikhlas.

Hasil dari proses belajar siswa dipengaruhi oleh

bagaimana cara peserta didik mentransfer pengetahuan dan

keterampilannya. Pengaruh dapat dikatakan memiliki makna

sesuatu yang membawa penularan. Menurut Reber (dalam Syah,

2010) transfer belajar mengandung arti pemindahan keterampilan

hasil belajar dari situasi ke situasi lainnya. Contoh transfer

dalam kehidupan sehari-hari adalah saat TK sudah bisa mengenal

huruf lalu SD sudah bisa membaca dan menulis sampai akhirnya

SMA sudah bisa membuat karya tulis. Menurut Gagne (dalam Syah,

2010) transfer dapat dikategorikan menjadi empat.

37

1. Transfer positif, yaitu transfer yang memiliki pengaruh

baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Contohnya

siswa yang berjualan cenderung lebih cepat menghitung

saat mengerjakan soal statistika.

2. Transfer negatif, yaitu transfer yang memiliki pengaruh

buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Contohnya

siswa yang dari kecilnya sudah terbiasa makan dengan

tangan kiri atau melakukan kegiatan lebih sering

menggunakan dengan tangan kiri (kidal) cenderung saat

bersalaman dengan orang baru juga menggunakan tangan

kiri, sehingga takutnya orang yang baru mengenal

menganggap itu kurang sopan.

3. Transfer vertikal, yaitu transfer yang memiliki

pengaruh baik terhadap kegiatan belajar

pengetahuan/keterampilan yang lebih tinggi. Contohnya

ketika siswa sudah bisa memahami pelajaran IPA

nantinya dia juga akan bisa memahami pelajaran biologi,

fisika, dan kimia.

4. Transfer lateral, yaitu transfer yang memiliki pengaruh

baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan

yang sederajat. Contohnya ketika mahasiswa bisa

38

menerapkan cara berbahasa Indonesia yang baik dan

benar, mahasiswa tersebut pasti nantinya akan lebih

mudah dalam berargumentasi.

Itu adalah empat transfer dalam belajar menurut Gagne.

Sehingga penyusun menyimpulkan bahwa transfer merupakan sebuah

pemindahan kegiatan dimana hasil dari pengetahuan/keterampilan

sebelumnya memengaruhi tercapainya sesuatu

pengetahuan/keterampilan baru lainnya.

Tentunya dalam belajar peserta didik pasti pernah

mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar pada peserta

didik saat mengikuti mata kuliah seringnya disebabkan oleh

para pengajar yang kurang bisa mengajar dengan baik. Penyebab

lainnya dipengaruhi oleh karakteristik para pengajar tersebut

yang menyebabkan kegiatan proses belajar mengajar terhambat.

Seharusnya peserta didik tidak hanya menuntut pengajar agar

mengubah cara mengajarnya lebih baik dan dapat diterima oleh

peserta didik, tetapi peserta didik juga harus mengintrospeksi

diri apakah telah siap belajar dan mengikuti pelajaran

tersebut atau belum. Sopannya peserta didiklah yang semestinya

menyesuaikan diri dulu terhadap karakter pengajar tersebut,

setelah dirasa kurang bisa menerima pelajaran yang disampaikan

39

barulah peserta didik bisa mengkritik pengajar tersebut agar

pengajar mengetahui dimana letak kekeliruannya dalam mengajar

dan mungkin memberikan saran yang sopan dan baik tentunya agar

proses belajar mengajar berlangsung dengan baik dan nyaman.

Kasus yang terjadi adalah mahasiswa takut mengkritik dan

memberi saran, mahasiswa cenderung pasrah mengikuti cara

pengajaran yang dirasa kurang menarik tersebut, sehingga

pelajaran yang disampaikan menjadi tidak berguna karena tidak

adanya pemahaman pada materi yang dijelaskan. Sesungguhnya

mungkin beberapa mahasiswa akan menggunakan cara belajarnya

sendiri akan tetapi lebih banyak yang kurang peduli dan

membiarkannya berlalu begitu saja karena kurangnya antusias

dalam mempelajari pelajaran tersebut. Maka sebaiknya untuk

mengatasi kesulitan belajar siswa diminta untuk lebih

melaksanakan program perbaikan agar tercapainya hasil yang

baik dari proses belajar mereka.

Pada buku Muhibin Syah materi tentang belajar dapat

dimasukkan ke dalam tiga bab yang membuat penjelasan cukup

panjang tapi mudah untuk dipahami karena sudah diperjelas

dengan contoh-contohnya. Adapun handout-handout dari dosen

yang lebih memudahkan mempelajarinya karena materi di dalamnya

40

sudah terdapat poin-poin penting dari buku tersebut. Buku

Muhibbin Syah dalam ulasan materi ini lebih banyak menyebutkan

ayat-ayat suci di dalam Al-Quran, sebenarnya tidak terlalu

menjadi masalah yang besar karena masih terkait dengan materi

yang disampaikan akan tetapi ditakutkan kepada pembaca buku

yang non islam agak bingung dan merasa buku ini lebih

diperuntukkan untuk pembaca yang khususnya beragama Islam.

Penjelasan dosen pada materi ini sangat baik dengan

meminta mahasiswa untuk mencari dan menggaris bawahi kata

kunci materi tersebut yang tujuannya agar lebih mudah

mempelajari materi, selain itu dosen juga membahas poin-poin

penting dari materi ini dan sisanya dipelajari sendiri

sehingga tidak terlalu banyak menghabiskan waktu karena pada

materi ini penjelasannya cukup banyak. Penyusun juga

sependapat dengan pendapat dari Yudhistira tentang cara dosen

yang lebih mengedepankan pola pikir mahasiswanya dibanding

hanya memberi materi, jadi dosen tidak hanya sekedar mengajar

tetapi juga mendidik mahasiswa ke arah yang jauh lebih baik

untuk kedepannya karena jika pola pikir sudah ditanamkan,

otomatis ketika mempelajari materi secara mandiri, sudah bisa

memahami materi tersebut. Sempat juga terjadi kekeliruan pada

41

handout yang berjudul “peserta didik” mengenai syarat bagi

peserta didik poin ke empat, yaitu “wajib menghormati gurunya,

dan berusaha semaksimal mungkin meraih kerelaannya dengan

berbagai cara terpuji.” Awalnya menurut dosen maksud dari

“kerelaannya” itu ditujukan untuk peserta didik, tetapi

setelah mendengar pendapat dari salah satu mahasiswa dimana

menurut dia kata “kerelaannya” itu ditujukan untuk pendidik.

Setelah mendengar pendapat mahasiswa tersebut akhirnya dosen

memutuskan, “kerelaannya” tersebut dapat ditujukan untuk

peserta didik maupun pendidik. Pada materi ini juga suasana

kelas terasa lebih nyaman karena dosen banyak memberi contoh

kehidupan sehari-hari yang nyata dan berkaitan dengan materi,

serta cara penyampaiannya yang lebih humoris jadi mahasiswa

pun merasa lebih nyaman dan menjadi lebih aktif walaupun belum

semuanya aktif atau sebanyak yang diinginkan dosen setidaknya

sudah ada perubahan.

E. Mengajar, Pendidik, dan Proses Mengajar-Belajar

Selain belajar, mengajar pun merupakan istilah kunci yang

sangat vital pembahasannya dengan pendidikan. Sebagian orang

menganggap bahwa mengajar tak berbeda dengan mendidik, tetapi

sebenarnya terdapat perbedaan antara mengajar dan mendidik.

42

Mengajar merupakan kegiatan seorang guru yang hanya

menumbuhkembangkan ranah ciptanya sedangkan ranah rasa dan

karsa mereka terabaikan, sedangkan pendidik menumbuhkan ranah

cipta, rasa, dan karsa peserta didiknya. Dapat dikatakan bahwa

mengajar adalah satu bagian dari cara mendidik. sehingga

mengajar hanya lebih membahas teori dibanding praktiknya,

karena mengajar hanya sebatas tau ilmu tersebut baik dan benar

tetapi belum bisa benar-benar memahami, merasakan, dan

menerapkan ilmu-ilmu tersebut. Sebagaimana yang penyusun catat

ketika mendengarkan dosen saat menjelaskan adalah ilmu bukan

ilmu jika tidak diamalkan maka dari itu diharapkan guru selain

mengajar juga dapat mendidik peserta didiknya dengan baik agar

tercapainya tujuan pendidikan.

Pada buku Muhibin Syah terdapat dua aliran pandangan dalam

melihat profesi mengajar, yang pertama mengajar sebagai “ilmu”

dan aliran kedua adalah mengajar sebagai “seni”. Pada aliran

mengajar sebagai ilmu, ditekankan bahwa untuk menjadi seorang

pengajar yang baik dapat dipelajari dari pengalaman misalnya

belajar ilmu pendidikan/keguruan maupun lingkungan sekitar

(aliran empirisisme) sedangkan mengajar sebagai seni,

ditekankan bahwa menjadi seorang pengajar dibutuhkan bakat dan

43

keahlian khusus yang memang sudah dimiliki dari sejak lahir

(aliran nativisme). Maka saat mengajar, pengajar diharapkan

memiliki seni dalam mengajar, tujuannya adalah agar bisa

membuat siswa tertarik dan lebih mudah memahami pelajaran.

Memudahkannya pun tidak bisa sembarangan, pengajar harus bisa

bagaimana caranya agar tidak menghilangkan esensinya dan para

siswa tetap belajar tetapi dengan cara penyampaian yang lebih

menarik dan mudah untuk dipahami. Ini disebut dengan strategi

dalam mengajar, strategi mengajar berbeda dengan metode

mengajar. Menurut penjelasan dosen sesungguhnya metode tidak

dapat dilepaskan dari strategi, metode itu arasnya abstrak dan

wujudnya konsep. Karena metode mengajar pasti memiliki

keunggulan dan kelebihannya masing-masing, disinilah pengajar

harus pintar-pintar menyusun strategi dalam mengajar agar

metode pengajaran yang digunakan mendatangkan hasil yang baik.

Ada empat metode yang hingga saat ini masih sering

digunakan, yaitu metode ceramah, metode demonstrasi, metode

diskusi, dan metode ceramah plus. Dimana pada metode ceramah

yang aktif hanya para pengajar sedangkan peserta didiknya

cenderung pasif, metode demonstrasi dalam belajar sudah

melibatkan peran pengajar dan peserta didik mengenai pemahaman

44

materi dapat lebih mendalam, metode diskusi pengajar lebih

mendorong peserta didiknya untuk lebih aktif, berpikir kritis,

dan berani mengungkapkan pendapat, sedangkan metode ceramah

plus menggabungkan/menambahkan beberapa metode seperti plus

tanya jawab dan tugas, plus diskusi dan tugas, dan plus

demonstrasi dan pelatihan.

Hal lain yang mesti dimiliki guru adalah kepribadian,

kompetensi dan integritas profesionalisme pada guru.

Kepribadian yang baik pada guru adalah syarat pengajar yang

paling utama karena sekali lagi penegakan nilai etik moral

didahulukan diatas penegakan ilmu. Dalam buku Muhibbin Syah

disebutkan bahwa karakteristik kepribadian guru dibagi menjadi

dua, yaitu fleksibilitas kognitif guru dan keterbukaan

psikologis pribadi guru. Jadi guru harus luwes dan terbuka,

jangan kaku agar dapat menjalin kerjasama dengan siswa maupun

menyampaikan materi dengan baik. Dijelaskan juga oleh

Siswomiharjo (dalam Replika, 2009) di artikel yang berjudul

“Pendidik: Sebuah Pilihan Berdimensi Etis” menyebutkan bahwa

dunia kita sedang mengarungi masa penuh penderitaan spiritual,

maksudnya adalah banyak manusia yang lupa akan keberadaan dia

di dunia yang sesungguhnya tidak pernah lepas akibat kehendak

45

Tuhan, dan mereka sering berperilaku menurut pikiran mereka

sendiri yang tidak berlandaskan nilai etik-etik moral dan

menganggap hal yang awalnya haram menjadi halal di mata

mereka, sehingga dunia pun lambat laun akan semakin hancur.

Contohnya pejabat-pejabat tinggi yang korupsi, bagaimana bisa

pendidikan maju jika pejabat-pejabat tinggi negara yang

merupakan lulusan-lulusan terbaik dalam universitas yang

tentunya baik juga pun melakukan tindakan yang melanggar

nilai-nilai etik moral, bahkan cara mereka menyikapinya pun

dengan santai. Akibatnya adalah generasi penerus akan

menganggap hal tersebut bukan hal yang haram lagi untuk

dilakukan dan yang ditakutkan generasi penerus pun nantinya

akan mengikuti jejak para pejabat-pejabat tinggi yang tidak

bermoral tersebut.

Kompetensi guru dalam menjalankan kewenangan profesionalnya

harus memiliki kecakapan ranah cipta, rasa, karsa (kompetensi

kognitf, afektif. psikomotor) dimana kompetensi kognitif guru

terkait dengan ilmu yang dia miliki dan yang akan dia

sampaikan. Dalam kompetensi afektif terdapat konsep diri,

efikasi diri, dan penerimaan diri, disini guru harus memiliki

konsep diri agar dia memiliki acuan sikap yang akan dia

46

cerminkan dalam berperilaku agar harga dirinya tidak rendah,

karena seperti banyak kasus yang kita ketahui contohnya

pelecehan yang dilakukan siswa terhadap guru, maka dari itu

guru harus memiliki konsep diri. Efikasi diri merupakan

keyakinan guru terhadap kefektifan kemampuannya sendiri pada

saat melaksanakan kegiatan mengajar, tujuannya agar siswa

percaya bahwa dia mampu mengajar dengan baik. Sikap penerimaan

diri juga merupakan hal yang penting bagi guru, mengingat guru

adalah manusia sebagai ciptaanNya pasti memiliki kelebihan

serta kekurangan, jadi harus bisa menerima kekurangan kita dan

orang lain serta menjaga dengan baik kelebihan yang telah

diberikanNya kepada kita. Untuk kompetensi psikomotor pada

guru meliputi kecakapan fisik umum dan khusus, kecakapan fisik

umum lebih direfleksikan saat aktivitas mengajar sedang tidak

berlangsung sedangkan kecakapan fisik khusus direfleksikan

dalam proses mengajar-belajar yang didalamnya terdapat

keterampilan ekspresi verbal dan non verbal.

Dalam handout seni mengajar, disebutkan integritas

profesional yang meliputi sikap-sikap etis dan kewajiban

moral. Memang seharusnya guru memiliki sikap-sikap etis

(tanggung jawab, adil, dan cinta) dan kewajiban moral

47

(kebenaran, keadilan, kejujuran, berpikir dan berperilaku

ilmiah). Guru harus memiliki tanggung jawab, adil, dan cinta

karena jika tidak memiliki tanggung jawab berarti guru

tersebut tidak memiliki integritas, tentu saja menjadi guru

dibutuhkan sikap adil dan cinta terhadap profesinya maupun

dengan peserta didiknya agar peserta didik merasa dianggap dan

diperhatikan keberadaannya oleh pendidik. Diterangkan lebih

jelas oleh Indra Ratna (dalam Replika, 2009) menjadi manusia

berarti harus siap membela kebenaran, keadilan tanpa kompromi,

sebab kebenaran dan keadilan adalah perwujudan keberadaan

(manifestasi eksistensi) Tuhan Sang Segala Maha di alam

semesta. Sehingga manusia diharapkan dapat selalu jujur dan

adil terhadap semua ciptaanNya khususnya para pendidik, untuk

menghindari terjadinya kesenjangan antara peserta didik yang

satu dengan yang lainnya pendidik harus menegakkan keadilan

dengan tetap memiliki “kenetralan afektif”. Contoh kenetralan

afektif adalah saat dosen dan mahasiswa sepakat jika terlambat

masuk kelas lima belas menit akan diberikan sangsi, maka

mahasiswa yang terlambat sekalipun mahasiswa tersebut menurut

dosen sangat baik dan dekat apalagi masih memiliki hubungan

saudara, tetap saja jika yang bersangkutan terlambat harus di

48

beri sangsi agar mahasiswa lainnya tidak berpandangan jika

dosen tersebut tidak adil. Kewajiban moral pendidik juga

adalah berperilaku ilmiah, salah satu contoh berperilaku

ilmiah adalah mampunya pendidik berbahasa dengan baik dan

benar. Menurut penjelasan Indra Ratna (dalam Replika, 2009)

pada pembahasan artikel yang berjudul “Bahasa dan Pendidik”

disebutkan bahwa salah satu sarana berpikir ilmiah merupakan

faktor strategis yang mutlak dikuasai oleh seorang pendidik.

Hal ini dikarenakan proses belajar tidak akan berjalan dengan

baik jika pendidiknya sendiri tidak dapat berbahasa dengan

baik kepada mahasiswanya. Jika pendidiknya tidak bisa

berbahasa dengan baik, bagaimana dengan peserta didiknya?

Pastinya mereka akan lebih sulit lagi untuk bisa berbahasa

dengan baik dan benar kecuali peserta didik memiliki kemauan

yang keras untuk mempelajari sendiri bagaimana bahasa yang

baik dan benar. Selain berbahasa, berpikir, dan berperilaku

ilmiah sebagai pendidik juga harus bisa menerima pendapat

peserta didiknya sebagai referensi tambahan untuk

mengembangkan ilmunya bukan dengan memaksakan kehendak jika

hanya pemikirannya sendiri yang benar dan perbedaan pendapat

merupakan ancaman yang akan menurunkan harga dirinya sebagai

49

seorang pendidik. Jika cara berpikir dan berperilakunya

seperti demikian berarti dia belum bisa dikatakan sebagai

pendidik yang berpikir dan berperilaku ilmiah.

Pada buku Muhibbin Syah tentang mengajar dan proses mengajar

belajar, penjelasannya sudah sangat rinci dan cara

penyampaiannya mudah untuk dipahami, selain itu materi

tersebut dijelaskan lebih rinci dalam handout slide-slide

power point dan artikel-artikel dosen (dalam Replika, 2009)

yang sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Dalam

artikel dosen yang berjudul “Bahasa dan Pendidik” penyusun

merasa memerlukan penalaran yang tinggi untuk memahami maksud

dari penjelasan paragraf terakhir karena bahasanya yang sangat

puitis, yaitu “Harapan yang coba disanjungkan, ketika salah

satu mata rantai (yang mungkin sempat terputus) telah usai

dikaitkan, semoga ada ‘gayung yang bersambut’, sehingga akan

dilingkarkan lagi mata rantai-mata rantai lain sebagai

penyambungnya; dan sketsa ‘awal’ ini kelak akan tidak lagi

berepilog sketsa. Semoga diorama itu terjadi sebelum

‘berkering keringat-air mata’, salam!”

Mengenai penjelasan dosen mengenai materi ini, penyusun

merasa dosen sudah sangat baik menjelaskan makna-makna yang

50

sulit dipahami serta memancing pertanyaan-pertanyaan untuk

mengetahui pola pikir mahasiswanya. Hal tersebut diimbangi

dengan pendapat-pendapat dosen yang menyimpulkan jawaban-

jawaban dari para mahasiswa sehingga penyusun merasa tahu

jawaban yang lebih pastinya dibanding materi yang sebelumnya.

Selain itu pada materi ini juga dosen sangat menekankan agar

yang belum pernah aktif sama sekali, untuk aktif memberikan

pendapat agar nantinya tidak terjadi lagi kasus mahasiswa yang

sidang skripsi tidak dapat menyampaikan isi skripsinya karena

tidak terbiasa berargumentasi. Sehingga penyusun sangat

menghargai usaha dosen yang tidak ingin kasus tersebut

terulang lagi dengan para peserta didiknya yang lain dan bisa

dijadikan acuan bagi peserta didiknya untuk mengembangkan dan

memaksimalkan usaha yang dilakukan agar dapat berargumentasi

dan lebih mengedepankan pola pikir. Bahkan usaha dosen

menambah jam kuliah tambahan adalah salah satu wujud dosen

sangat ingin membantu peserta didiknya dalam memahami benar-

benar materi yang akan disampaikan sehingga peserta didik

dapat menerapkannya walaupun pada beberapa artikel belum

sempat dibahas, tetapi menurut penyusun, artikel-artikel

tersebut merupakan ulasan lengkap dari materi-materi yang

51

telah disampaikan oleh dosen. Sehingga alasan dosen

mengarahkan mahasiswa untuk mempelajari artikel-artikel

tersebut secara mandiri dirasa penyusun sudah sangat tepat.

F. Refleksi Utopis

Pada artikel yang berjudul “Refleksi Utopis” (dalam

Replika, 2009) terdapat poin penting mengenai pentingnya EQ

(Emotional Quotient) dibanding IQ (Intelligence Quotient)

karena IQ tidak banyak berarti tanpa EQ. Sebagaimana

dijelaskan pada materi-materi sebelumnya, yaitu jauh lebih

pentingnya nilai-nilai etik moral dibandingkan ilmu. Salah

satu upaya dalam rangka pencerdasan perasaan adalah dengan

pembinaan moral individu agar tercapainya kematangan moral

yang hakiki (tingkat penalaran yang mandiri). Kecerdasan akal

hanya akan membuat manusia menguasai ilmu tetapi cenderung

melupakan kecerdasan rasa/ emosinya. Tidak sedikit kasus yang

terjadi di dunia ini mengenai kurangnya penanaman moral dari

diri sejak dini yang menyebabkan orang-orang yang ternyata

“dianggap” memiliki intelektualitas tinggi pun secara tidak

langsung merusak moralnya sendiri dengan sikap dan

52

perilakunya, contohnya korupsi. Penyusun merasa beruntung

karena setidaknya tersadar setelah membaca artikel tersebut

akan problematika yang terjadi di dunia ini mengenai moral,

dan hal tersebut membuat penyusun mengusahakan sedapat mungkin

untuk lebih menanamkan nilai-nilai etik moral dan

mengamalkannya kepada orang lain.

Selain itu Ancok (dalam Replika, 2009) menegaskan bahwa

pendidikan di Indonesia belum mampu ajarkan etika, hanya

memfokuskan upaya pada alih keilmuan tanpa hirau pada tumbuh-

kembang watak kepribadian siswa. Awalnya pun penyusun merasa

mencari ilmu agar nantinya menjadi orang yang “sukses”, sukses

di sini lebih menekankan pada kehidupan yang lebih layak di

masa depan (mapan). Penyusun menyadari terdapat kesalahan

dalam menafsirkan arti sukses tersebut, sehingga setelah

membaca artikel ini penyusun lebih sadar akan tujuan hidup

sebenarnya yang tidak hanya mempelajari tentang ilmu kemudian

ilmu tersebut digunakan hanya untuk mencari materi, akan

tetapi bagaimana manusia sebagai ciptaaNya harus saling

menghormati, menghargai dan mengamalkan ilmu tersebut ke

perilaku sehari-hari yang sesuai dengan nilai-nilai etik moral

di masyarakat.

53

Sebenarnya inti materi pada artikel “Refleksi Utopis” (dalam

Replika, 2009) ini merupakan inti dari materi-materi

sebelumnya. Kata demi kata yang dirangkai oleh penulis

artikel, dijelaskan dengan sangat baik dan membekas di hati

penyusun karena cara penyampaiannya yang sangat mendalam dan

menjadi semacam renungan bagi yang membaca. Sehingga ketika

selesai membaca artikel tersebut penyusun merasa lebih

tersadar akan arti pentingnya memiliki moral yang baik dan

tergerak hatinya untuk benar-benar menanamkan dan mengamalkan

etika dan nilai-nilai moral yang baik demi masa depan dunia

yang lambat laun ditakutkan menjadi semakin hancur karena

kurangnya kesadaran akan pentingnya kecerdasan emosi dibanding

hanya kecerdasan akal.

Pada materi ini dosen tidak menjelaskan sehingga penyusun

merasa tindakan dosen untuk menyuruh mahasiswa membaca sendiri

di rumah dibanding menjelaskan secara langsung karena inti-

inti materi ini sebenarnya sudah banyak dijelaskan pada

materi-materi sebelumnya, hanya saja pada pembahasan materi

ini lebih banyak terdapat contoh kasus yang benar-benar

mengingatkan penyusun tentang artinya saling menghormati dan

menghargai “sesama” umat manusia. Materi ini belum sepenuhnya

54

dibahas karena kurangnya waktu jam kuliah, tetapi seharusnya

mahasiswa juga memahami maksud dosen untuk tidak menjelaskan

karena ini lebih merupakan bentuk upaya dalam penyadaran diri

sendiri agar kelak (diharapkan dapat) menjadi insan yang lebih

bermanfaat untuk bangsa dan negara.

55

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil review mengenai dosen dan materi, hikmah yang

penyusun dapat dari kegiatan perkuliahan satu semester ini

membawa dampak ke arah yang lebih positif. Penyusun merasakan

perbedaan dari yang awalnya menjadi mahasiswa pasif, sekarang

sudah mulai berusaha lebih aktif. Para mahasiswa lain juga

mengalami hal serupa dan tidak hanya di mata kuliah psikologi

pendidikan saja, keaktifan mahasiswa juga terlihat pada mata

kuliah yang lainnya. Jika dilihat dari sisi kacamata dosen,

mungkin keaktifan mahasiswa belum berhasil secara maksimal.

Kendala ini berada pada mahasiswa, karena kurangnya kesadaran

membaca sebelum perkuliahan di mulai sehingga akibatnya kelas

kurang aktif. Penyusun sangat menghargai usaha dosen

menanamkan pola berpikir ilmiah agar menjadi mahasiswa yang

tidak sok tau, tidak asal ucap, dan tidak subjektif. Jadi

setiap kata yang dilontarkan harus dipertanggung-jawabkan. Hal

tersebut mengakibatkan sebagian mahasiswa untuk tidak aktif,

mereka cenderung pasrah dan lebih memilih berada di zona yang

56

aman. Tidak hanya sekali dosen memperingatkan pentingnya

keaktifan di dalam kelas. Banyak contoh yang diutarakan

mengenai pentingnya keaktifan mahasiswa, misalnya untuk

mengikuti kuliah-kuliah selanjutnya sampai sidang skripsi,

karena banyak kasus yang terjadi mahasiswa tidak bisa “bicara”

mengenai tugas skripsinya. Hal tersebut yang menyebabkan dosen

mengarahkan agar mahasiswa untuk terbiasa aktif di dalam

kelas. Hingga saat ini penyusun pun masih merasa takut untuk

mengutarakan pendapat karena kurangnya pengetahuan yang

dimiliki untuk berpendapat (belum memiliki landasan teori).

Penyusun menyadari kebosanan dosen mendengar kata “takut

salah” dari mahasiswanya karena menurut dosen perkuliahan ini

sudah berjalan satu semester dan seharusnya rasa takut salah

tersebut sudah hilang, namun penyusun meminta kemakluman dosen

karena terbiasa “disuapi” oleh guru bertahun-tahun sehingga

mengalami kesulitan tiba-tiba mahasiswa dituntut untuk menjadi

aktif di kelas. Harapannya jika bertemu dengan dosen di mata

kuliah yang berbeda, semoga keaktifan di kelas yang diinginkan

oleh dosen dapat tercapai. Dari sisi materi, penyampaiannya

sangat baik walaupun awalnya penyusun kurang paham karena

kata-kata yang digunakan sangat ilmiah namun setidaknya

57

sekarang sudah sedikit mengerti, bahasa ilmiah yang digunakan

juga sebenarnya untuk kebaikan mahasiswa agar nantinya dapat

memberikan penyampaian yang ilmiah dan formal sesuai dengan

konteksnya. Contoh-contoh yang diberikan oleh dosen saat mata

kuliah berlangsung juga sangat bersangkutan dengan kehidupan

nyata sehari-hari, sehingga lebih mudah dipahami dan diserap

serta diharapkan nantinya bisa diamalkan dengan baik.

B. Saran

Sedikit saran yang bisa diberikan penyusun terhadap

dosen, mungkin pada awal-awal pertemuan sebaiknya dosen lebih

menunjukkan sikap friendly seperti di tengah dan akhir pertemuan,

agar keadaan kelas tidak menjadi tegang dan mahasiswa tidak

tertekan. Adapun usul dari penyusun agar kelas lebih aktif,

mungkin dosen bisa memberi beberapa pertanyaan dalam slide-

slide power poin yang bisa mahasiswa jawab di rumah/ menjadi

PR kemudian dibahas pada saat perkuliahan berlangsung. Dosen

dapat mengetahui pendapat-pendapat mahasiswa tentang soal

tersebut, kemudian mengaanalisis pendapat para mahasiswa

sehingga akan terlihat sejauhmana kemampuan mahasiswa untuk

memahami dan menanggapi soal tersebut. Keharusan mahasiswa

untuk menjawab soal membuat semua mahasiswa belajar agar dapat

58

berpartisipasi di dalam kelas saat kuliah berlangsung,

sehingga bagi mereka yang ingin aktif pun mendapat bayangan

mengenai materi yang akan dibahas.

Daftar Pustaka

Kusumawardani, Indra Ratna. 2009. “Replika” Psikologi Pendidikan (BekalPengantar). Materi Disajikan dalam Perkuliahan PsikologjPendidikan. Yogyakarta. (Tidak diterbitkan): Program MagisterSains Psikologi Fakultas Psikologi UMBY.

_____ . 2008. Lupa & Kejenuhan Belajar (Psikologi Pendidikan).Materi Disajikan dalam Perkuliahan Psikologi Pendidikan.Yogyakarta. (Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.

. 2008. Memori (Psikologi Pendidikan). MateriDisajikan dalam Perkuliahan Psikologi Pendidikan. Yogyakarta.(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.

. 2008. Mental Pembelajar (Sinopsis). Materi Disajikandalam Perkuliahan Psikologi Pendidikan. Yogyakarta. (Tidakditerbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.

. 2008. Pendidik (Psikologi Pendidikan). MateriDisajikan dalam Perkuliahan Psikologi Pendidikan. Yogyakarta.(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.

. 2008. Renungan (Psikologi Pendidikan). MateriDisajikan dalam Perkuliahan Psikologi Pendidikan. Yogyakarta.(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.

59

. 2007. Psikologi Pendidikan (Selayang Pandang). MateriDisajikan dalam Perkuliahan Psikologi Pendidikan. Yogyakarta.(Tidak diterbitkan): Fakultas Psikologi UNWAMA.

. 2007. (Seni) Mengajar. Materi Disajikan dalamPerkuliahan Psikologi Pendidikan. Yogyakarta. (Tidakditerbitkan): Fakultas Psikologi UMBY.

Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

60